Anda di halaman 1dari 100

PANCASILA

DAN PERUBAHAN SOSIAL

Y. Sudiantara

Universitas Katolik Soegijapranata


Pancasila
Dan Perubahan Sosial

PANCASILA
DAN PERUBAHAN SOSIAL

Penulis:

Y. Sudiantara

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau


memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun,
baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy,
merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis
dari Penulis dan Penerbit.

©Universitas Katolik Soegijapranata 2018

ISBN : 978-602-6865-65-6

Desain Sampul : Theresia Manggar


Tata Letak : Ignatius Eko

PENERBIT:
Universitas Katolik Soegijapranata
Jl. Pawiyatan Luhur IV / 1 Bendan Duwur, Semarang 50234
Telp. 024-8441555, 8445265 ext. 1408, 1409
email: ebook@unika.ac.id

ii
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

KATA PENGANTAR
Sebagai nilai-nilai pandangan hidup bangsa, Pancasila tidak
akan habis digali. Sebagai bunga rampai yang punya rentang
waktu cukup jauh, antara satu buku dengan buku lainnya,
penyusunan buku ini masih mempunyai kelemahan, mulai
dari kebertautan gagasan-gagasannya, berulangnya satu-
dua gagasan atau contoh, maupun susunan buku yang
kadang terasa agak dipaksakan. Dengan tidak bermaksud
mengabaikan kelemahan-kelemahan itu buku ini
bagaimanupun juga memiliki sedikit sumbangan dalam
khasanah buku yang membahas Pancasila.

Penulis menjabarkan Pancasila secara teoritis dalam bagian


pertama. Pembahasan tidak lepas dari berbagai konsep yang
memang telah lama digarap sebagai upaya penjabaran
Pancasila. Dalam proses penyusunan materi ini penulis
berupaya untuk mengumpulkan bahan-bahan referensi,
artikel, diskusi ilmiah yang berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan kualitasnya.

Oleh karena itu agar kalangan akademik terutama


mahasiswa sebagai generasi masa depan memahami makna
serta kedudukan Pancasila, maka harus dilakukan suatu
kajian yang bersifat ilmiah. Perkembangan kehidupan
kenegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat
besar terutama berkaitan dengan gerakan reformasi serta
perubahan undang-undang. Hal tersebut menimbulkan
penafsiran yang bermacam-macam, dan sebagai akibatnya
bangsa Indonesia menghadapi krisis ideologi.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam


penyusunan ini, penulis mengucapkan terima kasih. Suatu

iii
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

hal yang sangat berharga dan patut diperhatikan adalah


usaha untuk senantiasa berangkat dari kesadaran akan
keprihatinan yang sering tidak tepat. Berangkat dari realita
tersebut dan menuju keadaan yang dicita-citakan,
nampaknya sikap inilah yang harus dikembangkan dan
dibangun dalam rangka membangun bangsa dan negara.
Penulis meminta maaf bila ada kesalahan penulisan kata
dalam bahan kajian ini.

Y. Sudiantara

iv
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

KATA PENGANTAR DEKAN


Merupakan sebuah kegembiraan menyambut
produktivitas seorang dosen Fakultas Psikologi Unika
Soegijapranata, Semarang. Drs. Y. Sudiantara, M.S. sebagai
dosen pengajar Pancasila telah bekerja keras untuk
menerbitkan buku tentang Pancasila dan Perubahan Sosial.
Penulis berusaha menjelaskan Pancasila disesuaikan dengan
kondisi saat ini dan dikaitkan dengan perubahan sosial.

Disadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan,


namun kekurangan ini akan dijadikan dasar untuk sebuah
kerendahan hati dan usaha terus-menerus untuk menjadi
lebih baik. Oleh karena itu masukan dari para pembaca
sangat penting untuk mengembangkan buku ini.

Selamat kepada Drs. Y. Sudiantara, M.S. atas


selesainya buku dengan judul: “Pancasila dan Perubahan
Sosial”. Selamat untuk para pembaca, semoga buku ini
menambah wawasan para pembaca berkaitan dengan
Pancasila.

Semarang, 30 Januari 2018

Dekan Fakultas Psikologi

Dr. Margaretha Sih Setija Utami, M.Kes

v
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

DAFTAR ISI
PANCASILA ........................................................................................ i
DAN PERUBAHAN SOSIAL ............................................................ i
KATA PENGANTAR ..........................................................................iii
KATA PENGANTAR DEKAN ........................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Pengantar................................................................................. 1
B. Landasan Pendidikan Pancasila ............................................. 1
A. Tujuan Pendidikan Pancasila ................................................. 4
B. Pancasila dan Kajian Secara Ilmiah ...................................... 5
BAB II. SEJARAH PENETAPAN PANCASILA ........................... 9
A. Pengantar................................................................................. 9
B. Kebangkitan Bangsa ............................................................... 9
C. Masa Kemerdekaan Indonesia ............................................ 12
BAB III PANCASILA DAN TATA NEGARA .............................. 21
A. Pengantar............................................................................... 21
B. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia................................... 23
C. Pembukaan UUD 45.............................................................. 25
D. Batang Tubuh UUD 1945 ..................................................... 31
BAB IV. PANCASILA FILSAFAT BANGSA ............................... 39
A. Pengantar............................................................................... 39
B. Unsur Pokok Filsafat ............................................................. 39
C. Dasar-Dasar Filsafat Pancasila ............................................ 44
D. Pancasila sebagai Filsafat .................................................... 48
E. Hakikat dan Arti Sila-sila Pancasila ..................................... 55

vi
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB V. PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERPOLITIK ............. 63


A. Pendahuluan .......................................................................... 63
B. Manusia dan Etika ................................................................. 64
C. Etika ........................................................................................ 68
D. Pancasila Sebagai Etika Berpolitik....................................... 71
BAB VI. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI ............................ 73
A. Pengantar............................................................................... 73
B. Ideologi Besar Dunia ............................................................ 73
C. Pancasila ................................................................................ 76
BAB VII. PANCASILA PARADIGMA PERUBAHAN SOSIAL 79
A. Pengantar............................................................................... 79
B. Perubahan Sosial atau Pembangunan Nasional ................ 80
C. Pancasila dan Ilmu Pengetahuan ........................................ 82
D. Pancasila sebagai Paradigma Perubahan Sosial................ 83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 88
Indeks .............................................................................................. 90

vii
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB I PENDAHULUAN
A. Pengantar

Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang tercantum


dalam Pembukaan UUD 1945 wajib dipelajari dan dipahami
sebagaimana seharusnya. Dengan demikian orang tersebut
akan dapat menghormati, mengamalkan dan
mempertahankan Pancasila dalam hidup sehari-hari
bermasyarakat dan berbangsa. Dalam mempelajarinya,
seseorang memasuki pembahasan bidang politik. Jika diikuti
pertumbuhan dan perkembangannya, maka tafsiran
Pancasila sejak proklamasi kemerdekaan selalu mengalami
perubahan. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
penjelmaan Pancasila dalam Hukum Dasar, maka harus
dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

Untuk menjauhkan diri dari pengaruh situasi politik dan


perubahannya itu, maka pembahasan Pancasila sebagai
dasar filsafat negara diusahakan secara ilmiah (Bakry,
2014). Oleh sebab itu dalam membahas, menganalisis, dan
memberikan intepretasi harus ilmiah, jujur dan objektif serta
beretiket baik untuk kehidupan yang lebih baik. Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat negara
Indonesia mengacu pada satu sumber yaitu rumusan
Pancasila terdapat dalam alinea Pembukaan UUD1945.

B. Landasan Pendidikan Pancasila

1. Landasan Kesejarahan

Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang


panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit

1
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang


untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka
dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan
hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas,
sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Pendiri bangsa (the founding father) merumuskan secara
sederhana namun mendalam yaitu Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi
dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak
terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal
ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang
berakar pada sejarah bangsa. Secara historis nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan/disahkan menjadi dasar negara Indonesia
secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri. Nilai-nilai Pancasila tersebut berasal dari bangsa
Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia sebagai causa
materialis Pancasila.

2. Landasan Budaya

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya


dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu
asas kultural yang melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai
kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam
Pancasila bukan merupakan hasil konseptual seseorang saja
melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia
sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki
melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh
karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual
seharusnya mendalami serta mengkaji karya besar tersebut

2
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dalam upaya untuk melestarikannya sesuai dengan tuntutan


jaman.

3. Landasan Hukum

Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan


Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39
menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan (Kaelan, 2010).
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI,
No.232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa,
pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut,
Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan
No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dijelaskan
bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan
menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan
dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual dan
manusia budaya demi persatuan bangsa.

4. Landasan Kefilsafatan

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan


filosofis bangsa Indonesia (Bakry, 2014). Merupakan suatu
keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikannya

3
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,berbangsa


dan bernegara. Secara filosofis bangsa Indonesia adalah
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan. Hal ini
berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah
mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Setiap aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai
Pancasila.

A. Tujuan Pendidikan Pancasila

Tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian


pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat
yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan,
dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di
atas kepentingan perorangan dan golongan, sehingga
perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang
mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan


intelektual penuh tanggung jawab berorientasi pada
kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing
(Bakry, 2014). Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila
adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung
jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan
berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut
tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan

4
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

bertindak, sdangkan sifat penuh tanggung jawab


diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan dilihat dari aspek
iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.

Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan


peserta didik yang beriman dan bertaqua kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku :

1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap


bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup
dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah
dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang
persatuan Indonesia.

B. Pancasila dan Kajian Secara Ilmiah

Sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah


yaitu dengan metode analisis sintesis. Sistem pengetahuan
itu bertingkat-tingkat (Bakry, 2014) sebagai berikut:

1. Berobyek

Syarat suatu pengetahuan ilmiah, bahwa ilmu


pengetahuan itu memiliki obyek. Di dalam filsafat ilmu
pengetahuan dibedakan atas dua macam objek yaitu “objek
formal” dan “obyek material”.Objek formal Pancasila yaitu
Pancasila dalam rumusan yang sudah tertentu bunyinya dan
kedudukan hukum sebagai dasar filsafat Negara. Obyek

5
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

material Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan


sasaran pembahasan dan pengkajian, baik bersifat empiris
maupun non-empiris.

Obyek material Pancasilka adalah pandangan hidup bangsa


dalam segala aspek adat dan kebudayaan dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Selain itu obyek
material Pancasila berupa lembaran negara, lembaran
hukum maupun naskah-naskah resmi kenegaraan yang
mempunyai sifat imperatif yuridis. Obyek yang bersifat non-
empiris meliputi: nilai moral, serta nilai-nilai religius yang
tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola
budaya dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

2. Bermetode

Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah


metode analisis sintesis yaitu suatu perpaduan metode
analitis dan sintesis. Karena obyek Pancasila banyak
berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah maka
lazim digunakan metode hermeneutika yaitu suatu metode
untuk menemukan makna dibalik obyek. Metode koherensi
historis serta metodepemahaman, penafsiran dan
interprestasi, didasarkan atas hukum-hukum logika dalam
suatu penarikan kesimpulan terhadap UUD 1945, TAP MPR,
Perundang-undangan serta fakta-fakta historis yang telah
diakui kebenarannya, diteliti dengan menggunakan metode
dan teknik yang bersifat ilmiah agar dapat dipahami obyek
secara lebih berhasil, sehingga diperoleh pengetahuan yang
benar mengenai obyek itu.

3. Bersistem

6
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan,


artinya keseluruhan proses dan hasil berpikir disusun dalam
satu kesatuan yang bulat, saling berhubungan sehingga
diperoleh kesatuan yang organis harmonis dan dinamis.
Pembahasan Pancasila sebagaimana yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 secara ilmiah harus merupakan suatu
kesatuan dan keutuhan.

4. Bersifat Universal

Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat universal,


tidak terbatas oleh waktu, situasi, maupun jumlah tertentu.
Kajian hakikat pada nilai-nilai Pancasila bersifat universal,
dengan kata lain bahwa inti sari, essensi atau makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila adalah bersifat universal
yang mendukung kebenaran atas kesimpulan dan
pertanyaan.

Tingkatan Pengetahuan Ilmiah

Tingkatan ilmiah menekankan pada karakteristik


pengetahuan, sehingga sangat ditentukan oleh macam
pertanyaan (Bakry, 2014), yaitu :

1. Pengetahuan deskriptif : Suatu pertanyaan


bagaimana

Mengkaji Pancasila secara obyektif, harus menerangkan dan


menjelaskan serta menguraikan Pancasila secara obyektif
sesuai dengan kenyataan Pancasila itu sendiri sebagai hasil
budaya bangsa Indonesia.

7
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

2. Pengetahuan kausal : Suatu pertanyaan


mengapa

Kajian tentang Pancasila yang mempelajari tingkat


pengetahuan sebab-akibat akan berkaitan dengan kajian
proses kausalitas terjadinya Pancasila, meliputi empat
kausa, kausa material, kausa formatis, kausal efisien dan
kausa finalis.

3. Pengetahuan normatif : Suatu pertanyaan ke


mana

Kajian normatifmembedakan secara normatif realisasi atau


pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan. Pancasila
dalam kenyataan faktual yaitu Pancasila yang senantiasa
berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan
jaman.

4. Pengetahuan essensial : Suatu pertanyaan


apa

Kajian Pancasila secara essensial pada hakikatnya untuk


mendapatkan suatu pengetahuan tentang inti sari atau
makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila.

8
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB II. SEJARAH PENETAPAN PANCASILA

A. Pengantar

Nilai-nilai Pancasila telah ada dalam hidup bangsa Indonesia


sejak jaman dahulu. Nilai-nilai tersebut berupa nilai-nilai
adat istiadat, kebudayaan dan religiositas. Nilai-nilai tersebut
terlihat dalam bangsa sebagai pandangan hidupnya dan
dirumuskan secara formal (yuridis) oleh para pendiri negara
sebagai dasar Indonesia merdeka. Proses perumusan
Pancasila sebagai dasar negara diakukan dalam sidang-
sidang BPUPK dan PPKI.

Untuk mengerti dan memahami Pancasila secara


utuh, diperlukan pemahaman tentang perjuangan bangsa.
Nilai-nilai essensial Pancasila yang ada dalam Pancasila
secara obyektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak
lama. Proses pembentukan negara dan ditemukannya dasar
negara memakan waktu lama, yaitu sejak jaman kerajaan-
kerajaan kuno, abad IV-VII, kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit. Dasar-dasar nasionalisme (kebangkitan) nasional
1908 dan Sumpah Pemuda 1928, akhirnya mencapai titik
puncak di saat proklamasi disaat proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

B. Kebangkitan Bangsa

1. Kebangkitan Nasional 1908

Kegagalan pahlawan masa lalu dijadikan pengalaman


yang berharga. Perjuangan yang bersifat kedaerahan,
ketergantungan pada seorang pemimpin sakti, karismatik,

9
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

konservatif, irrasional ternyata berkhir dengan kegagalan


harus ditinggalkan. Kaum intelek Indonesia mulai
memropagandakan kepada rakyat untuk mengubah
perlawanan terhadap penjajah dari cara tradisional ke cara
modern. Hal ini perlu ditopang oleh kesadaran nasional,
persatuan dan patriotisme yang tinggi pada masyarakat.
Kesadaran tersebut dipelopori oleh golongan intelek,
diperkuat dengan adanya kesadaran penderitaan bersama
akibat dijajah (Sunoto, 1983).

