Dosen Pembimbing:
Disusun oleh :
UNIVERSITAS JAMBI
Pada jam 22.30.wib. Saat sedang bertugas jaga IGD di RSUD Raden Mattaher jambi,
Perawat TRIAGE mendapat pasien korban kecelakaan lalu-lintas seorang laki-laki berusia 35
tahun diantar oleh patroli polisi lalu lintas. Pasien sadar, mengeluh nyeri dada, sesak nafas
yang semakin bertambah, dan bahu kiri terasa nyeri. pada saat datang ke pasien perawat
segera melakukan primary survey dan secondary survey Menurut keterangan pengantar, 3
jam SMRS pasien mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi, menabrak pohon
ketika menghindari hewan yang melintas. Penderita terjungkal dan jatuh dari motor, dada
terbentur stang motor dan nyeri pada bahu sebelah kiri. Dari pemeriksaan fisik, kesadaran
GCS 8. Nafas cepat dan dangkal, suara tambahan didapatkan (gurgling dan snoring ). Vital
sign: Nadi 130x/menit, tekanan darah 90/70 mmHg, suhu 37C, RR 32x/menit. Terdapat jejas
pada thorax kanan, JVP meningkat, pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi hipersonor,
auskultasi vesiculer menurun, emfisema sub cuti (+). Regio bahu kiri terdapat jejas (+),
perdarahan aktif di femur dextra (+), oedem (+), deformitas (+), nyeri tekan (+) dan krepitasi
(+). Pada pemeriksaan Fisik lanjutan Perawat IGD menduga adanya pneumothorax kanan dan
berencana melaporkan ke dokter jaga untuk melakukan thorakosintesis segera. Keluarga
pasien belum ada yang datang. Sambil menunggu keluarga, dokter melakukan
informedconsent pada pihak pengantar pasien, dilanjutkan permintaan cek lab darah dan
radiologi.
LO:
1. Thorakosintetsis (Putry)
2. Triage (Husnul)
3. Deformitas (Nurfajrindah)
5. Jejas (Yayu)
6. Snoring (Marta)
7. Informed Consent(Cika)
Jawaban:
1. Thorakosintesis atau penyedotan cairan di paru adalah suatu prosedur yang dilakukan
apabila terdapat banyak cairan dalam rongga pleura. Prosedur penyedotan cairan ini
dilakukan dengan cara menusukkan jarum ke dalam rongga pleura untuk mengeluarkan
cairannya, sehingga pasien dapat bernapas dengan lebih baik. Penyedotan cairan paru
bertujuan mengeluarkan cairan yang menumpuk dalam rongga pleura sehingga pasien dapat
bernapas dengan lebih lancar. (Helni)
3. Deformitas adalah perubahan bentuk anatomis, seperti menonjok atau tampak lebih
ekstrim yang membuat bagian tubuh tampak atau berfungsi berbeda dari yang seharusnya
(Hani)
5. Jejas adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula
jika rangsangan perusak ditiadakan (Hanif)
6. Snoring merupakan suara ngorok atau mendengkur yang terjadi ketika saluran nafas
menyempit. Aliran udara yang terbatas menyebabkan suara bergetar. Volume dengkuran
dapat bervariasi tergantung pada seberapa terbatas udara di hidung, mulut, atau tenggorokan.
Penyebabnya antara lain dapat berupa membesarnya amandel sehingga membatasi aliran
udara yang lewat atau kelebihan berat badan karena penumpukan lemak pada leher. (Elvin)
7. Informed consent adalah penyampaian informasi dari dokter atau perawat kepada
pasien sebelum suatu tindakan medis dilakukan atau persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga yang telah mendapatkan penjelasan secara lengkap dan rinci mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan. (Reny)
STEP II (IDENTIFIKASI MASALAH)
3. Apa yang harus diperhatikan perawat saat menghadapi situasi kegawatdaruratan pada
kasus tersebut? (Yuda)
4. Apa kemungkinan terparah yang bisa dialami pasien dan bagaimana dampaknya
terhadap sistem kardio dan respirasinya mengingat adanya cedera parah pada bagian thorax?
