Anda di halaman 1dari 286

Mhd Halkis (Editor)

filsafat dan teori-


teori diplomasi
pertahanan
Kapita Selekta Seri: Ideologis dan Praktek

Meitty Josephin Balontia - Aji Widiatmaja - Daniel Samuel Andar Sitohang


Chayu Amrita Nanda - Sutiono - Siska Azhari
Ni Nyoman Ayu Nikki Avalokitesvari - Indra Wisnu Wibisono - Artika Diannita
Sarah Adharaisa - Fiany Intan Vandini - Erni Ambarwati

UNIVE RS ITAS PE RTAHANAN - B O GO R - 2018


KAPITA SELEKTA - DIPLOMASI PERTAHANAN

Cogito Ergo Sum, demikian ungkapan filsuf Perancis Descartes yang berarti
“Aku berpikir maka aku ada”. Kalau ditelisik secara sederhana ungkapan ini
menunjukan dua hal; pertama akal merupakan sumber kehidupan, manusia
yang tidak menggunakan akal sesungguhnya tidak memiliki eksistensi diri.
Kedua, keberadaan manusia akan bernilai kalau menggunakan akal sebagai
dasar perbuatannya. Artinya perbuatan manusia berakal dapat
dikategorikan manusia sebagai manusia.

Beritik tolak dasar pemikiran tersebut, terlihat  kemampuan diri sangat


penting sebagai sumber air yang selalu mengalir dalam menumbuh
suburkan Studi Diplomasi Pertahanan. Entitas negara sebagai subjek dan
seligus objek memiliki perilaku sebagaimana manusia. Perlu pemikiran
kritis membuka rahasia hubungan antara negara, Teori-teori yang telah
mapan telah menjadi ideologi bisa jadi membelenggu pandangan kita. Buku
Kapita Selekta ini merupakan karya mahasiswa Prodi Diplomasi Pertahanan
Fakultas Strategi Universitas Pertahanan pada saat melaksanakan tugas
Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Metodologi TA 2018. Pemikiran masih segar,
walapun minus pengalaman. Sebagai peminat pemula Studi Diplomasi
Pertahanan perlu diapresiasi, dengan catatan perbaikan masa datang.

Kenyataannya,sekalipun perkembangan teori International Relations (IR)


setelah perang dunia telah mengantarakan umat manusia pada pemahaman
yang sangat komplek. Realisme, liberalisme dan konstruktivisme tumbuh
dengan baik melandasi kebijakan suatu negara. Subjektif kuasa menentukan
maju-mundur suatu negara.  Untuk itu kepentingan negara dalam prespektif
luas perlu perhatian bersama

Editor

UNIVE RS ITAS PE RTAHANAN - B O GO R - 2018


FILSAFAT & TEORI-TEORI
DIPLOMASI PERTAHANAN
(Kapita Selekta Seri : Ideologis dan Praktek)

ISBN : 978-602-5808-18-0

Hak cipta dilindungi undang-undang

Cetakan Pertama, Desember 2018

Editor

Mhd Halkis

Penerbit

Universitas Pertahanan

Komplek Indonesia Peace and Security Center (IPSC) Sentul


Bogor Jawa Barat 16810
Telp: 021-87951555 ext 7001
http://www.idu.ac.id
i
KAPITA SELEKTA DIPLOMASI PERTAHANAN 2018
Pengantar Editor
Ideologi dan Praktek-Praktek Hubungan
Antar Negara
Praktek-praktek ideologi seolah-olah bangkit lagi setelah
gagal dipahami oleh Daniel Bell dengan The End of Ideology-nya.
Robohnya tembok Berlin dan bubatnya Uni Soviet bukan petanda
ideologi tidak ada lagi. Memang benar era teknologi 4.0 menerobos
batas imajinasi antara negara yang seolah oleh tidak adalagi ideologi
yang mampu mengikat ataupun memisahkan umat manusia dan
teknologi menyediakan segala kemudahan bagai umat manusia.
Sekalipun demikian kenyataan “rezim naturalik” tetap menyediakan
jalan baik dan jalan buruk, harapan dan kesan, pernyataan atau
kenyataan tentunya kalau menafikan ideologi akan dapat
menyesatkan pemahaman kita sendiri. Ideologi menggiring orang
untuk bertidak benar dan salah disertai dengan harapan untuk dikejar
dan diwujudkan di muka bumi ini, manusia selalui diselimuti dan
didorong oleh ideologi dalam tindakan-tindakannya.
Studi Diplomasi Pertahanan berusaha memahami fenomena
dan tatanan internasional dengan mendapat manfaat dari
pengambilan peran konstitutif pertahanan resmi dan diplomasi tidak
resmi, baik dalam konteks perdebatan atas pemerintahan global,
infrastruktur dan arsitektur kerja sama keamanan, hegemoni
stabilitas, atau arena lainnya (Krieger et al, 2015). Teori dan Praktek
Diplomasi Pertahanan sulit dipisahkan antara Diplomasi Publik
dengan Diplomasi Militer, karena Diplomasi Pertahanan irisan dari
persoalan antar studi diplomasi dalam konteks pertahanan negara.
Banyak negara dan universitas menyebutkan arsiran-arsiran antara
persoalan diplomasi yang lebih umum terlihat dalam kerangka Studi
Hubungan Internasional dari pada taktis dan operasional dalam
mempertahankan negara.
Bagi mahasiswa Pascasarja Universitas Pertahanan tahun
20017 khususnya Prodi Diplomasi Pertahanan mengambil tema
diskusi dalam Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian
tentang praktek ideologi dalam diplomasi pertahanan. Sebagai dosen
ii
KAPITA SELEKTA DIPLOMASI PERTAHANAN 2018
pengampu saya mencoba untuk melihat kemampuan awal mereka
dalam memahami Program Studi yang akan mereka tekuni. Dengan
latar belakang keilmuan bermacam-macam mencoba menggunakan
kerangka pemikiran Filsafat Ilmu dalam memahami Ilmu Diplomasi
Pertahanan. Sebagai ilmu baru, tugas saya membekali kemampuan
berpikir secara logis, untuk mengevaluasi argumen secara kritis, dan
untuk menantang gagasan sendiri dan gagasan orang lain.
Ideologi besar yang mendasari pertumbuhan ilmu Hubungan
Internasional (HI) menjadi prasyarat awal memahami pertumbuhan
Studi Diplomasi Pertahanan. Sekalipun Indonesia mengklaim
sebagai negara bebas aktif, tidak berpihak negara manapun tapi
dapam pertumbuhanannya terlibat dalam percaturan antar negara,
maka eksistensi Indonesia menjadi sebuah fenomena yang masuk
dalam kerangka pemikiran filsafat politik. Aliran-aliran besar dalam
filsafat politik perlu dipahami lebih awal;
Pertama, realisme sebagai ajaran tertua memberikan
landasan pemahaman akan eksistensi sebuah negara berdiri atas
kedalautan yang tidak tuduk dalam sistem manapun sehingga
terkesan anarkhis. Indonesia merdeka atas kehendak sendiri,
perjuang mengusir penjajah, bukan hadiah dari kolonial manapun.
Sekalipun tertatah titih menunjukan eksistensi diri pada akhirnya
pengakuan oleh negara lain datang belakangan yang menjadi
prasyarat dasar negara menjadi sebuah subjek hukum Internasional.
Kedua, liberalisme menempatkan adanya subjek lain selain
Negara, tindakan perorangan sekalipun diakui adanya, terkesan
liberal akan kebesan individu. Sekalipun liberalism seolah-olah
reaksi atas kekuasaan negara produk realism yang mana negara hadir
tanpa tanding. Liberalism berusaha menempatkan sisi sisi humanis
dalam kehidupan. Kebebasan Individu untuk berkreasi menjadi
entitas lain perlu diperhitungkan. Kenyataannya loby-loby dan
gerakan non-state mampu mempengaruhi keputusan negara dalam
mengambil kebijakannya.
Ketiga konstruktivisme hadir menyatukan kedua pemikiran
tersebut, walaupun dalam kenyataannya tidak dapat menyelesaikan
setiap perbedaan secara tuntas. Proses-proses konstruktif menjadi

iii
KAPITA SELEKTA DIPLOMASI PERTAHANAN 2018
harapan dalam pengambilan keputusan antara negara. Dalam bentuk
bentuk apapun kontruktivisme tetap diperlukan sebagai juru damai
walaupun bisa jadi mengorban dirinya sendiri.
Penekananan saya dalam menjelaskan fenomena hubungan
internasional tidak cukup mencacat peristiwa, tapi belajar tentang
prinsip filosofis, konsep, masalah, teks dan figur utama. Materi Ilmu
Diplomasi sendiri diajarkan oleh dosen-dosen yang telah
menekenuni pada bidangnya, baik secara praktis maupun teoritis.
Harapannya akan menjadi pakar dan mendapatkan legitimasi otoritas
dalam keilmuan dan penelitiannya bidang Diplomasi pertahanan
dengan pengekanan pada problem confidence building measures
dan capacity building dan Industri Pertahanan.
Pengembangan lebih lanjut sangat fleksibel, memungkinkan
mereka berkembang dalam memahami fenomena hubungan antar
bangsa sesuai minat mereka. Dengan materi : Filsafat Ilmu, Filsafat
Pancasila, Filsafat Intelijen diharapakan memberikan landasan yang
kuat untuk semua bidang keilmuan di lingkungan Universitas
Pertahanan, khususnya Diplomasi Pertahanan sebagai ilmu yang
tergolong muda sekalipun dalam prakteknya telah dilaksanakan sejak
interaksi antar kekuasaan manusia itu ada. Kami mendorong mereka
untuk mengambil fokus studi ideologi dan praktek-praktenya untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka yang baru
diperoleh dan memungkinkan mereka memperoleh pengalaman
nyata yang berharga.
Dengan keterbatasan saya dalam mengedit artikel yang
ditulis Meitty Josephin Balontia Marxisme Dalam Praktek Kebijakan
Luar Negeri Soekarno: Dari Marhaenisme Hingga Nasakom. Artikel
ini ingin menggambarkan hubungan ideologi penguasa dengan
perilaku Negara dalam menyikapi masalah hubungan internasional.
Aji Widiatmaja menulis artikel “Hasyim Djalal: Diplomasi dan
Tantangan Kedaulatan Maritim Indonesia”. Tulisan ini mencoba
memahami diplomasi Indonesia dangan dinamis dan hidup dan
relevan dengan visi pemerintahan Jokowi saat ini. Demikian juga
dengan mahasiwa lainnya yang diharapkan membantu dalam
memahami persoalan diplomasi Indonesia dari berbagai sisi.
iv
KAPITA SELEKTA DIPLOMASI PERTAHANAN 2018
Daftar Isi

Pengantar Mhd Halkis (Editor)

Topik dan Penulis Hal


Bab 1 Marxisme Dalam Praktek Kebijakan Luar 1
Negeri Soekarno: Dari Marhaenisme Hingga
Nasakom, Meitty Josephin Balontia
Bab 2 Hasyim Djalal: Diplomasi dan Kedaulatan Maritim 16
Indonesia, Aji Widiatmaja
Bab 3 Penarikan Diri Amerika Serikat dari Paris 42
Agreement, Daniel Samuel Andar S
Bab 4 Hubungan Iran Dengan Uni Eropa Pasca Resolusi 73
Dewan Keamanan Pbb Tahun 2006, Chayu Amrita
Nanda
Bab 5 “Bebas Aktif” Dalam Pandangan Teori Kritis 94
Horkheimer, Sutiono
Bab 6 Aliansi Neorealis Rusia – Suriah Pada Perang 119
Saudara(2011-2015), Siska Azhari
Bab 7 Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Cita-Cita 137
Poros Maritim Dunia Ditengah Konflik Laut China
Selatan, Indra Wisnu Wibisono
Bab 8 Realisme : Pengejawantahannya Dalam Diplomasi 167
Pertahanan Korea Utara, Ni Nyoman Ayu Nikki
Avalokitesvari
Bab 9 Analisa Teori Post Kolonialisme Dalam Perspektif 191
Alternatif Studi Hubungan Internasional, Artika
Diannita
Bab 10 Konvensi Minamata sebagai Diplomasi Lingkungan 217
Indonesia, Sarah Adharaisa
Bab 11 “Islamofobia” dan Benturan Peradaban Antara 236
Islam dan Barat, Fiany Intan Vandini
Bab 12 Air Diplomacy Dalam Pengambil Alihan Ruang 259
Udara Natuna, Erni Ambarwati

v
KAPITA SELEKTA DIPLOMASI PERTAHANAN 2018
Bab 1
MARXISME DALAM PRAKTEK KEBIJAKAN
LUAR NEGERI SOEKARNO
(DARI MARHAENISME HINGGA NASAKOM)

Meitty Josephin Balontia

Abstract

The idea of "NASAKOM" and Marhaenism was the


idea underlying Soekarno in running his government. This
notion was born as an effect of industrialization where the
owners of capital benefited from the suffering of the workers
(the proletariat). For this reason, solidarity between the
working class, good working environment conditions, and
ownership of production capital are the objectives to be
achieved. Karl Marx a German thinker was keen to see this
and created a series of ideas called Marxism. In Indonesia,
this idea was adopted by Indonesia's first President, Sukarno
through his slogan "NASAKOM" or Nationalist, Religion, and
Communist. Marhaenism is syncretism between these three
ideologies and is known as "Marxism adapted to the
conditions of the Indonesian people". This article will explain
how the elements of socialism in Sukarno's thinking influenced
foreign policy during his administration.

Keyword: Sosialisme, Marxisme, Marhaenisme, Diplomasi


Pertahanan.

1
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
1. Pendahuluan

Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia adalah


tokoh sentral dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. Seluruh
pemikirannya selalu menarik untuk ditelaah. Daya tarik sang
proklamator ini tidak terlepas dari usaha serta perannya dalam
kemerdekaan Indonesia. Salah satu hal menarik yang bisa
diangkat adalah pengaruh ideologi Marxisme dalam pemikiran
serta kebijakan Soekarno. Berbicara mengenai paham
Marxisme yang menjadi salah satu kiblat pemikiran Soekarno
maka kita perlu juga berbicara mengenai situasi saat
kemerdekaan Republik Indonesia berhasil direbut. Pada masa
itu, terdapat dua kutub kekuasaan dunia yang sedang
bertarung yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet. Masing-
masing negara ini mengusung ideologi berbeda yakni,
kapitalisme-liberalisme yang dibawa Amerika Serikat dan
Marxisme-Komunisme yang dibawa oleh Uni Soviet. Inilah
yang disebut perang antara blok barat dan blok timur. Di saat
itu, kebijakan pemerintah Indonesia berada di bawah satu
komando yakni, Soekarno. Beliau lah yang menekankan akan
pentingnya kebijakan politik non blok ditengah kondisi dunia
yang rentan konflik akibat perang dua ideologi besar tersebut.
Meskipun demikan, kebijakan non blok tidak serta merta
mengucilkan unsur-unsur kebaikan masyarakat yang ada
dalam kedua ideologi besar tersebut.
Perlu diingat bahwa Marxisme sebagai lanjutan dari
sosialisme berpengaruh besar terhadap arah ideologi dan
politik Soekarno. Pengaruh ini bisa terlihat dari pembentukan
ideologi Marhaenisme yang diusung Soekarno sebagai
“Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat
Indonesia”. Serta pembentukan “NASAKOM” yakni, kesatuan
cara pandang Nasionalisme, Agama, dan Komunisme.

2
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Penekanan terhadap nasionalisme sebagai ideologi pertama
tidak lepas dari kesadaran pendiri bangsa termasuk Soekarno,
bahwa ideologi agama (dalam hal ini, agama mayoritas) dan
komunisme tidak cukup kuat untuk menyatukan seluruh
masyarakat Indonesia melawan penjajahan Belanda. Untuk
itu, penekanan terhadap nasionalisme dinilai penting dalam
menjalankan roda pemerintahan.
Dalam tulisan ini, penulis akan menjabarkan bagaimana
peran ideologi Marxisme yang berangkat dari Sosialisme
sangat berpengaruh dalam pemikiran serta kebijakan politik
Indonesia dibawah pemerintahan Soekarno. Dan untuk
menjelaskan hal tersebut maka pertama-tama, penulis akan
menjabarkan sejarah singkat masuknya paham Marxisme di
Indonesia termasuk proses internalisasi ideologinya, realisasi
politik ideologi Marxisme- Komunisme ke dalam bentuk partai
politik hingga paham NASAKOM dan Marhaenisme yang
diusung Soekarno selama masa pemerintahannya.

2. Masuknya Paham Marxisme di Indonesia

Paham Marxisme-Komunisme pertama kali di bawah ke


Indonesia oleh seorang Hendricus Josephus Franciscus Maria
Sneevliet yang biasa dipanggil, Henk Sneevliet. Ia merupakan
warga Belanda sekaligus seorang utusan dari Pusat Komando
Komunisme Internasional (Komitern) di Uni Soviet.
Kedatangannya ke Indonesia adalah untuk menyebarkan
paham Marxisme.
Saat pertama kali datang ke Indonesia, Sneevliet
bekerja sebagai staf redaksi di koran Soerabajasche
Handelsbad yang terletak di kota Surabaya. Namun selang
beberapa waktu, Sneevliet memutuskan untuk pindah ke
Semarang dan bersama dengan para kaum radikal ideologi
komunisme membangun partai politik ISDV (Indische Sosial
Democratische). Organisasi politik ini tidak hanya terdiri dari

3
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
warga asing tetapi juga beberapa kaum terpelajar Indonesia
yang tergabung dengan Serikat Islam. Serikat Islam (SI)
didirikan oleh Tjokroaminoto sebagai kelanjutan dari Serikat
Dagang Islam (SDI) dan beranggotakan putera-putera
terpelajar pribumi. Pada awalnya, Serikat Dagang Islam
bukanlah organisasi politik seperti Serikat Islam melainkan
wadah aspirasi ekonomi para pedagang batik lokal terutama
dalam membendung persaingan dengan para penjual
asing.(Yunani Hasan,2014)
Seiring berjalannya waktu, Serikat Dagang Islam pun
perlahan berubah menjadi Serikat Islam yang secara total
mengarahkan tujuannya kepada gerakan politik berbasis Islam
Nasionalis. Saat itu, Serikat Islam membebaskan para
anggotanya untuk tergabung dalam dua atau lebih partai
politik. Salah satu partai politik yang menarik minat para kaum
terpelajar Serikat Islam adalah ISDV bentukan Sneevliet. Hal
ini tidak terlepas dari pengamatan jeli Sneevliet akan adanya
gelora anti kolonialisme yang mengakar dalam diri para kaum
terpelajar. Salah satu anggota Serikat Islam yakni, Semaun
dikenal sebagai salah satu pimpinan ISDV. Lewat propaganda
partai politik inilah, ideologi Marxisme kian berpengaruh
dikalangan masyarakat Indonesia.
Jalur masuk ideologi Marxisme adalah melalui
keenganan masyarakat Indonesia untuk terus berada dibawah
pemerintahan Belanda. Rasa anti-kolonialisme tidak hanya
muncul di dalam diri para kaum terpelajar melainkan juga
masyarakat umum. Untuk itu dasar ideologi Marxisme yang
digunakan di Indonesia adalah perlawanan kelas dengan aktor
masyarakat Indonesia sebagai “yang tertindas” dan
kolonialisme barat sebagai “yang menindas”. Konsep
pertentangan kelas karena ekonomi dalam pandangan
Marxisme kemudian diterjemahkan kembali dan disesuaikan
dengan kondisi masyarakat Indonesia saat itu, yang
mengalami ketertindasan akibat penjajahan. Fleksibilitasnya

4
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
membuat pandangan Marxisme menjadi pandangan yang
mudah di terima oleh masyarakat Indonesia. Unsur
pembebasan dari ketertindasan inilah yang menjadi inspirasi
bagi Soekarno dalam membentuk konsep Marhaenisme dan
NASAKOM.
Kesamaan perspektif dan rasa akan persoalan
ketertindasan membentuk satu paradigma bahwa ideologi
Marxisme sejalan dengan ideologi pembebasan lainnya
seperti, agama (Islam) dan nasionalisme. Maka tidak
mengherankan jika setelah ISDV resmi berganti nama menjadi
PKI (Partai Komunis Indonesia), ideologi Marxisme tetap
digunakan bahkan oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno.

3. Sekilas Partai Komunis Indonesia

Semasa pemerintahan Soekarno, ideologi Marxisme


muncul tidak hanya dalam bentuk cara pandang dan nilai
melainkan juga terealisasikan dalam wadah politik, PKI (Partai
Komunis Indonesia). PKI didirikan pada 23 Mei 1920 di
Semarang. Ketua PKI pertama adalah salah satu tokoh
Serikat Islam (SI), Semaun dengan Darsono sebagai wakil
ketuanya. Meskipun Semaun dan Darsono sudah diangkat
menjadi ketua dan wakil ketua dalam organisasi PKI, mereka
tetap menjadi Ketua Sarekat Islam Semarang. Keduanya juga
tetap memimpin media massa SI yakni, Sinar Hindia. Dengan
kondisi seperti ini, kedua organisasi ini berjalan berdampingan
di Semarang (Djamhari 2009).Di bawah kepemimpinan
Semaun dan Darsono, PKI tampil sebagai wajah baru komunis
di Hindia Belanda. Hal tersebut terbukti dengan hadirnya
Darsono sebagai perwakilan PKI Indonesia dalam Kongres III
Komitern. Komitern merupakan organisasi Komunis
Internasional yang tertinggi, yang dibentuk pada 1919. Adapun
prinsip dasar dari Komitern antara lain: 1) perang rakyat, 2)

5
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pemerintahan Soviet, 3) diktator proletar dan 4) Aksi
internasional.(Djamhari,2009,hlm.29) Dengan mengikuti
kongres tersebut, posisi PKI menjadi semakin lebih jelas
yakni, sebagai Instrumen Komunis Internasional (Komitern) di
tanah air untuk kepentingan pemenuhan prinsip dasar
organisasi tersebut.
Dalam perkembangannya, PKI tidak hanya menjadi
wadah politik yang mampu menggerakan massa. Organisasi
ini secara langsung pun terlibat dalam aksi-aksi
pemberontakan baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah
kemerdekaan Republik Indonesia. Sesudah proklamasi, aksi
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI tidak lepas dari
usaha perebutan kekuasaan lokal, dimana PKI ingin
memanfaatkan situasi awal kemerdekaan untuk memperoleh
kekuatan dalam rangka mengepung pemerintahan yang ada
dengan tujuan, mendirikan pemerintahan komunis. Berbagai
pemberontakan seperti; aksi teror gerombolan Ce‟ Mamat di
Serang Banten (1945), Aksi kekerasan pasukan Ubel-Ubel di
Tangerang (1945-1946), hingga peristiwa Bojonegoro (1945-
1947) adalah realisasi dari usaha para pemikir dan politikus
berhaluan kiri untuk menciptakan Indonesia yang berasaskan
komunis. Jadi, Gerakan 30 S PKI, bukanlah gerakan
pemberontakan pertama yang dilakukan oleh pihak PKI dalam
usahanya memperlemah sistem pemerintahan yang ada.
Meskipun sarat dengan aksi pemberontakan, namun
perlu diingat bahwa pergerakan politis PKI tidak terlepas dari
kondisi mental kaum terdidik Indonesia. Sebagian dari kaum
muda terpelajar Indonesia memang menilai bahwa apa yang
ditawarkan oleh Komunis jauh lebih sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia yang telah mengalami penindasan.
Konsep pembebasan dari tangan penjajah inilah yang oleh
pihak Komunis dipakai untuk mengambil hati kaum terpelajar.
Bila bagi Komitern, PKI adalah instrumennya di tanah
Indonesia, maka bagi para kaum terpelajar yang terlibat dalam

6
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
organisasi PKI, Komitern adalah wadah yang bisa membantu
pergerakan masyarakat untuk mencapai merdeka atau
terbebas dari penjajahan.
Kesatuan misi yakni, pencapaian kemerdekaan dan
kesetaraan membuat buah-buah pemikiran Marxisme yang
dibawa oleh kaum Komunis tidak langsung ditolak mentah-
mentah. Meskipun disadari bahwa dalam politik praktis, PKI
sering berusaha untuk mengambil kekuasaan pemerintahan
(pemberontakan) namun tidak serta merta pola pikir yang
ditawarkan oleh PKI dikesampingkan. Hal tersebut dapat kita
lihat dari diterimanya program kerja tujuh butir milik Tan
Malaka, oleh 141 organisasi termasuk di dalamnya tokoh
nasional seperti Bung Tomo dan Jendral Sudirman pada 1946.
Tan Malaka merupakan pemikir Marxisme Indonesia yang
sempat diangkat menjadi Ketua PKI pada 1921. Program
Kerja Tujuh Butir yang disampaikan oleh Tan Malaka ini
berkembang menjadi tantangan serius bagi program kerja
pemerintah Sjahrir saat itu. Adapun program kerja tujuh butir
yang dimaksud yakni; 1) Berunding atas pengakuan
kemerdekaan 100%, 2) Pemerintahan rakyat, 3) Tentara
rakyat, 4) Melucuti senjata Jepang, 5) Mengurus tawanan
bangsa Eropa, 6) Menyita dan menyelenggarakan pertanian
musuh (kebun), 7) menyita dan menyelenggarakan
perindustrian musuh (Magnis-Suseno,2003,hlm.208).
Meskipun pada akhirnya program tujuh butir ini
“dikalahkan” oleh program Lima Butir Sjahrir yang lebih
moderat, namun bisa kita lihat bahwa pemikiran Marxisme
tidak ditolak oleh para tokoh nasional saat itu. Barangkali, itu
sebabnya meskipun terjadi usaha pemberontakan lokal namun
PKI masih tetap memiliki sinarnya baik dikalangan masyarakat
maupun pemerintahan saat itu.
Melihat hal di atas, maka perlu ditekankan bahwa
keberadaan PKI di Indonesia tidaklah terlepas dari
penerimaan baik masyarakat maupun pendiri bangsa (tokoh

7
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
nasional) terhadap pola pikir Marxisme yang dibawa oleh
organisasi tersebut. Soekarno, presiden Republik Indonesia
pertama pun ikut mengadopsi pola pikir Marxisme dalam
menjalankan pemerintahannya. Hanya perbedaan antara pola
pikir Marxisme Soekarno dan PKI pada umumnya terletak
pada realisasinya. Realisasi Marxisme dalam kerangka pikir
PKI adalah terwujudnya negara tanpa kelas dimana seluruh
kekayaan dan sumber daya yang ada dikelola oleh
pemerintahan Proletar. Sementara bagi Soekarno, realisasi
Marxisme adalah susunan, sistem atau struktur pemerintahan
yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembebasan
seluruh lapisan rakyat. Mengapa rakyat? Karena baginya,
yang terpenting dari sebuah nasionalisme adalah rakyat. Dari
rakyatlah suatu nation terbentuk. Dan dari rakyat pula lah
nasionalisme terbentuk. Itu sebabnya, rakyat memainkan
peranan penting dalam pemikiran politis Soekarno. Jadi
penekanannya bukan pada penghapusan kelas tetapi pada
struktur pemerintahan yang mampu mewadahi kebebasan dan
persamaan hak setiap rakyat. Untuk itu, pemikiran Soekarno
lebih dekat dengan Marxisme-Sosialisme, dan bukan
Marxisme-Leninisme (Komunis). Pemikiran ini tertuang dalam
paham Marhaenisme yang diusung oleh Soekarno.

4. Soekarno: Dari Marhaenisme hingga NASAKOM

Kata “Marhaenisme” diambil dari seorang bernama


“Marhaen” yang menurut cerita, bertemu dengan Soekarno di
daerah Bandung Selatan. Marhaen adalah seorang petani
yang meskipun memiliki sawah dan alat produksi (bajak serta
cangkul) namun hasil yang didapatkan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Marhaen merupakan
inspirasi Soekarno untuk membentuk suatu ideologi
pembebasan dimana pihak yang dibebaskan adalah para
“Marhaen” yang menurut hemat Soekarno merupakan citra

8
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
rakyat Indonesia kebanyakan. Salah satu ciri yang menonjol
adalah bahwa kaum Marhaen tidak sama dengan kaum
Proletar yang diutamakan dalam Marxisme-Komunisme. Kaum
proletar adalah kaum yang tertindas, yang tidak memiliki alat
produksi dan dikuras habis-habisan oleh para kaum pemilik
modal. Sementara kaum Marhaen bukan hanya terdiri dari
kaum yang tidak memiliki alat produksi tetapi juga, yang
memiliki alat produksi namun di-miskin kan oleh sistem.
Fokus utama dari paham ini adalah pembebasan para
kaum Marhaen dari sistem yang menindas. Dalam hal ini,
Soekarno banyak menekankan pembebasan dari sistem
kapitalisme dan imperialisme. Dimana kedua sistem tersebut
menghisap habis serta menindas rakyat jelata (kaum
Marhaen). Paham Marhaenisme kemudian diadopsi menjadi
asas politik partai bentukan Soekarno yakni, Perserikatan
Nasional Indonesia pada 1927. Dalam perkembangannya,
partai ini berubah nama menjadi Partai Nasional Indonesia
(PNI). Meskipun terjadi perubahan nama, Partai Nasional
Indonesia tetap menjalankan paham Marhaenisme sebagai
ujung tombak arah kebijakan partai. Mengapa partai? Karena
paham ini mengasumsikan pula adanya suatu usaha
pengumpulan massa layaknya paham Marxisme pada
umumnya. Dan hal tersebut selaras dengan penekanan
Soekarno dalam karyanya “Indonesia Menggugat” dimana ia
menekankan pentingnya penyatuan atau pengumpulan massa
dalam sebuah gerakan ideologi.
Saat kita berbicara mengenai pengumpulan massa
maka kita perlu menjawab pertanyaan berikut: massa seperti
apa? Atau dalam bahasa yang lebih taktis, “target massa yang
seperti apa?”. Berbicara mengenai konsep “massa” ini maka
kita perlu melihat tiga pemikiran dasar Soekarno yang
membentuk konsep “Marhaenisme”. Adapun tiga pemikiran
dasar Soekarno terdiri dari analisa kelas, sosio-nasionalisme

9
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dan sosio-demokrasi. Ketiganya terjalin begitu erat dengan
penjelasan berikut ini:
Dalam analisa kelas, suatu revolusi harus memiliki agen
utama atau aktor penggerak revolusi bersangkutan. Jika di
Eropa, agen utama revolusi adalah kaum Proletar, maka di
Indonesia, agen utamanya adalah kaum Marhaen. Kaum yang
memiliki alat produksi namun tertindas dan dimiskinkan oleh
sistem Kapitalisme dan Imperialisme.
Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme yang berpihak
kepada seluruh rakyat. Sosio-nasionalisme menolak adanya
kapitalisme dan feodalisme yang berujung pada penolakan
terhadap segala bentuk eksploitasi dan penindasan. Adapun
tawaran dari sosio-nasionalisme terdiri dari dua hal yakni:
pertama, nasionalisme politik dimana kegiatan pemerintahan
dan kekuasaan politik Indonesia bebas dari arahan negara
lain. Kedua, nasionalisme ekonomi dimana ada kepemilikan
tunggal negara Indonesia terhadap seluruh kekayaan negara
Indonesia. Sosio-nasionalisme juga dapat diartikan sebagai
pintu masuk untuk mewujudkan tujuan negara yakni, rakyat
yang adil dan makmur tanpa terbelenggu dengan
nasionalisme sempit seperti, chauvinis.
Sosio-demokrasi merupakan “lawan” dari demokrasi
parlementer dimana dalam sosio-demokrasi, kaum Marhaen
tidak hanya menjadi pemegang kekuasaan politik tetapi juga
memeggang hak dalam mengakses alat-alat produksi melalui
mekanisme kepemilikan publik. Dalam konteks ini, penolakan
terhadap kapitalisme dan feodalisme menjadi lebih kentara.
Dalam tiga pemikiran dasar tersebut, kita bisa menyimpulkan
bahwa massa yang dimaksud oleh Soekarno adalah massa
“Marhaen” yang tertindas oleh sistem Kapitalisme dan
Feodalisme. Dengan kata lain, “Marhaen” adalah seluruh
rakyat Indonesia yang tertindas akibat sistem ini. Adapun
tujuan dari Marhaenisme adalah menciptakan keadilan dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat.

10
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat maka diperlukanlah suatu kebijakan yang dapat
dijadikan acuan dalam menjalankan roda pemerintahan.
Acuan ini selama masa pemerintahan Soekarno yakni di Era
Demokrasi Terpimpin, kita kenal sebagai NASAKOM.
NASAKOM adalah dasar sekaligus acuan bagi pemerintahan
Soekarno untuk menjalankan seluruh kebijakan politik baik
dalam maupun luar negeri. Konsep NASAKOM adalah
gabungan dari tiga paham dasar yang sudah mengakar dalam
iklim pemikiran Indonesia saat itu. Ketiga paham tersebut
adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunis. Dalam
NASAKOM terangkum kekhasan yang membedakan warna
komunis konsep tersebut dengan warna komunis dalam
konsep Marxisme-Leninisme. Jika dalam marxisme agama
merupakan candu masyarakat dimana agama ikut
melanggengkan penindasan dan kapitalisme, maka pada
NASAKOM justru agama dipakai untuk menggambarkan jati
diri setiap masyarakat Indonesia sekaligus jawaban atas
persoalan kebebasan manusia.

5. NASAKOM dan Kebijakan Luar Negeri Soekarno

Konsep NASAKOM pertama kali dituliskan oleh


Soekarno pada 1926 dalam Suluh Indonesia Muda. Bagi
Soekarno ketiga ideologi tersebut tidak perlu dipertentangkan
bahkan dapat saling menguatkan untuk merealisasikan cita-
cita kemerdekaan yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
Dalam Suluh Indonesia Muda, Soekarno menulis:

“Mempelajari, mencari hubungan antara ketiga sifat itu,


membuktikan, bahwa tiga haluan ini dalam suatu negeri
jajahan tiada guna berseteru satu sama lain,
membuktikan pula, bahwa gelombang ini bisa bekerja

11
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bersama-sama menjadi satu gelombang yang maha-
besar dan maha-kuat, satu ombak-taufan yang tidak
dapat ditahan terjangannya, itulah kewajiban yang kita
semua harus memikulnya”…
“Entah bagaimana tercapainya persatuan itu; entah pula
bagaimana rupanya persatuan itu; akan tetapi tetaplah,
bahwa kapal yang membawa kita ke Indonesia-merdeka
itu, iyalah kapalkapal persatuan adanya!”

Tulisan ini kemudian mendapat realisasinya selama Era


Demokrasi Terpimpin dan banyak mempengaruhi kebijakan
politik Soekarno termasuk di dalamnya, kebijakan politik luar
negeri. Pada masa itu, perlu diingat bahwa ada hubungan
yang erat antara presiden Soekarno dengan PKI dalam iklim
politik Indonesia. Hal ini memang menuai reaksi berbagai
pihak mengingat adanya usaha pemberontakan PKI di Madiun
1946 yang berhasil digagalkan. Mengapa Soekarno masih
menjalin kedekatan dengan PKI yang sudah jelas pernah
mengusahakan pemberontakan terhadap pemerintahan yang
sah? Barangkali, kepiawaian Soekarno dalam menjaga iklim
politik agar tetap kondusif bisa dijadikan alasan, di samping
konsep ideologi Marxisme yang memang mengakar dalam
pemikiran Soekarno.
Terlepas dari carut-marut perpolitikan Indonesia, serta
sikap Soekarno yang cenderung “melindungi” PKI di masa era
demokrasi terpimpin, konsep berbasis marxisme baik
Marhaenisme maupun NASAKOM jelas sangat berpengaruh
bagi jalannya roda pemerintahan era Soekarno. Dalam
menjalankan politik luar negeri, tentu bisa kita lihat arah
keberpihakan Soekarno. Meskipun Soekarno mengusung
kebijakan politik “bebas aktif” dan “non blok”, toh dalam
praktiknya Soekarno banyak mendekatkan diri dengan
negara-negara berasas Marxisme. Salah satu praktek politik
luar negeri yang dijalankan oleh Soekarno adalah dengan

12
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
membentuk Poros Jakarta-Peking yang sarat makna
keberpihakan Indonesia terhadap Blok Timur. Hal itu tentu
bukan kejutan besar mengingat ideologi yang diusung
Soekarno dalam Marhaenisme dan NASAKOM sangat kental
dengan posisinya sebagai anti-imperialisme dan anti-
kapitalisme, dimana kedua paham baik imperialisme maupun
kapitalisme berakar dari dunia Barat (Eropa).
Praktek politik luar negeri Soekarno yang dengan
terang-terangan membuka kerjasama Jakarta-Peking semakin
memperkokoh anggapan bahwa Indonesia sedikit banyak
sudah berada dibawah kekuasaan ideologi Komunis. Sebelum
membentuk kerjasama tersebut, Soekarno sempat mengambil
kebijakan luar negeri yang sangat berani saat itu yakni, keluar
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keluarnya Indonesia
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak terlepas dari
keputusan organisasi tersebut untuk mengangkat Malaysia
sebagai Dewan Keamanan PBB. Hal tersebut cukup
mengecewakan mengingat Indonesia sedang berkonfrontasi
dengan Malaysia. Keluarnya Indonesia dari PBB, memiliki
alasan-alasan yang cukup masuk akal antara lain: 1)
Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia yang
berada dalam perlindungan Inggris. Inggris sendiri adalah
salah satu negara kapitalis di Eropa. 2) Kebutuhan akan
bantuan bagi pembangunan Indonesia hanya mungkin jika
Indonesia mendekatkan diri pada Uni Soviet dan Cina.
Kita tidak bisa melupakan bahwa salah satu tujuan
pokok Komitern adalah pembebasan negara di Asia dari
penjajahan. Itu artinya, pihak Soviet dan negara komunis
lainnya, perlu melakukan apa saja termasuk memberikan
bantuan dalam rangka pembebasan dan pembangunan suatu
negara dalam rangka penyebaran ideologi Marxisme-
Komunisme. 3) Adanya pandangan bahwa penerimaan
bantuan dari Soviet atau negara komunis lainnya tidaklah lebih
berbahaya dibandingkan bantuan yang diberikan oleh negara

13
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kapitalis seperti Amerika dan Inggris. 4) Kebijakan PBB dinilai
berat sebelah dimana negara-negara kapitalis banyak
diuntungkan. Atas alasan itulah maka Soekarno keluar dari
PBB dan menjalin kerjasama dengan negara-negara blok
Timur, khususnya Cina dalam Poros Jakarta-Peking. Dengan
demikian, Poros Jakarta-Peking dapat pula kita sebut sebagai
bentuk diplomasi pemerintah Indonesia dalam
mempertahankan negara di tengah ancaman kapitalisme dan
imperialisme.

6. Kesimpulan

Tidak dapat dipungkiri bahwa Marxisme di Indonesia


lahir dan menyebar akibat pergerakan dari Partai Komunis
Indonesia (PKI). Meskipun demikian, Marxisme tidak dapat
begitu saja dihilangkan karena memuat isi yang sesuai
dengan kehidupan rakyat Indonesia di zaman awal
kemerdekaan. Konsep penindasan dalam Marxisme dipakai
dalam konteks Indonesia untuk menjelaskan bagaimana
masyarakat Indonesia adalah kaum tertindas dan kaum
penjajah sebagai yang menindas. Hal ini tentu membuat
Marxisme lebih bisa di terima oleh masyarakat Indonesia.
Kecocokan pemikiran antara Marxisme dengan kondisi
masyarakat Indonesia yang tertindas, berhasil ditangkap oleh
Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia dan lewat
pemikiran serta analisa yang matang, beliau berhasil
merumuskan Marxisme yang sesuai dengan kondisi rakyat
Indonesia: Marhaenisme. Berangkat dari keinginan untuk
kemerdekaan dan keadilan, Soekarno juga mengedepankan
paham NASAKOM sebagai acuan menjalankan
pemerintahannya. NASAKOM dan Marhaenisme
mendambakan tujuan yang sama yakni kemerdekaan dan
keadilan.

14
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Dua paham ini dalam prakteknya, ikut mempengaruhi
kebijakan Soekarno termasuk di dalamnya kebijakan luar
negeri Soekarno. Paham Marxisme serta nilai yang
terkandung di dalamnya, membawa Soekarno pada kebijakan
praktis yang lebih lekat dengan keberpihakan Soekarno pada
Blok Timur. Meskipun tidak terang-terangan, namun adanya
Poros Jakarta-Peking adalah salah satu bentuk diplomasi luar
negeri Soekarno untuk mempertahankan Indonesia dari
cengkaraman ancaman Kapitalisme dan Imperialisme di masa
itu.

Daftar Pustaka

As‟ad Djamhari, Saleh, dkk, “Komunisme di Indonesia Jilid 1”,


Pusjarah TNI, Jakarta: 2009

Magnis-Suseno, Franz, “Dalam Bayang-Bayang Lenin”,


Gramedia, Jakarta: 2003

Hasan Yunani, Indische Social Democratische Vereniging


(ISDV) merupakan Cikal Bakal Partai Komunis
Indonesia (PKI)dalam Jurnal Crikestra: Jurnal
Pendidikan &. Kajian Sejarah, Volume 3 Nomor 5,
Februari 2014

Cenne, Arfandi A, Pemikiran Politik Soekarno Tentang


Nasakom Rentang 1959-1966, Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
Makassar: 2016

15
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 2
Hasyim Djalal: Diplomasi dan
Kedaulatan Maritim Indonesia
Aji Widiatmaja

Abstract

Indonesia as a maritime country in the present context


cannot be released from a Hasyim Djalal. The mention of
Indonesia as a maritime country is a long journey that began in
1957 with the Djuanda Declaration. The long wait of the
Indonesian people to become a maritime country came into
being through the third convention of the United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS III). However, the
differences in opinion and conflict regarding inter-state sea
boundaries including Indonesia. As well as the lack of equality
of vision and commitment from neighboring countries in order
to resolve them so problems become protracted. Until now,
Hasyim Djalal is still very instrumental in diplomatic efforts to
fight for and safeguard Indonesia's maritime sovereignty. The
latest case regarding disputes in the South China Sea, Hasyim
Djalal led by sea law experts to confront China. Using
historical descriptive methods, this paper aims to explore the
role of Hasyim Djalal in understanding the journey of
Indonesian diplomacy and its struggle to maintain regional
stability and Indonesian maritime sovereignty.

16
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Keywords: Hasyim Djalal, UNCLOS 1982, Indonesian
diplomacy journey, South China Sea

1. Pendahuluan

Periode awal kemerdekaan bangsa Indonesia


merupakan saat dimana upaya pencarian jati diri bangsa
sedang berlangsung. Setelah merdeka pada tahun 1945, tidak
serta merta perjuangan Bangsa Indonesia berakhir. Periode
awal justru adalah saat dimana perjuangan mencapai titik
terberat. Seluruh rakyat harus bersatu dalam upaya untuk
menentukan nasib sendiri. Konsolidasi dari seluruh aspek
masyarakat mutlak diperlukan. Setelah konsolidasi di dalam
negeri sudah tertata, tantangan untuk menghadapi pergaulan
internasional menjadi suatu perjuangan selanjutnya. Syarat
berdirinya sebuah negara adalah adanya pemerintahan yang
sah, rakyat, dan wilayah. Indonesia sudah mempunyai
ketiganya, namun dalam aspek wilayah Indonesia masih harus
menempuh perjuangan panjang dalam mengupayakan
kedaulatan terutama kedaulatan wilayah laut bahkan hingga
saat ini. Dalam konteks dinamika wilayah perairan Indonesia,
tentu tidak akan lepas dari sosok Hasyim Djalal. Ia adalah
mantan diplomat senior Indonesia dan seorang yang ahli
dalam bidang hukum laut internasional. Sebagai seorang
diplomat, Hasyim Djalal juga memberikan sumbangsih yang
besar dalam perkembangan diplomasi di Indonesia. Hingga
saat ini, Hasyim Djalal masih aktif dalam berbagai forum
nasional dan internasional mengenai hukum laut. Di dalam
negeri, Ia masih menjadi rujukan bagi pemerintah dan para
pakar hukum laut Indonesia dalam menghadapi isu-isu
kelautan Indonesia.
Isu mengenai wilayah dan dinamikanya pada suatu
negara memang selalu menjadi perhatian karena sering

17
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
menimbulkan dilema. Di satu sisi, pelanggaran batas-batas
wilayah, terutama di Indoensia, sangat mengancam
kedaulatan bangsa. Namun disisi lain, pemerintah kesulitan
untuk melakukan penguatan wilayah perbatasan di tengah
arus globalisasi yang cenderung borderless. Weber (2015:2)
berpendapat bahwa globalisasi telah mengubah konsepsi
dalam kedaulatan suatu negara. Negara berkembang akan
cenderung untuk lebih fleksibel dalam pengaturan wilayah
perbatasan guna memudahkan dan menambah daya tarik
bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Akan tetapi,
peran negara dalam menjaga kedaulatan negara tetap harus
ditegakan dalm rangka mencegah ancaman baik dalam
bidang ekonomi, budaya, dan keamanan.1 Tantangan
globalisasi memang sangat beragam, untuk itu perlu adanya
kerjasama dan tata kelola pemerintahan yang baik terutama
dalam kebijakan luar negeri. Hal ini penting mengingat
globalisasi membuat hubungan antar-negara menjadi suatu
keniscayaan dan tidak dapat dihindari.

2. United Nation Convention on the Law of the Sea


(UNCLOS)

Pasca berakhirnya Perang Dunia II menandai


dimulainya babak baru dalam hubungan inetrnasional antar
negara di dunia. Negara-negara di dunia berlomba-lomba
untuk meningkatkan kemampuan dalam aspek ekonomi yang
ambruk akibat perang. Eksploitasi sumber daya dan arus
perdagangan internasional pun meningkat. Rowe (1999)
mengatakan bahwa pada periode awal abad ke-19 terjadi
revolusi pada bidang teknologi, komunikasi, dan transportasi
yang mendorong perdagangan di pasar internasional tumbuh

1
Leanne Weber, (2015), “Rethinking of Border Control In Globalizing
WorlD: A Preferred Future”, New York: Routledge, 2015, hal. 2.
18
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pesat. Ditambah lagi dengan adanya stabilitas politik yang
turut serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi Eropa.2
Eksploitasi sumber daya alam baik di darat dan laut
mengalami fase peningkatan sehingga menimbulkan
kesadaran atas pentingnya batas wilayah. Isu mengenai
perbatasan laut sering menjadi permasalahan karena
ketidakjelasan antar batas. Seiring berjalanya waktu, muncul
kesadaran masyarakat internasional untuk memperjelas
batas-batas laut dengan diadakanya United Nation Convention
on the Law of the Sea(UNCLOS).
Perjalanan UNCLOS tidak serta merta berjalan dengan
mulus. Sempat menemui kegagalan pada konvensi pertama
(1958) dan kedua (1960), kesepakatan mengenai
keseragaman standar tetang wilayah territorial laut baru bisa
terwujud pada konvensi ke tiga (1982). UNCLOS III
dipersiapkan oleh Komite bentukan PBB “UN Seabed
Committee” yang mulai bekerja pada tahun 1973. Konvensi ini
merupakan contoh nyata tentang kerjasama internasional
yang baik pada masa itu. UNCLOS III memberikan peraturan
dan kesepakatan yang jelas untuk wilayah laut internasional,
pengaturan wilayah laut yang bersebelahan, hak-hak navigasi,
hak eksploitasi dasar laut, dan ajudikasi perselisihan. Pada
ayat 3, UNCLOS menyepakati luas wilayah laut territorial
sepanjang 12 mil laut dari pulau terluar. Kemudian pada ayat
ke 5, UNCLOS menetapkan luas zona ekonomi eksklusif
(ZEE) sepanjang 200 mil laut dan luas landas kontinen
sepanjang 350 mil laut dari pulau terluar. Pada wilayah ini,
negara mempunyai hak untuk mengeksploitasi semua
kekayaan yang terkaundung di dalamnya (Nemeth:2014).3

2
David M. Rowe, “World Economic Expansion and National Security
in Pre–World War I Europe”. International Organization, 1999,
Spring99, Vol. 53 Issue 2, p195-231. 37p.
3
Nemeth, S. C., Mitchell, S. M., Nyman, E. A., & Hensel, P. R,
“Ruling the Sea: Managing Maritime Conflicts through UNCLOS and
19
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Tercapainya kesepakatan tentang teritori wilayah laut
melalui UNCLOS, pada kenyataanya, tidak serta-merta
mengurangi potensi konflik mengenai perbatasan laut.
Negara-negara yang mempunyai wilayah berbatasan
langsung kerap menemui kendala dan perselisihan dalam
klaim wilayah lautnya. Dalam Jurnalnya yang berjudul
International Law and the dispute over the Spratly Islands:
Whither UNCLOS?, Furtado mengungkapkan jika UNCLOS
hanya mengatur tentang kesepakatan batas wilayah laut antar
negara tanpa merumuskan bagaimana penyelesaian yang
jelas untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Hal ini
tercermin pada kasus yang terjadi pada Malaysia, Filipina, dan
China dalam isu Pulau Spratly (1999).4 Peran UNCLOS pada
kenyataanya masih belum bisa menyelesaikan sepenuhnya
konflik-konflik mengenai wilayah perbatasan laut. Tantangan
negara untuk memperjuangkan wilayah lautnya telah menemui
babak baru. Wilayah laut yang menyimpan kekayaan sumber
daya alam yang melimpah mendorong setiap negara untuk
memperjuangkanya dalam berbagai upaya termasuk
diplomasi dan kebijakan luar negeri.
Negara-negara di dunia, baik negara maju atau
berkembang, tengah berupaya untuk menyusun strategi dalam
rangka menyongsong UNCLOS dan berbagai tantanganya.
Negara berkembang, seperti banyak negara di Asia, sedang
menghadapi tekanan politik dalam isu batas wilayah teritori
laut dari negara maju. Negara besar seperti Amerika, Rusia,
dan China selalu berupaya memberikan tekanan demi
mencapai kepentinganya. Larson dan Roth dalam jurnalnya
menyatakan bahwa UNCLOS merupakan suatu perwujudan

Exclusive Economic Zones”, International Interactions, 2014, 40(5),


711-736. doi:10.1080/03050629.2014.897233.
Furtado, X, “International Law and the dispute over the Spratly
4

Islands: Whither UNCLOS?”, Contemporary Southeast Asia: A


Journal Of International & Strategic Affairs, 1999, 21(3), 386.
20
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kepentingan maritim negara maju seperti Amerika dan Rusia.
Hasil konvensi tersebut memberikan keuntungan berupa
kemudahan transit kapal melalui selat internasional, melewati
jalur laut kepulauan dalam suatu negara, dan kebebasan
navigasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut lepas.
Sementara itu, perhatian negara berkembang lebih berfokus
pada bagaimana menjaga sumber daya ekonomi di dalam
Zona Ekonomi Eksklusif termasuk dasar laut di dalamnya
(1989).5
Era globalisasi cenderung menuntut kesaling-
terhubungan antar wilayah dan bahkan antar-negara. Hal ini
perlu dilakukan demi tercapainya kepentingan nasional dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, suatu
negara tetap harus menjaga dan memperhatikan batas
wilayahnya agar tidak dilanggar oleh negara lain. Upaya ini
penting untuk dilakukan tidak hanya untuk membentengi
negara dari pencurian kekayaan alam, namun juga untuk
menjaga kedaulatan negara. Tantangan ini sedang dihadapi
banyak negara di Asia tidak terkecuali Indonesia. Indonesia
mempunyai tantangan berat dalam menjaga batas-batas
wilayah darat maupun laut. Sebagai negara kepulauan,
pekerjaan rumah yang berat untuk Indonesia adalah untuk
mengawasi batas wilayah darat dan lautnya demi menjaga
stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan. Fakta menunjukan
bahwa negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura,
dan Filipina sering kali melanggar batas wilayah Indonesia
dengan berbagai alasan.

David L Larson. and Michael W Roth, “The law of the sea and
5

maritime strategy”, International Studies


Association, 1989, 29 March-2 April, 03-597X89/030193-25
21
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
3. Hasyim Djalal dan United Nations Convention on
the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982).
Berbicara mengenai Indonesia sebagai negara maritim tentu
tidak bisa lepas dari seorang Hasyim Djalal. Profesor kelahiran
Bukit Tinggi 25 Februari 1934 ini memberikan sumbangsih
besar terhadap perjalanan diplomasi dan perjuangan
kemaritiman Indonesia. Setelah lulus dari sekolah dinas luar
negeri (SEKDILU) pada tahun 1956, Ia melanjutkan kuliah dan
mendapat gelar master dan doktor di University of Virginia
pada tahun 1959 dan 1971. Hasyim Djalal juga merupakan
lulusan Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS) pada
tahun 1971. Untuk karir diplomatnya, Ia pernah menjabat
sebagai Direktur Perjanjian dan Urusan Hukum Departemen
Luar Negeri Indonesia (1976-1979) dan Direktur Jenderal
Perencanaan Kebijakan (1985-1990). Dia pernah bertugas di
Kedutaan Besar Indonesia di Beograd, Guinea (Afrika),
Singapura, Washington DC, Duta Besar / Wakil Perwakilan
Tetap RI untuk PBB di Indonesia New York (1981-1983), Duta
Besar untuk Kanada (1983-1985), Jerman (1990-1993) dan
Duta Besar untuk Hukum Laut dan Kemaritiman (1994-2000).
Selain itu. Hasyim Djalal berpartisipasi sepenuhnya dalam
Konferensi Hukum Laut Ketiga (1973-1982) UNCLOS III dan
turut mengamati pelaksanaannya. Samapai Saat ini, Ia masih
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan maritim nasional,
regional dan internasional. Saat ini, Ia menjabat sebagai
anggota Dewan Maritim Indonesia, Penasihat Senior
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Penasihat Kepala Staff
Angkatan Laut, dan menjadi dosen di beberapa perguruan
tinggi.6
Sebagai orang yang terlibat langsung dalam UNCLOS
III, Hasyim Djalal tentu sangat memahami keadaan dan

Hasyim Djalal, “Preventive Diplomacy in Southeast Asia: lesson


6

Learned”, Jakarta: The Habibie Centre. 2003. Hal 294.


22
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kondisi pada saat itu. Ia sangat sadar betapa pentingnya untuk
memperjuangkan Indonesia sebagai negara maritim.
Sebenarnya, usaha untuk menjadikan Indonesia menjadi
negara maritim sudah dimulai pada tahun 1957 dengan
Deklarasi Djuanda yang diinisiasi oleh Perdana Menteri
Indonesia waktu itu, Djuanda Kartawidjaja. Namun,
perjuangan itu baru dapat terwujud di tahun 1982 dengan
disepakatinya UNCLOS III. Hasyim Djalal berpendapat bahwa
hukum laut internasional menyangkut berbagai aspek seperti
wilayah udara, sumberdaya, lingkungan, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan pengelolaan konflik. Salah satu konsep dasar
Indonesia dalam hukum laut internasional adalah untuk
memenuhi aspirasi nasional untuk persatuan, stabilitas politik,
perkembangan ekonomi, keadilan sosial, dan keamanan
seluruh rakyat Indonesia. Jika konsepsi tersebut diproyeksikan
kedalam UNCLOS, maka kesalingterhubungan antar wilayah
di Indonesia harus terjalin. Ia menmbahkan bahwa kedaulatan
teritorial berarti sebuah hak eksklusif untuk mengatur aspek-
aspek tersebut.7
Hasil UNCLOS III memberikan keuntungan yang besar
untuk Indonesia dan sekaligus memberikan tantangan berat
untuk mengelolanya. Hasyim Djalal, sebagai orang yang
terlibat langsung dalam memperjuangkan kepentingan
Indonesia pada konvensi tersebut, mengerti betul tantangan
yang dihadapi Indonesia. Seperti yang Ia kemukakan dalam
jurnalnya (Djalal:1987) jika UNCLOS telah melegitimasi
Indonesia sebagai negara kepulauan. Kemudian Ia
menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia
cukup beragam yang meliputi: Negara kepulauan harus
menjalin kerjasama dan konsensus terkait isu “illegal fishing

Djalal, Hasyim, “Indonesia and the Law of the Sea Issues: The
7

Interest of the American Business Community”, Speech before the


American-Indonesian Chamber of Commerce in New York City, on
November 26, 1980.
23
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
right”, yang kegiatanya sudah berlangsung sebelum
disepakatinya UNCLOS, dengan negara tetangga. Dalam
kaitanya dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Indonesia
harus memberikan akses kepada “land-locked states” untuk
bisa mengakses sumberdaya yang ada didalamnya. Tentu hal
ini harus terjalin dengan kerjasama yang baik demi
kepentingan bersama. Indonesia harus berkontribusi aktif
dalam pembuatan kebijakan internasional mengenai isu-isu
kelautan internasional sebagai imbal hasil dari eksploitasi
sumberdaya yang ada di landas kontinen sejauh 350 mil laut
dari pulau terluar.8
Tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara
kepulauan sangat beragam. Pemerintah mempunyai tugas
ganda yaitu untuk mengintegrasi wilayah yang terpisah oleh
laut dan menjaga setiap batas wilayah baik di darat maupun di
laut. Sciascia (2013) menyatakan bahwa pada awal tahun
2000-an wilayah laut di Asia Tenggara merupakan wilayah
yang paling banyak terdapat bajak laut terutama di Selat
Malaka. Meskipun bajak laut sudah banyak berkurang
belakangan ini, masih terdapat banyak masalah yang terjadi
seperti illegal fishing dan penyelundupan yang tentu saja
mengganggu keamanan regional. Negara-negara Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, sedang berusaha memerangi
ancaman tersebut dengan meningkatkan keamanan di wilayah
laut dan pelabuhan. Upaya lain seperti kerjasama bilateral dan
multilateral antar-negara ASEAN juga dijalin guna
meningkatkan kemanan maritim.9 Dengan fakta diatas, sudah

Hasyim Djalal, “The Law of the Sea Convention and Indonesian


8

Response, June 1987.


Alban Sciascia, “Monitoring the Border: Indonesian Port Security
9

and the Role of Private Actors”, Contemporary Southeast Asia: A


Journal of International & Strategic Affairs, 2013, 35(2), 163-187.
doi:10.1355/cs35-2b
24
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sepantasnya Indonesia waspada dan selalu berusaha untuk
menjaga kedaulatan wilayahnya.
Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis
yang terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan
dua benua (Asia dan Australia). Hal ini menyebabkan
Indonesia juga berada dekat dengan lokasi-lokasi startegis
lainya seperti Selat Malaka dan Selat Singapura yang tentu
saja menambah potensi ancaman pelanggaran teritori laut
semakin besar.Secara maritim, Indonesia dibagi menjadi tiga
Alur Laut Kepualauan Indonesia (ALKI).Wahyono (dalam
Rustam, 2016:3) menjelaskan bahwa ALKI adalah suatu
wilayah terbuka yang membagi Indonesia dalam tiga jalur laut
internasional strategis. ALKI merupakan perjanjian yang
muncul setelah United Nations Convention on the Law of the
Sea (UNCLOS) tahun 1982 yang diratifikasi dengan UU No.
17 Tahun 1985 dan dinyatakan sebagai hukum positif
internasional berlaku sejak 16 November 1994. Diakuinya
ALKI sekaligus membuat Indonesia diakui sebagai negara
kepulauan oleh dunia internasional.10
Dengan keberadaan ALKI, Indonesia harus siap dan
mempunyai sikap yang tegas dalam menjaga kedaulatan
wilayah lautnya. Hal ini dikarenakan akan banyak kapal-kapal
asing yang akan melintas di wilayah Indonesia dan untuk itu
diperlukan pengawasan yang ketat. Purnomo Yusgiantoro,
mantan Menteri Pertahanan Indonesia, menyatakan jika
Indonesia harus waspada dengan kepentingan strategis yang
terletak di Samudra Hindia, Laut China Selatan, Selat Malaka,
dan Selat Singapura. Negara-negara yang mempunyai
kepentingan pada tempat-tempat strategis tersebut tentu
harus menghormati kedaulatan negara yang ada di wilayah

Ismah Rustam, “Tantangan ALKI dalam Mewujudkan Cita‐cita


10

Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”, Indonesian Perspective,


2016 (Januari‐Juni): hlm 1‐21.
25
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tersebut sesuai yang disepakati pada UNCLOS 1982. Dengan
menggunakan dasar konvensi tersebut, sudah seharusnya
negara-negara yang berkepentingan menjalin suatu kerjasama
positif guna mengelola konflik dan upaya pencapaian
kepentingan national (2013).11

4. Perjalanan Diplomasi Indonesia

Setelah berhasil merebut kemerdekanya pada tanggal


17 Agustus 1945, perjuangan Indonesia terfokus untuk
membuktikan diri dan mendapat pengakuan dari dunia
internasional. Bahkan setelah kemerdekaan rakyat Indonesia
masih harus menghadapi pertempuran dengan pasukan
Sekutu dan Belanda dalam Agresi Militer I dan II pada tahun
1947-1948. Peperangan tersebut baru benar-benar berhenti
setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan di Den
Haag, Belanda pada tahun 1949. Paska KMB perjalanan
Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat baru benar-benar
dimulai. Berakhirnya perang Dunia ke II menandai
bergesernya skema geopolitik global. Picciotto berpendapat
bahwa saat ini negara sedang dihadapkan dengan
pembangunan keamanan untuk mencegah konflik horizontal,
pembangunan nasional, dan perlindungan terhadap
kemanusiaan baik pada tingkat individu maupun kelompok.
Perubahan paradigma ini merubah tatanan hubungan
internasional dan menandai adanya konvergensi antara
keamanan dan kebijakan pengambilan keputusan.
Sir Lawrance Freedsman, dalam Picciotto,
menambahkan bahwa berdasarkan hipotesis di atas, maka
secara menyeluruh ada tiga variabel persamaan dalam
keamanan yang dapat teridentifikasi. Ketiga variabel tersebut

P. Yusgiantoro, “Maritime Safety and Freedom in South-East


11

Asia”, Military Technology, 2013, 37(3), 8-9.