Golongan terpelajar yang berorientasi kepada rakyat


inilah yang menjadi perintis atau pelopor perjuangan dengan
menggunakan alat organisasi modern. Organisasi moderen
yang pertama berdiri adalah Boedi Oetomo. Organisasi ini
didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 diketuai oleh dr.
Soetomo. Bagi bangsa Indonesia kelahiran Boedi Oetomo itu
diabadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Tahun 1911 di Surakarta didirikan organisasi yang


berasaskan Islam dengan nama Sarekat Dagang Islam
(SDI). Organisasi ini maju pesat pada tahun 1912 setelah
namanya diubah menjadi Sarekat Dagang Islam dengan
tokohnya H. Oemar Said Cokroaminoto. Organisasi moderen
pertama yang berani menuntut kemerdekaan Indonesia
adalah Indische Partij (1912-1913). Hal ini tercermin dari
semboyan “Hindia lepas dari Netherland”, “Hindia buat
orang Hindia” yang dimaksud orang Hindia ialah orang
bumiputra, orang-orang indo Belanda, Indo Arab dan Cina
peranakan, dan lain-lain yang mengakui Hindia sebagai
tanah airnya.

10
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Pada tahun 1927 berdirilah Partai Nasional


Indonesia (PNI). Pendirinya antara lain ialah Ir.
Soekarno, Mr. Iskaq, Mr. Sartono. PNI berasaskan Self-help,
non cooperation dan marhenisme. Tujuan PNI ialah
Indonesia Medeka. Melalui pemufakatan Perhimpunan-
Perhimpunan Politik Indonesia (PPPI), PNI berhasil
memperluas cita-cita persatuan Indonesia dan cita-cita
Indonesia merdeka dan berhasil pula memopulerkan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan,
Merah Putih sebagai bendera kebangsaan, Indonesia Raya
sebagai lagu kebangsaan. Usaha-usaha PNI tesebut
diperkuat lagi dengan Sumpah Pemuda tahun 1928.

2. Kebangkitan Nasional 1928

Atas inisiatif Perkumpulan-Perkumpulan Pemuda


Indonesia (PPI) pada tanggal 27-28, diselenggarakan
Konggres Pemuda Indonesia Ke II. Tujuannya untuk
menyaatukan segala organisasi yang ada pada waktu itu.
PPPKI itu terdiri dari organisasi Pemuda, seperti Jong Jawa,
Jong Soematra, Jong Cilebes, sekar Rukun, Jong Islaminten
Bond, Jong Batavia. Konggres dipimpin oleh Sugondo
dengan wakil ketua Djoko Marsaid dan sekretaris Muhamad
Yamin. Konggres itu berhasil merumuskan ikrar bersama,
yang terkenal dengan Sumpah Pemuda.

Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku

bertumpah darah satu tanah Air Indonesia

Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku

berbangsa satu bangsa Indonesia

11
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Kami Putera dan Puteri Indonesia menjunjung tinggi

bahasa persatuan bahasa Indonesia

Dalam konggres itu pertama kalinya diperdengarkan


lagu Indonesia Raya yang kemudian diresmikan menjadi
lagu kebangsaan Indonesia. Salah satu anggota konggres
yaitu Moh. Yamin yang menekankan bahwa untuk mencapai
cita-cita bersama diperlukan persatuan dari seluruh pemuda.

Setelah sumpah pemuda, tokoh-tokoh pergerakan itu


berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Bagi
Belanda tokoh-tokoh pejuang itu membahayakan keamanan
negara. Oleh karena itu demi keselamatan negara, tokoh-
tokoh pejuang itu pipenjarakan dan diasingkan, seperti Ir.
Soekarno di Flores (1934), di Bengkulu (1938) dan terakhir
di Padang (1942). Hatta dan Sutan Syahrir di Digul (1934) di
Bandanaira (1936) dan di Sukabumi (1942). Meskipun
mereka ditangkap dan dipenjara, perjuangan untuk
mencapai Indonesia merdeka tidak pernah surut.

C. Masa Kemerdekaan Indonesia

1. Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945

Perjuangan bangsa menuju proklamasi kemerdekaan


semakin gigih. Kemerdekaan Indonesia itu harus segera
diproklamasikan. Ada perbedaan tentang cara
merealisasikan pendapat. Golongan tua berpendapat bahwa
bangsa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah
dengan jalan bekerjasama dengan pemerinyah Jepang. Pada
tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan PPKI
12
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

yang diketuai oleh Ir.Soekarno. Panitia persiapan


kemerdekaan atau Dokuritzu Zyumbi Iinkai itu terdiri
atas 27 orang termasuk ketua dan Wakil ketua.

Golongan muda (Chairul Saleh, Johar Nur,


Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono Wikana dan
Armansjah) mengadakan pertemuan dan menghasilkan
tuntutan-tuntutan radikal supaya secepat mungkin bangsa
Indonesia merdeka tanpa menggantungkan hadiah dari
Jepang. Perbedaaan pendapat antara golongan tua dan
gabungan muda itu memuncak dengan terjadinya
penculikan Ir. Soekarno dan Drs.Moh Hatta. Setelah
diadakan pembicaraan antara golongan muda dan tua, Ir.
Soekarno menyetujui desakan golongan muda untuk segera
memroklamirkan kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945.

Proklamasi.

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan


kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dll. Diselenggarakan dengancara
saksama dalam tempo yang sesiangkat-singkatnya.

Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ‘05

Atas nama bangsa Indonesia


Soekarno/Hatta

13
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Ditinjau latar belakang kelahirannya, proklamasi


Kemerdekaan 17 Agustus 1945 mempunyai sifat-sifat
kesejarahan. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
adalah puncak perjuangan rakyat Indonesia dengan
pengorbanan yang berlangsung berabad-abad, merupakan
syarat mutlak untuk memperbaiki nasib dan menciptakan
kesejahteraan lahir batin, merupakan pemberi inspirasi bagi
bangsa dan suatu revolusi.

2. Perumusan Undang-undang Dasar 1945


3. Usul Rancangan Dasar Filsafat Negara

Sidang-sidangyang diselenggarakan BPUPK menghasilkan


usulan mengenai calon dasar Negara (Sugito, 2006) :

a. Pendapat Moh Yamin (29 Mei 1945)


Terdapat 5 prinsip dasar negara yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b. Pidato Supomo (31 Mei 1945)


1). Teori Perseorangan atau Individualistik
Negara adalah masyarakat hukum (legal society)
yang disusun atas kontrak antara seluruh
perseorangan dalam masyarakat itu (contract
social). Susunan hukum negara yang berdasarkan

14
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

individualisme terdapat di negara Eropa dan


Amerika Serikat.
2). Teori Golongan (class theory)
Negara adalah alat golongan yang mempunyai
kedudukan harus merebut kekuasaan negara
sehingga golongan ekonomi lemah ganti
menindas golongan ekonomi kuat.

3). Teori Integralistik


Negara bukan milik golongan ekonomi kuat,
tetapi milik seluruh masyarakat. Negara yang
bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang
mengatasi seluruh golongan dalam lapangan
apapun. Negara tidak memihak pada suatu
golongan yang paling kuat atau paling besar,
tidak menganggap kepentingan seseorang
sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin
keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai
persatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Yang cocok diterapkan di Indonesia ialah teori
integralistik. Negara bersatu dengan seluruh
rakyat dan mengatasi seluruh olongan-
golongannya.

c. Rumusan Soekarno 1 Juni 1945


Usulan tersebut terdiri atas 5 prinsip yaitu
nasionalisme (kebangsaan), Internasionalisme
(kemanusiaan), mufakat (demokrasi), kesejahteraan
sosial (ketuhanan yang berkebudayaan) lima prinsip
tersebut disebut Pancasila. Pancasila dapat diperas
menjadi Tri Sila, yaitu sosionasionalisme sebagai

15
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

sintesis kebangsaan dan kemanusiaan,


sosiodemokrasi sebagai sintesis mufakat dan
kesejahteraan sosial dan ketuhanan. Tri siladapat di
peras lagi menjadi Eka Sila, yang intinya adalah
gotong royong. Pancasiladiusulkan sebagai nama
untuk dasar filsafat negara dan pandangan hidup,
sebagai philosophiesche grondslag dan
weltanschauung.

d. Rumusan BPUPK tanggal 22 Juni 1945


Pada tanggal 22 Juni 1945, panitia 9 mengadakan
sidang di Pegangsaan Timur Jakarta, rumah Ir.
Soekarno, yang menghasilkan rancangan rumusan
dasar negara. Rumusan hasil musyawarah tersebut
diberi namaPiagam Jakarta sebagai berikut:
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Penyusunan Rancangan UUD


Dalam rapat tanggal 10 Juli 1945 ketua panitia Ir. Soekarno
melaporkan hasil rapat yang diikuti oleh 38 orang anggota
Badan Penyelidik tentang Usulan Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar. Usulan tersebut adalah suatu modus,
persetujuan antara fihak Islam dan fihak kebangsaan.
Panitia kecil menghasilkan usulan rancangan:

16
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

a. Pernyataan Kemerdekaan (Declaration of


Idependence) yang berisi alasan-alasan mengapa
bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaanya.
Pernyataan kemerdekaan itu berisikan suatu
dakwaan di hadapan dunia atas penjajahan
Belanda terhadap bangsa dan tanah air Indonesia
selama 350 tahun.
b. Rumusan Pembukaan Hukum Dasar sebagai
berikut:
“Untuk membentuk Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi, segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, menyuburkan
hidup kekeluargaan Asia Timur Raya dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian dan keladilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu
dalam satu UUD Negara Indonesia, yang
berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan
berdasar kepada ke Tuhanan dengan kewajiban
menjalankan syarat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar Kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.

17
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Pengesahan Usul Rancangan UUD


Sidang Badan Penyelidik tanggal 14 sampai dengan 16 Juli
1945 telah menerima laporan dari Panitia Perancang UUD.

a. Rapat tanggal 14 Juli 1945


Badan Penyelidik tanggal 14 Juli 1945 menyetujui
Usul Rancangan Pernyataan Kemerdekaan dengan
perubahan yang diusulkan oleh anggota Abikusno
Tjokrosujoso dan Usul Reancangan Pembukaan
Hukum Dasar.

b. Rapat tanggal 15 dan 16 Juli 1945


Ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
membentuk Panitia kecil perancang Undang-Undang
Dasar. Hasilnya adalah Usul Rancangan Undang-
Undang Dasar yang terdiri dari 15 (lima belas) bab
dab 42 pasal.
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan telah mengesahkan usul rancangan
dari:
a. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
(Rancangan Pernyataan Kemerdekaan,
Rancangan Pembukaan Hukum Dasar dan
Rancangan Undang-Undang Dasar).
b. Panitia pembelaan Tanah air (Rancangan
Pembelaan Negara Republik Indonesia)
c. Panitia soal kenangan dan Perkonomian
(Rancangan Soal Perekonomian Indonesia
Merdeka, dan Rancangan Soal Keuangan
Indonesia Merdeka).

18
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Rancangan-rancangan tersebut menjadi bahan yang


disampaikan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang akan dibentuk untuk menetapkan Pancasila
dan UUD45. Dengan demikian tugas Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan selesai.

19
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

20
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB III PANCASILA DAN TATA NEGARA

A. Pengantar

Hukum Tata Negara adalah hukum (peraturan perundang-


undangan) yang mengatur susunan dan bentuk
pemerintahan negara, sedangkan ketatanegaraan adalah
segala sesuatu yang berkenaan dengan politik. Hukum tata
negara mengatur negara dalam keadaan diam, sedangkan
hukum tata pemerintahan mengatur negara dalam keadaan
bergerak (operasional).

Menurut hukum ketatanegaraan Pancasila mempunyai


fungsi yang mendasari penyelenggaraan negara. Hal itu
tercermin dalam Proklamasi, Pembukaan UUD 1945 dan
Batang Tubuh UUD 1945. Penyelenggaraan negara dan
politik di Indonesia harus didasari Pancasila.

1. Pengertian Negara

Negara adalah suatu keadaan kehidupan berkelompok


bangsa Indonesia (Budiardjo, 1983). Negara merupakan
sarana untuk mempersatukan bangsanya sebagai tempat
berlindung. Negara sebagai suatu kehidupan
berkelompoknya bangsa untuk berkehidupan bebas
diarahkan pada cara pandang integralistik, yaitu walaupun
semua pihak mempunyai fungsi sendiri-sendiri, tetapi tetap
pada suatu konsep kesatuan utuh.

21
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Sifat-Sifat negara
Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan
manifestasi kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya
terdapat pada negara, yaitu:
a. Sifat memaksa. Agar peraturan perundang-undangan
ditaati dan penertiban dalam masyarakat tercapai
serta anarkhi dapat dicegah, maka negara memiliki
sifat memaksa, yaitu mempunyai kekuasaan untuk
memakai kekerasan fisik secara legal seperti polisi,
tentara.
b. Sifat Monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam
menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam
rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu
aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang
hidup dan disebar luaskan, karena dianggap
bertentangan dengan tujuan masyarakat.
c. Sifat mencakup semua (all encompassing, all
embracing). Semua peraturan perundang-undangan
berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.

2. Warga Negara/Rakyat

Setiap negara mempunyai rakyat dan kekuasaan negara


menjangkau semua rakyat (penduduk) di dalam wilayahnya.
Rakyat sebagai unsur penting dari negara dan harus
dihubungkan dengan negara. Rakyat dimaksudkan sebagai
warga negara yang mempunyai ciri khas dan yang
membedakan dengan orang asing. Warga negara adalah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui

22
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Indonesia sebagai tanah airnya dan setia kepada Negara


Indonesia yang disahkan dengan Undang-undang.

Kedudukan Warga Negara memiliki empat macam, yaitu


Status Positif.
Status positif seorang warga negara ialah memberi hak
kepadanya untuk menuntut tindakan positif dari negara
mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik, dan
kemerdekaan.
Status Negatif.
Ada jaminan bahwa negara tidak boleh campur tangan
terhadap hak-hak asasi warga negaranya. Campur tangan
negara terhadap hak-hak asasi warga negaranya terbatas,
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya tindakan
sewenang-wenang dari negara, kecuali ditujukan untuk
kepentingan umum.
Status Aktif.
Status aktif memberikan hak kepada setiap warga negara
untuk ikut serta dalam pemerintahan. Untuk mewujudkan
hak ini, setiap warga negara diberi hak untuk memilih dan
dipilih sebagai anggota DPR.
Status Pasif.
Status pasif ini merupakan kewajiban bagi setiap warga
negara untuk mentaati dan tunduk kepada segala perintah
negaranya.

B. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada hakikatnya


adalah pencetusan segala perasaan dan keinginan yang

23
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

sedalam-dalamnya yang terbenam dalam kalbu rakyat


Indonesia. Teks Proklamasi yang diucapkan oleh
Proklamator diambil dari inti teks konsep Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Proklamasi kemerdekaan
beserta ”anak” kandungnya yang berupa Pembukaan UUD
1945 melukiskan pandangan hidup, tujuan hidup, falsafah
hidup dan rahasia hidup sebagai bangsa. Apabila proklamasi
itu merupakan suatu Proclamation of Independence, maka
pembukaan UUD 1945 merupakan Declaration of
Independence dari Republik Indonesia (Kaelan, 1985).
Jika Proklamasi itu memberitahukan kepada dunia bahwa
rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka,
dan merupakan sumber kekuatan dari tekad perjuangan
bangsa Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 memberikan
pedoman untuk mengisi kemerdekaan nasional, untuk
melaksanakan usaha-usaha kenegaraan dan untuk
menginsyafi tujuan usaha memperkembangkan kebangsaan
kita.

Pembukaan UUD 1945 sebagai ”Pernyataan Kemerdekaan”


mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan
yang berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi
kemerdekaan berisi pernyataan kemerdekaan adalah
sumber hukum pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tanpa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
tidak ada Negara Republik Indonesia.

Karena Proklamasi Kemerdekaan itu adalah sumber hukum


bagi berdirinya negara, maka Pembukaan UUD 1945 tidak
boleh diubah oleh siapapun, badan apapun dan kapanpun.
Merubah Pembukaan UUD 1945 berarti merubah isi dan cita-
cita Proklamasi Kemerdekaan. Merubah makna Proklamasi

24
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Kemerdekaan berarti membubarkan Negara Republik


Indonesia. Merubah Pembukaan UUD 1945 berarti merubah
atau menghilangkan Pancasila (yang terkandung
didalamnya) sebagai dasar negara.

C. Pembukaan UUD 45

Pancasila sebagai suatu kristalisasi dari nilai-nilai perlu


dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan. Hanya
dengan menuangkan Pancasila dalam peraturan perundang-
undangan dasar negara, pandangan hidup dan ideologi
bangsa akan mempunyai kekuatan hukum yang
imperatif/mengikat semua warga negara untuk menaati dan
melaksanakannya. Itulah sebabnya, maka Pancasila dimuat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Bagi bangsa Indonesia, UUD merupakan hasil yang inheren


dari perjuangan kemerdekaan secara keseluruhan, sebab
memang bangsa Indonesia menginginkan negara yang
berundang-undang dasar. Undang-undang dasar
merupakan suatu nilai hidup bernegara atau berpolitik, suatu
keutamaan yang harus menjadi pedoman bagi para warga
negara dan penyelenggara negara. Setiap warga negara
hendaknya memahami, menghayati dan mengamalkan
ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang dasar
negaranya.

1. Kedudukan dan Makna Pembukaan UUD’45

Pembukaan UUD’45 memuat uraian dialektik, dimulai


dengan tesis bangsa terjajah, kemudian antitesis berupa

25
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

perjuangan melawan penjajahan dan akhirnya menjadi


sintesisnya pokok-pokok pikiran atau aspirasi hidup menuju
ke masyarakat yang sejahtera secara merata. Dari
Pembukaan itulah UUD’45 dijabarkan dalam bentuk batang
tubuh dengan berbagai pasal dan penjelasannya.
Pembukaan UUD’45 adalah sumber motivasi, aspirasi
perjuangan serta tekadrakyat dan bangsa Indonesia.
Pembukaan juga merupakan sumber dari cita-cita hukum
dan moral yang ingin diwujudkan baik dalam lingkup
nasional maupun internasional. Pembukaan merupakan
perwujudan perjanjian moral yang sangat luhur antara
wakil-wakil rakyat Indonesia di dalam mendirikan negara
(gentlement agreement).

Pembukaan UUD’45 merupakan kaidah negara yang


fundamental (staats fundamental norm), yaitu kaidah yang
menjadi dasar bagi kaidah-kaidah lain. Pembukaan UUD’45
merupakan sumber bagi kaidah-kaidah lain yang lebih
rendah tingkatnya dan karena itu kaidah-kaidah yang lain
tadi harus sesuai atau tidak bertentangan dengan
Pembukaan UUD’45. Karena itu Pembukaan berkedudukan
di atas UUD.

2. Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945

Penjelasan otentik UUD 1945 menyebutkan bahwa dalam


Pembukaan UUD 1945 itu terkandung 4 pokok pikiran
(Kaelan, 2010) sebagai berikut :

a. Pokok pikiran pertama


Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas

26
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh


rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini berkisar pada sila
persatuan Indonesia.
b. Pokok pikiran kedua
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pokok pikiran II ini menandaskan tujuan
negara. Negara didirikan untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Satu-satunya jalan untuk
mencapai tujuan itu adalah mengadakan pembangunan
nasional, dana dasar operasionalnya adalah GBHN.

c. Pokok pikiran ketiga


Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Pokok pikiran
III ini menunjuk jelas pada sila IV. Bentuk penjabaran ke
dalam sistem pemerintahan negara adalah demokrasi, yaitu
demokrasi Pancasila.

d. Pokok pikiran keempat


Negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok
pikiran keempat ini menunjuk pada sila I dan II. Jelaslah
bahwa Indonesia bukan negara ateis atau sekular,
melainkan negara monoteis.

Makna Alinea-alinea pada Pembukaan UUD 1945

a. Alinea pertama :
Alinea ini menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian
bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan.
Indonesia akan tetap berdiri di barisan yang paling depan
untuk menentang dan menghapuskan penjajahan di atas

27
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dunia ini. Alinea ini mengungkapkan dalil obyektif bahwa


penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
perikeadilan. Alinea ini juga mengandung pernyataan
subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk
membebaskan diri dari penjajahan.
Dalil di atas meletakkan tugas kewajiban kepada bangsa
Indonesia untuk selalu berjuang melawan setiap bentuk
penjajahanan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Sikap yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 ini
menjadi landasan pokok dalam mengendalikan politik luar
negeri RI.

b. Alinea kedua :
Alinea ini menunjukkan kebanggaan dan
penghargaan terhadap perjuangan bangsa Indonesia, yaitu
kepada para pahlawan dan perintis kemerdekaan.Yang
dikehendaki atau diharapkan oleh para perintis
kemerdekaan ialah negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang
selalu menjiwai dan mendorong seluruh bangsa Indonesia.
Alinea ini menunjukkan adanya nilai
- bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah
sampai pada tahap yang menentukan.
- bahwa momentum yang telah dicapai itu harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan dan
- bahwa kemerdekaan itu bukan tujuan akhir,
melainkan masih harus diisi dengan mewujudkan
negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.

c. Alinea ketiga :

28
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Alinea ini merupakan inti Pembukaan UUD 1945, sebab


mengandung proklamasi kemerdekaan sendiri. Proklamasi
kemerdekaan itu merupakan kulminasi atau puncak seluruh
perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh hasrat untuk
hidup sebagai bangsa yang merdeka..
Bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang
berkesinambungan, keseimbangan antara kehidupan rohani
dan kehidupan jasmani, antara kehidupan di dunia dan
kehidupan di akhirat. Alinea ketiga ini memuat motivasi
spiritual yang luhur serta suatu pengukuhan Proklamasi
Kemerdekaan. Berkat rahmat-Nya-lah bangsa Indonesia
berhasil mencapai kemerdekaannya.

d. Alinea ke-empat:
Alinea ke-empat berisi tujuan negara serta memuat dasar
negara Pancasila, walaupun istilah Pancasila di sini tidak
disebut secara eksplisit. Perumusan Pancasila sebagai dasar
negara yang benar dan sah ialah yang termuat dalam alinea
ke-empat Pembukaan UUD 1945 itu.
Alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945 menegaskan
1). Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus
menjadi tujuannya, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia daan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
2). Negara Indonesia berbentuk republik dan berkedaulatan
rakyat.
3). Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil

29
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang


dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

3. Hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh


UUD 1945
Pembukaan UUD’45 merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental berisi pokok-pokok pikiran bangsa Indonesia
dalam mendirikan negara (Wibisono, 1984). Pokok-pokok
pikiran itu kemudian di wujudkan dalam pasal-pasal UUD
1945. Pembukaan UUD’45 menjiwai isi keseluruhan
UUD’45. Dengan demikian pula UUD’45 harus sesuai atau
tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD’45 yang
berintikan Pancasila itu. UUD’45 pada hakikatnya adalah
tafsir operasional dari Pembukaan UUD’45 yang terjabarkan
dalam Pancasila. Pasal-pasal dari UUD’45 secara
keseluruhan dan masing-masing dijiwai oleh nilai luhur dari
Pancasila. UUD’45 adalah pengamalan tingkat pertama dari
Pancasila. Pembukaan UUD 1945 tidak lain adalah
penuangan jiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 itu
menurut Penjelasan UUD 1945 meliputi suasana kebatinan
dari UUD Negara Indonesia. Pembukaan UUD 1945
mempunyai hubungan langsung dengan UUD (Kaelan, 2010)
yaitu bahwa

a. Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-


pokok pikiran dan pokok-pokok pikiran itu
diuraikan oleh UUD 1945 dalam pasal-pasalnya.

30
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

b. Dengan menyadari keagungan nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila dan dengan
memperhatikan hubungan antara Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD 1945, Pembukaan UUD 1945
memuat dasar negara Pancasila, dan UUD 1945
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
sehingga keduanya merupakan rangkaian
kesatuan dan norma yang terpadu.
c. UUD 1945 itu terdiri dari rangkaian pasal-pasal
yang merupakan perwujudan atau penjabaran dari
pokok-pokok pikiran dari Pembukaan UUD 1945
yaitu : Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial,
Kedaulatan Rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan dan Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Pancasila itu sendiri memancarkan
nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan
semangat kepada UUD 1945
d. Semangat dasar Pembukaan menyatu dalam pasal-
pasal Batang Tubuh UUD 1945 dan Penjelasannya
adalah merupakan satu rangkaian kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Kesatuan serta semangat
inilah yang harus difahami dan diyakini oleh
manusia Indonesia.

D. Batang Tubuh UUD 1945

1. Indonesia Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat),


yang berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan pada

31
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

kekuasaan belaka (machtstaat) (Budiardjo, 1983). Negara,


termasuk di dalamnya pemerintah serta lembaga-lembaga
negara yang lain dalam melaksanakan tindakannya harus
dilandasi oleh hukum atau harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Prinsip sistem ini
merupakan pelaksanaan dari pokok-pokok pikiran yang
terkandung di dalam pembukaan UUD’45. Konsep ini tidak
hanya menyatakan sebagai negara hukum dalam arti formal
, tetapi juga negara hukum dalam arti luas (material).
Negara tidak hanya melindungi saja, tetapi harus lebih
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsanya.
Pancasila sebagai dasar negara harus menjiwai
semua peraturan hukum dan pelaksanaannya. Hukum yang
berdasar Pancasila memiliki fungsi pengayoman agar cita-
cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara. Untuk
menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran
diperlukan badan-badan kehakiman yang kokoh. Pemimpin
eksekutif wajib bekerjasama dengan badan-badan
kehakiman demi terselenggaranya pemerintahan yang
sehat. Pembangunan hukum diarahkan demi terwujudnya
sistem hukum yang mengabdi kepentingan nasional.

2. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945

Sistem pemerintahan Indonesia di bagi atas 7 pokok


(Kaelan, 2010) yang secara sistematis merupakan
pengejawantahan kedaulatan rakyat.

Indonesia Negara Berdasarkan Hukum(Rechtstaat)

32
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan


tidak berdasarkan atas kekuasaan, artinya negara termasuk
didalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaga negara
dalam melaksanakan semua tindakan harus dilandasi
peraturan hukum dan atau harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Negara hukum
harus melindungi warga dan tumpah darah Indonesia dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh warganya.

Sistem Konstitusional
Pemerintahan negara berdasarkan atas sistem konstitusional
(hukum dasar) dan tidak bersifat absolut (kekuasaan tidak
terbatas). Sistem ini menegaskan bahwa pemerintahan
dibatasi oleh ketentuan konstitusi dan hukum lainnya yang
merupakan produk konstitusional. Sistem negara hukum dan
sistem konstitusional menciptakan mekanisme hubungan
dan hukum antar lembaga negara sehingga menjamin
terlaksananya pencapaian cita-cita nasional.

Kekuasaan Negara Tertinggi di Tangan Rakyat


Kekuasaan tertinggi negara ada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945. Majelis
Permusyawaratan Rakyat merupakan penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia. Majelis ini mempunyai wewenang untuk
melakukan perubahan UUD melantik Presiden dan Wakil
Presiden, memberhentikan Presiden / Wakil sesuai masa
jabatan atau jika melanggar konstitusi.
Presiden Penyelenggara Pemerintahan Tertinggi
Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi dis amping
MPR dan DPR. Karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

33
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Presiden tidak menjadi Mandataris MPR. Di samping


Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden
harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk
Undang-Undang (gezetzgebung) dan untuk menetapkan
anggaran pendapatan dan belanja negara
(staatsbergrooting). Oleh karena itu Presiden harus
bekerjasama dengan Dewan. Presiden tidak
bertanggungjawab kepada Dewan. Kedudukan Presiden
tidak tergantung kepada Dewan.
Menteri Negara adalah Pembantu Presiden
Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahanya
dibantu oleh menteri-menteri negara. Presiden mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-
menteri negara itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung kepada
Dewan.
Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-terbatas
Sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisit. Presiden dan
wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung. Dengan
demikian dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara
Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR melainkan
sejajar dengan MPR dan DPR. Jika Presiden melanggar UUD
maupun Undang-undang maka MPR dapat melakukan
impeachment. Ia bukan diktaktor, artinya kekuasaannya
tidak tak-terbatas. Ia bukan mandataris MPR namun tidak
dapat membubarkan MPR dan DPR. Ia harus memperhatikan
secara sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.

34
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

3. Lembaga – Lembaga Negara


Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Bentuk negara adalah negara kesatuan dan bentuk
pemerintahan adalah republik, dengan Presiden sebagai
kepala negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu
jangka waktu tertentu. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas
anggota-anggota DPR, dan anggota DPR sepenuhnya
merupakan hasil pemilihan umum. Kewenangan MPR adalah
: mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan
Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD , yang
menurut istilah hukum sebagai impeachment. Ketentuan
Peraturan perundangan-undangan yang mengatur
keanggotaan MPR berubah sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945 hasil amandemen.
Kementrian Negara
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri -menteri tersebut diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dan membidangi urusan – urusan tertentu dalam
Pemerintahan. Menteri Negara adalah pembantu Presiden
sehingga bertanggung jawab kepada Presiden dan bukan
kepada DPR. Kedudukan menteri-menteri negara tidak
tergantung kepada DPR sehingga sistem tersebut menganut
sistem Kabinet Presidensial. Pembentuk dan pengubahan
dan pembubaran kementrian negara di atur di dalam
Undang-Undang.

