Hadis yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang pedagang yang memiliki sifat-
sifat ini, karena dia akan dimuliakan dengan keutamaan besar dan kedudukan yang tinggi di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan
orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat. Imam ath-Thiibi mengomentari hadis ini dengan
mengatakan, “Barangsiapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan amanah, maka dia
termasuk golongan orang-orang yang taat (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala); dari kalangan
orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid, tapi barangsiapa yang selalu memilih
sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk golongan orang-orang yang durhaka (kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala); dari kalangan orang-orang yang fasik (buruk/rusak agamanya)
atau pelaku maksiat”.[2]
Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadis ini:
– Maksud sifat jujur dan amanah dalam berdagang adalah dalam keterangan yang disampaikan
sehubungan dengan jual beli tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada barang
dagangan yang dijual jika memang ada cacatnya.[3]
– Inilah sebab yang menjadikan keberkahan dan kebaikan dalam perdagangan dan jual beli,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kalau keduanya (pedagang dan
pembeli) bersifat jujur dan menjelaskan (keadaan barang dagangan atau uang pembayaran),
maka Allah akan memberkahi keduanya dalam jual beli tersebut. Akan tetapi kalau kaduanya
berdusta dan menyembunyikan (hal tersebut), maka akan hilang keberkahan jual beli tersebut”.
[4]
– Berdagang yang halal dengan sifat-sifat terpuji yang disebutkan dalam hadis ini adalah
pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
shahabat y, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang shahih.[5] Adapun hadis “Sembilan
persepuluh (90 %) rezeki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadis yang lemah,
sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani.[6]
– Maksud dari keutamaan dalam hadis ini: “…bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan
orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti)” bukanlah berarti derajat dan
kedudukannya sama persis dengan derajat dan kedudukan mereka, tapi maksudnya dikumpulkan
di dalam golongan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
َ َذلِك.صدِّيقِينَ َوال ُّشهَدَا ِء َوالصَّالِ ِحينَ َو َحسُنَ ُأولَِئكَ َرفِيقًا َ ُول فَُأولَِئ
wَ ك َم َع الَّ ِذينَ َأ ْن َع َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم ِمنَ النَّبِي
ِّ ِّين َوال َ َو َم ْن يُ ِط ِع هَّللا َ َوال َّرس
هَّلل هَّللا
الفَضْ ُل ِمنَ ِ َو َكفَى بِا ِ َعلِي ًما ْ
“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan (dikumpulkan) bersama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup
mengetahui.” (QS an-Nisaa’: 69-70)[7].
وآخر دعوانا أن الحمد هلل رب العالمين،وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين