GEOLOGI DASAR
Dosen Pengampu:
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
BANDAR LAMPUNG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
2. Identitas Penyusun
a. Nama : Drs. Sudarmi, M.Si
b. NIP : 195910091986031003
c. Bidang Studi : Pendidikan Geografi
d. Jurusan : Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial
Menyetujui,
Pembantu Dekan I FKIP Unila
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr...wb...
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah begitu banyak
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan panduan
praktikum mata Geologi Dasar tahun akademik 2013-2014
Panduan Praktikum ini berisi tentang materi geologi dasar yang terangkum dalam
pertemuan praktikum. Dalam kesempatan ini pula kami sampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada asisten laboratorium pendidikan geografi Universitas Lampung dan semua
pihak yang telah memberikan dorongan, saran dan bantuan dalam penyusunan buku ini.
Besar harapan kami agar buku panduan praktikum geologi dasar ini berguna untuk
kemajuan sistem praktikum di Laboratorium Pendidikan Geografi FKIP Unila, dan terutama
membantu semua praktikan dalam memahami konsep praktikum mineralogi dan petrologi ini.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam buku ini. Oleh sebab itu
kami mohon saran dan kritik untuk kesempurnaan buku ini dan kami mohon maaf apabila ada
kekurangan atau kesalahan dalam penyusunan buku ini.
Tim Penyusun
3
PENDAHULUAN
BATUAN
Batuan adalah benda alam yang menjadi penyusun utama dari materi bumi.
Beberapa batuan terutama tersusun dari sejenis mineral saja, dan sebagian kecilnya di bentuk
oleh gabungan mineral, bahan organik, serta bahan bahan vulkanik lainya, serta kombinasi
semua komponen tersebut.
1. kandungan mineral yaitu jenis-jenis mineral yang terdapat di dalam batu ini.
2. tekstur batu, yaitu ukuran dan bentuk hablur-hablur mineral di dalam batu
3. struktur batu, yaitu susunan hablur mineral di dalam batu.
4. proses pembentukan
Batu-batu secara umum biasanya dibagi menurut proses yang membentuknya, dan
dengan itu dibagi kepada tiga kumpulan yang besar yaitu:
1. batu beku
2. batu sendimen ( Endapan )
3. batu metamorf ( Malihan )
Batu igneus adalah batu yang terbentuk dari magma cair, batu endapan melalui endapan
dan tekanan bahan tertentu, dan batu metamorfosis melalui salah satu dari dua cara yang
disebut terdahulu setelah berubah akibat suhu dan tekanan. Dalam kasus-kasus di mana bahan
organik meninggalkan jejak dirinya pada batu, hasil ini dikenali sebagai fosil.
4
PANDUAN MATERI
BATUAN BEKU
Batuan beku ( igneus rock) adalah batuan yang terbentuk langsung dari magma, baik
dibawah permukaan bumi, maupun diatas permukaan bumi. Ciri khas batuan beku adalah
kenampakanya yang kristalin, yaitu kenampakan suatu masa dari unit unit kecil yang saling
mengunci (interlocking) kecuali gelas yang bersifat kristalin (Danang Endarto 2005)
Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk ketika sebagian magma mendingin
secara perlahan lahan didalam permukaan bumi. Kadang kadang magma menerobos (intrusif)
kebatuan disekitarnya sebagai benda benda kecil (Neil curties 2000)
Batuan beku (igneus rock) berasal dari bahasa latin, ignis = fire (api). Adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa
proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di
atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan
setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya,
proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur,
penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil
dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi. Batuan beku
adalah batuan yang terjadi dari pembeku materi yang kental yang berasal dari dalam
permukaan bumi (magma).
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi,
maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa
penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen
disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.
5
Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui karakteristik
batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Dalam
membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari
1. Tekstur
2. Struktur
3. Komposisi mineral
Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral
sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk
massa dasar dari batuan.Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang
penting, yaitu:
1. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal,
selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma
dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika
pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika
pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.