26
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
meliputi; (1) Stabilitas dan tatanan sosial, (2) keamanan
nasional, (3) keadilan dan persamaan. Ia menambahkan
bahwa perhatian publik Amerika Serikat saat ini lebih berfokus
terhadap keamanan nasional. Sementara itu, Eropa masih
berfokus terhadap tatanan internasional dan stabilitas dalam
menjalankan hubungan internasionalnya. Terdapat kesamaan
antara Amerika Serikat dan Eropa terhadap pandangan
tentang variabel ketiga yaitu tentang keadilan dan persamaan.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesadaran tentang
pentingnya kemanusiaan dan hak asasi manusia di
masyarakat global (2016:8).12 Menyadari perubahan tatanan
global diatas, Indonesia harus siap dengan segala arus
perubahan serta memantapkan kebijakan luar negeri dan
upaya diplomasinya.
Selain membentuk struktur negara dan pemerintahan
di awal kemerdekaanya, Indonesia juga bersiap untuk
menghadapi pergaulan internasional dengan kebijakan luar
negeri dan diplomasi. Salah satu upaya diplomasi Indonesia
pada periode awal kemerdekaan selain masalah Irian Barat
pada tahun 1950 adalah Deklarasi Djuanda, yang dirumuskan
oleh Mochtar Kusumaatmadja pada tahun 1957. Deklarasi
Djuanda membawa misi untuk menjadikan Indonesia sebagai
negara kepulauan. Upaya diplomasi pemerintah Indonesia
gencar dilakukan mengingat, pada saat itu, banyak negara
yang tidak setuju. Deklarasi ini, menurut Tabloid Diplomasi
edisi September 2016 merumuskan:
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa seluruh wilayah
perairan yang ada di sekeliling dan diantara pulau-pulau
Indonesia sebagai perairan nasional, termasuk segala
kekayaan yang ada di laut, dasar laut dan tanah dibawahnya.
Peristiwa yang dikenal sebagai „Deklarasi Juanda‟ ini

Robert Picciotto, and Rachel Weaving, “Security and Development:


12

Investing in Peace and Prosperity”. New York. Routledge, 2016, hal


8
27
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
merupakan tonggak sejarah Indonesia sekaligus kontribusi
penting Indonesia bagi perkembangan Hukum Laut
Internasional. Konsep Deklarasi Djuanda ini dibuat oleh
Mochtar Kusumaatmadja yang kemudian menjabat sebagai
Menlu pada 1978.13
Ketidaksetujuan akan Deklarasi Djuanda oleh dunia
internasional dikarenakan berkurangnya kebebasan di laut
dalam pelayaran dan eksploitasi sumber daya alam yang ada
di laut. Usaha diplomasi Indonesia sempat memperoleh angin
segar dengan diadakanya United Nations Convention on the
Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1958. Akan tetapi,
banyak negara-negara di dunia menolak dengan alasan
tersebut diatas. Nemeth berpendapat bahwa negara-negara
tersebut menolak karena dengan disepakatinya UNCLOS,
maka disepakati pula sistem privatisasi dan institusionalisasi di
laut (2014). Deangan privatisasi dan institusionalisasi di laut,
maka akan mengurangi kebebasan negara-negara besar
dalam menggunakan dan mengekploitasi laut.14 Fakta
tersebut tentu menjadi tantangan berat untuk Indonesia yang
saat itu, sebagai negara baru, harus berhadapan dengan
negara-negara besar. Namun, dengan disepakatinya
UNCLOS 1982, yang mulai berlaku tanggal 16 November
1994, setelah Guyana menjadi negara ke-60 yang meratifikasi,
Indonesia menjadi negara yang berdaulat secara maritim.
Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras Indonesia dalam

Kementerian Luar Negeri RI, “Tabloid Diplomasi Indonesia”,


13

Diakses tanggal 26 September dari website Kementerian Luar


Negeri RI,
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2016/03/22/mengukir-
perjalanan-diplomasi/
14
Nemeth, S. C., Mitchell, S. M., Nyman, E. A., & Hensel, P. R,
“Ruling the Sea: Managing Maritime Conflicts through UNCLOS and
Exclusive Economic Zones”, International Interactions, 2014, 40(5),
711-736. doi:10.1080/03050629.2014.897233.
28
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mengupayakan diplomasi dengan negara lain untuk turut
meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut.
Dalam rangka menghadapi tantangan global yang
semakin beragam, Indonesia menyadari bahwa akan sangat
sulit untuk berjuang sendiri ditengah arus globalisasi. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh Robert dalam bukunya ASEAN
Regionalism: Cooperation, Values, and, Institutionalization
(2014:8), bahwa dalam konteks globalisasi teknologi dapat
mengancam keamanan dan kedaulatan suatu negara yang
mudah untuk disusupi. Globalisasi juga berpengaruh terhadap
pertambahan ancaman tradisional maupun non-tradisional
seperti berkembangnya bisnis, perkembangan teknologi dan
informasi, kurangnya penanganan masalah perbatasan yang
menyebabkan mudah masuknya imigran dan penyelundupan,
serta perubahan ekonomi dan politik. Akan tetapi, ancaman
tersebut juga banyak dialami negara-negara lain sehingga
memungkinkan untuk dilaksanakannya kerjasama antar-
negara untuk menangani masalah tersebut.15
Tantangan globalisasi sangat beragam dan tentu saja
akan menyulitkan negara-negara di Asia yang notabene
merupakan negara berkembang. Untuk mengatasi hal
tersebut, hubungan bilateral dan multilateral gencar dilakukan
oleh negara-negara berkembang guna bekerja sama dalam
menghadapi tantangan global. Salah satu langkah nyata
Indonesia dan negara berkembang lainya adalah membentuk
regional grouping yang bernama ASEAN dengan lima negara
pemrakarsa yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand,
dan Filipina pada tahun 18 Agustus 1967. Kemudian
keanggotaan bertambah setelah masuknya Brunei Darusallam
(1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), dan
terakhir Kamboja (1999). Hingga saat ini ASEAN telah

Roberts, Christopher B, “ASEAN Regionalism: Cooperation,


15

Values, and, Institutionalization”. New York. Routledge. 2012, hal 8


29
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berumur 50 tahun dengan beranggotakan 10 negara Asia
Tenggara.
ASEAN dibentuk bukan tanpa tujuan, tetapi untuk
menunjukan semangat kebersamaan dan kerjasama antar-
negara Asia Tenggara demi mencapai keberhasilan
diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, dan bidang lainya. Serta, menjaga perdamaian
dan keamanan kawasan dengan menghormati hukum dan
aturan sesuai prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). ASEAN merupakan organisasi regional yang terbuka
bagi semua negara anggota untuk berpartisipasi dalam
mencapai tujuan tersebut. Organisasi ini mencerminkan
semangat negara-negara di Asia Tenggara dalam mengikat
persaudaraan dan kerjasama melalui usaha dan pengorbanan
bersama demi terciptanya keamanan rakyat beserta
keturunanya, kemerdekaan, dan kemakmuran.16 Forum
kerjasama regional ini merupakan suatu keberhasilan
diplomasi Indonesia untuk bersama-sama membangun
kekuatan di sesama negara Asia Tenggara guna menghadapi
tekanan globalisasi yang deras.
Beeson (2009) dalam jurnalnya berpendapat jika
ASEAN merupakan suatu organisasi yang luar biasa dalam
berbagai hal dan terbukti dapat bertahan lama hingga berusia
50 tahun sampai sekarang. Sangat sulit untuk menemukan
suatu regional grouping yang kuat seperti ASEAN, dan Ia
disejajarkan seperti Organization of Petrolum Countries
(OPEC) yang juga sama kuat dan bertahan lama. Dalam
perjalananya, ASEAN tentu kerap menghadapi tantangan

Jamil Maidan Flores dan Jun Abad, “History: The Founding of


16

ASEAN”, Association of Southeast Asian Nations in commemoration


of its 30th Anniversary on 8 August 1997,
http://asean.org/asean/about-asean/history/, Diakses tanggal 29
September 2017.
30
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
global yang kuat. Walaupun ASEAN masih menjadi suatu
organisasi regional yang baik, masih terdapat beberapa
masalah terkait dengan tuntutan dan kepentingan internal.17
Dengan menjaga semangat kebersamaan dan membangun
kerjasama yang baik, seperti tujuan awal didirikannya ASEAN,
tentu akan menjadi modal utama dalam menghadapi
tantangan global.
Tren hubungan internasional dewasa ini cenderung
berfokus untuk saling menjaga stabilitas dan membangun iklim
yang baik untuk pertumbuhan ekonomi. Hal ini serupa dengan
apa yang dinyatakan oleh Ki-Hyun dalam jurnalnya (2017) jika
dalam beberapa dekade terkhir banyak inisiatif dan ide yang
dilakukan demi mengembangkan institusi multilateral untuk
membangun perdamaian dan kemakmuran di Asia Timur.
ASEAN menjadi salah satu institusi multilateral yang dapat
bertahan dan tangguh dalam upaya mencapai tujuan. Namun,
berbagai masalah dan perbedaan pendapat saat ini sedikit
meningkatkan tensi dinatara negara anggota.18 Tidak jarang
Indonesia memiliki masalah terkait dengan isu perbatasan dan
kejahatan transnasional dengan negara tetangga. Kasus yang
terbaru dalam lingkup ASEAN adalah tentang kekerasan
militer di Myanmar, ISIS di Filipina, dan isu perbatasan laut di
Laut china Selatan yang begitu rumit. Berbagai masalah ini
menjadi ujian bagi ASEAN untuk terus bertahan ditengah
tekanan globalisasi yang begitu kuat.

M Beeson, “ASEAN's ways: still fit for purpose?”, Cambridge


17

Review of International Affairs, 2009, 22(3), 333-343.


doi:10.1080/09557570903137776
Ki-Hyun Bae, “ASEAN as a Community of Managerial Practices”.
18

Global Governance 23, 2017, Hal 245–263


31
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
5. Indonesia dan Sengketa Laut China Selatan

Kebangkitan China sebagai raksasa baru ekonomi


dunia telah membawa dampak yang luar biasa dalam
perkembangan geopolitik Asia. Wilayah Asia di negara-negra
pasifik menjadi medan magnet baru kekuatan ekonomi dunia
yang dipimpin oleh China. Peter Cai dalam jurnalnya yang
berjudul Understanding China‟s Belt and Road Initiative,
menyatakan jika pada akhir tahun 2013 Presiden China, Xi
Jinping, telah mengumumkan sebuah kebijakan luar negeri
dan inisiatif ekonomi yang ambisius. Xi berkeinginan untuk
membangun Jalur Sutra Ekonomi dan Jalur Sutra Maritim
abad ke-21 yang diberi nama One Belt One Road (OBOR),
namun kemudian lebih dikenal sebagai Belt and Road
Initiative. OBOR merupakan suatu kebijakan luar negeri di
bidang ekonomi yang terbesar sepanjang sejarah.19 Hal inilah
kemudian yang menjadi salah satu penyebab bergesernya
kekuatan ekonomi dunia ke Asia dengan China sebagai
pemimpinnya.
Fenomena pergeseran geopolitik ke wilayah Asia
Pasifik bukan tanpa konsekuensi. Selain rawan menimbulkan
konflik, pergeseran ini juga akan menyeret kekuatan-kekuatan
besar dunia untuk berlomba-lomba menancapkan
pengaruhnya di wilayah tersebut. Kim (2015) menyatakan
bahwa dalam beberapa tahun terakhir potensi kekuatan besar
China dapat menyebabkan ancaman terhadap regional Asia
dan juga keamanan global. Ia menambahkan jika fenomena ini
terus berlanjut maka dapat menyebabkan kemunculan
kekuatan yang besar, yang pada akhirnya, dapat menyaingi
pengaruh Amerika Serikat di wilayah Asia Pasifik. Dari sekian
banyak isu-isu keamanan teritorial dan maritim di wilayah Asia

Peter Cai, “Understanding China‟s Belt and Road Initiative”, The


19

Lowy Institute for International Policy, 2017.


32
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Timur, sengketa Laut China Selatan merupakan sengketa
yang dapat menjadi pemicu penguatan dan modernisasi
kekuatan militer China dalam rangka menyaingi hegemoni
Amerika Serikat disana. Selain itu, sengketa Laut China
Selatan juga meninggalkan residu konflik dengan negara-
negera tetangga yang tergabung dalam ASEAN.20
Sengeketa Laut China Selatan merupakan isu yang
sangat berpengaruh karena melibatkan banyak kepentingan
dari banyak negera. Isu ini sebenarnya sudah berlangsung
sejak lama. Storey (2011) dalam jurnalnya menyatakan jika
konflik di Laut China Selatan sudah berlangsung sejak tahun
2007 yang diakibatkan oleh, pada waktu itu, sedang naiknya
semangat nasionalisme Vietnam dan China; tumbuhnya
kompetisi di bidang sumber daya maritime seperti perikanan,
minyak, dan gas; dan berbagai claim untuk menguatkan
kedaulatan masing-masing negara.21 Jika kita melihat jauh
lebih dalam, konflik di Laut China Selatan merupakan konflik
yang juga dilatarbelakangi oleh perebutan potensi sumber
daya alam yang terkandung di dalam laut yang memiliki luas
hampir 3 juta kilometer persegi itu.
Tercatat Laut China Selatan Laut merupakan jalur lalu
lintas perdagangan internasional yang memiliki nilai
keuntungan tak kurang dari 5,3triliun dolar AS per tahunnya.
Ditambah lagi, pada tahun 2035, hampir 90% jalur lalu lintas
pengangkutan minyak bumi dari Timur Tengah menuju Asia
akan melewati Laut China Selatan. Menurut data dari Badan
Informasi Energi AS, kawasan Laut China Selatan menyimpan
cadangan minyak bumi sebesar 11 milyar barel dan gas alam
hingga mencapai 190 triliun kaki kubik. Dengan potensi
sumber daya yang sangat besar seperti itu, maka konflik dan

Jihyun Kim, “Territorial Disputes in the South China Sea”. Strategic


20

Studies Quarterly, 2015, 9(2), 107-141.


Ian Storey, “THE SOUTH CHINA SEA DISPUTE: ALL HANDS ON
21

DECK?” . Regional Outlook, 2011, 14-17.


33
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sengketa di Laut China Selatan merupakan sebuah
keniscayaan. Setiap negara yang berkepentingan disana
sedang “bertarung” untuk memperebutkan wilayah tersebut.22
Saat ini ASEAN sedang menghadapi ujian yang siap menguji
soliditas anggotanya. Isu mengenai Laut China Selatan yang
melibatkan Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan
Kamboja tentu saja menjadi persoalan serius. Hal ini
disebabkan karena masing-masing negara ASEAN tersebut
mempunyai misi tersendiri dalam memperjuangkan
kepentingan nasionalnya.
Selain mempunyai keuntungan, Regional Grouping
seperti ASEAN juga mempunyai sisi negatif. Hal ini berangkat
dari salah satu faktor mendasar yakni, negara-negara anggota
tersebut bekerjasama untuk mencapai keinginan masing-
masing. Serta, pengambilan keputusan dalam hubungan
multilateral semacam ini cenderung berlangsung lama dan
melelahkan. Dalam kasus Laut China Selatan, negara
Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam merupakan negara
Claimant State yang merujuk kepada klaim atas pulau atau
karang di Laut China Selatan. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno
Marsudi. Ia mengatakan bahwa Indonesia, dalam kasus Laut
China Selatan, bukan merupakan negara Claimant State.
Indonesia hanya berkepentingan karena wilayah laut Zona
Ekonomi Eksklusifnya (ZEE) milik Indonesia di klaim oleh
China.23

Kompas.com, “Laut China Selatan, Perairan Menggiurkan Sumber


22

Sengketa 6 Negara”, 13 Juni 2016,


http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/17401251/laut.chin
a.selatan.perairan.menggiurkan.sumber.sengketa.6.negara
Irfan Murpratomo, “Indonesia Bukanlah Negara „Claimant State‟ di
23

Laut China Selatan”, Juni 21, 2016, http://kedaipena.com/indonesia-


bukanlah-negara-claimant-state-di-laut-china-selatan/

34
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Dalam menghadapi sengketa Laut China Selatan,
pemerintah Indonesia dengan sigap mengubah nama Laut
China Selatan menjadi Laut Natuna Utara untuk melegitimasi
kedaulatannya. Tentu saja hal ini mengundang protes dari
China, namun pemerintah Indonesia tidak menggubris protes
tersebut karena pemerintah Indonesia bertindak sesuai
wewenangnya yang tertuang dalam hukum internasional.
Pengamat hukum internasional dari Universitas Hofstra,
Amerika Serikat (AS), Julian Ku mengatakan bahwa Indonesia
dan China terlibat dalam sengketa wilayah Natuna yang
sebagian kecil dari kawasan tersebut masuk dalam nine dash
line China.Nine dash line adalah sembilan titik imaginer yang
menjadi dasar bagi China, dengan dasar historis, untuk
mengklaim wilayah Laut China Selatan.Ia menambahkan jika,
sebenarnya,klaim (nine dash line) China tidak punya
legitimasi. Persoalan antara Indonesia dengan China
merupakan perselisihan yang terkait dengan klaim China soal
haknya menangkap ikan. Sementara di sana (Natuna), sesuai
dengan hukum internasional, adalah daerah hak Indonesia
untuk menangkap ikan. Dia juga menyebut bahwa apa yang
dilakukan China yang memberikan legitimasi kepada para
nelayannya untuk mencari ikan dengan dasar sembilan garis
imaginer tersebut adalah tidak berdasar dan merupakan
tindakan yang semena-mena.24
Dalam isu Laut China Selatan, nine-dashed line yang
digagas China mulai menjadi persoalan serius bagi Indonesia
pada tahun 2016. Peristiwa itu ditandai dengan insiden antara
Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI yang menabrak Kapal Kway Fey yang

Victor Maulana, “Nine Dash Line China di LCS Tak Punya Dasar
24

Hukum”, 7 September 2016,


https://international.sindonews.com/read/1137570/40/nine-dash-line-
china-di-lcs-tak-punya-dasar-hukum-1473259660

35
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berbendera China yang diduga mencuri ikan di wilayah
indonesia. Ini merupakan konflik terbuka pertama antara
Indonesia-China yang terjadi di perairan Natuna. Menanggapi
hal tersebut, pemerintah Indonesia melayangkan nota protes
ke China, yang menuduh China telah melanggar kedaulatan
dan yurisdiksi Indonesia, serta melanggar langkah-langkah
penegakan hukum oleh aparat Indonesia di wilayah ZEE-nya.
Akan tetapi, China memberi penjelasan bahwa dalam zona
nine-dashed line, nelayan-nelayannya menangkap di daerah
traditional fishing ground miliknya.
Dalam berita yang dimuat di CNNIndonesia.com edisi
Kamis 23 Juni 2016, Direktorat Jenderal Hukum dan
Perjanjian Internasional Kemlu RI, Damos Dumoli Agusman,
menyatakan bahwa Indonesia bergeming dan tetap
melakukan razia terhadap kapal-kapal asing yang menangkap
ikan di Natuna. Ia berargumen bahwa “Begitu dirazia, dia
(China) protes, dan mulailah muncul istilah „This is our
traditional fishing ground‟. Indonesia jelas protes,” kata
Damos.“Apa itu traditional fishing ground? Tidak ada dalam
UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea),
Indonesia menolak itu. We don‟t recognize traditional fishing
ground,” tegas Damos.25 Melihat fenomena diatas, penerapan
hukum internasional, dalam hal ini UNCLOS, masih terjadi
tumpang tindih yang sering kali dilanggar oleh negara lain.
Disinlah kemudian, peran diplomasi Indonesia harus tegas
dan berani dalam memperjuangkan kedaulatan wilayahnya.
Sekali lagi tantangan di Laut China Selatan, atau sekarang
Laut Natuna Utara, menjadi medan juang kekuatan diplomasi
Indonesia.

Raja Eben Lumbanrau, Anggi Kusumadewi, “Nine-Dashed Line


25

China ke Natuna Bak Muncul dari Langit”, 23 Juni 2016.


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-
140352/nine-dashed-line-china-ke-natuna-bak-muncul-dari-langit/
36
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Pemerintah Indonesia menerapkan satu langkah
strategis untuk melegitimasi kedaulatan wilayahnya di Laut
Natuna Utara, yaitu dengan mengeluarkan peta baru pada
pada tanggal 14 Juli 2017. Terdapat 5 macam perbedaan
yang terdapat dalam peta baru dengan peta lama. Perbedaan
tersebut meliputi: 1) Perubahan batas dengan Palau, 2)
Perubahan batas antara Indonesia dengan Filipina di Laut
Sulawesi, 3) Perubahan Nama Laut di Natuna, 4) Perubahan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Selat Malaka,
5)Perubahan batas laut teritorial di perbatasan Selat Riau.
Keluarnya peta baru tersebut merupakan langkah yang sangat
tepat ditengah upaya saling claim yang dilakukan oleh China
dan Indonesia. Dengan berdasarkan hukum internasional
ynag tertuang dalam UNCLOS, Indonesia mempunyai dasar
yang kuat untuk melakukan langkah tersebut.

(Peta RI 2017. Sumber: Badan Informasi Geospasial)

37
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
6. Kesimpulan
Kebijakan-kebijakan maritim yang diambil oleh
pemerintah Indonesia tidak terlepas dari sosok seorang
Hasyim Djalal. Sampai saat ini, Hasyim Djalal masih dipercaya
dan menjadi pencerah ditengah ketidakpastian dan polemik
yang terjadi di Laut China Selatan (Laut Natuna Utara). Pada
tahun 2016 lalu, saat Luhut Binsar Pandjaitan masih menjabat
sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan
(Menkopolhukam), Ia menunjuk Hasyim Djalal untuk
membentuk tim pakar terkait dengan sengketa di Laut China
Selatan. Tim pakar tersebut kemudian akan melakukan
pertemuan dan koordinasi dengan para pakar-pakar luar
negeri untuk mendalami hal-hal terkait aspek hukum
internasional. Penunjukan Hasyim Djalal sebagai ketua tim
pakar untuk menghadapi China dalam sengketa tersebut
diharapkan mampu menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan
permusuhan dengan China. Dengan pengalaman diplomasi
yang baik, ditambah dengan penguasaan tentang hukum laut
internasional, maka penunjukan Hasyim Djalal sebagai ketua
tim merupakan langkah yang sangat tepat.
Perkembangan kontelasi politik global telah
menyebabkan pergeseran geopolitik dari Timur Tengah ke
wilayah Asia Pasifik. Pergeseran ini tentu menyebabkan
meningkatnya dinamika hubungan internasional antar negara-
negara di wilayah tersebut yang melibatkan negara super
power seperti Amerika dan China. Amerika memainkan politik
smart power, untuk menghindari konflik terbuka dengan China,
yang dimaksud untuk mendorong negara-negara claimant
state dan Indonesia untuk lebih tegas bersikap dengan China
terkait polemik Laut China Selatan. Hal ini dilakukan oleh
Amerika Serikat untuk menjaga hegemoninya di kawasan Asia
Pasifik. Disisi lain, pemerintah Indoenesia lebih memilih
pendekatan diplomasi dalam menyelesaikan sengketa di laut
China Selatan. Hal ini penting dilakukan untuk mendinamisasi

38
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kondisi geopolitik di wilayah Asia Pasifik. Indonesia sadar jika
China merupakan pemain penting dalam percaturan
geoekonomi di wilayah tersebut sehingga apapun keputusan
yang dibuat Chinaakan memperngaruhi stabilitas ekonomi
kawasan. Dengan menimbang segala aspek seperti
kedaulatan negara, stabilitas keamanan, stabilitas ekonomi,
dan menjaga hubungan bilateral, Pemerintah Indonesia telah
memperkuat diplomasinya untuk mempertahankan
kepentingan nasionalnya di Laut China Selatan (Laut Natuna
Utara). Penunjukan Hasyim Djalal sebagai ketua tim pakar
dalam menghadapi China dalam kasus Laut China Selatan
merupakan salah satu langkah strategis yang telah dibuat.

Daftar pustaka:

Bae, Ki-Hyun. (2017). “ASEAN as a Community of Managerial


Practices”. Global Governance 23. Hal 245–263
Beeson, M. (2009). ASEAN's ways: still fit for purpose?
Cambridge Review of International Affairs, 22(3), 333-
343. doi:10.1080/09557570903137776
Cai, Peter. (2015). Understanding China‟s Belt and Road
Initiative. The Lowy Institute for International Policy.
2017.
Djalal, Hasyim. (1980). “Indonesia and the Law of the Sea
Issues: The Interest of the American Business
Community”. Speech before the American-Indonesian
Chamber of Commerce in New York City on
November 26.
Djalal, Hasyim. (1987). “The Law of the Sea Convention and
Indonesian Response”. Jakarta
Djalal, Hasyim. (2003). Preventive Diplomacy in Southeast
Asia: Lesson Learned. Jakarta: The Habibie Centre.

39
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Flores, Jamil Maidan dan Abad, Jun. (1997, Agustus 8).
“History: The Founding of ASEAN”, diakses 29
September 2017 dari Website Resmi ASEAN.
http://asean.org/asean/about-asean/history/
Furtado, X. (1999). International Law and the dispute over the
Spratly Islands: Whither UNCLOS?. Contemporary
Southeast Asia: A Journal of International & Strategic
Affairs, 21(3), 386.
Jihyun, K. (2015). Territorial Disputes in the South China Sea.
Strategic Studies Quarterly, 9(2), 107-141.
Kementerian Luar Negeri RI, 2016, Maret 22, “Tabloid
Diplomasi Indonesia”, Diakses tanggal 26 September
2017 dari website Kementerian Luar Negeri RI,
http://www.tabloiddiplomasi.org/index.php/2016/03/22
/mengukir-perjalanan-diplomasi/
Larson, David L. and Roth, Michael W. (1989). The law of the
sea and maritime strategy. International Studies
Association. 29 March-2 April. 03-597X89/030193-25
Lumbanrau, Raja Eben dan Kusumadewi, Anggi. (2016). Nine-
Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari
Langit. Diakses tanggal 16 Oktober 2017.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113
553-20-140352/nine-dashed-line-china-ke-natuna-
bak-muncul-dari-langit/
Maulana, Victor. (2016). Nine Dash Line China di LCS Tak
Punya Dasar Hukum, Diakses tanggal 16 Oktober
2017,
https://international.sindonews.com/read/1137570/40/
nine-dash-line-china-di-lcs-tak-punya-dasar-hukum-
1473259660
Murpratomo, Irfan. (2016). Indonesia Bukanlah Negara
„Claimant State‟ di Laut China Selatan. Diakses
tanggal 16 Oktober 2017.

40
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
http://kedaipena.com/indonesia-bukanlah-negara-
claimant-state-di-laut-china-selatan/
Nemeth, S. C., Mitchell, S. M., Nyman, E. A., & Hensel, P. R.
(2014). Ruling the Sea: Managing Maritime Conflicts
through UNCLOS and Exclusive Economic Zones.
International Interactions, 40(5), 711-736.
doi:10.1080/03050629.2014.897233
Picciotto, Robert and Weaving Rachel. (2006). Security and
Development: Investing in Peace and Prosperity. New
York. Routledge.
Roberts, Christopher B. (2012). ASEAN Regionalism:
Cooperation, Values, and, Institutionalization. New
York. Routledge.
Rustam, Ismah. (2016). “Tantangan ALKI dalam Mewujudkan
Cita‐cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”.
Indonesian Perspective. (Januari‐Juni): hlm 1‐21.
Rowe, David M. (1999). World Economic Expansion and
National Security in Pre–World War I Europe.
International Organization. Spring99, Vol. 53 Issue 2,
p195-231. 37p.
SCIASCIA, A. (2013). Monitoring the Border: Indonesian Port
Security and the Role of Private Actors.
Contemporary Southeast Asia: A Journal Of
International & Strategic Affairs, 35(2), 163-187.
doi:10.1355/cs35-2b
Storey, I. (2011). The South China Sea Dispute: All Hands On
Deck?. Regional Outlook, 14-17.
Weber, Leanne. (2015). Rethinking of Border Control In
Globalizing World: A Preferred Future. New York:
Routledge.
Yusgiantoro, P. (2013). Jakarta: Maritime Safety and Freedom
in South-East Asia. Military Technology, 37(3), 8-9.

41
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 3
Penarikan Diri Amerika Serikat
dari Paris Agreement
Daniel Samuel Andar S

Abstract

The United States, known as one of the holders of Veto


Rights in the United Nations (UN), decided to withdraw from
the signing of the Paris Agrarian Conference COP 21 held in
Paris in 2015. Actions taken by the United States were
allegedly a form of rejection of the current American President,
Donald Trump, related to the Global Climate Change Issue.
President Trump's decision had an impact on funding
environmental conservation programs in several countries
including Indonesia. These problems will be linked to the
Green Thought theory which is a concern of countries,
especially UN member countries. The research method used
is a structured literature study sourced from books, journals,
websites and articles that are currently developing. The
purpose of this research is to analyze the effect of the
withdrawal of the American state in the Paris Agreement,
especially in the implementation and funding of environmental
conservation programs which have been planned as a result of
the application of COP 21 or Paris Agreement. About
Indonesia's interests in the program, the follow-up and steps of
diplomacy are important to achieve the targets set out in the
Paris Agreement (COP 21).

42
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Keyword: Paris Agreement, Climate Change, Indonesian
DiplomacyLatar Belakang

Definisi lingkungan hidup menurut Undang-Undang no 23


tahun 1997 adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya keadaan dan mahluk hidup termasuk didalamnya
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk
hidup lainnya.

Gambar1. Konsepsi Lingkungan Hidup

Konsepsi lingkungan hidup menjelaskan bahwa


lingkungan hidup alam menentukan lingkungan hidup buatan
dan lingkungan hidup sosial. Ekosistem yang merupakan
tempat hidup manusia, hewan dan tumbuhan sangat

43
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dipengaruhi oleh sosiosistem (gaya hidup manusia dalam
bersosialisasi) yang menimbulkan teknosistem (kemajuan
teknologi dan informasi) dan mempengaruhi kembali kepada
keberadaan lingkungan hidup alam. Siklus/konsepsi ini sesuai
dengan pandangan dari Soerjani yang menyatakan bahwa
perilaku manusia akan menyebabkan lingkungan hidup dapat
menjadi lebih baik atau semakin memburuk26.
Isu lingkungan pada jaman modernisasi menjadi sangat
penting untuk diperhatikan, baik dalam ranah nasional,
regional, internasional maupun global. Kemajuan teknologi
dan cara bersosialisasi masyarakat pada jaman modernisasi
ini menurunkan kualitas lingkungan hidup dan memberikan
ancaman jangka panjang jika tidak segera ditindak lanjuti. Isu
lingkungan yang sering mendapat perhatian saat ini antara
lain seperti perubahan iklim, pencemaran udara, limbah B3,
pencemaran laut, perdagangan satwa langka, bioteknologi
dan keamanan hayati.
Perubahan iklim atau yang sering dikenal dengan Climate
Change adalah perubahan iklim secara signifikan yang terjadi
pada periode waktu tertentu. Dengan kata lain, perubahan
iklim juga bisa diartikan sebagai perubahan suhu yang drastis,
curah hujan, pola angin, dan lain sebagainya. Perubahan iklim
sebagai fenomena bencana telah banyak berdampak terhadap
Indonesia. Di tahun 2016 ini Indonesia menghadapi berbagai
tantangan yang berkaitan dengan perubahan iklim seperti
banjir, abrasi, dan tanah longsor. Indonesia sebagai negara
kepulauan dalam hal ini memiliki isu kerentanan yang nyata.
Keseriusan menghadapi permasalahan perubahan iklim
dilakukan Indonesia diantaranya dengan menerbitkan
Undang-Undang Perubahan Iklim, upaya penanganan
kebakaran hutan secara komprehensif serta ikut berpartisipasi
26
Soerjani, M., Yuwono, A., & Fardiaz, D. (2006). Lingkungan hidup:
pendidikan, pengelolaan lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan.
Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan (IPPL).
44
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dalam konferensi tingkat dunia. Pada tingkat global, Indonesia
senantiasa mengambil prakarsa dan inisiatif serta
kepemimpinan agar PBB mengambil peran sentral dalam
mengatasi krisis global.
Dalam kaitannya dengan Global Climate Change Issues,
yang dikategorikan sebagai ancaman potensial, telah
dilakukan upaya-upaya untuk menanggulangi masalah
tersebut oleh masyarakat dunia. Upaya ini diinisiasi oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui United Nations
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang
diselenggarakan di Rio De Janeiro pada tanggal 9 Mei 1992,
untuk kemudian ditandatangani pada tanggal 4 Juni 1992.
Konvensi ini efektif diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1994
dengan diratifikasi oleh 50 negara. Untuk menindaklanjuti
konvensi tersebut, maka diadakan kembali suatu konvensi
yang dikenal sebagai Kyoto Protocol dilaksanakan pada
tanggal 11 Desember 1997. Konvensi ini menghasilkan suatu
kesepakatan oleh negara-negara anggota untuk mengurangi
pemansan global dengan mengurangi efek rumah kaca yang
efektif dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2005. Bentuk
bentuk pertemuan Internasional lainnya di bidang lingkungan
hidup antara lain:Konferensi Tingkat Tinggi (Summit
Conference) KTT Bumi th 1992, Ministerial meeting,
Conference of Parties (COP) ke 13 UNFCCC di Bali Indonesia
dan Meeting of the Parties (MOP) ke 3 Kyoto Protocol di Bali
Indonesia.
Perkembangan istilah Diplomasi lingkungan/Green
Thought muncul dari beberapa penulisan seperti Diplomasi
ozon (ozon diplomacy) yang ditulis oleh Benedick (1991) dan
Doern (1993) serta Hogen (2000) yaitu diplomasi hijau (green
diplomacy) yang banyak untuk membahas persoalan-
persoalan diplomasi dan lingkungan hidup dan berkembang ke
dalam pertemuan pertemuan maupun konferensi dan menjadi
paham. Dan saat ini berkembang ke bentuk diplomasi yang

45
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
lebih modern yakni Diplomasi perubahan iklim (Climate
Change Diplomacy) yang membahas berbagai perundingan
dalam UNFCCC, Protokol Kyoto hingga pertemuan dalam
COP, MOP, Working Group, Subsidary Bodies, dsb.
Penyelenggaraan COP21 (Conference of the Parties
21) dari tanggal 30 November – 12 Desember 2015 di Paris
berhasil mempertemukan perwakilan dari 196 negara untuk
membahas permasalahan perubahan iklim IPCC (Panel Antar-
Pemerintah untuk Perubahan Iklim). COP21 juga membahas
tentang kontribusi Negara dalam mengurangi emisi karbon
yang dikenal dengan istilah Intended Nationally Determined
Contributions (INDC) dimana masing – masing negara
diberikan kesempatan untuk mempresentasikan kontribusi
yang akan diberikan dalam penurunan emisi karbon.
Indonesia sendiri mematok target penurunan emisi sebesar
26% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan bantuan
asing sampai pada tahun 2030.
Adapun adaptasi artinya adalah proses penyesuaian
terhadap iklim yang aktual atau yang diprediksikan beserta
dampaknya27. Adaptasi menjadi penting untuk mengurangi
dampak perubahan iklim terutama pada kelompok rentan.
Ditambah lagi dari data BNPB terlihat bahwa sejak tahun
2008, frekuensi kejadian bencana di Indonesia yang berkaitan
dengan perubahan iklim cenderung meningkat.
Di Paris pada tanggal 13 Desember 2015, para pihak
(negara yang tergabung) dalam United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) mencapai
kesepakatan untuk memandu kebijakan dan tindakan
perubahan iklim global di masa depan. Dari hasil konferensi
tersebut dihasilkan beberapa poin penting yakni :

27
Team, C. W., Pachauri, R. K., & Meyer, L. A. (2014). IPCC, 2014: Climate
Change 2014: Synthesis Report. Contribution of Working Groups I. II and III
to the Fifth Assessment Report of the intergovernmental panel on Climate
Change. IPCC, Geneva, Switzerland, 151.
46
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Perlu dilakukan upaya mitigasi dengan mengurangi emisi
karbon dengan cepat, untuk menjaga ambang batas kenaikan
suhu bumi di bawah 2 derajat celcius (2C) dan berupaya
menekan hingga 1,5 C.
Sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi
harus dilakukan secara transparan. Upaya adaptasi harus
dilakukan dengan memperkuat kemampuan-kemampuan
negara-negara di dunia untuk mengatasi dampak perubahan
iklim. Memperkuat upaya pemulihan akibat perubahan iklim,
dari kerusakan. Bantuan, termasuk pendanaan bagi negara-
negara untuk membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Bergantinya presiden Amerika Serikat dari Barrack
Obama ke Donald Trump membuat beberapa perubahan.
Salah satunya adalah penarikan diri Amerika Serikat dari Paris
Agreement. Hal itu menjadi trending topic karena
menimbulkan banyak pandangan dan kontroversi dari negara
lain maupun masyarakat internasional. Studi ini akan
membahas pengaruh atau dampak dari penarikan diri Amerika
Serikat terhadap Paris Agreement. Strategi dan langkah
diplomasi Indonesia juga akan dibahas dalam menindaklanjuti
Paris Agreement. Metode penelitian yang digunakan yakni
studi literatur terstruktur yang bersumber dari buku, jurnal,
website dan artikel yang berkembang saat ini.
Penarikan diri AS dalam Paris Agreement/COP 21
menjadi perhatian khusus tulisan ini. Dampak apa saja yang
akan terjadi dari penarikan diri Amerika Serikat dalam
Paris Agreement/COP 21?
Bagaimana tindak lanjut Indonesia dalam menindaklanjuti
implementasi Paris Agreement / COP 21 dari sisi diplomasi
meskipun ada penarikan diri dari Amerika Serikat ?
Tujuan tulisan ini untuk menganalisa kemungkinan
dampak yang terjadi dari ketidakikutsertaan Amerika Serikat
dalam Paris Agreement/COP21 dan tindak lanjut Indonesia

47
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dalam mengimplementasi hasil keputusan COP 21 / Paris
Agreement.
Grand Theory penulisan ini bertitik tolak pada Green
Thought atau ekologisme, mempresentasikan suatu tantangan
mendasar pada penyelesaian masalah lingkungan hidup yang
mana struktur utama perekonomian global dianggap menjadi
bagian dari permasalahan. Teknologi modern yang
dimanfaatkan secara ekstensif dalam penyelesaian masalah
lingkungan hidup, dalam beberapa hal dianggap kurang tepat
dan dianggap tidak kurang sebagai penyebab dari degradasi
lingkungan hidup secara global, padahal apa yang diharapkan
adalah sebagai pemberi solusi atas krisis lingkungan yang
sedang dialami28. Penyelesaian masalah lingkungan hidup
dianggap kurang tepat diantaranya seperti apa yang
dijelaskan oleh Tim Forsyith dalam bukunya Critical Political
Ecology:
“One typical example of problem closure in environmental
terms may be a dominant approach to climate change policy is
to define the problem in terms of reducing atmospheric
concentrations of greenhouse gases, rather than in preparing
different societies to reduce vulnerability and exposure to the
effects of climate change. Because of this probleme closure,
proposed policies have tended to identify the reduction of
greenhouse gas concentrations as their primary purpose,
rather than increase the ability of different societies to adapt to
climate change.”29

28
Linklater, Andrew dan Burchill, Scott. 1996. Teori-teori Hubungan
Internasional; Theories of International Relations. Bandung: Nusamedia.
hlm. 355
29
Forsyth, Tim. 2003. Critical Political Ecology : The politics of
environmental science. London and New York: Routledge. hlm. 79

48
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bentuk khas dari penyelesaian masalah lingkungan hidup
yang dianggap kurang tepat menurut Forsyth yakni
pendekatan terhadap kebijakan perubahan iklim. Penentuan
pokok permasalahan dalam mengurangi konsentrasi rumah
kaca di atmosfer lebih dominan, dibandingkan mempersiapkan
seluruh masyarakat untuk mengurangi rentannya dan paparan
dari dampak perubahan iklim, sebab dalam penyelesainnya,
kebijakan yang diusulkan cenderung berfokus pada
pengindetifikasian pengurangan konsentrasi gas rumah kaca
daripada meningkatkan kemampuan seluruh lapisan
masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Green Thought mengasumsikan bahwa hubungan
antara manusia dengan alam secara luas menjelaskan krisis
lingkungan hidup yang sedang terjadi saat ini dan hubungan
ini perlu disusun ulang demi planet dan masa depan yang
aman.30
Environmentalisme dalam Hubungan Internasional atau
Thinking Green berasumsi bahwa dunia saat ini menghadapi
permasalahan lingkungan hidup yang sangat serius.
Lingkungan hidup sangatlah memiliki arti yang penting karena
dalam beberapa pengertian, menipisnya sumber daya alam,
pemanasan global, degradasi lingkungan dan polusi, yang
semua itu merupakan ancaman bagi kondisi hidup ras
manusia. Setelah mengetahui karakteristik beberapa masalah
global atau lingkungan hidup, maka sangatlah tepat
permasalahan ini diperhatikan oleh sarjana Hubungan
Internasional dan permasalahan lingkungan global bisa
dipecahkan atau sedikitnya diatur melalui kerjasama lewat
forum-forum yang sudah ada atau baru, termasuk juga

30
Rani, Faisyal. 2013. Jurnal Transnasional: Perspektif Green Thought
dalam Paradigma Baru Politik Internasional (Teori dan Praktek). Diterbitkan
oleh Jurusan Hubungan Internasional. Vol. 4, No. 2

49
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
institusi-institusi global31. Adapun argumen-argumen dalam
teori ini sering berfokus pada isu-isu mengenai kemajuan yang
membawa kerugian besar bagi lingkungan sebagai bagian
kebudayaan Barat. Beberapa asumsi-asumsi dari Green
Thought yakni32: Para pemerhati lingkungan menekankan
global diatas internasional. Para pemerhati lingkungan
berangkat dari pemahaman implisit bahwa kebiasaan-
kebiasaan manusia masa kini dalam beberapa pengertian
tidak lagi sejalan dengan dunia non-manusia. Para pemerhati
lingkungan menekankan bahwa kebiasaan manusia zaman
modern, yang didukung oleh sistem kepercayaan filsafat
antroposentris, sebagai penyebab utama dari krisis lingkungan
hidup.
Paham Green Thought menempatkan isu lingkungan
sebagai kepentingan untuk kesejahteraan masyarakat
internasional. Hal itu sejalan dengan program MDG (Millenium
Development Goals) yang merupakan sebuah paradigma
pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi Tingkat
Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September
2000. Deklarasi tersebut berisi komitmen dari negara masing-
masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah
tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), dimana pada
point ke 7 membahas tentang memastikan kelestarian hidup.
Pertemuan untuk membahas Global Climate Change
Issues kembali berlanjut pada tahun 2015 dengan diadakanya
Conference of the Parties ke 21 (COP 21) pada tanggal 30
November sampai 12 Desember. Konferensi ini
menitikberatkan pada evaluasi implementasi pelaksanaan
UNFCCC yang sudah berlangsung pada tahun 1992 silam.
31
Steans, Jill dan Pettiford, Lloyd. 2009. Hubungan Internasional: Perspektif
dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 380

32
Ibid. hlm. 395-396
50
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
COP 21, yang kemudian dikenal sebagai Paris Climate
Convention, akan mencapai suatu kesepakatan universal yang
mengikat untuk menjaga peningkatan pemanasan global
dibawah 2 C. Terkait dengan isu pemanasan global,
pemerintah Indonesia juga ikut ambil bagian dalam isu
pemanaan global. Hal ini dikarenakan bahwa dalam
penyelenggaraan sistem pertahanan negara, pemanasan
global merupakan suatu ancaman potensial yang dapat
mengancam keamanan bangsa. Keseriusan ini ditunjukan
Indonesia dengan hadirnya Presiden Joko Widodo dalam
konferensi COP 21 tersebut. Indonesia memandang perlu
untuk turut serta dalam penyelesaian masalah tentang isu
pemanasan global dalam rangka untuk menangkal ancaman
potensial yang dapat mengancam bangsa Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengedepankan diplomasi dalam
implementasi aksi nyata terkait dengan isu tersebut.

Pembahasan

Keputusan AS untuk menarik diri dari hasil keputusan


COP 21/Paris Agreement dilakukan oleh Trump merupakan
kontradiksi dari apa yang sudah dilakukan presiden Amerika
sebelumnya yaitu Barrack Obama. Sebelumnya Amerika
mendukung hasil keputusan Paris Agreement terutama
mengenai pengurangan emisi gas karbon dan penurunan
suhu bumi, tetapi seiring dengan pergantian kepemimpinan
presiden, presiden baru Trump mengeluarkan pernyataan dan
keputusan untuk menarik Amerika Serikat dari Paris
Agreement. Pernyataan tersebut sebenarnya tidak terlalu
mengagetkan karena hal tersebut merupakan perwujudan dari
janji kampanye Donald Trump pada saat pidato pemilihan
presiden. Pada saat kampanye, Trump mengungkapkan akan
menarik AS dari keterlibatan isu lingkungan global dan

51
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
menganggap bahwa Paris Agreement merupakan
kesepakatan yang buruk (bad deal) bagi AS karena akan
berdampak terhadap daya saing ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja. Pernyataan tersebut dilandaskan dari hasil
kajian NERA Consulting yang mengatakan Amerika dirugikan
$ 3 triliun dalam beberapa dekade mendatang, dan kehilangan
6,5 juta kesempatan kerja. Kajian NERA
sendiri sesungguhnya didanai oleh dua kelompok pro-bisnis
yang anti regulasi pada bidang kepedulian lingkungan
yaitu American Chamber of Commerce dan American Council
for Capital Formation. Sehingga kajian tersebut sangat
diragukan, karena tidak memperhitungkan dampak bagi bisnis
perusahaan AS dalam bidang energi terbarukan.
Keputusan Trump tersebut menimbulkan kontradiksi dari
berbagai pihak, khusunya mayoritas warga AS tidak
menghendaki negaranya keluar dari Paris Agreement.
Sejumlah kelompok bisnis, termasuk perusahaan-perusahaan
raksasa AS yang masuk dalam Fortune 500, diantaranya
Apple, Google, HP, Microsoft, Morgan Stanley, pun secara
tegas mendukung agar AS tetap di Paris Agreement. Menurut
mereka dengan partisipasi dalam Paris Agreement, dapat
meningkatkan stabilitas perekonomian AS khususnya
dibidang; daya saing yang lebih seimbang antara perusahaan-
perusahan di AS; menciptakan pangsa pasar, lapangan
pekerjaan dan kemajuan industri dengan sistem teknologi
yang lebih bersahabat dengan lingkungan; dan mengurangi
resiko bisnis dengan menjaga kelestarian lingkungan, iklim,
produktivitas pertanian dan persediaan air tetap terjaga
sampai masa yang akan datang33.
Meskipun Trump telah mengeluarkan AS dari Paris
Agreement, tidak berarti AS langsung keluar sebagai

33
Center For Climate and Energy Solution, 2017.
https://www.c2es.org/nyt/. Diakses pada Sabtu 14 Oktober 2017.
52
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
participant dalam Paris Agreement. Sesuai peraturan yang
berlaku dalam Paris Agreement pasal 28, bahwa pihak yang
meratifikasi (party) baru dapat meninggalkan kesepakatan ini
setelah tiga tahun sejak kesepakatan ini berkekuatan hukum
tetap (entered into force) bagi pihak tersebut, dengan
menyampaikan pemberitahuan (notifikasi) pengunduran
diri. Paris Agreement memang disepakati pada 2015, tetapi
baru berkekuatan hukum pada November 2016. Dengan
demikian, jika konsisten dengan ketentuan di pasal 28, maka
AS baru dapat keluar dengan resmi paling cepat di November
2020.
Hal itu menegaskan bahwa AS masih memiliki tanggung
jawab yang sama dengan pihak parties lainnya dan delegasi
AS masih dapat mengikuti negosiasi di Ad Hoc Working Group
on Paris Agreement (APA). Ada ancaman yang mungkin saja
terjadi jika AS ingin merusak kesepakatan Paris Agreement,
negosiator AS (dibawah Trump) dapat melakukan upaya-
upaya yang mengganggu dan memperlambat proses
negosiasi yang sedang berlangsung untuk mempersiapkan
modalitas, prosedur dan peraturan sebagai instrumen
operasionalisasi Paris Agreement. Sesuai dengan mandate
APA, berbagai instrumen ini harus diselesaikan pada 2018,
sehingga dapat disahkan sebelum 2020. Jika hal ini terjadi
dan kesepakatan tidak tercapai pada 2018,
implementasi Paris Agreement dapat terlambat, dan
menimbulkan situasi ketidakpercayaan diantara para negara
pendukung Paris Agreement. Situasi ini dapat membuka
kesempatan bagi pemerintah AS (dibawah Trump) untuk
menawarkan kesepakatan alternatif kepada negara-negara
tertentu. Hal itu akan bertentangan dengan Paham Green
Thought yang menempatkan isu lingkungan sebagai
kepentingan untuk kesejahteraan masyarakat internasional.
Selain dari ancaman tersebut, keluarnya AS dari Paris
Agreement menimbulkan dampak bagi dunia global, terutama

53
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dalam Implementasi hasil Paris Agreement yaitu mencegah
target kenaikan temperatur global dibawah 2C/1,5C dan
pendanaan untuk mendukung proses negosiasi internasional,
dan pendanaan iklim untuk mendukung aksi mitigasi, aksi
adaptasi dan pengembangan kapasitas di negara-negara
berkembang.
Tanpa partisipasi dari AS, penurunan temperatur
global dengan target dibawah 2C menjadi hal yang sangat
sulit, karena AS merupakan negara dengan emisi gas rumah
kaca terbesar kedua didunia setelah China. Saat ini
temperatur global telah naik sekitar 1°C, oleh karena itu upaya
bangsa-bangsa yang telah meratifikasi Paris Agreement
adalah mencegah kenaikan temperatur 1°C yang tersisa.
Pada tahun 2014 emisi AS berkontribusi 14% dar total emisi
global dunia. Di bulan September 2016 sebelum penarikan
diri, AS meratifikasi Paris Agreement dan sesuai
dengan Nationally Determined Contribution (NDC), AS berjanji
mengurangi emisi 26-28% dibawah tingkat emisi 2005 pada
2025, termasuk emisi dari perubahan tata guna lahan dan
kehutanan (LULUCF). Dengan target ini sekalipun,
komitmen penurunan emisi AS dinilai tidak cukup kuat dan
amibisius untuk mencapai target 2°C. Terlebih dengan adanya
kebijakan Trump saat ini yaitu, America First Energy Plan,
dan Executive Order on Energy Independence, yang
berpotensi membatalkan kebijakan Clean Power Plan, maka
sangat besar kemungkinan AS tidak akan mencapai target
NDC-nya. Menurut Rogelj, dkk (2011) dalam artikelnya
di Jurnal Nature Climate Change Oktober 2011, menyatakan
bahwa untuk dapat tetap dibawah 2°C maka emisi harus
mencapai puncak (peak) sebelum 2020, dan turun pada
tingkat 44 GtCO2 pada 2020. Intinya adalah aksi mitigasi
harus dilakukan secepatnya, dan penurunan emisi tidak boleh
terlambat. Sanderson dan Knutti (2016), dalam artikel yang
juga terbit di Jurnal Nature Climate Change pada Desember

54
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
2016 menyatakan bahwa keterlambatan (delay) dalam target
mitigasi di AS dapat membuat target 2°C tidak tercapai.
Sanderson dan Knutti menyatakan bahwa jika AS tidak
bertindak untuk mengurangi emisi GRK dalam periode 4-8
tahun (sesuai dengan masa jabatan Presiden AS), maka emisi
gas rumah kaca di atmosfer akan meningkat setara atau lebih
dari emisi GRK yang harus dipotong untuk mencapai target
yang disepakati dalam Paris Agreement.
Meskipun pemerintah federal AS menarik diri dari Paris
Agreement, tetapi dukungan dari negara-negara bagian dan
kota kota yang telah meratifikasi Paris Agreement tidak akan
goyah dan tetap akan memenuhi target penurunan emisi dan
energi terbarukan. Dikutip dari New York Times34, Perwakilan
dari kota-kota Amerika, negara bagian dan perusahaan
sedang mengajukan rencana kepada Perserikatan Bangsa-
Bangsa dalam memenuhi janji target emisi gas rumah kaca
Amerika Serikat berdasarkan Paris Agreement, terlepas dari
keputusan Presiden Trump untuk menarik diri dari
kesepakatan tersebut. Perwakilan tersebut mencakup 30
walikota, tiga gubernur, lebih dari 80 presiden universitas dan
lebih dari 100 pebisnis di Amerika.
Permasalahan atau dampak kedua yang timbul dari
penarikan diri AS dari Paris Agreement adalah pendanaan
iklim (finance climate). AS merupakan pendukung dana utama
dengan jumlah $ 6,44 juta per tahun atau 20 persen dari
operasionalisasi UNFCCC. Posisi AS terhadap agenda
perubahan iklim global dan penarikan diri dari Paris
Agreement dapat mengancam kemampuan operasionalisasi
UNFCCC. Dengan menyatakan keluar dari Paris Agreement,

34
Tabuchi, Hiroko dan Fountain, Henry. 2017. Bucking Trump, These Cities,
States and Companies Commit to Paris Accord. https://www.nytimes.com/.
Diakses pada Sabtu 14 Oktober 2017.

55
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
secara logika pemerintahan Trump bisa berdalih bahwa tidak
ada urgensi untuk ikut serta dalam UNFCCC dan menarik
dukungan pendanaan yang diberikan selama ini. Dengan
demikian, tanpa adanya sumber dana lain yang menambal
celah yang ditinggalkan AS, operasionalisasi UNFCCC,
termasuk proses negosiasi yang sedang berjalan untuk
merumuskan modalitas operasional Paris Agreement dapat
terganggu.
Demikian juga dengan operasionalisasi Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC), badan yang memberikan
kajian dan rekomendasi berbasis ilmiah untuk isu perubahan
iklim kepada UNFCCC, dapat terpengaruh. Proposal anggaran
yang disusun Trump meniadakan anggaran untuk
program Global Climate Change Initiative (GCCI). Program ini
dibentuk di masa Obama dengan total anggaran $2.4 miliar
pada 2010-2016, atau $ 330-340 juta setiap tahunnya. Melalui
program ini, AS memberikan dana kepada
UNFCCC, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC), dukungan untuk proses internasional
melalui Clean Energy Ministerial (CEM), Climate and Clean Air
Coalition, dan Enhance Capacity for Low Emission
Strategies (LEDS). Anggaran tersebut juga menghilangkan
alokasi untuk GCF, Clean Technology Fund (CTF), Strategic
Climate Fund (SCF). Total dana yang dihilangkan dari
keempat inisiatif ini sebesar $1,59 miliar. Dengan demikian,
pada 2018, Trump menghilangkan kontribusi AS untuk agenda
perubahan iklim global dengan total $2 miliar.
Meskipun AS menarik diri dari Paris Agreement, paling
tidak diharapkan negara-negara yang telah meratifikasi Paris
Agreement untuk tetap konsisten dengan target mitigasi dan
mulai melakukan aksi mitigasi sedini mungkin, sebelum 2020.
Oleh karena itu pemerintah Indonesia telah menyusun langkah
strategis guna berkontribusi dalam upaya mengatasi
permasalahan pemanasan global mengingat Indonesia

56
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
merupakan negara kepulauan yang rentan terhadap dampak
dari perubahan iklim. Pemerintah merumuskan langkah
strategis dalam mengoptimalkan implementasi COP 21
melalui melalui tujuh langkah utama yang meliputi aspek
Legalitas, Mitigasi, Adaptasi dan juga Loss and Damage, Aksi
terhadap Upaya Implementasi, Pelaporan dan Transparansi,
Peran Non State Actors, Lobi Global dan Promosi Aksi
Indonesia di Tingkat Internasional.

Aspek Legalitas

Kepedulian Indonesia terhadap lingkungan global juga


disebabkan Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam
dan keanekaragaman yang tinggi, sehingga Indonesia
memiliki potensi yang besar untuk terkena dampak negatif
perubahan iklim, dan juga memiliki potensi yang besar untuk
turut andil dalam melakukan mitigasi maupun adaptasi
terhadap dampak negatif perubahan iklim. Dalam mandat
Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 1999 juga menyatakan
bahwa Negara wajib menjamin ketersediaan lingkungan hidup
yang baik dan sehat bagi warga negaranya.
Langkah selanjutnya untuk mendukung Paris Agreement,
Indonesia melakukan ratifikasi sebagai payung
pengembangan peraturan lainnya. Ratifikasi Paris
Agreement/COP 21 Undang Undang RI dibuat pada tanggal
24 Oktober 2016 yakni Undang Undang Republik Indonesia
nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement
To The United Nations Framework Convention On Climate
Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
disetujui dan disahkan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.

57
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Selain itu dari aspek legal, Indonesia memiliki perundang
undangan nasional yang terkait dan mendukung Paris
Agreement antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
c. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang
Pengesahan United Nations Framework
Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka
Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Perubahan Iklim);
d. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan;
e. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas;
f. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang
Pengesahan Kyoto Protocol to the United
Nations Framework Convention on Climate Change
(Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan
Iklim);
g. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi; h. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah;
i. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara;
j. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika;
k. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

58
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
l. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan.
Indonesia sebagai salah satu negara yang setuju dan
menandatangani COP 21/ Paris Agreement dan mengesahkan
ratifikasi Undang Undang akan mendapatkan manfaat antara
lain : (UUDRI, 2016). Peningkatan perlindungan wilayah
Indonesia yang sangat rentan terhadap dampak perubahan
iklim melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Peningkatan pengakuan atas komitmen nasional dalam
menurunkan emisi dari berbagai sektor, pelestarian hutan,
peningkatan energi terbarukan dan peran serta masyarakat
lokal dan masyarakat adat dalam pengendalian perubahan
iklim yang selama ini diperjuangkan oleh Indonesia. Menjadi
Para Pihak yang dapat berperan serta (memiliki hak suara)
dalam pengambilan keputusan terkait Persetujuan Paris,
termasuk dalam pengembangan modalitas, prosedur dan
pedoman pelaksanaan Persetujuan Paris. Memperoleh
kemudahan untuk mengakses sumber pendanaan, teknologi
transfer, peningkatan kapasitas bagi implementasi aksi
mitigasi dan adaptasi.

Aspek Mitigasi

Mitigasi sebagai upaya mengurangi resiko bencana yang


tertuang dalam UU No. 24 Tahun 2007 dirasa sangatlah perlu
untuk meminimalisir kerugian yang terjadi (Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2013). Mitigasi struktural berupa
penguatan sinergi dan koordinasi program pengendalian
perubahan iklim sebagai upaya mitigasi yang dapat dijalankan
atas kerjasama pemerintah Indonesia sebagai state actor dan
masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan yang berperan

59
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sebagai non state actor yang bertujuan untuk mengurasi
resiko dampak perubahan iklim.
Mitigasi, atau dalam kesepakatan COP21 lebih dikenal
dengan nama Intended Nationally Determined Contribution
(INDC), bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
komitmen Indonesia dalam menangani perubahan iklim.
Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun
2013 tentang Kerangka Kerja Indonesia untuk Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMAs), Mitigasi yang
mungkin diterapkan di Indonesia adalah kegiatan mitigasi
struktural berupa; adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang
dilaksanakan secara terintegrasi dengan program
pembangunan, khususnya pada sektor dan wilayah yang
masuk dalam kategori rentan (vulnerability) terhadap dampak
dari perubahan iklim global.
Sistem verifiksi proses hasil inventarisasi dan instrumen
Measurement, Reporting and Verification/MRV yang telah
diamanatkan dalam PERPES No. 7 Tahun 2011 digunakan
sebagai alat transparansi dan digunakan untuk melakukan
quality control atas emisi Gelas Rumah Kaca/GRK dalam aksi
mitigasi di Indonesia. beberapa provinsi telah dijadikan
sebagai bagian dari pilot implementation kebijakan tersebut
sesuai dengan format yang telah ditetapkan dalam
PERMENHUT No. 15 Tahun 2013 tentang pengukuran,
pelaporan, dan verifikasi aksi mitigasi perubahan iklim
(Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013).
Penguatan kelompok masyarakat dalam menginisiasi dan
melakukan pengendalian perubahan iklim secara sukarela dan
merevitalisasi aksi-aksi yang bersifat kearifan lokal yang dapat
menurunkan tingkat kerentanan masyarakat dalam
menghadapi perubahan iklim dan pengurangan gas buang
emisi GRK tingkat tapak dengan melakukan gerakan nasional

60
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berbasis komunitas yang didalamnya berupa transformasi
program kampung iklim (proklim) yang telah dikembangkan
sejak 2011 yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
terkait perubahan iklim dan dampaknya serta meningkatkan
kesadaran seluruh pengambil keputusan tertinggi untuk dapat
berpartisipasi melaksanakan kegiatan adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim pada tingkat lokal. Proklim juga berperan
sebagai alat pengumpulan data dan informasi yang berkenaan
dengan good practices dan bentuk kolaborasi pada tingkat
masyarakat yang berjalan secara kontingu dan memberikan
manfaat terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan
iklim. Tidak hanya mitigasi struktural, namun mitigasi non
struktural juga dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan
bencana yang mungkin saja terjadi.

Aspek Adaptasi dan Loss and Damage

Untuk menindaklanjuti implementasi COP21 yang


berhubungan dengan konteks perubahan iklim dalam aspek
adapatasi dan juga Loss and Damage, Pemerintah indonesia
mengintegrasikannya dengan menetapkan sebuah kebijakan
Nasional. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup (LHK) Nomor
P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang pedoman
penyusunan aksi adaptasi perubahan iklim. Peraturan ini
sendiri dibuat bertujuan untuk memberikan pedoman kepada
pemerintah pusat dan daerah dalam penyusunan rencana aksi
perubahan iklim dan pengintegrasianaya ke rencana
pembangunan wilayah ataupun sektor spesifik. sektor-sektor
spesifik tersebut adalah kemandirian energi, ketahanan
pangan, infrastruktur, pemukiman, kesehatan serta pesisir
pulau-pulau kecil. Substansi utama pedoman tata cara
penyusunan aksi adaptasi perubahan iklim dalam peraturan

61
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
yang ditandatangani oleh Menteri LHK pada tanggal 15 Maret
2016 ini adalah:
Identifikasi target cakupan wilayah dan/atau sektor
spesifik dan masalah dampak perubahan iklim. Penyusunan
kajian kerentanan dan risiko iklim. Penyusunan pilihan aksi
adaptasi perubahan iklim. Penetapan prioritas aksi adaptasi
perubahan iklim. Pengintegrasian aksi adaptasi perubahan
iklim ke dalam kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan. Sebagai contoh pilihan aksi adaptasi
perubahan iklim berdasarkan Konsep World Bank (Yang
dicetak tebal adalah opsi yang telah terdapat dalam Rencana
Aksi Nasional Indonesia)
Reaktif/Responsif Proaktif/Antisipatif
S Perlindungan sumber Penggunaan yang lebih baik
D daya air tanah dari air yang didaur ulang
A Perbaikan Manajeman Konservasi daerah
dan Pemeliharaan sistem tangkapan air
penyediaan air yang ada Perbaikan sistem
Perlindungan daerah manajemen air
tangkapan air Reformasi kebijakan air
Perbaikan penyediaan termasuk kebijakan harga
aiar dan irigasi
Air tanah, penampungan Pengembangan
air hujan dan desalinasi pengendalian banjir dan
pengawasan kekeringan
P Pengendalian erosi Pengembangan jenis
e Konstruksi bendungan tanaman yang
r untuk irigasi toleran/resistan (terhadap
t Perubahan penggunaan kekeringan, garam,
dan aplikasi pupuk serangga/hama) Litbang
a
Pengenalan jenis Manajemen tanah dan air
n tanaman baru Diversikasi dan intensifi kasi
i Pemeliharaan kesuburan tanaman pangan dan
a tanah perkebunan
n Perubahan waktu Kebijakan, insentif
penanaman dan panen pajak/subsidi, pasar bebas

62
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Peralihan ke tanaman Pengembangan sistem
yang berbeda Program peringatan dini
pendidikan dan
penyebaran Informasi
tentang konservasi dan
manajemen tanah dan air
K Perbaikan sistem Penciptaan taman/
e manajemen, termasuk reservasi, caga ralam, dan
h pengaturan deforestasi, koridor keanekaragaman
u reforestasi dan aforestasi hayati
Promosi agroforestry Identifikasi/pengembangan
t
untuk meningkatkan spesies yang resistan
a produk dan jasa terhadap perubahan iklim
n kehutanan Kajian yang lebih baik akan
a Pengembangan/perbaika kerentanan ekosistem
n n rencana manajemen Pengawasan spesies
kebakaran hutan Pengembangandan
Perbaikan penyimpanan pemeliharaan bank bibit
karbon oleh hutan tanaman
Sistem peringatan dini
kebakaran hutan
P Perlindungan infrastruktur Manajemen zona pesisir
e ekonomi yang terintegrasi
s Penyadaran publik untuk Perencanaan dan penentuan
i meningkatkan zona pesisir yang lebih baik
perlindungan ekosistem Pengembangan peraturan
s
pesisir dan laut untuk perlindungan pesisir
i Pembuatan dinding laut Penelitian dan pengawasan
r dan penguatan pantai pesisir dan ekosistem pesisir
Perlindungan dan
konservasi terumbu
karang, mangrove,
rumput laut, dan vegetasi
pinggir pantai
S Reformasi manajemen Pengembangan sistem
e kesehatan publik peringatan dini
h Perbaikan kondisi Pengawasan penyakit yang
perumahan dan tempat lebih baik
63
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
a tinggal Perbaikan kualitas
h Perbaikan respons gawat lingkungan
a darurat Perubahan desain perkotaan
t dan perumahan

Walaupun upaya Indonesia dalam menghadapi dampak


dari perubahan iklim lebih banyak berfokus pada tataran
rencana adaptasi tetapi Indonesia juga melakukan tataran loss
dan Damage Loss adalah dampak negatif yang tidak dapat
diperbaiki atau dipulihkan kembali (Tenggelamnya Lahan atau
Kerusakan ekosistem secara permanen) sedangkan Damage
adalah dampak negatif yang masih dapat diperbaiki atau
dipulihkan kembali (Gagal panen dan bencana kelaparan
karenan cuaca ekstim atau kerusakan infrastruktur bencana).
Loss dan damage itu sendiri berupaya untuk menanggulangi
resiko residu dalam kondisi keterbatasan upaya adaptasi.
Sebagai contoh dibuatnya asuransi indeks cuaca sebagai
salah satu metode manajemen resiko bagi petani sehubungan
dengan adanya Loss and Damage akibat perubahan iklim,
asuransi nelayan, dll. Dalam hal ini asuransi berperan sebagai
strategi menghadapai kerugian ekonomi dari terjadinya Loss
and Damage, sehingga jika nanti akibat perubahan iklim
nelayan dan petani menghadapi gagal panen atau rusaknya
daerah persawahan akibat banjir dan tercemarnya perairan
tempat mencari ikan nelayan maka baik petani ataupun
nelayan yang sudah terdaftar dalam asuransi ini akan
mendapatkan ganti rugi dalam nominal tertentu sehingga
kehidupan mereka tetap terjamin walaupun gagal panen.
Aspek Dukungan Aksi terhadap Upaya Implementasi
(Means of Implementation). Dalam upaya peningkatan aksi
pengurangan emisi gas rumah kaca serta pengurangan suhu
Bumi, dibutuhkan tingkat analisa yang lebih mendalam dari
Pemerintah bekerja sama dengan negara lain guna menjaga

64
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
keefektifan dari hasil analisis yang didapat. Salah satu yang
dikembangkan Indonesia saat ini terutama yang berhubungan
dengan aksi nyata pengawasan terhadap aksi pengurangan
suhu Bumi adalah Green Peace Indonesia.
Green Peace Indonesia kemudian membentuk REDD
sebagai langkah utama dalam proses peningkatan aksi nyata
mengimplementasikan usaha-usaha menjaga pengurangan
emisi GRK dengan memberikan bantuan atau kompensasi
bagi pihak yang turut serta memberantas aksi deforestasi
hutan. REDD atau yang merupakan singkatan dari Reducing
Emmisions from Deforestation and Forest Degradation. Aksi
nyata yang dilakukan REDD adalah meningkatkan ekonomi
negara dengan cara mengijinkan peningkatan pembuatan
konservasi hutan oleh para pengusaha untuk kemudian
mengurangi aksi deforestasi untuk kebutuhan peningkatan
ekonomi.
Pada dasarnya, ada empat tantangan yang teridentifikasi
sebagai barrier dari REDD untuk meminimalisir efek dari emisi
GRK yaitu sebagai berikut:
a. Teknologi Penghitungan Karbon, yaitu pengadaan
tekhnologi penghitungan persediaan karbon di hutan dengan
radar yang mampu mendeteksi kadar karbon suatu lahan
b. Pembayaran, meminimalisir penebangan lia atau
pengeksploitasian kayu dengan cara membuat prosedur
pembayaran yang harus ditepati oleh semua pihak, baik
antara pemerintah dengan pengusaha.
c. Akuntabilitas, bagaimana eksploitasi hutan itu dapat
diminimalisir dengan kebijakan akuntabilitas ekonomi yang
dapat melestarikan hutan, bukan dengan mengurangi lahan
hijau.
d. Pendanaan, menganalisa lebih mendalam mengenai
sumber monetary fund apakah akan disponsori oleh negara
maju demi keberlangsungan negara berkembang atau
perdagangan karbon dijadikan dalam pasar dunia.

