Anda di halaman 1dari 10

Tugas dan peran penting wanita

Agungnya tugas dan peran wanita ini terlihat jelas pada kedudukannya sebagai
pendidik pertama dan utama generasi muda Islam, yang dengan memberikan
bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah mengusahakan perbaikan besar bagi
masyarakat dan umat Islam.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin berkata, “Sesungguhnya kaum wanita


memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki (kondisi)
masyarakat, hal ini dikarenakan (upaya) memperbaiki (kondisi) masyarakat itu
ditempuh dari dua sisi:

– Yang pertama: perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan di pasar, mesjid
dan tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang perbaikan ini didominasi oleh kaum
laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di luar (rumah).

– Yang kedua: perbaikan di balik dinding (di dalam rumah), yang ini dilakukan di
dalam rumah. Tugas (mulia) ini umumnya disandarkan kepada kaum wanita, karena
merekalah pemimpin/pendidik di dalam rumah, sebagaimana firman Allah Ta’ala
kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ ِإنَّ َما ي ُِري ُد‬،ُ‫صاَل ةَ َوَآتِينَ ال َّز َكاةَ َوَأ ِط ْعنَ هَّللا َ َو َرسُولَه‬ َّ ‫ َوَأقِ ْمنَ ال‬،‫{ َوقَرْ نَ فِي بُيُوتِ ُك َّن َواَل تَبَرَّجْ نَ تَبَرُّ َج ْال َجا ِهلِيَّ ِة اُأْلولَى‬
}‫َط ِهيرًا‬ ْ ‫ت َويُطَهِّ َر ُك ْم ت‬ ِ ‫س َأ ْه َل ْالبَ ْي‬ َ ‫هَّللا ُ لِي ُْذ ِه‬
َ ْ‫ب َع ْن ُك ُم الرِّج‬

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah
laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya” (QS al-Ahzaab:33).

Oleh karena itu, tidak salah kalau sekiranya kita mengatakan: bahwa sesungguhnya
kebaikan separuh atau bahkan lebih dari (jumlah) masyarakat disandarkan kepada
kaum wanita. Hal ini dikarenakan dua hal:

1. Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-
laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang
ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…
Berdasarkan semua ini, maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam
memperbaiki (kondisi) masyarakat.

2. Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita, yang ini
semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam (upaya) memperbaiki
masyarakat[6].

Makna inilah yang diungkapkan seorang penyair dalam bait syairnya:

‫األم مدرسة إذا أعددتَها‬

َ ‫أعددتَ َشعْبا ً طَي‬


‫ِّب األعراق‬
Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya

Berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya[7]

Bagaimana seorang wanita mempersiapkan dirinya agar menjadi pendidik yang


baik bagi anak-anaknya?

Agar seorang wanita berhasil mengemban tugas mulia ini, maka dia perlu menyiapkan
dalam dirinya faktor-faktor yang sangat menentukan dalam hal ini, di antaranya:

1- Berusaha memperbaiki diri sendiri.

Faktor ini sangat penting, karena bagaimana mungkin seorang ibu bisa mendidik
anaknya menjadi orang yang baik, kalau dia sendiri tidak memiliki kebaikan tersebut
dalam dirinya? Sebuah ungkapan Arab yang terkenal mengatakan:

‫فاقِ ُد ال َّش ْي ِء ال يُ ْع ِط ْي ِه‬

“Sesuatu yang tidak punya tidak bisa memberikan apa-apa”[8].

Maka kebaikan dan ketakwaan seorang pendidik sangat menetukan keberhasilannya


dalam mengarahkan anak didiknya kepada kebaikan. Oleh karena itu, para ulama
sangat menekankan kewajiban meneliti keadaan seorang yang akan dijadikan sebagai
pendidik dalam agama.

Dalam sebuah ucapannya yang terkenal Imam Muhammad bin Sirin berkata:
“Sesungguhnya ilmu (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan
membimbingmu mencapai ketakwaan), maka telitilah dari siapa kamu mengambil
(ilmu) agamamu”[9].

