OLEH :
RIMBA MAHARDIKA
203516416083
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persoalan budaya menurut Ralph Linton (dalam Waluyo; 2009) tidak terlepas dari
beragam pengetahuan, sikap, dan pola, akan tetapi lebih dari itu. Yakni, memberikan
stimulasi kepribadian seseorang untuk melakukan tindakan secara individu dengan
sistem kecenderungan tertentu.
Kondisi tersebut tentusaja menjadi kesimpulan bahwa segala prilaku manusia akan
melahirkan budaya dan kemudian diteruskan oleh generasi lainnya dengan tidak
memandang benar ataupun salah. Kasus seperti ini sangatlah terlihat dalam kehidupan
sosial yang umumnya dilakukan oleh pengedara jalan yang melewati Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL) “Bangjo Ngoresan” yang kerapkali ditemukan
penyimpangan dalam sistem budaya, khususnya pada koredor hukum.
Lampu Lalu Lintas dengan sebutan “Bangjo Ngoresan” ini terlatak di Daerah
Ngoresan, Kecamatan Jebres, Kota Suratakarta. Tepatnya berada di sekitar gerbang
belakang UNS Solo. Dalam kesehariannya fungsi lampu lalu lintas sebagai APILL
tak banyak dianggap ada oleh sebagian orang (TrimbunSolo; 2018).
Sebutan tentang “Bangjo Ngoresan” sendiri lahir dari sejarah jalan Ngoresan dan
fungsinya yang tidak dianggap perlu di masyarakat yang melintasi wilayah tersebut,
hasil ini didapatkan dari beberapa wawancara kepada pengendara serta Ojol (ojek
online) yang kerapkali dipergunakan oleh penulis. Bahkan dari sematan itu adapula
beberapa pengedara menyebutnya dengan nama lain, yakni “Bangjo Mati”.
Adapun dalam konsensus Undang-Undang No. 22/2009 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan: Alat pemberi isyarat lalu lintas/APILL adalah lampu yang
mengendalikan segala bentuk arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan,
tempat penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya.
Lampu ini memberikan tanda yang jelas kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti
secara bergantian dari berbagai arah.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian dalam kajian ini
tentang pola prilaku peyimpangan pada sistem budaya hukum di Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas (APILL) “Bangjo Ngoresan” di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.
3. Tujuan Penelitian
4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis dan praktis.
1. Secara teoritis, hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan akan mampu
digunakan untuk pengembangan keilmuan sosiologi, khususnya dalam mata
kuliah Sistem Budaya Sosial Indonesia.
2. Secara praktis, hasil kajian ini dapat dipergunakan oleh masyarakat umum,
peneliti, akademisi, dan pemerintah, sebagai bahan penelitian lebih lanjut
terhadap masalah pelanggaran pada IPILL “Bangjo Ngoresan”. yang saat ini
menarik perhatian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Konsep
Perilaku Menyimpang
Pada persoalan ini dapatlah digambaran secara kontekstual misalnya saja untuk
masyarakat Indonesia yang dinamakan penyimpangan ialah kondisi pelanggaran pada
aturan UU dan Pancasila yang keduanya merupakan unsur terpenting dalam tata muat
hukum masyarakat.
Prilaku penyimpangan dalam koredor ini ialah tindakan yang dijalankan oleh
seseorang dengan menitikberatkan pada pandangan orang lainnya. Prilaku ini
kerapkali dihubungan dengan sikap tengangrasa yang dilakukan antar kelompok
dengan pengaruh budaya di dalamnya.
Bentuk prilaku menyimpang lainnya yang memiliki ciri khas dengan kondisi yang
seharusnya dijalankan oleh masyarakat. Keadaan ini kerapkali berhubungan erat
dengan kebudayaan, dimana kebudayaan itu sendiri ialah menurut Soekamto, (1989)
adalah keadaan yang memberikan cangkupan atas semua yang dapat dipelajari dari
beragam pola-pola perilaku yang normative dalam kehidpan masyarakat, termasuk
pola berfikir, merasakan, dan bertindak.