2. Granularitas
6
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada
umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
Fanerik/fanerokristalin
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara
megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan
menjadi:
Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa
sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat
tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat
dibedakan:
3. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan
secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal,
yaitu:
Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
7
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan antara
kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar,
relasi dapat dibagi menjadi dua,
Equigranular
Yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran
sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi
menjadi tiga, yaitu:
8
Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya
terdiri dari mineral-mineral yang subhedral (bentuk kristal yang kurang
sempurna).
Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya
terdiri dari mineral-mineral yang anhedral (bentuk kristal yang tidak
sempurna).
Inequigranular
Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar.
Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik
yang bisa berupa mineral atau gelas.
Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang
jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat
dilapangan saja, misalnya:
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut,
membentuk struktur seperti bantal.
Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara
teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh
batuan (hand speciment sample), yaitu:
Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan
adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam
tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas
pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar
dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral
sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
9
Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang
masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada
pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan
magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
Komposisi Mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan
indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa,
feldspar, feldspatoid dan muskovit.
Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol
dan olivin.
10
BATUAN SENDIMEN
Batuan sedimen adalah batuan hasil pengendapan baik yang berasal dari hasil
sedimentasi mekanis (hasil rombakan batuan asal), sedimentasi kimiawi (hasil penguapan
larutan) maupun sedimentasi organik (hasil akumulasi organik). Batuan sedimen hasil
sedimentasi mekanis terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi yang meliputi pelapukan,
erosi, transportasi, sedimentasi dan diagenesa. Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa
pelapukan fisik maupun kimia. Proses erosi dan transportasi terutama dilakukan oleh media
air, angin atau es.
(Koesoemadinata, 1985).
11
Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk oleh proses sedimentasi mekanis.
Komponen pembentuk batuan sedimen klastik (Gambar 2) :
Butiran (grain) : butiran klastik yang tertransport yang berupa mineral, fosil atau
fragmen batuan (litik).
Masa dasar (matrix) : berukuran lebih halus dari butiran (< 1/16 mm) dan diendapkan
bersama-sama dengan butiran.
Semen (cement) : material berukuran halus yang mengikat butiran dan matrik,
diendapkan setelah fragmen dan matrik, contoh : semen karbonat, silika, oksida besi,
lempung, dll.
Komponen pembentuk batuan sedimen klastik : butiran (clasts), masa dasar (matrix), dan
semen (semen oksida besi berwarna coklat kemerahan)
12
Besar Butir (Grain Size)
Besar Butir adalah ukuran/diameter butiran, yang merupakan unsur utama dari batuan
sedimen klastik, yang berhubungan dengan tingkat energi pada saat transportasi dan
pengendapan. Klasifikasi besar butir menggunakan skala Wentworth (Tabel 1)
Besar butir ditentukan oleh :
13
Pemilahan (sorting)
Pemilahan (sorting) adalah derajat keseragaman besar butir. Istilah yang dipakai dalam
pemilahan adalah terpilah sangat baik, terpilah baik, terpilah sedang, terpilah buruk dan
terpilah sangat buruk (Gambar 3).
Kebundaran (Roundness)
Kebundaran (roundness) adalah tingkat kebundaran atau ketajaman sudut butir, yang
mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi. Kebundaran dipengaruhi oleh komposisi
butir, besar butir, jenis transportasi, jarak transportasi dan resistensi butir. Istilah yang dipakai
dalam kebundaran adalah very angular (sangat menyudut), angular (menyudut), sub angular
(menyudut tanggung), sub rounded (membundar tanggung), rounded (membundar) dan well
rounded (sangat membundar) (Gambar 4).
14
Kemas (fabric)
Kemas (fabric) adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau diantara
semennya, sebagai fungsi orientasi butir dan packing. Kemas secara umum dapat
memberikan gambaran tentang arah aliran dalam sedimentasi serta keadaan porositas dan
permeabilitas batuan. Istilah yang dipakai adalah kemas terbuka (bila butiran tidak saling
bersentuhan) dan kemas tertutup (bila butiran saling bersentuhan). Jenis-jenis kontak antar
butir (Gambar 5) :
Porositas
Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total batuan (dinyatakan
dalam persen). Porositas dapat diuji dengan meneteskan cairan (air) ke dalam batuan. Istilah
yang dipakai adalah porositas baik (batuan menyerap air), porositas sedang (di antara baik-
buruk), dan porositas buruk (batuan tidak menyerap air). Jenis-jenis porositas : intergranular,
microporosity, dissolution dan fracture (Gambar 6).