Faktor penting inilah yang merupakan salah satu sebab utama yang menjadikan para
sahabat Nabi menjadi generasi terbaik umat ini dalam pemahaman dan pengamalan
agama mereka. Bagaimana tidak? Da’i dan pendidik mereka adalah Nabi yang terbaik
dan manusia yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala, yaitu Nabi kita Muhammad bin
Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makna inilah yang diisyaratkan oleh Allah
Ta’ala  dalam firman-Nya,

}‫{وكيف تكفرون وأنتم تتلى عليكم آيات هللا وفيكم رسوله‬

“Bagaimana mungkin (baca: tidak mungkin) kalian (wahai para sahabat Nabi),
(sampai) menjadi kafir, karena ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-
Nya pun berada di tengah-tengah kalian (sebagai pembimbing)” (QS Ali
‘Imraan:101).

Contoh lain tentang peranan seorang pendidik yang baik adalah apa yang disebutkan
dalam biografi salah seorang Imam besar dari kalangan tabi’in, Hasan bin Abil Hasan
Al Bashri[10], ketika Khalid bin Shafwan[11] menerangkan sifat-sifat Hasan Al
Bashri kepada Maslamah bin Abdul Malik[12] dengan berkata: “Dia adalah orang
yang paling sesuai antara apa yang disembunyikannya dengan apa yang
ditampakkannya, paling sesuai ucapan dengan perbuatannya, kalau dia duduk di atas
suatu urusan maka diapun berdiri di atas urusan tersebut…dan seterusnya”, setelah
mendengar penjelasan tersebut Maslamah bin Abdul Malik berkata: “Cukuplah
(keteranganmu), bagaimana mungkin suatu kaum akan tersesat (dalam agama mereka)
kalau orang seperti ini (sifat-sifatnya) ada di tengah-tengah mereka?”[13].

Oleh karena itulah, ketika seorang penceramah mengadu kepada Imam Muhammad
bin Waasi’[14] tentang sedikitnya pengaruh nasehat yang disampaikannya dalam
merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya, maka Muhammad bin Waasi’
berkata, “Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian
(tidak terpengaruh dengan nasehat yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya
adalah dari dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika keluarnya
(ikhlas) dari dalam hati  maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang
mendengarnya)” [15].

2- Menjadi teladan yang baik bagi anak-anak.

Faktor ini sangat berhubungan erat dengan faktor yang pertama, yang perlu kami
jelaskan tersendiri karena pentingnya.

Menampilkan teladan yang baik dalam sikap dan tingkah laku di depan anak didik
termasuk metode pendidikan yang paling baik dan utama. Bahkan para ulama
menjelaskan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari perbuatan dan tingkah laku yang
langsung terlihat terkadang lebih besar dari pada pengaruh ucapan[16].

Hal ini disebabkan jiwa manusia itu lebih mudah mengambil teladan dari contoh yang
terlihat di hadapannya, dan menjadikannya lebih semangat dalam beramal serta
bersegera dalam kebaikan[17].

Oleh karena itulah, dalam banyak ayat al-Qur’an Allah Ta’ala menceritakan kisah-
kisah para Nabi yang terdahulu, serta kuatnya kesabaran dan keteguhan mereka dalam
mendakwahkan agama Allah Ta’ala, untuk meneguhkan hati Rasululah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dengan mengambil teladan yang baik dari mereka[18]. Allah Ta’ala
berfirman,

}‫ وجاءك في هذه الحق وموعظة وذكرى للمؤمنين‬،‫ نقص عليك من أنباء الرسل ما نثبت به فؤادك‬ ‫{وكال‬

“Dan semua kisah para Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS
Hud:120).

Syaikh Bakr Abu Zaid, ketika menjelaskan pengaruh tingkah laku buruk seorang ibu
dalam membentuk kepribadian buruk anaknya, beliau berkata,

“Jika seorang ibu tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga
kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama),
suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang bergaul
dengan kaum lelaki yang bukan mahramnya, dan lain sebagainya, maka ini (secara
tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktek (nyata) bagi anaknya,
untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya dari
pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran untuk)
memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan kesucian diri,
serta (memiliki) rasa malu, inilah yang dinamakan dengan ‘pengajaran pada fitrah
(manusia)’ “[19].

Sehubungan dengan hal ini, imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang
ulama salaf yang terkenal, Ibarahim al-Harbi[20]. Dari Muqatil bin Muhammad
al-‘Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui
Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-
anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku): “Hati-
hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga
(wibawamu) jatuh di mata mereka”[21].

3- Memilih metode pendidikan yang baik bagi anak

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Yang menentukan


(keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari
Allah Ta’ala, dan jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha)
menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan
memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah Ta’ala berfirman,

}ً‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ ِم ْن َأ ْم ِر ِه يُسْرا‬


ِ َّ‫{ َو َم ْن يَت‬

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya
kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4)[22].

Termasuk metode pendidikan yang benar adalah membiasakan anak-anak sejak dini
melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya, sebelum mereka
mencapai usia dewasa, agar mereka terbiasa dalam ketaatan.

Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani ketika menjelaskan makna hadits yang shahih ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Hasan bin ‘Ali memakan kurma
sedekah, padahal waktu itu Hasan t masih kecil[23], beliau menyebutkan di antara
kandungan hadits ini adalah: bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik
mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka
melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan
hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani
kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut[24].

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Termasuk (pembinaan) awal yang diharamkan
(dalam Islam) adalah memakaikan pada anak-anak kecil pakaian yang menampakkan
aurat, karena ini semua menjadikan mereka terbiasa dengan pakaian dan perhiasan
tersebut (sampai dewasa), padahal pakaian tersebut menyerupai (pakaian orang-orang
kafir), menampakkan aurat dan merusak kehormatan”[25].

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya: apakah diperbolehkan bagi
anak kecil, laki-laki maupun perempuan, untuk memakai pakaian pendek yang
menampakkan pahanya? Beliau menjawab: “Sudah diketahui bahwa anak kecil yang
umurnya dibawah tujuh tahun, tidak ada hukum (larangan menampakkan) bagi
auratnya. Akan tetapi membiasakan anak-anak kecil memakai pakaian yang pendek
dan menampakkan aurat (seperti) ini tentu akan membuat mereka mudah (terbiasa)
membuka aurat nantinya (setelah dewasa). Bahkan bisa jadi seorang anak (setelah
dewasa) tidak malu menampakkan pahanya, karena sejak kecil dia terbiasa
menampakkannya dan tidak peduli dengannya… Maka menurut pandanganku anak-
anak (harus) dilarang memakai pakaian (seperti) ini, meskipun mereka masih kecil,
dan hendaknya mereka memakai pakaian yang sopan dan jauh dari (pakaian) yang
dilarang (dalam agama)”[26].

Seorang penyair mengungkapkan makna ini dalam bait syairnya:

Anak kecil itu akan tumbuh dewasa di atas apa yang terbiasa (didapatkannya) dari
orang tuanya

Sesungguhnya di atas akarnyalah pohon itu akan tumbuh[27]

Senada dengan syair di atas, ada pepatah arab yang mengatakan:

“Barangsiapa yang ketika muda terbiasa melakukan sesuatu maka ketika tua pun dia
akan terus melakukannya”[28].

4- Kesungguhan dan keseriusan dalam mendidik anak

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “Anak-anak adalah amanah (titipan Allah Ta’ala)
kepada kedua orang tua atau orang yang bertanggungjawab atas urusan mereka. Maka
syariat (Islam) mewajibkan mereka menunaikan amanah ini dengan mendidik mereka
berdasarkan petunjuk (agama) Islam, serta mengajarkan kepada mereka hal-hal yang
menjadi kewajiban mereka, dalam urusan agama maupun dunia. Kewajiban yang
pertama (diajarkan kepada mereka) adalah: menanamkan ideologi (tentang) iman
kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para Rasul, hari akhirat, dan mengimani
takdir Allah yang baik dan buruk, juga memperkokoh (pemahaman) tauhid yang
murni dalam jiwa mereka, agar menyatu ke dalam relung hati mereka. Kemudian
mengajarkan rukun-rukun Islam pada diri mereka, (selalu) menyuruh mereka
mendirikan shalat, menjaga kejernihan sifat-sifat bawaan mereka (yang baik),
menumbuhkan (pada) watak mereka akhlak yang mulia dan tingkah laku yang baik,
serta menjaga mereka dari teman pergaulan dan pengaruh luar yang buruk.