35
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR merupakan suatu lembaga negara yang anggotanya
dipilih dari wakil-wakil rakyat melalui pemilihan umum.
Susunan DPR ditetapkan dalam undang-undang dan DPR
sedikitnya bersidang sekali dalam setahun. Mengingat
keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR maka
kedudukan adalah kuat. Oleh karena DPR tidak dapat
dibubarkan Presiden.
DPR memiliki kekuasaan dalam membentuk undang-undang
dan mempunyai hak inisiatif, yaitu hak mengajukan usulan
rancangan undang-undang. Jika rancangan undang-undang
yang diajukan pemerintah tidak disetuji DPR, maka
rancangan tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR. Sebaliknya jika rancangan undang-
undang yang diajukan DPR tidak disahkan Presiden, maka
tidak boleh diajukan dalam persidangan masa itu. Presiden
mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama unutk
menjadi Undang-Undang.
DPR mempunyai fungsilegislasi, fungsi anggaran dan
fungsi pengawasan. Untukmenyatakan pendapat. Hak
angket yaitu hak penyelidikan. Hak interpelasi yaitu hak
bertanya/meminta penjelasan atau pertanggungjawaban
kepada pemerintah mengenai sesuatu hal yang biasanya
diajukan secara lisan. Hak anggaran yaitu hak untuk
menentukan anggaran belanja negara. Setiap anggota DPR
mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat,dan mempunyai hak imunitas. Ketentuan
lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

36
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Dewan Perwakilan Daerah


Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih melalui pemilihan
umum. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dewan
Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah
pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah
hubungan pusat dan daerah, dan pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
anggaran dan pendapatan belanja negara pajak, pendidikan
dan agama.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksaan
Keuangan yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh
DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah, dan diresmikan Presiden. Pimpinan BPK
dipilih dari dan oleh anggota, BPK berkedudukan di ibukota
negara dan memiliki perwakilan di setiap propinsi. Ketentuan
lebih lanjut mengenai BPK di atur dengan undang-undang.
Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum
keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya

37
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan


agama, lingkungan peradilan militer dan lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tercela, adil, profesional dan pengalaman di bidang hukum.
Calon hakim agung diusulkan komisi judicial kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan, dan selanjutnya
ditetapkan hasil agung oleh Presiden. Susunan, kedudukan,
keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta
Badan Peradilan di bawahnya diatur dengan undang-
undang.

Mahkamah Konsititusi
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final,
untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutuskan
sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya di berikan oleh UUD, memutuskan
pembubaran partai politik dan memutuskan perselisihan
tentang hasil pemilu. Mahkamah Konsititusi wajib
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut
UUD.

38
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB IV. PANCASILA FILSAFAT BANGSA

A. Pengantar

Memahami filsafat kiranya sulit, kalau langsung dicari ke dalam


hasil-hasil karya filsafat. Filsafat adalah merupakan bidang ilmu
yang rumit, kompleks dan sulit dipahami. Selama manusia hidup
tidak seorang pun dapat menghindar dari filsafat. Setiap orang
senantiasa berfilsafat.

Berdasarkan kenyataan ini, sebenarnya filsafat itu sangat mudah


dipahami. Apabila orang berpendapat bahwa dalam hidup ini
materi adalah sesuatu yang essensial dan mutlak, maka orang
tersebut termasuk dalam filsafat materialisme. Paham yang
berpandangan bahwa kebenaran pengetahuan itu sumber rasio
maka orang tersebut termasuk rasionalisme. Bila seseorang
berpandangan bahwa dalam hidup ini yang terpenting adalah
kenikmatan, kesenangan dan kepuasan lahiriah, maka paham ini
disebut hedonisme. Bila seseorang berpandangan bahwa dalam
hidup masyarakat maupun negara ini yang terpenting adalah
kebebasan individu, atau bahwa manusia adalah sebagai makhluk
individu yang bebas, maka orang tersebut termasuk dalam
individualismeatau liberalisme (Bertens, 1984).

B. Unsur Pokok Filsafat

1. Pengertian Filsafat

Secara etimologis istilah filsafat yang berasal dari kata


philein dan shophos berarti cinta kebijaksanaan. Ia
mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang
manusia, alam pengetahuan, etika, logika. Dalam usaha
39
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

mencari kebijaksanaan, manusia memiliki berbagai macam


cara maupun motivasi untuk melaksanakan filsafat. Kegiatan
berfilsafat merupakan usaha mencari kebijaksanaan,
sehingga filsafat tidak termasuk dalam jajaran khayalan
bebas, melainkan merupakan pemikiran bebas yang memiliki
disiplin yang ketat (Soemargono, 1980).

Filsafat dapat dikelompokkan menjadi dua:

a. Filsafat sebagai produk:

1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu,


konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsof,
lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem
filsafat tertentu, seperti: rasionalisme,
materialisme, pragmatisme .
2. Filsafat sebagai suatu jenis problem yang
dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktivitas berrfilsafat. Manusia mencari suatu
kebenaran persoalan dengan bersumber pada
akal manusia.

b. Filsafat sebagai suatu proses.

Filsafat diartikan sebagai suatu aktivitas berfilsafat, sebagai


proses pemecahan suatu permasalahan dengan
menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai
dengan obyeknya. Filsafat merupakan suatu sistem
pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam
pengertian ini tidak lagi merupakan suatu kumpulan dogma
yang hanya diyakini ditekuni dan dipahami sebagai suatu
nilai tertentu.

40
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

2. Ciri – Ciri Filsafat

Perenungan fisafat dimulai dari bahan-bahan dan berusaha


menarik kesimpulan secara logis sehingga hasilnya berisi
kesimpulan sebagai bagan yang bagian-bagiannya
berhubungan secara logis. Bagan ini disebut bagan
konsepsional yang bersifat rasional, yaitu merupakan suatu
sistem fisafat yang memiliki ciri koheren, menyeluruh,
mendasar dan spekulatif.

a. Filsafat harus bersifat koheren

Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan


filsafati harus bersifat koheren, yakni berhubungan satu
dengan yang lainnya secara runtut, tidak mengandung
pertanyaan dan hal-hal yang saling bertentangan.

b. Filsafat harus bersifat menyeluruh


Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan
filsafati harus bersifat menyeluruh, yakni memadai semu hal
dan gejala yang tercakup di dalamnya sehingga tidak ada
sesuatu yang di luar jangkauannya.

c. Filsafat harus bersifat mendasar


Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan
filsafati harus bersifat mendasar, yakni mendalam sampai ke
inti mutlak dari permasalahan tersebut sehingga merupakan
hal yang sangat fundamental.

d. Filsafat harus bersifat spekulatif


Bagan konsepsional yang merupakan hasil filsafati
bersifatspekulatif, yakni merupakan buah pikir hasil
perenungan sebagai pra anggapan yang menjadi titik awal
pangkal tolak pemikiran sesuatu hal. Pra anggapan bukan
41
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

sebagai kebetulan tetapi suatu pola dasar yang dapat


diandalkan dengan penalaran logis.

3. Cabang-Cabang dan Aliran-Aliran Filsafat


Cabang-cabang filsafat yang pokok (Bertens, 1984) adalah

1. Metafisika yang membahas tentang hal-hal yang


bereksistensi di balik fisis, yang meliputi bidang-
bidang, ontologi, kosmologi dan antropologi.
2. Epistemologi yang berkaitan dengan persoalan
hakikat pengetahuan.
3. Metodologi yang berkaitan dengan persoalan
hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
4. Logika yang berkaitan dengan persoalan filsafat
berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir
yang benar.
5. Etikayang berkaitan dengan moral dan tingkah
laku manusia.
6. Estetika yang berkaitan dengan persoalan hakikat
keindahan.
7. Aksiologi mempelajari bahwa segala sesuatu
mempunyai nilai.
8. Filsafat Sosialyang mempelajari secara filsafati
semua jenis kehidupan bersama terutama
kehidupan masyarakat.

Cabang-cabang tersebut tidak diusahakan secara terpisah,


namun berkaitan. Pencabangan tersebut dimasudkan untuk
pemfokusan perhatian saja, Misalnya, Etika tidak hanya
memperhatikan tingkah laku manusia saja, tetapi juga
melihat manusia yang berfikir, melihat manusia dalam

42
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

hubungannya dengan alam semesta maupun dengan yang


mutlak.
Filsafat juga menyelidiki berbagai macam bidang serta segi
dalam kehidupan manusia. Untuk menjawab dan
memecahkan persoalan, perlu pendekatan filosofis.
Pendekatan filosofis akan memunculkan berbagai filsafat
khusus, misalnya ; filsafat sosial, filsafat kebudayaan, filsafat
hukum, dan filsafat ilmu.

Berdasarkan cabang-cabang filsafat inilah kemudian


muncullah berbagai macam aliran dalam filsafat (Bertens,
1984) antara lain :

1. Idealisme adalah aliran yang memandang bahwa


semua yang ada dan seluruh kenyataan tergantung
pada kesadaran manusia. Pada dasarnya segala
sesuatu adalah idea.
2. Positivisme adalah pandangan yang menekankan
pernyataan positif lebih bernilai dari pernyataan
negatif . Pengetahuan di samakan dengan bahan-
bahan yang berkaitan dengan pengalaman.
3. Materialisme adalah aliran yang menekankan materi
sebagai hekikat segala sesuatu. Materi atau benda
adalah substansi realitas.
4. Rasionalisme adalah faham yang mengatakan bahwa
akal pikiran merupakan dasar dan petunjuk untuk
mengetahui dan sampai pada realitas sebenarnya.
Akal pikiran adalah salah satu-satunya sumber
pengetahuan.
5. Pragmatisme adalah faham yang menekankan
praktek pembuktian kebenaran terletak pada
tindakan praktis dan kegunaannya. Kebenaran

43
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

terletak pada sejauhmana sesuatu bermanfaat untuk


memecahkan masalah kehidupan praktis.
6. Eksistensialisme adalah faham yang menyatakan
bahwa diri sendiri yang ada merupakan realitas yang
absolut. Proses mengadanya sesuatu menjadi sarat
mutlak bagi kebenaran.

C. Dasar-Dasar Filsafat Pancasila

Pancasila merupakan filsafat negara, hasil kesepakatan dan


perenungan yang mendalam para tokoh kenegaraan
Indonesia yang kemudian dihayati sebagai filsafat bangsa.
Pancasila sebagai filsafat bangsa merupakan seperangkat
prinsip yang dijadikan dasar dan memberi arah
pengembangan kehidupan nasional.

Pengembangan Pancasila secara filsafati berusaha


mengemukakan hakikatnya secara manusiawi dan
menyusunnya secara sistematik. Perenungan filsafati
diperlukan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa
Pancasila sebagai filsafat. Pancasila menunjukkan ciri-ciri
filsafat yang diterapkan dan dasar untuk mengembangkan
filsafat Pancasila. Dasar pengembangan itu berdasar pada
hakikat kodrat manusia (Kaelan, 2010). Pancasila sebagai
hasil perenungan mendalam yang semula untuk dasar
negara kemudian menjadi filsafat karena telah memenuhi
ciri pokok filsafat.

Filsafat hidup bangsa berpangkal tolak pada kodrat manusia.


Pedoman hidup tersebut bersifat manusiawi dalam arti
sesuai dengan kodrat manusia. Hakikat kodrat manusia
sebagai sebagai dasar filsafat Pancasila adalah monopluralis
44
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

(Notonagoro, 1981), yaitu terdiri atas beberapa unsur yang


menjadi satu kesatuan.

Hakikat kodrat manusia monopluralis

Susunan kodrat manusia

Manusia pada hakikatnya tersusun atas jiwa dan raga. Jiwa


tanpa raga bukan manusia dan raga tanpa jiwa bukanlah
manusia. Jiwa manusia tersebut tersusun atas sumber daya
akal, rasa dan kehendak, sedangkan raga manusia atas zat
benda mati, zat nabati dan zat hewani. Dua unsur susunan
kodrat tersebut memengaruhi pola hidup manusia. Jika
dalam hidupnya manusia hanya mementingkan segi
kejiwaan kerohaniaan tanpa memperhatikan raga, maka ia
akan sulit mencapai kebahagiaan jasmani duniawi. Jika
manusia hanya mementingkan segi raga tanpa
memperhatikan unsur jiwa, ia akan sulit mencapai
kebahagiaan rohani. Pola hidup yang manusiawi adalah
menyeimbangkan kepentingan rohani dan jasmani secara
selaras serasi dan seimbang. Keseimbangan antara
keduanya merupakan salah satu dasar filsafat Pancasila.
Tujuan negara yang berdasarkan Pancasila adalah untuk
mewujudkan masyarakat adil makmur sejahtera lahir batin
berlandaskan pada kesatuan unsur jiwa dan raga.

Sifat Kodrat Manusia

Manusia pada hakikatnya bersifat individual dan sosial.


Manusia merasakan bahwa sewaktu-waktu sifat
individualnya lebih besar dan dapat juga sifat sosial lebih
dominan. Dua sifat kodrat tersebut tidak dapat dihilangkan,
45
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

karena merupakan satui kesatuan sebagai unsur kodrat


manusia. Dua unsur sifat kodrat tersebut mempengaruhi
pola hidup manusia. Jika manusia selalu menonjolkan sifat
individualnya saja maka ia bersifat individualis atau liberalis
dan hanya mementingkan hak individual tanpa
memperhatikan kepentingan bersama. Jika dalam
kehidupannya hanya menonjolkan sifat sosialnya, maka ia
bersifat sosialis atau kolektif (masyarakat komunis) yang
hanya memperhatikan hidup bersama.

Pola hidup yang manusiawi adalah menyeimbangkan


kepentingan individual dan sosial secara selaras, serasi dan
seimbang. Keseimbangan dua unsur tersebut merupakan
salah satu dasar filsafat Pancasila. Masyarakat yang
diinginkan Pancasila adalah masyarakat yang penuh
kebahagiaan atas dasar hubungan manusia dengan
masyarakat yang selaras, serasi dan seimbang dan yang
berfaham kebersamaan dan kekeluargaan

Kedudukan Kodrat Manusia

Manusia pada hakikatnya berkedudukan sebagai makhluk


pribadi mandiri dan makhluk Tuhan. Manusia adalah pribadi
berdiri sendiri, dapat berkreasi dan bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri dan menyadari sebagai makhluk
Tuhan. Dua hal tersebut tidak dapat diingkari. Manusia harus
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan juga terhadap
Tuhan.Dua unsur kedudukan kodrat tersebut memengaruhi
pola hidup manusia. Jika dalam kehidupannya selalu
menonjolkan sebagai pribadi yang berdiri sendiri terlepas
dari pengaruh Tuhan maka kelompok manusia ini hanya
mengandalkan kemampuan akalnya sehingga kehidupan

46
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

bersama diatur atas dasar pola pemikirannya sendiri tanpa


adanya pengaruh dari ajaran Tuhan. Jika dalam
kehidupannya selalu menonjolkan diri sebagai makhluk
Tuhan tanpa memperhatikan manusia pribadi yang mandiri,
maka kelompok tersebut dalam kehidupan bersama selalu
mengandalkan ajaran Tuhan dengan tafsiran dangkal tanpa
menggunakan pertimbangan akal budi.

