Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
1. Iva Andina Putri (I011211013)
2. Nurhaena (I011211219)
3. Swandi Sudirman (I011211017)
4. Nurisma Devi Wahyuningsih (I011211151)
5. Khusnul Khatimah (I011211059)
6. Aswar Jaya (I011211177)
7. Awaluddin Palalloi (I011211143)
8. Febrianto Banda (I011211187)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perubahan
Frekuensi Gen Dalam Populasi” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pada mata kuliah Genetika Peternakan. Selain itu makalah ini juga bertujuan menambah
wawasan tentang perubahan frekuensi gen dalam populasi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ichsan A. Dagong, S.Pt., M. Si
selaku dosen dari mata kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan mkalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah
berikutnya.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
2.3 Faktor Penyebab Terjadi Perubahan Frekuensi Gen dalam Populasi ............... 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Gen adalah segemn DNA yang mengkode rantai polipeptida dan RNA. Secara
klasik, sebuah gen didefinisikan sebagai bagian dari kromosom yang menentukan atau
memengaruhi satu karakter atau fenotip, seprti warna mata, mata sipit, rambut halus, wajah
bulat. George Beadle dan Edward Tatum bahwa gen adalah segmen materi genetik yang
menentukan, atau untuk, satu enzim: hipotesis satu gen-satu enzim. Gen adalah semua
DNA yang mengkode urutan utama dari beberapa produk gen dalam hal ini adalah
polipeptida atau yang dikenal sebagai protein atau RNA dengan struktur atau fungsi katalik.
Adanya frekuensi gen dalam suatu populasi merupakan petunjuk adanya evolusi.
Ini karena menurut hukum Hardy-Weinberg, perbandingan genotip alami akan selalu
konstan dari generasi ke generasi pada sebuah populasi besar dimana perkawinan terjadi
secara acak dan tidak ada perubahan perbandingan alel dan lokus. Perubahan keseimbangan
frekuensi gen dapat terjadi akibat mutasi dan seleksi alam yang mana keduanya merupakan
mekanisme evolusi, sehingga jika terjadi perubahan frekuensi gen maka itu dapat dijadikan
bukti adanya evolusi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kesetimbangan Hardy Weinberg
Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggis G.H. Hardy dan seorang ahli Fisika Jerman
W. Weinberg secara terpisah mengembangkan model matematika yang dapat menerangkan
proses pewarisan tanpa mengubah struktur genetika didalam populasi.
1. Jika tidak ada gangguan maka frekuensi alel yang berbeda dalam populasi akan
cenderung tetap/tidak berubah sepanjang waktu
2. Dengan tidak adanya faktor pengganggu, maka frekuensi genotype juga tidak akan
berubah setelah generasi I.
Hukum ini digunakan sebagai parameter untuk mengetahui apakah dalam suatu
populasi sedang berlangsung evolusi ataukah tidak. Hukum Hardy-weinberg ini menjelaskan
bahwa keseimbangan genotip AA, Aa, dan aa, serta perbandingan gen A dan gen a dari generasi
ke generasi akan selalu sama dan tetap dipertahankan dalam suatu populasi bila memenuhi
beberapa syarat.
Hukum Hardy -Weinberg menyatakan bahwa dibawah suatu kondisi yang stabil, baik
frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi
pada populasi yang berbiak secara seksual.
2
1. Ukuran populasi sangat besar. Dalam populasi yang besar, hanjutan/pergeseran genetik
(genetic drift) yang merupakan fluktuasi acak dalam kumpulan gen tidak akan
mengubah frekuensi alel.
2. Perkawinan terjadi secara acak. Dengan perkawinan acak, frekuensi alel dan genotip
akan mengikuti hukum pewarisan sifat Mendel, sehingga frekuensi alel dan genotip
dapat dipertahankan tetap.
3. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar. Pengubahan satu
alel menjadi alel lain akibat mutasi akan mengubah frekuensi alel dan genotip suatu
populasi.
4. Terisolasi dari populasi lain. Pada populasi yang terisolasi tidak aka nada aliran gen
(perpindahan alel antar populasi akibat perpindahan individua tau gamet) yang dapat
mengubah kumpulan gen.