Inilah rambu-rambu pendidikan (Islam) yang diketahui dalam agama ini secara pasti
(oleh setiap muslim), yang karena pentingnya sehingga para ulama menulis kitab-
kitab khusus (untuk menjelaskannya)…Bahkan (metode) pendidikan (seperti) ini
adalah termasuk petunjuk para Nabi dan bimbingan orang-orang yang bertakwa (para
ulama salaf)”[29].

Lebih lanjut, syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin menekankan pentingnya


masalah ini dalam ucapan beliau: “Anak-anak pada masa awal pertumbuhan mereka,
yang selalu bersama mereka adalah seorang ibu, maka jika sang ibu memiliki akhlak
dan perhatian yang baik (kepada mereka), (tentu) mereka akan tumbuh dan
berkembang (dengan) baik dalam asuhannya, dan ini akan memberikan dampak
(positif) yang besar bagi perbaikan masyarakat (muslim).
Oleh karena itu, wajib bagi seorang wanita yang mempunyai anak, untuk memberikan
perhatian (besar) kepada anaknya dan kepada (upaya) mendidiknya (dengan
pendidikan yang baik). Kalau dia tidak mampu melakukannya seorang diri, maka dia
bisa meminta tolong kepada suaminya atau orang yang bertanggung jawab atas urusan
anak tersebut…

Dan tidak pantas seorang ibu (bersikap) pasrah dengan kenyataan (buruk yang ada),
dengan mengatakan: “Orang lain sudah terbiasa melakukan (kesalahan dalam
masalah) ini dan aku tidak bisa merubah (keadaan ini)”.

Karena kalau kita terus menerus pasrah dengan kenyataan (buruk ini), maka nantinya
tidak akan ada perbaikan, sebab (dalam) perbaikan mesti ada (upaya) merubah yang
buruk dengan cara yang baik, bahkan merubah yang (sudah) baik menjadi lebih baik
(lagi), supaya semua keadaan kita (benar-b

YANG ADA DI LANGIT DAN BUMI MEMOHONKAN AMPUN UNTUK

MEREKA
RS 1388

Riyadh al-Shalihin 1388
:ُ‫ يَقُول‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ِ ‫ َر‬،‫َوع َْن َأبِ ْي الدَّرْ دَا ِء‬
ُ ‫ َس ِمع‬: ‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬

‫ب ْال ِع ْل ِم ِرضا ً بِ َما‬ ِ ِ‫ض ُع َأجْ نِ َحتَهَا لِطَال‬ َ ‫ط ِريْقا ً ِإلَى‬


َ َ‫ َوِإ َّن ال َماَل ِئ َكةَ لَت‬،‫الجنَّ ِة‬ َ ُ‫ط ِريْقا ً يَ ْبتَ ِغي فِ ْي ِه ع َْلما ً َسه ََّل هللاُ لَه‬
َ ‫ك‬ َ َ‫َم ْن َسل‬
‫ َوفَضْ ُل ْال َعالِ ِم َعلَى ْال َعابِ ِد‬،‫الح ْيتَانُ فِي ال َما ِء‬ ِ ‫ض َحتَّى‬ ِ ْ‫من فِي اأَل ر‬ ْ ‫ت َو‬ ِ ‫ َوِإ َّن ْال َعالِ َم لَيَ ْستَ ْغفِ ُر لَهُ َم ْن فِي ال َّس َم َوا‬،ُ‫يَصْ نَع‬
‫ َوِإ َّن ْال ُعلَ َما َء َو َرثَةُ اأَل ْنبِيَا ِء وَِإ َّن اَأل ْنبِيَا َء لَ ْم يُ َورِّ ثُوا ِد ْينَاراً َواَل ِدرْ هَما ً َوِإنَّ َما َو َّرثُوا‬،‫ب‬
ِ ‫َفَضْ ِل ْالقَ َم ِر َعلَى َساِئ ِر ْال َك َوا ِك‬
. ‫ فَ َم ْن َأخَ َذهُ َأ َخ َذ بِ َحظِّ َوافِ ٍر‬،‫ْال ِع ْل َم‬