65
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Pelaporan dan Transparansi
Guna mendapatkan akses mudah untuk mendapatkan
kontribusi dana dari GCF (Green Climate Fund), Indonesia
memiliki tanggung jawab penting dalam meningkatkan
pelaporan National Designated Authority (NDA). NDA atau
focal point adalah laporan yang berguna untuk meningkatkan
akreditasi suatu negara dalam meningkatkan pengaruhnya
pada pengurangan suhu Bumi sebagai dampak dari
pemanasan global.
Adapun sumber dana yang diperoleh dari GCF adalah
pada bagan dibawah ini:

Indonesia hingga saat ini tercatat juga telah ikut


memberikan kontribusi dana sebesar USD 250,000.

Dalam proses pencapaian dana dari CGF, ada beberapa


syarat yang dibutuhkan guna memenuhi kualifikasi agar dana
dari CGF dapat diraih oleh entitas tertentu. Beberapa syarat
tersebut adalah sebagai berikut.
penguatan NDA atau focal point

66
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Pengembangan kerangka strategis untuk berhubungan
dengan GCF
Membuka akses langsung entitas untuk memenuhi
standar akreditas GCF
Membuka pipa saluran insial untuk proyek dan program
Penyebaran informasi, pertukaran pengalaman dan
pembelajaran

Aspek Peran Non-State Actors

Strategi diplomasi berikutnya yang dilakukan oleh


Indonesia dalam menghadapi climate change ini adalah
bekerja sama dengan berbagai pihak diluar negara atau yang
biasa disebut dengan non-state actor. Peran aktor atau pelaku
diluar negara ini juga sangat diperlukan terkait untuk lebih
menunjangnya kinerja negara-negara yang ingin mengatasi
perubahan iklim dengan cepat. Untuk itu dirasa perlu adanya
kerjasama yang baik antara kedua belah pihak ini. Menurut
website resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, yang
disebut dengan non-state actor ini meliputi Pelaku bisnis,
Pemerintah Daerah, Lembaga Sosial Masyarakat, Akademisi,
Pakar dan Peneliti35
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh Pelaku bisnis
diantaranya ialah dengan menganggarkan dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan corporate social
responsibility (CSR). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat
beragam, seperti misalnya kapanye anti pemanasan global,
melakukan kegiatan pengurangan pemakaian plastik,
pemilahan sampah sesuai dengan lama daur ulangnya, dan
sebagainya. Semetara itu dilain pihak, Pemerintah Daerah

35
Sekretariat Kabinet RI (2016) Tindak Lanjut Kesepakatan Global
Perubahan Iklim COP21 Paris. http://setkab.go.id/tindak-lanjut-kesepakatan-
global-perubahan-iklim-cop21-paris/ . Diakses pada Oktober 2017

67
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
juga dapat menjalankan perannya dengan cara mengadakan
kegiatan tingkat daerah ataupun nasional yang melibatkan
berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat dibina dan diajak
untuk hidup lebih ramah lingkungan, lebih mengerti kegiatan-
kegiatan yang dapat meningkatkan pemanasan global harus
dikurangi. Pengadaan berbagai lomba di tingkatan pelajar
seperti lomba membuat tulisan ataupun poster yang
menyerukan anti pemanasan global juga dapat dilakukan guna
untuk memberikan edukasi dini di lingkungan masyarakat
terutama pelajar.
Disisi lain peran serta Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
juga dapat dioptimalkan melalui berbagai kegiatan yang dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya isu
perubahan iklim. Seperti yang dilakukan oleh LSM Tunas
Hijau yang aktif bersosialisasi akan pentingnya menjaga
lingkungan hidup dan melestarikannya. Kegiatan-kegiatan
positif yang dilakukan misalnya dengan memberikan edukasi
dalam bentuk tantangan-tantangan seperti pengelolaan dan
pemilahan sampah organik dan non-organik yang diterapkan
di sekolah36. Pengoptimalan peran serta dari non-state actor
ini juga perlu didukung dari pihak akademisi, para ahli dan
peneliti untuk ikut berpartisipasi dalam hal pengembangan
data dan model-model penelitian ilmiah.
Lobi Global dan Promosi Aksi Indonesia di Tingkat
Internasional. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah
promosi aksi kepedulian lingkungan Indonesia di tingkat
Internasional. Promosi tersebut dapat dilakukan melalui
penyebaran media dan surat kabar serta penyebaran
informasi. Dengan adanya promosi tersebut, negara
Internasional dapat melihat bukti keseriusan Indonesia
terhaadap isu lingkungan dan Indonesia juga mendukung

36
Tunas Hijau (2017) Beranda . tunashijau.org . Diakses pada Oktober 2017

68
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
paham Green Thought yang telah diterapkan di banyak
negara di dunia juga. Meskipun Amerika Serikat telah
menyatakan untuk menarik diri dari Paris Agreement, bukan
berarti kepedulian lingkungan dan pencapaian target Paris
Agreement tidak dapat diwujudkan.
Dalam situasi ini, pilihannya adalah meningkatkan
solidaritas global untuk mempertegas komitmen masyarakat
internasional untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Sepertinya diperlukan sebuah aliansi global baru minus AS
untuk memastikan keberhasilan Paris Agreement. Negara-
negara anggota G-20 dapat mengambil alih kepemimpinan
global mengatasi perubahan iklim secara kolektif melalui
kerjasama investasi, inovasi dan teknologi energi bersih.
Peluang ini juga dapat digunakan Indonesia, yang
merupakan salah satu negara besar secara ekonomi dan
emisi, untuk memperkuat diplomasi perubahan iklim global
bersama-sama dengan India dan China (juga Brazil, Mexico
dan Africa Selatan) membentuk “Aliansi Selatan-Selatan”
untuk mendorong peran negara berkembang dalam kerjasama
pendanaan, dan alih teknologi bersih, dan pelestarian hutan
dan gambut. Indonesia juga dapat memperkuat kerjasama dan
kemitraan dengan negara-negara kecil di Pacific, yang telah
ada selama ini melalui kerjasama teknik, dengan
memperluasnya ke kerjasama teknologi dan finansial untuk
adaptasi perubahan iklim.

Kesimpulan

Permasalahan tentang Global Climate Change Issues


merupakan permasalahan krusial yang harus segera ditangani
oleh Indonesia dan negara-negara di dunia. Paris Agreement
merupakan salah satu solusi untuk mewujudkan tantangan
global climate change. Paris Agreement sendiri adalah

69
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
implementasi dari paham Green Thought yang dianut oleh
banyak negara-negara saat ini. Penarikan diri Amerika Serikat
merupakan ancaman bagi keberlangsungan Paris Agreement.
Dua point utama, yakni pemenuhan target pengurangan gas
emisi dibawah 2C dan pendanaan program iklim cenderung
akan terhambat tanpa partisipasi dari Amerika Serikat. Oleh
karena itu dibutuhkan upaya, komitmen yang kuat serta
didorong langkah yang nyata dan berkelanjutan dari masing-
masing negara partisipan Paris Agreement lainnya untuk tetap
menjalankan dan mendukung program-program dari Paris
Agreement. Untuk Indonesia, pemanasan global jelas menjadi
ancaman potensial terhadap sistem pertahanan negara
(SISHANNEG) yang dapat mengancam kedaulatan dan
keamanan bangsa. Untuk itu, pemerintah Indonesia telah
merumuskan langkah strategis melalui tujuh aspek yang
meliputi Legalitas, Mitigasi, Adaptasi dan juga Loss and
Damage, Aksi terhadap Upaya Implementasi, Pelaporan dan
Transparansi, Peran Non State Actors, Lobi Global dan
Promosi Aksi Indonesia di Tingkat Internasional. Langkah ini
merupakan upaya serius dari pemerintah Indonesia berkaitan
dengan Global Climate Change Issues. Sementara untuk
lingkup Internasional, diperlukan sebuah aliansi global baru
minus AS untuk memastikan keberhasilan Paris Agreement,
kepemimpinan dapat diambil alih oleh negara-negara anggota
G-20. Sedangkan untuk Indonesia diperlukan kerjasama lain
untuk mendorong peran negara berkembang dalam kerjasama
pendanaan, dan alih teknologi bersih, dan pelestarian hutan
dan gambut. Dengan adanya kerjasama dan implementasi
langkah-langkah nyata, diharapkan ancaman dan akibat
pemanasan global dapat diatasi dengan segera.

70
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.


Pertanyaan Seputar REDD+ dan Implementasi REDD+
di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI. Diakses tanggal 10 Oktober 2017.
http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/berita-ppi/33-
beranda/1804-faq
Imelda, Henriette. (2016, 21 Maret). Green Climate Fund :
Perkembangan dan Peluang Bagi Indonesia. Diakses
tanggal 10 Oktober 2017, dari Institute for Essential
Services Reform. http://iesr.or.id/2016/03/green-climate-
fund-perkembangan-dan-peluang-bagi-indonesia/
Jurnal HI, 2009. Komitmen Indonesia pada COP 21-UNFCCC.
Vol. VII, No. 23/I/P3DI/Desember/2015. Pusat
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
JDIH BPK RI. Database Peraturan.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37573.
Kerangka kerja Loss and Damage Pekan Perubahan Iklim
Gerakan Nasional Program Kampung Iklim.
1-2 Desember 2016. Jakarta. dengan Tema
“Penguatan Kemitraan Aksi Lokal Pengendalian
Perubahan Iklim “
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Kerangka
Kerja Indonesia untuk Nationally Appropriate
Mitigation Actions (NAMAs).
Kementerian Pertahanan RI. (2015). Buku Putih Pertahanan
Indonesia. Jakarta. Kementerian Pertahanan RI.
Laporan Analisis Lingkungan Indonesia oleh Bank Dunia
terhadap Adaptasi Perubahan Iklim
indonesia
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016

71
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi
Perubahan Iklim.
Sekretariat Kabinet RI (2016) Tindak Lanjut Kesepakatan
Global Perubahan Iklim COP21 Paris.
http://setkab.go.id/tindak-lanjut-kesepakatan-global-
perubahan-iklim-cop21-paris/ . Diakses pada Oktober
2017
Sumertha, I Gede. Analisis Lingkungan Strategis.
Disampaiakan sebagai materi kuliah (Slide power point),
pada tanggal 11 September 2017 di Universitas
Pertahanan Indonesia.
Tunas Hijau (2017) Beranda . tunashijau.org . Diakses pada
Oktober 2017
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016
Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United
Nations Framework Convention On Climate Change
(Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan
Iklim)

72
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 4
HUBUNGAN IRAN DENGAN UNI EROPA
PASCA RESOLUSI DEWAN KEAMANAN
PBB TAHUN 2006

Chayu Amrita Nanda

1. Pendahuluan

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi kepada


Iran terkait program nuklir yang sedang dikembangkan oleh
Iran. Resolusi yang dikeluarkan oleh PBB ini, didasarkan pada
laporan dari International Atomic and Energy Agency (IAEA)
pada tanggal 8 Maret 2006 yang diikuti dengan penerbitan
enam resolusi sanksi (Iran Indonesia Radio, 2016). Berisi
anggapan bahwa Iran tidak bersikap kooperatif dengan tidak
mematuhi syarat dan ketentuan IAEA terkait pengayaan
uranium dan pengembangan nuklir. Dewan Keamanan PBB
kemudian menganggap program pengayaan uranium Iran
sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan
internasional.
Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB
tersebut ternyata tidak mendapatkan respon positif dari Iran.
Dalam laporan IAEA yang ditujukan kepada Dewan
Keamanan PBB, pada tahun yang sama Iran masih terus
mengembangkan kegiatannya. IAEA pun belum mendapatkan
konfirmasi dari Iran bahwa kegiatan yang dilakukan itu aman
dan memiliki tujuan untuk kebaikan dan perdamaian dunia
(VOA, 2016). Pihak Iran sendiri membantah adanya kegiatan
seperti yang dituduhkan oleh IAEA dengan bersikeras tidak

73
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
ada kegiatan seperti yang dimaksud, dan kembali menuding
IAEA bahwa laporannya bersifat tidak profesional, tidak
seimbang dan syarat akan unsur politik di dalamya
(Kompas,2011)
Hingga akhirnya Dewan Keamanan PBB kembali
memberikan resolusi ke 2 pada tahun 2007. Sikap acuh Iran
dalam menanggapi resolusi-resolusi yang dijatuhkan PBB
kemudian mulai menarik perhatian negara-negara yang
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, tak terkecuali
Organisasi Regional Uni Eropa. Uni Eropa merupakan salah
satu International Governmental Organization yang memiliki
hubungan penting dengan Iran terutama dalam hal ekonomi.
Negara-negara Uni Eropa, sebagian besar merupakan
eksporter dari minyak Iran.
Adanya hubungan antara Iran dan Uni Eropa, keputusan
Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi dan
sanksi terhadap program nuklir Iran memberikan dampak
besar pada kerjasama yang terjadi antara kedua pihak
tersebut. Sehingga dalam tulisan ini penulis akan menganalisa
bagaimana kondisi hubungan antara Iran dan Uni Eropa pasca
dikeluarkannya resolusi dari Dewan Keamanan PBB. Penulis
juga akan menganalisa bagaimana kebijakan luar negeri dan
proses pembuatan keputusan di Iran yang juga memberikan
pengaruh pada hubungan dua belah pihak.
Batasan masalah tulisan ini adalah kondisi hubungan
diplomatik serta ekonomi antara Iran dan Uni Eropa pasca
dikeluarkannya resolusi dari Dewan Keamanan PBB dalam
tahun 2006-2011.Tujuan dari tulisan ini adalah : Untuk
mengetahui hubungan diplomatik antara Iran dengan Uni
Eropa paska dikeluarkannya resolusi dari Dewan Keamanan
PBB dan untuk mengetahui hubungan ekonomi antara Iran
dengan Uni Eropa paska dikeluarkannya resolusi dari Dewan
Keamanan PBB. Manfaat dari tulisan untuk memberikan
pandangan baru terkait dengan hubungan suatu negara

74
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dengan organisasi regional internasional dan secara praktis
tulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
penulisan selanjutnya terkait dengan hubungan diplomatik dan
ekonomi suatu negara dengan organisasi regional
internasional.

2. National Security dan Nuklir

Setiap wilayah dalam lingkup kecil maupun besar tidak


terlepas dari inginnya kondisi yang aman, terjaga dan jauh dari
ancaman. Kondisi ini juga secara alamiah membentuk suatu
konsep dalam lingkup negara untuk terus mengamankan
wilayah dari segala ancaman yang ada. Baik itu ancaman
yang berasal dari dalam ataupun dari luar wilayahnya. Sumber
ancaman pada saat ini juga meluas bukan hanya mengenai
dari dalam dan luar wilayah namun juga ancaman yang
bersifat internasional yang bersifat multidimensional tanpa
bisa dikatakan sebagai ancaman luar dan dalam. Ancaman
juga semakin berkembang menjadi semakin beragam seperti
misalnya ancaman yang bersifat ideologi, ekonomi, budaya
dan politik. Kondisi yang seperti ini semakin sering
diperbincangkan terkait dengan kondisi suatu negara setelah
era globalisasi.
Diterangkan oleh Dr. Koesnanto Anggoro, peneliti strategi
dan kajian Internasional, bahwa terdapat tiga ciri penting
dalam keamanan nasional. Yakni arti dari “nasional” sebagai
negara, kemudian yang kedua adalah ancaman dan yang
ketiga ialah fungsional. Fungsional ini dimaksudkan dengan
penggunaan kekuatan militer untuk menghadapi ancaman-
ancaman tersebut. (Anggoro, 2003). Sedangkan Barry Buzan
mendefinisikan kategori ancaman di berbagai aspek landasan.
Landasan tersebut ialah landasan ideasional, landasan fisik,
dan landasan institusional. Landasan ideasional mencangkup
gagasan dan ide mengenai rasa cinta negara sendiri,

75
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kemudian landasan fisik meliputi kependudukam, wilayah, dan
segala sumber daya yang terkandung di dalam otoritas suatu
bangsa. Terakhir ialah landasan institusional yang meliputi
hukum dan kelembagaan eksekutif dan legislatif, nilai dan
norma serta prosedur yang berlaku. (Buzan,1981)
Jika dikaitkan dengan permasalahan yang sedang
dibahas dalam kasus hubungan Iran dengan Uni Eropa dapat
dikatakan bahwa ancaman yang dirasakan oleh Uni Eropa
terkait dengan kegiatan pengembangan nuklir dan uranium
merupakan sikap pengamanan kondisi suatu kawasan
terhadap ancaman yang datang dari negara lain, dalam hal ini
Iran yang dikhawatirkan mengancam kemananan nasional
suatu bagsa dan kawasan. Hubungan diplomatik dan ekonomi
yang telah terjalin baik selama ini antar pihak ini juga
dipertaruhkan.

3. Pembahasan

Asal Mula Konflik Nuklir Iran pada Februari 2003. Iran


mengumumkan program pengayaan uraniumnya dan
menyatakan bahwa program tersebut ditujukan untuk
kepentingan teknologi dan kedamaian. Kepemilikan nuklir Iran
sebenarnya dimulai pada tahun 1974. Pada saat itu, Iran mulai
membangun reaktor pertamanya di dekat pelabuhan barat
daya Bushehr. Pembangunan yang dibantu oleh Jerman
tersebut ditinggalkan ketika terjadi Revolusi Iran pada tahun
1979. Kemudian pada tahun 1984 ketika China memberikan
bantuan berupa pelatihan ilmuan, fasilitas, militer, dan
pengadaan suku cadang untuk pengembangan Nuklir Iran.
Bantuan tersebut diberikan untuk mendukung pembangunan
reaktor nuklir Iran yang pertama pada tahun 1991. Bantuan ini
juga didukung oleh Russia dan pada akhirnya Russia dan
China menjadi penyuplai utama perlengkapan reaktor nuklir
dan senjata di Iran (BBC, 2007).

76
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Pengumuman tersebut jelas mengundang perhatian IAEA
untuk memeriksa aktivitas nuklir Iran. Sebelumnya,
kepemilikan nuklir Iran diduga oleh Amerika sebagai modal
untuk menciptakan senjata pemusnah masal. Oleh karena itu,
Amerika kemudian melaporkan Iran kepada Dewan
Keamanan PBB. Tetapi pada tahun 2004, Iran
menandatangani kesepakatan untuk menghentikan
pengayaan Uraniumnya dengan Prancis, Jerman dan Inggris.
Penandatanganan kesepakatan tersebut berhasil
menghindarkan Iran dari incaran Dewan Keamanan PBB.
Tetapi di sisi lain, Iran belum sama sekali memberikan
laporannya tentang aktivitas nuklirnya kepada IAEA terhitung
sejak diumumkannya progam nuklir Iran. Hal tersebutlah yang
kemudian membuat Dewan Keamanan PBB merasa harus
menyelidiki aktivitas nuklir Iran (Cole, 2012).
Tindakan untuk tidak memenuhi syarat dari IAEA yang
dilakukan oleh Iran sebenarnya lebih kepada bentuk protes
terhadap badan tersebut. Ahmadinejad mengatakan bahwa
pihak Iran sendiri sudah bersifat kooperatif terhadap IAEA
dengan memperbolehkan mereka untuk menginspeksi
program nuklir Iran. Tetapi sifat kooperatif dari Iran kemudian
berubah menjadi tertutup lantaran IAEA tidak melakukan hal
yang sama terhadap Israel yang juga diduga memiliki program
nuklir sejak tahun 1986 serta telah berkembang dugaan
bahwa Israel tengah mengembangkan senjata nuklir di kota
Dimona yang terletak di tengah-tengah Gurun Negev. Tetapi
ketika Israel menolak IAEA untuk menginspeksi nuklirnya,
IAEA terkesan menurut dan tunduk terhadap Israel. Hal inilah
yang kemudian memicu Iran untuk tidak lagi bersifat kooperatif
dengan IAEA (Armandhan, 2012).
Sejak tahun 2006, Dewan Keamanan PBB telah
memberlakukan lebih dari sekali resolusi terkait kritik terhadap
program nuklir yang dilakukan oleh Iran. Resolusi yang
dilakukan oleh PBB tersebut bertujuan untuk memberikan

77
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tekanan terhadap Tehran, agar menghentikan program
pengResoayaan uranium dan misil balistiknya (Starr, 2010).
Karena adanya usaha-usaha dari Iran untuk tetap melanjutkan
program nuklirnya sekalipun telah diberikan resolusi oleh PBB,
Dewan Keamanan PBB akhirnya memberikan sanksi kepada
Iran yang secara progressive akan mengenai cabang-cabang
dari pemerintahan ataupun bisnis yang kemudian berkaitan
dengan program nuklir dan militer Iran. Bentuk dari sanksi
yang diberlakukan antara lain seperti Travel bans dan
pembekuan asset baik milik individu, perusahaan, atau bank.
Sanksi yang diberikan oleh PBB tersebut, berawal
pada tahun 2005 dimana pada saat itu, negosiasi yang
dilakukan oleh Inggris, Jerman, dan Perancis terhadap Iran,
telah dilanggar dikarenakan Iran tetap melanjutkan program
nuklirnya dibawah kepemimpinan presiden yang baru, yaitu
Mahmoud Ahmadinejad. Sanksi pertama yang diberikan PBB
dikeluarkan pada tahun 2006 stelah keluarnya Resolusi 1737
dimana kemudian PBB mengharuskan bagi seluruh negara
anggotanya untuk mengambil tindakan pencegahaan terhadap
adanya transfer, penjualan, atau pemasokan material-material
ke Iran yang memungkinkan untuk digunakan dalam program
nuklir dan misil balistiknya. Selanjutnya resolusi ini berlanjut
dengan sanksi berupa pembekuan asset finansial oleh seluruh
negara anggota terhadap 22 perusahaan dan individu yang
terlibat dalam program nuklir Iran. Dewan PBB juga
memberikan sanksi berupa larangan terhadap seluruh ekspor
persenjataan Iran (BBC World News, 2010). Akan tetapi
sanksi ini tidak cukup efektif menghentikan Iran, yang melalui
juru bicara menteri luar negerinya, menganggap bahwa hal ini
adalah sebuah kesalahan dimana seharusnya PBB fokus
terhadap Israel yang tidak menolak penggunaan senjata nuklir
dibandingkan dengan Iran. Selain itu, adanya kepentingan
Rusia di Iran terkait kontrak $1 milyar dolar atas light water

78
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
reactor di Bushehr menyebabkan keengganan Rusia untuk
turut menyetujui sanksi ini.
Selanjutnya, PBB kembali mengeluarkan sanksi
terhadap Iran, bersamaan dengan dikeluarkannya Resolusi
1747, pada tahun 2007 berupa penghentian kerjasama
finansial baru dengan Iran oleh negara-negara anggota PBB
dan juga institusi finansial global. Larangan kerjasama
finansial ini termasuk juga pemberian dana atau kelonggaran
pinjaman yang mungkin dilakukan oleh negara-negara
maupun institusi kepada Iran. Hanya saja, PBB memberikan
pengecualian terhadap kerjasama finansial yang dilakukan
atas dasar kemanusian dan tujuan pembangunan. Sanksi ini
didukung oleh Rusia yang pada saat itu memiliki
permasalahan dengan Iran akibat adanya penunggakan
pembayaran Bushehr yang dilakukan Iran. Meski demikian,
menteri luar negeri Iran, Manouchehr Mottaki, tetap
mengganggap bahwa tindakan Dewan Keamanan ini tidak
penting dan tidak sesuai.
Keberlanjutan terkait sanksi Iran sempat mengalami
pertentangan ketika pada tahun 2008 terjadi perbedaan
pendapat mengenai kelanjutan pemberian sanksi terhadap
Iran. Beberapa negara seperti Libya, Afrika Selatan, Indonesia
dan juga Vietnam, beranggapan bahwa sanksi terhadap Iran
tidak perlu dilanjutkan mengingat adanya etikat baik dari Iran
untuk bekerjasama dengan IAEA. Hal ini berbeda dengan
Amerika dan Eropa yang tetap bersikukuh untuk
meningkatkan sanksi atas dasar kegagalan Iran untuk
mematuhi dua resolusi sebelumnya. Resolusi 1803 yang
dibuat kemudian, menawarkan pembatasan interaksi
perbankan antara negara-negara PBB dengan bank-bank Iran
terutama Bank Melli dan Bank Saderat, yang dipercaya telah
membantu pasokan finansial bagi program nuklir Iran. Iran pun
menganggap sanksi ini sebagai suatu hal yang tidak
bertanggung jawab.

79
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Pada tahun 2010, dewan PBB menyetujui pemberian
sanksi baru kepada Tehran berupa larangan terhadap Iran
untuk membeli senjata berat seperti tank, helicopter, dan misil.
PBB juga mempertegas peraturan-peraturan terhadap
transaksi finansial dengan bank-bank Iran. Sanksi ini
dikeluarkan setelah adanya negosiasi yang dilakukan dengan
Rusia dan Cina, dengan persayaratan tidak ada sanksi berupa
pelumpuhan ekonomi maupun embargo minyak terhadap Iran
(BBC World News, 2010). Demi berjalannya sanksi baru ini,
Dewan Keamanan juga menawarkan beberapa area
kerjasama yang memungkin untuk mengikat Iran sehingga
bersedia menghentikan program nuklirnya. Terkait sanksi baru
yang diberikan kepada Iran, Duta Besar Iran di PBB
mengatakan bahwa tidak ada tekanan yang dapat
menhentikan tekad negaranya untuk mendapatkan hak yang
legal terkait pengkayaan uranium.

Uni Eropa dalam Pemberian Sanksi kepada Iran


Uni Eropa merupakan salah satu aktor yang memiliki
keterlibatan cukup penting dalam pemberian sanksi terkait
program nuklir Iran. Bahkan sanksi terhadap pengembangan
program nuklir Iran merupakan salah satu agenda yang
dilakukan oleh Uni Eropa sejak munculnya isu mengenai
ambisi Iran terhadap pengkayaan nuklir dan uranium di tahun
2006. Sejak saat itu, Uni Eropa selalu menerapkan resolusi-
resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB kepada
Iran. Meski demikian, Uni Eropa tida k serta-merta secara
terang-terangan memberikan hukuman sebagaimana Amerika
Serikat. Hal yang dilakukan oleh Uni Eropa, lebih bersifat
„critical dialogue‟ yang bertujuan untuk memberikan tekanan
kepada Iran akibat tetap mengelak terkait tuduhan pembuatan
senjata nuklirnya. Alasan dari tindakan Uni Eropa yang cukup
halus adalah dikarenakan Iran merupakan negara yang

80
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
memiliki hubungan penting bagi Eropa terutama terkait
perdagangan minyak (Tabrizi & Santini, 2012).
Pada awalnya, Eropa dan Iran memang seringkali
menunjukkan perselisihan semenjak berakhirnya perang
dingin. Barat banyak memberikan kritik terhadap Iran
mengenai masalah-masalah seperti keterlibatan Iran dalam
pemberian dukungan kepada kelompok terorisme seperti
Hisbullah dan Hamas, sikap acuh Iran terhadap Hak Asasi
Manusia, serta sikap permusuhan Iran kepada Israel. Dalam
hal ini, pandangan Eropa berbeda dengan Amerika Serikat
yang berasumsi bahwa Iran hanya dapat dikendalikan dengan
tekanan dan sanksi ekonomi (European Union Center, 2008).
Eropa tidak menuruti untuk mengikuti Amerika Serikat dan
menolak memberikan sanksi kepada Iran. Eropa memiliki
pendapat bahwa sanksi ekonomi merupakan pilihan buruk
dalam menangani kasus Iran (Tabrizi & Santini, 2012). Karena
hal ini, hubungan Iran-Eropa menjadi lebih baik. Bahkan Eropa
dan Iran membuat sebuah kerjasama melalui Trade and
Cooperation Agreement (TCA). Akan tetapi hubungan ini
memburuk setelah kelompok reformis Iran digeser oleh
kelompok konservatif yang cenderung tidak pro-barat.
Hubungan ini semakin diperuncing setelah munculnya isu
program nuklir yang dilakukan oleh Iran. Uni Eropa menjadi
salah satu anggota PBB yang turut mengecam Iran atas
program nuklir dan pengayaan uranium yang dilakukannya.
Hingga tahun 2010, usaha yang dilakukan oleh Uni Eropa
dalam menanggapi kasus nuklir Iran masih sama dengan
cara-cara yang biasa dilakukan oleh Eropa yaitu dengan
melalui jalan diplomasi tanpa harus memberikan hukuman.
Akan tetapi, kondisi ini berubah dalam kurun waktu dua tahun
terakhir dimana Uni Eropa juga turut memberlakukan sanksi
ekonomi seperti larangan transaksi finansial, larangan import
minyak mentah, dan mem-blacklist beberapa bank Iran yang
dianggap memiliki keterlibatan dalam program nuklir Iran.

81
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Alasan dari perubahan kebijakan yang dilakukan oleh Eropa
ini adalah akibat adanya perubahan legislasi Eropa yang
bercermin pada sistem legislatif Amerika Serikat. Uni Eropa
mulai mengikuti jalan Amerika Serikat dalam mengatasi kasus
di Iran. Hingga puncaknya, pada Januari Tahun 2012, menteri
luar negeri Uni Eropa menyetujui pembentukan sanksi baru
yaitu dengan menjatuhkan embargo minyak kepada Iran.

Kebijakan Luar Negeri Iran


Untuk mengetahui reaksi Iran terkait resolusi yang
dikeluarkan oleh PBB tersebut, terlebih dahulu kami
menganalisa bagaimana bentuk kebijakan luar negeri yang
dilakukan oleh Iran. Seiring dengan berjalannya waktu,
perkembangan zaman dan dinamika perpolitikan pun tentu
turut mempengaruhi jalannya kebijakan luar negeri suatu
negara. Tak terkecuali Iran. Ciri dan karakteristik tertentu pada
masanya, membuat kebijakan luar negeri Iran menjadi seperti
sekarang. Terdapat tiga fase yang dapat menjelaskan
perkembangan Kebijakan Luar negeri Iran, yang tidak dapat
dipungkiri kebijakan-kebijakan ini juga erat kaitannya terhadap
resolusi PBB dan berbagai sanksi yang diberikan terhadap
Iran.
Fase pertama, yakni pada tahun 1979-1989 dibawah
Presiden Ayatollah Khomaeini, memiliki beberapa point
penting terkait dengan kebijakan luar negeri Iran, yakni 1)
Hubungan dekat dengan Amerika berbalik menjadi
permusuhan terbuka; 2) Pola aliansi regional bergeser jauh
dari pro-Israel, ke status quo anti dan pro kebijakan Palestina,
sebuah hasil penting dari radikalisasi ini adalah dukungan
untuk kelompok militan Islam di Timur Tengah; 3) Sikap Pro
terhadap Amerika atau Barat berubah menjadi berubah
menjadi partisipasi aktif di PBB, gerakan non-blok, konferensi
Islam dan berbagai forum internasional lainnya; 4) tren ini

82
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
memaksa Iran untuk mengeksplorasi kemungkinan kaitan
dengan blok Soviet serta dengan negara Uni Eropa
Setelah fase ini hubungan Iran dengan Eropa dimulai
dengan adanya kekhawatiran Eropa akan revolusi Islam yang
mendestabilisasi wilayah, khususnya negara-negara teluk, di
mana Eropa sangat bergantung untuk minyak, selain memiliki
pasar yang signifikan. Keadaan ini juga memaksa Iran untuk
meksplorasi bagaimana hubungan diplomatik serta ekonomi
Uni Soviet dengan Eropa Timur, berkaitan dengan slogan Iran
pada masa itu “neither West nor East”.
Fase kedua, adalah pergantian presiden dikarenakan
Khomeini meninggal pada tahun 1989 dan diganti dengan
presiden Rafsanjani. Dengan kekuasaan eksekutif yang baru,
pemerintah Rafsanjani dimulai dengan dua program reformasi.
Yakni mengubah regional Iran dan isolasi internasional
dengan mengurangi dampak radikalisme revolusioner dan
mengubah kebijakan ekonomi dengan memperkenalkan
program rekonstruksi ekonomi. Pemerintah berusaha untuk
memperbaiki hubungan dengan negara-negara teluk dan
kembali menjalin hubungan diplomatik, seperti di Jordania,
Mesir, dan Tunisia.
Kemudian merekronstuksi ekonomi dengan
menghidupkan kembali semangat perekonomian yang dulu
telah di dominasi dengan banyaknya pengangguran, dan
terciptanya jarak pemisah antara kaum borjuis dan proletar.
Selama fase ini hubungan Iran dan Uni Eropa semakin
membaik. Iran melihat bahwa Uni Eropa adalah ladang bagi
pinjaman luar negeri, kredit, serta investasi yang dibutuhkan
untuk rekonstruksi ekonomi.
Fase ketiga, yakni pada saat presiden Khatami berkuasa.
Dalam pidato pelantikannya, Khatami menekankan bahwa
tujuan kebijakan luar negerinya akan didasarkan pada tiga
prinsip: kebijaksanaan, integritas, dan kebijaksanaan dalam
mengejar perdamaian dan keamanan. Ia juga menyatakan

83
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
harapannya untuk membangun dialog antara Islam dan
peradaban lainnya dalam upaya untuk mencapai detente
dengan dunia luar (Iran-foreign policy, 2003)
Menjadi salah satu ciri khas Khatami, yakni ia lebih
menyukai dialog-dialog daripada adanya benturan. Hal ini
disambut baik oleh EU yang menyelenggarakan dialog kritis,
yang dapat disebut “Comprehensive Dialouge” (Moshaver).
Dialog ini mendiskusikan serta membahas beberapa isu terkait
dengan 1) area kerjasama, perdagangan dan investasi,
energi, obat-obatan serta pengunsi; 2) Isu internasional,
terorisme, hak asasi manusia, dan proliferasi; 3) Isu Regional,
Irak, negara teluk, Asia, serta proses perdamaian di Timur
Tengah.
Kebijakan luar negeri Iran dan nuklir berubah pada musim
semi 2005 ketika Ahmadinejad berkuasa. Iran paling signifikan
dengan tujuan negosiasinya dengan negara-negara Eropa
dan IAEA untuk mempertahankan siklus pengayaan nuklirnya
dan diharapkan kegiatannya akan berujung pada pengakuan
hak-hak nuklirnya. Tapi setelah beberapa saat, terutama
setelah Ahmadinejad berkuasa, pejabat kebijakan luar negeri
Iran yakin bahwa tujuan utama dari AS dan Eropa tidak hanya
kelanjutan dari suspensi tetapi juga akhir dari program nuklir
Iran, sehingga mereka memutuskan untuk mengubah orientasi
kebijakan luar negeri mereka (Haji-Yousefi)
Sebagai akibatnya, Iran merevisi diplomasi nuklirnya yang
didasarkan pada bersyarat kerjasama dengan pembicaraan
IAEA dan eksklusif dengan Eropa 10 negara. Kebijakan baru
nuklir Iran dibentuk atas dasar lapisan multi-gerakan. Pertama
Iran menyatakan bahwa ia akan melanjutkan negosiasi dan
kerjasama dengan IAEA tetapi tidak akan pernah bernegosiasi
tentang menghentikan pengayaan. Kedua Ahmadinejad
menyetujui sebuah manual tentang bagaimana negara-negara
asing mungkin berpartisipasi dalam program nuklir Iran pada
tanggal 24 Mei 2005.

84
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Proses Pembuatan Keputusan Iran
Sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa kepada Iran terkait
embargo atas minyak Iran dan juga sanksi pembekuan aset-
aset milik bank sentral Iran dinilai Iran sebagai sebuah
tekanan bagi Iran untuk bersedia berunding dan juga
menghentikan program senjata nuklir seperti apa yang
ditudingkan Uni Eropa bahwa Iran telah melanggar resolusi
dewan keamanan PBB. Sanksi-sanksi tersebut pada akhirnya
akan berdampak bagi masa depan Iran termasuk dalam
proses pembuatan kebijakan Iran dalam politik luar negerinya.
Pertama, Iran melihat sanksi yang diberikan Uni Eropa
sebagai sebuah hal yang tidak bijaksana karena sanksi
tersebut hanya bersifat sebagai penekan. Kedua, bagaimana
pun juga komunitas internasional membutuhkan Iran karena
Selat Hormuz berada di wilayah Iran dan Selat Hormuz sendiri
merupakan jalur yang sangat penting yang dibutuhkan oleh
banyak negara sebagai lalu lintas pengiriman minyak dunia ke
seluruh penjuru dunia. Dan ketiga mengenai masalah
negosiasi nuklir, sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa dan
Amerika Serikat dianggap Iran sebagai usaha untuk
mengubah kebijakan nuklir di Iran, namun Iran tetap
bersikukuh untuk mengambil sikap mempertahankan
pengembangan nuklir. (BBC, 2012)
Pemimpin besar revolusi islam Iran, Ayatullah Al-Udzma
Sayid Ali Khamenei menekankan bahwa sanksi bagi Iran
bukanlah hal baru. Sanksi baru yang diberikan oleh Uni Eropa
tidak akan menggoyahkan pilar-pilar republik Islam karena
dampak embargo minyak bisa semakin menambah buruk
krisis yang terjadi di Eropa. (Analisa, 2012)
Meningkatkan hubungan dengan Uni Eropa dengan
diplomasi aktif menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri
Iran namun saat ini kondisinya sudah berbeda mengingat
hubungan Iran dengan Uni Eropa menjadi tegang karena Uni

85
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Eropa mendukung resolusi 1929 dewan keamanan PBB.
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa hubungan antara Uni
Eropa menjadi melemah atau memburuk. Oleh karena itu
dalam menentukan kebijakan luar negerinya Iran tetap Anti-AS
karena dalam hal ini AS selalu berusaha membesar-besarkan
kecurigaan tentang pengembangan nuklir sehingga Iran harus
menanggung resiko dari kebijakannya mempertahankan
program nuklirnya dengan berbagai sanksi dari DK PBB. Iran
terus berjuang untuk mengembangkan program nuklirnya
karena Iran sebagai negara penandatangan NPT (Non-
Proliferation Treaty) memiliki hak untuk mengembangkan
teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Iran menilai, sanksi-
sanksi tersebut tidak berdampak efektif bagi perekonomian
Iran. Dalam proses pembuatan kebijakannya, Iran selalu
memperhatikan keadaan domestik, sikap pemimpin, kekuatan
militer yang dimilikinya yakni sebagai pemilik Rudal yang
canggih.
Dalam menanggapi sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa,
Iran tetap akan mengembangkan nuklirnya dan mengabaikan
resolusi. Iran tidak takut terhadap ancaman Uni Eropa untuk
menghentikan penjualan minyak ke Eropa karena negara-
negara seperti China, India, dan negara-negara Asia Tengah
masih mau untuk membeli minyaknya.

86
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Gambar 1. Interaksi antar Faktor dalam Proses Pembuatan
keputusan Politik Luar Negeri menurut William D.Coplin

Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi


melemahnya atau memburuknya hubungan Iran dengan EU,
terutama dalam bidang ekonomi.

Perdagangan
Iran menjadi negara terbesar ke-2 di dunia dalam gas
alam (16% dari total cadangan gas alam dunia) dan terbesar
ke-3 dalam cadangan minyak (10% dari total cadangan
minyak dunia) sehingga hubungan Iran dengan Uni Eropa
adalah sebagai trading partner dimana 40% impor Uni Eropa
berasal dari Iran dan 36% ekspor Iran adalah ke Uni Eropa.
(EU, 2007)
Uni Eropa adalah mitra dagang Iran yang menerima
hampir dari sepertiga ekspor Iran, sekitar 18 miliar Euro pada
tahun 2009. Namun karena program nuklir Iran, hubungan
mereka menjadi melemah apalagi mengingat Uni Eropa dekat
dengan AS yang terus meyakinkan masyarakat internasional
tentang nuklir Iran yang akan menjadi ancaman bagi
keamanan internasional. Mitra dagang Iran di Uni Eropa,
seperti Jerman dan Italia telah drastis mengurangi keterlibatan
mereka dalam perekonomian Iran. Padahal, negara-negara ini
telah lama menjadi dua negara tujuan yang paling penting dari
ekspor manufaktur di antara negara-negara maju.
Sanksi pada akhirnya berpengaruh terhadap Iran dalam
melakukan perdagangan keuangan internasional. Dalam
menanggapi isolasi ekonomi, Iran telah semakin berusaha
untuk mengisi kesenjangan dengan memberikan insentif yang
cukup besar untuk perusahaan Cina, India dan Asia Tengah

87
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
untuk menarik investasi mereka terutama di industri konstruksi
dalam negeri, manufaktur dan sektor energi.

Situasi Domestik Iran


Sejak awal 1990-an, hubungan antara Iran dengan Uni
Eropa telah berkorelasi dengan situasi domestik Iran. Untuk
mengatasi politik, ekonomi dan isu-isu hak asasi manusia, Uni
Eropa telah memilih untuk melakukan hubungan dengan Iran
dalam format dialog, bukan melalui perdagangan biasa.
Inggris, Perancis dan Jerman telah memimpin perundingan
diplomatik terkait nuklir Iran dengan membuat sebuah
kerangka kerja pintu terbuka untuk negosiasi langsung dan
tidak langsung antara Amerika Serikat dan Iran. Sejak tahun
2005, kontroversi nuklir telah melampaui semua isu strategi,
keamanan energi di Timur Tengah, perdagangan dan bahkan
hak asasi manusia dalam hubungan Iran dengan Uni Eropa.
Akibatnya, kebijakan Uni Eropa semakin mirip kebijakan AS
terhadap Iran. Pada dekade berikutnya, kebijakan Uni Eropa
yang independen dan imajinatif berakhir dengan keluarnya
Resolusi 1929 DK PBB pada bulan Juni 2010.

Dampak dari Sanksi


Pada bulan Mei 2010, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni
Eropa, Catherine Ashton setuju untuk bertemu dengan
Teheran untuk membahas kebijakan nuklir Iran. Namun pada
bulan Juni kemudian para pemimpin Uni Eropa menyepakati
serangkaian sanksi baru terhadap program nuklir Teheran
yang berfokus terutama pada isu-isu ekonomi yaitu berujung
pada embargo pada minyak Iran. Dampak dari sanksi tersebut
bukan hanya menimpa Iran saja, akan tetapi juga keselamatan
ekonomi dunia karena dengan dihentikannya ekspor minyak
dari Iran ke Eropa maka krisis di benua Eropa akan semakin
parah. (Republika, 2012)

88
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Oleh karena itu, beberapa negara seperti India, Turki,
Cina juga Rusia menolak mematuhi embargo mengenai impor
minyak mentah Iran. Dalam hal ini, sikap Iran dalam melawan
sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa adalah dengan memutus
ekspor minyaknya ke Belanda dan Perancis. Sementara
Spanyol, Italia, Yunani dan Portugal diberi ultimatum untuk
menandatangani kontrak jangka panjang. Jika tidak maka
Taheran akan menghentikan penjualan minyak.

Hubungan Iran dan Uni Eropa Pasca Resolusi Dewan


Keamanan PBB. Keputusan Mentri Luar Negri Uni Eropa
tersebut ditanggapi oleh Iran dengan mengumumkan
penghentian penjualan minyak terbatasnya ke Inggris dan
Prancis. Hal ini dilakukan Iran sebagai langkah awal untuk
meyakinkan Uni Eropa bahwa Iran benar-benar serius dalam
menanggapi hukuman ekonomi yang diberikan oleh Uni
Eropa. Di sisi lain, Inggris dan Prancis ternyata tidak
mengalami dampak yang cukup signifikan dari keputusan Iran
tersebut karena Prancis tahun lalu hanya membeli tiga persen
dari cadangan minyaknya (58.000 barel per hari) dari Teheran,
sementara Inggris diyakini tidak lagi mengimpor minyak dari
Iran sebelum keluarnya keputusan Iran untuk menanggapi
ancaman dari Uni Eropa.
Pihak Iran sendiri menegaskan bahwa mereka akan terus
melakukan penghentian penjualan minyak ke Uni Eropa jika
suasana “Bermusuhan” yang mereka ciptakan karena program
nuklir Iran. Deputi Mentri Minyak Iran Ahmad Qalebani
menegaskan bahwa ekspor minyak ke Spanyol, Yunani, Italia,
Portugal, Jerman dan Belanda juga akan dihentikan apabila
hal ini terus berlanjut. Iran sadar jika penghentian penjualan
minyak ke Uni Eropa terus dilakukan, maka harga minyak
dunia akan meningkat. Ini jelas sangat menguntungkan Iran
dan mereka tidak benar-benar kehilangan pasar mereka
mengingat China, India, dan Russia telah menjadi konsumen

89
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
terbesar selama ini dan bersedia membeli cadangan minyak
Iran yang seharusnya dijual ke Eropa Barat.
Keputusan Iran untuk tetap mengembangkan program
nuklirnya ternyata didukung oleh dua negara pemegang hak
veto di PBB yaitu China dan Russia. Dukungan ini muncul
mengingat hubungan kerjasama nuklir mereka yang sudah
terjalin cukup lama. Dukungan tersebut diberikan China dan
Russia dengan menentang hukuman-hukuman yang
diberlakukan Dewan Keamanan PBB terhadap Iran. Rusia dan
Cina menganggap bahwa penerapan sanksi-sanksi tersebut
malah akan membuat suasana menjadi semakin panas antara
AS, Uni Eropa dan Iran. Kedua negara tersebut kemudian
masih dan akan tetap mengupayakan agar penyelesaian
kasus nuklir Iran dilakukan secara diplomatik dengan
negosiasi damai. Pada tanggal 16 Mei 2006, Menteri Luar
Negeri Rusia Sergei Lavrov bertemu dengan Menteri Luar
Negeri Cina Li Zhaoxing di Beijing untuk membicarakan
tentang program nuklir Iran. Pertemuan tersebut menghasilkan
kesepakatan antara China dan Russia untuk membendung
upaya-upaya Barat untuk meloloskan resolusi yang
mengharuskan Iran menghentikan program pengayaan
uraniumnya atau menghadapi sanksi-sanksi. Lebih lanjut,
Rusia dan Cina tidak akan ikut memilih atau mendukung untuk
penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah nuklir
Iran.

4. Kesimpulan

Setelah dikeluarkannya resolusi PBB tahun 2006 terkait


pengembangan nuklir dan pengayaan uranium yang dilakukan
oleh Iran, kondisi hubungan diplomatik antara Iran dan Uni
Eropa menjadi semakin memburuk. Hal ini dikarenakan Uni
Eropa semakin tegas turut serta dalam memberikan sanksi
kepada Iran. Hubungan diplomatik yang terjalin antara kedua

90
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
negara pada awalnya dapat dikatakan sebagai hubungan
kerjasama yang baik. Dibuktikan dengan adanya kerjasama
ekonomi kedua pihak terkait ekspor minyak Iran ke Eropa.
Akan tetapi setelah reformis Iran tergantikan dengan kelompok
konservatif yang tidak pro-barat, perselisihan kerap muncul
akibat adanya prinsip kebijakan luar negeri yang tidak terlalu
mendukung barat. Keharmonisan Iran-Uni Eropa kini menjadi
semakin buruk setelah menteri luar negeri Uni Eropa
menjatuhkan sanksi embargo minyak kepada Iran akibat Iran
tak kunjung menanggapi resolusi yang dikeluarkan oleh
Dewan Keamanan PBB. Sehingga pada hasilnya Iran pun
merespon tindakan Uni Eropa tersebut dengan menghentikan
ekspor minyak terbatasnya kepada Inggris dan Perancis yang
menjadi tanda keseriusan Iran menanggapi tindakan Uni
Eropa.

Daftar Pustaka

Analisa, H. (2012). Harian Analisa.


http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/11/8037
7/khamenei_sebut_uni_eropa_tolol_karena_dukung_san
ksi_pada_iran/#.UL_lFuQyJrs . Diakses pada Oktober
2017

Anggoro, Koesnanto (2003). Keamanan Nasional,


Pertahanan Negara, Dan Ketertiban Umum. Seminar
Pembangunan Hukum Nasional VllI oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional,Departemen Kehakiman
dan HAM RI

Armandhan, D. (2012). Israel Punya Nuklir, Kenapa Iran


Tidak Boleh?
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/354696-israel-

91
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
punya-nuklir--kenapa-iran-tidak-boleh . Diakses pada
Oktober 2017

BBC. (2007) Russia Ships Nuclear Fuel to Iran.


http://www.globalpolicy.org/security/sanction/iran/2007/1217f
uelshiprussia.htm . Diakses pada Oktober 2017

BBC. (2012)
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/01/120123_e
uiranoil.shtml. Diakses pada Oktober 2017

BBC World News. (2010). Middle East: BBC World News.


http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-10768146
.Diakses pada Oktober 2017

Buzan, Barry. People, States and Fear: An Agenda For


International Security Studies in the Post-Cold War Era.
1st edion 1981, 2nd Edition . Hertfordshire: Harvester
Wheatsheaf , 1991 dan 2008

Cole, J. (2012). Top Myths about Iran‟s Nuclear Enrichment


Program.
http://www.globalpolicy.org/component/content/article/18
5-general/51928-top-myths-about-irans-nuclear-
enrichment-program.html . Diakses pada Oktober 2017

European Union. (2007). Europe, Summaries of EU


Legisilation. EU relations with the islamic republic of
Iran
http://europa.eu/legislation_summaries/external_relations/rel
ations_with_third_countries/middle_east/r16004_en.htm
. Diakses pada Oktober 2017

92
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
European Union Center. (2008). Europe's Iran Diplomacy.
EUCE , 1-7.

Iran Indonesia Radio (2016) Laporan IAEA Tentang


Perjanjian Nuklir Iran.
http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/107915-
laporan-iaea-tentang-perjanjian-nuklir-iran. Diakses
pada Oktober 2017

Kompas. (2011) AS: Laporan IAEA soal Nuklir Iran


Menakutkan! .
http://nasional.kompas.com/read/2011/11/11/07533133/
as.laporan.iaea.soal.nuklir.iran.menakutkan . Diakses
pada Oktober 2017

Republika. (2012). Cara Iran Melawan Sanksi Minyak Uni


Eropa
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-
tengah/12/02/22/lzr35l-cara-iran-melawan-sanksi-
minyak-uni-eropa . Diakses pada Oktober 2017

Starr, J. (2010). The U.N. Resolutions: The Iran Primer


http://iranprimer.usip.org/resource/un-resolutions . Diakses
pada Oktober 2017

Tabrizi, A. B., & Santini, R. H. (2012). EU Sanctions against


Iran: New Wine in Old Bottles? ISPI Analysis No. 97, 1-7

Voice of America (2006) IAEA Laporkan Iran Masih Terus


Lakukan Aktivitas Pengayaan Uranium.
https://www.voaindonesia.com/a/a-32-2006-09-01-voa3-
85075122/6725.html . Diakses pada Oktober 2016

93
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
BAB 5
“BEBAS AKTIF” DALAM PANDANGAN
TEORI KRITIS HORKHEIMER

Sutiono

1. Pendahuluan

Doktrin politik luar negri adalah sebuah landasan berpijak


bagi sebuah negara untuk melaksanakan hubungannya
dengan negara lain. Sejak kemerdekaannya, Indonesia
dihadapkan pada sebuah realita dunia internasional yang
anarki sebagaimana yang diyakini oleh beberapa ahli
hubungan internasional. Politik internasional yang anarki
adalah sebuah politik di mana tanpa ada satu kekuatan yang
menjadi penentu “aturan main” dalam berhubungan.
Namunpun demikian, Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
dibentuk pasca perang dunia dua, sedikit banyak telah
membuat negara-negara memiliki kepercayaan akan dunia
internasional yang damai, yang memiliki nilai-nilai saling
menghormati wilayah kedaulatan territorial masing-masing
negara, tanpa memandang besar-kecilnya power sebuah
negara.
Kesempatan kerja sama internasional yang terbuka lebar
melalui PBB dimanfaatkan Indonesia dalam melaksanakan
sebuah doktrin atau pandangan luar negrinya yang tertuang
dalam konstitusi Indonesia alinea ke empat “… ikut
melaksanakan ketertiban dunia…”. Melalui berbagai
pertimbangan maka dirumuskanlah sebuah pandangan dari
Pahlawan Proklamasi Indonesia, Mohammad Hatta, sebuah
pandangan “politik luar negri bebas-aktif”.Namun, konstelasi
hegemonik dari persaingan memperebutkan pengaruh politik

94
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
internasional oleh Amerika dengan aliansi baratnya (blok) dan
UniSoviet dengan aliansi timurnya (blok timur) menantang
Indonesia yang baru merdeka, dengan respon Indonesia
kepada dunia internasional berupa politik luar negri beabs-
aktif. Pasca perang dingin, konstelasi berubah dan dunia
penuh dengan ruang kerja sama, persaingan politik tidak
mewarnai hubungan antar negara di dunia. Kerja sama
ekonomi lebih diterima daripada persaingan politik apa lagi
perlombaan produksi atau kepemilikan senjata mutakhir.
Tantangan kekinian pasca perang dingin inilah yang harus
menjadi narasi politik luar negri Indonesia harus
dikembangkan. Bagaimana jawaban konstelasi perimbangan
kekuatan antara Amerika dan Unisoviet tadi berubah menjadi
konstelasi kerja sama ekonomi multilateral yang kompleks,
yang melibatkan beragam aspek kehidupan mulai, ekonomi,
sosial, budaya, ekonomi, teknlogi, informasi dan politik
tentunya. Dengan demikian bagaimana rumusan pandangan
politik ini dilihat atau ditinjau dari berbagai teori? secara
universal teori membantu menganalisa dan menjadi rujukan
akademisi dalam melihat sikap, aksi dan cara pandang setiap
negara. Selanjutnya Apa yang bisa dipelajari dari sudut
pandang teori yang diadopsi secara universal tadi terhadap
Politik Luar Negri Bebas-Aktif? dan terkahir bagaimana
mengembangkan Politik luar negri bebas-aktif sesuai dengan
tantangan global saat ini tanpa harus kehilangan makna
dasarnya?
Beberapa rumusan yang bisa dipakai untuk menganalisa
dan mendalami politk luar negri bebas-aktif dari kaca mata
teori kritik adalah interkorelasi nilai-nilai prinsip teori kritik
dengan politik luar negri bebas aktif, dan bagaimana politik
luar negri bebas-aktif dikembangkan berdasarkan pandangan
teori kritik? Tujuan dari pada makalah ini adalah sebaga
berikut: untuk melihat dan mengetahui tinjauan kritis dari
politik luar negri bebas-aktif Indonesia dalam kerangka

95
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Dynamic Equillibrium da untuk menjadi landasan
pengembangan bagi kerangka politik luar negri bebas-aktif ke
depannya Manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini sedikitnya sebagai berikut: untuk dapat menjadi sebuah
“alat pembedah” dalam melihat politik luar negri bebas-aktif
Indonesia dalam perspektif teori kritik dan menjadi rujukan
khasanah teoritis baru dalam melihat politik luar negri
Indonesia yang bebas-aktif

2. Metode Penelitian

Penelitian dalam prosesnya memerlukan metode yang


tepat agar penelitian yang diharapkan dapat sesuai dengan
tujuan penelitian yaitu menjawab perntayaan-pertanyaan
penelitian yang ada. Untuk itu dibutuhkan metode penelitian
yang tepat dalam mendalami objek penelitian tersebut. Dalam
kaitannya dengan metode tersebut berbagai proses-proses
dalam metode penelitian kualitatif akan dipakai penulis dalam
mengumpulkan data, menganalisa, dan merumuskan
penulisan penelitian agar secara sistematis dapat dipahami
hasil dari penelitian dari objek yang diteliti. Penelitian ini akan
menggunakan metode penelitian kualitatif.
Tipe penelitian dalam makalah ini adalah tipe penelitian
kualitatif, bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengelaborasi
sebuah grand teori atau teori. Tujuannya adalah untuk
menggambarkan bagaimana teori-teori itu melihat sebuah
fenomena dan mengelaborasinya menjadi sebuah pandangan
yang mudah dipahami secara komprehensip. Dengan
demikian diharapkan dengan melalui metode kualitatif ini bisa
didapatkan sebuah formula yang bisa dipakai untuk
memberikan penggambaran terhadap fenomena yang akan
diteliti.
Penelitian ini akhirnya sebuah tinjauan teoritis untuk
mengetahui bagaimana cara pandang teori kritis melihat

96
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sistem politik luar negri bebas-aktif Indonesia. Komparasi
antara nilai-nilai prinsip yang dipegang oleh teori kritis dan
sistem politik luar negri bebas-aktif akan menjadi salah satu
yang memperkaya capaian dalam makalah ini.Persinggungan
nilai-nilai prinsip teori kritik dan nilai-nilai prinsip politik luar
negri bebas-aktif merupakan didalamnya. Unit analisisnya
kemudian adalah Politk luar negri bebas-aktif yang
dikembangkan dalam pandangan Dynamic Equillibrium.
Data-data yang menunjang dalam penelitian sepenuhnya
adalah data sekunder dari berbagai sumber dokumen-
dokumen, buku-buku, dan laporan atau jurnal-jurnal ilmiah.
Sebagai beberapa bahannya adalah buku-buku yang
membahas mengenai teori kritis itu sendiri, jurnal-jurnal yang
membahas dynamic equilibrium, dan sedikit buku-buku doktrin
pertahanan sebagai bentuk pendekatan khusus mengenai
diplomasi pertahanan. Data-data ini nantinya akan dipakai dan
diolah dalam penelitian ini. Tulisan ini secara deskriptif-analitik
akan menggambarkan pandangan teori kritik terhadap
dynamic equilibrium yang dianut Indonesia dalam melihat
konstelasi politik global. Untuk menguatkan setiap argumen
yang diangkat dalam makalah ini, upaya-upaya yang
dilakukan adalah berupa tinjauan pustaka sebagai landasan
data. Pendekatan yang akan diambil adalah pendekatan kritis
dalam melihat fenomena nilai, subjek penelitian dan objeknya.

3. Kritik Horkheimer sebuah Tinjuan Teoritis

Teori kritis berasal dari sebuah perjalanan panjang


dialektika materialis-ekonomi Karl Marx dalam mengkritik teori
positive universal kapitalisme yang melihat kebebasan individu
adalah sebuah kebenaran absolut yang harus diterima oleh
masyarakat. Pendekatan ilmiah sains ilmu pasti yang dipakai
oleh kaum individualis ini yang banyak dikritik oleh pemikir-

97
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pemikir yang mengembangkan teori Marxis, seperti
Horkheimer, Adorno, ataupun Gramsci. Dalam pandangan
teori kritis, saintinsme ideologi hanya akan mengakibatkan
penguatan pada status quo(hegemoni atau kekuasaan
absolut) itu sendiri (Budi Hardiman, 2007: 24).

Max Horkheimer adalah seorang ilmuwan Jerman yang


begitu mempengaruhi pemikiran sosiologis dari kalangan
cendekia Jerman yang terkenal dengan sebutan Frankfurt
School (mitpress.mit.edu: 2017). Dua diantara warisan
pandangan kritisnya yang kemudian diilhami banyak peneliti
selanjutnya yang berpandangan kitik yang sama, berdasar
pada teori-teori dialketika materialis-ekonomi Marxis adalah
Filsafat Sosial dan Dialektika Pencerahan.
Menurut Horkheimer, teori kritis berfungsi sebagai
pandangan yang melawan status quo, melawan kemapanan
ilmu pasti, dan relasi dasar individu. Ketika berhadapan
dengan pandangan masyarakat kapitalis yang beranggapan
bahwa ada kesetaraan pertukaran antara benda-benda, maka
teori kritik di sana melihatnya sebagai, "the human bottom of
nonhuman things and demystify the surface forms of equality".
Bagi Horkheimer, fungsi sosial filsafat terletak pada
kritisismenya terhadap hal yang sudah lazim (Aronowitz,
dalam: Horkheimer, 1972, dalam Sindung Tjahyadi 2007).
Pandangan mendasar teori kritik lainnya adalah bahwa setiap
teoritikus, dalam mengkonstruksi teorinya menjadi tidak bebas
nilai, karena menjadi subjek, yang mana seharusnya seorang
teoritikus harus menjadi objek dari bersama dengan objek
yang ditelitinya sehingga mampu terbebas dari nilai-nilai
subjektifitas. Liberasi dari nilai-nilai subjektifitas merupakan
titik berat dari teori kritik (Max Horkheimer, 1975).
Keterlibatan teoritikus terhadap objek penelitiannya
sangatlah penting, karena merupakan pandangan utama dari

98
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
teori kritik. Keterlibatan tersebut terkandung dalam tujuan
"teori", yakni:
Merekonstruksi masyarakat berdasar atas hubungan non-
eksploitatif antar pribadi
Merestorasi peran sentral manusia dalam evolusi
masyarakat sebagai satu kesadaran yang mandiri, sebagai
subjek dari realitas sosial yang mengatur dirinya sendiri
(Aronowitz, dalam: Horkheimer, 1972, dalam Sindung Tjahyadi
2007).