5. Tidak ada seleksi alam. Jika potensi kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi
pada semua individu sama, maka frekuensi alel dan genotip akan tetap dari generasi ke
generasi.
Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg tadi banyak
dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan menyebabkan
perubahan perbandingan alel dalam populasi tersebut, Devinisi evolusi sekarang dapat
dikatakan sebagai perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi alel atau
genotipe populasi. Dalam perubahan dalam kumpulan gen ini (yang merupakan skala
terkcil,), spesifik dikenal sebagai mikroevolusi.
Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu populasi.
Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari generasi ke generasi, maka
populasi tersebut tidak mengalami evolusi. Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka
frekuensi gen berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi.
Tahun 1975, John Holland, salah satu pendiri Computing Evolution, memperkenalkan
konsep algoritma genetika. Tujuannya adalah untuk merancang computer untuk dapat
mengaplikasikan apa saja yang terdapat dari beberapa makhluk hidup. Sebagai seorang ilmuan
computer, Holland prihatin dengan algoritma yang memanipulasi string pada digit biner. Dia
melihat algoritma ini sebagai bentuk abstrak evolusi alami. GA dapat diwakili oleh urutan
Langkah-langkah prosedur untuk bergerak dari suatu kromosom buatan untuk membentuk
populasi baru. Menggunakan seleksi alam dan Teknik yang diambil sebagai crossover dan
3
mutase. Setai kromosom terdiri dari sejumlah gen, dan setiap gen diwakili oleh bilangan 0 atau
1 (Negnevitsky, 2005).
4
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Frekuensi Gen Dalam Populasi
Adapun faktor penyebab terjadinya perubahan frekuensi gen dalam populasi yaitu sebagai
berikut:
a. Mutasi
Mutasi merupakan bahan mentah evolusi. Peran pentingnya adalah untuk menghasilkan
variasi. Mutasi pada dasarnya merupakan kekeliruan dalam penyalinan DNA. Macamnya
berupa perubahan kode genetik, penyisipan atau hilangnya suatu gen, atau dan inversi atau
duplikasi gen atau bagian gen. Mutasi selalu terjadi, hampir semua gen mungkin
mengalami mutasi sekali pada saat pembelahan yang ke 50.000 hingga 100.000. Kecepatan
mutasi dari berbagai gen bervariasi. Alel yang lebih stabil, frekuensinya akan cenderung
bertambah banyak, sedangkan alel yang mudah bermutasi akan cenderung bertambah
banyak, sedangkan alel yang mudah bermutasi akan cenderung untuk berkurang
frekuensinya. Meskipun mutasi pada suatu lokus gen tertentu jarang terjadi, dampak
kumulatif mutasi tersebut pada semua lokus bisa signifikan. Hal ini disebabkan oleh setiap
individu memiliki ribuan gen, dan banyak populasi memiliki ribuan atau jutaan individu.
Dengan begitu dalam jangka panjang mutasi sangat penting bagi evolusi karena mutasi
mempertinggi variabilitas yang berfungsi sebagai bahan mentah untuk seleksi alam.
Kebanyakan mutasi dipandang netral dari sudut pandang fitness. Banyak mutasi yang
tidak segera memperlihatkan efek pada fenotipe,sehingga tidak terdeteksi. Akan tetapi,
kalau mutasi itu sampai menimbulkan efek pada fenotipe, biasanya efeknya merugikan.
Hanya sedikit sekali mutasi yang menguntungkan. Nilai adaptif mutasi sepenuhnya
tergantung pada kondisi lingkungan.
Sekali alel bermutasi, kombinasi alel-alel tertentunbisa lebih adaptif dari kombinasi
yang lain pada kondisi lingkungan tertentu. Fenotipe yang paling cocok baru muncul
apabila alel-alel yang tepat dikelompokkan oleh peristiwa rekombinasi.
b. Migrasi
Pergerakan alel dalam populasi melalui perkawinan antar anggota populasi dikenal
dengan migrasi atau aliran gen. Perpindahan individu dari suatu populasi ke populasi
lainnya menyebabkan terjadinya migrasi gen yang mengarah pada terjadinya perubahan
frekuensi gen pada populasi tersebut.
c. Seleksi Alam
Seleksi alam berperan sebagai agen penyeleksi suatu populasi. Makhluk hidup yang
dapat beradaptasi akan mempertahankan kelangsungan hidupnya, sedakangkan makhluk
5
hidup yang tidak mampu beradaptasi akan punah atau tersingkir. Seleksi alam dipandang
sebagai proses yang mengubah frekuensi gen didalam populasi.