ُّ‫َر َواهُ َأبُوْ دَا ُو َد َوالتِّرْ ِم ِذي‬

Dari Abu al-Darda' ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan
baginya jalan ke surga, dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya
kepada pencari ilmu, karena ridha terhadap apa yang ia perbuat. Sesungguhnya,
penghuni langit dan bumi sampai ikan-ikan di laut pun memintakan ampun bagi orang
yang berilmu. Keutamaan seorang berilmu dibandingkan ahli ibadah seperti
keutamaan bulan purnama dibandingkan semua bintang-bintang. Dan sesungguhnya
para ulama adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan
dinar atau pun dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang
mengambilnya berarti ia telah mendapatkan bagian yang banyak.

(HR Abu Daud dan al-Tirmizi)


Dunia pendidikan dewasa ini menjadi momok yang penuh dengan problema yang
mengitari. Sistem pendidikan yang konyol, nilai UAN yang terus dipertanyakan,
mahalnya biaya pendidikan, fasilitas kurang, dan setumpuk problema lain dengan
jumlah yang tidak sedikit. Dan, sebagai tonggak barometer sebuah bangsa, dewasa ini
wanitia kurang mendapat porsi dalam dunia pendidikan.

Pendidikan adalah milik semua lapisan masyarakat, tak ada pengecualian disini.
Seorang perempuan pun, yang secara syar’i memiliki keterbatasan-keterbatasan juga
wajib untuk menikmati dan memperoleh pendidikan. Sebagaimana dawuh Nabi SAW
“ Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi semua Muslim dam Muslimat”. Hadist di
atas secara eksplisit menggunakan qoyd wajib, Islam sangat menekankan kepada
umatnya untuk tidak tersesat dalam jurang kejahilan. Siapapun itu dan dalam kondisi
bagaimanapun. Kemudian ditegaskan dalam akhir hadist tersebut, bahwa kewajiban
menuntut ilmu itu juga tidak hanya bagi kaum Adam an sich.

Hal senada juga dituangkan dalam Pasal 31 UUD ’45, (1) Tiap-tiap Warganegara


berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang. Namun, fakta
berbicara lain, perempuan seolah termarjinalkan dalam dunia pendidikan. Terlebih
paradigma yang menyebutkan bahwa perempuan hanya akan kembali ke dapur saja.

Kenapa perempuan???

Masalah perempuan selalu menjadi sebuah masalah yang pelik dan kompleks, mulai
dari mengenai sejarahnya, keberadaannya, kedudukannya, sampai pada ketidakadilan
yang selalu dialaminya. Semua ini bagai lilitan seutas benang merah yang tak pernah
berhenti melilitnya sepanjang zaman. Mengapa di sepanjang sejarah perempuan selalu
diperlakukan tidak adil?

Keterhinaan, ketertindasan dan ketersiksaan merupakan fenomena yang sering kita


lihat dalam sejarah hidup perempuan, terlebih sebelum munculnya agama
Islam. Dan fenomena semacam itu mungkin saja masih bisa didapati setelah
munculnya Islam, meskipun tidak separah sebelum kemunculannya.

Islam membawa nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, menempatkan perempuan sesuai


dengan kodratnya. Sejarah berkata, pada masa Yunani, yang mana notabennya pada
masa itu merupakan masa keemasan peradaban Barat, di mata mereka perempuan
adalah makhluk yang sangat hina, hanya sebagai pemuas nafsu birahi belaka sebagai
bentuk penjelmaan syaitan. Pada masa Romawi ,perempuan dianggap makhluk yang
tidak memiliki ruh, mereka mempermainkannya seperti barang.

