GENETIKA
MEKANISME EVOLUSI
Oleh:
Anis Wijayanti
NPM : 216201446029
LABORATORIUM MIKROTIKA
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang mempelajari
variasi genetik dalam suatu populasi. Cabang ilmu genetika ini banyak diaplikasikan
dalam berbagai bidang, khususnya kesehatan, pemuliaan, dan konservasi. Genetika
populasi mengenali arti penting dari sifat kuantitatif,karena cara menentukan
penyebaran alel tersebut dilakukan secara matematis. Salah satu saja frekuensi dari
suatu gen diketahui dapat digunakan untuk memprediksi frekuensi gen yang lain. Hal
tersebut dapat diaplikasikan dalam mendiagnosa penyakit genetik.
Hukum Hardy-Weinberg atau yang sering disebut dengan Hukum Ketetapan
Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotip dalam
suatu populasi akan tetap konstan, yaitu berada dalam kesetimbangan dari satu
generasi ke genarasi berikutnya kecuali apabila terdapat pengaruhpengaruh tertentu
yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh yang dapat
mengganggu kesetimbangan antara lain perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran
populasi terbatas, dan aliran gen. Keadaan populasi yang seimbang pada prinsip
keseimbangan genetik populasi Hardy-Weinberg adalah populasi harus berukuran
besar, perkawinan terjadi secara acak, tidak terjadi mutasi, migrasi, dan genetic drift,
dan tidak terjadi seleksi alam
Hardy-Weinberg mengemukakan rumus untuk menghitung frekuensi alel dan
genotip dalam populasi. Jika di dalam populasi terdapat dua alel pada lokus tunggal,
alel dominan D dan alel resesif d, jika frekuensi alel dominan dilambangkan dengan
p, dan frekuensi alel resesif dilambangkan dengan q maka p + q = 1. Pada reproduksi
seksual, frekuensi setiap macam gamet sama dengan frekuensi alel dalam populasi.
Jika gamet berpasangan secara acak, maka peluang frekuensi homozigot DD = p2,
peluang frekuensi homozigot dd = q2, dan peluang heterozigot Dd = 2pq, maka p2 +
2pq + q2 = 1.
B. Tujuan Praktikum
B. Cara Kerja
1. Buka Aplekasi AlleleA1.
2. Hitung frekuensi A1.
3. Hitung frekuensi awal untuk menetukan besar gaya seleksi terhadap allel mutant.
4. Hasil di screen shoot lalu dibuatkan kurva ke Microsoft excel.
5. Jelaskan dan simpulkan hasil dari simulasi yang sudah dilakukan.
C. Analisis Data
1. Contoh soal
Kasus 3
Reseptor C-Chemokine tipe 5 (CCR5) adalah protein permukaan sel lekosit yang
berperan sebagai reseptor khemokin. Reseptor ini berperan dalam sistem imun
saat sel-T tertarik ke jaringan atau organ tertentu. CCR5 juga berperan sebagai ko-
reseptor pada infeksi HIV-1. Pada manusia gen CCR5 terletak di 3p21.Individu
tertentu membawa mutasi CCR5-D32 yang memberikan kekebalan terhadap
infeksi HIV-1.
Pada populasi orang Eropa, frekuensi CCR5-D32 mencapai angka 0,2. Mutan ini
diperkirakan muncul sekitar 700 tahun yl. Seberapa besarkah gaya seleksi
terhadap alel mutan ini sehingga dalam waktu relatif singkat dapat mencapai
frekuensi yang tinggi.
2. Software AlleleA1
a. Starting Frequency of Alele : 0.2
Menurut contoh soal kasus 3 yang berbunyi ” Pada populasi orang Eropa,
frekuensi CCR5-D32 mencapai angka 0,2. Mutan ini diperkirakan muncul sekitar 700
tahun yl. Seberapa besarkah gaya seleksi terhadap alel mutan ini sehingga dalam waktu
relatif singkat dapat mencapai frekuensi yang tinggi.” Didapat kan Starting frequency of
Allel A1 adalah 0.2. Setelah didapatkan frekuensi Allele A1 maka dilakukan penentuan
frekuens selanjutnya untuk mengetahui berapa jumlah generasi yang dibutuhkan agar
frekuensi dari allel mutant ini menjadi lebih tinggi.
Adapun hasil yang diperoleh setelah melakukan percobaan dengan menggunakan
aplikasi yang sudah di download dengan menggunakan dengan Starting frequency of
Allel A1 adalah 0.2, Fitness of genotype A1A1 1.0 , Fitness of genotype A1A2 0.5 dan
Fitness of genotype A2A2 0.5 maka di dapatkan peningkatan jumlah Starting frequency
of Allel A1 menjadi 1 pada generasi ke 31.
Untuk menjelaskan Hukum Hardy-Weinberg, kita mengasumsikan bahwa suatu
fenotipe tanaman diploid ditentukan oleh gen yang berada pada satu lokus A dengan dua
allel yang berbeda pada lokus tersebut, A1 dan A2. Dengan demikian, genotipe yang
dapat dibentuk adalah kombinasi dari allel-allel tersebut, yaitu A1A1, A1A2 dan A2A2.
Pada waktu terjadi pembelahan sel meiosis, yaitu waktu pembentukan gamet
(gametogenesis), setiap genotipe tersebut akan menghasilkan gamet yang haploid.
Misalnya, tanaman A1A2 akan menghasilkan gamet haploid yang memiliki allel A1 dan
gamet haploid yang memiliki kandungan allel A2 (Malau, 2005).
Jadi jika allel A1A1 tetap 1.0 sementara allel A1A2 diturunkan menjadi 0.5 dan
A2A2 diturunkan menjadi 0.5 dalam popiulasi yang besar dan tidak terjadinya mutasi,
maka frekuensi CCR5-D32 (Starting frequency of Allel A1) akan naik menjadi 1.0 pada
generasi ke 31.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk meningkatkan frekuensi yang tinggi dari 0.2 dibutuhkan beberapa
perubahan pada Fitness of genotype A1A1 1.0 , Fitness of genotype A1A2 0.5 dan
Fitness of genotype A2A2 0.5 sehingga terjadi peningkatan jumlah Starting
frequency of Allel A1 menjadi 1 pada generasi ke 31.
B. Saran
Semoga kedepannya praktikum dapat dilakukan secara langsung di Laboratorium
Universitas Nasional.
DAFTAR PUSTAKA