Jika kita lihat populasi-populasi makhluk hidup di alam, maka kita akan menemukan
bahwa setiap populasi terdiri atas individu-individu yang bervariasi. Beberapa varian
mungkin menghasilkan lebih banyak keturunan disbanding yang lain. Keberhasilan yang
berbeda dalam reproduksi ini adalah seleksi alam, tentunya hal ini dipengaruhi oleh
kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan berproduksi. Menurut The
American Heritage ScienceDictionary, seleksi alam adalah suatu proses dimana
organisme-organisme yang lebih baik penyesuaiannya terhadap lingkungan akan
menghasilkan keturunan yang lebih baik banyak disbanding yang lain. Sebagai hasil dari
seleksi alm, proporsi organisme suatu spesies dengan karakteristik yang bersifat adaptif
terhadap lingkungan akan meningkat pada masing-masing generasi. Oleh karena itu,
seleksi alam secara acak memodifikasi variasi asal dari ciri-ciri genetic suatu spesies
sehingga alel-alel yang bersifat menguntungkan karena survive akan mendominasi,
sedangkan alel-alel yang tidak menguntungkan akan berkurang.
Menurut Merriam -Webster`s Medical Dictionary, seleksi alam adalah suatu proses
alami yang akan menghasilkan individu yang survive atau kelompok terbaik yang sesuai
dengan kondisi dimana mereka hidup dan ini sama pentingnya untuk mengabdikan kualitas
genetik yang diinginkan dan untuk menghapus gen yang tidak diinginkan sebagai hasil dari
rekombinasi atau mutasi gen.
Terdapat 3 jenis seleksi alam yaitu seleksi direksional, seleksi penstabilan, dan seleksi
disruptif.
• Seleksi Direksional
Seleksi direksional adalah tipe seleksi alam yang mengarahkan suatu populasi
kea rah satu sifat yang eskstrem. Misalnya, pada kasus kupu-kupu Biston Betularia,
seleksi yang terjadi mengarahkan pada populasi Biston Betularia hitam yang lebih
adaptif dibandingkan dengan Biston Betularia putih.
• Seleksi Penstabilan
Seleksi penstabilan merupakan tipe seleksi yang mempertahankan karakter
pertengahan diantara dua karakter esktrem. Contohnya adalah bobot bayi yang
dilahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa bayi dengan bobot sedang ternyata lebih
mampu bertahan hidup, sedangkan bayi berbobot besar mengalami banyak masalah
Kesehatan.
6
• Seleksi Disruptif
Seleksi disruptif merupakan tipe seleksi yang berlawanan dengan seleksi
penstabilan. Seleksi disruptif akan mempertahankan dua karakter ekstrem dan
mengeliminasi karakter yang ada di pertengahan. Contohnya, kupu-kupu penipu
Afrika yang memiliki kemampuan untuk menghindar dari predatornya dengan cara
meniru kupu-kupu beracun.
Endler (1992) mendeskripsikan seleksi alam sebagai proses yang terjadi jika populasi memiliki
3 kondisi yaitu:
a. Variasi diantara individu-individu dalam hal suatu sifat tertentu (variasi fenotip)
b. Hubungan yang konsisten antara sifat itu dengan kemampuan reproduksi dengan
kelangsungan hidup (variasi fitness).
c. Hubungan yang konsisten, untuk sifat itu, antara tetua dan keturunannya; hubungan itu
setidaknya secara persial tidak tergantung pada efek lingkungan (pewarisan sifat).