ADVERTISING
Namun, setelah cahaya Islam datang, semua paradigma semacam itu perlahan lenyap.
Islam tidak mengenal adanya pembagian kasta atau diskriminasi yang bersifat
gender.Tradisi jahiliyah perlahan luntur dan perempuan kembali menemukan prestise.
Islam membawa cahaya untuk menerangi seluruh alam.Hingga dalam berbagai kasus
juga perempuan mendapatkan porsi yang istimewa dibanding laki-laki, sebagaimana
contoh perempuan yang sedang hamil diperbolehkan meninggalkan puasa ramadlan.
Hali ini karena memandang terhadap aspek pribadi yang ada dalam diri perempuan.

Robiah Adewiyah, Siti Aisyah, RA Kartini merupakan sosok kuat yang mampu
melampaui kodratnya. Mereka membuka mata dunia, kalau perempuan juga tidak
menjadi halangan untuk tetap menikmati dunia pendidikan dan menjadi orang yang
terdidik. Meski rasa haus akan dunia pendidikan belum terpenuhi, mereka sudah bisa
menjadi tolak ukur untuk perempuan modern zaman sekarang. Keberhasilan mereka
tidak akan tercapai kalau mereka mengesampingkan pendidikan.

Bergeser ke perempuan Indonesia, ternyata perempuan menjadi sorotan dari berbagai


pihak pengamat pendidikan. Karena dari hasil survey yang dilakukan, perempuan
Indonesia yang buta huruf memiliki jumlah yang cukup besar.“Berdasarkan data BPS,
pada 2001 persentase perempuan buta huruf sebesar 14,54%, sedangkan laki-laki
hanya 6,87%. Pada 2002 angka buta huruf perempuan pada kelompok 10 tahun ke
atas secara nasional mencapai 12,69% dan laki-laki hanya 5,85%. Setahun berikutnya,
angka buta huruf perempuan turun menjadi 12,28% sementara laki-laki 5,84%. kata
anggota DPR, yang juga aktivis perempuan Nadrah Azahari dalam talk show Kartini’s
Day bertema “Kartini, Mahasiswa, 2014” di Kampus IAIN Walisongo
Semarang,kemarin.

Dewasa ini, lembaga pendidikan yang notabennya khusus untuk perempuan mulai
dilirik, sebut saja Akademi Kebidanan, dan keperawatan, lembaga ini memberikan
keluasan bagi kaum hawa utuk menikmati pendidikan. Dari tahun ke tahun
peminatnya kian bertambah. Dan penulis yakin angka buta huruf wanita Indonesia
akan terus menurun. Semoga saja.

Peran perempuan

Dalam kehidupan ini, perempuan sebenarnya memegang peran yang cukup besar.
Namun, peran tersebut bersifat abstrak. Sebagaimana sang pelatih yang mengatur para
pemainnya, perempuan pun memiliki peran yang signifikan untuk mencetak generasi
yang cerdas dan berakhlak.

Kehidupan dalam keluarga merupakan titik awal untuk menuju kehidupan bernegara.
Anak yang terlahir dalam keluarga yang terdidik tentu akan berbeda nilainya
dibandingkan anak tanpa perhatian orangtuanya, khususnya ibu. Hal ini karena secara
psikologis perempuan memiliki sifat kasih sayang yang tinggi.

Seorang perempuan, mampu mencetak putra bangsa sekaliber Bung Karno. Ini berarti
perempuan menjadi central dalam menentukan keberhasilan suatu bangsa. Perannya
sangat berarti,kiprahnya tak bias dipandang sebelah mata. Benar sekali sabda nabi
SAW, perempuan menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa.
Berawal dari pendidikan di keluarga, permpuan mulai mengepakkan sayapnya. Start
yang sempurna akan mempengaruhi hasil ahir dalam suatu perlombaan. Di bawah ini
poin yang perlu menjadi catatan bagi seorang ibu untuk mencetak anak emas :

1. Akidah

Pengetahuan yang pertama kali di kenalkan ke anak-anak kita adalah seputar


tauhid, yakni upaya sang anak untuk mengetahui dan meyakini akan Tuhan
semesta alam. Mereka harus memahami siapa yang memberinya kehidupan,
yang menciptakan mereka.