15
Warna
Warna pada batuan sedimen mempunyai arti yang penting karena mencerminkan komposisi
butiran penyusun batuan sedimen dan dapat digunakan untuk menginterpretasikan
lingkungan pengendapan. Warna batuan merah menunjukan lingkungan oksidasi,sedangkan
warna batuan hitam atau gelap menunjukan lingkungan reduksi. Secara umum warna pada
batuan sedimen dipengaruhi oleh :
Warna mineral pembentuk batuan sedimen, contoh : bila mineral pembentuk batuan
sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan akan berwarna putih (misal batupasir
quartz arenite).
Warna matrik atau semen, contoh : bila matriks/semen mengandung oksida besi, maka
batuan akan berwarna coklat kemerahan.
Warna material yang meyelubungi (coating material), contoh : batupasir kuarsa yang
diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau
Derajat kehalusan butir penyusunnya, contoh : pada batuan dengan komposisi sama
jika makin halus ukuran butir maka warnanya akan cenderung lebih gelap.
Kekompakan
Kekompakan adalah sifat fisik dari batuan. Beberapa istilah yang dipakai dalam kekompakan
batuan adalah :
16
BATUAN METAMORF (MALIHAN)
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat proses perubahan tekanan (P),
temperatur (T) atau keduanya di mana batuan memasuki kesetimbangan baru tanpa adanya
perubahan komposisi kimia (isokimia) dan tanpa melalui fasa cair (dalam keadaan padat),
dengan temperatur berkisar antara 200-800 derajat C.
Proses metamorfosa membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan
asalnya, baik tekstur dan struktur maupun asosiasi mineral. Perubahan tekanan (P),
temperatur (T) atau keduanya akan mengubah mineral dan hubungan antar butiran/kristalnya
bila batas kestabilannya terlampaui. Selain faktor tekanan dan temperatur, pembentukan
batuan metamorf juga tergantung pada jenis batuan asalnya.
17
Mineralogi Batuan Metamorf
Beberapa bentuk dan sifat fisik mineral karakteristik batuan metamorf dapat dilihat pada tabel
1 dan tabel 2.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu (Jackson, 1970) :
Secretionary growth : pertumbuhan kristal hasil reaksi kimia fluida yang terdapat pada
batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut.
Concentionary growth : proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat
ruang pertumbuhan.
Replacement : proses penggantian mineral lama oleh mineral baru.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan
yang lainnya. Percobaan Becke (1904) menghasilkan seri kristaloblastik yang menunjukan
bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan
mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik
tinggi umumnya besar dan euhedral (Tabel 3).
18
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf.
Dalam hal ini dikenal dua kelompok mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral.
Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena
tekanan atau merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan, contoh : kloritoid, staurolit,
dan kyanit. Antistress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin
kecil bila terkena tekanan atau merupakan mineral yang tidak tahan terhadap tekanan,
contoh : andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.
19
Struktur Foliasi
Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral prismatik,
seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik.
Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan :
Slaty cleavage : struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah batu
sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate (batusabak).
Phylitic : rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih mengkilap
daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai terjadi pemisahan mineral
pipih dan mineral granular meskipun belum begitu jelas/belum sempurna, batuannya
disebut phyllite (filit).
Schistose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih
orientasinya menerus/tidak terputus, sering disebut dengan close schistosity, batuannya
disebut schist (sekis).
Gneisose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih
orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan open schistosity, batuannya
disebut gneis.
Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-mineral yang
equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular, seringkali terjadi pada
metamorfosa termal. Beberapa struktur non foliasi yang umum ditemukan :
20
Phyllonitic : gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi butirannya halus,
sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap silky, batuannya disebut phyllonite
(filonit).
Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970).
Tekstur relic (sisa) : tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur
batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf
tersebut. Penamaannya dengan memberi awalan blasto (kemudian disambung dengan
nama tekstur sisa), misalnya : tekstur blastoporfiritik (batuan metamorf yang tekstur
porfiritik batuan beku asal nya masih bisa dikenali) atau dengan memberi awalan
“meta” untuk memberikan nama batuan metamorf bila masih dikenali sifat dari batuan
asalnya, misalnya metasedimen, metagraywacke, metavolkanik, dsb.
Tekstur kristaloblastik : setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa.
Penamaannya dengan memberi akhiran blastik, dipakai untuk memberikan nama
tekstur yang terbentuk oleh rekristalisasi proses metamorfosis, misal tekstur
porfiroblastik yaitu batuan metamorf yang memperlihatkan tekstur mirip porfiritik pada
batuan beku, tapi tekstur ini betul-betul akibat rekristalisasi metamorfosis.
Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk individu kristal :
21
Granoblastik : terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan
batas mineralnya sutured (tidak teratur), dengan bentuk mineral anhedral,
misalnya kuarsa.
Granuloblastik : terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan
batas mineralnya unsutured (lebih teratur), dengan bentuk mineral anhedral,
misalnya kuarsa.
Tekstur Hetereoblastik : bila terdiri lebih dari satu tekstur homeoblastik, misalnya
lepidoblastik dan granoblastik, atau lepidoblastik, nematobalstik dan granoblastik.
Beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya tampak pada pengamatan petrogarafi
(pengamatan batuan/mineral dengan menggunakan mikroskop polarisasi) yaitu (Gambar 2) :
22
granoblastik lentikuler, E. Metasandstone dengan Semischistose, F. Semischistose dalam
batuan blastoporphyritic metabasalt, G. Mylonite granite ke arah bawah menjadi
Protomylonite, H. Orthomylonite ke arah bawah menjadi Ultramylonite, I. Granoblastic di
dalam blastomylonite.
23
Penamaan batuan metamorf berdasarkan tekstur dan mineraloginya
Tekstur, struktur dan mineralogi memegang peranan penting dalam penamaan batuan
metamorf. Secara umum kandungan mineral di dalam batuan metamorf akan mencerminkan
tekstur, misalnya melimpahnya mika akan memberikan tekstur sekistosa pada batuannya.
Penamaan batuan metamorf bisa berdasarkan struktur, misal sekis, gneiss, dll. Untuk
memperjelas dalam penamaan, banyak digunakan kata tambahan yang menunjukan ciri
khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contoh sekis
klorit), atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh granite gneiss).
Bisa juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contoh kuarsit) atau berdasarkan
fasies metamorfiknya (contoh granulit). Tabel 4 di bawah ini bisa digunakan untuk
membantu dalam determinasi batuan metamorf.
24
Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena
cahaya (Sapiie, 2006)
Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:
1. Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan
seperti logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
- Gelena
- Pirit
- Magnetit
- Kalkopirit
- Grafit
- Hematit
2. Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:
Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.
Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada
mineral yang mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.
Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.
Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada
serpentin,opal dan nepelin.
Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan
limonit.
Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai
dalam menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan
membedakan kilap mineral satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan
dijumpai kesulitan karena batas kilap yang satu dengan yang lainnya tidak begitu
tegas (Danisworo 1994).
Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat
diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu
warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai
contoh, kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna.
Walau demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
25
- Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky
Kwartz (Kuarsa Susu) (SiO2)
- Kuning : Belerang (S)
- Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)
- Hijau : Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)
- Biru : Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))
- Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)
- Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)
- Abu-abu : Galena (PbS)
- Hitam : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit
Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat
membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard.
Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan
mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat
oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10
skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
Skala Kekerasan Mohs
1 Talc H2Mg3 (SiO3)4
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2
6 Orthoklase K Al Si3 O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C
Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari
alat penguji standar :
26
Alat Penguji Derajat Kekerasan
Mohs
Kawat Tembaga 3
Paku 5,5
Kuarsa 7
Berat jenis, berat jenis relatif dari suatu mineral diukur terhadap berat dari air, dan ukuran ini
disebut sebagai berat jenis. Pengukuran berat jenis dapat dilakukan dengan pengujian
sederhana
kristal
Kristal artinya mempunyai bentuk yang agak setangkup (simetris) dan yang pada banyak
sisinya terbatas oleh bidang datar, sehingga memberi bangin yang tersendiri sifatnya kepada
mineral yang bersangkutan.
Benda padat yang terdiri dari atom-atom yang tersusun rapi dikatakan mempunyai struktur
kristalen. Dalam suasana yang baik benda kristalen dapat mempunyai batas bidang rata-rata
& benda itu dinamakan kristal (hablur) & bidang rata itu disebut muka kristal.
Ada 32 macam gelas kristal yang dipersatukan dalam 6 sistem kristal, yaitu:
27
- REGULER, Kubus atau ISOMETRIK ketiga poros sama panjang dan berpotongan
tegak lurus satu sama lain (contoh : intan, pirit, garam batu)
- TETRAGONAL (berbintang empat) ketiga poros tegak lurus satu sama lain, dua
poros sama panjang sedangkan poros ketiga berbeda (contoh chalkopirit, rutil,
zircon).
- HEKSAGONAL (berbintang enam) Hablur ini mempunyai empat poros, tiga poros
sama panjang dan terletak dalam satu bidang, bersilangdengan sudut 120 derajat (60
derajat), tetapi poros ke-empat tegak lurus atas bidang itu dan panjangnya berbeda
(contoh apalit, beryl, korundum).
- ORTOROMBIS (irisan wajik) ketiga poros tidak sama panjang du poros berpotongan
siku-siku dan poros ketiga memotong miring bidang kedua poros tadi (berit, belerang,
topaz)
- MONOKLIN (miring sebelah) ketiga poros tidak sama panjang, dua dari porosnya
berpotongan sorong & poros ketiga tegak lurus atas kedua poros tadi (gips, muskovit,
augit)
- TRIKLIN (miring, ketiga arah) ketiga poros tidak sama panjang dan berpotongan
serong satu sama lain(albit, anortit, distin)
Sifat Dalam
Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan,
membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah
- Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas,
kalsit, pirit.
- Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas,
tembaga.
- Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.
- Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah
bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.
- Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah dan
dapat kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya, contoh: muskovit.
28
Kelistrikan
Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau londuktor
dan idak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu
mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.
29
Mikroskop
Mikroskop (bahasa Yunani: micros = kecil dan scopein = melihat) adalah sebuah alat untuk
melihat objek yang terlalu kecil untuk dilihat secara kasat mata. Mikroskop merupakan alat
bantu yang dapat ditemukan hampir diseluruh laboratorium untuk dapat mengamati
organisme berukuran kecil (mikroskopis). Ilmu yang mempelajari benda kecil dengan
menggunakan alat ini disebut mikroskopi, dan kata mikroskopik berarti sangat kecil, tidak
mudah terlihat oleh mata.
LENSA OKULER, yaitu lensa yang dekat dengan mata pengamat lensa ini berfungsi
untuk membentuk bayangan maya, tegak, dan diperbesar dari lensa objektif
LENSA OBJEKTIF, lensa ini berada dekat pada objek yang di amati, lensa ini
membentuk bayangan nyata, terbalik, di perbesar. Di mana lensa ini di atur oleh
revolver untuk menentukan perbesaran lensa objektif.
TABUNG MIKROSKOP (TUBUS), tabung ini berfungsi untuk mengatur fokus dan
menghubungan lensa objektif dengan lensa okuler.
MAKROMETER (PEMUTAR KASAR), makrometer berfungsi untuk menaik
turunkan tabung mikroskop secara cepat.
MIKROMETER (PEMUTAR HALUS), pengatur ini berfungsi untuk menaikkan
dan menurunkan mikroskop secara lambat, dan bentuknya lebih kecil daripada
makrometer.
30
REVOLVER, revolver berfungsi untuk mengatur perbesaran lensa objektif dengan
cara memutarnya.