(Syifa)
5. Berdasarkan kasus disampaikan bahwa pada pemfis lanjutan, perawat IGD menduga
adanya pneumothorax kanan dan berencana melaporkan ke dokter jaga untuk melakukan
thorakosintesis segera. maka dari itu, dari berbagai data yang dilampirkan, data apa sajakah
yang memperkuat perawat sehingga menduga pasien megalami pneumothorax kanan dan apa
komplikasi yang mungkin ditimbulkan jika tidak segera dilakukan thorakosintesis? (Helni)
6. Bagaimana cara pengelompokkan triage dan masuk dalam kategori triage apa pasien
pada kasus? (Nadia)
7. Apa yang menyebabkan pasien diperlukan pemeriksaan cek lab darah dan radiologi?
(Hani)
STEP III (ANALISIS MASALAH)
3. -Kaji jalan nafas (Airway) : Anda lakukan observasi pada gerakan dada,, apakah ada
gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan berarti jalan nafas lancar atau
paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada walaupun diberikan bantuan nafas artinya
terjadi sumbatan jalan nafas - Kaji fungsi paru (breathing): Anda kaji/observasi kemapuan
mengembang paru, adakah pengembangan paru spontan atau tidak. Apabila tidak bisa
mengembang spontan maka dimungkinkan terjadi gangguan fungsi paru sehingga akan
dilakukan tindakan untuk bantuan nafas. lihat adanya memar atau luka - Kaji sirkulasi
(Circulation) : Anda lakukan pengkajian denyut nadi dengan melakukan palpasi pada nadi
radialis, apabila tidak teraba gunakan nadi brachialis, apabila tidak teraba gunakan nadi
carotis. Apabila tidak teraba adanya denyutan menunjukkan gangguan fungsi jantung.
kemudian liat ada nya syok seperti hipotensi (Khafivah)
4. LO
5. Pneumothorax. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
textbook of pediatric. Edisi ke-18 adalah kondisi ketika udara bocor ke ruang di antara paru-
paru dan dinding dada. Cedera dada akibat benda tumpul atau tusukan, prosedur medis
tertentu, atau penyakit paru-paru. Pada kasus tersebut perawat menduga pasien mengalami
pneumothorax kanan, data-data yang memperkuat hal tersebut yaitu.
d. JVP meningkat
f. Perkusi hipersonor
j. Oedem
k. Deformitas
l. Nyeri tekan
m. Krepitasi
Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan.
pengelompokan label Triase
Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport
segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, Luka
bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera
abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis
penyakit lain.
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan
segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Nah mungkin anda
masuk dalam kategori yang ini, jadi Jangan marah-marah dan jangan heran kenapa anda tidak
langsung mendapatkan perawatan di Ruang UGD sementara mereka harus menolong pasien
lain yang lebih parah.
Kategori triage pada kasus adalah prioritas kedua (kuning) (Putry)
7. Pemeriksaan cek darah dan radiologi bertujuan untuk mendiagnosis suatu penyakit,
dengan begitu penangan tepat yang perlu dilakukan untuk jenis penyakit tersebut dapat
diketahui.. pasien diperlukaan pemeriksaan cek lab darah dan radiologi dikarenakan pada
kasus pasien mengalami kecelakaan. Dada pasien terbentur stang motor dan nyeri pada bahu
sebelah kiri, pergerakan dada kanan tertinggal, terdapat jejas pada thorax kanan. (Cika)
STEP IV (MIND MAPPING)
Data Objektif
Data Subjektif
- Pasien mengeluh nyeri
-GCS 8
- Pasien sesak napas
- Bahu kiri terasa nyeri -Napas cepat dan dangkal
- Menurut keterangan
pengantar, 3 jam SMRS -Adanya suara tambahan (gurgling
pasien mengendarai sepeda dan snoring)
motor dengan kecepatan
-Nadi: 130x/menit
tinggi, menabrak pohon
ketika menghindari hewan -TD: 90/70 mmHg
yang melintas. Penderita
terjungkal dan jatuh dari -suhu 30 derajat C
motor, dada terbentur stang
motor dan nyeri pada bahu -RR 32x/menit
sebelah kiri.