Horkheimer berpandangan bahwa kita seharusnya"learn


to look behind the facts; ... to distinguish the superficial from
the essential without minimizing the importance of either".
Horkheimer menyebut pemikiran dialektis sebagai prakondisi
bagi terwujudnya masyarakat rasional (Ibid). untuk
menguatkan argumen ini Horkheimer mengutip sebuah
pandangan Descartes, di mana mengawali ketertarikannya
untuk menjelaskan lebih jauh mengenai sejarah dari sebuah
fakta, Horkheimer mengatakan “The third maxim in Descartes'
scientificmethod is the decision to carry on my reflections in
due order, commencing with objects that were the most simple
and easy to understand, in order to rise little by little, or by
degrees, to knowledge of the most complex, assuming an
order, even if a fictitious one, among those which do not follow
a natural sequence relative to one another” (Max Horkheimer,
1975, Hal. 189).
Kritik dari Horkhimer untuk pandangan positivistik adalah
pada kebenaran mutlak dari kerangka teoritis sebuah teori.
Frame sebuah fakta secara general diletakan kebenarannya
mengikuti kerangka teori tersebut. Kritik ini kemudian
dinyatakan Horkheimer dengan menyatakan tujuan teori
bahwa “The general goal of all theory is a universal systematic
science, not limited to any particular sub-ject matter but
embracing all possible objects” (Ibid, Hal. 188). Disini

99
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Horkheimer menyatakan dengan jelas seluruh fakta secara
universal dari objek yang diteliti harus benar-benar bisa diteliti
oleh sebuah teori sebagaimana tujuan dari sebuah teori
seharusnya. Dua pendekatan teori-teori sosial dibangun yang
dikritik oleh Horkheimer adalah bagaimana pemikiran sosial
secara capital yang bisa diukur secara matematis dan
bagaimana pemikiran empiric yang berhasil mendemitologi
fenomena sosial menjadi mitos sosial lainnya setelah menjadi
pengalaman empirik historis tadi untuk menjustifikasi sebuah
fenomena baru, bukannya yang seharusnya menjadi liberator
berpikir untuk menggali lebih dalam dari sejarah fakta yang
ditemui (Sindung Tjahyadi, 2007). Ciri emansipatoris yang
liberatoris dari teori kritik bisa dilihat dari faktor-faktor berikut:
Bersikap kritis dan curiga terhadap zamannya. Berpikir
secara historis, berpijak pada masayarakatnya dalam kondisi
yang “historis”. Tidak memisahkan teori dari praktek, tidak
memisahkan fakta dari nilai, semata-mata hanya untuk
mendapatkan hasil yang objektif (Adian, 2005)
Teori kritis juga dipenagruhi oleh pemikiran kritik dari
pandangan Gramsci dan Frankfurt school (Sterling-Folker
2005) yang melawan pemikiran liberalis dan realis. Kedua
pemahaman ini mempercayai bahwa apa yang menjadi
struktur atau sistem dalam hubungan internasional adalah
sesuatu yang “taken for granted”. Lebih jauh menurut kedua
pandangan yang dikritik kaum Gramscian, realitas hubungan
internasional merupakan cerminan dari hubungan antara
kekuatan-kekuatan sosial (material, ideologi, institusi) yang
berada di dalamnya. selanjutnya hubungan internasional
dimaknai sebagai sebuah sistem yang dibentuk oleh
kepentingan dari kekuatan-kekuatan sosial tersebut.
Pemaknaan lain dari pandangan Gramsci di atas lebih
lanjut kemudian dimaknai sebagai berikut, internasional
adalah konstruksi dari aktor-aktor yang saling berkompetisi
dalam sistem internasional. Karena sistem internasional tidak

100
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
ada begitu saja secara alami melainkan dikonstruksi, dan
kekuatan yang paling besar yang paling berpotensi menjadi
pembentuk utamanya, melalui kepentingan-kepentingannya,
juga tidak ada perbedaan mendasar antara subjek (analis) dan
objek (fokus analisi) (Jackson and Sorensen, 2005). Sebagai
sebuah pandangan emansipatoris teori kritis memiliki
kepercayaan bahwa sistem internasional akan bertransformasi
dan akan menghilangkan penindasan serta tercipta
kesetaraan di dunia internasional, sebagaimana teori
hegemoni Gramsci yang percaya bahwa sistem internasional
secara ekonomi-politik dibentuk oleh negara-negara dengan
kekuatan besar.
Beberapa asumsi pentingnya pemikiran “kiri” Gramsci
yaitu:
Hubungan dialektik antara epistemologi dan budaya
(termasuk politik), yang secara kongkrit individual bisa
diartikan sebagai hubungan eksistensial.
Semakin disadarinya nilai penting epistemologis sebagai
sarana kritik dan daya cipta peradaban atau realitas sosial.
Rekosntruksi dan kontekstualisasi epistemology sebagai hal
penting dalam wacana kritis suatu pemikiran atau
pengembangan prinsip-prinsip yang diaplikasikan dalam
kehidupan nyata. Asal-usul filsafat Gramsci adalah penafsiran
realitas dengan tradisi Marxian; dan dalam tradisi Marxian,
epsitemologi adalah pertanyaan praktis, bagaimana dunia
dipahami, dan ini hanya terjawab melalui kerja
Eksplorasi epistemologi seorang tokoh niscaya
melibatkan pembacaan, penafsiran, dan Analisa ulang sejarah
di zaman hidupnya tokoh tersebut. Dalam menafsirkan
realitas, Gramsci tidak hanya sekedar wacana historis, tapi
menjadi inspiratif, bahkan menjadi spirit dalam arti filosofis
sampai politis-praktis (Made Pramono, 2017)
Gramsci dalam menilai keksuasaan atau power berbeda.
Menurutnya kekuasaan itu adalah hegemoni. Hegemoni yang

101
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dimaksud oleh Gramsci adalah sebuah keadaan di mana
supremasi kelompok penguasa terjadi terhadap kelompok
sosial di bawahnya, namun tanpa disadari oleh kelomopok di
bawahnya tersebut (Hendarto, 1993, hal 74). Hegemoni
adalah konsensus, itulah sebabnya hegemoni pada
hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar
menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka
yang ditentukan (Gramsci, 1976:244) Gramsci lalu
memberikan tiga ciri perbedaan hegemoni, yaitu hegemoni
total (integral), hegemoni yang merosot (decedent) dan
hegemoni yang minimum (Femia, 1981). Dominasi terjadi
dalam dua bentuk yaitu law inforcement melalui aparatur
negara seperti kepolisian, tentara, bahkan penjara dan yang
lainnya berupa tatanan sosial yang ada seperti ajaran-ajaran
agama, budaya, dan pendidikan atau civil society. Dalam
pandangan Gramsci, dominasi kedua melalui moral-intelektual
ini lebih disebut hegemoni. Karena melalui dominasi moral-
intelektual maka yang disubordinasi ini akan secara
konsensual melakukan apa yang menjadi nilai-nilai penguasa
tanpa mempermasalahkannya. Menurut Gramci, agar yang
dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya
harus merasa mempunyai dan menginternalisasinilai-nilai
serta norma penguasa, lebih dari itu mereka juga harus
memberi persetujuan atas subordinasi mereka. Inilah yang
dimaksud Gramci dengan “hegemoni” atau menguasai dengan
“kepemimpinan moraldan intelektual” secara konsensual.
Dalam kontek ini, Gramci secara berlawanan mendudukan
hegemoni, sebagai satu bentuk supermasi satu kelompok atau
beberapa kelompok atas yang lainnya, dengan bentuk
supermasi lain yang ia namakan “dominasi” yaitu kekuasaan
yang ditopang oleh kekuatan fisik (Sugiono, 1999:31 dalam
Saptono).

102
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
4. Hasil Politik Luar Negri Bebas Aktif

Prinsip-prinsip politik luar negri Indonesia berasal dari


nilai-nilai yang menjadi dasar negara yaitu alinea pertama
UUD 1945 “…penjajahan di dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan…”.
Selanjutnya juga yang menjadi cita-cita Indonesia yaitu “…ikut
melaksanakan ketertiban dunia…perdamaian abadi…” yang
tertuang dalam aline keempat UUD 1945. Politik luar negeri
bebas-aktif tercatat pertama kali dicetuskan oleh Sutan Sjahrir
di New Delhi pada tahun 1947, pada saat Inter Asia Relations
Conference. Pada waktu itu Sjahrir mengatakan (Deplu, 1996:
388 dalam Agus Haryanto) “Dunia tampaknya memaksa kita
untukmembuat pilihan antara kekuatan yang saling
bermusuhan sekarang: antara blok Anglo-Saxon dan Soviet
Rusia. Tetapi kita secara benar menolak untuk dipaksa. Kita
mencari wujud internasional, yang sesuai dengan kehidupan
interen kita dan kita tidak ingin terperangkap dalam sistem-
sistem yang tidak cocok dengan kita dan tentu saja tidak ke
dalam sistem-sistem yang bermusuhan dengan tujuan kita.”
(ibid, Hal 21).
Pernyataan Sutan Syahrir ini kemudian diperkuat oleh
Mohammad Hatta saat memnjadi Perdana Mentri dalam
sistem pemerintahan Indonesia yang parlementer waktu itu.
Pidato Hatta di Yogyakarta tanggal 2 September 1948
berbunyi “Apakah bangsa Indonesia yang berjuang
untukkemerdekaannya, tidak mempunyai jalan lain daripada
memilih antara pro-Rusia atau pro- Amerika? Pemerintah
Indonesia berpendapat, bahwa kedudukan Indonesia dalam
politik internasional bukan tempat yang pasif. Politik Republik
Indonesia harus ditentukan sesuai dengan kepentingan sendiri
dan fakta-fakta yang dihadapi. Garis politik Indonesia tidak
dapat digantungkan kepada politik negara lain, yang mengejar
kepentingan sendiri.” (Ibid, Hal 22). Pidato itu sendirikemudian

103
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dikenal dengan “Mendayung Di Antara Dua Karang”, dan
merupakan tonggak penting deklarasi Indonesia atas politik
bebas-aktif (Ibid, Hal 22). Mendayung diantara dua pulau ini
menyinggung sistem internasional saat itu yang terbagi dalam
dua kubu Anglo-Saxonyang dipimpin Amerika Serikat bersama
sekutunya negara Eropa Barat, dan kubu Uni Soviet beserta
seluruh negara satelitnya di Eropa Timur.
Soekarnoyang menyampaikan pidato pada tanggal 17
Agustus 1960 berjudul Jalannya Revolusi Kita(Jarek). Dalam
pidato tersebut, Soekarno menyebut bahwa apa yang oleh
orang luar disebut “policy of neutralism” bagi politik luar negeri
yang dianut oleh Indonesia adalah salah. Indonesia, kata
Soekarno, “tidak netral, kita tidak penonton langsung daripada
kejadian-kejadian di dunia ini, kita tidak tanpa prinsip, kita
tidak tanpa pendirian. Kita menjalan politik bebas aktif itu tidak
sekedar secara „cuci tangan‟tidak sekedar secara defensif,
tidak sekedar secara apologetis” (Ibid 24). Dari sini kita bisa
melihat perbedaan antara politik luar negri yang netral dengan
bebas-aktif Indonesia. Sebuah ide yang membuat Indonesia
jauh dari pengaruh dari sistem internasional yang ada namun
tetap bebas dalam menjalankan perannya di dunia
internasional sesuai cita-cita “…ikut melaksanakan ketertiban
dunia…”.
Soeharto dalam melihat politik luar negri berpandangan
inward looking, dengan pandangan bahwa, Indonesia dalam
beperan secara bebas di pergaulan sistem internasional
terlebih dahulu harus memiliki stabilitas politik, ekonomi di
dalam negrinya, yang biasa dikenal dengan ketahanan
nasional. Pada saat ASEAN mengalami masaperkembangan
kedua yang dimulai pada tahun 1976, Indonesia terlibat
sangat aktif. Hal ini disebabkan, seiring dengan waktu,
Indonesia mulai mampu membangun stabilitas politik dan
ekonomi dalam negeri, seperti yang diinginkan Presiden
Soeharto saat ia terpilih menjadi pemimpin Indonesia (Agus

104
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Haryanto, 2014, hal. 25). Soeharto yang melihat tetangganya
sebagai ancaman utama lalu membagi zona atau lingkaran
ancaman tetangganya itu dalam beberapa lingkaran
konsentris. Lingkaran konsentris pertama politik luar negeri
Indonesiaadalah wilayah utara, atau dengan kata lain Asia
Tenggara.Lingkaran konsentris kedua adalah wilayah selatan,
meliputiAustralia, Selandia Baru, dan Papua Nugini, Timor
Leste, danbeberapa negara kepulauan lain di Lautan Pasifik.
Lingkarankonsentris ketiga adalah sebelah barat dan selatan
yangmeliputi negara India dan sekitarnya(Abdul Irsan,2007,
dalam Agus Haryanto, 2014, Hal. 25).
Politik luar negri yang menjadi bahasan makalah ini
adalah politik luar negri Indonesia era Susilo Bambang
Yudhoyono yang memandang Indonesia dalam pergaulannya
di dunia internasional sebagaimana Arah politik luar negeri
Indonesia yang baru di bawah pemerintahan Yudhoyono
dikenal dengan berlayar di antara samudera yang bergolak
sailing in the turbulent ocean. Pergolakan tersebut diyakini
sebagai kenyataan politik internasional saat ini yang tidak
terlalu jelas hitamputihnya dan berubah dengan cepat. Doktrin
tersebut mengatakan bahwa Indonesia menggabungkan
independensi dan diplomasi aktif Indonesia dengan
memegang prinsip untuk tidak menganggap siapa pun
sebagai musuh dan mencari kawan sebanyak-banyaknya zero
enemy and thousand friends (Agus Haryanto, 2014, Hal. 26).
Susilo Bambang Yudhoyno (SBY) secara pribadi
adalah pribadi yang outward looking. SBY, sebagai person
memiliki kecenderungan untuk melakukan pergaulannya di
dunia internasional pada fokus multilateralisme (Nathalie
Sambie 2014, dalam Jackson Y.M. Pang 2015 Hal, 16). Ini
bisa dilihat dari perilaku SBY yang mengambil peran Indonesia
di dunia Internasional melalui forum-forum internasional. Lebih
lanjut Pang menekankan bahwa SBY sought to develop
Indonesia‟s stature as a key global player through his

105
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
internationalist foreign policy and lookedfor opportunities to
cast Indonesia as an actor of growing importance in
international issues (Jackson Y.M. Pang, 2015, Hal. 16).
Peran-peran Indonesia, menurut Pang, di dunia
Internasional sebagai berikut, norm setter, consensus builder,
peacekeeper, bridge builder, and voice of the developing
world(Ibid Hal. 16). Norm setter maksudnya adalah sebuah
kesamaan pemahaman nilai secara internasional yang bisa
menunjang terjadinya kerja sama internasional, sehingga
kestabilan internasional dapat tercapai (Antara News.com).
Dalam diplomasi multilateral terkadang sulit menyatukan
pendapat negara-negara dalam sebuah isu, di sini SBY
sebagaimana dijelaskan diatas yang aktif dalam forum
multilateral berusaha membuat breakthrough dengan menjadi
negara berkembang yang fleksibel tanpa kepentingan politik
berusaha menjadikan Indonesia sebagai jembatan dalam
membuat consensus terjadi dalam forum multilateral tersebut
(Nurfajri Budi Nugroho, 2009).Indonesia dinilai oleh banyak
pihak sebagai bridge builder dan consensus builder, serta
senantiasa menjadi part of the solution (Desra Percaya, 2012,
Dalam Detik news.com). Dalam konteks peran politik luar
negeri Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pernah menjelaskan peran internasional Indonesia yang telah
dijalankan dewasa ini, yakni membangun jembatan dialog
antar peradaban (bridge builder), membangun perdamaian
(peace maker), membangun konsensus (consensus builder)
dan menyuarakan aspirasi dari negara-negara berkembang
(voice of the developing world) (Velix Wanggai, 2017, dalam
JPNN News.com).
Dynammic Equllibriumadalah sebuah istilah bagi Menlu
Martinata Legawa pada masa kepemimpinan Presiden SBY.
SBY melihat politik luar negri bebas aktif Indonesia
sebagaimana“berlayar diantara samudera yang bergolak”
dengan motto “zero enemy, thousand friends”. Keaktifan

106
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Indonesia dalam organisasi multilateral diwujudkan dalam
bentuk all directions foreign policy atau kebijakan luar negri ke
segala arah (Didik Prambudi, 2016, dalam Demokrat.com).
Dynamic Equillibrium adalah sebuah cara membagun kerja
sama sebagai pelopor namun bukan untuk memimpin.
Martinata Legawa dalam pidato Annual Press Statement For
Foreign Affairs-nya mengatakan bahwa dynamic equilibrium
adalahcondition marked by an absence of a preponderant
power, not through „bloc-politics‟ which tends to create new
instability, instead through relations among nations based on
mutual respect and anchored on the principles of common
security and common prosperity. Indeed, a sustainable
security and prosperity can only be realized if enjoyed by all
countries in the region and not unilaterally (Martinata Legawa,
2014).

5. Doktrin Pertahanan

Doktrin didefinisikan sebagai wujud piranti lunak yg


disepakati atau diyakini kebenarannya, bersumber dari
pandangan hidup dan dikembangkan berdasarkan
pengalaman sejarah serta dipergunakan untuk pedoman pola
pikir, pola sikap, pola tindak dalam pemecahan masyalah
strategis (Syaiful Anwar, dalam Kuliah Umumnya di Auditorium
UNHAN mengenai Doktrin Pertahanan pada tanggal 3
Oktober 2017). Beberapa pemikiran lain mengenai doktrin bisa
dirujuk pada definisi Clausewitz mengenai doktrin sebagai
bentuk tekstual dari apa yang harus dilakukan seoarang
komandan di medan perang agar menajdi pegangannya agar
tidak terjebak dalam kesalahan dalam melangkah dalam
perang (Clausewitz dalam Kuliah Umum Dkotrin Pertahanan
oleh Syaiful Anwar).
Doktrin Pertahanan Negara ditetapkan sebagai
pengejawatahan tekad, prinsip dan kehendak untuk

107
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
menyelenggarakan pertahanan negara. Doktrin Pertahanan
Negara mewujudkan kerangka landasan yang harus dipahami
dan dipedomani oleh semua pihak yang terkait sesuai tugas
dan fungsi masing-masing. Dalam rangka itu, Doktrin
Pertahanan Negara selanjutnya menjadi salah satu perangkat
utama dalam mengembangkan kebijakan dan strategi, serta
postur pertahanan negara (Departemen Pertahanan RI, 2007).
Dalam doktrin pertahanan juga menyinggung kepentingan
nasional sebagaimana diplomasi atau politik luar negri untuk
tujuan kepentingan nasional. Kepentingan nasional yang
dimaksud adalah Kepentingan nasional yang diwujudkan
dengan memperhatikan tiga kaidah pokok, yaitu (1) tata
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; (2) upaya pencapaian
tujuan nasional dilaksanakan melalui pembangunan nasional
yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan
berketahanan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara; (3)
sarana yang digunakan adalah seluruh potensi dan kekuatan
nasional yang didayagunakan secara menyeluruh dan terpadu
(Ibid, hal. 18).
Doktrin pertahanan pada hakikatnya sebagai pedoman
dalam membuat strategi pertahanan negara. Pertahanan
negara yang dimaksud salah satunya mengenai keamanan
negara yang merupakan kepentingan nasional Indonesia.
Dalam upaya mempertahankan keamanan agar terciptanya
kondisi stabil demi tumbuh kembangnya bangsa seperti
dimensi ekonomi, sosial, budaya, maka negara lewat doktrin
pertahanan kemudian membahas ancaman keamanan yang
perlu menjadi pedoman dalam menjaga pertahanan dan
keamanan nasional. Setiap bentuk ancaman memiliki
karakteristik serta tingkat risiko yang berbeda yang
mempengaruhi pola penanganannya. Identifikasi terhadap
ancaman diselenggarakan dengan menganalisis
perkembangan lingkungan strategis sebagai faktor luar yang

108
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berpengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap
kepentingan nasional yang berwujud peluang, tantangan, dan
hakikat ancaman, serta kondisi dalam negeri yang dapat
berkembang dan berakumulasi menjadi ancaman (Ibid, hal
19).
Penilaian tentang faktor eksternal terkait dengan
geopolitik dan geostrategi Indonesia yang terkait dengan
posisi silang Indonesia. Implikasi dari posisi silang Indonesia
yakni antara Benua Asia dan Australia serta antara Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik, menempatkan Indonesia
dikelilingi oleh sejumlah negara yang memiliki perbedaan latar
belakang budaya dan filosofi, pandangan dan paham politik,
serta tingkat kemajuan. Beberapa di antaranya adalah negara
maju yang menjadi kekuatan utama dunia. Negara-negara
tersebut memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang jauh lebih
kuat daripada kekuatan yang dimiliki Indonesia. Di sisi lain,
juga terdapat negara-negara yang tingkat ekonomi dan
kemajuannya setara dan ada pula yang berada di bawah
kekuatan Indonesia. Interaksi antarnegara dengan kondisi dan
tingkat kemampuan yang berbeda-beda tidak dapat dimungkiri
sering menimbulkan implikasi yang berdimensi politik,
ekonomi, dan pertahanan. Dalam skala tertentu, implikasi
tersebut dapat berpotensi menjadi suatu ancaman (Ibid, Hal.
20).
Ancaman dalam doktrin pertahanan digolongkan menjadi
dua, yaitu ancaman militer dan ancaman nirmiliter. Ancaman
militer berupa agresi atau invasi, blockade senjata dan
bombardment, separatism bersenjata, spionase, dan
terorisme. Ancaman kedua adalah ancaman nirmiliter.
Ancaman nirmiliter adalah ancaman yang berdimensi ideologi,
politik, ekonomi, sosial, informasi, dan teknologi serta
berdimensi keselamatan umum. Ancaman nirmiliter memiliki
karakteristik yang berbeda dengan ancaman militer, tidak
bersifat fisik, serta bentuknya tidak kelihatan seperti ancaman

109
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
militer, namun dapat berkembang atau berakumulasi menjadi
ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah
NKRI dan keselamatan bangsa. Pertahanan nirmiliter dalam
hal ini melaksanakan langkah-langkah nirmiliter untuk
memberikan tekanan politik melalui upaya diplomasi, diperkuat
oleh pendinamisasian kekuatan ekonomi, keuangan dan
moneter, sosial, psikologi, serta teknologi dan informasi untuk
menggagalkan niat lawan.
Ancaman dari luar dapat dihindari dengan membangun
hubungan luar negri yang baik dengan semua pihak.
Sebagaimana yang sudah menjadi doktrin politik luar negri
SBY yaitu kebijakan luar negri ke segala arah untuk
menciptakan ribuan teman dan tanpa musuh, dengan
demikian usaha membangun kerjasama dalam proses
dynamic equilibrium bisa terjadi. Perwujudan perdamaian
ditempuh melalui peningkatan kerja sama bilateral, regional,
dan internasional dengan mengembangkan prinsip saling
percaya, mengedepankan diplomasi, serta melakukan upaya-
upaya penanganan dan penyelesaian konflik lainnya.
Komitmen bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
perdamaian adalah hidup berdampingan dengan bangsa lain
secara damai, dengan berpedoman pada delapan asas
perdamaian. Ke-delapan asas tersebut adalah tujuan,
waspada, kekenyalan, kekuatan, kolektif, kelanggengan,
transparansi, dan prioritas (Ibid, Hal. 48).
Kehadiran diplomasi sebagai garda terdepan pertahanan
negara sesuai dengan korelasi antara doktrin pertahanan dan
strategi pertahanan. Bahwa strategi pertahanan harus
berpedoman pada doktrin pertahanan. Ini dikarenakan
semakin kompleksnya masalah-masalah atau ancaman-
ancaman yang dihadapi negara. Penghancuran suatu negara
tidak selalu dengan perang fisik dengan iring-iringan konvoi
kekuatan militer, tetapi dapat pula dengan melemahkan
kekuatan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Perang

110
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
yang berbasis nirmiliter lebih mengemuka dibandingkan
dengan perang yang berbasis kekuatan militer. Persaingan
antarnegara di era globalisasi akan jauh lebih ketat. Setiap
negara akan berlomba untuk lebih unggul dan
mengembangkan hegemoni atas negara lain. Perang yang
berdimensi nirmiliter jauh lebih berbahaya karena mandala
perangnya bersifat maya, tidak kelihatan, tidak bersifat fisik,
sehingga tidak mudah untuk dideteksi dan sering kali
terlambat untuk diantisipasi (Ibid Hal. 80).
Pencapaian sasaran pertahanan dalam mewujudkan
perdamaian dunia dan stabilitas regional adalah bagian dari
misi pertahanan negara yang sepanjang waktu diperjuangkan
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional yang
berada dalam pengaruh global dan regional. Perwujudan
perdamaian dunia dan stabilitas regional merupakan
kepentingan nasional yang harus diperjuangkan dan
ditegakkan. Dalam konteks tersebut, kerja sama pertahanan
akan dikembangkan sebagai salah satu instrumen dalam
mewujudkan rasa saling percaya di antara bangsa-bangsa di
dunia melalui bidang pertahanan. Sejalan dengan itu,
diplomasi pertahanan akan lebih diefektifkan melalui langkah-
langkah yang lebih konkret dan bermartabat (Ibid, Hal 97).

6. Diskusi: Dynamic Equillibrium Dalam Konteks


Diplomasi Pertahanan

Teori kritik dalam pandangan Horkheimer menitik


beratkan pada pengambilan analisa keadaan atau isu tanpa
melihat pada sisi baku dalil empiris. Namun, sebuah isu
memiliki sebuah muatan sejarah didalamnya yang perlu diteliti
lebih dalam dan investigasinya adalah untuk menemukan
fakta-fakta yang paling mendekatkan kita pada kesimpulan
yang benar. Karena dalam pandangan kritik tidak ada
kebenaran yang sempurna. Lebih-lebih kebenaran

111
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sebagaimana yang ada dalam perhitungan matematika yang
sudah baku.
Konteks teori kritik adalah mengenai cara kita
membangun kerangka konseptual dari dalil itu sebagai
landasan pengembangannya. Melakukan investigasi lebih
lanjut mengenai fakta-fakta yang didapatkan terkait objek
penelitian. Dalil-dalil atau teori yang ada hanya untuk menjadi
konsep landasan pengembangan fakta dalam investigasi.
Teori bukan untuk mengkongklusi kumpulan fakta. Karena
teori tidak terlepas dari nilai subjektif dari pemilik teori
tersebut. Sedangkan, dalam teori kritik seorang peneliti harus
sekaligus menjadi observer dan objek yang diteliti. Artinya
observer harus berada di dalam objek yang ditelitinya.
Berlandaskan pada teori ini, kita bisa membandingkan
antara pandangan-pandangan politik luar negri Indonesia
dengan gagasan teori kritik. Cerita mengenai Sutan Syahrir
yang menegaskan Politik luar negri Indonesia yang bebas-aktif
pada saat Inter Asia Relations Conferenceditegaskan oleh
Mohammad Hatta sebagai sebuah adagium berupa
“mendayung di antara dua karang”. Sebuah sistem
internasional yang terbagi menjadi dua kekuatan namun
sebagai sebuah negara kita tetap berada di dalam Samudra
itu dan menjaga keseimbangan di antara keduanya. Indonesia
tidak serta merta tertarik ke dalam pusaran sistem
internasional dengan memilih salah satu diantara dua pulau,
namun tetap berada di antara keduanya. Artinya Indonesia
yang baru merdeka menjadi observer (subjek analis) dan
sekaligus objek penelitian itu sendiri di dalam mengarungi
Samudra tadi. Indonesia tetap pada kebebasannya, “Politik
Republik Indonesia harus ditentukan sesuai dengan
kepentingan sendiri dan fakta-fakta yang dihadapi” (Hatta).
Dinamika dunia internasional yang dihadapi Indonesia
pada saat perang dingin begitu tinggi, sehingga berkali-kali
Indonesia menjadi sorotan dengan daya kritiknya terhadap

112
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sistem dominasi dunia saat itu yang terpusat pada dua
kekuatan besar. Indonesia ingin terbebas dari penjajah,
Indonesia kemudian mengajak negara-negara baru merdeka
lainnya untuk mengikuti langkah Indonesia, dengan
membentuk Gerakan Non-Blok. Konferensi Asia-Afrika
sebagai bentuk nyata dari keberadaan KTT Non-Blok itu
membuat Indonesia tidak hanya sekedar berbicara dan
mengkritik dunia, sekaligus memberi solusi pada dunia.
Tantangan perang dingin masih dalam bagian dinamika
internasional semasa orde baru. Hanya saja, di era orde baru
keterlibatan Indonesia di dunia internasional dalam
scopeglobal bukanlah/sedikit sekali, dikarenakan ancaman
dalam doktrin pertahanan era orde baru adalah lingkungan
strategis regional, seperti yang yang jelaskan di atas
mengenai lingkaran konsentris. Soeharto berpandangan
inward-looking. Soeharto lebih memilih fokus membenahi
kondisi ekonomi-politik dalam negeri sembari membuat barrier
pertahanan dengan lingkaran konsentris sebagai patokannya,
dari pada memperhatikan dinamika politik global.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lalu muncul sebagai
seorang yang berpandangan global sebagaimana visi
Soekarno. Yang menarik adalah SBY lebih memilih
mengambil peran dalam sistem internasional yang sudah ada.
SBY adalah orang yang multilateralis. Setiap masalah
internasioanal harusnya menggunakan kekuatan rezim-rezim
internasional seperti yang sudah disepakati dalam organisasi
internasional yang mengatur masalah tersebut.
Kepercayaannya terhadap rezim-rezim internasional tidak
serta merta membuat Indonesia terperosok ke dalam jurang
hegemoni dunia yang peran ini dimainkan oleh negara-negara
maju. Indonesia justru lewat perannya sebagai, norm setter,
bridge builder, consensus builder, dan voice of developing
countries, mampu berdiri sejajar dengan negara-negara besar
tersebut.

113
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Indonesia beberapa kali dipercaya memimpin komite di
organisasi Internasional seperti yang dilakukan Duta Besar
Indonesia untuk PBB Desra Percaya. Indonesia juga beberapa
kali menjadi pembangun kepercayaan antara dua pihak yang
berkonflik untuk kembali membangun hubungan yang sempat
bergesekan satu sama lain, seperti Kamboja dan Thailand.
Indonesia melalui peran internasional melalui rezim-rezim
multilateral telah secara nilai menjadi negara besar, tanpa
kekuatan yang ril sebagaimana seharusnya negara besar. Apa
yang dilakukan Indonesia di regional ASEAN dengan dynamic
equilibrium-nya telah membuat status quo kekuatan negara-
negara maju di dalam sistem international, segan terhadap
keberadaan Indonesia yang dieprcaya oleh negara-negara di
sekitar kawasan ASEAN.
Indonesia memahami ancaman global baru di era
globalisasi adalah penguasaan ide dan moral, dan bukan lagi
mengenai kekuasaan terpusat secara militer atau pengaruh
politiik yang kuat. Teori hegemoni Gramsci mengenai dua
bentuk hegemoni berupa law enforcement atau hegemoni
coercive, dirasakan Indonesia pada masa perang dingin. Di
mana pada masa itu negara-negara di dunia harus menerima
antara dua kutub. Ada kekuatan militer, ideologi dan politik
yang berusaha mempengaruhi Indonesia. Namun, Indonesia
secara tegas “menolak” terhegemoni dengan tegas melalui
politik luar negri bebas-aktif. Hegemoni kedua adalah melalui
moral-intelektual. Doktrin penangkalan Indonesia melalui ini
diplomasi adalah dengan menguasai wilayah kawasan
regionalnya dengan dynamic equilibrium. Sebuah konsep
yang mengajak sekelompok negara untuk melakukan sesuatu
yang bermanfaat secara kolektif namun tidak serta merta
pelopor dari ide yang dilemparkan menjadi pemimpin,
melainkan dilakukan bersama-sama, dan membagi tugasnya
masing-masing seuai kapasitas yang dimilikinya. Dengan

114
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dynamic equilibrium ini Indonesia terlepas dari hegemoni jenis
kedua dan powerful yaitu hegemoni moral-intelektual.

7. Kesimpulan

Indonesia telah melalui beberapa dinamika sistem


internasional. Dinamika itu secara langsung bisa
mempengaruhi keadaan dalam negri Indonesia. Namun,
Indonesia kemudian mampu bersikap. Indonesia dengan
politik luar negrinya, bebas-aktif, mampu mengidentifikasi
ancaman sesuai dengan ancaman yang berhubungan dengan
militer dan nirmiiter yang ada dalam doktrin pertahanan
Indonesia. Kedaulatan sebuah negara bukan saja mengenai
luas wilayah, namun juga kemandirian menentukan sikap dan
menentukan kebijakan dalam negri sesuai dengan consensus
bersama sebagai bangsa.
Doktrin pertahanan Indonesia secara relevan telah
memberi kita pengetahuan seperti apa ancaman, dan strategi
dalam menghalangi atau menangkal ancaman tersebut.
Ancaman militer dan penangkalannya serta ancaman nirmiliter
dengan penangkalannya pula. Outward-looking tapi mampu
menyeimbangkannya serta mendapat benefit dari keaktifan
multilateral tersebut adalah capaian SBY dalam dunia
internasional. Politik luar negri bebas-aktif selaras dengan
konsep teori kritik, sehingga bisa keluar dari dominasi status
quo(perang dingin), dan keluar dari dominasi hegemoni moral-
intelektual (dinamika internasional di era globalisasi).

8. Saran

Saran yang bisa penulis sumbangkan adalah kenetralan


bukan berarti tidak bebas berperan di dunia internasional.
Sebagai pertimbangan lingkaran konsentris Soeharto perlu
diperkuat sebagaimana ancaman terdekat adalah negara-

115
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
negara tetangga, meskipun kemudian kerja sama terdekat
juga adalah negara tetangga. Dynamic equilibrium menjadi
sebuah konsep terbaik dalam berperan dalam status yang
netral. Konsep ini mampu membawa Indonesia kehilangan
musuh, banyak berteman, disegani musuh, dan akhirnya
memiliki kebijakan yang multilateral sebagai jalannya, sesuai
dengan kebijakan ke segala arah.

Daftar Pustaka

Adian, Doni Gaharal, Percik Pemikiran Kontemporer; Sebuah


Pengantar Komprehensif, Bandung, Jalasutra, 2005
Antara news, 2012, Stabilitas Keamanan Global Perlu
Kesepakatan Norma, diakses dari:
http://www.antaranews.com/print/341805/stabilitas-
keamanan-global-perlu-kesepakatan-norma (diakses
pada 24 Oktober 2017)
Budi Hardiman, Fransisco, Kritik Ideologi; Menyingkap
Kepentingan Ilmu Pengetahuan Bersama Jurgen
Habermas, Yogyakarta, Buku Baik, 2004
Departemen Pertahanan R.I, Doktrin Pertahanan Negara,
Jakarta, Deaprtemen Pertahana Republik Indonesia,
2007
Detik News, 2012, Indonesia Terpilih Sebagai Ketua Komite 1
Majelis Umum PBB, diakses dari:
https://news.detik.com/berita/d-2010737/indonesia-
terpilih-sebagai-ketua-komite-1-majelis-umum-pbb-
(diakses pada 24 Oktober 2017)
Horkheimer, Max, Critical Theory; Selected Essays, New York,
The Continuum Publishing Company, 1975
Hunter, Frederick J, Kramer, Mathew S, Torpey, John. 2017,
Diakses dari: https://mitpress.mit.edu/books/between-

116
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
philosophy-and-social-science? (diakses pada 22
Oktober 2017)
Haryanto, Agus, Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume IV
No. II/ Desember 2014: Prinsip Bebas Aktif Dalam
Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Perspektif Teori
Peran, Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman,
2014
Jackson, Robert, George Sorensen, Pengantar Studi
Hubungan Internasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2005

Natalegawa, R.M. Marty M, Annual Press StatementMinister


For Foreign Affairs Republic Of Indonesia, Jakarta,
2014
Nugroho, Nurfajri Budi, 2009, SBY-Nicolas Sarkozy Bahas 3
Isu Penting, diakses dari:
https://news.okezone.com/read/2009/12/15/18/285234/
sby-nicolas-sarkozy-bahas-3-isu-penting (diakses pada
24 Oktober 2017)
Pambudi, Didik, 2014, Indonesia Terus BangunPolitik Luar
Negri Segala Arah Bagi Keamanan Nasional, diakses
dari: http://www.demokrat.or.id/2014/06/indonesia-
terus-bangun-politik-luar-negeri-segala-arah-bagi-
keamanan-nasional/ (diakses pada 24 Oktober 2017)
Pramono, Made, Pemikiran Antonio Gramsci, 2017, diakses
dari:
https://www.academia.edu/3378898/Pemikiran_Antonio
_Gramsci (Diakses pada 22 Oktober 2017)
Saptono, Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan
Kontemporer, diaskes dari: http://repo.isi-
dps.ac.id/226/1/Teori_Hegemoni_Sebuah_Teori_Kebu
dayaan_Kontemporer.pdf (Diakses pada 24 Oktober
2017)

117
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Sterling-Folker, Jennifer, Making Sense Of International
Relations TheoryI, Colorado, Lynne Rienner Pub, 2005
Tjahyadi, Sindung, Jurnal UGM Volume 17, No.1: Teori Sosial
Dalam Perspektif Teori Kritis Max Horkheimer,
Yogyakarta, UGM, 2007
Wanggai, Velix, 2017, Membaca 72 Tahun Indonesia
Merdeka, diakses dari:
https://www.jpnn.com/news/membaca-72-tahun-
indonesia-merdeka?page=2 (diakses pada 24 Oktober
2017)

118
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 6
PARADIGMA NEOREALIS DALAM ALIANSI
RUSIA – SURIAH PADA PERANG SAUDARA
SURIAH TAHUN 2011-2015
Siska Azhari

Abstrak

Perang Suriah terjadi sejak 2011 diketahui telah menelan


ribuan nyawa dan terus bereskalasi. Perang ini cukup menyita
perhatian dunia internasional termasuk keterlibatan PBB dalam
memberikan upaya resolusi-resolusi konflik dari perang ini
untuk mendamaikan perang saudara di Suriah. Kekuatan
Suriah yang didukung Rusia dan kekuatan oposisi yang ingin
melakukan revolusi menjatuhkan Assad didukung salah satunya
oleh AS. Perang ini dilatarbelakangi oleh masalah politik dan
ideologi. Dalam tulisan ini, penulis berusaha memaparkan
mengenai pandangan neorealis dalam perang saudara Suriah
ini dengan batasan tahun penelitian yang dikaji adalah tahun
2011 hingga 2015. Karena pada 2011, Suriah mulai tidak stabil
sebagai akibat dari teori domino yang berawal dari Tunisia yang
pada akhirnya merembet ke Suriah. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami
suatu fenomena yang terjadi pada objek penelitian seperti
perilaku, motivasi, dan tindakan. Data yang digunakan
merupakan data yang dideskripsikan berdasarkan fenomena-
fenomena yang dijadikan objek penelitian baik yang berupa
dokumen maupun pernyataan. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah aktor negara yaitu Suriah. data-data yang diolah didapat
dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, surat kabar online,
situs web, dan sumber lainnya yang menyediakan informasi
terkait.
119
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Kata Kunci : Perang Suriah, Aliansi, neorealis.

1. Pendahuluan

Suriah (Syria) atau Republik Arab Suriah adalah sebuah


negara yang terletak di wilayah Asia Barat. Pada bagian barat,
Suriah berbatasan dengan Lebanon dan Laut Mediterania.
Bagian utara, Suriah berbatasan dengan Turki, sedangkan di
timur, Suriah berbatasan dengan Yordania Selatan, dan Israel.
Ibu kota Suriah adalah Damaskus37. Kemunculan Arab Spring
juga melanda Suriah, negara yang relatif stabil dibandingkan
dengan negara Arab lainnya. 6 Maret 2011, gelombang
demonstrasi menyebar keseluruh penjuru Suriah 38. Dalam
perkembangannya pemerintah menggunakan kekuatan militer
untuk menghadang aksi para demonstran yang membuat
korban berjatuhan. Tindakan pemerintah yang dinilai melanggar
hak asasi manusia ini membuat rakyat semakin tidak puas
dengan kinerja pemerintah. Warga sipil dan beberapa tentara
yang membelot dari pemerintahan berbondong-bondong
bersatu dan membentuk unit pertempuran di bawah bendera
Tentara Kebebasan Suriah (FSA)39.
Perang saudara Suriah yang terjadi sejak 2011 diketahui
telah menelan ribuan nyawa dan terus berekskalasi. Perang ini
cukup menyita perhatian dunia internasional termasuk
keterlibatan PBB dalam memberikan upaya resolusi-resolusi

37
Ibnu Manshur. (2014). Sekilas Mengenal Negara Suriah (Syria)
dan Jumlah Penduduknya. Tersedia pada
http://www.muslimedianews.com/2014/03/sekilas-mengenal-negara-
suriah-syria.htmldiakses pada 20 Oktober 2017.
38
Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah: Anak-anak Penyulut
Revolusi. (Jakarta: Kompas, 2012), hlm. 114.
39
M. Agastya ABM. Arab Spring: Badai Revolusi Timur Tengah.
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2013), hlm. 33.
120
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
konflik dari perang ini untuk mendamaikan perang saudara di
Suriah. Kekuatan Suriah yang didukung Rusia dan kekuatan
oposisi yang ingin melakukan revolusi menjatuhkan Assad
didukung salah satunya oleh AS. Perang ini dilatarbelakangi
oleh masalah politik dan ideologi. sebab, pada kekuasaan
Hafees selama 30 tahun masih belum terlihat pergesekan antar
kelompok pemerintah dan kelompok warga sipil 40.
Tidak hanya masalah politik dan ideologi, namun perang
Suriah disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, kesenjangan
ekonomi yang mengalami fluktuasi, penurunan produksi
minyak, terbatasnya lapangan pekerjaan dan faktor cuaca yang
semakin panas berdampak pada sektor pertanian. Kebijakan
militer Suriah, pada masa Hafez Al-Assad pemerintah lebih
mengarah ke bidang militer karena Suriah menghabiskan 50%
anggaran untuk mendanai kebutuhan pasukan militer saja. Isu
Sunni-Syiah terus diberitakan oleh media untuk memecah belah
Suriah. Suriah menjadi medan pertempuran antara pihak pro
pemerintahan yang didukung oleh Rusia, Iran dan China
dengan oposisi yang didukung oleh Amerika Serikat, Arab
Saudi dan negara Eropa lainnya. Negara-negara tersebut aktif
memberikan bantuan berupa uang, persenjataan maupun
tentara guna mengalahkan satu sama lain, mereka
berpartisipasi karena ada berbagai kepentingan di dalamnya.
Perang saudara Suriah setidaknya telah berjalan selama 5
tahun, rakyat Suriah banyak yang memilih mengungsi baik di
dalam maupun di luar negeri.
Dalam perang saudara di Suriah, perang ini
menitikberatkan pada aliansi antar negara yang dilakukan
suriah dengan Rusia untuk mendapatkan kondisi Suriah dengan

40
2Sabar Subekti. (2014). Profil Hafez Al-Assad: Pendiri Dinasti Al-
Assad di Suriah. Tersedia pada www.satuharapan.com/read-
detail//read/profil-hafez-al-assad-pendiri-dinasti-al-assad-di-suriah
diakses pada 20 oktober 2017.

121
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
balance of power karena oposisi dari Suriah mulai dibantu oleh
negara dengan power yang besar sehingga security dillema
yang dialami oleh Suriah membuat Suriah berupaya untuk
mendapatkan aliansi dengan negara yang dianggap memiliki
power lebih besar akibat anarki yang dilakukan oleh Suriah
dalam memukul mundur pasukan yang menentang
pemerintahan Bashar AL Assad.
Dalam tulisan ini, penulis berusaha memaparkan
mengenai pandangan neorealis dalam perang saudara Suriah
ini dengan batasan tahun penelitian yang dikaji adalah tahun
2011 hingga 2015. Karena pada 2011, Suriah mulai tidak stabil
sebagai akibat dari teori domino yang berawal dari Tunisia yang
pada akhirnya merembet ke Suriah. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami
suatu fenomena yang terjadi pada objek penelitian seperti
perilaku, motivasi, dan tindakan. Data yang digunakan
merupakan data yang dideskripsikan berdasarkan fenomena-
fenomena yang dijadikan objek penelitian baik yang berupa
dokumen maupun pernyataan. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah aktor negara yaitu Suriah. data-data yang diolah didapat
dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, surat kabar online,
situs web, dan sumber lainnya yang menyediakan informasi
terkait.

2. Konsep Anarkis, Security Dillema dan Teori Defensive


Structural Realism dalam paradigma Neorealis

Kemunculan neorealisme pada tahun 1970-an sebagai


respon terhadap teori independesi dan sebagai pembaharu
atau koreksi dari realisme konvensional tehadap kekuatan
ekonomi41.Kenneth Walts, seorang neorealis terkemuka,

41
Burchill, scoot. Et.al. 1996. Teori-teori hubungan internasional.
Bandung: Pusat Nusa Media
122
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mengemukakan bahwa neorealisme merupakan cara pandang
yang percaya akan adanya struktur anarki dimana tidak ada
kekuasaan tertinggi diatas negara. Semua adalah hal yang
bersifat power/kekuatan, dan kekuatan itu juga yang membuat
negara satu dengan negara lainnya terlihat berbeda.
Neorealisme lebih membuka diri untuk berkoalisi, beraliansi
dengan negara lain meskipun neorealisme masih memiliki
keragu-raguan untuk mengadakan kerjasama dengan negara
lain. Neorealisme berpendapat bahwa negara-negara yang
bekerja sama akan selalu berusaha memaksimalkan kekuatan
relatif dan mempertahankan otonominya.
Dalam neorealisme bentuk dasar hubungan internasional
adalah struktur anarki. Negara-negara pada dasarnya memiliki
fungsi yang serupa – disamping perbedaan budaya, ideologi,
konstitusi, atau personal yang berbeda, mereka semua
menjalankan tugas-tugas dasar yang sama. Sedangkan
perbedaan mendasar antara negara-negara ini terletak pada
kapabilitas yang mereka miliki
Kaum neorealism percaya bahwa didalam hubungan
internasional state actor merupakan penguasa tertinggi, dalam
hal ini kaitannya adalah negara dan negara memiliki kedudukan
tertinggi dalam hubungan internasional. namun neorealisme
sudah mulai percaya bahwa kemunculan non state actor juga
mempengaruhi kejayaannya. Berdasar pada power maka dalam
pandangan neorealis ini hubungan kerjasama yang
menggunakan keuntungan absolut yang berarti bahwa negara
akan melakukan kerjasama jika negara tersebut memperoleh
keuntungan lebih besar (terutama negara yang memiliki
kekuatan yang lebih besar). Dalam neorealis, tujuan negara
yang lebih utama adalah pertahanan dan keamanan.
Pada sistem anarki, neorealisme mempercayai bahwa
dalam sistem ini, yang dibutuhkan oleh negara adalah
survive/bertahan dalam sistem anarki internasional dengan
menjamin pencapaian kepentingan nasionalnya melalui

123
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kerjasama atau aliansi dengan negara lain 42. Dalam hal ini
adanya pertahanan negara sebagai langkah efektif yang
digunakan Suriah dalam mencapai kepentingan nasionalnya
dengan melakukan aliansi dengan Rusia. Tahun 1990-an, para
pemikir neorealis mulai terbagi kedalam 2 (dua) divisi; defensive
dan offensive realism. Dipelopori oleh Kenneth Waltz melalui
bukunya Theory of International Politics, kaum defensive realist
memiliki pandangan bahwa sebuah negara yang tergolong
great power lebih memilih untuk mempertahankan status quo
daripada meningkatkan kapasitas powernya, hal ini dikarenakan
harga yang harus dibayar untuk melakukan ekspansi lebih
besar dari keuntungan yang akan didapat.
Menurut structural realism (offensive dan defensive)
menganggap bahwa fenomena utama yang harus dijelaskan
adalah adanya pengaruh dari sistem terhadap negara dan
berbagai model dari perilau negara (international outcomes nd
modes of behaviour)43. Menurut structural realism (offensive
dan defensive) bukan lagi negara yang harus dianalisis tetapi
sistem sebab perilaku dan kebijakan negara oleh structural
realism dianggap diepengaruhi oleh sistem yang berlaku. Bagi
structural realism (offensive dan defensive) setiap negara
dipandang memiliki perilaku, kebijakan serta kepentingan
bersama 44 (Toft, 2005:403). Hal ini didasari atas asumsi bahwa
setiap negara memiliki kepentingan yang sama untuk bertahan
hidup sehingga memaksakan setiap negara untuk dapat
berkompetisi dengan negar lainnya. Bagi defensive realism
memandang bahwa power merupakan sarana pencapaian

42
. Baldwin, David A. (ed), (1994). Neorealism and Neoliberalism:
The Contemporary Debate, New. York: Columbia University Press,
142
43
Arreguin-Toft, Ivan, (2005). How the Weak Win Wars: A Theory of
Asymmetrical Conflict. nn : Cambridge University Press :403
44
ibid
124
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kepentingan, bukan merupakan tujuan akhir serta power hanya
diperlukan secukupnya sesuai kebutuhan 45.
Jadi, teori ini dapat digunakan dalam penelitian ini untuk
menjelaskan terjadinya peningkatan kerjasama antara Suriah
dengan Rusia yang memiliki kebutuhan negaranya masing-
masing dalam melakukan aliansi politik dan kerjasama ini
dilakukan dalam masalah pemberian senjata yang digunakan
Suriah untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negaranya
dalam melawan pihak oposisi Suriah.
Konsep security dillema dapat didefinisikan sebagai suatu
fenomena aksi dan reaksi antara beberapa negara. Tindakan
suatu negara untuk meningkatkan akan berakibat atau akan
dianggap melemahkan keamanan negara lainnya 46 Robert
Jervis juga mendefinisikan security dillema sebagai " many of
the means by which a state tries to increase its security
dercrease the security of others”). Menurut Robert Jervis,
security dillema pada dasarnya merupakan refleksi dari
kesulitan pemerintah suatu negara untuk menentukan pilihan
kebijakan keamanannya. jika suatu negara mengurangi usaha-
usaha untuk memperkuat keamannya dengan tujuan
menciptakan hubungan yang damai dengan negara lain, maka
konsekuensinya adalah negara tersebut rawan untuk diserang
oleh negara lain. Namun jika negara tersebut meningkatan
kekuatan pertahannya maka akan menyebabkan munculnya
prasangka atau kecurigaan negara-negara lain atau dunia
internasional sehingga akan memicu terjadinya perlombaan
senjata. kondisi tersebut akan menghadaptkan negara untuk
lebih cenderung mengedepankan cara penyelesaian konflik
dengn cara militer atau perang daripada cara-cara diplomasi

45
ibid
46
jervis, Robert (1978) " Cooperation Under The Security Dillema"
Cambridge UNiversity Press and Trustees of Princeton UNiversity
are collaborating with JSTOR to digitize, perserve and exted access
to Wolrd Plitics.
125
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
3. Paradigma Neorealis: dalam Aliansi Rusia – Suriah
Melawan Oposisi Suriah

Rusia terkesan "menyelamatkan" Suriah atas


kepemimpinan Bashar Al-Assad dengan dukungan hak veto
terhada draft resolusi DK PBB yang telah dijatuhkan pada
sidang DK PBB tanggal 4 oktober 2011, 4 februari 2012, dan 19
juli 2012 yang mengutuk rezim Bashar sebagi otoritas Suriah
agar menghentikan penggunaan kekerasan terhadap
demonstran dan menciptakan iklim kebebasan berekspresi
dengan tidak membatasi media dan melepas tahanan politik
dengan menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM47.
Rusia juga diketahui mempersenjatai Suriah untuk melawan
pihak oposisi Suriah. Alasan yang dianggap kuat oleh Rusia
dalam hal ini adalah karena Rusia menganggap bahwa draft
resolusi tersebut berat sebelah dan terkesan hanya
menyudutkan salah satu pihak yaitu pihak otoritas Suriah. Rusia
berargumen bahwa kekerasan yang terjadi di Suriah tidak
hanya dilakukan oleh otoritas suriah namun juga dilakukan oleh
pemberontak Suriah.
Draft tersebut ditenggarai sarat dengan motif intervensi
karena draft tersebut membuka peluang untuk dilegalkannya
kehadiran militer asing dalam permasalahan domestik suriah 48.
Rusia dalam hal ini sangat menentang intervensi karena Rusia
berpegang pada prinsip nonintervensi dimana kedaulatan suatu
negara harus dijunjung tinggi. oleh karena itu, Rusia
beranggapan bawha dunia harus menghormati Suriah dibawah
kepemimpian Bashar sebagai negara berdaulat49.
Dukungan Rusia ditunjukkan dengan pengiriman
persenjataan kepada rezim Bashar Al Assad. Rusia tetap pada
47
UNSC, 2011a
48
ibid
49
ibid
126
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pendiriannya untuk terus mempersenjatai Bashar meskipun
mendapat kecaman internasional meminta agar Rusia
memberhentikan dukungannya. Rusia mengklaim bahwa
dukungannya itu bersifat pertahanan atau senjata untuk
membela diri. Rusia mengirimkan 20 helikopter Mi-25 combat
tahun 2011 dan senjata senilai USD 550 juta untuk pesawat
tempur jenis YAK-130 sebanyak 36 unit ada banyak transfer
senjata yang dikirimkan Rusia untuk membantu Rezim Bashar
Al-Assad yang tidak dapat dipastikan besaran jumlahnya
karena adanya kerahasiaan pengiriman. Hal ini memunculkan
hipotesis bahwa Rusia berupaya keras untuk mendukung
pemerintahan Bashar Al Assad karena Runia ingin
mempertahankan rezim tersebut sebagai penguasa suriah.
Bashar Al-Assad adalah anak dari Hafez Al-Assad yang
merupakan presiden Suriah sebelum akhirnya diturunkan
kepada putranya yang beranam Bashar. hubungan erat masa
silam antara Rusia yang dahulunya Uni Soviet dan Suriah yang
pernah mencapai titik puncak pada masa pemerintahan Hafez
Al-Assad sebagai salah satu pertimbangan Rusia untuk
mempertahankan rezim itu.
Rusia sebagai negara yang melakukan aliansi terhadap
Suriah menggunakan pemikiran neorealis bahwa dalam
pandangan ini, Rusia mengharapkan keuntungan yang lebih
besar dari kerjasama yang telah disepakati kedua belah pihak
meskipun Suriah tidak lebih besar dari Rusia, namun Rusia
menganggap bahwa kerjasama yang dilakukan dapat lebih
memperkokoh kekuatan yang dimiliki Rusia. dan kedua belah
pihak bersepakat dengan adanya kerjasama ini, pemikiran
keduanya akan pertahanan dan keamanan dapat dijalankan.
Keterlibatan ini dilatarbelakangi kerjasama dan kedekatan yang
sudah terjalin sejak masa Hafez Al-Assad, kerjasama juga
dilanjutkan sampai Bashar Al-Assad memerintah Suriah.
Beberapa alasan yang digunakan Rusia untuk membantu
Suriah adalah sebagai berikut:

127
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
1. melindungi Investasi dan Aset Perdagangan Di bidang
ekonomi Rusia memiliki peran penting terhadap Suriah, dapat
dilihat dari hubungan dagang antara keduanya yang cukup
signifikan. Selain kerjasama dalam bidang persenjataan,
sebanyak 90 infrastruktur dan fasilitas industri di Suriah
merupakan kerjasama dengan Rusia. Sedangkan sepertiga dari
fasilitas pemrosesan minyak berada di bawah bantuan Rusia.
Dalam industri, kerjasama Rusia dan Suriah meliputi
pengembangan minyak bumi dan gas alam, proyek konstruksi
pembangkit listrik, pangkalan militer, dan perbaikan infrastruktur
beberapa industri Suriah50.
2. mempertahankan Pengaruh di Timur Tengah Kehadiran
Rusia dalam krisis Suriah jelas terlihat dari sudut pandang
politisstrategis, sehingga sangat jelas bahwa keberadaan
hubungan ekonomi Rusia dan Suriah lebih pada usaha Rusia
untuk kembali menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Semua
tindakan yang dilakukan Rusia bukan bermaksud untuk
melanggengkan pemerintahan yang masih berkuasa (Bashar
Al-Assad) tetapi Rusia khawatir jika Bashar Al-Assad turun,
maka pengaruh yang dimilikinya akan ikut menghilang.
3. menciptakan Stabilitas Kawasan Rusia terus mencoba
menguatkan pengaruhnya di Timur Tengah. Letak geografis
Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel, Lebanon, Iraq,
Turki serta cukup dekat dengan Arab Saudi merupakan posisi
yang sangat strategis terhadap politik Rusia di Timur Tengah.
Ditambah dengan kedekatan negara-negara tersebut dengan
Amerika Serikat, tentu saja Rusia tidak ingin kehilangan
hegemoninya di Timur Tengah51.

Dhwani Adyatmika Nandanaardi. (2014). “Kebijakan Luar Negeri


50

Rusia Terhadap Suriah dalam Konflik Suriah tahun 2011-2012”,


Universitas Airlangga, Vol. III No. 1, hlm 147
51
Suarapembaharuan.com. (2016). Rusia Tak Mau Suriah Hancur
Seperti Libia. Tersedia pada http://sp.beritasatu.com/home/rusia-tak-
mau-suriah-hancur-seperti-libia/14241 diakses pada20 oktober 2017
128
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Selain Rusia memiliki hubungan politik yang harmonis
dengan Suriah tempo dulu, Rusia menganggap bahwa Suriah
memiliki peran strategis untuk pencapaian kepentingan nasional
Rusia. secara geografis, Suriah berada dijantung timur tengah
yang berbatasan langsung dengan perairan mediterania.
perairan ini merupakan perairan yang vital bagi dunia karena
mampu menghubungkan Eropa dengan Asia dan Afrika dan
menjadi jalur pintas penghubung pantai timur benua Amerika
dengan Asia. Rusia (dahulu Uni Soviet) memiliki kepentingan
politik memanfaatkan letak strategis Suriah dengan
membangun pangkalan militer d pantai Tartus, Suriah untuk
mengimbangin kekuatan blok barat kala itu. perairan
Mediterania juga menghubungnkan pangkalan uni soviet yang
berada di laut hitam dengan negara-negara sekutunya yang
kemudian pangkalan Tersebut dikelola oleh ahli warisnya yaitu
Rusia. pangkalan ini yang kemudian menjadi basis angkatan
laut rusia diperairan Mediterania dan Aden. dari segi ekonomi,
Rusia juga memilki kerjasama dengan Suriah dari perdagangan
senjata, kerjasama perusahaan-perusahaan Rusia dengan
pihak SUriah, dan inverstasi ekonomi di Suriah. bagi Rusia,
Suriah merupakan pasar yang sangat potensial bagi produksi
persenjataanya. Rusia juga berkepentingan mengamankan
aset-aset dari perusahaan Rusia baik perusahaan publik
maupun privat yang berinvestasi di Suriah.
Rusia yang melakukan aliansi dengan Suriah dengan
keuntungan-keuntungan yang diharapkan oleh Rusia membuat
Suriah pun menganggap bahwa yang didapatkan Suriah
sepadan dengan Rusia. Dalam situasi Suriah yang menganut
sistem anarki dalam perang saudara ini, Suriah menggunakan
pandangan neorealis sistem anarki yang berarti bahwa negara
Suriah berharap dengan adanya kesepakatan kerjasama
dengan Rusia ini, Suriah mampu survive sebagai langkah
efektif Suriah untuk pertahanan negaranya guna mencapai
kepentingan nasionalnya. Disamping itu, Suriah berada pada

129
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
posisi Security dillema, karena AS dan oposisi lainnya berupaya
untuk meningkatkan persenjataanya dengan menambah
kapasitas penyerangannya yang berdampak pada munculnya
rasa ancaman terhadap Suriah yang kemudian mendapat
bantuan dari negara yang memiliki power lebih besar, Rusia.
Hal ini berarti bahwa konsep security dillema yang dianut oleh
Suriah ini sangat jelas tergambar pada saat Front oposisi
Suriah dipersenjatai oleh AS yang menimbulkan ancaman bagi
Suriah. Kehadiran front oposisi suriah ini dianggap akan
mengancam kedaulatan nasional Suriah, sehingga memaksa
negara untuk terus melakukan aliansi dengan negara yang kuat
lainnya untuk merespon situasi dari ancaman ini. Dengan
melakukan aliansi ini, Suriah dan Rusia berharap dapat
berusaha memaksimalkan kekuatan relatif dan
mempertahankan otonominya sebagai bagian dari pandangan
Neorealis yang dikemukakan Kenneth Walts.
Meskipun perlawanan Suriah terhadap oposisi cukup
besar dengan dibantu kekuatan dari negara-negara
yangberaliansi dengan Suriah khususnya adalah negara besar
Rusia, Suriah diatas kepemimpinan Bashar AL Assad belum
menemui titik terang dan terus melakukan perlawanan terhadap
oposisi yang melakukan perlawanan di negara itu sendiri hingga
saat ini. Dari laporan yang dilakukan oleh Syrian Center for
Policy Research merilis data terbaru korban perang Suriah
selama lima tahun telah merenggut 470 ribu nyawa. Angka ini
meningkat hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. The
Guardian melaporkan ekspektasi hidup di Suriah turun menjadi
55, 4 tahun. Sebelum konflik hidup warga Suriah rata-rata
diperkirakan bisa mencapai 70 tahun52. Konflik Suriah

52
Achmad Syalaby. (2016). Data Terbaru: Korban Perang Suriah
Dua Kali Lipat Perkiraan PBB. Tersedia pada
m.republika.co.id/berita/internasional/global/16/02/26/o2e5I0394-
data-terbaru-korban-perangsuriah-dua-kali-lipat-perkiraan-pbb
diakses pada 20 Oktober 2017
130
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mengakibatkan kota-kota bersejarah menjadi hancur. Aleppo
yang merupakan salah satu kota bersejarah terbesar Suriah
telah hancur, kompleks Masjid Umayyah yang kuno dan sangat
terkenal telah dihancurkan. Hampir semua tempat Warisan
Dunia Suriah versi Badan Pelestarian Budaya PBB (UNESCO)
telah rusak. Termasuk di kota sebelah utara Aleppo, kota kuno
Bosra di selatan, salah satu istana abad pertengahan yang
paling penting dilestarikan di dunia Crac des Chevaliers serta
situs arkeologi Palmyraf53.
Perang saudara Suriah ini belum menemui titik
perdamaian. Meskipun beberapa solusi yang telah dilakukan
oleh dunia internasional adalah Berbagai cara dilakukan PBB
untuk menyelesaikan konflik di Suriah, diantaranya embargo
ekspor-impor barang di Suriah, pembekuan aset, hingga
pengutusan mantan sekjen PBB Kofi Annan untuk membawa
proposal damai, namun upaya tersebut belum membuahkan
hasil yang signifikan demi terciptanya perdamaian di Suriah 54.
Perbedaan pendapat berkaitan dengan nasib presiden Bashar
Al-Assad terus menjadi perbedabatan. Amerika Serikat, Arab
Saudi dan Turki menyerukan penghapusan Bashar Al-Assad
dari sistem politik Suriah, akan tetapi ketiga negara juga
berselisih tentang kehadiran Bashar AlAssad dalam konferensi
yang dilakukan oleh PBB. Amerika Serikat dan Turki tidak
menentang partisipasinya dalam konferensi, tapi Arab Saudi
menolak gagasan itu dan menganggap Bashar AlAssad tidak

53
Rr Laeny Sulistyawati (2016). Lima Dampak Memilukan Enam
Tahun Perang Suriah. Tersedia pada
http://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-
tengah/16/03/16/o43r7j377-lima-dampak-memilukanenam-tahun-
perang-suriah-part1 diakses pada 20 oktober 2017
Masni Handayani Kinsal. (2014). “Penyelesaian Konflik Internal
54

Suriah menurut Hukum Internasional”. Lex et Societatis, Vol II No 3,


hlm. 107.
131
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bisa menjadi bagian dari proses politik Suriah 55
(IribIndonesia:2015).