REFLEKTOR, terdiri dari dua jenis cermin yaitu cermin datar dan cermin cekung.
Reflektor ini berfungsi untuk memantulkan cahaya dari cermin ke meja objek melalui
lubang yang terdapat di meja objek dan menuju mata pengamat. Cermin datar
digunakan ketika cahaya yang di butuhkan terpenuhi, sedangkan jika kurang cahaya
maka menggunakan cermin cekung karena berfungsi untuk mengumpulkan cahaya.
DIAFRAGMA, berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk.
KONDENSOR, kondensor berfungsi untuk mengumpulkan cahaya yang masuk, alat
ini dapat putar dan di naik turunkan.
MEJA MIKROSKOP, berfungsi sebagai tempat meletakkan objek yang akan di
amati.
PENJEPIT KACA, penjepit ini berfungsi untuk menjepit kaca yang melapisi objek
agar tidak mudah bergeser.
LENGAN MIKROSKOP, berfungsi sebagai pegangang pada mikroskop.
KAKI MIKROSKOP, berfungsi untuk menyangga atau menopang mikroskop.
SENDI INKLINASI (PENGATUR SUDUT), untuk mengatur sudut atau tegaknya
mikroskop.
31
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan diadakan nya praktikum pengamatan batuan dan miral ini antara lain:
32
KEGIATAN PRAKTIKUM
Adapun kegiatan praktikum geologi dasar ini akan dibagi menjadi 6 kegiatan praktikum
diantaranya :
33
TATA KERJA
34
Praktikum kedua pengamatan batuan
35
Praktikum ketiga pengamatan batuan secara lanjut
36
Tata kerja praktikum pengamatan mineral
37
Praktikum kedua pengamatan mineral
38
Praktikum ketiga pengamatan batuan secara lanjut
39
LEMBAR PENGAMATAN BATUAN
2 Ukuran Butir
3 Bentuk Kristal
6 Pemilahan (Sorting)
7 Kebundaran
8 Porositas
9 Permeabilitas
10 Sifat batuan
40
No Nama Batuan Gambar Batuan
Pemandu Praktikum
41
LEMBAR PENGAMATAN BATUAN
2 Ukuran Butir
3 Bentuk Kristal
6 Pemilahan (Sorting)
7 Kebundaran
8 Porositas
9 Permeabilitas
10 Sifat batuan
42
No Nama Batuan Gambar Batuan
Pemandu Praktikum
43
LEMBAR PENGAMATAN BATUAN
2 Ukuran Butir
3 Bentuk Kristal
6 Pemilahan (Sorting)
7 Kebundaran
8 Porositas
9 Permeabilitas
10 Sifat batuan
44
No Nama Batuan Gambar Batuan
Pemandu Praktikum
45
LEMBAR PENGAMATAN MINERAL
2 Warna
3 Kekerasan
4 Kristal
5 Sifat Dalam
6 Kelistrikan
46
No Nama Mineral Gambar Mineral
Pemandu Praktikum
47
EVALUASI
Penilaian dari praktikum ini diambil dari beberapa point yang akan dinilai. Adapun point-
point yang akan dinilai antara lain:
1. Format penulisan laporan
Susunan kerangka laporan
Penggunan EYD
Tata tulis yang digunakan
Pengembangan materi yang didapat
2. Proses pengamatan
Tingkat keaktivan mahasiswa
Kemampuan berdiskusi
Ketepatan waktu
Kerapihan proses pengamatan
3. Hasil pengamatan praktikum
Kerapihan dalam penulisan hasil laporan per pertemuan
Hasil dan keterkaitan dengan materi
Pengembangan hasil praktikum pengamatan
48
Daftar Pustaka
Admin.2010. http://sulistyaindriani.wordpress.com/2010/07/12/bagian-bagian-mikroskop-
dan-fungsinya/ mikroskop dan fungsinya diakses pada 10 april 2014 pada pukul 20.00
WIB
Tim dosen geologi dasar dan Tim Asisten praktikum geologi dasar. 2003. Penuntun
Praktikum Geologi Dasar. Universitas Lampung: Lampung.
49