-Jejas pada thorax kanan
-JVP meningkat
-Perkusi hipersonor
Thorakosintesis
Jawab:
1) Definisi Gawat Darurat
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan atau pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan kehilangan nyawanya atau
cacat yaitu kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. (Saanin, 2012).
Perlu dibedakan :
a. Gawat darurat Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang,
koma, trauma kepala dengan penurunan kesadaran.
b. Gawat tidak darurat Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi
tidak memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut.
c. Darurat tidak gawat Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak
mengancam nyawa atau anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.
d. Tidak gawat tidak darurat Pasien poliklinik yang datang ke UGD Pendekatannya :
- Segera tangani hal-hal yang dapat menyebabkan kematian dan kecacatan
- Diagnosis tidak boleh menunda tindakan yang jelas ada indikasi
- Anamnesis lebih mendetil tidak perlu, hanya untuk evaluasi dalam keadaan akut
- Empati Urutan evaluasinya untuk di stabilisasi : (1) Airway dengan proteksi
vertebrae servikal (2) Breathing (3) Circulation dan control pendarahan (4)
Exposure dan Environtment.
3) Prinsip Gawat Darurat
Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta
harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan atau mengetahui
(orang awam, perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit
karena kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja. Prinsip utama
adalah memberikan pertolongan pertama pada korban. Pertolongan pertama adalah
pertolongan yang diberikan saat kejadian atau bencana terjadi ditempat kejadian.
a. Merupakan hal yang sangat mencemaskan baik pasien, keluarga dan SDM,
pemerintah serta masyarakat secara luas.
b. Keadaaan gawat darurat dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.
c. Perlu adanya system penanggulangan gawat darurat terpadu yang jelas.
d. Keadaan gawat darurat tidak dapat diprediksi baik jumlah korban maupun kondisi
pasiennya.
e. Masyarakat perlu memahami hal-hal yang dapat menyebabkan keadaan gawat
darurat dan cara menolongnya.
f. Perlu adanya evaluasi setelah kejadian
Jawab:
Sistem kolaborasi tim pada kasus diatas idealnya dipimpin oleh 1 orang dokter, 4
orang perawat, 1 radiografer dan 1 orang analis kesehatan. Seluruh tenaga kesehatan ini
saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kegawatdarurtan yang terjadi. Seperti
pada kasus diatas pasien dicurigai mengalami pneumothorax, maka dokter dan perawat
bersama melakukan primary dan secondary survey pada pasien. Untuk menemukan
masalah kesehatan yang terjadi secara spesifik pada pasien, maka perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium (analisis gas darah) yang tentunya dilakukan oleh seorang
analis kesehatan. Pemeriksaan foto thorax dan ct scan juga perlu dilakukan mengingat
pasien mengalami benturan pada dadanya dan pemeriksaan ini dilakukan oleh seorang
radiografer. Setelah dilakukan pemeriksaan ini tentunya dokter dapat memutuskan untuk
diberikan penatalaksanaan apa. Bisa berupa pemberian obat atau tindakan medis lainnya
yang dapat dilakukan kolaborasi antara dokter, perawat dan juga apoteker.
2. Bagaimana Etik legal dalam kegawatdaruratan?
Jawab:
Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip
Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak
safe community adalah sarana public/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur
pelayanan ambulan gawat darurat, unsur pengamanan (kepolisian) dan unsur
penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu
memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respon cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke RS yang dituju. Hal
ini telah disebutkan dalam UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 32 ayat 1 yaitu
dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu serta ayat 2 yaitu dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan
kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang
muka.