Apabila ketiga kondisi itu terpenuhi, satu atau dua hal berikut akan terjadi:
a. Distribusi frekuensi sifat itu akan berbeda diantara kelompok-kelompok umur atau
tahap-tahap sejarah hidup, perbedaan itu tidak sesuai dengan yang diramalkan
berdasarkan ontogeni (pertumbuhan dan oerkembangan).
b. Apabila populasi tidak dalam keadaan setimbang, distribusi sifat itu didalam semua
keturunan dalam populasi akan berbeda dari distribusinya didalam semua tetua, tidak
sesuai yang diramalkan berdasarkan kondisi (a) dan (c) saja. Kondisi (a), (b), dan (c)
mencakup semua aspek biologi, dan proses (hasil a dan b ) murni berasal dari peluang
dan statistika.
Seleksi alami dapat dipecah menajadi banyak komponen. Beberapa diantaranya adalah
kelangsungan hidup dan dayatarik seksual. Seleksi seksual adalah seleksi alami yang
bekerja pada faktor-faktor yang berperan terhadap keberhasilan organisme untuk kawin.
Seleksi alam mengakibatkan alel diturunkan ke generasi berikutnya dalam jumlah yang
tidak proporsional dengan frekuensi relatif generasi saat ini, sehingga mengubah kumpulan
gen. Seleksi alam mengakumulasi dan mempertahankan genotip yang menguntungkan
dalam suatu populasi. Pengaruh seleksi alam dalam penurunan frekuensi suatu sifat dalam
suatu populasi.
d. Genetic Drift
7
Genetic drift adalah perubahan secara kebetulan dalam frekuensi alel suatu kumpulan gen.
Meski bisa terjadi pada populasi besar maupun kecil, peristiwa ini terutama terjadi pada
populasi yang kecil. Sebagai mekanisme evolusi, genetic drift dipandang setara dengan
seleksi alam, malah bisa lebih penting. Mana sebenarnya yang lebih penting diantara
keduanya masih diperdebatkan tetapi setidaknya Sebagian tergantung pada ukuran
populasi. Di populasi kecil, drift bisa jauh lebih berperan. Bottleneck effect dan founder
effect adalah dua contoh dari proses stokastik tersebut. Sebagia proses acak, genetic drift
tidak akan memberikan hasil yang sama pada populasi yang berlainan (Mader, 2001).
e. Kawin Tidak Acak
Syarat lain agar kesetimbangan Hardy-Weinberg dapat dipertahankan adalah
perkawinan acak. Tetapi pada kenyataannya, individu lebih sering kawin dengan anggota
populasi yang lebih dekat dibandingkan dengan yang lebih jauh jaraknya, terutama pada
spesies yang penyebarannya dekat. Hal ini akan mendorong perkawinan antarkerabat
(inbreeding). Perkawinan tidak acak lainnya adalah perkawinan asortif atau perkawinan
berdasarkan pilihan, dimana individu memilih pasangan yang sama dengan dirinya dalam
fenotip tertentu. Sebagai contoh, beberapa kodok (Bufo sp.) paling sering mengawini kodok
yang ukurannya sama.
Dengan kawin acak, hubungan antara frekuensi alel dan frekuensi genotipe sangat
sederhana karena perkawinan acak individu setara dengan serikat acak gamet. Secara
konseptual, kita mungkin membayangkan semua gamet sutatu populasi sebagai hadiah
dalam wadah besar. Untuk membentuk genotipe zigot, pasang gamet ditarik dari wadah
secara acak. Untuk lebih spesifik, mempertimbangkan alel M an N pada golongan darah
MN, yang frekuensi alel adalah p dan q, masing-masing (ingat bahwa p + q =1).
Genotipe yang dapat dibentuk dengan dua alel akan ditampilkan di sebelah kanan, dan
dengan perkawinan acak, frekuensi masing-masing genotipe dihitung dengan mengalikan
frekuensi alel dari gamet yang sesuai. Namun MN genotipe dapat dibentuk dalam du acara-
alel M bisa dating dari ayah atau dari ibu. Dalam setiap kasus, frekuensi genotipe MN
adalah pq; mengingat kedua kemungkinan, kita menemukan bahwa frekuensi MN adalah
pq + pq = 2pq.
Perkawinan yang tidak akan meningkatkan jumlah genotif homozygot dari lokus gen
pada individu. Setiap perubahan dalam perilaku kawin asortif atau kawin antar kerabat
populasi akan menggeser frekuensi genotif yang berlainan. Dengan demikian, perkawinan
tidak acak dapat menyebabkan populasi berevolusi.