Akidah merupakan factor yang paling urgen dalam kehidupan ini. Wajar saja
jika Islam lebih memprioritaskannya. Karena iman merupakan fundamental
sekali. Oleh karenanya, dilandasi oleh akidah yang kuat, anak kan mengerti
akan kebenaran dan benteng akidah tidak akan goyah begitu saja di tengah
liarnya aliran yang muncul ke permukaan.

Anak harus diperkenalkan akidah secaraijmali (global) dulu, yakni berupa


penjelasan tentang akidah 50 yang harus diketahui oleh setiap Mu’min dan
rukun iman yang lainnya. Dengan harapan semoga sifat kemanusiaan tidak
semena lepas dari tubuhnya.

1. Akhlak

Anak balita memiliki tingktat kecerdasan yang cukup tinggi untuk menagkap
sesuatu di lingkungannya. Kepekaan dan daya tangkap yang dimiliknya
mampu menirukan apa yang dilihat olehnya. Perilaku yang baik dari orang tua
dalam keseharian bisa menjadi factor utama dalam pengembangan karakter
dan kpribadian yang baik si balita.

Mulailah dari hal kecil, semisal membiasakan uluk salam ketika hendak pergi
dan bersalaman dengan orang tua, membaca basmalah sebelum makan,
mengggunakan tangan kanan ketika mengambil dan memegang sesuatu.

Akhlak merupakan sebuah karakter yang melekat dalam hati, kebiasaanlah


yang akan membentuknya. Maka, kondisi yang harmonis dalam lingkungan
keluarga diharapkan sekali demi terbentuknya senerasi yang bermoral dan
bermartabat.

1. Sholat

Ibadah adalah hal yang paling urgen dalam menjalin komuniksi dengan sang
Ilahi Rabbi, disamping kita juga tidk boleh mengesampingkan kehidupan
social. Ibadah yang paling mendasar adalah pengenalan tentang sholat di usia
dini dan diperlukan juga pembelajarang yang intens sejak dini. Dengan tujuan
melatih supaya terbiasa dan tidak terlalu berat ketika kita sudah dewasa.
Perhatian orang tua diharakan tidak hanya focus dalam pendiikan umum an
sich, pendidikan agama juga haru bisa diimbangi untuk membentuk generasi
yang bermoral seperti diatas. Diatas merupakan pondasi umum untuk
mendidik sang buah hati, diharapkan bias mencetak generasi yang
berkpribadian Islam. Di samping itu, pendidikan lainnya juga diperlukan.

Sekolah Gratis

Masyarakat Indonesia telah lama mengidamkan pendidikan yang tidak perlu


mengeluarkan biaya sepeserpun, namun realita berbicara lain. Maish banyak teman-
teman kita yang putus sekolah, atau bahkan di usir dari sekolahnya hanya karena tidak
mampu membayar biaya wajib bulanan. Sungguh tragis memang, pendidikan
seyogyanya bisa dinikmati semua lapisan masyarakat. Tak terkecuali mereka yang
kurang mampu.

Namun, pendidikan gratis itu menurut penulis hanya bia di peroleh dalam lingkungan
keluarga saja. Tidak perlu mahal untuk menggaji guru, yakni Bapak atau Ibu kita.
Mereka juga layik dijadikan pahlawan tanpa jasa. Terutama yang paling urgen adalah
bagaimana dan seperti apa ibu memberikan pendidikan kepada sang anak. Karena
rumah merupakan tempat ideal bagi para pendidik sejati, dari situlah terlahir generasi
yang diharapkan kehadirannya di bumi pertiwi ini.

Pendidikan yang setara semoga menjadikan permpuan bisa menunjukkan kiprahnya


dalm ranah pendidikan, saat ini kita kurang menyadari betapa besarnya peran
perempuan untuk mengubah bangsa. Pendidikan dan perempuan harus bisa satu garis
lurus dalam setiap langkahnya. Semoga apa yang telah diberikan perempuan untuk
mecetak generasi emas mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak dan perempuan
mampu menyulap anak menjadi sosok yang berpengaruh bagi kemajauan bangsa
tercinta ini.

Anda mungkin juga menyukai