Dua kelompok manusia yang berbeda dan berlainan pola


pemikiran dalam kehidupan bersamanya disebut kelompok
ekstrim kiri dan kanan. Dalam pola hidup yang manusiawi
kedua ekstrim itu dicari titik temunya, dalam arti harus
selaras, serasi dan seimbang. Keseimbangan dua ekstrim
tersebut merupakan kesimbangan dua unsur kedudukan
kodrat. Kesimbangan dua unsur kodrat tersebut merupakan
salah satu dasar filsafat Pancasila.

Masyarakat yang sejahtera lahir batin selaras, serasi dan


seimbang haruslah bertitik pangkal pada hakikat kodrat
manusia monopluralis (Notonagoro, 1981).Hakikat kodrat
manusia yang paling kuat memengaruhi sifat, keadaan dan
pola kehidupan manusia adalah susunan dan kodrat yang
mempunyai faedah praktis dalam bermasyarakat bernegara.
Indonesia bukan merupakan negara individualis atau
kolektif, akan tetapi merupakan negara kekeluargaan
(monodualis). Indonesia sebagai negara monodualis
menjamin sifat monodualisnya sebagai individu dan makhluk
sosial dalam kesatuan yang harmonis. Jika hakikat manusia
digunakan sebagai dasar bagi negara maka rakyat Indonesia
dapat menentukan sifat yang tegas bahwa tujuan dan tugas
negara tidak hanya didasarkan atas pertentangan
kepentingan atau untuk memelihara kepentingan dan

47
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

perdamaian melaikan juga untuk menyalurkan kerjasama,


yaitu memelihara dan mengembangkan keadilan,
kesejahteraan dan kebahagiaan.

D. Pancasila sebagai Filsafat

1. Justifikasi Filsafat Pancasila

Setiap manusia selalu dihadapkan pada masalah-masalah


pokok yang berhubungan dengan diri sendiri, manusia lain,
alam sekelilingnya dan Tuhan. Untuk memecahkan masalah-
masalah itu, manusia selalu berpijak pada filsafat yang
dianut. Filsafat dalam arti ini adalah suatu azas atau
pendirian yang kebenarannya telah diterima dan diyakini
untuk dijadikan dasar dan pedoman dalam menyelesaikan
masalah-masalah hidup.

Dalam hubungannya Pancasila sebagai suatu sistem filsafat


ada berbagai pendapat

M. Yamin
Pancasila itu masing-masing silanya saling kait
mengkait merupakan suatu unified view suatu kesatuan
pandangan yang menyeluruh. Kelima-lima silanya tersusun
secara harmonis Pancasila itu benar-benar suatu filsafat

H. Rulsan Abdul Gani

Pancasila itu didalamnya tercakup filsafat hidup dan cita-cita


luhur bangsa Indonesia tentang hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia,
hubungan manusia dengan sesama bangsa, hubungan
manusia dengan tanah airnya dan hubungan manusia

48
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dengan harta benda. Semua itu satu salam lain terkait dan
tertempa satu kesatuan falsafah

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Pancasila


adalah filsafat bangsa Indonesia antara lain :

Soediman Kartohadiprodjo

Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia

N. Drijarkara, SJ.

Pancasila sebagai dalil-dalil filsafat

Notonagoro

Pancasila dalam Negara Republik Indonesia sebagai


dasar negara dalam pengertian filsafat.

Roeslan Abdul Gani

Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai


collective ideology dari seluruh bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai ilmu filsafat sering disebut Pancasila


sebagai Ilmu Pancasila atau Filsafat Pancasila. Filsafat
Pancasila merupakan istilah majemuk yang mengandung arti
tentang adanya ilmu Filsafat dengan Pancasila sebagai
objeknya. Pancasila sebagai konsep filsafati merupakan
cermin dan sistematisasi pandangan hidup dan keyakinan
bangsa Indonesia, bahwa

Manusia yakin dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,


kepada-Nya lah manusia bertaqwa.

49
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Manusia sebagai ciptaan-Nya memiliki harkat dan derajat


yang sama.

Manusia yang mempunyai harkat dan derajat yang sama itu


dalam penghayatan hidup eksistensialnya memiliki unsur-
unsur yang khas yang mewujudkan suatu ikatan yang
dipahami sebagai satu kelompok (bangsa).

Manusia di dalam kehidupan berkelompok itu segala sesuatu


perlu dimusyawarahkan bersama.

Manusia memiliki apa yang memang menjadi haknya.


Kesatuan dari kelima pandangan atau keyakinan hidup itu
disebut sebagai Pancasila, yang oleh para founding fathers
dijadikan dasar yang kekal dan abadi atau philosophise
grondslag, pengatur, pengisi dan pengarah hubungan orang
dan bangsa Indonesia terhadap diri pribadi, sesama
manusia, Tuhan, sesama bangsa, terhadap kemilikan
materiil dan alam semesta.

2. Susunan dan Kesatuan Pancasila

Susunan Pancasila adalah majemuk tunggal dan


merupakan kesatuan organis (Bakry, 2014), yaitu terdiri
bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Dalam hal kesatuan
masing-masing sila mempunyai kedudukan dan fungsi
tersendiri. Meskipun berbeda tiap sila tidak saling
bertentangan tetapi saling melengkapi, bersatu untuk
terwujudnya keseluruhan, dan keseluruhan membina
bagian-bagian. Satu sila pun tidak boleh ditiadakan, karena
merupakan satu kesatuan keseluruhan.

Di dalam kesatuan ini susunan Pancasila adalah hirarkis dan


mempunyai bentuk piramid. Bentuk piramid dari kesatuan
50
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

tersebut ialah bahwa sila yang pertama dan seterusnya


menjadi dasar. Sila-sila berikutnya itu merupakan
penjelmaan atau pengkhususan dari sila yang
mendahuluinya. Dengan demikian sila yang pertama
merupakan dasar umum atau yang terbesar lingkarannya,
dan sila kelima adalah paling khusus, yang lingkungannya
paling terbatas. Sila-sila Pancasila itu dapat digambarkan
sebagai kesatuan yang terbentuk sebagai suatu bangunan
bertingkat. Dalam bentuk hirarkis piramidal itu, basisnya
ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, sedang puncak piramidnya
adalah keadilan sosial. Rumusan sila kelima untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
merupakan tujuan dari keempat sila lainnya.

Secara singkat bentuk susunan hirarkis piramidal


Pancasila ialah “kesatuan bertingkat yang tiap sila di muka
merupakan basis atau pokok pangkalnya, dan tiap sila
merupakan pengkhususan dari sila sebelumnya” (Bakry,
2014). Rumusan Pancasila yang berbentuk heirarkhis-
piramidal ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram yang
disebut dengan diagram berikut

Penjelasan di atas memperhatikan tingkatan tata urutan


kelima sila. Sila pertama merupakan himpunan dasar paling
luas. Sila kedua sebagai himpunan bagian dari sila
sebelumnya. Sila ketiga merupakan himpunan yang paling
khusus hanya himpunan bangsa Indonesia. Sila keempat
merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk
mewujudkan sila terakhir sebagai tujuannya.

Rumusan Pancasila yang saling mengualifikasi adalah


sebagai berikut :

51
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Sila pertama :

Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang


berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusaywaratan perwakilan dan
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakayat Indonesia.

Sila kedua :

Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah Kemanusiaan


yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila ketiga :

Persatuan Indonesia adalah Persatuan yang berketuhanan


yang maha esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila keempat :

Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan


dalam permusyawaratan perwakilan adalah kerakyatan yang
berketuhanan yang maha esa, yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila kelima :

52
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah


Keadilan yang berketuhanan yang maha esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia dan yang berkerakyataan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Sila-sila Pancasila tidak dapat dipisahkan dari sila yang lain,


selalu berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang utuh,
yang biasa disebut dengan istilah majemuk-tunggal, yang
bersifat organis dan yang terdiri dari bagian-bagian yang tiap
bagiannya mempunyai fungsi sendiri mengabdi kepada
keseluruhan.

Pancasila telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu


sistem fisafat (Bakry, 2014) antara lain

1. Sila Ketuhanan
Sila pertama berhubungan dengan metafisika umum
(ontologi) tentang adanya kepercayaan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada pembuktian tentang
adanya Tuhan, yaitu bukti ontologis sebagai berikut :

a). Manusia mempunyai ide tentang Tuhan

b). Tuhan itu adalah suatu Dzat yang tidak dapat


digambarkan bahwa ada dzat lain yang lebih besar
daripada-Nya.

c). Suatu Dzat yang ada dan mempunyai wujud


tersendiri adalah lebih besar dari dzat yang hanya
ada dalam fikiran manusia.

53
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

d). Oleh karena itu Tuhan ada, dengan wujud hakiki


yang tersendiri, yang tidak hanya dalam fikiran
manusia. Di dalam pembuktian adanya Tuhan
secara ontologis ini ditekankan adanya sifat yang
unik dan mutlak dari ide tentang Tuhan itu. Tuhan
itu ada dan mengandung sebab adanya dalam
dirinya sendiri.

Tuhan itu Causa Prima atau Sebab Pertama, misalnya


melalui hukum sebab akibat, tujuan alam semesta;
keteraturan dan keterarahan alam semesta.

2. Sila Kemusiaan
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
berhubungan dengan filsafat manusia terutama tentang
hakikat manusia, dan dengan etika terutama hubungan
manusia dengan diri sendiri dan sesama.

3. Sila Persatuan

Sila Persatuan Indonesia berhubungan erat dengan filsafat


nilai atau Aksiologi yaitu Logika, Etika dan Estetika

4. Sila Kerakyatan
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan tentang filsafat politik.
Filsafat politik adalah cabang filsafat yang bersangkutan
dengan kehidupan politik khususnya hakikat, asal mula dan
nilai suatu negara.

5. Sila Keadilan Sosial


Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
berhubungan dengan filsafat sosial. Filsafat sosial
membahas kehidupan sosial yang meliputi semua jenis
54
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

perserikatan kecuali kehidupan politik. Pancasila sebagai


sistem filsafat ini mempunyai kedudukan yang sentral dan
interdisipliner dan lebih lengkap jika dibandingan dengan
Idealisme Naturalisme, Realisme, Rasionalisme,
Pragmatisme Materialisme dan lain sebagainya.

E. Hakikat dan Arti Sila-sila Pancasila

1. Hakikat Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Hakikat adalah sesuatu yang harus ada untuk adanya
sesuatu. Pengertian tentang hakikat itu dapat diperoleh
secara bertahap melalui penyederhanaan keadaan menurut
suatu metode analisis abstraksi. Hakikat arti dan makna sila-
sila Pancasila itu dicari dengan jalan analisis abstraksi,
kemudian diketemukan hakikat sebagai berikut :

Ketuhanan adalah hakikat dari sila Ketuhanan yang


Maha Esa. Kemanusiaan adalah hakikat dari sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan adalah
hakikat dari sila Persatuan Indonesia. Kerakyatan adalah
hakikat dari sila Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Keadilan adalah hakikat dari sila Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

2. Arti Sila-Sila Pancasila

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki arti
kesesuaian sifat-sifat dan keadaan-keadaan dari dan di
dalam Negara Republik Indonesia yang sesuai dengan
hakikat Tuhan (Notonagoro, 1981). Hakikat Tuhan adalah
Sebab pertama (causa prima), Mahaesa, asal mula dari

55
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

segala sesuatu, Segala sesuatu yang ada tergantung


kepada-Nya, Sempurna dan Maha Kuasa, Tidak berubah;
tidak terbatas dan mutlak, dan Pencipta yang mengatur alam
semesta, dan wajib ditaati.

Hubungan mutlak bangsa Indonesia dengan sifat


hakikat Tuhan adalah bahwa segala sesuatu yang ada di
alam semesta ini berpokok pangkal kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Di dalam negara Indonesia tidak ada tempat bagi
hidupnya atheisme, di dalam kehidupan beragama tidak ada
paksaan agama. Bagi bangsa dan negara Indonesia Tuhan
itu ada dalam objektifnya, Tuhan sebagai unsur gaib
merupakan sumber segala kehidupan; pandangan hidup
bangsa Indonesia itu bersifat kerokhanian, tidak materialistis
ataupun atheistis, Tertib negara dan tertib hukum negara
Republik Indonesia adalah hukum Tuhan, hukum Kodrat
dan hukum Etis yang menjadi sumber nilai bagi negara dan
hukum positif Indonesia.

b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab :

Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki arti


kesesuaian sifat-sifat dan keadaan-keadaan dari dan di
dalam negara Republik Indonesia harus sesuai dengan
hakikat manusia (Notonagoro, 1981). Hakikat Manusia
adalah: Tersusun atas raga dan jiwa yang mempunyai tiga
kemampuan, yaitu akal, rasa dan kehendak, sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial dan berkedudukan
sebagai mahkluk pribadi yang berdiri sendiri dan makhluk
Tuhan. Kesemuanya itu merupakan satu kesatuan.

Kebutuhan hidup jiwa dan raga, kebutuhan sebagai


makhluk individu dan makhluk sosial serta kebutuhan

56
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan makhluk


Tuhan dipenuhi dalam satu kesatuan yang serasi, selaras
dan seimbang.Perbuatan dilakukan berdasar atas dorongan
kehendak yang tertuju pada kebaikan, berdasar atas
putusan akal yang tertuju pada kenyataan kebenaran,
selaras dengan rasa yang tertuju pada keindahan kejiwaan,
dan atas kesatuan akal rasa dan kehendak akan berupa
suatu kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak
yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Kemampuan jiwa itu mewujudkan tabiat saleh yaitu :

Penghati-hati (kebijaksanaan) yaitu selalu berbuat atas


dorongan kehendak berdasar keputusan akal dan selaras
dengan rasa. Keadilan yaitu selalu memberikan kepada
orang lain yang telah menjadi haknya. Kesederhanaan yaitu
selalu membatasi diri dalam kenikmatan jasmaniahnya.
Keteguhan yaitu selalu membatasi diri dalam
menghindarkan penderitaan.

Kesemuanya itu untuk mencapai tujuan hidup


manusia yaitu kebahagiaan yang sempurna. Di dalam sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab tersimpul cita-cita
kemanusiaan yang lengkap yang memenuhi seluruh hakikat
manusia. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini
merupakan suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia
Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mempunyai
kedudukan yang sederajat atau sama terhadap hukum dan
mempunyai hak kewajiban yang sama. Setiap warga negara
dijamin hak dan kebebasannya yang menyangkut hubungan
dengan diri sendiri, sesama manusia maupun dengan Tuhan.
Setiap orang memiliki kemerdekaan untuk menyatakan

57
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai


dengan hakikat manusia.

c. Sila Persatuan Indonesia :

Sila Persatuan Indonesia memiliki arti kesesuaian


sifat-sifat dan keadaan-keadaan dari dan dalam Negara
Republik Indonesia yang sesuai dengan hakikat satu
(Notonagoro, 1981). Hakikat satu: Tak dapat dibagi dan
terpisah dari segala sesuatu yang lain, merupakan diri
pribadi dalam arti mempunyai sifat, bentuk, susunan, sifat-
sifat dan keadaan sendiri, dan terpisah dengan hal lain yang
mempunyai tempat dan ruang tersendiri.