8
2.4 Karakter Genetik Terhadap Populasi
Frekuensi gen dan frekuensi genotip merupakan hal penting dalam melakukan karakterisasi
suatu populasi. Berdasarkan frekuensi gen dan frekuensi genotip inilah kekhasan suatu
populasi dapat diketahui. Frekuensi alel dan genotip dapat berubah oleh adanya evolutionary
forces, perkawinan tidak acak, genetic drift dan seleksi alam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat 2 (dua) jenis evolutionary forces yang berlangsung di populasi warga Bedeng
61B Desa Wonokarto, yaitu genetic drift dan gene flow.
Total jumlah gen pada genom manusia berkisar antara 70.000 – 80.000 (Strachan & Read,
1999). Salah satunya adalah gen penyandi golongan darah. Land Steiner dalam Suryo (2005)
mengemukakan bahwa golongan darah Sistem ABO dapat diwariskan dan dibedakan menjadi
empat golongan yaitu A, B, AB dan O. dan Surabaya pada khususnya, urutan jumlah golongan
darah terbanyak berturut-turut adalah golongan darah O, golongan darah B , golongan darah
A, AB (Pratiwi & Perdanakusuma, 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, dimana jumlah
responden yang memiliki tipe golongan darah A, B, AB dan O adalah berturut-turut sebanyak
87 orang (24,51%), 110 orang (30,99%), 23 orang (6,48%) dan 135 orang (38, 03%). Namun,
persentase berbeda dengan hasil penelitian Darmawati dkk (2005), dimana persentase tertinggi
didapati pada warga bergolongan darah B yaitu 59 orang (48,76%). Hasil juga tidak sesuai
dengan pendapat Suryo (1997) yang menyatakan bahwa golongan darah orang Indonesia pada
umumnya adalah B. Kejadian demikian dapat terjadi, karena setiap populasi memiliki karakter
9
susunan genetik dan persebaran alel- alel bervariasi. Land Steiner dalam Suryo yang (2005)
mengemukakan bahwa golongan darah Sistem ABO ditentukan oleh suatu seri alel ganda
antara lain IA, I", dan 1°, dimana hampir seluruh populasi penduduk di dunia memiliki ketiga
alel tersebut, walaupun persebaran alelnya berbeda-beda.
Karakter susunan genetik dan persebaran alel-alel yang bervariasi, sangat ditentukan oleh
gen parentalnya (Sinnot (1958) dalam Darmawati dkk., 2005). Gen parental pada anggota
populasi pendiri Bedeng 61B memiliki ketiga alel pada seri alel ganda sistem golongan darah
ABO, antara lain IA, IB, dan 1°. Distribusi tipe golongan darah warga transmigran yang
merupakan populasi pendiri Bedeng 61B, berturut-turut, yaitu tipe golongan darah A, B, AB
dan O sebanyak 10 orang (22,73%), 13 orang (29,55 %), 5 orang (11,36%) dan 16 orang
(36,36%). Persebaran tipe golongan darah populasi pendiri sesuai dengan persebaran populasi
saat ini.
Frekuensi alel golongan darah Sistem ABO pada populasi warga Bedeng 61B Desa
Wonokarto dapat dilihat pada tabel 7 (tujuh). Alel 1° memiliki nilai tertinggi dalam populasi,
hal ini menunjukkan bahwa kejadian kawin acak yang terjadi pada populasi tersebut lebih
banyak dilakukan oleh warga bergolongan darah A dan B dengan genotip heterozigot. Hal ini
sesuai dengan data pada tabel 8 yang menunjukkan bahwa frekuensi genotip IAI° dan IBI°
yang tinggi.
Genotip golongan darah A dan B yang homozigot memiliki nilai yang rendah dalam
populasi, berturut-turut yaitu 0,0290 dan 0,0441 (Tabel 8). Nilai tersebut menunjukkan bahwa
dalam populasi warga Bedeng 61B Desa Wonokarto hanya didapatkan 11 orang yang
bergenotip golongan darah A homozigot dan 16 orang dengan genotip golongan darah B
homozigot.