Sistem Budaya
Kehidupan masyarakat dalam lingkungan sosialnya dalam jangka waktu yang lama
tentusaja akan menghasilkan sebuah kebudayaan (tradisi) berupa sistem nilai, sistem
ilmu pengetahuan dan kebudayaan terhadap kebendaan (Waluya, 2009). Kelahiran ini
memunculkan deskripsi bahwa setiap masyarakat pasti memiliki ciri khas tersendiri
yang berbeda dengan masyarakat yang lainnya.
Pengertian masyarakat disini adalah sekelompok manusia yang secara sadar untuk
memilih hidup mandiri dengan kurun waktu tertentu dalam sebuah wilayah, sehingga
kemudian menghasilkan kebudayaan yang sama untuk dilestarikan pada penerusnya
(Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L, 1999). Melalui konsep inilah dapat dikatakan
bahwa kebudayaan akan senantiasa teratur guna menyeimbangkan antar generasi.
Ketarturan yang dapatkan dari penularan kepada generasi lain ini kemudian dikenal
dengan istilah sistem budaya, yang memiliki pengaruh besar pada pembentukan
prilakunya (Stephen dan Timothy, 2008). Atas dasar inilah kemudian setiap
masyarakat akan memiliki pola-pola tertentu yang menghasilkan kesepatan
(konsensus) untuk mejaganya.
Hukum
Hukum akan senantinsa menjadi pedoman bagaimana setiap individu agar senantinya
mampu untuk bertindak, bersikap dan menyesuaikan dengan aturan aturan yang ada.
Aturan-aturan yang ada ini muncul secara turun-temurun, dan biasanya akan terus
menjadi tradisi dari nenek moyang sampai generasi di bawahnya jika tidak ada
pengaruh yang muncul dari luar (Waluya, 2009).
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang lebih dikenal dengan APILL adalah teknologi
kekinian yang memiliki peranan sebagai alat kontrol (kendali) dengan memanfaatkan
lampu yang terpasang di wialayah-wilayah persimpangan dengan tujuan memberikan
aturan atas arus lalu lintas (Djoesmanto: 2002).
Pengaturan atas alat ini dilatakan di wilayah persimpangan yang pada dasarnya
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan atau peluang kepada kendaraan lain
agar berkendara dengan baik sesuai dengan aturan yang telah ditentukan.
APILL memiliki fungsi yang sangat penting dalam era sekarang, alasannya dengan
keberadaan alat kontrol ini secara tidak langsung mamberikan kotribusi kepada
masyarakat untuk menataati aturan-aturan yang telah ditentukan.
Bahkan secara khusus pemerintah melalaui lembaga hukum telah meletakan APILL
sebagai salah satu aturan yang diteukan. Hal ini sesuai dengan UU No. 22/2009
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan: alat pemberi isyarat lalu lintas atau APILL
adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan
jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas
lainnya.
Kaitannya dengan penelitian ini ialah melihat banyaknya pelanggaran yang terlihat
dalam APILL “Bangjo Ngoresan”. Di wilayah ini fungsi serta peranan sebagai rambu
lalu lintas kerapkali ditemukan banyak pelanggaran, sehingga wujud penyimpangan
tersebut dianggap biasa oleh sebagai masyarakat. Prilaku ini tentusaja menarik untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut, dengan penelitian yang terencana diharapkan dalam
memberikan solusi atas sejumlah pembenaran pada kesalahan-kesalahan terhadap
aturan masyarakat.
Landasan Teori
Dalam penelitian peyimpangan pada sistem budaya hukum di Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas (APILL) “Bangjo Ngoresan” Di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta ini
penulis mempergunakan teori anomi sebagimana pelopor penggunakan teori ini
adalah Emil Durkheim dan Robert K. Merton. Durkheim (1897 dalam Waluya,:
2009), memberikan arti bahwa anomi adalah keadaan yang dijalankan masyarakat
tanpa adanya lagi keterikatan antara norma sehingga dalam kondisi masyarakat
seperti ini terjadi penyimpangan, utamanya kesetaraan antara kenyataan yang
diharapkan dan realitas sosial yang ada.
Melalui penggunaan teori ini tentusaja dapat mengulas beragam penyimpangan atas
ketidakfungsinya APILL “Bangjo Ngoresan” yang selama ini banyak dilakukan oleh
masyarakat yang melewati Jalan Ngoresan.