Persatuan ialah usaha untuk membuat rakyat, daerah dan


keadaan menjadi satu kesatuan, jadi sifat-sifat dan keadaan-
keadaan yang sesuai dengan hakikat satu. Persatuan adalah
utuh dan tidak terpecah belah. Persatuan itu mengandung
pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka
ragam menjadi satu kebulatan. Kebangsaan Indonesia itu
tidaklah sempit (chauvinistis), akan tetapi menghargai
bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan bangsa itu
sendiri, mengakui eksistensi bangsa lain bahkan tidak boleh
merendahkan bangsa lain. Nasionalisme Indonesia
mengatasi semua paham golongan, suku bangsa dan
sebaliknya selalu membina tumbuhnya persatuan dan
kesatuan bangsa sebagai suatu bangsa yang bersatu padu,
tidak terpecah-belah oleh sebab apapun.

Dengan Sila Persatuan Indonesia, manusia


Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepetingan
pribadi atau golongan. Hal ini berarti bahwa manusia

58
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan


Negara dan Bangsa apabila diperlukan. Dengan sikap rela
berkorban untuk kepentingan Negara yang dilandasi rasa
cinta kepada tanah air dan bangsanya, maka
dikembangkanlah rasa kebangaan berkebangsaan dan
bertanah air Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban
dunia yang berlandasarkan kemerdekaan perdamaian abadi
dan keadilan sosial.

d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat


Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan

Sila Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat


kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
memiliki arti kesesuaian sifat-sifat dan keadaan-
keadaandari di dalam Negara Republik Indonesia yang
sesuai dengan hakikat rakyat (Notonagoro, 1981). Hakikat
rakyatadalahkeseluruhan jumlah dari semua warga dalam
negara, segala sesuatunya meliputi semua warga dan untuk
seluruh warga negara, dan adanya hak-hak serta wajib asasi
kemanusiaan bagi setiap warga perseorangan dalam
kaitannya dengan hakikat manusia.

Didalam istilah kerakyatan terkandung arti :

1.Cita-cita kefilsafatan, yaitu bahwa negara dan segala


sesuatu keadaan dan sifat dari negara adalah untuk
keperluan seluruh rakyat.

2.Kerakyatan yang berarti kekuasaan tertinggi berada


ditangan rakyat ini menunjukkan pada pengertian
kedaulatan rakyat (rakyat yang berdaulat / berkuasa) atau

59
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

demokrasi (rakyat yang memerintah). Negara Indonesia itu


bukanlah Negara satu golongan akan tetapi berdasarkan
atas kekuasaan pada rakyat. Kedaulatan rakyat ialah
demokrasi dalam kedudukan dan makna dasar politik atau
suatu cita-cita politik

Hikmat kebijaksanaan :

Penggunaan fikiran atau rasio yang sehat dengan


selalu mempertimbangkan persatuan bangsa dan
kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur
dan bertanggungjawab serta didorong oleh itikad baik sesuai
dengan hati nurani.

Permusyawaratan:

Suatu cara khas kepribadian Indonesia untuk memutuskan


suatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai
keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau
mufakat.

Perwakilan:

Adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur)


mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian
dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan
melalui Badan-Badan perwakilan misalnya DPR dan MPR.

Dengan demikian kerakyatan yang dipimpin oleh


hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan / perwakilan
berarti bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya
melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya
diambil dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh pikiran

60
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

yang sehat seta penuh tanggung jawab kepada Tuhan Yang


Maha Esa maupun rakyat yang diwakilinya.

e. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat


Indonesia

Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


memiliki arti kesesuaian sifat-sifat dan keadaan-keadaan
dari dan di dalam Negara Republik Indonesia yang sesuai
dengan hakikat adil (Bakry, 2014). Hakikat keadilan meliputi:
pemenuhan wajib yang merupakan hak dalam hidup
manusia (kemanusiaan), Wajib harus lebih diutamakan
daripada hak.

Ada tiga segi keadilan yaitu :Hubungan negara


dengan warga negara yang disebut keadilan
distributif(keadilan membagi). Hubungan warga negara
dengan negara yang disebut keadilan legal (keadilan taat).
Hubungan antara sesama warga negara yang disebut
keadilan komutatif (keadilan timbal balik).

Keadilan adalah dipenuhinya segala sesuatu yang telah


merupakan hak di dalam hidup bersama sebagai sifat
hubungan antara satu dengan yang lain. Pemenuhan tiap-
tiap hak di dalam hubungan antara yang satu dengan yang
lain adalah suatu wajib.

Hak adalah kuasa untuk menerima barang sesuatu yang


semestinya diterima atau dilakukan, khusus oleh pihak
tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain, dan dalam
prinsipnya dapat dituntut dengan paksaan
olehnya.Wajibadalah beban untuk memberikan atau
membiarkan barang sesuatu yang semestinya diberikan,

61
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

khusus oleh pihak tertentu, tidak dapat dilakukan oleh pihak


lain, dalam prinsipnya dituntut dengan paksaan
daripadanya.

Keadilan sosial adalah keadilan yang berlaku dalam


masyarakat disegala bidang kehidupan, baik material mapun
spiritual.

Seluruh rakyat Indonesia.

Setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam


bidang hokum politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Sesuai dengan UUD 1945 keadilan sosial itu mencakup pula
pengertian adil makmur. Jadi silaKeadilan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesiamerupakan tujuan empat sila yang
mendahuluinya merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam
bernegara yang perwujudannya adalah tata masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.

62
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB V. PANCASILA SEBAGAI ETIKA


BERPOLITIK

A. Pendahuluan

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan suatu nilai


sehingga merupakan sumber dari segala norma. Dalam
filsafat Pancasila terkandung suatu pemikiran kritis,
mendasar, rasional, sistematis, dan kompehensif. Suatu
pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-
norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau
aspek praksis melainkan suatu nilai yang mendasar.

Pancasila memiliki makna dan peran yang sangat luas,


termasuk dalam politik Indonesia. Etika politik (Suseno,
2005) bertujuan untuk membahas prinsip-prinsip moral
dasar kenegaraan modern. Yang dibahas bukan etika
kelakuan para politisi, melainkan pandangan-pandangan
dasar tentang bagaimana harkat kemanusiaan dan
keberadaban kehidupan masyarakat dijamin dalam negara
modern. Negara modern adalah negara yang dalam proses
perkembangan menuju negara maju.
Perpolitikan memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang
sangat luas. Seperti halnya ekonomi,etika politik juga sangat
penting diperhatikan, karena berpengaruh terhadap
kesejahteraan. Kesejahteraan terbentuk jika manusia saling
bekerja sama. Manusia merupakan makhluk sosial sehingga
ia juga harus memiliki etika dalam berinteraksi dengan
sesama manusia di lingkungannya, termasuk jika manusia
memasuki dunia politik. Mereka harus punya etika dalam
berpolitik yaitu saling bersaing secara sehat dan
menghormati sesama, tanpa melakukan pelanggaran di luar
63
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dari batas-batas Pancasila. Hal inilah yang harus ditanamkan


sejak awal apabila seseorang akan masuk dalam dunia
politik yang cenderung keras dan penuh dengan persaingan.

B. Manusia dan Etika

1. Manusia sebagai Makhluk Individual dan Sosial

Individualisme yang merupakan cikal bakal paham


liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk
individual yang bebas. Segala hal sesuatu dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan kodrat
manusia sebagai inidividual. Kolektivisme(Kaelan, 2010)
yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme
memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial
saja. Menurut paham tersebut individu dipandang sekedar
sebagai sarana bagi masyarakat. Segala aspek dalam
kehidupan mendasarkan kepada sifat kodrat manusia
sebagai makhluk sosial. Segala hal dan kewajiban senantiasa
diukur berdasarkan paham bahwa manusia sebagai makhluk
sosial.
Berdasarkan realitas dalam kehidupan ini manusia tidak
mungkin memenuhi kebutuhannya, jikalau hanya
mendasarkan pada anggapan bahwa kodrat manusia hanya
bersifat individu atau sosial saja. Manusia memang
merupakan makhluk yang bebas, namun untuk menjamin
kebebasannya ia senantiasa memerlukan orang lain. Dengan
kebebasannya, manusia dapat melihat gerak dengan
pelbagai kemungkinan untuk bertindak, sehingga secara
moral berhubungan dengan orang lain. Ia harus
memutuskan sendiri apa yang layak atau tidak layak

64
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dilakukan dan dapat bertanggung jawab atas perbuatannya.


Manusia sebagai makhluk yang berbudaya senantiasa
tergantung pada orang lain karena ia merupakan warga
masyarakat.

Disamping kebebasannya sebagai makhluk individual,


kesosialan manusia dapat dibuktikan melalui kodrat
kehidupan. Tanda kesosialan manusia terletak pada
penggunaan bahasa sebagai suatu sistem komunikasi.
Bahasa bukan sekedar sarana komunikasi melainkan
wahana yang mengantarkan manusia memahami realitas di
sekelilingnya. Realitas kehidupan ini senantiasa berwujud
sosial karena dipolakan melalui bahasa. Melalui bahasa
manusia masuk kedalam lembaga-lembaga sosial seperti
keluarga, organisasi sosial serta bentuk-bentuk lainnya.
Melalui bahasa manusia mampu berpartisipasi dalam sistem-
sistem simbolik, seperti agama, pandangan dunia, ideologi
untuk mencapai tingkat martabat kehidupan yang lebih
tinggi.

2. Dimensi Politis Kehidupan

Dalam kehidupan alamiah, jaminan atas kebebasan manusia


sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial sulit untuk
dapat dilaksanakan, karena terjadibenturan kepentingan.
Ada kemungkinan terjadi anarkhisme dalam masyarakat.
Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu hukum
yang mampu menjamin haknya, dan masyarakat itulah yang
disebut negara (Bertens, 1984).

Etika (Suseno, 2005)adalah filsafat atau pemikiran kritis dan


fundamental yang ditujukan pada pelbagai wejangan dan
ajaran moral. Etika bukanlah ajaran-ajaran, melainkan ilmu

65
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

yang menyelidiki secara kritis dan ilmiah ajaran-ajaran


tersebut. Etika membantu manusia untuk memahami dan
mengerti, mengapa manusia dapat bersikap secara
bertanggungjawab

Secara historis (Suseno, 2005), etika sebagai pemikiran


filsafat lahir pada saat ada pelanggaran terhadap tatanan
moral di lingkungan Yunani kuno hancur. Ajaran-ajaran
tentang baik buruk tidak lagi dipercaya sehingga para filosof
mulai mempertanyakan kembali norma-norma dasar
kelakuan manusia. Yang dipersoalkan bukan apakah
merupakan kewajiban atau tidak, melainkan manakah
norma-norma yang berperan untuk menentukan apa yang
harus dianggap sebagai kewajiban.

a) Asas Kemanfaatan

Ada empat alasan mengapa etika diperlukan. Pertama,


perkembangan masyarakat yang makin pluralistik. Situasi
pluralistik tersebut berakibat bahwa tidak ada lagi kesatuan
tata normatif. Pluralitas masyarakat telah berimbas pada
keanekaragaman pandangan yang sering saling bersaing
menyatakan diri sebagai benar dan menuntut anggota
masyarakat untuk mematuhinya. Kedua, masyarakat hidup
dalam masa transformasi tanpa batas. Transformasi terjadi
akibat kuatnya arus modernisasi yang menyentuh segala
aspek kehidupan manusia. Ketiga, proses transformasi sosial
budaya kerapkali dimanfaatkan oleh pelbagai pihak untuk
memropagandakan bahwa ideologi yang ditawarkannya
sebagai pegangan hidup yang paling baik. Akibatnya terjadi
peperangan antar ideologi. Dalam keadaan tersebut, etika
berperan sebagai suatu sikap kritis dan obyektif yang

66
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

membantu memberi penilaian yang sesuai dengan


keyakinan pribadi. Etika juga dapat membantu masyarakat
agar mampu mengambil sikap untuk tidak menjadi pribadi
yang ekstremis dan naif dalam mengikuti sebuah ideologi.
Keempat, etika juga diperlukan pemeluk agama dalam
rangka merefleksikan pengalaman religiositas sesuai
keyakinan yang dianut. Agama sebagai hasil
institusionalisasi pengalaman hidup tidak kaku.

b) Landasan Etika

Etika dan moralitas berhubungan dengan peraturan dan


kewajiban. Peraturan hanya dapat diberlakukan bagi
makhluk yang memiliki tindakan untuk memilih mana yang
akan dilakukan. Kebebasan yang mendasari etika adalah
kebebasan manusiawi.Kebebasan memiliki dua makna.
Pertama, kebebasan dengan penekanan pada kondisi yang
diterima oleh seseorang dari orang lain, yakni kebebasan
sosial. Kedua, pemahaman kebebasan dengan
menitikberatkan pada kondisi bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan untuk melakukan segala sesuatu
yang dikehendaki (kebebasan eksistensial).

c) Kebebasan Manusia

Perbedaan antara kebebasan sosial dan kebebasan


eksistensial menyiratkan bahwa kebebasan tidak sekedar
bahwa manusia dapat bertindak sesuka hatinya. Kebebasan
sosial merupakan ruang gerak bagi kebebasan eksistensial.
Orang dapat menentukan sikap dan tindakan sejauh orang
lain membiarkannya. Kebebasan karena lingkungan sosial

67
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

merupakan batas kemungkinan untuk menentukan dan


mengembangkan diri sendiri.

Kebebasan sosial itu bersifat terbatas. Ada dua alasan


mengapa kebebasan manusia itu bersifat terbatas. Pertama,
setiap individu mempunyai hak atas kebebasan yang sama.
Keadilan mengandaikan agar apa yang dituntut oleh
seseorang pada prinsipnya diakui sebagai hak orang lain.
Hak atas kebebasan dibatasi oleh hak orang lain akan
kebebasan yang sama luasnya. Kedua, pembatas kebebasan
adalah keanggotaanya sebagai waraga masyarakat. Sebagai
homo socius, manusia membutuhkan dukungan orang lain.
Setiap individu mempunyai eksistensi, hidup dan
berkembang sebagai manusia hanya karena proses
interkomunikasi dengan sesama. Kebebasan manusia pada
hakikatnya bersifat terbatas Dengan pembatasan normatif,
kemampuan seseorang untuk melakukan suatu tindakan
tidak dikurangi. Melalui larangan tersebut seseorang
dihadapkan pada alternatif untuk menaati larangan atau
tetap melakukan kehendaknya.