4. Paradigma Neorelis: Security dillema Suriah atas AS

Keterlibatan Negara Amerika Serikat cukup membuat


Suriah berada pada posisi security dillema. Karena AS telah
membantu pihak oposisi Suriah untuk terus melawan Suriah
dibawah kepemimpinan Bashar Al Assad. Dari front
pemberontak Suriah yang didalamnya merupakan peran serta
non state actor dalam menyuarakan ideologi demokratisnya
untuk menggulingkan kepemimpinan Bashar Al Assad, terdapat
dua alasan keterlibatan yang dilakukan Amerika Serikat
terhadap konflik Suriah, diantaranya:
1. Kepentingan ekonomi fokus terhadap pemenuhan
energi Amerika untuk kebutuhan dalam negerinya, hal
ini terutama tergambar dalam kepentingan Amerika
Serikat terhadap minyak Timur Tengah yang tampak
pada dokumen tahun 1944. Departemen Luar Negeri
AS menggambarkan semenanjung Arabia sebagai
sumber besar bagi kekuasaan strategis dan hadiah
material terbesar dalam sejarah dunia 56. Tuntutan
akan tersedianya pasokan energi dalam negeri serta
keberlangsungan negara sekutu menjadi dasar
tindakan Amerika Serikat mengenai konflik Suriah,
segala cara tentu akan ditempuh dikarenakan
kebutuhan akan energi merupakan kepentingan
ekonomi penting bagi Amerika Serikat. Tidak

55
iribIndonesia (2015). Mencari Solusi konflik Suriah. Tersedia pada
http://indonesian.irib.ir/ranah/telisik/item/103105-mencari-solusi-
konflik-suriah diakses pada 20 oktober 2017
Zulman Bahar. (2014). “Dukungan Amerika Serikat Terhadap
56

Kelompok Oposisi Suriah (The United States Endorsement to Syrian


Opposition Groups). Jurnal Skripsi. Universitas Jember. hlm. 5.
132
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
menguasai pengendalian cadangan energi minyak
maupun gas akan meretas jalan menuju kehancuran
bagi ekonomi Amerika Serikat yang digerakkan secara
aktif melalui perindustrian 57.
2. Kepentingan politik dengan keberhasilan
menggulingkan pemerintahan Bashar Al-Assad,
Amerika Serikat semakin terbuka peluangnya untuk
memperluas pengaruh politiknya di kawasan Timur
Tengah secara penuh. Amerika Serikat membuat
penawaran terhadap pemerintahan Suriah yaitu:
Suriah harus membekukan hubungan dan menutup
kantorkantor faksi oposisi Palestina di Damaskus dan
menghentikan bantuan politik, dana serta senjata pada
Hisbullah di Lebanon, menarik pasukan Suriah dari
Lebanon dan tidak lagi ikut campur urusan dalam
negeri Lebanon, melakukan liberalisasi politik serta
melakukan reformasi politik seperti menghapus
undang-undang darurat58.

Dari beberapa alasan yang dinyatakan kuat diatas oleh


AS dalam membantu Front oposisi Suriah menjadikan Front
Oposisi Suriah memperkuat pertahannya sehingga Suriah
menganggap bahwa keadaan anarkis yang ditimbulkan oleh
state actor, Suriah yang bersift absolut dapat memberikan efek
deterence terhadap pada non state actor yang membelot dan
berusaha menggulingkan kepemimpinan Bashar Al Assad.

57
ibid
Adeodatus Primus Relod Kota Sera Lumba. (2014). “Intervensi
58

Militer Amerika Serikat Dalam Konflik Politik di Suriah Tahun 2011”.


eJournal ilmu Hubungan Internasional. Vol III no. 2, hlm 781.
133
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
5. Kesimpulan
Meletusnya Arab Spring menjadi puncak ketidakpuasan
rakyat Suriah atas Pemerintahan yang berkuasa. Berawal dari
demonstrasi kecil-kecilan, sekarang Suriah menjadi medan
pertempuran oleh berbagai kalangan. Suriah menjadi negara
yang mengerikan dimana korban berjatuhan mencapai ratusan
ribu jiwa. Kemampuan Suriah dalam hal ini dikatakan sebagai
state actor, merupakan penguasa tertinggi yang memiliki
kedudukan tertinggi yang absolut. Namun, tidak dipungkiri
bahwa neorealis juga meyakini bahwa kekuatan non state actor
juga mampu mempengaruhi hasil yang dicapai menuju
kejayaannya. Suriah melupakan bahwa kekuatan non state
actor bisa berpengaruh besar terhadap keutuhan negaranya.
Sehingga Perang Suriah tidak dapat terelakkan atas sikap
absolut yang dimiliki Suriah cukup besar dan tidak mampu
dijadikan pedoman bagi non state actor didalamnya untuk tetap
menjaga keutuhan negaranya. Suriahpun menjadi medan
pertempuran antara pihak pro Pemerintahan yang didukung
oleh Rusia, Iran dan China sedangkan oposisi didukung oleh
Amerika Serikat, Arab Saudi, dan negara Eropa lainnya.
Negara-negara tersebut aktif memberikan bantuan
berupa uang, persenjataan, maupun tentaranya guna
mengalahkan satu sama lain. keterlibatan negara lain dalam
konflik Suriah bukan tanpa alasan, mereka berpartisipasi
karena ada berbagai kepentingan di dalamnya. Konflik Suriah
setidaknya telah berjalan selama 5 tahun. Rakyat Suriah
banyak yang memilih mengungsi baik di dalam maupun di luar
negeri. PBB sebagai polisi dunia beberapa kali mengadakan
pertemuan dan menyelenggarakan konferensi untuk masa
depan Suriah, tetapi sampai saat ini belum ditemukan jalan
keluar. Situasi Suriah memang membingungkan, semua pihak
terlibat konflik beraneka segi, pasukan pemerintah mengklaim
bahwa oposisi adalah teroris begitu juga sebaliknya.

134
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Daftar Pustaka

Achmad Syalaby. (2016). Data Terbaru: Korban Perang Suriah


Dua Kali Lipat Perkiraan PBB. Tersedia pada
m.republika.co.id/berita/internasional/global/16/02/26/o2e5
I0394-data-terbaru-korban-perangsuriah-dua-kali-lipat-
perkiraan-pbb diakses pada 20 Oktober 2017
Adeodatus Primus Relod Kota Sera Lumba. (2014). “Intervensi
Militer Amerika Serikat Dalam Konflik Politik di Suriah
Tahun 2011”. eJournal ilmu Hubungan Internasional. Vol
III no. 2, hlm 781.
Arreguin-Toft, Ivan, (2005). How the Weak Win Wars: A Theory
of Asymmetrical Conflict. nn : Cambridge University Press
:403
Baldwin, David A. (ed), (1994). Neorealism and Neoliberalism:
The Contemporary Debate, New. York: Columbia
University Press, 142
Dhwani Adyatmika Nandanaardi. (2014). “Kebijakan Luar
Negeri Rusia Terhadap Suriah dalam Konflik Suriah tahun
2011-2012”, Universitas Airlangga, Vol. III No. 1, hlm 147
Ibnu Manshur. (2014). Sekilas Mengenal Negara Suriah (Syria)
dan Jumlah Penduduknya. Tersedia pada
http://www.muslimedianews.com/2014/03/sekilas-
mengenal-negara-suriah-syria.htmldiakses pada 20
Oktober 2017.
IribIndonesia (2015). Mencari Solusi konflik Suriah. Tersedia
pada http://indonesian.irib.ir/ranah/telisik/item/103105-
mencari-solusi-konflik-suriah diakses pada 20 oktober
2017
Jervis, Robert (1978) " Cooperation Under The Security
Dillema" Cambridge UNiversity Press and Trustees of
Princeton UNiversity are collaborating with JSTOR to
digitize, perserve and exted access to Wolrd Plitics.

135
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Kenneth Waltz, Theory of International Politics ( New York:
McGraw Hill, 1979 ), 204
K.J. Holsti, International Politics: A framework for analysis sixth
Edition (new jersey: Prentice Hall, 1992), 348.
M. Agastya ABM. Arab Spring: Badai Revolusi Timur Tengah.
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2013), hlm. 33.
Masni Handayani Kinsal. (2014). “Penyelesaian Konflik Internal
Suriah menurut Hukum Internasional”. Lex et Societatis,
Vol II No 3, hlm. 107.
Rr Laeny Sulistyawati (2016). Lima Dampak Memilukan Enam
Tahun Perang Suriah. Tersedia pada
http://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-
tengah/16/03/16/o43r7j377-lima-dampak-
memilukanenam-tahun-perang-suriah-part1 diakses pada
20 oktober 2017
Sabar Subekti. (2014). Profil Hafez Al-Assad: Pendiri Dinasti Al-
Assad di Suriah. Tersedia pada
www.satuharapan.com/read-detail//read/profil-hafez-al-
assad-pendiri-dinasti-al-assad-di-suriah diakses pada 4
April 2016.
Suarapembaharuan.com. (2016). Rusia Tak Mau Suriah Hancur
Seperti Libia. Tersedia pada
http://sp.beritasatu.com/home/rusia-tak-mau-suriah-
hancur-seperti-libia/14241 diakses pada20 oktober 2017
Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah: Anak-anak Penyulut
Revolusi. (Jakarta: Kompas, 2012), hlm. 114.
Zulman Bahar. (2014). “Dukungan Amerika Serikat Terhadap
Kelompok Oposisi Suriah (The United States
Endorsement to Syrian Opposition Groups). Jurnal Skripsi.
Universitas Jember. hlm. 5.

136
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 7
Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Cita-
Cita Poros Maritim Dunia Ditengah Konflik
Laut China Selatan

Indra Wisnu Wibisono

Abstract

Paracel and Spartly islands are an area rich in oil and gas
and diversity of fisheries varieties. Because of this strategic
location, this area is a source of conflict in Southeast Asia.
Indonesia, in contrast to other ASEAN countries that have
disputes with China, Indonesia itself is initiating a concept of
the World Maritime Axis Doctrine. This doctrine was born with
a focus on the South China sea as one of the components of
achieving the World Maritime Axis. In safeguarding the stability
of the Asean region in the waters of the southern China Sea,
Indonesia has made diplomacy efforts to mediate in disputing
countries to create a regional stability that is useful to support
the successful preparation of the efforts of the World Maritime
Axis. This research was conducted with a qualitative-
descriptive research method that tried to analyze problems
through data sources in the form of documents through
secondary data.

Keywords: World maritime axis, conflict, diplomacy, southern


China sea

137
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
1. Pendahuluan

Abad 21 adalah abad yang diprediksi menjadi milik Asia-


Pasifik. Bangkitnya Ekonomi China dan juga kekuatan
militernya mulai mengubah peta hegemoni dunia yang selama
ini hanya menjadi milik Amerika Serikat. Bangkitnya China di
ikuti juga oleh upaya mereka dalam memperkuat pengaruhnya
bagi negara-negara dan kawasan di dunia internasional.
Bangkitnya China dan juga penyebaran pengaruhnya di Asia
Tenggara dapat memberikan efek Positif dan Negatif bagi
negara-negara ASEAN (Association of Southeast Asian
Nations) khususnya Indonesia. Efek Positif karena kini negara
ASEAN termasuk Indonesia tidak lagi bergantung kepada
Amerika Serikat dan dunia Barat dalam memperoleh bantuan
pinjaman pembangunan infrastruktur melalui kredit-kredit yang
diberikan Bank-Bank buatan China seperti ADB (Asia
Development Bank) dan AIIB (Asian Infrastructure Investment
Bank). Dampak negatif dari makin kuatnya China adalah
makin beraninya mereka dalam konstelasi Internasional
seperti makin gencarnya China dalam melakukan Klaim di
kawasan laut China selatan.
Laut China Selatan adalah sumber konflik di Asia Tenggara
yang disebabkan oleh sengketa klaim gugusan kepulauan
Paracel dan Spartley yang dilakukan oleh China dan Taiwan
serta 4 negara di Asia Tenggara yakni Vietnam, Malaysia,
Brunei Darussalam, dan Filipina. Sengketa yang terus-
menerus berlangsung tanpa adanya suatu hasil positif bagi
semua pihak ini tentunya akan sangat mempengaruhi
stabilitas kawasan Laut China Selatan Khusunya Kawasan
Asia Tenggara. Indonesia sendiri sedang gencar dalam
mempromosikan program Poros Maritim Dunia yang terdiri
dari 5 pilar yakni : 1. Membangun kembali budaya maritim
Indonesia. 2. Menjaga sumber daya laut dan menciptakan

138
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada
pilar utama. 3. Memberi prioritas pada pembangunan
infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol
laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata
maritim. 4. Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan
peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya
menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan,
pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan
pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus
menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan
memisahkan. 5. Membangun kekuatan maritim sebagai
bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan
keamanan maritim59.
Poros Maritim dunia ini tidak akan dapat terwujud jika stabilitas
kawasan perairan Indonesia sendiri tidaklah aman.
Ketidakamanan perairan Indonesia disebabkan oleh konflik
Laut China Selatan yang jika terus terjadi akan Memberikan
efek Negatif kepada kawasan ASEAN yang notabene
merupakan kawasan regional dimana nantinya Poros Maritim
ini akan memberikan pengaruhnya kepada kawasan. Demi
menjamin terwujudnya suatu poros maritim dunia
pemerintahan Indonesia telah melakukan berbagai macam
langkah-langkah Diplomasi pertahanan sebagai wujud
keseriusanya dalam mewujudkan terciptanya poros maritim
dunia ini. dalam kajian singkat ini penulis berusaha untuk
membahas diplomasi pertahanan apa saja yang dilakukan
oleh indonesia dalam upaya persiapan untuk mewujudkan
kekuatan poros maritim dunia terkait dengan memanasnya
konflik dan sengketa di kawasan laut China selatan.

59
Ditjen KSA Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. "Presiden
Jokowi Deklarasikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia". 15
November 2014. http://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-
pers/Pages/Presiden-Jokowi-Deklarasikan-Indonesia-Sebagai-Poros-
Maritim-Dunia.aspx, diakses pada tanggal 29 September 2017.
139
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk melihat potensi
konflik yang terjadi di Asia Tenggara, khususnya di kawasan
perairan Laut China selatan dalam memberikan dampak
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia sehubungan
dengan upaya penciptaan poros maritim dunia. Kegunaan dari
penulisan ini adalah untuk melihat upaya pemerintah dalam
mewujudkan poros maritim dunia ini melalui diplomasi
pertahanan yang dilakukan sebagai langkah persiapan untuk
mencapai poros maritim dunia. Kegunaan lainya adalah
memberikan gambaran kepada pembaca mengenai kondisi
sengketa di perairan laut China selatan dan apa itu poros
maritim dunia yang digagas oleh pemerintahan era Presiden
Joko Widodo dewasa ini.

2. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini


adalah metode penelitian kualitatif. Dimana Metode penelitian
ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lesan dari orang-orang dan perilaku yang diamati60. Metode
Deskriptif ini adalah metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, objek, set kondisi, pemilkiran ataupun suatu sistem
pemikiran dan kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian
deskriptif ini bertujuan untuk membuat deskripsi atau
gambaran dan lukisan secara sistematis, faktual, akura
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat serta hubungan antara
fenomena-fenomena yang diselidiki61. Dalam penelitian ini
penulis berusaha menganailsa sengketa yang terjadi di Laut
China Selatan dan upaya-upaya diplomasi seperti apa yang
ditempuh oleh Indonesia dalam menyelesaiakn sengketa

60
Lexy J Moleong. 1989. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung :
Rosdakarya.
61
Moh. Natsir. 1988. "Metode Penelitian". Jakarta: Ghalia Indonesia
140
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tersebut guna mendukung iklim stabilitas dalam mewujudkan
terciptanya Poros Maritim Dunia.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
berdasarkan penelitian dokumen. Penelitian dokumen ini
merupakan telaah terhadap dokumen-dokumen yang
didapatkan melalui sumber data sekunder seperti surat-surat
kabar, majalah, buku-buku dan sumber-sumber lainya yang
berhubungan erat dengan topik penelitian ini. Teknik analisa
data sendiri dilakukan oleh penulis melalui interpretasi dari
dokumentasi yang sudah terkumpul. Dari situ kemudian
dilakukan analisis secara deskriptif-kualitatif.

3. Mengapa Laut China Selatan Penting

Laut China selatan merupakan sumber konflik di Asia


Tenggara bahkan diramalkan jika kemungkinan terjadinya
perang dalam skala besar nanti bukanlah di eropa atau di
kawasan lainya melainkan di Asia tenggara. Tidak dapat
dipungkiri jika Laut China selatan merupakan jalur
perdagangan penting dan jalur transportasi antar benua.
Karena hal tersebut jalur ini memiliki nilai strategis dan
ekonomis yang sangat menggiurkan bagi negara-negara yang
dilewatinya. Selain karena perairanya itu sendiri didalam Laut
China Selatan memiliki beberapa pulau-pulau kecil
diantaranya yakni gugusan kepulauan Spartlly dan Paracel
yang ternyata merupakan sumber konflik itu sendiri. Sampai
saat ini masih belum ada kepastian berapa sebenarnya jumlah
pulau -pulau yang terdapat dalam gugusan kepulauan ini,
karena memang akibat faktor geografis beberapa pulau
terkadang sering hilang di saat air pasang dan bahkan
terkadang juga ada pulau yang sedang tumbuh.
Berdasarkan pantauan terakhir sebuah pulau baru muncul
tepat di utara negara bagian sabah Malaysia pada tahun 1988.
kepualauan Spartly terdiri dari sekumpulan atol, batu karang,

141
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
gosong berpasir yang tidak memiliki penghuni dan terletak
pada rangkaian garis-garis vulkanis. Gugusan ini membentang
250.000 km persegi di bagian selatan laut China Selatan
dengan panjang sekitar 500 km dari utara ke selatan.
Kepulauan ini terdiri dari sekumpulan pulau-pulau karang yang
luas daratannya kurang dari 4 km². Selain pulau-pulau yang
terdapat di wilayah tersebut tidak berpenghuni disana juga
hampir tidak ada aktivitas ekonomi di dalam daratanya.
Kepulauan Spartly sendiri terdiri dari 230 pulau kecil62.
Berikut peta gugusan kepulauan Spartly dan Paracel yang
menjadi sumber konflik63 :

Gambar1: Peta wilayah sengketa di Laut China Selatan.


(BBC/UNCLOS/GOOGLE MAP)

62
The Adelphi Papers. 2006. Southeast Asia. Oxon: Routledge
63
Hardoko, Evan. 13 Juli 2016. "Laut China Selatan, Perairan
Menggiurkan Sumber Sengketa 6 Negara".
http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/17401251/laut.china.selat
an.perairan.menggiurkan.sumber.sengketa.6.negara. diakses pada 29
September 2017.
142
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Jarak antara kepulauan Spartly dan Paracel itu sendiri kurang
lebih 600 mil laut, dan jarak kepulauan Spartly ke pulau
Hainan, China 800 mil laut. Titik terdekat ke pantai Sabah di
Malaysia dan dari pulau Palawan, Filipina sejauh 100 Mil laut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa gugugsan kepulauan tersebut
memiliki posisi geografis yang sangat strategis karena terletak
tepat di jalur perhubungan laut yang sangatlah vital di Laut
China Selatan. Posisi ini juga menghubungkan samudera
Pasifik, Asia Timur, Asia Tenggara dan Samudera India.
Selama puluhan tahun bahkan negara-negara industri besar
seperti Korea Selatan, Taiwan Jepang, dan sekarang China
sangat bergantung pada keamanan, keselamatan dan tidak
terputusnya jalur perhubungan laut ini untuk tujuan
perekonomian dan perdagangan. Jepang dan China bahkan
sangat bergantung pada jalur ini karena merupakan Life Line,
dimana hampir 90 persen dari impor minyak dan gas serta
komoditi mentah lainya dikirim melewati SLOC (Sea Lanes of
Communication) ini.
Dari disdut pandang militer posisi kepulauan ini juga sangatlah
strategis. Penyebaran kekuatan angkatan laut dan
pemindahan pasukan Amerika Serikat yang tercepat untuk
dapat berlayar ke Asia Tenggara maupun ke Samudera India
adalah melalui jalur ini. Tidaklah heran jika China sangatlah
berambisi menguasai wilayah perairan ini dan pulau-pulau
didalamnya karena memang Amerika Serikat adalah ancaman
terbesar bagi China di dalam sistem pertahanan negara
mereka. Karena jika seupama China dapat menguasai seluruh
atau sebagian kepualauan ini maka akan dapat mengancam
kepentingan Amerika Serikat dan musuh-musuh China
terutama dalam mobilitas keamanan pelayaran dan lintas
udara di wilayah ini. Disamping itu berdasarkan Geo-ekonomi
wilayah kepulauan ini juga sangatlah strategis. Diyakini oleh
beberapa negara bahwa diwilayah tersebut memiliki
kandungan minyak dan juga gas bumi bawah laut yang sangat

143
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
besar bahkan melebihi cadangan minyak di negara-negara
penghasil minyak sekarang. Berdasarkan salah satu dokumen
di China yang diterbitkan oleh The Theoritical Department of
the Lhonggou Quingnian Bao (China Youth News), wilayah ini
memiliki kandungan sumber daya alam yanng berupa minyak
dan gas bumi yang jika ditafsir dengan nilai mata uang
sekarang kira-kira berjumlah hampir US $ 1 trilion. Selain hal
tersebut wilayah ini juga kaya akan sumber daya alam laut
yang beraneka ragam seperti nodules, mangan, dan juga
aneka ragam ikan yang dapat menjadi potensi perikanan yang
menguntungkan. Tidaklah heran jika banyak negara yang
menginginkan menguasai perairan ini terutama gugusan
kepulauan didalamnya. Itulah arti penting Laut China Selatan
bagi negara-negara yang hingga saat ini masih bersengketa
dan kokoh untuk mengklaim kepemilikan mereka akan wilayah
tersebut.
Dalam perkembanganya ada enam negara yang mengklaim
kepemilikan atas kepulauan Spartly dan Paracel. Latar
belakang mereka dalam melakukan klaim kepemilikan itupun
bermacam-macam. Perlu dipahami bahwa tiap-tiap negara
Claimants bukan hanya melakukan klaim atas kepemilikan
dengan tujuan untuk menguasai sumber daya alam saja, akan
tetapi menyatakan kepemilikan secara penuh dalam artian
untuk memiliki kedaulatan sebagai wilayah yang
bersangkutan. Berikut adalah Aktor-Aktor negara pengklaim
dan juga latar belakang mereka dalam melakukan klaim
tersebut64 :
China
Klaim kedaulatan resmi China di kepulauan Spartly dimulai
sejak tahun 1950 saat pemerintahan komunis mulai berkuasa.
China mengklaim berdasarkan latar belakang sejarah

64
Sumakul, F. Willy. 2015. “Potensi Konflik di Laut China Selatan“, Edisi
ke-2. U.S.A : CreateSpace independently Books.
144
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kepulauan yang telah lama berada di dalam pengawasan dan
pengendalian wilayah administrasi pemerintahan mereka
sejak jaman dinasti Ming abad ke-14, dengan dasar telah
sering digunakan oleh para nelayan mereka sebagai tempat
mencari nafkah. Klaim China bahkan didukung oleh catatan-
catatan sejarah, peta-peta dan arsip-arsip kuno. Di abad 20
mereka makin sering melakukan klaim bahkan pada tahun
2016 telah membangun pangkalan militer di tujuh pulau
buatan di kepulauan yang disengketakan. Berdasarkan citra
satelit yang dirilis Inisiatif Transparansi Maritim Asia (AMTI)
menunjukan dibangunya pangkalan-pangkalan militer bahkan
senjata anti pesawat dan sejumlah sistem persenjataan lainya
yang dipasang pada struktur segi enam yang terdapat di
Mischief Reef, Fiery Cross Reef dan Subi Reef65. Berikut
beberapa foto citra satelit yang dikeluarkan oleh AMTI yang
merupakan bagian dari Pusat Kajian Strategis dan
Internasional (CSIS) yang berpusat di Washington, Amerika
Serikat.

65
Christiastuti, Novi. 15 Desember 2016. "Citra Satelit Tunjukkan China
Pasang Sistem Senjata di Laut China Selatan".
https://news.detik.com/internasional/3372307/citra-satelit-tunjukkan-china-
pasang-sistem-senjata-di-laut-china-selatan. diakses pada tanggal 30
September 2017
145
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Gambar 2: Pembuatan Pangkalan udara disalah satu pulau
sengketa oleh Tiongkok

146
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Gambar 3 : Pemasangan sistem persenjataan oleh Tiongkok
disalah satu pulau sengketa

Gambar 4 : Pemasangan sistem persenjataan oleh Tiongkok


di pulau-pulau lainya

147
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Gambar 5 : Pemasangan sistem persenjataan oleh Tiongkok
di pulau-pulau lainya

Taiwan
Republic of China atau Taiwan merupakan negara pertama di
abad 20 ini yang mengklaim kepemilikan atas keseluruhan
kepulauan Spartly. Alasan yang dijadikan argumen untuk
mengklaim kepemilikan juga sama dengan China yaitu atas
dasar sejarah.klaim Taiwan merupakan lanjutan dari masa
saat mereka masih tergabung dengan China dan mengakui
bahwa merekalah penemu pertama kepulauan ini. Mereka
bahkan mengatakan secara kontinyu mengunjungi kepulauan
ini sejak dari abad ke-4 masehi. Pada masa perang dunia 2
tepatnya pada tahun 1946 kepulauan tersebut dimasukan ke
wilayah administrasi pemerintahan provinsi Quang Dong dan
setelah itu mereka juga mengirimkan kapal-kapal perangnya
untuk melakukan survei hidrografi dengan memdirikan
tonggak-tonggak pengenal. Pada era 1956 pun Taiwan
bahkan menempatkan garnisun tempur mereka secara
148
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
permanen di sebuah pulau yang bernama Itu Aba yakni pulau
yang terbesar di gugusan itu juga membangun landasan
pesawat militer. Sampai pada akhirnya Taiwan memisahkan
diri dari China dan klaim pun tetap dilanjutkan secara terpisah.

Malaysia
Malaysia sebenarnya adalah pendatang baru dalam
persengketaan wilayah gugusan kepulauan Spartly. Klaim
mereka pun baru dimulai tahun 1979 ketika mereka
menerbitkan peta laut yang memasukan beberapa dari
gugusan Spartly didalamnya. Latar belakang mereka
mengklaim adalah berlandaskan kepada kenyataan bahwa
pulau-pulau itu terletak didalam landas kontinen dan zona
ekonomi eksklusif mereka serta memiliki jarak yang dekat
dengan daratan utama (Mainland) Sabah.

Vietnam
Vietnam juga melandasi klaim mereka berdasarkan sejarah
dimana perairan di seputar kepulauan tersebut telah didatangi
oleh nelayan-nelayan mereka selama ratusan tahun untuk
mencari nafkah. Vietnam melakukan klaim terhadap
kepualaun Spartly dan bahkan mencakup Kepulauan Paracel
di Utara Laut China Selatan. Alasan lain yang dipakai adalah
mereka hanya meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh
prancis yang dulu menjajah mereka yakni saat prancis
menjajah mereka selalu mengirimkan kapal-kapal nya untuk
berpatroli disekitar Laut China Selatan. Saat unifikasivietnam
utar dan selatan dalam satu pemerintahan, mereka bahkan
makin memperluas klaimnya dengan menduduki enam pulau
di gugusan Spartly. Karena itulah Vietnam merupakan negara
yang paling dimusuhi oleh China dalam sengketa wilayah ini.

149
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Brunei Darussalam
Sebelum Brunei Darussalam mendapatkan kemerdekaanya
dari penjajahan Inggris, Pulau Louisa Reef yang terletak di
selatan Kepulauan Spartly sudah ditetapkan oleh Inggris
sebagai salah satu teritotialnya pada tahun 1954. Dengan
alasan inilah Brunei melakukan klaim atas kepulauan ini
dengan dasar meneruskan kewenangan yang sudah diberikan
Inggris kepada mereka. Brunei mendapatkan pertentangan
keras dari sesama negara Asean yakni Malaysia terkait
dengan klaim Pulau Louisa Reef ini.

Filipina
Filipina melakukan klaim terhadap 60 buah pulau yang
didalamnya termasuk pulau berbatu dan pulau-pulau karang
bulat atau atol. Klaim ini juga didasarkan atas fakta sejarah
sama dengan beberapa negara pengklaim lainya. Diawali oleh
beberapa aktivitas perseorangan yang menyatakan
menemukan suatu gugusan pulau tak berpenghuni di Wilayah
Laut China Selatan ini. Thomas A. Cloma, seorang nelayan
Filipina menyatakan kepada pemerintahnya dan memberikan
sebuah laporan atas ditemukanya sebuah kepulauan dengan
luas 64,976 mil persegi pada tahun 1956. Pulau tersebut
kemudian diberi nama Freedom Land atau kalayan oleh
Filipina. Oleh karena itulah landasan Filipina adalah prinsip
discovery and Proximity atau karena penemuan berdasarkan
riwayat sejarah dan kedekatan wilayah dan karena tidak ada
yang memiliki.

4. Hasil, Perspektif Hukum Internasional

Saling klaim kepemilikan di kawasan Laut China Selatan


dalam hal kepemilikan kepulauan Spartly dan Paracel oleh
enam negara sangat berkaitan dengan hukum internasional.
Setelah diberlakukanya hukum laut Internasional tahun 1982

150
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
atau UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of
the Sea), maka keberadaan sebuah pulau di suatu lepas
pantai dapat memberikan legitimasi pada suatu negara untuk
memperoleh suatu rezim laut seluas 200 mil (dari garis dasar)
sebagai zona ekonomi seksklusif (ZEE). sebuah titik kecil
dilautan pun akibat adanya hukum laut ini dapat memiliki arti
yang sangat penting sebagai dasar perhitungan perluaasan
yurisdiksi maritim suatu negara. Karena itulah masing-masing
negara saling berlomba untuk mendapatkan hak sah atas
kepulauan tersebut agar mereka mendapatkan keuntungan
dari UNCLOS itu.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang apa itu poros maritim


dunia dan sengketa yang terjadi di perairan Laut China
Selatan atau yang sekarang sudah berganti nama menjadi
Laut Natuna Utara kita perlu mengetahui lebih dahulu tentang
kondisi terkini Asia Tenggara sehubungan dengan sengketa
Laut China Selatan. Indonesia sendiri sudah sejak lama
tergabung menjadi anggota Asean, Bahkan Indonesia
merupakan salah satu pendiri organisasi ini. Asean itu sendiri
terbentuk berdasarkan suatu konsep Regionalisme dalam
hubungan internasional. Mansbaach mengatakan bahwa
kawasan atau region merupakan suatu "pengelompokan“
regional yang di identifikasikan berdasarkan kedekatan
budaya, perdagangan, geografis dan adanya saling
ketergantungan secara ekonomi yang bersifat saling
menguntungkan, komunikasi, dan juga keikutsertaan dalam
organisasi internasional"66. Sebuah kawasan itu sendiri dapat
disebut sebagai kawasan jika memiliki kriteria-kriteria tertentu.
Region atau kawasan menurut Columbis dan Wolfe merujuk
kepada sebuah konsep yang ditentukan oleh tujuan analisis

66
Raymond F. Hopkins dan Richard W. Mansbach. 1973. “Structure and
Process in International Politics “. New York. Harper & Row
151
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tertentu, yaitu : kriteria ekonomi, kriteria geografis, kriteria
politik atau militer dan kriteria transaksional.67
Menurut Fawcet Regionalisme itu mengacu kepada sebuah
entitas baru yang dilahirkan dari kumpulan negara-negara
yang saling bekerja sama berdasarkan adanya unsur latar
belakang, kedekatan wilayah geografis dan persamaan dari
suatu kepentingan tertentu. Regionalisme ini adalah konsep
tentang sebuah kesatuan anatar neegara yang terbentuk
melalui kerjasama dalam berbagai bidang dan dilandasi
berdasarkan kedekatan wilayah teritorialnya dan juga atas
kesamaan sejarah untuk dapat mencapai kepentingan
bersama68. Dari beberapa konsep regionalisme diatas Asean
terbentuk berdasarkan dari adanya suatu kawasan di Asia
tenggara yang memiliki kesamaan dalam letak geografis
negara serta latar belakang sejarah yang sama, yaitu
persamaan dalam negara jajahan bangsa-bangsa eropa barat
di masa kolonialisme dan imperialisme. Selain itu Asean
terbentuk juga berdasarkan suatu tujuan dan kepentingan
yang sama yaitu tidak ingin terlalu bergantung kepada negara-
negara barat.
Pada kenyataanya sekarang ini 57 tahun setelah Asean
pertama kali diproklamirkan melalui deklarasi Bangkok pada 8
Agustus 1967 masih saja banyak sengketa yang justru terjadi
di dalam internal Asean itu sendiri. Dalam kasus laut China
selatan bahkan 4 negara Asean saling berebeut wilayah
teritori hingga menimbulkan ketegangan dan instabilitas yang
justru sudah sangat melenceng dari komitmen awal
diciptakanya organisasi ini. komitmen tersebut adalah

67
Columbis, Theodore A. and Wolfe, James H. 1986. “Introduction to
international Relation : Power and Justice”, 3rd Edition. New Jersey :
Prentice Hall Inc.
68
Fawcett, Louise. 2005. "Regionalism from an Historical Perspective"in
Global Politics of Regionalism : The Theory and Practice, by Marry Farell,
Bjorn Hettne, Luk Van Langenhove. London : Ploto Press.
152
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
terciptanya suatu kerjasama negara-negara anggota dalam
membangun kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan
ekonomi dan sosial yang stabil melalui jalur hubungan
perdamaian antar anggota-anggotanya.
Hal ini sebagai langkah dalam mempercepat laju
pembangunan nasional anggotanya agar Asia Tenggara
mampu menjadi suatu kawasan yang strategis, mandiri dan
memiliki kemampuan untuk bersaing dengan kawasan-
kawasan dunia lainnya dalam tatanan hubungan global.
Seharusnya untuk melawan kekuatan China sebagai negara
yang sedang bangkit dalam Militer dan ekonominya Asean
harus bersatu dan bergabung untuk melawan dominasi China
di Laut China Selatan, bukanya saling bersengketa satu
dengan lainya. Itulah kegunaan Asean sebagai sebuah
kawasan, karena dengan solidnya negara-negara anggotanya
maka kawasan ini akan kuat dan mampu melawan dominasi-
dominasi asing yang berusaha mengusik teritorial kawasan ini.
Kenapa regionalisme tidak bekerja dalam sengketa Luat china
Selatan ini adalah karena secara geografis dan geostrategis
serta geoekonomis laut China Selatan beserta pulau-pulau
yang ada didalamnya sangatlah menguntungkan jika dimiliki
oleh sebuah negara. Disini tiap-tiap negara yang bersengketa
lebih menekankan kepada kepentingan nasionalnya dari pada
kepentingan regional.
Menurut Clinton Kepentingan nasional sendiri merupakan hal
yang vital, karena dapat berpengaruh terhadap kebijakan luar
negeri, meskipun definisinya yang masih abstrak tetapi dapat
berdampak terhadap aplikasi dan eksistensinya69.
kepentingan nasional itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa hal. menurut K.J Holsti terdapat tiga klasifikasi
kepentingan Nasional. pertama adalah Core values atau

69
Clinton, David W. 1986. “The National Interest: Normative
Foundations“. Cambridge: Cambridge University Press.
153
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sesuatu yang dianggap paling penting diatas segalanya bagi
suatau negara. Contohnya adalah keamanan dan pertahanan
suatu negara. Kedua Middle-range Objectives adalah suatu
kebutuhan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian
negara. Ketiga adalah Long-range Goals, adalah suatu yang
sifatnya ideal70. Dapat kita kaji disini bahwa dalam Core
values negara-negara Claimants adalah keamanan dan
pertahanan negara mereka. Karena jika samapai kawasan
kepulauan di Laut China selatan dikuasai oleh negara asing itu
dapat mengancam keamanan dan pertahanan negara mereka.
Karena letak strategisnya untuk membuat pangkalan militer
dan jalur pelayaran laut yang dapat digunakan sebagai jalur
pelayaran militer tentunya mereka akan mati-matian dalam
melakukan klaim agar National Interest dapat tercapai dan
paling tidak tetap terjaga dari negara lain.
Secara Middle-range Objectives jika berhasil menguasai
secara sah gugusan kep[ulauan Spartly yang menyimpan
kekayaan alam seperti cadangan minyak dan gas bumi yang
besar dan juga diversitas perikanan tentunya akan
meningkatkan perekonomian negara. Dari situlah klaim
dilakukan selain untuk tujuan keamanan dan pertahanan tapi
juga secara ekonomis. Kemudian jika dikaji berdasarkan Core
values ketiga yaitu Long-range Goals tentu saja untuk tujuan
jangka panjang masing-masing negara mereka ingin
mengeksplorasi keuntungan Geografis dan juga Geoekonomis
wilayah tersebut untuk tujuan jangka panjang negara mereka.
Karena terjadinya benturan antara kepentingan nasional dan
regionalisme inilah maka regionalisme yang pada akhirnya
harus dikorbankan. Bagaimanapun kepentingan nasional itu
adlah suatu hal yang utama dan terutama untuk dilakukan

70
Holsti, KJ.1987. “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis“.
Bandung: Bina Cipta.
154
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
diatas kepentingan-kepentingan lainya. Dari situlah sengketa
wilayah Laut China selatan ini seakan tak berujung.

Konsepsi Poros Maritim Dunia


Indonesia memiliki wilayah pearairan yang sangat luas dan
juga potensi sumber daya kelauatan yang sangat melimpah
yang membutuhkan pengelolaan secara berkelanjutan dan
optimal. Oleh karena itulah untuk mewujudkan suatu
pembangunan kekuatan kelautan dibuatlah suatu Peraturan
Presiden (PERPRES) no 16 tahun 2017 tentang Kebijakan
Kelautan Indonesia. Perpres ini dikeluarkan agar tercipta
suatu optimalisasi pengelolaan sumber daya kelautan guna
mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia71. Poros Maritim Dunia Berdasarkan Perpres ini adalah
suatu Visi Indonesia untuk menjadi sebuah negara Maritim
yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan
kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan
dan dunia sesuai dengan Kepentingan Nasional.
Visi Poros Maritim Dunia ini dibuat dan digagas oleh
pemerintah berdasarkan konstelasi hubungan antar negara di
Asia serta berbagai inisiatif yang ada di kawasan Asean
Community. Konsep Poros Maritim Dunia lahir untuk
menindaklanjuti One Belt One Road (OBOR) yang dicetuskan
oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Act East dari India, dan
kebijakan Re-Balance dari Amerika. Kaitanya dengan hal
tersebut visi Poros Maritim ini dilakukan melalui berbagai
sinergi dan inisiatif tersebut sesuai dengan kepentingan
Nasional dan berkontribusi bagi perdamaian dunia. Sudah
saatnya bangsa Indonesia kembali menjadikan laut sebagai
kekuatan Bangsa dan Negara Indoensia. Berawal dari situlah
tonggak baru dalam pembangunan negara Maritim

71
Peraturan Presiden No 16 tahun 2017 tentang “Kebijakan Kelautan
Indonesia“.
155
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dicanangkan oleh Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko
Widodo. Pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden
Republik Indonesia ke-7 di MPR pada tangga 20 oktober
2014, adalah langkah baru dalam kebangkitan kembali
bangsa indonesia sebagai negara kepulauan yang harus
mencirikian kemaritiman di dalam aspek pembangunanya.
berikut cuplikan Pidato Presiden : "Kita harus bekerja dengan
sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia
sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah
masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama
memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi
selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan
semuanya sehingga Jalesveva Jayamahe, di Laut justru kita
jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa
kembali membahana"72.

Dalam upaya implementasi arahan presiden tersebut


kemudian dilakukanlah sebuah kajian komprehensif untuk
menjadikan Indonesia menuju Poros Maritim Dunia. Posisi
Geografis Indonesia yang strategis, diantara dua samudera
yaitu Samudera Hindia dan Pasifik menjadikan Indonesia
menjadi alur pelayaran laut dunia. Modal utama yang dapat
dijadikan landasan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia
tertuang didalam RPJPN 2005-2025, yang dengan tegas
bahwa dalam misi untuk mewujudkan Indonesia menjadi
sebuah negara kepualauan yang mandiri, maju kuat dan
berbasis pada kepentingan Nasional. Yang terdiri dari : 1.
Membangkitkan wawasan dan Budaya bahari 2. Meningkatkan
dan Menguatkan Peran SDM di bidang Kelautan 3.

72
Pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7
di MPR pada tanggal 20 oktober 2014. diakses melalui detik news.com. "Ini
Pidato Lengkap Jokowi Saat Pelantikan Presiden".
https://news.detik.com/berita/2723911/ini-pidato-lengkap-jokowi-saat-
pelantikan-presiden. diakses pada tanggan 1 oktober 2017.
156
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Menetapkan Wilayah NKRI, aset dan hal-hal terkait di
dalamnya termasuk kewajibian yang telah digariskan oleh
hukum laut UNCLOS 1982. 4. Melakukan Pengamanan
wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset NKRI 5.
Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal dan
berkelanjutan 6. Mengurangi dampak bencana pesisir dan
pencemaran laut 7. Meningkatnya kesejahteraan keluarga
miskin di kawasan pesisir73.
Menindaklanjuti hal tersebut Presiden Jowowi sendiri
mengeluarkan suatu Doktrin Poros Maritim Dunia saat
menyampaikan pandanganya di persidangan KTT Asia Timur
(East Asia Summit) di Myanmar International Convention
Center (MICC), Nay Pyi Taw, Myanmar pada kamis 13
November 2014. yang terdiri dari beberapa ide atau pilar
dalam pembangunan Doktrin Poros Maritim Dunia yang
mencakup : 1. Membangun budaya Maritim. 2. Menjaga dan
mengelola Sumber daya laut. 3. Pengembangan infrastruktur
dan konektivitas kemaritiman. 4. Memperkuat Diplomasi
maritim. 5. Membangun kekuatan pertahanan maritim74. Dari
situlah kemudian lahir 5 pilar Poros Maritim Dunia yang salah
satunya menekankan kepada aspek diplomasi untuk
mencapai terwujudnya suatu Doktri Poros Maritim Dunia
tersebut.
Indonesia memang bukanlah sebagai negara pengklaim
dalam sengketa laut China Selatan. akan tetapi secara tidak
langsung Indonesia juga termasuk salah satu negara yang
dianggap sebagai Claimants. Hal ini berdasarkan kepada fakta
bahwa sebagian wilayah ZEE Indonesia di wilayah perairan

73
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
74
Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo 13 November 2014 di East
Asia Summit. diakses melalui detikNews.com. 13 November 2014. "Ini
Doktrin Jokowi di East Asia Summit Tentang Poros Maritim Dunia".
https://news.detik.com/berita/2747254/ini-doktrin-jokowi-di-east-asia-
summit-tentang-poros-maritim-dunia. pada tanggal 1 oktober 2017.
157
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Natuna Utara termasuk kedalam wilayah yang diklaim oleh
China. Berdasarkan hal tersebut, ada tumpang tindih wilayah
antara China dengan Indonesia. China mengklaim sebagian
ZEE Indonesia lewat Nine-dash Line yang dikeluarkanya atau
garis putus-putus yang jika secara hukum internasional
tidaklah sah melakukan klaim tersebut, karena berupa klaim
berdasarkan sejarah semata75.

Gambar 6: Nine-Dash Line China yang mencakup beberapa


wilayah ZEE Indonesia

Dengan Posisi seperti itu dan juga karena Indonesia


merupakan salah satu anggota Asean, Indonesia memiliki
peluang untuk dapat berperan sebagai pihak ketiga dalam
upaya proses penyelesaian sengketa konflik di Laut China

75
Kusumadewi, Anggi. Lumbanrau, Eben. Raja. 23 Juli 2016. "Nine-
Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit". diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-
dashed-line-china-ke-natuna-bak-muncul-dari-langit/. pada 1 Oktober 2017.
158
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Selatan. Hal ini juga didasarkan oleh keinginan terciptanya
suatu Poros Maritim Dunia bagi Indonesia. Sepagai upaya
awal didalam mempersiapkan terjaminya keberlangsungan
Doktrin tersebut Indonesia harus dapat menciptakan suatu
kondisi kawasan yang stabil dan kondusif, terutama di wilayah
Perairan sengketa Laut China Selatan. Laut China Selatan
inilah yang nantinya akan sangat berperan penting bagi
Doktrin Poros Maritim Dunia karena merupakan jalur
perdagangan dan pelayaran internasional yang akan
menunjang program Poros Maritim Dunia ini. Sebelum
dicetuskanya Dotrin Poros Maritim Dunia Indoensia sudah
terlibat dalam upaya diplomasi dalam menyelesaikan sengketa
Laut China selatan.
Diplomasi Indonesia sudah dimulai pada akhir 1980-an pasca
insiden perebutan karang Johnson antara China dengan
Vietnam di tahun 1988. Indonesia menggunakan Diplomasi
Jalur II (track II Diplomacy) untuk dapat mendudukan pihak
bersengketa dalam satu meja perundingan. Saat itu Indonesia
mengajak CIDA (Canandian International Development
Agency) dari Kanada dan Universitas British Columbia melalui
lokakarya dengan tema "The Workshop on Managing Potential
Conflict in the South China Sea. Petemuan pertama tahun
1990 mempertemukan semua negara terkait dalam sengketa
kepeulauan Spartly. Lokakarya tersebut merupakan bentuk
fasilitasi Indonesia untuk meningkatkan pemahaman rasa
saling percaya atau Confidence Building Measures (CBM)
diantara negara pengklaim76. Desember 2004, Indonesia
melakukan pertemuan senior Officials's Meeting (SOM)
membahas tentang DoC (Declaration of Conduct). Pertemuan
pertama diadakan di KuALA lUMPUR Malaysia dengan hasil
membentuk suatu kerjasama guna membahas DoC, dan juga

Oegroseno, Arif Havas, “Indonesia, South China Sea and the 9-dashed
76

lines”, The Jakarta Post, 9 April 2014.


159
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mengidentifikasi tindakan-tindakan yang mungkin dapat
menyebabkan terjaidnya konflik Laut China Selatan yan
gsemakin parah.
Dari 2011 sampai 2012, para pejabat senior negara Asia
Tenggara bekerjasama menyusun kerangka dokumen yang
menggambarkan garis besar dokumen CoC (Code of
Conduct). Pada pertemuan menteri Luar Negeri Asean di
Phnom Penh, Kamboja Juli 2012 Asean mengajukan Kepada
China suatu dokumen Code of Conduct yang berisi Doktrin
“Natalegawa “(diambil dari nama menteri luar negeri Indonesia
waktu itu). Doktrin Natalegawa ini disebut juga sebagai
Dynamic Equilibrum atau keseimbangan. Doktrin ini merujuk
kepada kondisi yang ditandai dengan hubungan antar negara
yang bersifat mengedepankan kemitraan dan didasarkan
kepada suatu keyakinan bahwa sangat mungkin
dikembangkanya suatu tatanan hubungan Internasional yang
baru. Hubungan yang bersifat win-win dan bukan Zero-sum.
Perspektif ini memiliki dua termin penting. Dynamic yaitu
merujuk kepada suatu dinamisme politik global. Doktrin
tersebut berusaha menyelesaikan persoalan-persoalan politik
dan keamanan global yang dihadapi Indonesia akan dihadapi
dengan tujuan keamanan, kestabilan, dan kemakmuran
bersama dengan suatu mekanisme kerjasama.
Indonesia juga terlibat dalam kegiatan diplomasi lainya
dengan melakukan sejumlah perundingan antar negara
bersengketa. Seperti diselenggarakanya South Tiongkok Sea
Informal Meetings yang kemudian diadakan hampir setiap
tahun. Tujuanya yaitu menghasilkan kesepakatan bersama
antara Indonesia dengan Negara bertikai untuk menciptakan
sebuah wilayah politik melancarkan hubungan diplomatik dan
kerjasama antar negara. Selain hal tersebut Indonesia juga
menyelenggarakan perundingan damai lainya seperti
Technical Working Groups (TWGs), Group of Experts (GEs),
dan Study Groups (SGs). Semu aitu dilakukan untuk

160
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
menghasilkan stabilitas kawasan dan juga meningkatkan
Confidence Building Measures antar negara Bersengketa.
Selain itu pemerintah juga turut serta dalam ARF (Asian
Regional Forum) dengan membawa tema-tema penyelesaian
sengketa Laut China Selatan. Indonesia sendiri berperan
sebagai Honest Broker dalam penyelesaian Laut China
Selatan dewasa ini, dengan berpegang pada Doc dan CoC
yang digagas Asean. Doc dan Coc ini sendiri adalah tata
perilaku yang ditetapkan oleh negara-negara Asia Tenggara
yang tergabung didalam keanggotaan Asean untuk mengatasi
sengketa Laut China Selatan. Dibahas pada forum pertemuan
Joko Widodo dengan Presiden Vietnam, Truong Tang Sang di
sela-sela konferensi Asia Afrika pada 23 April 201577. Pada
18 Mei 2017 yang lalu Indonesia juga turut serta dalam
pertemuan ke 14 Asean-China Senior Officials Meeting
tentang implementasi Coc di Guiyang China yang
menghasilkan kerangka kerja dalam penyususnan CoC
penyelesaian sengketa Laut China Selatan78. Hasil dari
pertemuan ini adalah disetujuinya kerangka kerja CoC oleh
pihak-pihak yanhg bertikai. Indonesia juga turut berpartisipasi
dalam terlaksananya 50 th Asean Foreign Minister's Meeting
Post Ministrial Conferences and Related Meetings pada
tanggal 06 Agustus 2017 di Manila, Filipina. Pertemuan
Tersebut menghasilkan suatu Komunike yang berisi seruan
untuk tidak menambah kekuatan militer di kawasan laut China
Selatan, serta Menyatakan kekhawatiran tentang
pembangunan pulau di kawasan tersebut.

77
Armandhanu, Denny. 23 april 2015."RI Siap Tengahi Konflik Laut
Vietnam-Tiongkok" diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150423160205-106-
48797/ri-siap-tengahi-konflik-laut-vietnam-tiongkok/. pada 1 Oktober 2017.
78
DW. 07 Agustus 2017. "Terobosan di ASEAN Soal Keamanan Laut Cina
Selatan". diakses melalui http://www.dw.com/id/terobosan-di-asean-soal-
keamanan-laut-cina-selatan/a-39991022. pada 7 oktober 2017.
161
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
5. Kesimpulan dan Saran
Dalam perkembanganya konflik Laut China Selatan terjadi
karena berbagai latar belakang seperti diklamnya Kepulauan
Spartly berdasarkan latar belakang sejarah atau karena
berada dengan kedekatan wilayah Mainland suatu Negara.
Jonflik Laut China selatan ini sendiri dalam perkembanganya
mencatatkan enam Negara sebagai Claimants yakni, China,
Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina dan Vietnam.
Sumber konflik di Laut China Selatan adalah karena letak
geografis nya yang sangat strategis yaitu melewati samudera
Hindia dan Pasifik yang merupakan jalur pelayaran dan
perdagangan duniua yang memiliki nilai tawar berharga bagi
sebuah negara. Lautan ini juga merupakan jalur laut pelayaran
militer tercepat untuk menghubungka antar benua sehingga
semakin diminati untuk dikuasai. Dalam aspe Geoekonomis di
kawasan Laut China Selatan terdapat gugusan kepulauan
dimana 2 diantaranya yang menjadi sumber konflik yakni,
gugugsan kepualauan Spartly dan Paracel memiliki
kandungan minyak bumi dan gas alam yang sangat besar
bahkan ditafsir senilai lebih dari US $ 1Trilion dollar. Hak
tersebut membuat negara bersengketa kokoh untuk terus
melakukan klaim karen aberusaha menguasai sumber daya
alam tersebut beserta diversitas perikanan didalamnya.
Laut China selatan yang berperan sebagai jalur pelayaran dan
perdagangan dunia ini sangatlah berperan penting dalam
terciptanya Indonesia sebagai poros maritim dunia. Letak yang
strategis tersebut jika dimanfaatkan dengan baik oleh
Indonesia yang termasuk didalamnya makan akan
memberikan dampak ekonomi yang sangat besar terutama
dalam memanfaatkan jalur pelayaran dan perdagangan
tersebut. Oleh karena itu kestabilan dan keamanan kawasan
regional di kawasan Laut China Selatan ini sangatlah penting
unutk dijaga dalam rangka mempersiapkan Indonesia sebagai

162
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
poros maritim dunia. Karena peranya yang krusial tersebut
Indonesia telah turut serta dalam melakukan berbagai macam
diplomasi yang berwujud perundingan maupun konferensi-
konferensi yang melibatkan negara-negara yang bersengketa
dengan tujuan terciptanya stabilitas keamanan regional untuk
menunjang tercapainya Doktrin Poros Maritim Dunia. Kegiatan
Diplomasi Indonesia ini diwujudkan melalui bebrapa upaya,
yakni South Tiongkok Sea Informal Meetings, ARF (Asian
Regional Forum), Technical Working Groups (TWGs), Group
of Experts (GEs), dan Study Groups (SGs). Selain itu
Indonesia juga berperan sebagai Honest Broker dalam
penyelesaian Laut China Selatan terutama untuk
meningkatkan Confidence Building Measures (CBM) antar
negara bertikai agar tidak melakukan tindakan-tindakan
agresif yang dapat mengarah kepada konflik bersenjata.

Saran
Saran penulis disini adalah agar pemerintah Indonesia untuk
terus bersikap aktif didalam menjaga perdamaian dunia
melalui politik bebas aktif dan juga sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945 yakni menciptakan perdamaian dunia.
Selain itu pemerintah juga harus fokus dan juga serius
didalam melaksanakan Doktrin Poros Maritim Dunia ini agar
hasilnya segera terwujud karena memang sejatinya Indonesia
adalah negara kepulauan yang harus berfokus kepada
kekuatan Maritim didalam pembangunan Nasionalnya.
Pemerintah juga harus menghindari konfrontasi-konfrontasi
yang dengan sengaja dilakukan oleh pihak-pihak asing yang
memiliki kepentingan di dalam berlangsungnya Konflik Laut
China selatan ini.

Buku Bacaan

Website

163
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Ditjen KSA Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. 15
November 2014. "Presiden Jokowi Deklarasikan
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia". diakses
melalui
http://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Presiden-
Jokowi-Deklarasikan-Indonesia-Sebagai-Poros-Maritim-
Dunia.aspx. pada tanggal 29 September
2017.
Hardoko, Evan. 13 Juli 2016. "Laut China Selatan, Perairan
Menggiurkan Sumber Sengketa 6 Negara".
diakses melalui
http://internasional.kompas.com/read/2016/07/13/17401251/la
ut.china.selatan.perairan.menggiurkan.sumber.sengketa.
6.negara. pada 29 September 2017.
Christiastuti, Novi. 15 Desember 2016. "Citra Satelit
Tunjukkan China Pasang Sistem Senjata di Laut
China Selatan". diakses melalui
https://news.detik.com/internasional/3372307/citra-satelit-
tunjukkan-china-pasang-sistem-senjata-di-laut-china-
selatan. pada tanggal 30 September 2017
Pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik
Indonesia ke-7 di MPR pada tanggal 20 oktober
2014. 20 oktober 2014. diakses melalui detik
news.com. "Ini Pidato Lengkap Jokowi Saat Pelantikan
Presiden".
https://news.detik.com/berita/2723911/ini-pidato-
lengkap-jokowi-saat-pela ntikan-presiden. pada
tanggal 1 oktober 2017.
Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo 13 November 2014
di East Asia Summit. diakses melalui
detikNews.com. 13 November 2014. "Ini Doktrin
Jokowi di East Asia Summit Tentang Poros Maritim
Dunia". diakses
melaluihttps://news.detik.com/berita/2747254/ini-

164
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
doktrin-jokowi-di-east-asia-summit-tentang-poros-
maritim-dunia. pada tanggal 1 oktober 2017.
Kusumadewi, Anggi. Lumbanrau, Eben. Raja. 23 Juli 2016.
"Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul
dari Langit". diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/nasional/201606231135
53-20-140352/nine -dashed-line-china-ke-natuna-
bak-muncul-dari-langit/. pada tanggal 1 Oktober
2017.
Armandhanu, Denny. 23 april 2015. "RI Siap Tengahi Konflik
Laut Vietnam-Tiongkok". diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150423
160205-106-48797 /ri-siap-tengahi-konflik-laut-
vietnam-tiongkok/. pada tanggal 1 Oktober 2017.
DW. 07 Agustus 2017. "Terobosan di ASEAN Soal Keamanan
Laut Cina Selatan". diakses melalui
http://www.dw.com/id/terobosan-di-asean-soal-
keamanan-laut-cina-selata n/a-39991022. pada
tanggal 7 oktober 2017.

BUKU

Peraturan Presiden No 16 tahun 2017 tentang “Kebijakan


Kelautan Indoensia“.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP)


Tahun 2005-2025
The Adelphi Papers. 2006. Southeast Asia. Oxon: Routledge
Lexy J Moleong. 1989. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung
: Rosdakarya.
Moh. Natsir. 1988. "Metode Penelitian". Jakarta: Ghalia
Indonesia

165
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Sumakul, F. Willy. 2015. “Potensi Konflik di Laut China
Selatan“ : Edisi ke-2. U.S.A : CreateSpace
independently Books.
Raymond F. Hopkins dan Richard W. Mansbach. 1973.
“Structure and Process in International Politics
“. New York. Harper & Row
Columbis, Theodore A. and Wolfe, James H. 1986.
“Introduction to International Relation : Power and
Justice“, 3rd Edition. New Jersey : Prentice
Hall Inc.
Fawcett, Louise. 2005. "Regionalism from an Historical
Perspective"in Global Politics of Regionalism : The
Theory and Practice, by Marry Farell, Bjorn Hettne,
Luk Van Langenhove. London : Ploto Press.
Clinton, David W. 1986. “The National Interest: Normative
Foundations “. Cambridge: Cambridge
University Press.
Holsti, KJ.1987. “Politik Internasional Suatu Kerangka
Analisis“. Bandung: Bina Cipta.
Oegroseno, Arif Havas. 2014. “Indonesia, South China Sea
and the 9-dashed lines”. The Jakarta Post, 9 April
2014.

166
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 8
REALISME : PENGEJAWANTAHANNYA DALAM
DIPLOMASI PERTAHANAN KOREA UTARA

Ni Nyoman Ayu Nikki Avalokitesvari

Abstrak

Dalam ilmu Hubungan Internasional Realisme


merupakan sebuah teori yang dominan digunakan. Hal ini
disebabkan karena asumsi-asumsi yang digunakan oleh para
pemikiran realis menyediakan penjelasan yang paling kuat
bagi Negara terhadap keadaan perang dalam kancah
pergaulan sistem internasional,. Tulisan ini menggambaran
penjabaran mengenai premis-premis utama Realisme dari
beberapa pemikir realis seperti Thucydides, Machiavelli,
Hobbes, dan Morgethau akan di paparkan bersama dengan
kritik yang kemudian membangun realisme menjadi sebuah
teori yang tetap hidup berkelanjutan. Tulisan ini juga berupaya
untuk mengaitkan korelasi antara teori realisme dan
aplikasinya pada diplomasi pertahanan sebuah negara.
Bagian akhir dari tulisan ini akan menjabarkan mengenai
bagaimana premis-premis realisme digunakan dalam
menganalisis tindakan suatu Negara yang digolongkan
kedalam ranah diplomasi pertahanan. Penulis akan
mengambil contoh kasus dari Korea Utara dalam
mengejawantahkan premis realis dalam ranah diplomasi
pertahanan.

Keywords: Realisme, Diplomasi Pertahanan, Korea Utara

167
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
1. Latar Belakang

Paradigma meruapkan pijakan dasar untuk menjelaskan


berbagai fenomena-fenomena, masalah masalah dalam Ilmu
Hubungan Internasional atau politik tertentu melalui sebuah
sistem kriteria, standar-standar serta prosedur-prosedur dan
seleksi fakta permasalahan yang relevan. Ilmu hubungan
Internasional sendiri memiliki berbagai paradigm yang
digunakan sebagai acuan dasar analisisnya seperti paradigm
realism, idealism, Pluralisme, Liberalisme, Merkantilisme,
Radikal, dan lain sebagainya79. Kegagalan paradigma idealis
dalam menjelaskan kenyataan hubungan internasional pada
dekade 1930-an mendapat tanggapan dengan lahirnya
paradigma alternatif yang dikenal sebagai paradigma
realisme. Paradigma realisme ini muncul pada era pasca PD II
(1940-an) dan secara umum adalah paradigma yang paling
dominan, paling tidak dominasinya berlangsung hingga
dekade 1980-an. 80
Kemunculan paradigm realism ini dimulai dengan tulisan
dari E.H. Carr dalam “The Twenty Year‟s Crisis di tahun 1939.
Realisme memang bukan teori tunggal dan pemikiran realis
selama masa Perang Dingin telah mengalami perubahan.
Realis “klasik” seperti Hans Morgenthau dan Reihold Niebuhr
yakin bahwa, seperti halnya makhluk manusia, setiap negara
memiliki keinginan naluriah untuk mendominasi negara-negara
lain, sehingga membuat mereka berperang81. Namun perlu

79
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Moachamad. 2006.
Pengantar ilmu HUbungan Internasional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya p. 24-25
80
Saeri,M. 2012. Teori Hubungan Internasional Sebuah Pendekatan
Paradigmatik. Dalam Jurnal Transnasional Vol.3 No. 2. Februari
2012. P.5
81
ibid
168
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dipahami pula bahwa teoritisi Realis tidak hanya berkutat pada
EH.Carr dan Hans Morgenthau yang dinilai sebagai Bapak
dari Pemikiran Realis. Tokoh-Tokoh lain yang seperti
Thucydides, Niccolo Machiavelli, Thomas Hobbes
menyumbangkan pemikirannya dalam kerangka realism
klasik. Sementara itu realism neoklasik di pengaruhi oleh
pemikiran-pemikian Morgenthau.
Hans Morgenthau, mengatakan bahwa politik berakar
dari sifat manusia yang selalu mementingkan diri sendiri.
Negara yang juga mementingkan diri sendiri, pada tararan
tertentu mengambil tindakan ekstrim untuk kepentingannya.
Demikian halnya Korea Utara. Dalam makalah ini penulis
mengambil study kasus mengenani proliferasi nuklir Korea
Utara sebagai salah satu bentuk diplomasi pertahanan yang
diambil oleh Korea Utara. Isu ini mulai memanas kembali
ketika Korea Utara kembali mengaktifkan nuklir Yongbyon
yang sebelumnya sempat di nonaktikan.
Tulisan ini akan dibatasi pada pemaparan mengenai
paradigm realism yang mencakup asumsi dasar dari realisme,
perkembangannya, dan pemikiran para tokoh realism lalu
bagaimana kemudian realism dipergunakan sebagai
paradigma dasar dari tindakan Korea Utara dalam kerangka
Diplomasi Pertahanan. Tujuan penulisan ini dibuat untuk
memberikan sebauh deskripsi mengenai paradigm realisme,
yang mencakup asumsi-asumsi dasar dari realisme,
perkembangan paradigm realism, pemikiran para tokoh
realism serta bagaimana realism menjadi paradigm dasar
untuk menganalisis tindakan Korea Utara dalam Kerangka
Diplomasi Pertahanan. Sehingga dapat memberikan mafaat
berupa infromasi dan pemahaman yang lebih komprehensif
mengenai peradigma realism beserta aplikasinya dalam
tindakan sebuah Negara dalam kerangka diplomasi
pertahanan. Tulisan ini menggunakan pendekatan Kualitatif
yang berfokus pada studi literature terkait mengenai

169
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
paradigma realisme serta analisis terkait dengan tindakan
Korea Utara dalam kerangka diplomasi pertahanan. Bentuk
data dalam penelitian ini umumnya berwujud kata-kata dan
kalimat yang akan dinyatakan dalam bentuk narasi yang
bersifat deskriptif.

2. Teoritis
Untuk menjelasakan feneomena ini penulis
menggunakan beberapa teori dasar, realism dan toeri
diplomasi pertahanan.

2.1 Realisme
Perspektif realisme berakar dari asumsi dasar tentang
pesimisme dan skeptisisme terhadap sifat dasar manusia.
Pesimisme dan skeptisisme tersebut terutama tentang
peluang yang sangat kecil dalam kemajuan politik
internasional dan politik domestik, yang kemudian dapat
disebut sebagai asumsi kedua. Asumsi ketiga adalah bahwa
dunia ini sebenarnya terdiri atas negara-negara berdaulat
yang saling terlibat konflik anarkis. Peranglah yang kemudian
menjadi penyelesaian konflik tersebut. Asumsi keempat
adalah menjunjung tinggi keamanan nasional dan
kelangsungan hidup negara.82
Bagi kaum realisme klasik, perimbangan kekuatan
(balance of power) dianggap penting karena dapat mencegah
adanya hegemoni yang dikhawatirkan akan menguasai dunia.
Kaum realis berpendapat bahwa daripada memusatkan
perhatian pada gencatan senjata sebagai dasar perhatian
pada perdamaian dan keamanan, negara harus bersiap-siap
untuk perang. Mereka percaya bahwa konflik itu tak terelakkan
sehingga kemungkinan terbaik untuk mencegah perang

82
Jackson, Robert & Sorensen, George. Pengantar Studi Hubungan
Internasional. Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 88.
170
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
adalah dengan menjadi kuat untuk menghadapi adanya agresi
asing. Kaum realis mengkalim bahwa kepercayaan pada
logika dalam menyelesaikan masalah perang merupakan hal
yang utopis dan mengabaikan kebenaran-kebenaran objektif
tertentu tentang perpolitikan dunia. Beberapa poin penting
yang dapat diambil dari realisme klasik adalah bahwa negara
adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang selalu
berusaha mempertahankan dan memperoleh power. Problem
sentral dari hubungan internasional adalah kondisi anarki,
dimana tidak ada kekuatan supranasional. Tidak seperti
liberalis, realis tidak percaya adanya koordinasi, segala
sesuatu diselesaikan dengan perang83. Dalam konteks
realisme, foreign policy suatu Negara adalah membentuk dan
mempertahankan interest Negara dalam politik internasional.
Adapun beberapa konsep realisme yang sering dipakai dalam
studi keamanan internasional adalah konsep deterrence,
defense, kepentingan nasional dan diplomasi pertahanan.