Perubahan frekuensi alel dan genotip suatu populasi merupakan indikasi adanya
mikroevolusi, yaitu evolusi yang terjadi pada tingkat kecil (gen). Campbell et al., (2003)
menyatakan bahwa apabila frekuensi alel atau genotip menyimpang diharapkan dari
kesetimbangan Hardy- Weinberg, maka populasi itu dikatakan sedang berevolusi. Uji Chi-
Square (X²) merupakan uji dari nilai yang dapat menunjukkan adanya yang penyimpangan
struktur genetik terhadap Hukum Hardy-Weinberg. Hasil uji Chi-Square data golongan darah
populasi warga Bedeng 61B Desa Wonokarto, diperoleh nilai X2 sebesar 0,07 dan critical value
pada a 5% adalah 7,815 (untuk dF = 3). Oleh karena nilai X2 < critical value, maka populasi
10
warga Bedeng 61B berada dalam kesetimbangan Hukum Hardy-Weinberg. Dua bentuk
evolutionary forces yang berlangsung pada populasi tersebut tidak memiliki pengaruh besar
Dua bentuk dapat terhadap menyebabkan Hukum untuk penyimpangan Kesetimbangan Hardy-
Weinberg.
11
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa jumlah frekuensi alel didalam populasi akan
tetap seperti frekuensi awal, dengan beberapa persyaratan yaitu populasi sangat besar, kawin
acak, tidak ada perubahan didalam unggun gen akibat mutasi, tidak terjadi migrasi individu
kedalam dan keluar populasi, dan tidak ada seleksi alam (semua genotip mempunyai
kesempatan yang sama dalam keberhasilan reproduksi) kecuali apabila terdapat pengaruh-
pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tertentu
yang mengganggu kesetimbangan antara lain perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran
populasi terbatas, dan aliran gen.
Kebanyakan mutasi dipandang netral dari sudut pandang fitness. Banyak mutasi yang tidak
segera memperlihatkan efek pada fenotipe,sehingga tidak terdeteksi. Akan tetapi, kalau mutasi
itu sampai menimbulkan efek pada fenotipe, biasanya efeknya merugikan. Hanya sedikit sekali
mutasi yang menguntungkan. Nilai adaptif mutasi sepenuhnya tergantung pada kondisi
lingkungan.
Perubahan frekuensi alel dan genotip suatu populasi merupakan indikasi adanya
mikroevolusi, yaitu evolusi yang terjadi pada tingkat kecil (gen). Apabila frekuensi alel atau
genotip menyimpang diharapkan dari kesetimbangan Hardy- Weinberg, maka populasi itu
dikatakan sedang berevolusi. Dua bentuk evolutionary forces yang berlangsung pada populasi
tersebut tidak memiliki pengaruh besar Dua bentuk dapat terhadap menyebabkan Hukum untuk
penyimpangan Kesetimbangan Hardy-Weinberg.
2.2 Saran
Dengan adanya pembahasan tentang perubahan frekuensi gen dalam populasi dan penyebab
perubahan frekuensi gen dalam populasi ini, diharapkan pembaca dapat memahami lebih
lanjut dan menggali lebih lanjut dan menggali lebih dalam materi terkait perubahan frekuensi
gen dalam populasi dan penyebab perubahan frekuensi gen dalam populasi sehingga menjadi
lebih bermanfaat untuk pembelajaran dimasa yang akan datang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Khoiriyah, Y. N. 2014. Karakter Genetik Populasi Bedeng 61B Desa Wonokarto Kabupaten
Lampung Timur Pasca Program Kolonisasi Pemerintah Belanda. Jurnal Biogenesis.
2(2): 132-137.
Nurrahmah, A. dkk. 2021. Pengantar Statistika. CV. MEDIA SAINS INDONESIA: Kota
Bandung-Jawa Barat.
Supriana, I. W., Made, A. R., Made, S. B., dan Devan, B. 2021. Implementasi Dua Model
Crossover Pada Olgaritma Genetika Untuk Optimasi Penggunaan Ruang Perkuliahan.
Jurnal RESISTOR. 4(2):2598-9650.
Unsunnidhal, L. dkk. 2021. Genetika dan Biologi Reproduksi. Yayasan Kita Menulis: Kota
Bandung-Jawa barat.
13