Selain itu melalui penggunakan teori ini dapat memberikan gambaran bahwa
serangkaian penyimpangan dalam kehidupan masyarakat akan terjadi apabila dalam
suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus (yang meliputi etnik, agama,
kebangsaan, kedaerahan, dan kelas sosial) sehingga secara kasat mata mampu
memberikan pengurangan pada kesepakatan nilai (value consensus) yang disepakati
dalam bentuk Undang-Undang Lalu Lintas.
Robert K. Merton (dalam Waluya, 2009) mengatakan bahwa anomi bisa terjadi dalam
kehidupan masyarakat lantaran tidak adanya harmonisan antara tujuan budaya
dengan cara yang dipergunakan masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pembenaran atas teori anomi ini secara keseluruhkan memberikan gambaran kepada
masyarakat bahwa memiliki banyak aturan hukum yang dibuat serta fasilitas yang
dibangun untuk mendukungnya, tetapi tidak dijalankan dengan maksimal atau terjadi
kesalahan. Akibatnya dapat dikatakn timbul keadaan tidak adanya seperangkat aturan
hukum tersebut dalam kehidupan masyarakat yang ada.
Kerangka Berpikir
Kerangka pikiran pada dasarnya merupakan arah penalaran yang dipergunakan untuk
dapat memberikan jawaban sementara atas beragam bentuk permasalahan yang telah
dirumuskan.
Sedangkan membahas pola prilaku peyimpangan pada sistem budaya hukum di Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) “Bangjo Ngoresan” pada dasarnya berhubungan
erat dengan kebiasaan masyarakat yang umumnya melawati ruas jalan di wilayah
Ngoresan. Penyimpangan yang ada dalam masyarakat tersebut umumnya sudah
dianggap sebagai keadaan normal padahal jikalau ditinjau dari segi hukum kondisi
tersebut merupakan bagain pelenggaran yang tidak dapat ditoleransi sedikipun.
METODE PENELITIAN
Teknik Penulisan
Sedangkan untuk pendekatan yang dipergunakan ialah dengan metode studi kasus,
yakni metode penelitian yang dilakukan melalui serangkaian pengamatan tentang
keadaan, kelompok, masyarakat setempat, lembaga-lembaga, ataupun individu-
individu (Waluya, 2009).
1. Waktu Kepenulisan
Waktu kepenulisan penelitian ini disusun dan diselesaikan pada bulan September
sampai Oktober 2020.
Alat-alat yang digunakan dalam studi kasus dalam model penelitian ini adalah
wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan atau kuesioner (questionaire), daftar
pertanyaan, dan teknik keterlibatan si peneliti dalam kehidupan sehari-hari dari
kelompok sosial yang sedang diamati (participant observer technique) dengan bahan
dan sumber referensi dikumpulakan dari berbagai macam literatur yang berasal dari
penelitian dalam jurnal ilmiah, artikel ilmiah, serta buku teks ilmiah dan berbagai
sumber yang berhubungan dengan penelitian tentang kajian penyimpangan sistem
budaya hukum di Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) “Bangjo Ngoresan”.
Sehingga dalam mempergunakan jenis data bisa berasal dari data primer dan data
skunder yang diperoleh dari penelitian serta bahan-bahan pustaka yang relevan
dengan topik yang ditulis, baik dari buku, makalah, hasil penelitian, ataupun internet.
Literatur dan hasil penelitian yang telah didapatkan pada tahap ini, selanjutnya
dilakukan pengelolahan data dengan cara mengedit atau kalimatnya kemudian
disesuaikan dengan alur kepenulisan. Penyesuaian yang dilakukan tanpa merubah
maksud dan tujuan dari penulisan tersebut, sehingga diperoleh suatu pembahasan
yang sistematis dari judul penelitian yang telah digagas yakni kajian penyimpangan
sistem budaya hukum di Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) “Bangjo
Ngoresan”.
Data yang diperoleh dianalisis melalui analisis deskriftif yaitu menguraikan data dan
fakta dari hasil penelitian dan telaah pustaka. Analisis data digunakan dalam
menganalisis permasalahan yang ahirnya menentukan sintesis berupa hasil penelitian
yang dapat dipertangungjawabkan.