2.2 Diplomasi Pertahanan


Dalam kajian pertahanan negara, dikenal sebutan
Diplomasi Pertahanan yang tujuannya adalah melakukan
upaya diplomatik baik ke dalam atau pun keluar, yang
menggunakan perspektif pertahanan negara. Upaya
diplomatik ini bisa saja kerja sama antar negara atau pun intra
negara yang melibatkan peran militer atau pun nir-militer.
Secara umum terdapat beberapa definisi dari diplomasi
pertahanan. Rajeswari Pillai Rajagopalan (2008)
mendefinisikan diplomasi pertahanan sebagai “categorized
under such heads as defence exchanges to include joint

83
Russady, Lia Desmalia, dkk. 2014. Study Keamanan INternasional
dalam Perspektif Realis: Study Case Proliferasi Nuklir Korea Utara
dan Kebijakan Antiteror AS). FISIP Universitas Muhammadyah
Malang. P. 4
171
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
training with the militaries of foreign countries”84.Sedangkan
Matsuda Yasuhiro (2006) memberikan pengertian diplomasi
pertahanan sebagai, “all diplomatic activities relating to
national security and military diplomatic activities”85. Selain
itu,Mayor Laut (P) Salim (2012) memberikan pengertian
diplomasi pertahanan sebagai tindakan “untuk saling
memperkuat confidence building measure (CBM) dan
sekaligus memperkuat stabilitas kawasan”86.Dari ketiga
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diplomasi pertahanan
merupakan seluruh kegiatan diplomatik yang berkaitan
dengan keamanan nasional dan kegiatan militer dengan
negara-negara lain untuk tujuan memperkuat confidence
building measure (CBM) dan memperkuat stabilitas
kawasan87.
Banyak cendikiawan yang telah membuat daftar
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh sebuah negara
dalam upayanya menjalankan diplomasi pertahanan negara
tersebut. Hal tersebut dijabarkan oleh Andrew Cottey dan
Anthony Foster (2004) dalam tabel berikut.

84
Rajagopalan, Pillai Rajeswari. (2008). Military Diplomacy: The
Need for India to Effectively Use In Its Conduct of Diplomacy
Yasuhiro, Matsuda. (2006). An Essay on China‟s Military
85

Diplomatic: Examination of Intentions in Foreign Strategy


86
Salim. (2012). Peningkatan Kerjasama Pertahanan Indonesia di
Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung Diplomasi Pertahanan
dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kawasan
87
Hartono, Budi. 2016. Strategi Diplomasi Pertahanan Indonesia
terhadap Arms Trade Treadty (ATT) di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bogor: Tesis Prodi Diplomasi Pertahanan, Universitas Pertahanan
Indonesia.
172
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Diplomasi pertahanan memiliki beberapa tujuan di dalam
implementasinya. Adapun tujuan dari diplomasi pertahanan
seperti pertemuan pasukan di berbagai kegiatan yang
dilakukan Kementerian Pertahanan setiap negara untuk
menghilangkan permusuhan, membangun dan menjaga
kepercayaan, dan membantu dalam angkatan bersenjata
yang bertanggung jawab secara demokratis, serta
berkontribusi terhadap pencegahan dan penyelesaian
konflik.88 Secara operasional, kegiatan di atas meliputi
langkah-langkah membangun kepercayaan dan keamanan,

Wolfgang Koerner, “Security Sector Reform: Defence Diplomacy”


88

(Parliamentary Information and Research Service: Library of


Parliament), 17 Mei 2006
173
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bantuan terhadap negara-negara (materil maupun non-
materil), dan pengontrolan senjata (arms control)89
Terdapat tiga varian dalam perkembangan konsep
diplomasi pertahanan. Pertama, diplomasi pertahanan
merupakan instrumen negara untuk pengejaran kepentingan
nasional yang bersifat bilateral maupun multilateral. Kedua,
diplomasi pertahanan secara tradisional memiliki pengertian
sebagai alat kebijakan pertahanan dan keamanan suatu
negara untuk mencari teman atau aliansi. Ketiga, pada
perkembangannya, diplomasi pertahanan pasca tradisional
bertujuan untuk membangun hubungan baik dengan negara
lain untuk mengurangi ketidakpastian di dalam lingkungan
internasional90.
Idil Syawfi menilai bahwa keberhasilan strategi diplomasi
pertahanan suatu negara dapat dinilai melalui komponen
diplomasi, pertahanan, dan pembangunan91. Melalui ketiga
komponen tersebut, dapat dinilai bagaimana kualitas suatu
negara dalam memaksimalkan instrumen diplomasi
pertahanan yang digunakan.

3. Pembahasan
Premis-Premis Utama dalam Realisme sebagai salah
satu paradigma dalam hubungan internasional. Teori ini
memiliki asumsi-asumsi utama yang di jadikan pijakan dasar
dalam menganalisis berbagai fenomena serta permasalahan

89
United Kingdom, Defence Diplomacy , Ministry of Defence Policy
Paper No. 1, hal 2-3.
90
Idil Syawfi, (2009), Aktifitas Diplomasi Pertahanan Indonesia
dalam Pemenuhan Tujuan-Tujuan Pertahanan Indonesia (2003-
2008) , Jakarta: Universitas Indonesia dalam Arifin Multazam,
(2010), Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Korea Selatan
Periode 2006-2009 , Tesis Universitas Indonesia, hal. 18.
91
Multazam, Arifin. 2010. Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap
Korea Selatan Periode 2006-2009. Tesis: Universitas Indonesia.
174
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
yang dihadapi dalam kancah hubungan internasional serta
dinamika politik dunia. Dalam paradigm ini terdapat pula
sistem kriteria, standart-standart yang ditetapkan serta
prosedur yang dijadikan pisau analisis. Realis sebagai salah
satu paradigm awal yang muncul di ranah hubungan
internasional dan politik dunia dalam perkembangannya telah
menjadi teori dominan yang digunakan. Hal ini kemudian
menyebabkan ide-ide dan asumsi dari realism mengendalikan
sebagian besar ide serta pemikiran teoritisi hubungan
internasional. Beberapa teori yang kemudian berkembang
belakangan umumnya berangkat dari ketidak puasan akan
penjelasan, dari asumsi yang diberikan oleh realism dan
beberapa lainnya berangkat dari ketidaksetujuan mereka
terhadap premis yang diajukan oleh para pemikir realis.
Premis utama yang diajukan oleh realism adalah premis
yang menitik-beratkan pada pesimisme terhadap sifat dasar
manusia.
Realis memandang bahwa manusia pada dasarnya
adalah egois, mementingkan diri sendiri. Manusia selalu
cemas akan keselamatan dirinya sendiri ketika bersaing
dengan orang-orang disekitarnya. Manusia selalu berusaha
berada pada kursi pengendali, sehingga ia akan terus-
menerus berjuang untuk mendapatkan dan menjadi “yang
terkuat” dalam hubungannya dengan yang lain. Realis
mengasumsikan sifat dasar Negara itu sama dengan sifat
dasar manusia. Bahwa Negara sebagaimana manusia, juga
mementingkan diri sendiri, dan berupaya untuk mencapai
posisi terkuat untuk dapat mengendalikan Negara-negara
lainnya (Jackson & Sorensen, 2009: 88-9). Sebuah Negara
berupaya agar tidak dimanfaatkan oleh Negara lain, dan tidak
ada yang “taking advantages” dari dirinya. Realisme
memandang upaya mecari keuasaan (power) ini merupakan
esensi kunci dari politik, tidak terkecuali Politk Internasional
yang melibatkan Negara. Keadaan ini pula yang ditegaskan

175
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
oleh Hans. J. Morgenthau (1965:165) “Politik adalah
perjuangan memperoleh kekuasaan atas manusia, dan
apapun tujuan akhirnya, jejuasaan adalah tujuan
terpentingnya. Dan cara-ncara memperoleh, memelihara dan
menunjukkan kekuasaan menentukan teknik tindakan politik.”
Dengan kata lain, hubungan internasional dalam pandangan
kaum realis tidak ubahnya bagaikan perjuangan tiada henti
dari sebuah Negara (utamanya Negara-negara dengan
kekuatan besar) untuk mendapatkan dominasi serta legitimasi
atas keamanan.
Asumsi dasar lainnya adalah kepercayaan realism
bahwa hubungan internasional dan politik dunia itu bersifat
anarki. Tidak ada kekuasan yang melebihi Negara. Dengan
kata lain, Negara adalah actor utama dalam hubungan
internasional serta percaturan politik dunia.
Dalam realism peran actor-aktor non Negara seperti
individu, organisasi internasional, LSM, MNC dan sejenisnya
tidaklah dianggap sebagai sesuatu yang signifikan, bahkan
cenderung tidak penting. Dalam pengertian sistem
internasional yang anarki, terdapat sebuah fakta dimana ketika
Negara harus selalu berupaya mengedepankan kepentingan
nasionalnya, namun dihadapkan pula dengan kesepakatan
internasional, yang sifatnya sementara dan kondisional. Maka
yang kemudian terjadi adalah pengesampingan hasil
perjanjian, ataupun kesepakatan internasional yang telah
dilakukan jika di tengah perjalanannya, perjanjian ataupun
kesepakatan itu dirasa sudah mulai mengganggu, dan
berseberangan dengan kepentingan vital dari Negara itu
sendiri (Jackon & Sorensen: 2009: 88-90). Hal ini disebabkan
karena dasar normative dari realism adalah keamanan
nasional serta survival (kelangsungan hidup) dari sebuah
Negara. Negara lah yang memiliki kuasa dan andil terhadap
kehidupan warga negaranya, dimana tanpa kehadiran Negara
yang menjaga keamanan, kesejahteraan, serta pembatasan

176
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
terhadap kehidupan masyarakatnya,maka yang terjadi adalah
keadaan seperti yang di katakana oleh Thomas Hobbes
(1946:82) sebagai “terpencil, miskin, sangat tidak
menyenangkan, tidak berperikemanusiaan, dan singkat.” .
sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pandangan realis
Negara adalah pelindung tidak hanya warga negara dan
wilayahnya saja, namun juga tata cara kehidupan
masyarakatnya yang khas dan berharga.
Premis dasar lainnya dari relaisme adalah ide mengenai
hubungan internasional yang pada dasarnya itu konfliktual.
Realis memandang bahwa penyelesaian dari Kompetisi serta
konflik internasional yang terjadi antar actor Negara pada
akhirnya akan diselesaikan melalui peperangan. Sehingga
penguatan militer adalah hal mutlak yang juga harus dilakukan
oleh sebuah Negara. Realism percaya bahwa jika Negara
menginginkan perdamaian dalam sistem internasional, maka
upaya untuk bersiap-siap menghadapi perang adalah hal
mutlak yang harus dilakukan, yang tergambar sebagai “Civis
Pacem Para Bellum”. Karena sifat hubungan internasional
yang konfliktual ini pula realism memandang bahwa setiap
Negara harus dapat mempertahankan negaranya sendiri, self
help karena pada dasarnya Negara tidak bbisa bergantung
pada Negara lain manapun dalam tataran sistem internasional
yang anarkis dan konfliktual.

4. Perkembangan Realisme: Pandangan Pemikir


Realis

E.H. Carr: Awal Realisme


Melalui karyanya, The Twenty Years Crisis (1939) E.H
Carr mengajukan pemikiran yang kemudain dikenal seabgai
realism. Karya ini merupaka sebauh rekasi atas kekacauan
perang Dunia I.Carr menyebut pata Internasionalis liberal
sebagai kaum utopis. Bagi Carr aspek Teleologis dari ilmu

177
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
politik internasionalsangat jelas awalnya.. suatu keinginan
menggebu untuk mencegah peran, menentukan seluruh
perkembangan dan arah kajian. Carr meyakini bahwa realism
adalah “sebuah koreksi yang diperlukan terhadap maraknya
utopianisme” Carr mengatakan bahwa pencarian kekuatan
oleh suatu Negara terwujud dalam perjuangan ;kepentingan
nasional‟92.

Realisme Klasik: Thucydices, Machiavelli, dan Thomas


Hobbes
Thucydides adalah seorang sejarawan pada masa Yunani
Kuno memandang hubungan internasional sebagai “the
inevitable competitions and conflicts” atau kompetisi dan
konflik yang tak terelakkan. Thucydides mengambil
kesimpulan ini atas pengamatannya terhadap perang yang
terjadi pada masa itu antara dua kekuatan besar, Athena dan
Sparta. Thucydides mengatakan bahwa negara yang kuat
menggunakan power-nya untuk melakukan yang dia mau,
sedangkan negara yang lemah menerima apa yang sudah ia
terima. Thucydides melihat bahwa perang merupakan langkah
rasional dan masuk akal untuk mencapai keamanan dan
kelangsungan hidup negara karena negara tidak memiliki
pilihan lain selain politik kekuasaan yang harus mereka
jalankan dalam kondisi yang anarkis93.
Thomas Hobbes mengatakan homo homini lupus, bahwa
setiap orang berbahaya bagi tiap orang lainnya. Karena itu
setiap orang merasa takut dan tidak aman. Untuk mengatasi
rasa tidak aman itu, dibentuklah suatu institusi bernama

92
Burchill, Scott dan Linklater, Andrew. 1996. Teori Hubungan
Internasional. Bandung: Nusa Media.
93
Russady, Lia Desmalia, dkk. 2014. Study Keamanan INternasional
dalam Perspektif Realis: Study Case Proliferasi Nuklir Korea Utara
dan Kebijakan Antiteror AS). FISIP Universitas Muhammadyah
Malang. P.4
178
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Negara dan kesepakatan politis di antara semua untuk saling
menjaga keamanan94. Hobbes menyatakan bahwa Negara-
negara dapat membuat perjanjian satu sama lain untuk
menyediakan dasae hukum bagi hukumannya. Nilai dasar dari
realism versi Hobbes adalah perdamaian domestic, sebuah
pengamanan dalam kerangkan kerja Negara berdaulat dan
kesempatan bahwa hanya perdamaian sipil yang dapat
menyediakan bagi kegiatan pria dan nanita adalah
memperoleh kebahagiaan.

Asumsi dasar Machiavelli adalah bahwa nilai politik


tetinggi adalah kebebasan nasional, yaitu kemerdekaan.
Dalam mewujudkannya, penguasa dituntut untuk memiliki
kekuatan mempertahankan kepentingan negara bagaikan
singa (the lion), sekaligus harus mampu berperilaku cerdik
seperti rubah (the fox). Tanggung jawab utama dari penguasa
adalah selalu mencari keuntungan, mempertahankan
kepentingan dan menjamin keberadaan eksistensi. Untuk itu
seorang penguasa haruslah menjadi the Lion and the Fox95.
Dari pemaparan diatas, maka nilai-nilai dasar ketiga
tokoh realis ini dapat di rangkum dalam kotak di bawah ini.

Thucydides Machiavelli Hobbes

- Nasib Politik - Kebuasan - Keinginan


- kebutuhan Politik Politik
dan keamanan - Kesempatan -Dilema
- ketahanan dan Keamanan Keamanan
Politik - -Ketahanan
keselamatan Kelangsungan Politik
94
hidup Politik -Perdamaian
ibid. P4-5
95
ibid. P.5
179
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Morgenthau: Realisme Neoklasik
Morgenthau berbicara mengenai animus dominandi,
bahwa manusia itu merupakan mahluk yang haus aka
„kekuasaan‟ atau power. keadaan inilah yang ,membawa
manusia kedalam konflik satu sama lain. Bagi Morgenthau
(Morgethau 1965:195) Politik adalah Perjuangan untuk
kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya,
kekuasaan adalah tujuan terpentingnya, dan cara-cara
memperoleh, memelihara dan menunjukkan kekuasaan
menentukn teknik aksi politik. Morgenthau mengikuti pemikiran
dari Thucidides serta Machiavelli, bahwa hanya ada satu
moralitas bagi wilayah pribadi serta yang lain dan moralitas
yang sangat berbeda bagi wilayah public. Morgenthau
membungkus teori Hubungan Internasional nya dalam “enam
realism politik” sebagai berikut:
Politik berakar dalam sifat manusia yang permanan dan
tidak berubah yang pada dasarnya mementingkan diri sendiri
(Self Centered, Self Regarding, Self-interest).Politik adalah
“wilayah tindakan otonom” dan oleh larea itu tidak dapat
terlepas dari masalah ekonomi ataupun persoalan moral. Para
pemimpin Negara seharusnya bertindak sesuai dengan
petunjuk kebijaksanaan politik.
Kepentingan pribadi adalah fakta mendasar kondisi
manusia: seluruh rakyat memiliki minat yang sangat rendah
dalam hal memperjuangakan keamanan dan kelangsungan
hidupnya. Politik adalah arena mengekspresikan kepentingan-
kepentingannya yang cepat atau lambat akan segera berubah
menjadi suatu konflik. Realism adalah doktrin yang menjawan
fakta dari realistas politik yang berubah. Etika hubungna
intenrasional adalah etika situasional yang berbeda jauh daru
moralitas pribadi. Pemimpin politik memiliki tanggunga jawab
yang jauh lebih berat dibandingkan warga Negara pribadi: ia

180
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bergantung padanya, ia bertanggung jawab untuk kemanan
dan kesejahteraan mereka. Situasi pilihan politik yang terbatas
tersebut adalah inti normative etika kaum realis.
Realis menentang pemikiran bahwa bangsa-bangsa
tertentu dapat memaksakan ideologinya pada bangsa ain dna
dapat menggunakan kekuatannya dalam mendukung tindakan
tadi. Kaum realis menentang sebab mereka melihat hal itu
seabgai aktivias berbahaya yang mengancam perdamaian
dan keamnana internasional. Seni bernegara adalah aktivitas
sederhanan dan cenderung membosankan yang menimbulkan
suatu kesadarn penuh akan keterbatasan dan
ketidaksempurnaan manusia.

Thomas Schelling: Realisme Strategis


Realisme strategis yang dikemukakan oleh Thomas
Schelling menitikberatkan oada pembuatan kebijakan luar
negeri. Ia memandang diplomasi dan kebijakan luar negeri,
terutama Negara-negara besar seperti Amerika Serikat,
sebagai aktivitas instrumental-rasional yang dapat lebih
dipahami dengan pemakaian suatu bentuk analisis logika yang
disebut sebagai “game Theory”. Konsep inti yang digunakna
oleh Schelling adalah “ancaman”. Realism strategis pada
dasarnya hirau pada cara menjalankan kekuasaan secara
cerdas agar lawan milier kita melakukan aoa yang kita
inginkan, dan agar mereka tidak melakukan hal-hal yang kita
takutkan. Schelling mengatakan bahwa kepentignan kita dan
kepentignan lawan kita tidak selalu bertolak-belakang
kekerasan membutuhkan suatu perundingan, kekerasan
merupakan suatu metode membawa msuh kedalam hubungan
perundingan dan menjadikan musuh itu melakukan apa yang
kita inginkan dia lakukan tanpa harus menolaknya96.

96
Jackson, Robert dan Sorensen, Georg. 2009. Pengantar Studi
Hubungan Internasional.Yogyakarta Pusaka Pelajar. P.104-110.
181
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
.Tradisi masyarakat Internasional merupakan krtitik
terhdap realism dalam dua hal. Pertama ia mengangap
realism seabgai teori Hubungan Internasional dengan satu
dimensi yang terlalu sempit fokusnya. Keda ia menyatakan
bahwa realism itu gagal mencakup perluasan dimana politik
internasional merupakn suatu dialog aliran-aliran dan
perspektif-perspektif Hubungan internasional yang berbeda.
Teori emansipatoris menyatakan bahwa politi kekuatan sudah
using sebab keamna sekarang adalah masalh local dalam
Negara yang tidak terorganisasi dan kadang-ladag gagal, dan
pada saat yang bersamaan merupakan masalh cosmopolitan
rakyat dimanapun disamping kewarganegaraannya. Ia tidak
lagi secara eksklusif atau bahkan utamanya suatu masalah
keamanan nasional dan pertahanan nasional97.

5. Realisme dalam Kerangka Diplomasi Pertahanan


Dalam kajian pertahanan negara, dikenal sebutan
Diplomasi Pertahanan Indonesia yang tujuannya adalah
melakukan upaya diplomatik baik ke dalam atau pun keluar,
yang menggunakan perspektif pertahanan negara. Upaya
diplomatik ini bisa saja kerja sama antar negara atau pun intra
negara yang melibatkan peran militer atau pun nir-militer.
Diplomasi Pertahanan berkaitan erat dengan cakupan semua
aspek keamanan negara. Baik subyek atau pun obyek tidak
berdiri sendiri, melainkan berkaitan sangat erat. Keamanan
Nasional pun memiliki wilayah cakup antara lain Pertahanan
Eksternal, Pertahanan Internal, Keamanan Dalam Negeri dan
Human Security (Keamanan Individu). Dengan adanya
cakupan tersebut, maka keamanan nasional dapat

97
Ibid, p. 126-132
182
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
didefinisikan sebagai sebuah situasi dan kondisi yang
dirasakan aman dan damai secara nasional kenegaraan98.
Secara garis besar, diplomasi pertahanan bertujuan
untuk mencari perimbangan antara kebutuhan penciptaan
stabilitas keamanan, peningkatan kemampuan pertahanan,
serta kemandirian pertahanan. Terdapat tiga varian dalam
perkembangan konsep diplomasi pertahanan. Pertama,
diplomasi pertahanan merupakan instrumen negara untuk
pengejaran kepentingan nasional yang bersifat bilateral
maupun multilateral. Kedua, diplomasi pertahanan secara
tradisional memiliki pengertian sebagai alat kebijakan
pertahanan dan keamanan suatu negara untuk mencari teman
atau aliansi. Ketiga, pada perkembangannya, diplomasi
pertahanan ditujukan untuk membangun hubungan baik
dengan negara lain untuk mengurangi ketidakpastian di dalam
lingkungan internasional (Syawfi, sebagaimana dikutip dalam
Multazam, 2009, p. 18)99. Jika dilihat dari varian ini maka
sangat terlihat bahwa varian konsep diplomasi pertahanan
menggunakan dasar kerangka paradigm yang begitu realis.
Pendekatannya kepada Negara sebagai actor utama, dengan
tujuan untuk menjaga keamanan dan pertahanan Negara,
menjadi sebuah cirikhas keniscayaan realism.
Modernisasi Militer dan pengembangan Nuklir Korea
Utara: Aplikasi Realisme dalam kerangka dipomasi
pertahanan. Melihat dari negaranya yang kecil dan tandus,
Korea Utara memilih bagaimana mereka meningkatkan power
melalui pengembangan militer. Ancaman nuklir tersebut

98
Kompasiana.com 2017. Memahami diplomasi pertahanan
Indonesia. Diaskes dari
http://www.kompasiana.com/malikbewok/memahami-diplomasi-
pertahanan-indonesia-bagian-i_58da66c5b49273e31df4e646
99
Hartono, Budi. 2016. Strategi DIplomasi Pertahanan menghadapi
Arms Trade Treaty( ATT) di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tesis
Universitas Pertahanan.
183
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dapat menjadi alat ancaman yang ampuh dari Korea Utara
untuk menaikkan posisi tawar bagi negara lain yang mana
mendatangkan keuntungan bagi negaranya. Hal tersebut
adalah upaya dari Korea Utara untuk “survival” dengan
mendapatkan power sebisanya, bahkan mencoba meraih
hegemon. Korea Utara percaya tindakan ini akan memberikan
keuntungan strategis, simbolis, dan teknologi yang dibutuhkan
dalam jangka panjang untuk mewujudkan Korea Utara yang
kuat dan makmur. Sesuai dengan definisi strategi nuklir
sebagai pemanfaatan senjata nuklir untuk meraih kepentingan
politik internasional, nuklir bagi Korea Utara dapat menjadi alat
penting dalam perundingan internasional. Mereka bukanlah
negara yang hanya berdiam diri dalam mempertahankan
kedaulatan negara mereka melainkan bergerak secara masive
untuk meningkatkan power melalui militer100.
Sebenarnya adanya program nuklir Korea Utara sudah
dimulai sejak tahun 1956 dibawah perjanjian dengan Uni
Soviet dalam kerangka kerjasama pengguanaan damai energy
nuklir. Nuklir korea utara mencuat ke permukaan sebagai
ancaman kembali ketika pada akhir tahun 2002 Korea Utara
mengaktifkan kembali nuklir Yongbyon. Nuklir Yongbyon ini
pernah di nonaktifkan karena adanya perjanjian yang
dilakukan antara Amerika Serikat dengan Korea Utara pada
tahun 1994. Selain itu juga pada tahun 2003 Korea Utara telah
mengundurkan diri dari Non Proliferation Nuclear Treaty
(NPT). Dalam beberapa tahun terakhir Korea Utara pernah
beberapa kali melakukan uji coba persenjataannya, tercatat
tahun 2006 Korea Utara pernah melakukan uji coba nuklirnya
untuk pertama kali yang dilakukan di terowongan di Pantai
Timur dan menimbulkan gempa berkekuatan 4.2 Mb.
100
Tempo. http://www.tempo.co/topik/masalah/229/Internasional-
Korea Utara

184
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Kemudian tahun 2009 Korea Utara pernah meluncurkan
Rocket dari Masudan-ri. Peluncuran rocket tersebut menurut
Pemerintah Korea Utara digunakan sebagai peluncuran satelit
komunikasi mereka. Namun peluncuran rocket tersebut
dipandang oleh negara-negara Barat dan beberapa negara di
Kawasan sebagai salah satu bentuk ancaman101.
Dengan nuklir yang mereka miliki, Korea Utara
menciptakan offensive detterence bahwa negara mereka
dapat menyerang sewaktu-waktu. Offensive detterence adalah
situasi psikologis yang dimunculkan aktor kepada aktor lain,
bahwa aktor tersebut dapat menjadi ancaman bagi aktor lain
karena dapat menyerang sewaktu-waktu dan mempunyai
senjata yang kuat. Korea Utara tidak segan- segan melakukan
uji coba peluncuran rudal yang membuat gentar negara lain.
Dapat dikatakan Korea Utara berhasil menciptakan
detterence terhadap negara-negara tetangga seperti Jepang
dan Korea Selatan, termasuk AS yang berpangkalan di
Jepang dan beberapa negara lainnya.
Dunia yang anarki dan bersifat zero-sum ini , mustahil
meningkatkan survival tanpa meningkatkan survival, tanpa
memikirkan kemampuan bertahan negara lain. Maka akan
terjadi security dillema yang kemudian memunculkan
penambahan power. Demikian pula yang dilakukan Korea
Utara yang terus meningkatkan kemampuan militernya
maupun nuklir dengan tujuan “survival” di dunia Internasional.
Nuklir akan sangat berat dilepaskan dari negara Korea Utara
karena telah menjadi salahsatu kekuatan negara ini.
Dianalisa melalui konsep deterrence dalam kerangka
realis, proliferasi Nuklir Korea Utara secara psikologis telah
mampu memberikan sebuah ancaman bagi Negara-Negara di
101
Russady, Lia Desmalia, dkk. 2014. Study Keamanan
INternasional dalam Perspektif Realis: Study Case Proliferasi Nuklir
Korea Utara dan Kebijakan Antiteror AS). FISIP Universitas
Muhammadyah Malang. P. 6
185
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kawasan dan juga bagi Negara Barat seperti Amerika Serikat.
Sejak tahun 1945 perselisihan antara Korea Utara dengan
Korea Selatan di Semenanjung Korea telah terjadi. Korea
Selatan yang menggadeng Amerika Serikat sebagai aliansinya
membuat geram Korea Utara. Alisansi antara Korea Selatan
dengan Amerika Serikat akan dapat memenuhi kepentingan
nasional Korea Selatan yang mana pada akhirnya bertujuan
untuk mengunggulkan diri dari Korea Utara. Maka demudian
proliferasi nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara dapat
dikategorikan sebagai bentuk diplomasi pertahanan korea
utara untuk memberika efek deterrence kepada para
lawannya.
Pengembangan senjata nuklir dari Korea Utara ternyata
mampu untuk mempengaruhi kepentingan ekonomi dari
beberapa Negara seperti AS, China bahkan Korea Selatan.
Hal ini juga dijelaskan dalam tulisan milik Andi Purwono dan
Sifuddin Zuhri yang berjudul Peran Nuklir Korea Utara sebagai
Instrument Diplomasi Politik Internasional, yang mengatakan
bahwa pengembangan nuklir Korea Utara akan dapat
mendatanhkan efek negative bagi kepentingan ekonomi
Amerika Serikat, China dan Korea Selatan dikarenakan akan
banyak pelaku usaha yang akan mebatalkan investasinya di
kawasan tersebut karena alasan keamanan.
Pengembangan nuklir Korea Utara bukan hanya
dilakukan di wilayah Yongbyon saja, namun juga terdapat
pengembangan nuklir yang dilakukan di wilayah Hamgyong
dan telah dilakukan uji coba di wilayah tersebut. Hal ini juga
dituliskan dalam tulisan Andi Purwono dan Saifuddin Zuhri,
“Kini, di wilayah Hamgyong, Korea Utara kembali melakukan
pengetesan Taepodoong-II yang memiliki daya ledak sekitar
15 kilo ton TNT. Senjata ini, secara sepintas mendekati daya
ledak bom Hiroshima pada tahun 1945. Maka, atas klaim
keberhasilanya dalam melakukan uji coba nuklir tersebut,
Korea Utara mendapat tekanan dari dunia Internasional untuk

186
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
segera meninggalkan program persenjataan nuklirnya. Uji
coba nuklir tersebut dinilai dapat mengancam ketentraman
dan stabilitas keamanan negara–Negara Internasional.”102
Hal tersebut membuktikan semakin jelas bahwa
proliferasi atau pengembangan nuklir yang dilakukan oleh
Korea Utara merupakansebuah praktik diplomasi pertahanan
yang menekankan pada efek deterrence dari Negara tersebut
yang membuat ketakutan terhadap Negara-negara di sekitar
kawasan ataupun Negara-negara Barat yang memiliki banyak
kepentingan seperti Amerika Serikat.

6. Kesimpulan

Realisme sebagai salah satu paradigma dalam


hubungan internasional memiliki asumsi-asumsi utama yang di
jadikan pijakan dasar dalam menganalisis berbagai fenomena
serta permasalahan yang dihadapi dalam kancah hubungan
internasional serta dinamika politik dunia. Premis utama yang
diajukan oleh realism adalah premis yang menitik-beratkan
pada pesimisme terhadap sifat dasar manusia. Realisme
memandang upaya mecari keuasaan (power) ini merupakan
esensi kunci dari politik, tidak terkecuali Politk Internasional
yang melibatkan Negara. Realism percaya bahwa jika Negara
menginginkan perdamaian dalam sistem internasional, maka
upaya untuk bersiap-siap menghadapi perang adalah hal
mutlak yang harus dilakukan, yang tergambar sebagai “Civis
Pacem Para Bellum”.
Paradigma Realisme dimulai dengan Pemikiran E.H Carr
Melalui karyanya, The Twenty Years Crisis (1939). Carr
meyakini bahwa realism adalah “sebuah koreksi yang
diperlukan terhadap maraknya utopianisme”. Ia mengatakan
102
Andi Purwono dan Sifuddin Zuhri. 2010. Peran Nuklir Korea
Utara sebagai Instrument Diplomasi Politik Internasional. Jurnal Ilmu
Politik Hubungan Internasional. Vol 7. No 2. Hal.3.
187
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bahwa pencarian kekuatan oleh suatu Negara terwujud dalam
perjuangan ;kepentingan nasional. PEmikiran Realisme
kemudian berkembang dengan ide-ide yang membentuk
Realisme Klasik seperti dari Thucydides, Machiavelli dan juga
Thomas Hobbes. Morgenthau yang terinspirasi dari pemikiran
Thucydides dan Machievelli kemudian membungkus teori
Hubungan Internasional nya dalam “enam realism politik”.
Realisme strategsi yang dikemukakan oleh Thomas Schelling
menitikberatkan pada pembuatan kebijakan luar negeri
dengan analisis game theory.
Varian konsep diplomasi pertahanan menggunakan
dasar kerangka paradigm yang begitu realis. Pendekatannya
kepada Negara sebagai actor utama, dengan tujuan untuk
menjaga keamanan dan pertahanan Negara, menjadi sebuah
cirikhas keniscayaan realism. Dianalisa melalui konsep
deterrence dalam kerangka realis, proliferasi Nuklir Korea
Utara secara psikologis telah mampu memberikan sebuah
ancaman bagi Negara-Negara di kawasan dan juga bagi
Negara Barat seperti Amerika Serikat. Proliferasi atau
pengembangan nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara
merupakansebuah praktik diplomasi pertahanan yang
menekankan pada efek deterrence dari Negara tersebut yang
membuat ketakutan terhadap Negara-negara di sekitar
kawasan ataupun Negara-negara Barat yang memiliki banyak
kepentingan seperti Amerika Serikat.

Daftar Pustaka

Buku

Baylis, John dan Smith, Steve. 2001. The Globalization of


World Politcs: An Introduction to International Relations.
2nd edn. Oxford: Eoxford University Press.

188
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Burchill, Scott dan Linklater, Andrew. 1996. Teori Hubungan
Internasional. Bandung: Nusa Media.
Cottey, Andrew dan Foster, Anthony. 2004. Reshaping
Defence Diplomacy: New Roles for Military Cooperation
Assistance. London: Adelphi Paper.
Jackson, Robert & Sorensen, George. Pengantar Studi
Hubungan Internasional. Yogyakarta: PT Pustaka
Pelajar, 1999,
Morgenthau, H. 1985. Politics Among Nation: The Struggle for
Power and Peace, 6th edn. New York: Knopf.
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Moachamad.
2006. Pengantar ilmu HUbungan Internasional.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Schelling, T. 1980. The Strategy of Conflict. Bolton : Harvard
University Press.

Lainnya.
Hartono, Budi. 2016. Strategi Diplomasi Pertahanan Indonesia
terhadap Arms Trade Treadty (ATT) di Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Bogor: Tesis Prodi Diplomasi
Pertahanan, Universitas Pertahanan Indonesia.
Idil Syawfi, (2009), Aktifitas Diplomasi Pertahanan Indonesia
dalam Pemenuhan Tujuan-Tujuan Pertahanan Indonesia
(2003-2008) , Jakarta: Universitas Indonesia dalam Arifin
Multazam, (2010), Diplomasi Pertahanan Indonesia
Terhadap Korea Selatan Periode 2006-2009 , Tesis
Universitas Indonesia
Multazam, Arifin. 2010. Diplomasi Pertahanan Indonesia
Terhadap Korea Selatan Periode 2006-2009. Tesis:
Universitas Indonesia.
Rajagopalan, Pillai Rajeswari. (2008). Military Diplomacy: The
Need for India to Effectively Use In Its Conduct of
Diplomacy

189
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Russady, Lia Desmalia, dkk. 2014. Study Keamanan
INternasional dalam Perspektif Realis: Study Case
Proliferasi Nuklir Korea Utara dan Kebijakan Antiteror
AS). FISIP Universitas Muhammadyah Malang.
Saeri,M. 2012. Teori Hubungan Internasional Sebuah
Pendekatan Paradigmatik. Dalam Jurnal Transnasional
Vol.3 No. 2. Februari 2012
Salim. (2012). Peningkatan Kerjasama Pertahanan Indonesia
di Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung Diplomasi
Pertahanan dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas
Kawasan
Tempo. http://www.tempo.co/topik/masalah/229/Internasional-
Korea-Utara
United Kingdom, Defence Diplomacy , Ministry of Defence
Policy Paper No. 1
Wolfgang Koerner, “Security Sector Reform: Defence
Diplomacy” (Parliamentary Information and Research
Service: Library of Parliament), 17 Mei 2006
Yasuhiro, Matsuda. (2006). An Essay on China‟s Military
Diplomatic: Examination of Intentions in Foreign Strategy

190
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 9
ANALISA TEORI POST KOLONIALISME DALAM
PERSPEKTIF STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Artika Diannita

Abstrak

Poskolonialisme saat ini menjadi salah satu strategi


politis dan teoritis untuk membongkar hegemoni-dominasi
Barat. Fokus penelitian ini adalah analisis pada teori post
kolonialisme, pandangan para tokoh tentang teori
postkolonialisme, bagaimana teori post kolonialisme
digunakan sebagai alternatif dalam studi hubungan
internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana teori postkolonialisme digunakan
dalam studi hubungan internasional. Penulisan ini
menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur dengan
menggunakan data sekunder, dengan menggunakan data dari
buku, jurnal dan website. Kolonialisme menggunakan wacana
kolonial untuk menguatkan perbedaan antara dunia terjajah
dan penjajah.

Keyword; Poskolonial, Hubungan Internasional, dan Edward


Said.

1. Latar Belakang
Poskolonialisme merupakan suatu pendekatan
yang penting dalam beberapa ilmu diantaranya ilmu budaya,
antropologi, dan studi bahasa. Teori postkolonialisme itu
sendiri dibangun atas dasar peristiwa sejarah dan pengalaman
pahit ketika dijajah oleh bangsa lain. Permasalahan pokok
yang terjadi dalam poskolonialisme meliputi kegiatan
masyarakat yang melampaui batas negara, isu bangsa dan

191
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
nasionalisme, dampak chauvinisme budaya sehingga
memungkinkan terjadi imperialisme. Poskolonialisme
menyatakan tidak setuju jika adanya penjajahan atau
kolonialisme karena hanya menyebabkan adanya superioritas
dan inferioritas.
Poskolonialisme disebut juga sebagai akumulasi konsep,
cara-cara pemahaman, bahkan sebagai praktek untuk
menjelaskan objek. Poskolonialisme dengan demikian juga
semua teorinya adalah cara baru, yaitu cara yang berbeda
untuk memahami objek yang sama. Poskolonialisme mengacu
pada kehidupan masyarakat pascakolonial dalam cakupan
artian yang lebih luas. Dalam teori poskolonialisme,
khususnya di Indonesia, melibatkan 3 pengertian, yaitu : abad
berakhirnya imperium kolonial di seluruh dunia, segala tulisan
yang ada kaitannya dengan paradigma superioritas barat
terhadap inferioritas timur, baik sebagai orientalisme maupun
imperialisme.
Poskolonalisme memberikan arahan melalui seleksi dan
akumulasi ilmu pengetahuan sepanjang sejarahnya, sehingga
poskolonialisme mampu menjadi suatu saran pada masalah
yang terjadi. Poskolonialisme juga menjelaskan bagaimana
manusia untuk menganalisis gejala-gejala kultural yang terjad
di masyarakat. Poskolonialisme muncul sekitar tahun 1960-an
berdasar pada peristiwa sejarah dimana masa penjajahan
yang pernah terjadi terhadap suatu negara. Poskolonialisme
juga dapat dikatakan sebagai teori yang “melawan” teori - teori
yang sudah mainstream. Poskolonialisme menyajikan sudut
pandang baru, yaitu negara - negara yang termarginalkan
karena efek dari kolonialisasi yang pernah meluas di dunia ini.
Menurut poskolonialisme, teori - teori yang sudah ada di studi
Hubungan Internasional terlalu Western-centric. Maka dari
itulah, poskolonialisme melihat permasalahan dan isu - isu
dalam hubungan internasional dari kacamata timur atau
bangsa yang terjajah.

192
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Dalam poskolonialisme, muncul tiga tokoh yang terkenal
yaitu Franz Fanon yang menyoroti dampak kolonialisme dalam
bidang psikologis yang juga berdampak pada budaya. Edward
Said yang menekankan pada perbedaan Bangsa Barat dan
Bangsa Timur, dalam teorinya Edward W. Said mengingatkan
pada dunia sastra untuk tidak mengesksplorasi,
mendiskusikan, dan menganggap penting kajian mengenai
kolonialisasi atau imperialisme, sedangkan Homi Bhabha yang
memfokuskan pada akibat - akibat yang dihasilkan penjajahan
Bangsa Barat terhadap Bangsa Timur. Menurut Fanon,
kolonialisme menimbulkan efek psikologis yang sangat kuat
terhadap bangsa yang dulu terjajah. Bangsa yang dulu terjajah
akan merasakan ketergantungan yang berlebihan, menjadi
tidak percaya diri karena selama ini terus menerus hidup
dalam bayang - bayang bangsa lain, dan kehilangan identitas.
Tentu saja dalam kondisi ini sangat mempengaruhi bagaimana
perkembangan negara - negara dunia ketiga yang pada
kenyataannya sudah merdeka namun belum mampu survive
dalam dunia secara luas.
Menurut Fanon menganggap globalisasi sebagai
kelanjutan dari kolonialisme klasik yang menekankan pada
konflik fisik dan ekspansi wilayah. Isu globalisasi saat ini
sangat menekan kaum - kaum marginal yang tidak siap untuk
menerima arus globalisasi yang sesuai dengan pemikiran
Bangsa Barat. Hal ini akan terulang lagi di masa - masa
kolonialisme klasik dimana mereka dipaksa untuk mematuhi
dan memahami pemikiran bangsa lain yang menguasai
daerah mereka. Sedangkan menurut pendapat Edward Said,
dalam karyanya “Orientalism” yang menjadi dasar pemikiran
bahwa Bangsa Barat telah menjadikan Bangsa Timur sebagai
objek yang bisa dikendalikan. Hal inilah yang membuat
Bangsa Barat menjadi memiliki kekuasaan untuk menjajah
Bangsa Timur karena dianggap mengganggu. Sedangkan
Hobni Bhabha memiliki gagasan yang terfokus pada budaya.

193
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Penjajah dan yang dijajah akan timbul pencampuran budaya
yang menghasilkan homogenitas budaya. Namun dalam hal
ini, budaya yang diserap adalah budaya barat sebagai
penjajah oleh orang timur sebagai objek jajahan.
Poskolonialisme mempermasalahkan perilaku - perilaku
penjajah yang dianggap melampaui batas ataupun
nasionalisme berlebihan yang telah menyebabkan ekspansi ke
negara - negara lain. Menurut poskolonialisme, kolonialisme
hanya akan menghasilkan superioritas yang bersifat semu
karena perasaan senang telah menduduki tanah milik orang
lain. Dalam bahasan ini, poskolonialisme mencakup tiga pokok
bahasan utama yaitu kekuasaan atau pengetahuan, identitas,
dan perlawanan. Pertama, kekuasaan atau pengetahuan lebih
menekankan pada konstruksi power yang berbeda dengan
teori-teori mainstream. Pada teori-teori mainstream
menempatkan power pada negara dan diasosiasikan dengan
kekuatan ekonomi dan militer, sedangkan pada pendekatan
poskolonial meyakini bahwa power memiliki pengertian yang
jauh lebih kompleks dan multifaset. Kondisi ilmu pengetahuan
dan kekuatan yang lebih maju inilah yang membuat negara -
negara Barat cenderung untuk menginvasi negara lain yang
dianggap memiliki kemampuan di bawah mereka sehingga
perlu untuk menambah kekuatan di masa perang. Kedua,
identitas di dalam pendekatan poskolonialisme yang berpusat
pada kategorisasi yang bersifat paradoks, seperti Barat dan
Timur, Utara dan Selatan, hitam dan putih, serta penjajah
(colonizer) dan terjajah (colonized). Sehingga interpretasi yang
muncul adalah bangsa timur dan daerah selatan, serta orang
berkulit hitam memang secara harfiah akan terjajah oleh orang
- orang dengan identitas begitu juga sebaliknya. Namun, pada
kondisi ini mampu dimanfaatkan oleh bangsa yang terjajah,
yaitu dengan beradaptasi dan menempatkan mereka pada
posisi menguntungkan untuk melakukan perlawanan secara
terselubung. Ketiga, adalah perlawanan, dengan memiliki

194
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kemampuan yang kuat pihak terjajah mampu beradaptasi
sebelumnya. Dengan demikian, pendekatan mereka akan
menjadi boomerang ampuh untuk berbalik melawan para
penjajah.
Postkolonialisme menawarkan konsep dan pemikiran
alternatif terhadap teori hubungan internasional yang dominan
yang notabene-nya bersifat Eurocentric. Selain itu, dalam
pemikiran pos-kolonialisme juga berpotensi untuk bergerak
lebih jauh (beyond), bahkan dapat merestruktur pandangan
dari teori-teori mainstream yang telah berkembang di studi
Hubungan Internasional (Wardhani, 2017). Melihat eratnya
hubungan antara kekuatan dan pengetahuan, kaum pos-
kolonialis menolak dengan tegas pemikiran-pemikiran
mainstream yang ada dalam studi Hubungan Internasional,
karena dalam pandangan poskolonialisme, segala ilmu dan
kebenaran yang telah diterima oleh masyarakat pada saat ini
tidak lepas dari pengaruh bangsa Barat dimana memiliki
kekuatan untuk menentukan dasar atas benar dan salah.
Terdapat beberapa istilah khusus yang biasa digunakan para
akademisi pos-kolonialis dalam menggambarkan hubungan
antar negara, yakni orientalism, subaltern, dan mimikri.
Edward Said (1979) mendefinisikan bahwa orientalism
sebagai suatu gaya bangsa Barat dalam mendominasi,
merestrukturisasi, serta berotoritas atas orient atau bangsa
Timur. Subaltern yang secara harfiah dapat diartikan „kelas
inferior‟ merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan kelompok masyarakat yang menjadi objek
hegemoni (Spivak, 1987), sedangkan mimikri merupakan
istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan hubungan
ambivalen antara kaum penjajah dan kaum terjajah (Bhaba,
1994).
Batasan permasalahan pada penelitian ini yaitu analisa
teori post kolonialisme, pandangan para tokoh tentang teori
postkolonialisme, bagaimana teori postkolonialisme digunakan

195
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dalam studi hubungan internasional, dan contoh
pengaplikasian teori postkolonialisme sebagai alternatif dalam
studi Hubungan Internasional. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis bagaimana teori postkolonialisme,
pandangan para tokoh tentang teori postkolonialisme,
bagaimana teori post kolonialisme digunakan sebagai
alternatif dalam studi hubungan internasional, dan contoh
pengaplikasian teori postkolonialisme dalm studi hubungan
internasional.
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijabarkan,
maka diharapkan bahwa kegunaan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana teori post kolonialisme, mengetahui
pandangan para tokoh tentang teori postkolonialisme,
bagaimana teori post kolonialisme digunakan dalam studi
Hubungan Internasional, dan contoh pengaplikasian teori
postkolonialisme dalm studi Hubungan Internasional.

2. Landasan Teori

Teori Poskolonialisme
Poskolonial atau pasca-kolonial mempunyai hubungan
langsung yang erat dengan penjajahan. Menurut Loomba
(1998: 1) kolonialisme berasal dari kata colonial berasal dari
bahasa Latin „colonia‟ yang berarti tanah pertanian atau
pemukiman. Sehingga kata „kolonialisme‟ dapat didefinisikan
sebagai suatu pemukiman warga di suatu tempat di luar
wilayah aslinya namun daerah itu masih dinyatakan sebagai
wilayah mereka. Dalam proses kolonial yang dilakukan oleh
pendatang dengan tujuan utamanya yaitu menguras sumber
kekayaan, tidak jarang sering menimbulkan peperangan
dengan penduduk asli. Dalam sistem kolonialisme,
kesejahteraan rakyat daerah koloni tidak diutamakan sehingga

196
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sering menimbulkan traumatik dalam sejarah manusia, antara
penduduk asli dan pendatang (Sianipar, 2004: 9).
Berakhirnya masa kolonialisme, memunculkan negara
atau bangsa antikolonial yang berhasrat untuk melupakan
kejadian penjajahan telah terjadi di masa lalu. Poskolonial
bukanlah dianggap sebagai sebuah tanda bahwa penjajahan
atau kolonialisme telah berakhir, namun pada kenyataannya
proses penguasaan lewat sistem baru masih berlanjut. Dalam
sistem pemerintahan, sebuah negara bekas jajahan akan
terpengaruh dari pemerintahan pada zaman kolonial.
Pandangan inilahh yang menjadikan negara Barat sebagai
acuan kolonialisme modern karena telah terjadi hegemoni
budaya masyarakat.
Definisi teori postkolonialisme menurut Ashcroft, dkk
(2002: xxii-xxiii) didefinisikan sebagai teori yang muncul
setelah negara-negara terjajah memperoleh kemerdekaannya.
Hal ini disebabkan karena adanya kontinuitas penjajahan yang
terus berlangsung, dampak dari penjajahan yang berlangsung
dalam waktu lama tetap meninggalkan sisa-sisa karena
adanya hegemoni dari budaya penjajah tersebut. Berdasarkan
pendapat Ashcroft tersebut, maka definisi pascakolonial dan
postkolonial dalam penelitian ini berbeda. Pascakolonial
mempunyai arti zaman atau era setelah perang dan
kemerdekaan, sedangkan arti postkolonial adalah teori yang
menyinggung ideologi kolonial dalam karya sastra.
Menurut Loomba (1998: 12) teori postkoloniaisme
dinyatakan sebagai berikut “postcolonialisme as the
contestation of colonial domination and the legacies of
colonialism. The newly independent nation-stare makes
available the fruirs of liberation only selectively and unevenly:
the dismantling of colonial rule did not automatically bring
about changes for the better in the status of women, the
working class or the peasantry in most colonized countries”.
Dalam hal ini, poskolonialisme diartikan sebagai suatu

197
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
perlawanan terhadap dominasi kolonial dan warisannya masih
ada hingga saat ini.
Kemerdekaan pada suatu negara tidak serta membawa
perubahan yang semakin baik dalam urusan perempuan,
kelas pekerja maupun petani di negara jajahan. Berdasarkan
dua definisi tersebut, maka dapat diartikan bahwa terdapat
pernyataan dasar mengenai konsep poskolonialisme yakni
meyakini bahwa efek-efek kolonial masih dirasakan oleh
masyarakat bekas jajahan walaupun mereka sudah merdeka.
Penerapan teori poskolonial dalam karya sastra juga
diungkapkan oleh Foulcher dan Day (2008: 2) menyatakan
bahwa pendekatan poskolonial terhadap kajian sastra
membicarakan bagaimana teks-teks sastra mengungkapkan
jejak-jejak kolonial, yaitu adanya pertentangan antar bangsa
dan antar budaya dalam kondisi hubungan yang tidak setara,
hal ini terjadi sejak zaman imperialisme Eropa. Pada
kenyataanya, pertemuan antar budaya terjadi secara tidak
langsung karena bangsa Barat atau Eropa pada umumnya
merupakan bangsa yang maju, sedangkan bangsa Timur
sebagai bangsa terjajah adalah yang terbelakang sehingga
pertemuan antar budaya dan self powernya tidak seimbang.
Namun meskipun masa penjajahan telah berakhir, yang
menjadi perhatian dalam kajian ini adalah efek-efek
kolonialisme dan reaksi masyarakat terjajah mengenai
penjajah yang ada.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Lo dan
Helen (1997) yang mengatakan bahwa teori poskolonial
mencakup tiga perhatian, yaitu: (a) suatu kebudayaan
masyarakat-masyarakat yang pernah mengalami penjajahan
Eropa; (b) respon perlawanan atau wacana tandingan dari
masyarakat terjajah maupun dengan masyarakat yang lainnya
terhadap penjajahan; (c) semua bentuk marginalitas yang
diakibatkan oleh segala bentuk kapitalisme.

198
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Poskolonial dianggap sebagai upaya melawan atau
melakukan resistensi terhadap wacana kolonial, juga
melawan, menggugat, dan menolak segala bentuk
penindasan. Menjelaskan jika hubungan antara Barat dan
Timur menurut Said dalam buku Orientalism adalah hubungan
kekuatan, dominasi, hubungan berbagai derajat hegemoni
yang kompleks, maka poskolonial dianggap sebagai sebuah
pendekatan yang bersifat counter-discursif (wacana
tandingan) terhadap wacana kolonial yang juga melahirkan
wacana tandingan dari Orientalisme yaitu Oksidentalisme.
Poskolonialisme secara jelas membahas tentang
dampak dari era kolonialisme dalam kehidupan modern yang
terjadi pada saat ini. Pos-kolonialisme awalnya berakar dari
pergerakan-pergerakan anti-kolonialisme dan kemudian mulai
dikenal melalui tulisan Frantz Fanon yaitu “The Wretched of
The Earth” tahun 1961 yang berisi tentang bentuk-bentuk
aspirasi memberantas kolonialisme. Fokus dari teori pos-
kolonialisme adalah power, identitas dan struggle. Sama
halnya dengan pos-strukturalisme, sehingga power dianggap
sangat berkaitan erat dengan knowledge. Negara yang dapat
mampu mengembangkan teknologi memiliki advanced power
yang lebih kuat akan dibandingkan dengan negara lain
sehingga mampu menginvasi negara yang dianggap lebih
terbelakang. Pembahasan identitas dalam perspektif ini
adalah dua identitas yang dominan pada masa kolonial yaitu
The Man dan The Native, Penjajah dan Terjajah, dan Kulit
Putih dan Kulit Hitam. Struggle dalam pos-kolonialisme
menjadikan perspektif ini lebih jelas menentang diskrimasi
dengan melakukan perlawanan secara signifikan hingga
memunculkan self-determination, dan berujung pada sikap
anti-kolonialisme.
Tujuan pengembangan dari teori pos-kolonialisme
adalah untuk melawan sisa-sisa dampak kolonialisme dalam
pengetahuan termasuk pada sisi kultur karena kolonialisme

199
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mengarahkan individu untuk saling mendominasi sehingga
membuat tatanan dunia makin kacau. Pada kenyataaanyaa,
postkolonialisme juga mendapatkan kritik atas sudut pandang
mereka yang dinilai tidak konsisten. Kritikan itu muncul
dikarenakan postkolonialisme mengkritik tentang budaya
Barat, padahal pada kenyataan perpektif ini sendiri adalah
suatu ilmu yang berasal dari Barat. Hal inilah yang kemudian
dinilai kurang mampu menggambarkan penderitaan negara
terjajah karena mereka tidak merasakannya apa yang dialami
secara langsung. Akan tetapi, di luar hal tersebut,
postkolonialisme tentu telah memberikan sumbangan positif
terhadap kemajuan dunia. Stigma atas kelas-kelas dalam
dunia internasional yang telah diyakini oleh para pos-
kolonialisme merupakan konstruksi dari masa kolonialisme.
Postkolonialisme telah hadir untuk menentang dampak-
dampak yang dihasilkan oleh kolonialisme yang dinilai telah
mengkonstruksi tatanan internasional yang penuh diskriminasi
Ada beberapa pendapat penulis yang sangat terkenal
mengenai teori poskolonial, yaitu : Edward Said, Homi
Bhabha, dan GC Spivak.
Edward Said (1935) menghubungkan dengan teori-teori
wacana postruktural, terutama Foucault, untuk masalah politik
yang nyata di dunia. Karya beliau yang paling penting dan
berharga adalah „Orientalism (1978). Said membedakan
antara istilah „orientalism‟ dalam tiga penggunaan. Pertama,
istilah yang digunakan tersebut merujuk pada periode yang
panjang tentang hubungan budaya dan politik di Eropa dan
Asia. Kedua, istilah yang digunakan tersebut digunakan pada
studi akademik tentang bahasa dan budaya oriental, dari awal
abad 19. Ketiga, istilah yang digunakan tersebut merujuk pada
pandangan stereotype dari kaum Oriental, yang telah
dikembangkan oleh beberapa generasi penulis dan sarjana
barat, serta mengenai pandangan-pandangan prejudis
(prasangka) mereka tentang oriental sebagai suati tindakan

200
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
criminal dan palsu. Bukti yang nyata, bukan saja dari
kesusasteraan, tetapi juga dari sumber-sumber seperti halnya
dokumen pemerintahan colonial, sejarah, studi agama dan
bahasa, buku travel, dan seterusnya.
Menurut pandangan Edward Said, adanya perbedaan di
antara „Orient‟ (Timur) dan „Occident‟ (Barat) hanyalah dalam
sebuah makna „imaginative geography‟ . Analisis Said
mengenai wacana sosial yang terbagi menjadi berbagai
macam, pada dasarnya adalah dekonstruktif dan “against the
grain”. Tujuan dari hal ini adalah untuk „decentre‟ kesadaran
akan dunia ketiga “Third World”, dan menyediakan sebuah
kritik yang dapat mengurangi kekuasaan wacana dunia
pertama “Fist World”.
Bagi Edward Said, semua representasi dari Timur
(Orient) oleh Barat (West) semuanya telah didasari suatu
upaya untuk mendominasi dan menaklukkannya. Kaum
orientalis telah menyiapkan tujuan dari hegemoni barat, untuk
melegitimasi kaum imperialis barat dan meyakinkan para
penduduk, seperti daerah-daerah yang menerima budaya
barat adalah sebuah proses peradaban (civilization) yang
positif.
Untuk definisi Timur (East), kaum orientalis juga
membatasi apa yang telah disusun sendiri oleh Barat (dalam
hal cara oposisi binary). Penekanan pada hal sensuality,
primitive, dan despotism (kelaliman) dari Timur, menggaris
bawahi bahwa kualitas rasional dan demokratis. Menggaris
bawahi bahwa teori-teori Said, literature yang ditulis oleh
penduduk asli dapat dilihat pada suatu cahaya yang baru (a
new light). Dalam tulisan “The World, The Text and the Critics”
(1983), Said mengkritik bahwa semua bentuk analisis teks
yang telah mempertimbangkan teks sebagai sesuatu yang
berpisah dari dunia dimana mereka berada. Gagasan tersebut
kemungkinan telah menjadi bacaan yang tak terbatas dari

201
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
suatu teks yang hanya dapat bisa dinikmati seperti halnya teks
dari dunia nyata.
Homi Bhaha (1950-) tertarik pada mengeksplorasi teks-
teks non-canonical yang mana dapat refleksi dari masyarakat
margin dalam dunia poskolonial. Dia mengeksplorasi bahwa
interrelasi yang tajam antara budaya-budaya, dominan dan
subjugated (takluk). Ide-ide yang telah dieksplorasi,
khususnya yang terdapat dalam majalah volume „The Location
of Culture (1994)‟ . Ada beberapa contohnya seperti „mimics‟
dalam karya-karya literature yang isinya mencari hubungan
antara British (Inggris) dan Indians : dalam karya Rudyard
Kipling, seperti Kim, dan dalam E M Forster‟s : A Passage to
India, mereka telah eksis diantara budaya-budaya.
Homi Bhabha telah memberi argumen bahwa interaksi
antara koloniser dan kolonise telah mengarah kepada fusi
norma-norma budaya, yang mana dapat menguatkan
kekuatan colonial, juga dalam „mimicry‟, yang mengancam
untuk mendestabilisenya. Hal ini yang memungkinkan karena
identitas koloniser tidak stabil, sehingga keberadaan dalam
suatu situasi ekspatriasi yang terisolasi.
GC Spivak (1942-)
Spivak telah digambarkan sebagai orang yang pertama
yang mengemukakan bahwa teori kaum feminis post-colonial.
Dia mengkritik bahwa faham feminis barat, terutama lebih
focus pada dunia putih (world of white), dan heteroseksual
kelas menengah (middle-class). Dia juga tertarik pada peran
kelas sosial dan berfokus pada studi poskolonial yang dikenal
sebagai „subaltern‟, yang asalnya adalah istilah militer yang
merujuk pada tingkat atau posisi yang lebih rendah.
Penggunaan dalam teori kritik ini berasal dari tulisan-tulisan
Gramsci. Spivak menggunakan istilah yang merujuk pada
semua level (tingkatan) semua masyarakat kolonial dan dari
poskolonial yang lebih rendah, pengangguran, tunawisma,
petani, dan sebagainya. Dia tertarik pada nasib „female

202
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
subaltern‟. Dia berpendapat bahwa yang dimaksud didalam
„female subaltern‟ tidak misrepresented (dalam Can the
Subaltern Speak? 1988).
Spivak telah memberi argumen bahwa dalam praktek
tradisional Indian, telaah membakar jendela pada onggokan
kayu api pemakaman untuk suami-suami mereka, koloniser
Indian dan British membiarkan para wanita untuk
mengekspresikan pandangan-pandangan mereka sendiri. Dia
menggabungkan pendekatan Marxisme dan pendekatan
dekonstruktif dalam analisis teks kolonialis, mempertunjukkan
bagaimana mereka telah membuat oposisi antara kesadaran
colonialist dengan kekacauan (chaos) primitive fiktif.

Ciri Teori Poskolonialisme


Ciri khas poskolonialisme adalah fokus pada berbagai
pembicaraan yang berkaitan dengan kolonialisme, khususnya
orientalisme. Menurut Edward Said, orientalisme adalah
merupakan suatu gaya Barat untuk mendominasi, menata
kembali dan menguasai Timur. Pengertian orientalisme
menurut Edward Said dapat didefinisikan dengan tiga cara
yang bebeda, yaitu :
Memandang bahwa orientalisme sebagai suatu
paradigma berfikir yang berdasarkan epistimologi dan ontologi
yang secara tegas membedakan antara Timur dengan Barat.
Orientalisme dapat dipahami sebagai suatu gelar
akademis untuk menggambarkan serangkaian lembaga,
disiplin dan kegiatan yang umumnya terdapat pada universitas
Barat yang peduli pada kajian masyarakat dan kebudayaan
Timur
Melihat orientalisme sebagai suatu lembaga resmi yang
pada hakekatnya peduli pada Timur
Teori poskolonialisme dibangun atas dasar peristiwa
yang terdahulu, pengalaman pahit bangsa Indonesia yang
dialami selama tiga setengah abad, khusunya dibawah

203
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
poskolonialisme imperium Belanda. Teori posklonialisme
memiliki arti yang penting, dianggap mampu untuk
mengungkap masalah-masalah tersembunyi yang terkandung
dibalik kenyataan yang pernah terjadi dimasa lalu dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Secara definitif, poskolonialisme telah menaruh
perhatian untuk menganalisis era kolonial. Poskolonial
dianggap sangat sesuai dengan permasalahan yang sedang
dihadapi oleh bangsa Indonesia yang merdeka baru setengah
abad lebih.
Poskolonialisme memiliki kaitan yang erat dengan
nasionalisme, sedangkan kita sendiri juga dihadapkan dengan
berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan
berbangsa dan bertanah air.
Sebagai teori baru, sebagai varian postrukturalisme,
poskolonialisme dapat memperjuangkan narasi kecil,
menggalang kekuatan dari bawah sekaligus belajar dari masa
lampau untuk menuju masa depan. Poskolonialisme telah
membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan semata-mata
dalam bentuk fisik melainkan psikis. Dimana model penjajahan
terakhir masih berlanjut. Poskolonialisme bukan semata-mata
sebuah teori melainkan suatu kesadaran itu sendiri, bahwa
masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan seperti halnya
memerangi imperialisme, orientalisme, realisme dan berbagai
bentuk hegemoni lainnya.
Kelahiran teori poskolonialisme pada dasarnya diawali
dengan pemahaman ulang tentang teori orientalisme.
Meskipun demikian, dalam analisi, orientalisme dengan
poskolonialisme seolah-olah merupakan dua kutub yang
bertentangan, yang memiliki dua ideologi dengan muatan
yang berbeda, tetapi selalu hadir secara bersama-sama
sebagai gejala kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra
dan sebagainya yang terjadi di negara-negara bekas koloni
Eropa modern. Poskolonial ingin menggugat tentang praktek-

204
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
praktek kolonialisme yang telah melahirkan kehidupan yang
penuh dengn rasisme, hubungan kekuasaan yang tidak
seimbang, budaya subaltern, hibriditas dan kreofisasi bukan
dengan propaganda peperangan dan kekerasan fisik, tetapi
didialektikakan melalui sebuah kesadaran atau gagasan.
Hal-hal yang biasa dilakukan kritikus postkolonial antara
lain:
Menolak klaim universalisme yang telah dibuat atas
nama sastra barat kanon dan mencoba untuk menunjukan
keterbatasan pandangan mereka terutama ketidak mampuan
umumnya untuk berempati melampaui batas perbedaan
budaya dan etnis.
Menelaah suatu representasi budaya-budaya lain dalam
sastra sebagai cara untuk meraih ujungnya. Menunjukan
bahwa betapa sastra semacam ini sering mengelak dan
secara krusial diam terhadap persoalan yang berkaitan
dengan kolonialis dan imperialism.
Mengedepankan pertanyaan-pertanyaan tentang suatu
perbedaan dan keberanekaragaman budaya dan menelaah
bagaimana sikapnya dalam karya-karya sastra yang relevan.
Merayakan suatu hibriditas dan polivalesi budaya, yaitu
dimana situasi tempat individu dan kelompok secara simultan
termasuk pada lebih dari satu budaya (misalnya budaya
penjajahan, melalui sistem sekolah kolonial dan budaya
terjajah, melalui tradisi lokal dan oral).
Mengembangkan bagaimana perspektif yang tidak
hanya dapat diterapkan pada sastra-sastra postkolonial,
tempat kondisi keterpinggiran, pluralitas, keliyanan yang
tampak dipandang sebagai sumber-sumber energi dan
perubahan potensial.