C. Etika Politik

Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis


kehidupan manusia. Etika politik ditempatkan ke dalam
kerangka filsafat pada umumnya dan berkaitandengan
dimensi politis manusia (Suseno, 2005).

1. Masyarakat dan Ideologi

Masyarakat bukanlah suatu organisme alamiah saja.


Seorang individu ataupun sekelompok individu secara relatif

68
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

mempunyai dan mencari otonomi. Akibatnya muncul kondisi


bahwa setiap individu mempunyai permasalahan laten.
Meskipun mengatasnamakan ”demi kepentingan
masyarakat” ia hidup bukan untuk masyarakat, melainkan
justru memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan dirinya
sendiri.

Konsensus politik yang menjadi dasar persatuan


masyarakat mempunyai dua segi:pertama konsensus
teleologis yaitu kesepakatan bersama mengenai nilai-nilai
yang melandasi kehidupan masyarakat dan tujuan yang
hendak diraih oleh masyarakat yang bersangkutan.
Konsensus ini mengungkapkan tekad masyarakat mengenai
tujuan ideal dan segala sesuatu sebagaimana yang tertulis
dan tersirat dalam kitab suci. Kedua konsensus struktural
yang merupakan kesepakatan mengenai sarana, proses dan
prosedur untuk mewujudkan nilai, mencapai tujuan dan
menyelesaikan konflik (Nasikun, 1989). Hal ini berkaitan
dengan norma-norma hukum dan prosedur pelaksanaannya.
Dalam arti lain, konsensus tersebut bersifat normatif legal
dengan pelaksanaan yang dikehendaki dan yang tidak
dikehendaki. Ideologi berperan sebagai kerangka acuan
dalam usaha memerkokoh persatuan dan kesatuan
masyarakat dan menyosialisasikan para warganya.

2. Politik yang Bertanggung Jawab

Politik adalah suatu usaha untuk meredam dan


mengatasi sebuah dilemma kelompok individu atau
masyarakat (Budiardjo, 1983). Individu diajak untuk mencari
dan memenuhi kebutuhan pribadi didalam kerangka
kepentingan masyarakat secara bersama. Setiap kegiatan

69
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

politik adalah usaha untuk menyelesaikan segala


permasalahan melalui kata-kata dan bukannya melalui
kekuatan dan kekerasan.

Negara dapat dibedakan dalam ketiga kelompok besar yaitu:


negara liberal, negara sosialis, dan negara sosial (Suseno,
2005). Menurut paham liberalisme, negara bertugas
memelihara keteraturan kehidupan masyarakat sesuai
perlindungan hukum terhadap ancaman dari luar. Negara
sosialis menawarkan prinsip yang berseberangan dengan
negara liberalis, misalnyakepemilikan modal pribadi sangat
dibatasi menurut ukuran tertentu. Negara berharap bahwa
pembatasan kepemilikan modal akan menjamin
terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas dan
sejahtera. Prinsip negara sosialis tersebut sangat
memungkinkan kecenderungan pembatasan setiap warga
masyarakat yang menuntut hak asasinya sebagai manusia,
termasuk hak akan kebebasan dan untuk mencapai
kesejahteraan.

Dasar moral kewajiban dalam negara sosial (Suseno, 1985)


untuk memberi bantuan khusus bagi warga masyarakat
kurang mampu terletak dalam tujuan pembentukan negara.
Pertama bahwa tujuan negara dibentuk adalah bukan untuk
negara itu sendiri, melainkan bermanfaat bagi warganya
yang mempunyai hak asasi untuk hidup, kebebasan,
keadilan, dan untuk mengembangkan diri. Kedua, bahwa
negara secara hakiki berfungsi secara subsidier, artinya
negara berperan dalam melengkapkann hal-hal yang tidak
dapat dipenuhi oleh masyarakat. Negara berkewajiban untuk
mengusahakan segala prasyarat oleh masyarakat dalam
mencapai kesejahteraan hidup sebagai manusia.

70
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

D. Pancasila Sebagai Etika Berpolitik

1. Etika Pancasila

Etika Pancasila adalah filsafat moral atau filsafat


kesusilaan Pancasila (Sunoto, 1983). Etika Pancasila adalah
filsafat moral atau filsafat kesusilaan yang berdasarkan atas
kepribadian, ideologi, jiwa dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Etika Pancasila adalah etika yang berdasarkan
atau berpedoman pada norma-norma yang bersumber dari
ajaran Pancasila. Karena hakikat atau inti ajaran Pancasila
adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan, maka Etika Pancasila adalah etika yang
berdasarkan atas inti ajaran tersebut. Kata Pancasila
menunjukkan kekhususan yang membedakan dengan etika
lainnya, contohnya etika berdasarkan ajaran Hedonisme,
Eudaimonisme Stoicisme, Epicurisme, Vitalisme,
Utilitarianisme, Pragmatisme, Idealisme, Marxisme,
Liberalisme, dan Fascisme (Bertens, 1984).

2. Pancasila Sumber Etika Politik

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika


politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan
sesuai dengan (1) Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu
dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku (2) Disahkan
dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis),
dan (3) Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau
tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral). Prinsip-
prinsip dasar etika politik itu dalam praksis dalam
kenegaraan dilaksanakan secara korelatif diantara
ketiganya. Kebijakan serta keputusan yang diambil baik
menyangkut politik dalam negeri maupun luar negeri,
71
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

ekonomi baik nasional maupun global selain berdasarkan


hukum (legitimasi hukum) juga harus mendapat legitimasi
rakyat (legitimasi demokratis) dan harus berdasarkan
prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral).

Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang


ikut terlibat dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para
pejabat eksekutif, anggota legislatif maupun yudikatif, para
pejabat negara, serta aparat pelaksana dan penegak hukum,
harus menyadari adanya legitimasi hukum, legitimasi
demokratis dan legitimasi moral (Sudiantara, 2002).

Penetapan Pancasila sebagai dasar kehidupan negara


Indonesia mengandung arti bahwa nilai-nilai dasar dalam
Pancasila merupakan hasil penggalian jiwa dan semangat
untuk mewujudkan kehidupan atau kesejahteraan. Usaha
untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat perlu mempertimbangkan keselarasan
antara das Sollen dan das Sein, yakni antara angan-angan
(cita-cita) dan kenyataan.

72
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB VI. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

A. Pengantar

Ideologi memiliki arti sebagai 1) kumpulan konsep


bersistem sebagai asas bagi kelangsungan hidup, 2) cara
berpikir orang, 3) paham, teori dan tujuan yang merupakan
satu program sosial politik. Ideologi negara adalah paham
atau teori yang merupakan orientasi kelangsungan hidup
bangsa negara. Ideologi adalah ajaran yang menetapkan
bagaimana kehidupan berbangsa bernegara harus diatur
(Dipoyudo, 1985).

Sebagai hasil budaya, ideologi merupakan kumpulan


pengetahuan dan nilai yang melandasi seseorang /
masyarakat untuk memahami dunia dan menentukan sikap
dasar untuk mengolahnya. Ideologi mencerminkan cara
berpikir masyarakat menuju cita-cita dan menjadi hasil
kesepakatan masyarakat. Nilai-nilai di dalamnya merupakan
nilai yang berasal dari mereka sendiri.

B. Ideologi Besar Dunia

Secara garis besar, ideologi negara yang ada di dunia ini


dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu
individualisme (liberalisme) dan sosialisme (komunisme).

1. Liberalisme

Seiring dengan munculnya kesadaran manusia tentang hak-


hak individual di negara barat, berkembanglah ideologi
liberalisme yang mendasarkan diri pada hak-hak dan
kepentingan manusia sebagai makhluk individual. Aliran

73
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

tersebut dipelopori J. Lock (Suseno, 1989) yang


mengemukakan bahwa semua orang diciptakan sama.
Manusia memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat
dilepaskan, yaitu hak hidup, hak merdeka dan hak milik.

Dalam liberalisme, individu yang memiliki kemampuan lebih


dapat memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya.
Adanya negara dimaksudkan untuk melindungi hak
individual manusia. Inti liberalisme adalah bahwa kekuasaan
negara harus seminimal mungkin. Jadi kekuasaan negara
harus dibatasi oleh konstitusi. Dalam bidang ekonomi,
liberalisme melahirkan kapitalisme dengan munculnya
pemilik modal (capital). Umumnya mereka ini adalah kaum
borjuis yang menguasai bidang ekonomi. Setiap orang
berhak menumpuk kekayaan sesuai dengan
kemampuannya, tanpa mengingat ada tidaknya kebutuhan.
Sistem kapitalisme (Suseno, 1989) melahirkan munculnya
kaum buruh yang tidak memiliki kekuasaan apapun.
Kehidupannya sungguh-sungguh tergantung dapa pemilik
modal. Di sini terjadi kesenjangan antara kaum borjuis
dengan kaum proletar (buruh).

2. Sosialisme

Sesuai dengan namanya, sosialisme (Suseno, 1989) menitik


beratkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial.
Sosialisme muncul sebagai reaksi terhadap liberalisme yang
memunculkan kelas-kelas dalam masyarakat. Kehidupan
menyedihkan dari kaum proletar mendorong K Marx untuk
memperjuangkan hak-hak mereka yang ditindas kaum
borjuis.Untuk mengatasi situasi yang tidak adil, K Marx
menawarkan sebuah ideologi yang sarat dengan nilai-nilai

74
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

kesosialan manusia. Dalam ideologi tersebut alat produksi


tidak boleh dibatasi sekelompok orang, melainkan dikuasai
negara untuk kepentingan rakyat.Kaum sosialis setuju
dengan kaum kapitalis bahwa pemilikan secara
perseorangan harus dipertahankan pada harta milik kecil
seperti pertanian, jasa dan manufaktur. Liberalisme
menekankan kemakmuran dan usaha pribadi, sedangkan
sosialisme menitikberatkan kemakmuran dan usaha
bersama yang produktif.

3. Komunisme

Dalam perkembangannya, ajaran sosialisme diambilalih


Lenin. Jika menurut K Marx (Suseno, 1989) revolusi komunis
akan mengarah pada diktator proletariat (masyarakat
menguasai kam borjuis secara ekonomi), berbagai partai
dan kelompok menyatu dalam tujuan yang sama, maka
menurut Lenin hanya ada satu partai yang berkuasa mutlak
dalam negara, yaitu diktator partai komunis. Ideologi
tersebut tumbuh subur di negara yang terbelakang.
Penduduk yang sangat miskin hidup di desa-desa terpencil
dengan sarana yang sangat terbatas. Tidak ada serikat
buruh, tidak ada kelas menengah sebagai tulang punggung
masyarakat.Kaum komunis mengalihkan semua alat
produksi, distribusi dan pertukaran menjadi milik negara.
Negara menjadi otoritas yang sangat besar. Rakyat sangat
lemah karena dominasi negara (penguasa).

75
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

C. Pancasila dan NKRI

1. Pancasila sebagai Ideologi.

Pancasila sebagai ideologi merupakan hasilkompromi para


pendiri negara melalui poses panjang. Oleh karena itu
Pancasila harus dimengerti dalam konteks Pembukaan
Undan-undang Dasar 1945, sebagai kesepakatan untuk
membentuk bangsa negara yang tidak membedakan agama,
ras, golongan, suku atau bahasa. Pancasila lahir dari proses
negosiasi panjang yang mempertimbangkan semua
pluralitas yang ada di Indonesia.

Ada banyak rumusan tentang Pancasila, tetapi yang benar


adalah Pancasila sesuai dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945:

Ketuhanan yang maha esa

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Persatuan Indonesia

Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan

dalam permusyawaratan perwakilan

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejak tahun 1945 Pancasila tetap hidup di negara Indonesia.


Seiring dengan situasi politik yang mengutamakan
kebebasan, pernah Pancasila cenderung dilupakan.
Pancasila malah dipakai sebagai alat legitimasi kekuasaan
Orde Baru yang dinilai penyimpangan nilai-nilai Pancasila.
Ancaman terbesar untuk masa depan bangsa negara

76
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Indonesia bukanlah berasal dari luar, melainkan dari dalam


negeri sendiri, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pancasila seharusnya tidak dimerosotkan sebagai sarana
penjamin kelas-kelas politik, supaya tidak mati, melainkan
harus dimanfaatkan sebagai nilai-nilai dasar bagi
kemaslahatan rakyat.

2. Fungsi Pancasila

Sebagai ideologi, Pancasila dirancang untuk mengatasi


kelemahan-kelemahan yang ada pada ideologi-ideologi di
dunia (Dipoyudo, 1985). Pancasila adalah peningkatan dari
declaration of independence dan manifesto komunis.
Pancasila adalah ideologi yang mengatasi kelemahan-
kelemahan yang menitikberatkan pada salah satu sifat
kodrat manusia. Pancasila merupakan paham yang
menghargai sisi individual manusia sekaligus sosialnya.
Peranan Pancasila masih sangat penting bagi kelangsungan
hidup bangsa negara Indonesia. Pancasila memiliki fungsi
yang bermacam-macam, yaitu sebagai pandangan hidup
bangsa, jiwa bangsa, kepribadian bangsa, ideologi negara,
dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia.

Secara garis besar, fungsi tersebut disederhanakan menjadi:

a) Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Pandangan hidup bangsa adalah nilai-nilai yang dimiliki


bangsa yang dijunjung tinggi sebagai budaya normatif yang
memberi arah bagi kehidupan bangsa negara. Tanpa
pandangan hidup tersebut, negara bangsa dapat goyah dan
kehilangan pegangan dalam memecahkan persoalan-

77
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

persoalan yang dihadapinya. Sebagai pandangan hidup,


Pancasila merupakan nilai-nilai yang memberi arah atau
orientasi bagi seluruh kehidupan bangsa negara. Pancasila
sebagai pandangan hidup ada sejak dahulu sejak nenek
moyang menjunjung nilai-nilai tersebut. Jadi nilai-nilai
Pancasila bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki nenek
moyang bangsa Indonesia.

b) Pancasila sebagai Dasar Negara

Sebagai dasar negara, Pancasila baru ada setelah disahkan


oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sejak berdasar atas dasar
negara saat itu, Pancasila secara resmi menjadi dasar negara
bagi seluruh tata penyelenggaraan negara. Itu berarti
Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia. Seluruh hukum positif bersumber pada nilai-nilai
Pancasila. Itu berarti bahwa Pancasila mengikat bagi seluruh
kehidupan bangsa negara Indonesia.

Pancasila merupakan ideologi nasional yang tidak dapat


ditawar-tawar lagi. Pancasilalah yang menjadikan negara
Indonesia ini mungkin. Oleh karena itu menjadi kewajiban
untuk mempertahankan ideologi Pancasila dengan
mengamalkan ajaran-ajarannya.