205
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
3. Diskusi

Postkolonialisme telah hadir dalam Hubungan


Internasional pada tahun 1960. Pada tahun 1961 melalui
tulisan Orientalism karya Edward Said dan karya Frantz Fanon
The Wretched of The Earth, sehingga pemikiran
postkolonialime mulai dikenal. Kedua karya tersebut
merupakan suatu bentuk aspirasi dalam memberantas
kolonialisme. Dalam konteks Hubungan Internasional,
postkolonialisme telah lahir sebagai wujud kekecewaan
terhadap teori mainstream yang hanya memfokuskan pada
aspek power, politik dan negara. Sehingga kaum
postkolonialis menyajikan sudut pandang baru mengenai
negara-negara yang termarginalkan karena efek dari
kolonialisasi yang pernah meluas di dunia ini.
Menurut padangan para kaum postkolonialis, teori-teori
yang sudah ada dalam studi Hubungan Internasional terlalu
bersifat western-centric. Dengan ini, postkolonialisme melihat
bahwa permasalahan dan isu-isu dalam hubungan
internasional dari kacamata timur atau bangsa yang terjajah.
(Grovogui, 2007:230). Perspektif postkolonialisme itu sendiri
juga merupakan sebuah seperangkat teori dalam bidang
filsafat, film, sastra, dan bidang-bidang lain yang mengkaji
legalitas budaya yang terkait dengan peran kolonial. Bidang ini
bukan hanya menjadi monopoli kajian sastra. Potskolonialisme
hampir sama dengan kajian feminisme yang meliputi bidang
kajian humaniora yang lebih luas; yang sejajar dengan kajian
posmodern atau postrukturalisme (Nurhadi, t.t)
Beberapa asumsi-asumsi dalam teori poskolonialisme
antara lain, pertama, postkolonialisme telah menawarkan
cara-cara baru untuk berpikir tentang teknik kekuasaan yang
dapat membatasi penentuan nasib sendiri. Menurut para
pemikir dari postkolonialisme, menyimpulkan bahwa cara
kolonialisasi pada zaman sekarang lebih diperhalus. Kedua,

206
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
postkolonialisme juga berkeinginan untuk berpartisipasi dalam
penciptaan kebenaran yang berdasarkan mode yang berbeda
makna dan dalam bentuk-bentuk pengetahuan yang
melahirkan keadilan, perdamaian, dan pluralisme politik.
Ketiga, postkolonialisme menolak untuk esensialisme asli. Dan
yang terakhir postkolonialisme juga telah menyoroti hubungan
yang penting antara kebebasan dan politik. Postkolonialisme
telah memaparkan bahwa masih ada warisan intelektual
kolonial dalam pengaturan, pengetahuan, dan pembuatan
kebijakan yang mana ketiga hal tersebut seharusnya dapat
bersifat netral dan universal (Grovogui, 2007:231).
Tokoh poskolonialisme yang terkenal antara lain Franz
Fanon, Edward Said, serta Homi Bhaba. Poskolonialisme
memiliki tiga tujuan utama. Pertama, telah diangkatnya
kembali sejarah ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam,
Cina, India, maupun negara-negara terjajah lainnya. Kedua,
telh dikembangkannya wacana kontemporer mengenai sifat,
gaya, teknologi serta pengobatan yang berbeda dengan cara
Barat. Ketiga, telah dikembangkannya kebijakan ilmu
pengetahuan yang mengakui dan menghargai praktik-praktik
ilmiah, teknologi, dan pengobatan pribumi (Grovogui,
2007:233-236). Postkolonialisme tidak lepas dari kiritkan yang
telah ditujukan kepadanya. Salah satunya adalah
poskolonialisme telah dianggap kurang jelas dalam
menginterpretasikan keterkaitannya dengan studi Hubungan
Internasional. Meskipun poskolonialisme itu sendiri memiliki
sedikit keterkaitan dengan marxisme dan feminisme namun
hubungan tersebut tidak dapat ditunjukkan dengan jelas
sehingga memunculkan adanya ambiguitas. Selain itu,
poskolonialisme juga merupakan produk barat yang anti barat.
Sehingga adanya kemungkinan akan bersinggungan dengan
budaya barat (Grovogui, 2007:244-245).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
postkolonialisme merupakan perspektif alternatif yang

207
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
digunakan dalam studi Hubungan Internasional.
Postkolonialisme telah hadir untuk mengkoreksi apa yang
telah terlewatkan oleh perspektif-perspektif sebelumya
terutama pada perspektif-perspektif tradisional. Perspektif
postkolonialisme adalah suatu pandangan yang lahir setelah
adanya dekolonialisasi dari bangsa-bangsa yang terjajah.
Dalam konteks Hubungan Internasional, postkolonialisme
telah lahir sebagai wujud kekecewaan terhadap teori
mainstream yang hanya memfokuskan pada aspek power,
politik dan negara. Kaum postkolonialis menyajikan dalam
sudut pandang baru mengenai negara-negara yang
termarginalkan karena efek dari kolonialisasi yang pernah
meluas di dunia ini. Kedua perspektif tersebut sama-sama
mempunyai beberapa kritikan maupun konstribusi dalam studi
Hubungan Internasional.
Penulis beropini bahwa dengan adanya perspektif
tersebut, maka studi Hubungan Internasional terlihat semakin
dinamis. Konstribusi yang disumbangkan oleh perspektif ini
dapat menambah khazanah pengetahuan serta menambah
unit analisis yang terjadi pada sebuah fenomena. Penulis
tertarik pada pemikiran radikal dari teori postkolonialisme yang
menyebutkan bahwa legasi yang diturunkan oleh bangsa
Barat kepada bekas daerah jajahanya harus dihapuskan.
Menurut penulis hal tersebut tidak akan terjadi, karena seperti
yang telah diketahui pada realitanya negara bekas jajahan
tidak lepas dari legasi yang dibawa oleh negara penjajah.
Contoh sederhana dari hal ini misalnya saja di Indonesia,
banyak bangunan maupun kebudayaan yang lahir dan
bercampur dengan kebudayaan lokal, hal tersebut lah yang
dinamakan dengan asimilasi maupun akulturasi budaya.
Perspektif tentang postkolonialisme yang merupakan
salah satu pendekatan alternatif yang muncul dalam
hubungan internasional sekitar tahun 1960an. Pos-
kolonialisme telah muncul untuk menentang dampak-dampak

208
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
akibat kolonialisme yang dianggap telah mengkonstruksi
tatanan internasional yang penuh diskriminasi.
Postkolonialisme awalnya muncul berawal melalui tulisan
Frantz Fanon tentang The Wretched of The Earth sekitar
tahun 1961 yang membahas mengenai bentuk-bentuk aspirasi
dalam memberantas kolonialisme (Grovogui, 2007).
Postkolonialisme hadir sebagai untuk melawan perkembangan
kolonialisme yang berdampak buruk dalam hubungan
internasional. Postkolonialisme juga berpendapat bahwa pada
dasarnya hubungan internasional dan juga perspektif yang
ada di dalamnya terlalu berfokus pada negara barat yang telah
meyakini bahwa pengetahuan dalam hubungan internasional
merupakan sebuah konstruksi dari negara-negara hegemon.
Dalam pendapatnya, postkolonialisme memberikan kritik
terhadap model tatanan politik, ekonomi, dan etik dewasa ini.
Dalam kritiknya terhadap suatu sistem internasional,
poskolonialisme menganggap bahwa kekuatan hegemoni
gagal dalam mengintegrasikan negara pos-kolonial dalam
proses pembuatan keputusan yang menyangkut sistem
internasional. Postkolonialisme telah berfokus pada kekuatan
hegemoni yang cenderung memutuskan kebijakan
internasional dengan cara sepihak (Grovogui, 2007). Tidak
hanya itu saja, postkolonialisme juga telah berusaha untuk
memberikan sebuah kebenaran yang akan negara-negara
kolonial mengenai pengembangan pengetahuan. Hal itu terjadi
karena selama ini ilmu pengetahuan dan pemahaman negara-
negara kolonial selalu mendominasi pengetahuan dan
pemahaman dari mana pun. Oleh karena itu postkolonialisme
berusaha untuk mengubah persepsi bahwa negara kolonial
mengenai negara hegemon bahwa negara yang terkena
dampak kolonial pada dasarnya memiliki kesempatan yang
sama untuk merdeka dan berkembang serta terbebas dari
pemikiran-pemikiran barat (Grovogui, 2007). Dalam
pemikirannya tersebut, postkolonialisme lebih banyak

209
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dipengaruhi oleh pemikiran dari kaum posmodernis yang
menolak adanya modernitas. Hal tersebut terjadi karena
dalam pandangan postkolonialisme, sehingga modernitas
akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam dunia
internasional.
Para penstudi poskolonialis telah menawarkan konsep
dan pemikiran alternatif atas teori hubungan internasional
dominan yang notabene bersifat Eurocentric. Selain itu,
pemikiran tentang postkolonialisme juga berpotensi untuk
bergerak lebih jauh (beyond), bahkan merestruktur pandangan
dari semua teori-teori mainstream yang telah berkembang di
HI (Wardhani, 2017). Melihat eratnya hubungan antara
kekuatan dan pengetahuan, maka kaum pos-kolonialis
menolak dengan tegas pemikiran-pemikiran mainstream yang
telah ada dalam studi Hubungan Internasional, karena dalam
pandangan postkolonialisme, segala ilmu dan kebenaran yang
telah diterima oleh masyarakat pada saat ini tidak lepas dari
pengaruh bangsa Barat yang memiliki kekuatan untuk
menentukan arah benar dan salah. Terdapat beberapa istilah
khusus yang biasa digunakan para akademisi pos-kolonialis
dalam menggambarkan hubungan antar negara, yakni
orientalism, subaltern, dan mimikri. Edward Said (1979)
mendefinisikan orientalism sebagai gaya bangsa Barat dalam
mendominasi, merestrukturisasi, serta berotoritas atas orient
atau bangsa Timur. Subaltern yang secara harfiah dapat
diartikan „kelas inferior‟ merupakan istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan suatu kelompok masyarakat yang
menjadi objek hegemoni (Spivak, 1987), sedangkan mimikri
merupakan istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan hubungan ambivalen antara kaum penjajah
dan kaum terjajah (Bhaba, 1994).
Dari istilah-istilah tersebut, maka dapat ditarik benang
merah bahwa pokok pembahasan atau tema utama pos-
kolonialisme ialah kekuasaan dan identitas. Mengenai tema

210
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kekuasaan, maka kaum pos-kolonialis melihat diskursus
orientalism telah menciptakan berbagai jenis kekuatan,
termasuk kekuatan politik, kekuatan budaya, serta kekuatan
moral. Dengan demikian, para kaum pos-kolinalis percaya
kepada segala hal yang tersusun dalam tatanan internasional
berada dalam pengaruh bangsa Barat. Terkait dengan tema
identitas, pos-kolonialisme menekankan adanya marjinalisasi
atas bangsa Timur dalam struktur internasional, karena
bangsa Barat cenderung memposisikan diri sebagai superior
serta mengemban tanggung jawab moral untuk
memperadabkan bangsa Timur yang dipandang barbar
(Tepeciklioğlu, 2012). Tema-tema tersebut akhirnya yang
mendorong akademisi pos-kolonialis untuk menjadikan
„perjuangan‟ sebagai suatu agenda utama sehingga negara-
negara dunia ketiga memiliki hak untuk mengatur negaranya
sendiri tanpa campur tangan bangsa Barat (Self-
determination) (Grovogui, 2013).
Terlepas dari semua cita-cita mulia tersebut, para
akademisi postkolonialisme tetap memperoleh beberapa kritik.
Pertama, trajektori pada kajian pos-kolonialisme yang terlalu
sempit. Mengingat bahwa dampak kolonialisme sangatlah
luas, akademisi pos-kolonialis dituntut untuk bisa menambah
ruang kajiannya, terutama pada perihal pasar global dan
kekuatan transnasional (Kandiyoti, 2002). Kedua, solusi yang
telah ditawarkan oleh postkolonialisme sulit untuk
direalisasikan. Sama halnya dengan teori kritik lain, kaum
postkolonialis terlalu fokus pada mengkritisi teori tradisional
Hubungan Internasional sehingga solusi yang ditawarkan
cenderung tidak jelas, bahkan dianggap menghambat
perkembangan studi Hubungan Internasional (Neufeld, 2007).
Berdasarkan penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa postkolonialisme merupakan sebuah teori alternatif
hubungan internasional yang memusatkan kajiannya pada
dampak kolonisasi dan imperialisme bangsa Barat. Dari sudut

211
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pandang postkolonial, segala tatanan internasional yang ada
pada saat ini tidak terlepas dari pengaruh Barat yang
memposisikan diri lebih tinggi dari bangsa lainnya. Apabila
dikaji lebih dalam lagi, maka asumsi-asumsi postkolonialisme
cukup relevan dengan situasi dunia kontemporer, karena
hingga saat ini, secara sadar maupun tidak sadar, negara-
negara dunia ketiga telah menjadikan negara-negara Barat
sebagai panutan utama, baik dalam hal perekonomian, gaya
hidup, pendidikan, dan sebagainya. Hal ini membuktikan
bahwa hipotesis kaum postkolonialis yang mengatakan bahwa
dekolonisasi tidak menandai berakhirnya kolonialisasi,
melainkan titik awal berjalannya sebuah kolonialisasi bentuk
baru.

4. Produk Poskolonialisme
Poskolonialisme telah mempermasalahkan semua
perilaku - perilaku penjajah yang dianggap telah melampaui
batas ataupun nasionalisme berlebihan yang telah
menyebabkan ekspansi ke negara - negara lain. Menurut
postkolonialisme, kolonialisme hanya akan menghasilkan
superioritas yang bersifat semu karena perasaan senang telah
menduduki tanah milik orang lain. Pada dasrnya
poskolonialisme mencakup tiga pokok bahasan utama:
kekuasaan atau pengetahuan,identitas, dan perlawanan.
Pertama, kekuasaan atau pengetahuan telah
menekankan pada konstruksi power yang berbeda dengan
teori-teori mainstream. Teori-teori mainstream telah
menempatkan power pada negara dan diasosiasikan dengan
kekuatan ekonomi dan militer, sedangkan pada pendekatan
poskolonial meyakini bahwa power memiliki pengertian yang
jauh lebih kompleks dan multifaset. Dimana kondisi ilmu
pengetahuan dan kekuatan yang lebih maju inilah yang
membuat negara - negara barat cenderung untuk menginvasi
negara lain yang dianggap memiliki kemampuan di bawah

212
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mereka dan perlu untuk menambah kekuatan di masa perang.
Kedua, identitas di dalam pendekatan poskolonialisme telah
berpusat pada kategorisasi yang bersifat paradoks, seperti
Barat dan Timur, Utara dan Selatan, hitam dan putih, serta
penjajah (colonizer) dan terjajah (colonized ). Sehingga pada
akhirnya interpretasi yang muncul adalah bangsa timur dan
daerah selatan, serta orang berkulit hitam memang secara
harfiah akan terjajah oleh orang - orang dengan identitas
begitu juga sebaliknya. Namun, dengan kondisi seperti inilah
yang mampu dimanfaatkan oleh bangsa yang terjajah, yaitu
dengan beradaptasi dan menempatkan mereka pada posisi
menguntungkan untuk melakukan perlawanan secara
terselubung. Ketiga, adalah melakukan perlawanan, dengan
kemampuan bahwa pihak terjajah yang mampu beradaptasi
sebelumnya. Pendekatan mereka inilah yang akan menjadi
boomerang ampuh untuk berbalik melawan para penjajah.
Tidak kalah pentingnya juga bahwa teori
postkolonialisme bukan semata-mata menjadi teori, melainkan
sebagai suatu kesadaran itu sendiri, bahwa masih banyak
pekerjaan besar yang harus dilakukan, seperti memerangi
imperialisme, orientalisme, rasialisme, dan berbagai bentuk
hegemoni lainnya, baik material maupun spiritual, baik yang
berasal dari bangsa asing maupun bangsa sendiri. Masalah-
masalah tersebut sebagaimana dijelaskan diatas sebagian
besar merupakan fakta-fakta ilmu pengetahuan dengan
kualitas obyektivitas, yang dengan sendirinya didasarkan atas
sejarah perjuangan bangsa. Ilmu pengetahuan seperti ini
sudah umum untuk dipahami sekaligus diterima oleh
masyarakat luas, bahkan sudah dianggap sebagai indoktrinasi
dalam rangka mempertebal rasa kebangsaan.

5. Kesimpulan
Teori postkolonialisme memiliki arti sangat penting,
dimana teori ini mampu mengungkap masalah-masalah

213
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tersembunyi yang terkandung di balik kenyataan yang pernah
terjadi, dengan beberapa pertimbangan yaitu: Pertama, secara
definitif, postkolonialisme telah menaruh perhatian untuk
menganalisis era kolonial. Postkolonialisme sangat sesuai
dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa
Indonesia yang baru merdeka lebih dari setengah abad. Jadi,
masih sangat banyak masalah yang harus dipecahkan oleh
bangsa Indonesia, bahkan masih sangat segar dalam ingatan
bangsa Indonesia. Kedua, postkolonialisme memiliki kaitan
erat dengan nasionalisme, sedangkan kita sendiri juga sedang
diperhadapkan dengan berbagai masalah yang berkaitan
dengan kehidupan berbangsa dan bertanah air. Teori
postkolonialisme telah dianggap dapat memberikan
pemahaman terhadap masing-masing pribadi agar selalu
mengutamakan kepentingan bangsa di atas golongan,
kepentingan golongan di atas kepentingan pribadi. Ketiga,
teori poskolonialisme telah memperjuangkan narasi kecil,
menggalang kekuatan dari bawah sekaligus belajar dari masa
lampau untuk menuju masa depan. Keempat,
postkolonialisme telah membangkitkan kesadaran bahwa
penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk fisik, melainkan
juga psikologis.

6. Saran
Poskolonialisme merupakan teori alternatif Hubungan
Internasional yang memusatkan kajiannya pada dampak
kolonisasi dan imperialisme bangsa Barat. Dari sudut pandang
postkolonial, segala tatanan internasional yang ada saat ini
tidak terlepas dari pengaruh budaya Barat yang memposisikan
diri lebih tinggi dari bangsa lainnya. Apabila dikaji lebih dalam
maka asumsi-asumsi postkolonialisme cukup relevan dengan
situasi dunia kontemporer, karena hingga saat ini, secara
sadar maupun tidak sadar, negara-negara dunia ketiga
menjadikan negara-negara Barat sebagai panutan utama, baik

214
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dalam hal perekonomian, gaya hidup, pendidikan, dan
sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis kaum
postkolonialis yang mengatakan bahwa dekolonisasi tidak
menandai berakhirnya kolonialisasi, melainkan menjadi
sebuah titik awal berjalannya kolonialisasi bentuk baru.
Berdasarkan realitas tersebut, maka penulis beropini bahwa
teori postkolonialisme harus dipahami oleh setiap individu,
terutama di semua negara-negara bekas jajahan Barat.
Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat dengan
sadar dari hegemoni pikiran yang dialami sehingga
pandangan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Barat selalu
lebih „baik‟ dapat diminimalisir, bahkan dihapuskan.
Semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan
dalam teori postkolonialisme. Sehingga menjadi panduan
dalam mengkaji suatu kebudayaan dengan menggunakan
teori ini serta menjadi panduan dalam analisis hubungan
internasional. Harapannya semoga tulisan ini menjadi sebuah
sumber ilmu yang melahikan karya ilmiah lain yang bernilai
guna.

REFERENSI

Ashley, Richard. 1996. The achievements of post-


structuralism, in; Steve Smith, Ken Booth & Marysia
Zalewski (eds.) International Theory: Positivism and
Beyond, Cambridge University Press, pp. 240-253.
Campbell, David, 2007. Poststructuralism. dalam: T. Dunne,
M. Kurki & S. Smith eds. International Relations
Theories. Oxford University Press, pp. 203-228.
Dirks. B. Nicholas. 1992. Introduction: Colonialism and
Culture. Ann Arbor: The University of Michigan Press
Dugis, Vinsensio. 2013. Post-Constructivism&Post-
Colonialism

215
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Grovogui, Siba N. 2007. Postcolonialism, in; Tim Dunne, Milja
Kurki & Steve Smith (eds.) International Relations
Theories, Oxford University Press, pp. 229-246
Nurhadi. t.t. Pokolonial: Sebuah Pembahasan [pdf], dalam
http://staff.uny.ac.id
http://ilham-maulana-ibrahim-
fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-140118-

216
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 10
Konvensi Minamata sebagai Diplomasi
Lingkungan Indonesia

Sarah Adharaisa

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang strategi diplomasi


Indonesia dalam menghadapi ancaman mercuri. Diplomasi
lingkungan digunakan sebagai upaya melindungi masyarakat
dari ancaman kerusakan lingkungan dan ekosistem yang
diakibatkan oleh merkuri yang membahayakan kesehatan dan
ekosistem lingkungan hidup melalui ratifikasi Konvensi
Minamata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif analisis yang bersifat deskriptif.
Sebagaimana penelitian ini menginterpretasikan kondisi yang
terkait dengan permasalahan serta mengembangkan data-
data yang diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya adalah
buku, jurnal dan artikel terkait dari website resmi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memberikan kesadaran akan
dampak kerusakan lingkungan dan menjadi ancaman bagi
kedaulatan Indonesia akibat penggunaan merkuri dalam
proses ekstraksi emas di wilayah pertambangan skala kecil
yang telah terjadi di berbagai wilayah Indonesia sehingga
Indonesia ditetapkan sebagai Darurat Merkuri.

Keyword: Mercury, Convensi Minamata, Lingkunag Hidup,


Diplomasi

217
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
1. Latar Belakang

Isu lingkungan hidup akhir-akhir ini telah menjadi topik


yang sering dibahas baik dalam tingkat regional maupun
global, akibat kesadaran publik dan media akan perubahan
lingkungan. Hal ini dikarenakan terdapat gejala-gejala yang
mengindikasikan berlangsungnya degradasi lingkungan
secara global, seperti mencairnya es dikutub akibat
pemanasan global, menipisnya lapisan ozon dan
kecenderungan penduduk dunia yang terus bertumbuh
sehingga kelangsungan hidup umat manusia dianggap
menjadi ancaman yang serius jika kerusakan lingkungan tidak
segera dikendalikan.
Hal yang memicu kesadaran dan kepedulian terhadap
isu lingkungan hidup yakni, beberapa masalah lingkungan
hidup secara inheren bersifat global.103 Hal ini kemudian
menjadi suatu tekanan pada negara untuk terlibat dalam
kerjasama internasional yang lebih besar. Alasannya bahwa
degradasi lingkungan hidup dapat dikatakan telah membuat
sejenis “ancaman” khusus, tidak hanya terhadap negara
melainkan terhadap manusia secara keseluruhan.104
Dalam politik internasional, negara merupakan aktor
utama yang memainkan peran sentral dalam membentuk dan
mengimplementasikan regulasi lingkungan dalam wilayah
nasionalnya. Akan tetapi tidak secara langsung dapat
mengendalikan kegiatan-kegiatan lingkungan, sosial dan
ekonomi diluar wilayah nasionalnya sehingga aktor-aktor non-
negara bersama juga keterlibatan negara, memainkan peran
103
Winarni, Budi. 2014. Dinamika Isu-isu Global Kontemporer.
Yogyakarta: CAPS (Centre of Academic Publishing Service). hlm.139
104
Jackson, Robert dan Sorensen, Georg. 1999. Introduction to
International Relations. New York: Oxford University Press Inc. hlm. 327
218
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
internasional yang sangat penting dalam merespons masalah-
masalah lingkungan baik dalam skala regional maupun global.
Pembicaraan mengenai lingkungan hidup ini biasanya
berlangsung secara multilateral, dan sering disebut sebagai
konvensi. Tujuan diselenggarakannya konvensi adalah untuk
membangun suatu kerangka kerja internasional guna
mempromosikan lebih banyak kerja sama yang terkoordinasi
untuk mengatasi persoalan polusi dan masalah-masalah
lingkungan lainnya. Terdapat beberapa konvensi yang menjadi
upaya dalam mengatasi kerusakan lingkungan di tingkat
internasional. Diantaranya adalah Minamata Convention.
Minamata Convention merupakan perjanjian
internasional yang di rancang untuk melindungi kesehatan
manusia, bertujuan untuk mengelola merkuri secara efisien,
efektif dan koheren, sementara anggota-anggota
mengupayakan penghapusannya secara total.105Konvensi ini
mengatur diantaranya pengadaan dan perdagangan merkuri
dan senyawa merkuri, termasuk di dalamnya pertambangan
merkuri, penggunaannya di dalam produk dan proses industri
serta pengelolaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil
(PESK).106
Konvensi ini dilakukan sehubungan dengan tingginya
harga emas yang mendorong demam emas secara global
yang kemudian mendorong jutaan orang di negara

105
McKeown, A. Elaine & Bugyi, George. 2015. Impact of Water
Pollution on Human Health and Environmental Sustainability. IGI Global.
Hlm. 113
106
Edy, Tjatur S. 13 September 2017. Indonesia Darurat Merkuri. (Kantor
Berita Politik RMOL.CO). Dapat diakses di:
http://politik.rmol.co/read/2017/09/13/306854/Indonesia%E2%80%8B-
%E2%80%8BDarurat%E2%80%8B-
%E2%80%8BMerkuri%E2%80%8B!%E2%80%8B- (diakses pada
20/10/2017)
219
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berkembang beralih ke pertambangan skala kecil.107
Penambangan emas kumuh telah merusak bentang alam,
mengkontaminasi suplai air dan berkontribusi terhadap
destruksi ekosistem yang vital.108
Masalah terjadi ketika Penambangan Emas Skala Kecil
(PESK) dilakukan melalui teknik amalgamasi, yakni proses
mengekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas
dengan merkuri cair guna memisahkan butir-butir emas dari
butir-butir batuan. Endapan yang tersaring kemudian diremas-
remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang
mengandung merkuri (Hg) kemudian dibiarkan mengalir ke
sungai dan dijadikan irigasi untuk lahan pertanian. Selain itu,
komponen merkuri juga banyak tersebar di karang, tanah,
udara, air dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia dan
biologi yang kompleks.109

107
Siegel, Shefa. 3 January 2011. Threat of Mercury Poisoning Rises With
Gold Mining Boom. AS: Yale School of Foresty and Environmental
Studies. Dapat diakses di:
http://e360.yale.edu/features/threat_of_mercury_poisoning_rises_with_gold
_mining_boom (diakses pada 21/10/2017)
108
Brilliant Earth. Gold Mining and The Environment. Dapat diakses di:
https://www.brilliantearth.com/gold-mining-environment/ (diakses pada
21/10/2017)
109
Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Dampak Pencemaran Merkuri /
Air Raksa. Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=815 (diakses pada
22/10/2017)
220
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Gambar 1.1 Proses Esktraksi Emas di Pertambangan Emas Skala
Kecil.Sumber: Pressly, Linda. How Mercury Poisons Gold Miners
and Enters The Food Chain. Available at:
http://www.bbc.com/news/magazine-24127661

Hal ini dilakukan untuk mempersingkat jalur operasi dan


penghomogenan dari pencampuran. Selama peroses
penggerusan, merkuri akan teraduk bersama dengan bijih
yang digerus sehingga meningkatkan efektifitas pencampuran
tersebut. Namun proses ini telah berkontribusi besar terhadap
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh merkuri yang
dialirkan, hasil dari proses pemisahan emas dari bahan-bahan
lainnya. Sebab emas yang ditambang diikuti oleh bahan-
bahan lain, seperti mineral dan lain-lain.
Proses ekstraksi emas model ini masih banyak dilakukan
meski mengancam ekosistem sebab metode ini dianggap
mudah, biayanya sangat murah, tidak memerlukan peralatan
yang rumit dan mahal, serta recovery emasnya relatif tinggi.
221
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bagaimanapun praktik pertambangan emas liar
merupakan masalah yang sulit dikontrol. Terlebih
pertambangan emas skala kecil merupakan pengguna merkuri
terbesar. Jumlah emisi merkuri di seluruh dunia diperkirakan
mencapai 1400 ton setiap tahun pada 2014. Industri PESK ini
diperkirakan melibatkan antara 12 juta hingga 15 juta
penduduk di lebih dari 70 negara dan menghasilkan 20 persen
pasokan emas dunia.110 Sementara di Indonesia,
Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) ini merupakan
penyumbang emisi merkuri terbesar. Masa depan pengolahan
bijih emas dengan menggunakan merkuri pada kenyataannya
tak hanya bergantung pada efektifitas dari pemerintah lokal,
namun juga dibutuhkan partisipasi masyarakat, bersama
dengan inisiatif negara, regional dan dunia.
Upaya pencegahan proses pengelolaan bijih emas
dengan merkuri ini pada dasarnya telah dilarang sejak tahun
2015 oleh Kementerian Perdagangan RI. Namun pasca
pelarangan tersebut, harga merkuri bukannya naik justru
sebaliknya akibat ditemukannya tambang Cinabar yang
mengandung 60 persen merkuri di Seram Bagian Barat,
Sulawesi Tenggara dan Kalimantan.
Tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap
penggunaan merkuri sebagai bagian dari PESK ini,
menjadikan perlu adanya diplomasi lingkungan di tingkat
global sebagai upaya pertahanan Indonesia dalam
menghadapi ancaman terhadap ekosistem di beberapa
wilayah di Indonesia. Salah satunya dengan meratifikasi
Minamata Convention. Maka berdasarkan pemaparan
masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut: “Sejauh mana ancaman merkuri terhadap ketahanan
110
Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Awas! Bahaya Merkuri di
Pertambangan Emas. Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=789
(diakses pada 22/10/2017)
222
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
negara sehingga Indonesia perlu meratifikasi Konvensi
Minamata?”
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui penjelasan
mengenai ancaman Merkuri di Indonesia sehingga Indonesia
telah meratifikasi Konvensi Minamata. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
studi Strategi Pertahanan terkait dengan ancaman kerusakan
ekosistem.sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai
pelengkap dan menambah pengetahuan terkait penelitian
Diplomasi Lingkungan.

2. Tinjauan Teoritis

Diplomasi lingkungan didefinisikan sebagai kombinasi


perangkat dan pendekatan yang digunakan untuk membantu
pihak yang berselisih dalam menciptakan peluang kerjasama,
membangun kepercayaan dan resolusi konflik yang berkaitan
dengan isu-isu lingkungan dan sumber daya alam bersama.
Hal yang menjadi ciri khas dari diplomasi ini adalah
kepentingan dan pemikiran kritis mengenai sikap-sikap
pencegahan, manajemen dan resolusi konflik mengenai
sumber daya alam. Minyak, mineral, kayu, tanah dan air
merupakan kekayaan alam yang mampu mempertahankan
kehidupan dan mata pencaharian masyarakat di seluruh
dunia.
Diplomasi lingkungan telah memberikan kontribusi dalam
perbaikan lingkungan yang manfaatnya tidak hanya dirasakan
oleh satu negara, namun juga negara lain. Dengan perbaikan-
perbaikan lebih lanjut, diplomasi ini mampu untuk
meningkatkan kualitus hidup masyarakat dengan berpijak

223
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pada kebijakan yang mengutamakan lingkungan atau yang
disebut dengan sustainable development. 111
Terdapat beberapa tantangan dalam implementasi
output dari diplomasi lingkungan, salah satunya aktor-aktor
negara sebagai antitesis pentingnya keberadaan lingkungan.
Terlihat dari masih berlangsungnya keikutsertaan kepentingan
ekonomi yang mengenyampingkan permasalah lingkungan.
Sebagaimana penelitian ini menjelaskan permasalahan
kerusakan lingkungan hidup yang terus berlangsung akibat
aktifitas yang benilai ekonomi namun mengesampingkan
kaidah lingkungan hidup.
Green Thought mengasumsikan bahwa hubungan
antara manusia dengan alam secara luas menjelaskan krisis
lingkungan hidup yang sedang terjadi saat ini dan hubungan
ini perlu disusun ulang demi planet dan masa depan yang
aman.112 Teori tersebut berkaitan dengan penelitian ini
karena aktifitas pertambangan emas skala kecil yang
menggunakan merkuri telah berdampak pada kerusakan
ekosistem. Ini terjadi akibat ulah manusia yang
memprioritaskan pembangunan tanpa mempertimbangkan
implikasi yang akan terjadi sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan ekosistem di lingkungan sekitar.
Environmentalisme dalam Hubungan Internasional atau
Thinking Green berasumsi bahwa dunia saat ini menghadapi
permasalahan lingkungan hidup yang sangat serius.
Lingkungan hidup sangatlah memiliki arti yang penting karena

111
Firmansyah, Aldy & Mastur, Amalia. Environmental Diplomacy. Dapat
diakses di: http://amaliamastur-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-
116605-Negosiasi%20Diplomasi-
Environtment%20Diplomacy%20(Diplomasi%20Lingkungan).html
(diakses pada 27/10/2017)
112
Rani, Faisyal. 2013. Jurnal Transnasional: Perspektif Green Thought
dalam Paradigma Baru Politik Internasional (Teori dan Praktek).
Diterbitkan oleh Jurusan Hubungan Internasional. Vol. 4, No. 2
224
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dalam beberapa pengertian, menipisnya sumber daya alam,
pemanasan global, degradasi lingkungan dan polusi, yang
semua itu merupakan ancaman bagi kondisi hidup ras
manusia.
Setelah mengetahui karakteristik beberapa masalah
global atau lingkungan hidup, maka sangatlah tepat
permasalahan ini diperhatikan oleh sarjana Hubungan
Internasional dan permasalahan lingkungan global bisa
dipecahkan atau sedikitnya diatur melalui kerjasama lewat
forum-forum yang sudah ada atau baru, termasuk juga
institusi-institusi global.113 Adapun argumen-argumen dalam
teori ini sering berfokus pada isu-isu mengenai kemajuan yang
membawa kerugian besar bagi lingkungan sebagai bagian
kebudayaan Barat. Beberapa asumsi-asumsi dari Green
Thought yakni114:Para pemerhati lingkungan menekankan
global diatas internasional.
Para pemerhati lingkungan berangkat dari pemahaman
implisit bahwa kebiasaan-kebiasaan manusia masa kini dalam
beberapa pengertian tidak lagi sejalan dengan dunia non-
manusia. Para pemerhati lingkungan menekankan bahwa
kebiasaan manusia zaman modern, yang didukung oleh
sistem kepercayaan filsafat antroposentris, sebagai penyebab
utama dari krisis lingkungan hidup.
Environmentalisme dalam Hubungan Internasional
sesuai dengan penelitian ini karena kerusakan lingkungan
merupakan hasil dari aktifitas penduduk di wilayah
Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) melakukan
pengolahan emas dengan menggunakan merkuri sebagai
bagian dari proses ekstraksi, demi mendapatkan emas
dengan recovery yang relatif tinggi namun berujung terhadap
peningkatan perdagangan bebas merkuri secara ilegal.
113
Steans, Jill dan Pettiford, Lloyd. 2009. Hubungan Internasional:
Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 380
114
Ibid. hlm. 395-396
225
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
3. Metodologi

Penulisan ini merupakan penelitian awal, sehingga


masih bersifat library research. Sebagai penelitian kualitatif
penulis menekankan pada eksplaination, karena itu penulis
menguraikan pokok masalah yang terkait dengan Convensi
Minamata. Penulis mecoba mengumpulkan bahan-bahan
terkait dengan persoalaan Convensi Minamata kemudian
dikaitkan dengan kepentingan Indonesia dalam konteks
Diplomasi Pertahanan.

4. Fenomena Merkuri di Indonesia

Emisi merkuri dan senyawa merkuri terutama


disebabkan oleh aktifitas manusia dalam skala global.
Berdasarkan identifikasi UNEP tahun 2013, sektor
Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) merupakan
penyumbang utama emisi merkuri, yakni sebesar 37 persen.
Diikuti oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan
Batubara sebesar 24 persen.115

115
Edy, Tjatur S, op.cit.
226
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Gambar 4.1 Lokasi Pertambangan yang Tercemar, Sumber:
Pamungkas, FRDS. Dapat diakses di:
http://bem.ft.ugm.ac.id/2017/03/27/hentikan-penggunaan-
merkuri-pada-pertambangan-rakyat/

Di Indonesia, Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)


merupakan penyumbang emisi merkuri terbesar, yakni sekitar
57.5%. tidak kurang teridentifikasi 800 titik PESK tersebar
merata di berbagai pelosok tanah air dari Papua hingga
Sumatera yang melibatkan sekitar 300.000 pekerja, dengan
produksi emas yang sangat besar yaitu 192 ton-384 ton per
tahun.116
Penggunaan merkuri di Indonesia dimulai sejak tahun
1990an. Adapun di tahun 2014, penggunaannya semakin
marak akibat banjirnya impor ilegal yang masuk ke Indonesia
hingga tahun 2014. Hal ini juga berdampak pada menurunnya
harga merkuri di masyarakat. Namun pada 2015, pemerintah

116
Edy, Tjatur S, loc. cit.
227
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berupaya mengendalikan impor merkuri dengan
memberlakukan pelarangan impor merkuri oleh Kementerian
Perdagangan RI. Terdapat juga larangan ekspor dari Uni
Eropa dan Amerika Serikat. Namun pasca pelarangan
tersebut kemudian ditemukannya tambang Cinabar yang
mengandung 60 persen merkuri di Seram Bagian Barat,
Sulawesi Tenggara dan Kalimantan yang kemudian diikuti
dengan turunnya harga merkuri. Bahkan pada tahun 2016,
Indonesia menjadi salah satu produsen dan eksportir merkuri
terbesar di dunia, yakni sekitar 1300 ton ke 13 negara secara
ilegal.117
Hal tersebut berdampak pada ledakan penggunaan
merkuri, tidak adanya aturan yang tegas terkait peredaran
merkuri, serta pengetahuan masyarakat yang terbatas akan
bahaya merkuri, menyebabkan merkuri digunakan secara
bebas yang berdampak pada pencemaran lingkungan,
terutama wilayah PESK di berbagai wilayah di Indonesia.
Dampak Merkuri terhadap Manusia dan Lingkungan
hidup sebagai bentuk Ancaman Negara
Pada hakikatnya, pembangunan sektor pertambangan
dan energi adalah mengupayakan suatu proses
pengembangan energi dan sumber daya mineral yang
memiliki potensi yang dimanfaatkan untuk kemakmuran
rakyat.118 Namun upaya pemrosesan dari PESK itu sendiri
serta limbah hasil sisa pemrosesan PESK, telah memberi
dampak cukup signifikan terhadap kerusakan ekosistem di
berbagai wilayah di Indonesia.
Pencemaran diberbagai wilayah di Indonesia ini
disimpulkan sudah memasuki tahap Darurat Merkuri oleh

117
Edy, Tjatur S, loc. cit.
118
Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Bahaya Merkuri Akibat Hasil
Pertambangan. Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=925 (diakses pada
21/10/2017)
228
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berbagai peneliti dan lembaga non pemerintah, diantaranya
Bali Fokus dan Medicus di Banten. Hal ini dibuktikan dengan
masyarakat di berbagai wilayah yang ditemui memiliki
kerusakan genetik, saraf dan organ tubuh.
Memang efek merkuri pada kesehatan diantaranya
berkaitan dengan sistem syaraf. Metilmerkuri dan uap merkuri
logam misalnya, jenis ini dianggap lebuh berbaha dari bentuk-
bentuk merkuri yang lain, sebab kedua jenis merkuri tersebut
dapat lebih banyak mencapai otak. Terpapar merkuri dalam
kadar yang tinggi, baik yang berbentuk logam, garam, maupun
metilmerkuri, dapat merusak ginjal janin maupun otak secara
permanen.
Pengaruhnya pada fungsi otak dapat mengakibatkan
tremor, pengurangan pendengaran atau penglihatan serta
pengurangan daya ingat. Sementara pemaparan dalam waktu
singkat pada kadar merkuri yang tinggi, dapat mengakibatkan
kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan
darah atau denyut jantung, kerusakan kulit dan iritasi mata.
Merkuri pada ibu yang mengandung dapat mengalir ke
janin yang sedang dikandungnya dan terakumulasi atau
mengalir ke anak melalui asi. Hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada otak janin sehingga
mengakibatkan kecacatan pada bayu yang dilahirkan.
Akibatnya antara lain, kerusakan otak, retardasi mental, buta
serta bisu. Terlebih otak janin berdasarkan penelitian, akan
lebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan dengan otak
orang dewasa. 119 Konvensi Minamata sebagai bentuk
Diplomasi Lingkungan. Menurut Borg, Diplomasi lingkungan
dapat didefinisikan sebagai keahlian dalam menangani

119
Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Penambangan Emas dan
Limbah Merkuri Serta Dampaknya Bagi Kehidupan. Dapat diakses
di: http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=798
(diakses pada 22/10/2017)
229
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
persoalan-persoalan lingkungan hidup yang memiliki dampak
dalam lingkup internasional.120
Diplomasi lingkungan merupakan perkembangan dari
diplomasi yang merupakan salah satu alat (tool) dalam ilmu
hubungan internasional terutama jika berkaitan erat dengan
kebijakan politik luar negeri. 121 Kegiatan diplmasi lingkungan
dapat mencakup dari persoalan limbah b3, pencemaran laut,
perdagangan satwa langka, perubahan iklim, bioteknologi dan
keamanan hayati, hingga persoalan-persoalan seperti nuklir,
permukiman, pembangunan berkelanjutan, sumber daya air,
energi dan dalam penelitian ini pencemaran dari air maupun
emisi.
Dalam menghadapi darurat merkuri, Indonesia
melakukan diplomasi lingkungan dengan meratifikasi Konvensi
Minamata pada 20 September 2017. Hal ini sebagai upaya
melindungi masyarakat dari ancaman kerusakan lingkungan
dan ekosistem yang diakibatkan oleh merkuri yang
membahayakan kesehatan dan ekosistem lingkungan hidup.
Sebab hal ini terkait dengan human security. Indonesia
merupakan salah satu dari 92 negara penandatangan awal
Konvensi Minamata di Kumamoto, Jepang pada 10 Oktober
2013. Konvensi ini kini telah ditandatangani oleh 128 negara
dan mulai berlaku sejak 16 Agustus 2017, yakni 90 hari sejak
diterimanya instrumen ratifikasi negara ke-50 (Romania) pada
tanggal 16 Mei.122
Konvensi Minamata bertujuan untuk melindungi
kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan

120
Pramudianto, Andreas. 2008. Diplomasi Lingkungan: Teori dan
Fakta. Jakarta: UI Press. hlm. 26
121
Ibid, hlm. 16
122
Wicaksono, Aditya E.S.. 23 September 2017. Indonesia Serahkan
Instrumen Ratifikai Minamata ke PBB. (Antara News). Dapat diakses
di: http://www.antaranews.com/berita/654247/indonesia-serahkan-
instrumen-ratifikasi-minamata-ke-pbb (Diakses pada 23/10/2017)
230
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
lepasan merkuri maupun senyawa merkuri yang bersifat
antropogenik atau gas. Konvensi ini mengatur diantaranya
tentang pengadaan dan perdagangan merkuri dan senyawa
merkuri, termasuk di dalamnya pertambangan merkuri,
penggunaannya di dalam produk dan proses industri.
Pengelolaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil
(PESK). Pengendalian emisi dan lepasan merkuri dari industri
ke udara, air dan tanah. Penyimpanan stok merkuri dan
senyawa merkuri sebagai bahan baku atau tambahan
produksi. Pengelolaan limbah merkuri dan bahan
terkontaminasi merkuri. Serta kerjasama internasional dalam
pengelolaan bantuan teknis, pendanaan dan pertukaran
informasi.
Pada 20 September 2017, Konvensi Minamata resmi
diratifikasi melalui Undang-Undang No.11 Tahun 2017 dan
diundangkan dalam Lembaran Negara No. 209 Tahun 2017.
Dengan diterbitkannya undang-undang tersebut praktik
peredaran dan pemanfaatan merkuri di seluruh wilayah
Indonesia kini terikat oleh aturan-aturan dalam Konvensi. Hal
ini diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan
pengelolaan kualitas lingkungan di Indonesia.
Era globalisasi yang ditandai dengan semakin
kompleksnya isu-isu global kontemporer, seperti kelangkaan
sumber daya, kemiskinan, kelangkaan pangan serta
pencemaran lingkungan hidup, tanpa disadari telah
mendorong pola hidup masyarakat yang dalam aktifitasnya
tidak lagi memperhatikan resiko terhadap lingkungan hidup.
Suatu kerjasama internasional dalam aspek lingkungan
hidup diperlukan sebagaimana kerusakan lingkungan hidup
tidak hanya dirasakan oleh satu wilayah yang tercemar,
melainkan akan berdampak terhadap seluruh mahluk hidup
dimuka bumi. Diplomasi pertahanan dalam bentuk kerjasama
ini juga sebagai bentuk menjaga pertahanan suatu negara dari
ancaman kerusakan lingkungan yang jika dilakukan bersama-

231
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sama dalam tingkat global akan berdampak pada kualitas
kehidupan manusia dan alam secara menyeluruh.

5. Kesimpulan

Meningkatnya perhatian terhadap masalah lingkungan


hidup tercermin dalam kebijakan politik dunia akibat
meningkatnya kesadaran akan degradasi lingkungan
beberapa dekade terakhir dan perubahan etika hubungan
antara manusia dan alam.
Fenomena merkuri atau air raksa yang merupakan unsur
kimia berupa logam berat, sangat berbahaya bagi kesehatan
dan lingkungan hidup karena bersifat racun, bio-akumulasi
dan dapat berpindah antarwilayah negara. pencemaran yang
diakibatkan senyawa merkuri pada pertambangan emas skala
kecil ini menjadi tantangan penting, tidak hanya bagi Indonesia
melainkan banyak negara di beberapa kawasan.
Diratifkasinya Konvensi Minamata oleh pemerintah
Indonesia merupakan salah satu alternatif dalam pemecahan
masalah lingkungan global yang mana rezim ini berfungsi
memfasilitasi kerjasama. Namun bagaimanapun juga, suatu
rezim tidak mampu menjamin state behaviour tertentu antara
satu negara dengan negara yang lainnya pada kerja sama
dalam rezim yang sama sebab tiap-tiap negara memiliki
kedaulatannya masing-masing. Sehingga konvensi ini
diharapkan dapat diimplementasikan secara optimal.

Daftar Pustaka

Buku dan Jurnal

232
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Jackson, Robert dan Sorensen, Georg. 1999. Introduction to
International Relations. New York: Oxford University
Press Inc. hlm. 327

McKeown, A. Elaine & Bugyi, George. 2015. Impact of Water


Pollution on Human Health and Environmental
Sustainability. IGI Global. Hlm. 113

Pramudianto, Andreas. 2008. Diplomasi Lingkungan: Teori


dan Fakta. Jakarta: UI Press. hlm. 26

Rani, Faisyal. 2013. Jurnal Transnasional: Perspektif Green


Thought dalam Paradigma Baru Politik Internasional
(Teori dan Praktek). Diterbitkan oleh Jurusan Hubungan
Internasional. Vol. 4, No. 2

Steans, Jill dan Pettiford, Lloyd. 2009. Hubungan


Internasional: Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hlm. 380

Winarno, Budi. 2014. Dinamika Isu-isu Global Kontemporer.


Yogyakarta: CAPS (Centre of Academic Publishing
Service). hlm.139

Website

Brilliant Earth. Gold Mining and The Environment. Dapat


diakses di: https://www.brilliantearth.com/gold-mining-
environment/ (diakses pada 21/10/2017)

Edy, Tjatur S. 13 September 2017. Indonesia Darurat Merkuri.


(Kantor Berita Politik RMOL.CO). Dapat diakses di:
http://politik.rmol.co/read/2017/09/13/306854/Indonesia%
E2%80%8B-%E2%80%8BDarurat%E2%80%8B-

233
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
%E2%80%8BMerkuri%E2%80%8B!%E2%80%8B-
(diakses pada 20/10/2017)

Firmansyah, Aldy & Mastur, Amalia. Environmental Diplomacy.


Dapat diakses di: http://amaliamastur-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-116605-
Negosiasi%20Diplomasi-
Environtment%20Diplomacy%20(Diplomasi%20Lingkun
gan).html (diakses pada 27/10/2017)

Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Awas! Bahaya Merkuri


di Pertambangan Emas. Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=
789 (diakses pada 22/10/2017)

Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Bahaya Merkuri Akibat


Hasil Pertambangan. Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=
925 (diakses pada 21/10/2017)

Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Dampak Pencemaran


Merkuri / Air Raksa. Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=
815 (diakses pada 22/10/2017)

Kementerian ESDM. 23 Oktober 2014. Penambangan Emas


dan Limbah Merkuri Serta Dampaknya Bagi Kehidupan.
Dapat diakses di:
http://simlingkungan.minerba.esdm.go.id/forumasgm/?p=
798 (diakses pada 22/10/2017)

Siegel, Shefa. 3 January 2011. Threat of Mercury Poisoning


Rises With Gold Mining Boom. AS: Yale School of
Foresty and Environmental Studies. Dapat diakses di:

234
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
http://e360.yale.edu/features/threat_of_mercury_poisoni
ng_rises_with_gold_mining_boom (diakses pada
21/10/2017)

Wicaksono, Aditya E.S.. 23 September 2017. Indonesia


Serahkan Instrumen Ratifikasi Minamata ke PBB.
(Antara News). Dapat diakses di:
http://www.antaranews.com/berita/654247/indonesia-
serahkan-instrumen-ratifikasi-minamata-ke-pbb (Diakses
pada 23/10/2017)

235
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 11
“Islamofobia” dan Benturan
Peradaban Antara Islam dan Barat
Fiany Intan Vandini

ABSTRACT

The aim of this study is to explain the clash of


civilizations which was constructed by Samuel P. Huntington.
This theory demonstrate that identity among culture and
religion, specifically Islam, will become the main conflict in this
world, after Cold War. In the post Cold War era, the difference
among individuals is not about ideology, politic and economy,
but cultural aspect. Huntington argues that Islamic extremest
group will be the tangible threat for world security, and this
argument is contradicted by several scholar; Hans Kohler with
the Dialogue Among Nations theory, Edward Said with the
Clash of Ignorant theory, and Noam Chomsky who argues that
the clash of civilizations is only a justification for United States.
Phenomenological research in qualitative approach is
conducted in this study to find out more about cultural and
religion which has relation to the lash of civilization in the
future world. Further ini this study, Islamophobia will be
highlighted as the case of the clash of civilizations between
Islam and United States after the 9/11 tragedy.

236
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Keywords: Islamophobia, Samuel P. Huntington, The Clash of
Civilization

1. Pendahuluan

Pasca Perang Dingin, banyak terjadi perubahan-


perubahan identitas-identitas dalam berbagai aspek
kehidupan yang terjadi pada banyak negara di dunia.
Persoalan mengenai kekuatan militer, ideologi, politik dan
ekonomi bukan lagi menjadi fokus utama ancaman yang
diproyeksikan oleh negara-negara, melainkan persoalan
budaya lah yang diduga akan menjadi ancaman terbesar
dalam perubahan benturan antar peradaban di dunia.
Sebelumnya, pada masa Perang Dingin, dunia ini terbagi
menjadi tiga bagian yaitu dunia pertama (first world), dunia
kedua (second world) dan dunia ketiga (third world).
Pembagian dunia ini bukan lagi berdasarkan dari sistem politik
dan ekonomi atau perkembangan ekonomi, melainkan dari
aspek kebudayaan dan peradaban. Teori pembagian tiga
dunia ini dikemukakan oleh Mao Zedong, seorang pemimpin
Partai Komunisme di China. Peradaban sendiri memiliki
definisi tersendiri, yaitu sebuah entitas budaya. Didalam
peradaban tersebut terdapat wilayah-wilayah, kelompok etnis,
nasionalitas, dan kelompok keagamaan yang memiliki
perbedaan kebudayaan pada tingkat perbedaan dari
keheterogenitasan budaya yang akhirnya membentuk satu
konstelasi peradaban.
Konflik-konflik yang terjadi di masa depan bukan lagi
terjadi antarkelas sosial, antara golongan atas atau kaya
dengan golongan bawah atau miskin, maupun antara
kelompok-kelompok ekonomi, melainkan terjadi antar entitas
budaya yang berbeda-beda. Dengan begitu, kebudayaan
bukan saja bisa menjadi alat pemersatu bangsa, namun juga

237
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bisa menjadi kekuatan untuk memecah belah antar entitas
budaya. Terbaginya peradaban di dunia dalam tiga bagian
juga menjadi salah satu penyebab terjadinya benturan dalam
peradaban di dunia. Setiap masyarakat yang mendiami suatu
negara mulai mencari identitas dan jati diri mereka, maupun
negaranya. Masyarakat tersebut mulai mengidentikkan diri
mereka melalui asal-usul atau keturunan, agama, bahasa,
nilai-nilai, sejarah, adat dan kebiasaan, serta institusi-institusi.
Selain itu, masyarakat juga mulai mengidentifikasi diri dalam
berbagai kelompok budaya seperti suku bangsa, kelompok
etnis, komunitas keagamaan, kebangsaan, hingga cakupan
terluas yaitu peradaban. Hal ini dapat dijadikan penanda bagi
suatu suku atau entitas tertentu, dan juga dapat dijadikan
sebagai identitas yang nantinya akan menentukan kelasnya
masing-masing.
Sebagai hasil dari Perang Dingin, entitas budaya dan
atau agama pun banyak bermunculan dan menjadi ancaman
yang nyata bagi keamanan dan kedamaian dunia. Aktor-aktor
dan isu-isu yang muncul pun beragam, dan memiliki
keterkaitan antara satu dan lainnya. Salah satu konflik yang
sangat menjadi perhatian dunia adalah peristiwa serangan
terorisme yang terjadi pada tanggal 11 September 2001,
ketika pesawat Boeing 767 milik American Airlines dibajak dan
menabrak menara utara gedung World Trade Center.
Serangan ini menjadi titik awal bangsa Barat, khususnya
warga Amerika, memandang bahwa kelompok ekstrimis Islam
merupakan musuh terbesar mereka. Karena pandangan inilah,
maka munculah “Islamofobia”, atau phobia –ketakutan
berlebihan- terhadap agama Islam. Faktanya, sebagian orang
Barat, termasuk Bill Clinton sepakat bahwa Barat tidak
mempunyai masalah dengan Islam, tapi memiliki masalah
dengan kelompok ekstrimis Islam.

238
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Konflik utama di dunia pasca Perang Dingin adalah
mengenai benturan peradaban yang meliputi masalah
identitas budaya dan agama. Huntington juga berpendapat,
bahwa benturan konflik di masa depan bukan lagi terjadi
antara dua negara yang bertikai, melainkan karena pertikaian
budaya dan kaum Islam ekstrimis yang menjadi ancaman
terbesar dalam perdamaian dunia. Melalui pendekatan
fenomenologi dengan melakukan studi kasus mengenai
benturan kebudayaan dan agama, karya tulis ini akan melihat
bagaimana teori yang dikemukakan oleh Samuel P.
Huntington mengenai benturan peradaban atau “the clash of
civilization” ini benar terjadi dalam kehidupan di masa kini
pasca Perang Dingin, dan konflik-konflik yang berkaitan
dengan kebudayaan serta agama menjadi ancaman terbesar
bagi perdamaian dunia. “Islamofobia” yang menimpa
masyarakat Barat merupakan salah satu hal yang tidak bisa
dihindari pasca peristiwa 9/11. Hal ini menimbulkan efek
domino yang mengakibatkan adanya ketegangan antara
entitas Islam dan entitas yang tinggal di dunia Barat.
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk
membuktikan bahwa teori benturan peradaban atau “the clash
of civilization” benar terjadi pasca peristiwa tragedi
penyerangan menara World Trade Center di Manhattan,
Amerika Serikat, yang mengakibatkan munculnya ketegangan
antara entitas Islam dengan entitas lainnya yang tinggal di
dunia Barat.

2. Literatur Review

Samuel P. Huntington merupakan seorang Profesor dari


Universitas Harvard dan merupakan seorang ilmuwan politik
Amerika Serikat yang berpengaruh. Huntington berfokus pada
penelitian mengenai Pemerintahan Amerika Serikat,

239
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
demokratisasi, politik militer, strategi, hubungan antara militer
dan sipil serta perkembangan politik. Dalam bukunya yang
berjudul “The Clash of Civilization and the Remaking New
World Order” yang diterbitkan pada tahun 1996, Huntington
berargumen bahwa pasca Perang Dingin, konflik besar yang
akan terjadi dalam dunia ini tidak lagi muncul karena
pergesekan ideologi antara negara bangsa, melainkan karena
perbedaan budaya dan agama, khususnya entitas Islam yang
ekstrimis, antara peradaban utama di dunia. Teori ini
dikemukakan pada kuliah umum di American Enterprise
Institute pada tahun 1992, dan dikembangkan dalam sebuah
jurnal Foreign Affairs yang berjudul The Clash of Civilizations.
The Clash of Civilization ini merupakan teori yang
menjawab tulisan seorang ahli politik, yang juga seorang
mantan murid dari Huntington, yaitu Francis Fukuyama yang
berjudul “The End of History” pada tahun 1989. Dalam
pembahasannya, Fukuyama menjelaskan tentang peran
demokrasi liberal dalam dunia baru pasca Perang Dingin, dan
menganjurkan demokrasi liberal sebagai satu-satunya bentuk
Pemerintahan yang sah. Fukuyama juga mendukung gagasan
bahwa dengan membaratkan dunia, konflik yang berakar dari
ideologi tidak akan terjadi lagi, dan negara-negara di dunia
akan hidup berdampingan dengan damai. Huntington jelas
berbeda pandangan dengan Fukuyama dengan teori benturan
peradaban yang menjelaskan bahwa memaksakan nilai-nilai
Barat atau westernizing dalam suatu negara yang tidak
menganut aliran tersebut merupakan suatu bentuk
imperialisme hak asasi manusia. Sikap tersebut justru akan
menimbulkan konflik yang terjadi antara negara Barat dan
bukan negara Barat (Fukuyama, 1989).
Teori benturan peradaban ini pun tidak sepenuhnya
diterima, karena seorang ahli memiliki pandangan yang
berbeda, dan beberapa ahli lainnya mengkritisi teori
Huntington tersebut. Hans Köchler yang didukung oleh

240
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Mohammad Khatami memiliki pandangan yang berbeda
dengan mengemukakan teori “Dialogue Among Civilization”.
Teori ini dikemukakan oleh Hans Köchler, seorang professor
filsafat dari Austria dan diperkenalkan oleh mantan Presiden
Iran, Sayed Mohammad Khatami. Menurut Khatami, dunia ini
akan menjadi lebih baik jika dipandang dari sudut pandang
yang berbeda. Misalnya, setiap masyarakat tidak seharusnya
mengukur Islam dengan kekuatan militernya, dan kekuatan
Barat tidak boleh diukur dari kemajuan industri, teknologi dan
militernya. Dialog antar peradaban dapat digunakan untuk
menentukan kebijakan dan kekuatan baru serta menciptakan
serangkaian hubungan baru. Sehingga dialog antar
peradaban akan memiliki efek konstruktif terhadap politik.
(Khatami, 2012)
Sejalan dengan Khatami, Edward W. Said dan Noam
Chomsky pun mengkritisi teori yang dikemukakan oleh
Huntington. Pertama, Said berpendapat bahwa argumen-
argumen yang Huntington kemukakan dalam bukunya hanya
dugaan yang tidak pasti, seperti istilah “identitas peradaban”
dan “interaksi antara delapan peradaban utama”, dimana
konflik antara Islam dan Barat menjadi fokus utamanya.
Menurut pandangan Said (2001), label “Islam” dan “Barat” ini
membingungkan dan menyesatkan. Dalam pandangan lain,
Noam Chomsky mengemukakan bahwa Barat berbenturan
dengan siapapun yang mengambil pilihan istimewa untuk
orang miskin yang tidak tau identitasnya. Mereka bisa menjadi
orang Katolik (di Amerika Latin), atau Komunis (di
Afghanistan). Chomsky juga menanggap bahwa teori benturan
peradaban ini hanya pembenaran untuk Amerika Serikat saja,
dengan menggunakan dalih Islam sebagai ancaman untuk
membenarkan kebutuhan pemeliharaan dan peningkatan
basis industri pertahanan Amerika Serikat (Shahi, 2017).

241
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
3. Pembahasan

Peradaban di dunia terkategorikan berdasarkan identitas


dan dinamika yang terjadi. Pertama, peradaban terbagi atas
sifat singular dan plural. Konsep ini diperkenalkan oleh
seorang pemikir Perancis pada abad XVIII, yang membedakan
antara masyarakat berperadaban yang tergolong masyarakat
urban, dengan masyarakat primitif. Menurutnya, berperadaban
itu baik, sedangkan tidak berperadaban itu tidak baik. Konsep
peradaban ini dijadikan sebagai tolak ukur yang digunakan
oleh masyarakat Eropa selama abad XIX sebagai bentuk
peradaban yang bersifat singular. Sementara itu, munculnya
konsep peradaban plural diakibatkan karena adanya
penolakan terhadap suatu peradaban yang dibangun sebagai
sebuah pandangan hidup. Kedua, peradaban merupakan
sebuah entitas kultural, kecuali di Jerman. Faktor-faktor
mekanis, teknologikal, material dan kebudayaan, pandangan
hidup, nilai-nilai, kualitas intelektual dan moral pada suatu
masyarakat menjadi suatu pembeda masing-masing
peradaban yang dicetuskan oleh pemikir Jerman abad XIX.
Ketiga, peradaban bersifat komprehensif, sehingga tidak
akan bisa terlepas antara konstituen dan wilayah sebuah
peradaban. Peradaban merupakan entitas yang paling luas
dari budaya. Setiap unit peradaban seperti wilayah-wilayah,
kelompok-kelompok etnis, nasionalitas-nasionalitas dan
kelompok keagamaan memiliki tingkat perbedaan kultur dari
heterogenitas kultur itu sendiri. Keempat, peradaban bersifat
tidak kekal, tapi dapat berkembang untuk waktu yang lama
dan mempengaruhi kehidupan manusia. Peradaban bersifat
dinamis, sehingga dapat mengalami kemajuan juga
kemunduran dalam perkembangannya. Quigley menyebutkan
bahwa peradaban berkembang melalui tujuh tahapan, yaitu
percampuran, pergerakan, perluasan, masa konflik,
kekuasaan universal, keruntuhan, dan yang terakhir adalah

242
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
invasi. Kelima, peradaban bukanlah entitas-entitas politik,
melainkan entitas-entitas yang bersifat kultural sehingga
sifatnya tidak mengikat yang berlandaskan tatanan,
penegakkan keadilan, upaya perdamaian, kesejahteraan
bersama, mengadakan upaya diplomasi dan juga menetapkan
kebijakan-kebijakan yang umumnya dilakukan oleh suatu
pemerintahan. Dalam perkembangannya, para ahli
berpendapat tentang adanya peradaban utama dan dapat
dipertahankan di dunia modern kini.
Peradaban-peradaban utama terbagi menjadi beberapa
jenis, sesuai dengan wilayah tempat tinggal suatu entitas.
Peradaban-peradaban tersebut adalah peradaban Tionghoa,
peradaban Jepang, peradaban Hindu, peradaban Islam,
peradaban Ortodoks, peradaban Barat, peradaban Barat,
peradaban Amerika Latin, dan peradaban Afrika.
Peradaban Islam muncul di semenanjung Arabia dan di
abad VII masehi menyebar hingga Afrika Utara. Selanjutnya
menuju semenanjung Siberia, Asia Tengah, Anak Benua
hingga sampai di Asia Tenggara. Peradaban Arab, Turki,
Persia dan Melayu merupakan kebudayaan yang akhirnya
masuk ke dalam Islam pada masa itu.
Peradaban Ortodoks terpusat di Rusia, dan terpisah dari
peradaban Kristen Barat yang berkembang di peradaban
Byzantin dan akhirnya menjadi sebuah agama bagi bangsa
Tartar selama 200 tahun. Peradaban Barat muncul pada 700
atau 800 masehi, yang memiliki komponen utama yang
tersebar di tiga negara yaitu Eropa, Amerika Utara dan
Amerika Latin.Peradaban Amerika Latin yang memiliki
perkembangan yang berbeda dengan Eropa dan Amerika
Utara dalam segi budaya, yaitu budaya korporatis dan
kebudayaan otoritarian. Peradaban ini berkembang dari
Meksiko, Amerika Tengah, Peru dan Bolivia. Dalam
perkembangannya, masyarakat peradaban Amerika Latin
terbagi dalam dua golongan, yaitu mereka yang mengaku

243
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
bagian dari Barat, dan mereka yang merasa memiliki
kebudayaan yang berbeda dengan Barat. Istilah Barat ini
merujuk pada dunia Kristen Barat, yang didalamnya terdapat
Eropa, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru. Secara
historis, yang dimaksud dengan peradaban Barat adalah
peradaban Eropa itu sendiri, tapi dewasa ini, peradaban Barat
berubah menjadi peradaban Eroamerika (Euroamerican) atau
Atlantik Utara. Istilah Barat juga digunakan untuk merujuk
pada istilah Westernisasi.
1. Peradaban Afrika, yang sebetulnya tidak semua
ahli mengakui adanya peradaban ini dalam sejarah
perkembangan peradaban-peradaban di dunia. Di peradaban
ini, terdapat dua agama yang menjadi utamaitas, yakni di
bagian Utara Benua Afrika yang umumnya menganut agama
Islam, sedangkan wilayah-wilayah yang berada dibawah
kekuasaan imperialisme Eropa mengakui bahwa mereka
berperadaban Barat.
Dalam sebuah peradaban, agama merupakan sebuah
karakteristik, yang dapat menjadi sebuah pembeda dari satu
peradaban dengan peradaban yang lainnya. Weber
menjelaskan bahwa terdapat lima agama besar di dunia yang
dapat diasosiasikan sebagai peradaban utama, yaitu Islam,
Kristen, Hinduisme, dan Konfusianisme atau Kong Hu Cu.
Sedangkan Budhisme tidak termasuk dalam agama besar
yang menjadi peradaban utama, karena terjadi pemecahan
akibat tidak dapat hidup dan bertahan di tanah kelahirannya.
Huntington, dalam teori ini menuturkan bahwa Islam akan
menjadi suatu ancaman besar di masa depan untuk sebuah
peradaban. Menurutnya, garis persinggungan konflik utama
membentang antara masyarakat Muslim dan non-muslim.
Pada hubungan peradaban tingkat makro, terdapat perbedaan
nyata antara peradaban Barat dan non-Barat. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya konflik antara umat Islam dan
masyarakat-masyarakat Asia di satu pihak, dan dengan Barat

244
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
pada pihak lainnya. Benturan yang dapat menjadi ancaman di
masa depan cenderung timbul dari interaksi arogan Barat,
intoleransi Islam dan ketegasan China.

Benturan Peradaban
Pasca Perang Dunia, secara makro dunia ini dibagi
menjadi dua, yaitu dunia Barat dan dunia “lainnya” atau non-
Barat, karena menurut Huntington, dunia ini terlalu rumit untuk
dibagi jika dilihat dari aspek ekonomi yaitu Utara dan Selatan,
atau dari aspek budaya, yaitu Timur dan Barat. Arah politik
dunia pun memasuki fase baru, dimana benturan peradaban
akan mendominasi politik global, sekaligus menjadi fase
terakhir dalam evolusi konflik di dunia modern. Hal ini terjadi
karena identitas peradaban dirasa sangat penting di masa
depan, dan dunia akan dibentuk dalam tujuh atau delapan
peradaban utama. Selain itu, Huntington juga menjabarkan
enam alasan mengapa benturan peradaban akan terjadi.
Pertama, perbedaan dalam berbagai hal yang mendasari
timbulnya benturan peradaban. Meski perbedaan tidak berarti
konflik dan konflik tidak berarti kekerasan, tetap saja
perbedaan menjadi suatu hal yang mendasari munculnya
benturan yang hebat dan berkepanjangan. Kedua, dunia
menjadi tempat yang lebih kecil. Interaksi antara masyarakat
yang berbeda peradaban meningkat, dan peningkatan
interaksi ini akan mengintensifkan kesadaran akan adanya
perbedaan antara peradaban dan persamaan dalam
peradaban.
Ketiga, pesatnya proses pembaharuan ekonomi dan
perubahan sosial di masyarakat memiliki dampak terpisahnya
masyarakat berdasarkan identitas lokal yang dimiliki, serta
melemahkan negara bangsa yang semula memiliki peran
sebagai sumber identitas. Dalam perkembangannya, celah
kosong ini diisi oleh gerakan yang dikenal dengan
“fundamentalis”. Gerakan ini ditemukan dalam agama Kristen

245
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Barat, Yudaisme, Budha, Hindu dan juga Islam. Keempat,
pertumbuhan kesadaran peradaban meningkat karena peran
ganda dari Barat. Di satu sisi, Barat selalu berada di puncak
kekuasaan, dan disisi lainnya, kembalinya peradaban pada
akar fenomena yang terjadi antar peradaban. Hal ini diperkuat
dengan munculnya kecenderungan kembalinya peradaban
“Asianisasi” di Jepang, berakhirnya warisan Nehru dan
“Hinduisasi” India, kegagalan gagasan Barat mengenai
sosialisme dan nasionalisme, serta “re-islamisasi” di Timur
Tengah.
Kelima, perbedaan budaya dan karakteristik dirasa lebih
sulit untuk didiskusikan dan diselesaikan dibandingkan dengan
masalah politik dan ekonomi, dan yang terakhir, benturan
peradaban terjadi karena regionalisme ekonomi yang semakin
meningkat. Hal ini pun memiliki dua sisi yang berlawanan. Di
satu sisi, regionalisme ekonomi yang sukses juga akan
meningkatkan kesadaran peradaban. Sementara di sisi lain,
regionalisme ekonomi hanya akan berhasil bila berakar pada
peradaban yang sama. Serupa dengan peradaban di dunia,
benturan peradaban pun dikategorikan berdasarkan levelnya,
mikro dan makro. Pada level mikro, kelompok-kelompok yang
berdekatan di sepanjang garis patahan antara perjuangan
peradaban berusaha menguasai wilayah dan satu sama lain
dengan cara kekerasan. Sementara di level makro, negara-
negara dari peradaban yang berbeda bersaing untuk kekuatan
militer dan ekonomi, memperjuangkan dalam kontrol dari
institusi internasional dan pihak ketiga, serta mempromosikan
nilai-nilai politik dan nilai-nilai agama secara kompetitif.

Islam dan Barat


Garis patahan peradaban telah menggantikan batasan-
batasan politik dan ideologi dari Perang Dingin sebagai titik
krisis dan pertumpahan darah. Perang Dingin diawali ketika
Tirai Besi membagi Eropa berdasarkan unsur politik dan

246
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
ideologi, dan berakhirnya Perang Dingin ditandai dengan
berakhir pula Tirai Besi. Tirai Besi adalah batas-batas ideologi
dan fisik yang membagi Eropa mejadi dua wilayah yang
terpisah, dimulai sejak akhir Perang Dunia II hingga akhir
Perang Dingin. Seiring dengan menghilangnya pembagian
ideologi di Eropa, pembagian atau pemisahan kebudayaan di
Eropa antara Kristen Barat, di satu sisi, dan Kristen Ortodoks
dan Islam telah muncul kembali. Pasca Perang Dunia II, dunia
Barat mulai mengalami kemundurannya, ditandai dengan
menghilangnya kerajaan kolonial, nasionalisme Arab menguat
dan muncul fundamentalisme Islam. Sejak itu, dunia Barat
menjadi sangat bergantung pada negara-negara di Teluk
Persia yang memiliki banyak energi. Sementara negara-
negara Islam yang kaya akan minyak menjadi semakin kaya
akan ekonomi, dan juga kaya akan persenjataan militer.

Karena hal itu, peperangan antara negara Barat dan


Arab memuncak pada tahun 1990, ketika Amerika Serikat
mengirim pasukannya ke Teluk Persia untuk membela negara
Arab terhadap agresi dari negara lain. Hal ini menyebabkan
timbulnya rasa marah dan malu akan kehadiran tentara dunia
Barat dalam Perang Teluk. Pasca Perang Teluk, interaksi
militer antara dunia Barat dan Islam sudah tidak bisa dihindari
lagi, dan justru akan lebih berbahaya dari yang pernah terjadi
sebelumnya. Hal ini diperumit dengan pesatnya peningkatan
pertumbuhan penduduk di negara-negara Arab, khususnya
Afrika Utara, yang mengakibatkan migrasi ke negara-negara
Eropa Barat. Sejalan dengan ini, perlakuan rasis pun dirasa
semakin terbuka, dan reaksi politik dan kekerasan terhadap
kaum migran Arab dan Turki menjadi semakin kuat dan luas
sejak tahun 1990. Interaksi antara Islam dan dunia Barat telah
dipandang sebagai bentuk dari benturan peradaban. MJ
Akbar, seorang penulis muslim asal India pun berargumen
bahwa konfrontasi berikutnya di Barat datang dari dunia

247
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Muslim. Barat, yang mayoritas masyarakatnya memeluk
agama Kristen, memiliki tingkat konflik dengan Islam yang
dipengaruhi oleh siklus pertumbuhan penduduk, kemajuan
ekonomi, perubahan teknologi, dan intensitas komitmen
keagamaan.
Di tahun 1980-an dan 1990-an, muncul kecenderungan
yang mengarah pada gerakan anti-Barat di kalangan umat
Islam. Hal ini merupakan bentuk dari kebangkitan Islam. Meski
begitu, umat Islam merasa khawatir dan takut dengan
kekuatan Barat dan ancaman yang ditujukan kepada ajaran
agamanya. Masyarakat Islam sendiri memiliki anggapan
bahwa kebudayaan Barat cenderung materialistik, korupsi,
dekaden dan immoral, serta sekularisme Barat merupakan
suatu kejahatan yang diajarkan oleh Kristen Barat.
Ghannoushi (2014) berpendapat mengenai “garis pemisah
yang paling mendasar”, bahwa masyarakat peradaban lebih
berpegang pada nilai-nilai daripada Barat. Hal tersebut
menunjukkan terjadinya gerakan anti-Westernisme yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat. Tumbuhnya gerakan
ini diikuti dengan meluasnya “ancaman Islam” terhadap Barat,
terutama yang digerakkan oleh kelompok-kelompok ekstrimis
Islam yang dipicu oleh adanya anggapan Barat bahwa Islam
lah yang menjadi awal upaya proliferasi atau pengembangan
nuklir, terorisme dan pertumbuhan imigran gelap yang terjadi
di Eropa. Bagi Barat, yang menjadi permasalahan utama
bukanlah fundalisme Islam, melainkan Islam itu sendiri, yaitu
sebuah peradaban yang masyarakatnya berbeda dengan
kebudayaan mereka yang diyakini memiliki keunggulan dan
terobsesi dengan inferioritas kekuatan mereka.

Pasca Peristiwa 9/11


Gesekan yang terjadi antara Barat dan Islam memang
bukan isu baru yang terjadi di dunia modern ini. Hal ini

248
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
diperparah dengan adanya peristiwa yang mengubah
pandangan bukan saja dunia Barat, tapi seluruh masyarakat
dunia mengenai agama Islam. Aksi penyerangan yang terjadi
pada menara gedung World Trade Center di Manhattan
menjadi titik balik jatuhnya Islam di mata dunia, sekaligus
membangkitkan dan meningkatkan lagi ketakutan-ketakutan
atas tindakan brutal yang dilakukan oleh ekstrimis Islam.
Kelompok ekstrimis Islam, yaitu Al Qaeda, yang diwakili oleh
Osama Bin Laden sebagai pimpinannya, mengakui bahwa
mereka adalah kelompok dibalik tindakan ini. George W. Bush
menggarisbawahi bahwa dimasa pemerintahannya, ia gagal
menangkap musuh nomor satu Amerika Serikat, bahkan lebih
dari tiga tahun setelah penyerangan itu terjadi di New York
dan Manhattan (Ian McCaleb, 2004). Hal ini tentu membuat
publik Amerika Serikat seketika mengalami Islamofobia.
Peristiwa 9/11 jelas telah membawa dampak yang buruk bagi
Amerika Serikat, mulai dari segi sosial, ekonomi, hingga
pemerintahan dan konstelasi politik. Dari segi korban jiwa, dari
total 3.043 korban di seluruh negeri, 2.819 orang yang berada
di dalam World Trade Center, 88 orang adalah penumpang
atau awak pesawat American Flight 11 yang menabrak
menara Utara, 59 orang adalah penumpang atau awak
pesawat United Flight 175 yang menabrak menara Selatan.
Sisanya, sebanyak 2.672 berada di sekitar menara WTC
pada saat kejadian berlangsung. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 415 orang adalah petugas darurat atau tim
penyelamat, dan 2.257 sisanya sedang bekerja atau
mengunjungi komplek menara WTC pada saat itu. Para
korban jiwa memiliki rentang umur 2 hingga 85 tahun, dan
kira-kira 75% dari korban jiwa tersebut adalah laki-laki. Sekitar
3.051 anak-anak kehilangan orang tuanya dalam peristiwa
9/11 ini. Tidak hanya merenggut korban jiwa, peristiwa ini juga
menjadi wabah penyakit yang mematikan. Hal ini ditimbulkan
dari debu beracun yang dihirup oleh para korban yang

249
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
selamat, dan dari segi psikologi, timbul pula trauma bagi
warga Amerika Serikat lainnya yang selamat dari tragedi ini.
Trauma ini lah yang akhirnya memunculkan perasaan
ketakutan berlebihan atau Islamofobia. Dari segi infrastruktur,
banyak gedung-gedung disekitar World Trade Center yang
akhirnya hancur dan mengalami kebakaran.
Dari segi ekonomi, sangat jelas bahwa sistem
perekonomian Amerika Serikat melemah, dan bahkan sempat
terjadi krisis pasca tragedi penyerangan. Kerugian ekonomi
hingga 123 miliar dolar Amerika karena lumpuhnya aktivitas
Gedung yang diserang oleh para terorisme, yakni World Trade
Center selama sekitar satu bulan pasca aksi penyerangan.
Klaim asuransi pun meningkat drastis hingga 9,3 miliar dolar
Amerika. Selain itu, Pemerintah Amerika Serikat juga harus
memberikan kompensasi ganti rugi kepada maskapai-
maskapai yang pesawatnya dibajak, yakni United Airlines dan
American Airlines dalam aksi terorisme 9/11 sebesar 15 miliar
dolar Amerika (CNN Regions, 2013). Thompson (2002)
menghitung kerugian dari hancurnya menara akibat ditabrak
oleh dua pesawat maskapai Amerika Serikat. Kerugian
tersebut berupa rusaknya insrastruktur dua menara gedung
yang telah dibangun pada tahun 1970-an dengan kisaran 11,2
miliar dolar Amerika. Total kerugian ini tidak termasuk dengan
biaya telepon, listrik, aset milik penyewa lahan, dan biaya
untuk para korban yang berada disekitar kawasan tempat
kejadian. Selain itu, pendapatan pajak negara berkurang
drastis dari sebelumnya dan hal ini berdampak pada
pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat.
Dari segi pertahanan dan keamanan, tragedi ini
menimbulkan rasa ketidakpercayaan warga Amerika Serikat
dengan sistem keamanan Pemerintah. Akibatnya, Pemerintah
membentuk Department of Homeland Security yang bertugas
untuk mengkoordinasi bentuk-bentuk usaha terorisme di masa
mendatang. Di tahun 2002, terbentuklah Information

250
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Awareness Office (IAO) dan menginisiasi program Terrorist
Information Awereness (TIA) untuk mengembangkan teknologi
yang dapat mengumpulkan dan memproses informasi dalam
jumlah yang banyak mengenai setiap individu masyarakat
Amerika Serikat, dan dapat menganalisa bentuk tindakan yang
termasuk dalam tindakan terorisme. Selain itu, kebijakan
politik di Amerika Serikat pun berubah pasca peristiwa 9/11.
Amerika Serikat pun fokus pada penanggulangan terorisme,
mengupayakan upaya preventif yang dikenal dengan “Bush
Doctrine”, dan mengutamakan bantuan kemanusiaan (Jones,
2017).

Islam dan Islamofobia


Peristiwa 9/11 tentu membawa duka yang mendalam
dan ketakutan para korbannya kepada segala hal yang
berkaitan baik dengan agama Islam maupun dengan umat
Islam, yang dikenal dengan istilah islamofobia. Islamofobia
merupakan ketakutan atau dugaan-dugaan yang dipicu oleh
struktur kekuatan global. Tentunya, hal ini ditujukan pada
anggapan atau pada entitas Muslim melalui pemeliharaan dan
perluasan kesenjangan yang ada dalam hubungan ekonomi,
politik, sosial dan budaya. Istilah ini juga menjelaskan tentang
ketakutan yang tidak rasional, tapi faktanya merupakan taktik
politik yang sangat rasional untuk digunakan sebagai dominasi
ekonomi (Ula Taylor, 2008). Ahli lain mengartikan bahwa
Islamofobia adalah perasaan negatif terhadap umat Islam dan
agama Islam dari kefanatikan, intoleransi, dan prasangka di
satu sisi, dan terhadap ketakutan juga kebencian di sisi yang
lainnya (Halstead, 2008).
Sebagai sesama entitas Muslim, Muslim di Amerika
Serikat pun tentu tidak terlepas dari stigma negatif sebagai
teroris. Label ini semakin menempel kuat pada identitas setiap
Muslim di Amerika Serikat pasca peristiwa 9/11 terjadi di tahun
2001. Sekitar 200.000 hingga 500.000 Muslim Amerika

251
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
diinterogasi secara tidak baik-baik. Lebih dari 15.000 Muslim
ditahan dan bahkan lebih dari 18.000 muslim dideportasi dari
Amerika Serikat ke negara asalnya. Dari segi ekonomi, Muslim
Amerika mengalami pemotongan upah kerja atau gaji
sebanyak 10 persen sejak persitiwa 9/11. Dalam proses
penerimaan pegawai atau karyawan baru, masyarakat Muslim
adalah orang yang terakhir direkrut, dan yang paling pertama
dipecat. Orang-orang dengan nama Muhammad dan Ahmad
bahkan lebih sulit mendapat pekerjaan jika dibandingkan
dengan nama-nama entitas Barat lainnya. Fakta lainnya,
sekitar 75 persen Muslim Amerika mengalami perlakuan
diskriminasi dari orang Barat yang mayoritas beragama
Kristen. Mereka juga mendapat perlakuan kasar, dilecehkan
secara fisik dan verbal pasca peristiwa 9/11.
Pasca pernyataan “war on terrorism” yang dinyatakan
oleh Presiden Bush, meningkatnyanya ujaran-ujaran
kebencian lainnya bagi Muslim, baik secara offline maupun
online. Salah satu pengabar kitab Injil, Franklin Graham,
mengungkapkan bahwa Islam adalah “sangat kejam dan
agama yang jahat”. Pernyataan tersebut tentu mengisyaratkan
kebencian yang ditujukan kepada seluruh Muslim Amerika dan
juga Muslim di dunia, yang pada akhirnya menghilangkan
kepercayaan diri tiap individu Muslim, dan tidak dapat lagi
membangun hubungan baik dengan tetangga. Padahal dalam
Islam, adab bertetangga sudah diatur agar tercipta hubungan
yang baik dan damai. Dalam lingkup yang lebih besar, Muslim
Amerika bahkan tidak lagi memiliki akses untuk masuk ke
dalam White House atau Gedung Putih. Hal ini dibuktikan
dengan dibebastugaskannya salah satu staf Gedung Putih
yang beragama Muslim pasca peristiwa 9/11 di Manhattan
(Malik, 2006).
Islamofobia memiliki delapan komponen menurut The
Runnymede Trust, yaitu; (1) agama Islam dipandang sebagai
blok monolitik, statis dan tidak responsif terhadap perubahan,

252
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
(2) Islam dipisahkan dengan budaya lain, (3) Islam tidak lebih
baik dari Barat, karena Islam bersifat barbar, irasional, primitif
dan seksis, (4) entitas Muslim dipandang sebagai pribadi yang
menyukai kekerasan, agresif, suka mengancam, mendukung
terorisme dan terlibat dalam benturan peradaban, (5) Islam
dipandang sebagai ideologi politik dan digunakan untuk
keuntungan politik, juga militer, (6) menolah kritik Muslim
Barat, (7) permusuhan terhadap Islam digunakan untuk
membenarkan praktik diskriminatif terhadap umat Islam dan
mengesampingkan umat Islam dari masyarakat arus utama,
dan (8) permusuhan anti-Muslim dipandang biasa atau
normal.
Benturan peradaban yang Huntington ramalkan akan
menjadi suatu konflik pasca Perang Dingin terbukti terjadi
pasca peristiwa 9/11 di tahun 2001. Ketakutan entitas Barat
akan terulangnya aksi terorisme yang dilakukan oleh
kelompok ekstrimis dan radikal Islam membuat mereka sebisa
mungkin menjauhi dan menghindari kontak dengan umat
Islam. Benturan ini masih terjadi hingga kini, bahkan Presiden
Amerika Terpilih, Donald Trump membatasi masuknya entitas
Islam ke Amerika dengan melarang warga negara dari tujuh
negara Islam yaitu Yaman, Iran, Iraq, Libia, Somalia, Sudan,
Siria selama 90 hari, terhitung sejak pertama ia menjadi
Presiden Amerika Serikat. Hal ini menimbulkan perasaan
merasa tidak dihargai, antara entitas Barat kepada entitas
Muslim. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di negara
Barat, persentasi yang signifikan ditunjukkan oleh beberapa
negara Barat yang memang tidak mau menghargai Muslim.
Sebanyak 52 persen orang Amerika dan 48 persen orang
Kanada mengaku tidak menghargai entitas Muslim. Persentasi
yang lebih rendah ditunjukkan oleh negara Italia, Perancis,
Jerman dan Inggris (Gallup, 2017). Beberapa faktor yang
mempengaruhi interaksi dan tingkat penghormatan antara
masyarakat Muslim dan masyarakat Barat adalah adanya

253
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
perbedaan budaya, agama, dan kepentingan politik yang
dapat membentuk opini suatu populasi terhadap populasi yang
lainnya.
Pasca tewasnya Osama Bin Laden oleh tentara Amerika
Serikat pada tahun 2004, Al Qaeda tetap ada, dan melatih
ribuan calon pasukan “jihad” nya untuk melancarkan
serangan-serangan terorisme lainnya di dunia. Meski begitu,
pemimpin barunya yaitu Ayman al-Zawahiri, yang juga
merupakan tangan kanan dari Osama Bin Laden, tetap tidak
bisa membuat Al Qaeda sekuat dahulu, karena bagaimanapun
juga, wewenang dan kuasa Zawahiri tidak sekuat Bin Laden.
Akhirnya, pergerakannya yang semula terpusat, berubah jadi
berpencar ke beberapa negara, yakni Pakistan, Afganistan,
Yaman, Iran dan Iraq Utara. Ajaran terorisme di Iraq terus
menguat, dan akhirmya terbentuklah negara Islam Iraq
(Yusufzai, 2016). Al Qaeda tidak pernah benar-benar redup
setelah tewasnya Osama Bin Laden, dan justru menguat
hingga membentuk kekuatan yang lebih besar lagi. ISIS
(Islamic State Iraq and Syria) atau lebih dikenal dengan
Negara Islam Iraq dan Syria kini menjadi ancaman nyata dan
potensial yang dihadapi oleh banyak negara di dunia. Telah
banyak kasus terorisme yang dilakukan oleh kelompok ini,
baik di negara-negara di Eropa seperti di Paris dan Inggris,
bahkan di Indonesia sekalipun.

4. Kesimpulan
Peradaban antara dunia Barat dan non-Barat telah
dipisahkan dengan perbedaan kebudayaan dan agama yang
cukup mencolok. Kedua peradaban ini tidak hidup dalam
kondisi yang damai ketika mengalami pergesekan dalam hal
yang tidak diduga akan menjadi ancaman besar peradaban
saat ini. Benturan peradaban pasca Perang Dingin menjadi
suatu bentuk ancaman potensial yang dapat mengancam
suatu keamanan sebuah negara kapan saja. Bentuk ancaman

254
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
yang tidak lagi berupa militer dan juga politik juga tetap harus
menjadi suatu pertimbangan sebuah negara dalam
menghadapi benturan peradaban. Kebudayaan dan agama,
khususnya Islam, akan menjadi sumber konflik yang dapat
mengakibatkan benturan peradaban antara Barat dan non-
Barat, atau Barat dan “dunia lainnya”. Peristiwa 9/11 dapat
dijadikan refleksi dari teori Huntington, bahwa benar, benturan
peradaban pasca Perang Dingin terjadi bukan karena konflik
konvensional seperti perebutan kekuasaan dan adu kekuatan
militer, melainkan “perang dingin” antara entitas Muslim
dengan non-Muslim, di dunia non-Barat dengan dunia Barat.
Benturan ini bahkan masih terjadi hingga masa kini, dan
mungkin akan terus terjadi hingga masa depan.
Fenomena benturan peradaban yang terjadi di Amerika
Serikat ini menimbulkan efek “Islamofobia”, yang akhirnya
mengakar dan mengubah tatanan kehidupan Amerika Serikat
dalam segala lini, baik segi ekonomi, sosial, pertahanan dan
keamanan serta tatanan politiknya. Akibat dari Islamofobia ini,
Islam dikenal sebagai agama yang memiliki toleransi terhadap
sikap ekstrimis seperti terorisme. Muslim di Amerika, bahkan
diseluruh dunia menjadi korban dari stereotipe hal ini, dan
mengakibatkan timbulnya ketegangan-ketegangan antara
masyarakat dunia Barat dengan dunia Islam. Hal ini
diperparah dengan banyaknya aksi-aksi terorisme di dunia
Barat yang mengatasnamakan ISIS sebagai aktor utama
dibalik penyerangan-penyerangan tersebut. Seperti yang telah
kelompok ini lakukan di serangan teror kota London, Inggris
yang menewaskan 7 orang dan membuat puluhan lainnya
luka-luka, dan serangan teror yang terjadi Champs-Elysees, di
kota Paris, Perancis. Pasca serangan teror yang bertubi-tubi
dilakukan oleh kelompok ekstrimis Islam ini, yang pada hal ini
dilakukan oleh ISIS, membuat masyarakat di negara-negara di
dunia Barat memiliki rasa ketakutan pada Islam, dan hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya statistik kebencian pada

255
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
umat Islam serta perlakuan buruk yang ditujukan kepada
entitas Muslim di Barat (EUMC, 2016).

5. Saran

Benturan peradaban dapat ditinjau dengan aktor dan


metode lainnya. Dalam kasus ini, penulis menggunakan studi
kasus sebagai metode untuk mendalami islamofobia untuk
menjelaskan mengenai benturan peradaban yang terjadi
pasca Perang Dingin pada peristiwa 9/11 sebagai acuannya.
Harapannya, teori benturan peradaban yang dicetuskan oleh
Huntington ini dapat diteliti dengan menggunakan kasus yang
berbeda dan dengan metode yang berbeda pula, agar teori
benturan peradaban dapat lebih mudah dipahami dalam
berbagai macam konteks dan penggunaannya di masa
mendatang sebagai refleksi dan pembelajaran di masa yang
akan datang.

Daftar Pustaka

Eisenstadt, S. (1981). Cultural Traditions and Political


Dynamics: The Origins and Modes of Ideological Politics.
British Journal of Sociology, 157.
EUMC. (2016). Muslims in the European Union; Discrimination
and Islamophobia. European Monitoring Centre on
Racism and Xenophobia.
Fukuyama, F. (1989). "The End of History?" The National
Interest. 16.
Gallup. (2017). Diambil kembali dari Islamofobia:
Understanding Anti-Muslim Sentiment in the West:
256
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
http://news.gallup.com/poll/157082/Islamofobia-
understanding-anti-muslim-sentiment-west.aspx
Halstead, J. M. (2008). Islamofobia. Encyclopedia of Race,
Ethnicity, and Society, 763–65.
Huntington, S. P. (1996). The Clash of Civilizations and
Remaking of World Order. Amerika Serikat.
Ian McCaleb, A. P. (2004, Oktober 30). Fox News. Diambil
kembali dari Bin Laden Claims Responsibility for 9/11:
www.foxnews.com/story/2004/10/30/bin-laden-claims-
responsibility-for11.amp.html
Jones, S. (2017, Mei 12). ThoughtCo. Diambil kembali dari US
Foreign Policy After 9/11: https://www.thoughtco.com/us-
foreign-policy-after-9-11-3310293
Khatami, S. M. (2012, September). UN Chronicle. Diambil
kembali dari Dialogue Among Civilizations: Contexts and
Perspectives: https://unchronicle.un.org/article/dialogue-
among-civilizations-cont
Malik, A. (2006). Pact of 9/11 on Muslim Americans. Diambil
kembali dari Sound Vision:
https://www.soundvision.com/article/impact-of-911-on-
muslim-americans
Nama, T. A. (2017, Oktober 21). Fukuyama vs Huntington.
Diambil kembali dari International Center of Geopolitical
Studies: http://www.icgs.ge/fukuyama-vs-huntington.html
Said, E. W. (2001, Oktober 22). The Nation. Diambil kembali
dari The Calsh of Ignorance:
https://www.thenation.com/article/clash-ignorance/
257
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Shahi, D. (2017, April 2). The Clash of Civilizations Thesis: A
Critical Appraisal. Diambil kembali dari E-International
Relations: http://www.e-ir.info/2017/04/02/the-clash-of-
civilizations-thesis-a-critical-appraisal/#_ftn38
Ula Taylor, H. B. (2008, April 25-26). What is Islamofobia.
Diambil kembali dari DC Justice for Muslims Coalition:
http://dcjusticeformuslims.com/what-is-Islamofobia/
Yusufzai, R. (2016, April 6). BBC News. Diambil kembali dari
What has happened to al-Qaeda?: www.bbc.com/news/world-
middle-east-35967409

258
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Bab 12
AIR DIPLOMACY DALAM
PENGAMBIL ALIHAN RUANG
UDARA NATUNA
Erni Ambarwati

Abstrak

Secara territorial, Flight Information Region (FIR)


Kepulauan Riau dan Natuna merupakan wilayah Indonesia.
Namun,sejak tahun 1946 Singapura telah melakukan kegiatan
lintas udara di wilayah Natuna. Kegiatan lintas udara tersebut
mencakup latihan militer udara dan penguasaan navigasi
penerbangan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui upaya-
upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam pengambil alihan
FIR di Kepulauan Riau dan Natuna dari Singapura. Teori
dalam penulisan ini menggunakan paham realisme dan
didukung oleh teori diplomasi-Harold Nichloson. Formulasi
yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
dengan studi literatur menggunakan data sekunder. Data yang
digunakan dari jurnal, buku, dan website. Hasil penulisan
menunjukan bahwa beberapa upaya telah dilakukan Indonesia
untuk mengambil alih FIR Kepulauan Riau dan Natuna dari
Singapura. Upaya-upaya tersebut berupa perundingan
bilateral antara Indonesia-Singapura, dan International Civil
Aviation Organization (ICAO) sebagai mediator pada tahun
1993, 1994, 1995, 2009, dan 2012. Sejauh ini, upaya
pengambil alihan FIR di kepulauan Riau dan Natuna dari
Singapura selalu dipersulit. Hal tersebut terkait dengan
259
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
kurangnya kualitas SDM dan infrastruktur di Indonesia.
Adapun langkah yang dapat ditempuh Indonesia antara lain
mempersiapkan SDM yang siap mengelola FIR tersebut.
membangun infrastruktur berupa hardware dan software
dalam penanganan/pengendalian navigasi penerbangan di
Kepulauan Riau dan Natuna, menjadi anggota ICAO
(International Civil Aviation Organization), serta koordinasi
yang tepat K/L melalui jalur diplomasi pertahanan (first track
diplomacy).

Keywords: FIR, Diplomasi, Indonesia, Singapura

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara kepulauan strategis dengan


posisi silang, karena terletak di antara dua benua yakni Benua
Asia dan Benua Australia, serta dua samudera, yakni
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Berangkat dari
pernyataan tersebut, maka jelas bahwa wilayah merupakan
kedaulatan fisik yang harus dijunjung mencakup wilayah
udaranya123. Lantas, bagaimana dengan kondisi wilayah udara
Indonesia?
Kondisi rruang udara di Indonesia, khususnya wilayah
Kepulauan Riau dan Natuna cukup mengkhawatirkan. Hal ini
dikarenakan masih terdapat pesawat asing yang bebas
mengudara tanpa adanya pengawasan pihak Indonesia
melalui FIR (Flight Information Region) yang terletak di
Jakarta. Mengingat wilayah keamanan udara Indonesia cukup
terabaikan, sehingga memberikan peluang bagi negara
tetangga untuk melakukan tindakan agresi.
FIR merupakan suatu ruang udara yang telah ditetapkan
dimensinya di mana di dalamnya diberikan Flight Information
123
Perjanjian Hanava tahun 1928
260
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
Service. Arus penerbangan yang padat membuat manajemen
lalu lintas udara menjadi kompleks terlebih melihat kondisi
topografi Indonesia yang didominasi oleh kawasan perairan
dan berbagai gugusan pulau kecil. Sehingga manajemen lalu
lintas udara semakin rumit
Ruang udara, secara internasional, telah disepakati
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Konvensi Chicago
1944 bahwa negara mempunyai kedaulatan yang bersifat
lengkap dan eksklusif (penuh dan utuh). Indonesia, sebagai
bagian dari masyarakat internasional menyangkan prinsip
tersebut dalam Pasal 5 Undang - Undang Nomor 1 Tahun
2009 , Tentang Penerbangan, yang menyatakan bahwa:
negara Indonesia bardaulat penuh dan utuh atas wilayah
udara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor. 77
Tahun 2012, tentang Perum Lembaga Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia, Pasal 13 ayat 2
menjelaskan bahwa Pelayanan lalu lintas penerbangan (Air
Traffic Services/ATS) terdiri atas: Pelayanan pemanduan Ialu
lintas penerbangan (Air Traffic Control Service); Pelayanan
informasi penerbangan (Flight Information Service);
Pelayanan kesiagaan (Alerting Service).
Ruang udara Indonesia dilayani dengan sejumlah
peralatan navigasi sebagai referens utama bagi Rute ATS.
Terkait dengan ruang udara, radar surveillance Indonesia
mencakup sebagian besar dari Indonesia‟s Flight Information
Region (FIR) melalui penerapan ADBS-B yang lebih maju
sebagai pengamatan yang mencakup ruang udara secara luas
sehingga menunjang operasional dan menjadikannya lebih
efisien pada FIR.
Pengendalian lalu lintas udara di dua wilayah FIR (flight
Information Region), yakni FIR Jakarta dan FIR Makassar,
dibantu FIR Singapura untuk sektor A, B dan C. (wilayah di

261
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
atas Batam, Matak dan Natuna)124. Untuk sektor A, Indonesia
mendelegasikan tanggung jawab pelayanan navigasi dari
permukaan laut hingga ketinggian 37 ribu kaki. Sementara
sektor B, pendelegasian meliputi pemukaan laut hingga
ketinggian tak terbatas. Sektor C, ditetapkan sebagai wilayah
abu-abu (tidak termasuk dalam perjanjian, karena masih terkait
persoalan perbatasan dengan Malaysia).

(Diambil dari Flight Information Region: Pengambil Alihan


Ruang Udara Natuna – Undermine Approach, 2016,
masyarakathukumudara.or.iid)
Awal diserahkannya kontrol FIR Indonesia kepada
Singapura, pada saat pertemuan ICAO, Maret tahun 1946 di
Dublin, Irlandia. Karena saat itu Indonesia baru merdeka

124
TNI AU Akan Kembalikan Kadaulatan Udara Dari Negara Asing, ibid
262
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
sehingga tidak hadir pada pertemuan tersebut. Dasar hukum
diserahkannya pengendalian sebagian wilayah udara
Indonesia pada Singapura, yakni Anex 11 Convensi Chicago
1944, tentang Air Traffic Services – Air Traffic Control
Service, Flight Information Service and Alerting Service; dan
Pasal 28 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa : : “Each
contracting state understake, so far as it may practicable, to :
(a). Provide, in its territory, airports, radio services,
meteorological services and other air navigation facilitate
international air navigation, in accordance with the standards
and practies recommended or established from time to time,
pursuant to this convention. (b). Adopt and put into operation
the appropriate standard systems of communications
procedure, codes, markings, signals, lighting and other
operational practices and rules which may be recommended
or established from time to time, pursuant to this Convention.
(c) Collaborate in international measures to secure the
publication of aeronautical maps and charts in accordance
with standards which may be recommended or established
from time to time, pursuant to this convention.”
Berdasarkan pada persetujuan antara pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Penataan
Kembali Batas Penerbangan Region/FIR Singapura dan FIR
Jakarta pada tanggal 21 September 1995, pasal 2,
menyatakan “Kontrol delegasi Indonesia di wilayah udara
kepulauan Riau dilakukan oleh Singapura (pada saat itu hanya
disebut Natuna)”. Persetujuan bilateral ini berakhir setelah 5
tahun. Jika dihitung persetujuan Indonesia- Singapura tersebut

263
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
berakhir pada 21 September 2000125, tetapi sampai sekarang
wilayah udara Indonesia di atas kepulauan Riau maih
dikendalikan oleh Singapura.
Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang No 1 Tahun 2009,
menyatakan bahwa: personil pemandu lalu lintas penerbangan
wajib menginformasikan pesawat udara yang melanggar
wilayah kedaulatan dan kawasan terlarang 126dan terbatas
pada aparat yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang
pertahanan negara. Informasi lalu lintas udara berupa
: 127informasi yang berkaitan dengan pergerakan setiap
pesawat atau bentuk pelayanan informasi lainnya dan
informasi yang terkini sesuai keadaan saat itu terhadap setiap
pesawat; informasi posisi setiap pesawat yang berhubungan
dengan pesawat lainnya; mengeluarkan ijin dan informasi
untuk tujuan mencegah tabrakan antar pesawat yang sedang
dikendalikan dan mempercepat serta mempertahankan
pengendalian lalu lintas udara; melakukan koordinasi antar
unit lain.
Berangkat pada pernyataan di atas, pertahanan negara
menjadi hal krusial yang bertitik tolak pada falsafah dan
pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan
dan tetap tegaknya negara kesatuan republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan

125
Flight Information Region (FIR): Implikasi Penguasaan Air Traffic
Control Oleh Singapura di Kepulauan Riau, Amrizal Mansur.
126
Kawasan udara terlarang (prohibited area) adalah kawasan udara dengan
pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat
udara. Pembatasan hanya dapat ditetapkan di wilayah Indonesia, contohnya
instalasi nuklir atau istana presiden. Ketentuan ini terdapat dalam penjelasan
pasal 7, ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
127
Bagian 170.033, Peraturan Lalu Lintas Udara
264
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
negara sabagai bentuk mewujudkan satu kesatuan
pertahanan negara guna mencapai kepentingan nasional.

2. Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan perspektif realisme.


Pemikiran awal yang ditawarkan oleh paradigma realisme ini
ada tiga prinsip. pertama adalah negara merupakan aktor
terpenting dalam hubungan internasional. Kedua, terdapat
perbedaan yang tajam antara politik dalam negeri dan politik
internasional. Ketiga, titik tekan perhatian kajian hubungan
internasional adalah tentang kekuatan dan perdamaian.
Pendekatan teoritik ini menggambarkan hubungan
internasional sebagai suatu pergulatan memperebutkan
kekuasaan diantara negara-negara yang masing-masing
mengejar kepentingan nasionalnya sendiri dan umumnya
pesimistik mengenai prospek upaya penghapusan konflik dan
perang. Dalam sengketa FIR ini masing-masing negara yang
bersengketa berusaha untuk merebut dan mempertahankan
kepentingannya masing-masing.
Teori Penelitian ini menggunakan teori Diplomasi,
Diplomasi biasa didefenisikan sebagai praktek pelaksanaan
politik luar negeri dengan negara lain. Dalam rangka mencapai
tujuan diplomatiknya, setiap negara menjalankan tiga model
yaitu kerjasama, penyesuaian dan penentangan. Harold
Nicholson mengatakan,”adalah bermanfaat bahkan pada saat
berhubungan dengan episode sejarah yang sangat jauh, untuk
mempertimbangkan dimana diplomasi berhenti dam politik luar
negri dimulai.” Masing-masing dihubungkan dengan
penyesuaian kepentingan nasional atas kepentingan
internasional. Politik luar negeri didasarkan atas konsepsi
umum kebutuhan nasional. Sebaliknya diplomasi bukan
merupakan tujuan tujuan melainkan sebuah alat, bukan tujuan
melainkan sebuah metode. Diplomasi berusaha dengan

265
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
penggunaan akal, perdamaian dan pertukaran kepentingan,
untuk mencegah munculnya konflik di antara negara-
negara.128
Setting diplomasinya di setting bersama dengan
Hukum Kedirgantaraan dalam Hukum Laut Internasional,
karena dalam masalah sengketa FIR Indonesia ini diperlukan
diplomasi yang tepat dan sesuai dengan kepentingan dan
politik luar negeri Indonesia serta dihubungkan dengan hukum
dirgantara karena berhubungan dengan ruang udara
Indonesia.
Pada analisis tingkat negara, peneliti memfokuskan pada
pemerintahan, kelompok-kelompok pembuat keputusan, atau
lembaga-lembaga yang menentukan kebijakan luar negeri
negara dan aktor-aktor lain. Dalam sengketa ini negara
sebagai aktor yang paling penting dalam menentukan setiap
kebijakan.
Wilayah udara Indonesia sangat bebas mengingat masih
minimnya teknologi yang dimiliki Indonesia kala itu. Hal
demikian mampu memicu pesawat negara lain untuk
beraktivitas udara secara leluasa. Selain itu, minimnya sanksi
pelanggaran tersebut tidak mampu memberikan efek jera
pada para pelanggara kedaulatan udara. Secara praktis,
kekuasaan udara hanya berpusat pada wilayah Jakarta.
Adapun untuk wilayah lainnya masih terabaikan. Seperti
Singapura dan Malaysia yang mencoba mengambil alih
kekuasaan udara di atas perairan Natuna. Pengawasan FIR
Jakarta tidak menjangkau perairan Natuna membuat kedua
negara tersebut terancam.
Berangkat pada kejadian tersebut, pada tahun 1973
pada RAN (Regional Air Navigation) I, Singapura berinisiatif
untuk mengelola pengawasan wilayah udara yang ada di
Kepulauan Natuna dengan harapan agar wilayah tersebut

128
S.L Roy, 1991. Diplomasi, Jakarta : CV. Rajawali Pers hal 34
266
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
steril dari pelanggaran udara dan tidak lagi menjadi ancaman.
Inisiatif ini disetujui oleh pemerintah Indonesia dengan
pertimbangan bahwa saat itu perairan Natuna masih
merupakan perairan internasional sehingga inisiatif tersebut
tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia yang saat itu
belum ada UNCLOS 1982. Perairan tersebut dikuasai oleh
FIR Singapura dengan ketentuan bahwa di atas ketinggian
20.000 kaki dikelola oleh Singapura, sedangkan di bawah
20.000 kaki dikelola oleh Malaysia.

3. Sejarah FIR (Flight Information Region)

Terbentuknya FIR didasarkan kepada Konvensi


Chicago 1944 khususnya dalam Annex 11 tentang Air Traffic
Services. Dalam bagian ketentuan ini menjelaskan bahwa
setiap negara ICAO wajib menentukan bagian-bagian dari
wilayah udaranya tempat pemberian pelayanan lalu lintas
udara untuk kepentingan keselamatan.
Perkembangan dari dunia penerbangan diawali pada
tahun 1784 Lenoir, seorang pembesar polisi dari Paris,
melarang penerbangan dengan balon udara tanpa izin.
Selanjutnya mengenai keselamatan penerbangan, pada tahun
1819 Count d‟Angles, kepala polisi wilayah Seine,
mengharuskan balon udara dilengkapi dengan parasut dan
melarang percobaan-percobaan dengan balon udara selama
musim panen.129 Dunia penerbangan semakin berkembang
pesat, yaitu sejak tanggal 17 Desember 1903 di Bukit Kill
Devils, di kota Kitty Hawk, negara bagian North Caroline,
Amerika Serikat, pertama kali manusia terbang dengan
wahana bermotor yang lebih berat dari udara (Heavier than air
powered flight), tepatnya setelah Orville Wright berhasil

129
E. Suherman , Hukum Udara dan Internasional hal. 104, Bandung :
Alumni 1983
267
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
mengangkasa dengan pesawat udara yang ia rancang
bersama saudaranya Wilbur Wright dengan nama “Flyer 01”,
selama 12 detik dengan ketinggian kurang lebih satu meter di
atas tanah dan menempuh jarak 36 meter.
Ketidakmampuan Indonesia dalam mengelola ruang
udara di atas Kepulauan Natuna sebenarnya telah diketahui
oleh Pemerintah Kolonial Inggris dan Belanda sejak awal
kemerdekaan. Indonesia Negara baru dengan kualitas sumber
daya manusia yang kurang dan tingkat buta aksara yang
sangat tinggi dianggap belum siap untuk menghadapi
teknologi transportasi udara yang canggih. Hal ini terlihat pada
tahun 1946, dalam Pertemuan Navigasi Udara Regional
(RAN) yang diselenggarakan oleh Organisasi Penerbangan
Sipil Internasional (ICAO) di Dublin, Pemerintah Kolonial
Inggris atas nama Singapura mengusulkan untuk membantu
pengelolaan ruang udara (FIR) di atas Kepulauan Natuna.
Pada tahun 1970-an, Singapura sudah mulai
memperhatikan FIR Kepulauan Natuna karena menyangkut
masalah geostrategi dan perekonomian negara tersebut. Pada
tahun 1973, dalam pertemuan RAN pertama yang
diselenggarakan oleh ICAO kawasan Asia Pasifik, Singapura
mulai mengajukan usul untuk memperpanjang pengelolaan
FIR Kepulauan Natuna. Usulan ini disetujui oleh ICAO
kawasan Asia Pasifik karena Singapura merupakan negara
yang paling siap dalam mengelola FIR Kepulauan Natuna,
sementara Indonesia sebagai pemilik FIR tersebut belum siap
dan belum memiliki teknologi yang memadai untuk melakukan
pengelolaan. Usulan tersebut juga diterima oleh Indonesia
untuk sementara waktu, pengelolaan FIR didelegasikan
kepada Singapura.130

130
Pendelegasian Pengelolaan FIR Natuna kepada Singapura dalam
www.kemendagri.go.id diakses 01 Januari 2016
268
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
4. Pengelolaan FIR (Flight Information Region) di
Kepulauan Natuna

Pengelolaan FIR Natuna oleh Singapura seringkali


menjadi ancaman mengingat hal ini berkenaan dengan
kedaulatan.. Pengelolaan ini termasuk sebuah pelanggaran
terhadap kedaulatan negara secara de jure, ruang udara
tersebut milik Indonesia namun secara de facto milik
Singapura131.
Menurut Annex 11 Konvensi Chicago 1944, setiap
negara harus mengatur pelayanan lalu lintas udara, jika tidak
mampu maka harus mendelegasikan tanggung jawab tersebut
kepada negara lain.132 Batas FIR tidak harus sama dengan
batas administrasi atau batas teritorial suatu negara.
Indonesia mengeluarkan Undang-undang (UU) No.1
Tahun 2009 tentang Penerbangan. Indonesia berencana
untuk melakukan pengelolaan ruang udara secara mandiri.
Dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) berdaulat penuh dan esklusif atas
wilayah udara RI.
Pasal 458 UU No. 1 Tahun 2009, Indonesia
menegaskan bahwa wilayah udara RI yang pelayanan
navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain
sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling
lambat 15 tahun sejak UU tersebut berlaku. UU No 1 Tahun
2009 mulai berlaku tanggal 12 Januari 2009 dan artinya pada
12 Januari 2024, ruang udara Kepulauan Natuna harus beralih

131
Amrizal Mansur, 2010. Flight Information Region (FIR) : Implikasi
Penguasaan Air Traffic Control Oleh Singapura di Kepulauan Riau , Jakarta :
Unhan hal 64
132
Harun Al-Rasyid Lubis, Op Cit ., hal 35
269
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
dari FIR Singapura menjadi FIR Jakarta di bawah ATC
Bandara Soekarno Hatta.
Pengambilalihan pengelolaan FIR dari otoritas FIR
Singapura oleh Pemerintah Indonesia didasari oleh berbagai
aspek, selain sudah diamanatkan oleh aturan perundang-
undangan, kesiapan Indonesia dalam mengelola FIR, faktor
lain adalah harga diri sebagai negara berdaulat, meskipun
memang pengaturan FIR bukanlah terkait dengan kedaulatan
negara dan hanya pada pemberian pelayanan navigasi
penerbangan, namun hal tersebut telah diwacanakan dalam
waktu lama oleh Pemerintah Indonesia.
Dalam wilayah udara suatu negara terkandung aspek
politik, ekonomi maupun pertahanan dan keamanan.
Penataan terhadap ruang udara nasional menjadi satu agenda
pemerintah Indonesia yang sangat penting untuk
direalisasikan, mengingat peran ruang udara yang besar
dalam pembangunan dan kepentingan nasional. Upaya
pengambilalihan pelayanan navigasi penerbangan FIR
Singapura ini dipengaruhi oleh aspek-aspek sebagai berikut :

a. Aspek Politik
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 Konvensi
Chicago 1944 yang berbunyi “The Contracting States
recognize that every State has complete and exclusive
sovereignty over the airspace above its territory.” Selain itu,
Konvensi Hukum Laut 1982, status Indonesia sebagai Negara
Kepulauan telah diakui dalam Pasal 46, demikian juga dengan
status ruang udaranya yang diatur dalam Pasal 49.
Dalam lingkungan global, regional dan nasional saat ini
Indonesia mengelola politik luar negeri bebas aktif. Kebijakan
pemerintah, sasaran, fokus dan prioritas politik luar negeri
tidak terlepas dari program kerja Pemerintah Indonesia. Politik
luar negeri berkewajiban mengamankan kepentingan nasional,
sasaran pokoknya tertuang dalam program pemerintah

270
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
tersebut. Termasuk program pemerintah yang diamanatkan
dalam UU Penerbangan dimana wilayah udara Republik
Indonesia yang pelayanan navigasi penerbangannya
didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian
sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling
lambat 15 tahun sejak UU ini berlaku.

b. Aspek Ekonomi
Pada Pasal 6 UU Penerbangan
sangat jelas menyebutkan bahwa “Dalam rangka
penyelenggaraan kedulatan negara atas wilayah udara
Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah
melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan
ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian
nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya
serta lingkungan udara.” Dalam penjelasan Pasal 6 tersebut
disebutkan juga bahwa wilayah udara yang berupa ruang
udara di atas perairan dan daratan Republik Indonesia
merupakan kekayaan nasional yang harus dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bangsa dan
negara.

c. Aspek Pertahanan dan Keamanan


Sesuai dengan Pasal 28, Pasal 68, dan Annex 11,
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura telah
menentukan beberapa rute udara dari Significant Points di
dalam FIR Singapura yang harus dilewati oleh setiap
penerbangan, baik pesawat sipil maupun militer sesuai
dengan pertimbangan keselamatan, di antaranya untuk
mencegah tabrakan antara pesawat di udara dan memberikan
saran dan informasi pelaksanaan dari penerbangan. Namun
telah diuraikan sebelumnya bahwa pada pelaksanaanya
terdapat banyak keluhan dari penerbang.

271
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
5. Upaya Yang Akan Dilakukan Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia akan mengembangkan sistem


kontrol udara yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia
termasuk mengambil alih kontrol yang dilakukan Singapura
atas sektor A wilayah udara Indonesia yaitu di Kepulauan
Natuna. 133Untuk itu, Kementrian Perhubungan akan
mengembangkan Jakarta Automated Air Traffic System
(JAATS) Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Makassar
Automated Air Traffic System (MAATS) Bandara Hasanuddin,
Makassar.
PT. (Persero) Angkasa Pura II sebagai
penyelenggara/pengelola ruang udara dalam rangka
pengambilalihan pengelolaan ruang udara di atas Kepulauan
Natuna membuat suatu rencana tahapan dan jadwal
pengambilalihan serta infrastruktur penunjang
penyelenggaraan pelayanan lalu lintas udara Natuna.
Rencana tersebut antara lain134:

a. Rencana Induk
Pengambilan wilayah udara ditetapkan :
- Untuk wilayah sektor A dengan batas bawah atau lower limit
24.500 kaki/ FL.245 dan batas atas upper limit 46.000
kaki/FL.460
- Untuk wilayah sektor B dengan batas bawah atau lower limit
24.500 kaki/ FL.245 dan batas atas upper limit 46.500
kaki/FL.460

133
BPKP,2009. Laporan Hasil Kajian Atas PNBP Pelayanan Jasa
Penerbangan Sektor A Yang Dipungut Oleh Civil Aviation Authority of
Singapore, Tim Optimalisasi Penerimaan Negara
134
PT. Angkasa Pura II, 2003. Sub Direktorat Ops.LLU, Rencana Tahapan dan
Jadwal Pengambilalihan Pemberian Pelayanan Lalu Lintas Udara Natuna
272
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
- Untuk wilayah sektor C, oleh karena faktor strategis
pertahanan dan keamanan maka lower limit-nya ground/water
dan upper limit FL.460. Dengan memberikan/menetapkan
koridor pada ATS route G-586 dengan lower limit 6.500 kaki
dan upper limit 20.000 kaki/ FL.200, hal tersebut dimaksudkan
agar dapat berhubungan dengan Malaysia barat dan timur.

b. Langkah Tahapan
Langkah tahapan pelaksanaan pengambilalihan pelayanan
navigasi penerbangan di sektor A,B dan C oleh ATS Jakarta
meliputi :
1) Airspace Organization dan Management. Wilayah udara
yang akan diambil alih Jakarta Area Control Centre
mempunyai konfigurasi dengan pelayanan yang akan
diberikan berupa ATC Service (Area Control Service), Flight
Information Service, dan Alerting Service. ATC unit yang
bertanggung jawab memberikan pelayanan di kawasan
tersebut (sektor A,B,C) adalah ATC Unit Jakarta Upper Sector
X. X (nama sektor ditentukan kemudian) yang
bertanggungjawab memberikan :
a. ATC Service (Area Control Service)
b. Flight Information Service
c. Alerting Service, kepada semua lalu lintas yang menerbangi
kawasan tersebut

2) ATC System dan Procedures


Prosedur yang terkait dengan pengelolaan ruang udara
seperti organisasi ruang udara, sektorisasi dan prosedur
koordinasi yang dituangkan dalam bentuk Letter of Agreement
(LOA) antara :
a. Jakarta - Singapura
b. Jakarta - Kuala Lumpur
c. Jakarta - Kuching
d. Pontianak - Kuching

273
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
3) Fasilitas Pendukung CNS/ATM
Kebutuhan dan kesiapan fasilitas pendukung pelaksanaan
pengambilalihan penyelenggaraan pelayanan kepada lalu
lintas di sektor A, B dan C yang terdiri dari Communication,
Navigation dan Surveillance serta manajemen lalu lintas di
kawasan tersebut.

4) Air Traffic Management


Seluruh sistem yang terpasang saat ini telah terintegrasi
dengan semua sistem yang dioperasikan di Jakarta Control.
Airspace Natuna juga sudah siap diaktifkan dalam sistem
JAATS. Work Station sudah dipersiapkan dalam kondisi
operasional dan software JAATS juga telah disiapkan. adalah :
a. Sumber Daya Manusia, untuk mengoperasikan
ruang dara Kepulauan Natuna diperlukan tambahan
Controller (dihitung kemudian dan diperkirakan 10
Controller)
b. Pelatihan untuk sektor Natuna akan
dilaksanakan oleh PAP II dan diperkirakan pelatihan
secara keseluruhan dan akan memakan waktu 6 bulan
c. Prosedur akan disiapkan oleh PAP II mulai dari
penerbitan AIC, AIP Supplement, Trigger Notam, dan
prosedur operasional pemandu lalu lintas udara di
kawasan Natun.
Teori dalam penulisan ini menggunakan paham
realisme dan didukung oleh teori diplomasi oleh Harold
Nichloson dengan menggunakan state actor. Formulasi
yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
dengan studi literatur menggunakan data sekunder. Data
yang digunakan dari jurnal, buku, dan website.

274
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
6. Pembahasan
Strategi diplomasi Indonesia saat ini, penilaian belum
dapat dilakukan dengan baik karena hingga saat ini masalah
ini masih belum mencapai keputusan final. Hasil akhir baru
akan diketahui pada tahun 2013 ketika ada pertemuan RAN
kelima. Namun jika melihat perkembangan hingga sejauh ini,
strategi diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia sudah relatif
baik. First Track Diplomacy Indonesia lancar karena adanya
dukungan dari Second Track Diplomacy yang secara aktif
mempromosikan keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan
kualitas pelayanan penerbangan.
Dalam penyelesaian sengketa FIR (Flight Information
Region), Indonesia selalu mengupayakan penyelesaian
masalah secara diplomasi. Penyelesaian ini merupakan
penyelesaian yang paling konstrutif terhadap hubungan
Indonesia dengan Singapura dalam konteks good neigbouring.
Joint management merupakan suatu upaya diplomasi dengan
mencapai suatu kesepakatan mengenai adanya pengelolaan
bersama dan joint management merupakan model diplomasi
yang digunakan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa
FIR dengan Singapura serta organisasi internasional.
Ruang udara Indonesia di atas Kepulauan Natuna
dikenal sebagai sektor A, B dan C. Batas ruang udara di
kawasan Natuna sesuai dengan batas yurisdiksi hasil
Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Sedangkan batas FIR
Indonesia berdasarkan hasil pertemuan RAN I pada Tahun
1973 di Honolulu dan teritori Indonesia berdasarkan PP No.38
Tahun 2002.
Dalam Annex 11 ditentukan bahwa pendelegasian
ruang udara kepada negara lain tidak menyebabkan
terganggunya kedaulatan negara yang mendelegasikan.
Dalam pendelegasian tersebut dibutuhkan sebuah nota
kesepakatan antara kedua belah pihak yang berisi

275
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
persyaratan-persyaratan tentang pelayanan yang mencakup
fasilitas dan tingkat pelayanan yang akan diberikan.135
Kualitas SDM dan kelengkapan infrastruktur di
Indonesia yang kurang memadai menjadi dua aspek penting
dalam upaya pengambilalihan kembali FIR. Sehingga langkah
yang dapat ditempuh Indonesia antara lain: Pertama,
mempersiapkan SDM yang siap mengelola FIR tersebut.
Kedua, membangun infrastruktur baik
berupa hardware dan software yang diperlukan dalam
penanganan/pengendalian navigasi. Ketiga, Indonesia harus
dapat menjadi anggota ICAO (International Civil Aviation
Organization) sebagai alat memudahkan langkah dipomasi
dalam upaya pengambilalihan FIR tersebut. Keempat,
pengambilalihan FIR ini bukan merupakan tanggung jawab
salah satu Kementerian/Lembaga tetapi merupakan tanggung
jawab negara, yang hanya dapat diselesaikan dengan jalur
diplomasi.
Dengan adanya diplomasi Joint management maka
Indonesia dan Singapura berkerjasama dalam mengelola FIR
di Kepulauan Natuna. Dengan adanya perjanjian Indonesia
dengan Singapura yaitu : “Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government
of the Republic of Singapore on Military Training Areas 1 and
2 (MTA) yang ditandatangani pada tanggal 25 September
1995.
Strategi yang dijalankan Indonesia sudah efektif.
Indonesia hanya harus menjaga kualitas First Track
Diplomacy dan meningkatkan kualitas Second Track
Diplomacy sehingga strategi ini berjalan dengan baik dan
mendapat dukungan dari dalam negeri. Sementara, Dishum
dan Kohanudnas, dua satuan TNI AU ini turut berupaya

135
Departemen Perhubungan RI, Ditjen Perhubungan Udara.2005, Cetak
Biru Transportasi Udara (Konsep Akhir) 2005-2024
276
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
melakukan langkah-langkah untuk merebut control wilayah
udara di wilayah Kepri. 136 Namun, apabila kualitas diplomasi
Indonesia menurun, maka potensi pengambilalihan ruang
udara Kepulauan Natuna harus menunggu hingga pertemuan
RAN se-Asia Pasifik keenam tahun 2023.

7 Kesimpulan
Kepulauan Natuna merupakan satu bagian dari
pembagian FIR di seluruh Indonesia, dimana wilayahnya
merupakan wilayah perbatasan yang berbatasan langsung
dengan Malaysia dan Singapura. Hal tersebut wilayah udara
Kepulauan Natuna banyak dimasuki oleh penerbangan gelap
dari negara lain. Kurangnya sumber daya manusia yang
terampil dan kurangnya teknologi yang memadai di Kepulauan
Natuna membuat FIR Natuna dikelola sementara oleh FIR
Jakarta. Namun, Pada pertemuan RAN (Regional Aviation
Navigation) I yang diselenggarakan oleh ICAO, Singapura
mengajukan agar FIR Natuna dikelola oleh FIR Singapura
karena keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia.
Indonesia pu menyetujuinya.
Diplomasi Indonesia dalam menyelesaikan sengketa
FIR di Kepulauan Natuna dengan Singapura adalah dengan
menggunakan air diplomacy Joint Management dimana
diadakannya pengelolaan bersama antara Indonesia dengan
Singapura dengan wujud good neighbouring dan win-win
solution.

136
(https://m.detik.com/news/berita/3013345/instruksi-jokowi-segera-
ambil-alih-ruang-udara-ri-yang-dikuasai-singapura)
277
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
DAFTAR PUSTAKA

Muh. Miftachun Niam. 2011. Flight Information Region (FIR)


diatas Kepulauan Natuna dan Riau. Solo : Universitas
Slamet Riyadi Surakarta.

M. Saeri. 2012. Teori Hubungan Internasional Sebuah


Pendekatan Paradigmatik. Jurnal Transnasional, Vol.3,
No.2

Mohtar Mas‟oed., 1994, Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin


dan Metodelogi. Jakarta: LP3S

Website

http://bnpp.go.id/ Peraturan Badan Nasional Pengelola


Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana
Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-
2019 Diakses 30 Juni 2015

www.academia.edu/ strategi diplomasi Indonesia


menyelesaikan sengketa Flight Information Region (FIR)
diatas kepulauan Natuna dengan Singapura dan
Malaysia. Diakses 27 September 2017
http://nurlaili-laksmi-w-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-
71685-Semester%20III-MultiTrack%20Diplomacy.html
diakses 27 september 2017

https://www.academia.edu/7430383/national_interest diakses
27 September 2017
https://www.academia.edu/3642661/sistem_analisis_dalam_HI
diakses 27 September 2017

278
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018
http://tabloidaviasi.com/safety/keberadaan-dan-peran-icao-
dalam-penerbangan-sipil-internasional/ diakses 27
September 2017
https://overseaszonemagazine.com/2013/01/11/negara-
dibawah-naungan-icao/ diakses 27 September 2017

279
Kapita Selekta Diplomasi Pertahanan 2018

Anda mungkin juga menyukai