78
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

BAB VII. PANCASILA PARADIGMA


PERUBAHAN SOSIAL

A. Pengantar

Paradigma ialah model, pola, contoh yang amat jelas


tentang sesuatu hal yang harus dilacak sampai mendalam.
Menurut T Kuhn (Ritzer, 1990), paradigma adalah cara-cara
meninjau benda-benda, asumsi yang dipakai bersama yang
mengatur pandangan suatu jaman dan pendekatannya atas
masalah ilmiah. Menurut G Ritzer(1990) paradigma adalah
pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok
persoaan dalam sebuah ilmu pengetahuan. Daoed Joesoef
mengatakan bahwa paradigma adalah suatu kerangka
keyakinan yang mengacu kepada komitmen atas nilai-nilai
yang diharapkan mampu mengatur sikap para ilmuwan
dalam menggarap ilmu sebagai kegiatan sosial. Menurut
pandangan filsafat, paradigma adalah cara memandang
sesuatu, totalitas premis teoritis dan metodologis yang
menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret.

Negara adalah lanjutan dari keinginan manusia hendak


bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Plato (Bertens,
1980) negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju,
berevolusi, yang terdiri dari orang-orang. Grotius
menyatakan negara adalah suatu perkakas yang dibuat
manusia untuk melahirkan keberuntungan dan
kesejahteraan umum. T Hobbes (Bertens, 1980)
mengatakan bahwa negara adalah suatu tubuh yang dibuat
oleh orang banyak beramai-ramai yang masing-masing

79
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan


perlindungan keamanan. JJ.Rousseau (Bertens, 1980)
mengatakan negara adalah perserikatan rakyat yang
melindungi dan mempertahankan hak masing-masing
individu dan harta benda anggota-anggota yang tetap hidup
dengan bebas. Menurut Karl Marx (Bertens, 1980) negara
merupakan alat kekuasaan bagi manusia untuk menindas
kelas manusia yang lain. Negara adalah suatu organisasi
kemasyarakatan yang mempunyai tujuan dengan
kekuasannya mengatur serta menyelenggarakan suatu
masyarakat.

Pemerintah menjelmakan aspek formal dari negara.


Karakteristik negara formal adalah wewenang pemerintah
untuk menjalankan paksaan fisik secara legal. Negara dalam
arti formal adalah negara sebagai pemerintah.Negara dalam
arti material, negara sebagai masyarakat, negara sebagai
persekutuan hidup.

B. Perubahan Sosial atau Pembangunan Nasional

Pancasila merupakan rumusan kehidupan berbangsa


bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila
merupakan identitas dan jiwa bangsa negara Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila sangat relevan dan dibutuhkan untuk
membangun bangsa. Bangsa akan mengalami kesulitan
besar kalau ideologi Pancasila ditinggalkan. Bangsa
Indonesia secara keseluruhan baik dalam hal perekonomian,
hukum, dan cara berpikir harus berdasarkan nilai-nilai yang
dikandung dalam Pancasila.

Kehidupan berbangsa bernegara selalu berubah dan


berkembang. Oleh karena itu masyarakat mengenal apa

80
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

yang disebut perubahan sosial(Veeger, 1989) dan dalam


istilah masyarakat modern dinamakan pembangunan.
Negara melakukan perubahan sosial melalui pembangunan
dan berdampak pada kehidupan berbangsa bernegara.
Dengan demikian peranan dan fungsi Pancasila dalam
pembangunan harus berciri dasar paradigmatik karena
pembangunan yang diselenggarakan itu adalah
pembangunan bangsa yang bersangkutan. Di dalam
Pancasila terdapat sila-sila yang merupakan suatu prinsip
kehidupan.

Pembangunan atau perubahan sosial merupakan


pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh kehidupan masyarakat untuk melaksanakan tugas
mewujudkan tujuan nasional. Rangkaian pembangunan itu
meliputi seluruh semangat arah dan gerak pembangunan
sebagai pengamalan Pancasila secara utuh. Hakikat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan dilaksanakan secara berencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, dan berkelanjutan. Untuk
mencapai pembangunan nasional diperlukan wawasan
nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945,
Diperlukan ketahanan nasional untuk menegakkan
kehidupan masyarakat dari hambatan, tantangan, ancaman,
dan gangguan dari dalam ataupun luar negeri. Diperlukan
aspirasi yang berawal dari pengalaman masa lampau.
Aspirasi tersebut adalah terwujudnya suatu negara
persatuan dan kesatuan yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan mampu mencerdaskan kehidupan bangsa,
agar mempunyai taraf hidup tinggi, dan turut dalam
mewujudkan perdamaian dunia atas dasar Pancasila dan
UUD 1945.
81
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan


nasional atau perubahan sosial mengandung suatu
konsekuensi bahwa dalam segala aspek kehidupanbangsa ini
harus mendasarkan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila
mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai
subyek pendukung Pancasila sekaligus sebagai subyek
pendukung negara.

C. Pancasila dan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya


merupakansuatu hasil kreativitas manusia. Manusia meliputi
aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi
rohaniah manusia dalam hubungannya dengan
intelektualitas, rasa dalam bidang estetik, dan kehendak
dalam bidang moral (etika). Tujuan esensialnyaadalah
kesejahteraan umat manusia, sehingga ilmu pengetauan
dan teknologi (Wibisono, 1984) pada hakikatnya tidak bebas
nilai. Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia
harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan
yang adil dan beradab.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan


ilmu pengetahuan, mencipta keseimbangan antara
rasionalitas dan irasionalitas, antara akal, rasa dan
kehendak. Berdasarkan sila ini iptek tidak hanya memikirkan
apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya, merugikan
manusia dan alamnya atau tidak.

Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan


dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan

82
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

iptek harus bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil


budaya manusia yang beradab dan bermoral.

Sila Persatuan Indonesia, mengomplementasikan


universalitas kemanusiaan dalam sila-sila yang lain.
Pengembangan iptek hendaknya dapat mengembangkan
rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran
bangsa sebagai bagian dari umat manusia.

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat


kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Setiap
ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan
iptek, menghormati dan menghargai kebebasan orang lain
serta memiliki sikap terbuka untuk dikritik, dikaji ulang
maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lain.

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,


mengomplementasikan pengembangan iptek haruslah
menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia lain, alam
lingkungan dalam masyarakat dan dengan Tuhan.

D. Pancasila sebagai Paradigma Perubahan Sosial

Sejak merdeka, bangsa Indonesia sepakat untuk menjadikan


Pancasila sebagai dasar negara. Bangsa Indonesia selalu
berusaha untuk menerapkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa bernegara. Dalam kenyataan di
lapangan terdapat kerancuan cara mengimplementasinya
dalam menghadapi berbagai tantangan jaman. Dalam era
globalisasi, manusia dihadapkan pada sistem nilai baru yang

83
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

selalu mengalami perubahan sehingga bangsa tidak memiliki


pegangan hidup dan terombang ambing oleh keadaan yang
tidak menentu. Dalam situasi demikian, mutlak diperlukan
adanya paradigma kehidupan berbangsa bernegara yang
dapat dijadikan panduan masyarakat.

Paradigma (Ritzer, 1990) dapat dimaknai sebagai pola


menyeluruh dari kepercayaan, nilai dan cara atau metode
yang dapat diterima oleh anggota masyarakat. Paradigma
bukan merupakan penjumlahan dari, melainkan merupakan
suatu kesatuan yang menyeluruh dari elemen
pendukungnya dan membentuk suatu pandangan hidup
(weltanschaung) yang menggambarkan bagaimana
seperangkat pengalaman, keyakinan dan nilai dapat
memengaruhi persepsi seseorang terhadap kenyataan
kehidupan serta bagaimana menyikapinya.

Dengan demikian Pancasila sebagai paradigma kehidupan


bermasyarakat berbangsa bernegara dapat dirumuskan
sebagai berikut:

Pancasila yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945


adalah dasar negara Indonesia.Pancasila sebagai dasar
negara merupakan cita negara (staatsidee) sekaligus cita
hukum (rechtidee) berfungsi secara konstitutif dan regulatif
bagi kehidupan dalam bermasyarakat berbangsa bernegara.
Segala peraturan perundang-undangan yang berlaku harus
bersumber pada Pancasila. Segala peraturan perundang-
undangan dan kebijakan pemerintah harus memenuhi
ketentuan mengakomodasi kepentingan dan aspirasi seluruh
masyarakat, bukan untuk kepentingan orang perorangan
maupun kelompok; berlandaskan nilai moral, adat-istiadat
84
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

dan hukum yang berlaku; mencegah eksklusivisme


kedaerahan; memerkokoh wawasan kebangsaan dan
persatuan Indonesia dalam NKRI; pengambilan keputusan
dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat;
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa bernegara,


kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk
menyampaikan aspirasinya, dan rakyat mematuhi segala
ketentuan yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Implementasi kedaulatan rakyat dan pelaksanaan hak asasi
manusia tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai budaya
bangsa. Pancasila berisi konsep, prinsip dan nilai yang
merupakan kebenaran yang dijadikan landasan bagi
kehidupan masyarakat dalam berbangsa bernegara.

Pancasila berisi konsep kebenaran tak terbantahkan. Konsep


tersebut adalah bahwa Tuhan yang Mahaesa menciptakan
manusia dan seluruh alam semesta dalam keadaan saling
keterikatan dan ketergantungan. Tuhan menetapkan hukum
yang ketat dalam mengatur eksistensi, pertumbuhan dan
perkembangan makhluk ciptaanNya. Di antara makhluk
ciptaan Tuhan, manusia didudukkan sebagai khalifatullah.
setiap makhluk diciptakan sesuai kodrat, martabat dan
harkat, serta dalam mengembangkan eksistensi dan
kelestariannya berjalan secara proporsional, dengan tetap
memelihara keselarasan, keserasian dan keseimbangan
kehidupan secara harmonis. Tuhan menganugerahi manusia
dengan kemampuan dan kebebasan berfikir, berperasaan,
berkemauan untuk berkarya dengan penuh tanggung jawab.

85
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Pancasila mengandung prinsip religiositas, humanitas,


nasionalitas dan sosialitas, yang menjadi jati diri bangsa
(Hadi, 1985) dan dirumuskan dalam sila-sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai wawasan nasional (national


insight) bersifat komprehensif dan sila-silanya saling
menjiwai secara sinergik.Pancasila merupakan perwujudan
suara hati nurani masyarakat Indonesia. Pancasila
merupakan dambaan dan tuntutan ummat manusia pada
umumnya seperti bebas dari penjajahan, penindasan dan
eksploitasi oleh pihak asing, bebas mengeluarkan pendapat,
bebas dari kemiskinan, bebas memeluk agama, dan bebas
untuk merdeka dalam mewujudkan kehidupan bersama
yang lebih baik, setara dalam kehidupan politik, ekonomi,
sosial budaya serta keamanan nasional.

Pancasila menjadi pengikat (cultural bond) dan wadah


kemajemukan (pluralitas) bangsa (Nasikun, 1987). ditinjau
dari segi kesukuan, budaya, adat-istiadat, agama, aliran
kepercayaan, dan kepentingan untuk mewujudkan Bhinneka
Tunggal Ika. Pancasila memiliki konsep dasar kekeluargaan,
kebersamaan dan persatuan, sehingga menolak
fundamentalisme, radikalisme, individualisme, liberalisme,
kapitalisme, imperialisme, historisisme dan materialisme.
Paradigma ini dimaksudkan dipergunakan sebagai acuan
setiap warganegara, terutama para penyelenggara negara
dan pemerintahan dalam menentukan kebijakan, dalam

86
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

melaksanakan kegiatan dan mengadakan evaluasi hasilnya


serta dalam menghadapi berbagai dinamika perubahan
sosial.

87
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, NMS, (2014). Pancasila Dasar Filsafat Negara.


Yogyakarta :Andi Offset.

Bertens, K, (1980). Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta :


Kanisius.

Budiardjo, M, (1983). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta :


Universitas Indonesia

Dipoyudo, K, (1985). Keadilan Sosial. Jakarta : CSIS.

Hadi, H, (1985). Pancasila Jatidiri Bangsa Indonesia.


Yogyakarta : Kanisius.

Kaelan, (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:


Paradigma.

Latif, Y,(2010). Negara Paripurna. Jakarta : Gramedia.

Panitia Kongres Pancasila. (2017). ProsidingPancasila


Pemersatu
Bangsa. Yogyakarta : Pusat Studi Pancasila Universitas
Gajah Mada.

Nasikun, J, (1987). Sistem Sosial di Indonesia. Yogyakarta :


Yasogama.

Notonagoro, (19881). Pantjasila secara Ilmniah Populer.


Jakarta :Pantjuran Tudjuh.

Ritzer, G, (1990). Sosiologi, Ilmu Pengetahuan


Berparadigma Ganda. Jakarta : Radjawali Pres.

88
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Sudiantara, Y. (2002). Pancasila, Substansi Kajian Mata


Kuliah Pendidikan Kepribadian. Semarang : Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang

Soemargono, S, (1983). Pengantar Filsafat. Yogyakarta :


Universitas Gajah Mada

Sunoto, (1983). Mengenal Filsafat Pancasila. Yogyakarta :


BP FE Universitas Islam Indonesia.

Suseno, M,(2005). Dasar-dasar Etika. Yogyakarta


:Kanisius.
Veeger, KY, (1989). Realitas Sosial. Yogyakarta : Kanisius.

Wibisono, K, (1984). Arti Perkembangan Menurut Filsafat


Positivisme Auguste Comte. Disertasi. Yogyakarta :
Universitas Gajah Mada

89
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Indeks

analisis sintesis .................................................................................. 13


Boedi Oetomo ................................................................................... 17
causa materialis .................................................................................. 9
collective ideology............................................................................. 55
dialektik .............................................................................................. 31
Dokuritzu Zyumbi Iinkai ................................................................... 20
Etika Pancasila .................................................................................. 75
H. Rulsan Abdul Gani ....................................................................... 54
Hindia lepas dari Netherland”, “Hindia buat orang Hindia .......... 17
hirarkis piramidal .............................................................................. 56
khalifatullah ....................................................................................... 88
Komunisme ........................................................................................ 78
konsensus struktural ........................................................................ 73
konsensus teleologis ........................................................................ 73
Kutai ..................................................................................................... 8
Liberalisme......................................................................................... 77
M. Yamin ............................................................................................ 54
Moh Yamin ......................................................................................... 21
monopluralis ...................................................................................... 51
N. Drijarkara, SJ................................................................................ 54
Notonagoro ........................................................................................ 55
Paradigma .......................................................................................... 82
Partai Nasional Indonesia (PNI)...................................................... 18
Pendapat Moh Yamin ....................................................................... 21
Penjelasan otentik UUD 1945.......................................................... 32
Pidato Supomo .................................................................................. 22
Plato ................................................................................................... 82
Proklamasi ......................................................................................... 20
Roeslan Abdul Gani .......................................................................... 55

90
Pancasila
Dan Perubahan Sosial

Rumusan BPUPK ............................................................................... 23


Rumusan Soekarno........................................................................... 23
Soediman Kartohadiprodjo .............................................................. 54
Sosialisme .......................................................................................... 78
staats fundamental norm................................................................. 32
Sumpah Pemuda ............................................................................... 18

91

Anda mungkin juga menyukai