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit tidak
tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga
kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi atau antar
profesi). Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase pra-rumah
sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga kesehatan. Dalam mencegah dan
mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolak
ukur masing-masing. Oleh karena itu, dalam praktek keperawatan harus diperhatikan
dalam dimensi yang berbeda.
Aspek etika dan hukum dalam pelayanan gawat darurat sangat penting
dilaksanakan sebagai pedoman agar pelayanan yang diberikan tidak melanggar norma atau
hukum yang dapat merugikan profesi keperawatan atau masyarakat yang berakibat pada
konflik. Kesehatan baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit tidak tertutup
kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga kesehatan
dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi atau antar profesi).
Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase pra-rumah sakit
terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga kesehatan. Dalam mencegah dan
mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolak
ukur masing-masing. Oleh karena itu, dalam praktek keperawatan harus diperhatikan
dalam dimensi yang berbeda.
Aspek etika dan hukum dalam pelayanan gawat darurat sangat penting
dilaksanakan sebagai pedoman agar pelayanan yang diberikan tidak melanggar norma atau
hukum yang dapat merugikan profesi keperawatan atau masyarakat yang berakibat pada
konflik.
Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan atau pedoman
bagi status perawat professional yaitu dengan cara :
1) Menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan memahami dan menerima
kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan kepada perawat oleh masyarakat.
2) Menjadi pedoman bagi perawat dalam berperilaku dan menjalin hubungan keprofesian
sebagai landasan dalam penerapan praktek etika.
3) Menetapkan hubungan-hubungan professional yang harus dipatuhi yaitu hubungan
perawat dengan pasien/klien sebagai advocator, perawat dengan tenaga professional
lain sebagai teman sejawat, dengan profesi keperawatan sebagai seorang kontributor
dan dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan keperawatan.
4) Memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi
1) Otonomi (Autonomy) yaitu prinsip yang didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Dalam kasus ini perawat diharuskan
untuk berpikir secara logis melakukan pertolongan kepada pasien tanpa melihat
keadaan pasien tersebut.
2) Berbuat Baik (Beneficience) berarti melakukan sesuatu yang baik. Pada kasus ini
perawat dapat berperilaku baik untuk pelayanan terbaik, untuk pasien penerima
pelayanan kesehatan.
3) Tidak Merugikan (Non-maleficence) yaitu setiap tindakan harus berpedoman pada
prinsip primum non nocere (yang paling utama jangan merugikan). Resiko fisik,
psikologis dan sosial hendaknya diminimalisir semaksimalm mungkin.
4) Kejujuran (Veracity), yaitu dokter maupun perawat hendaknya mengatakan sejujur-
jujurnya tentang apa yang dialami klien serta akibat yang akan dirasakan oleh klien.
Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien agar
mudah memahaminya.
5) Keadilan (Justice), yaitu prinsip yang dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil
terhadp orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Perawat diharapkan melakukan tindakan sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan
yang benar.
6) Kerahasiaan (Confidentiality), yaitu perawat maupun dokter harus mampu menjaga
privasi klien meskipun klien telah meninggal dunia.
7) Menepati Janji (Fidelity), dibutuhkan untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain.
8) Akuntabilitas (Accountability), merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
Aspek etika dan hukum dalam pelayanan gawat darurat sangat penting
dilaksanakan sebagai pedoman gara pelayanan yang diberikan tidak melanggar norma atau
hukum yang dapat merugikan profesi keperawatan atau masyarakat yang berakibat pada
konflik.
1. Pengertian
Initial assessment atau sering disebut dengan pengakajian awal korban cedera
kritis karena cedera multipel. Dimana initial assessment merupakan proses penilaian
yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien gawat
darurat. (Wijaya, 2019)
a. Persiapan
b. Triase
3. Primary Survey
Airway: penilaian tentang mamou apa tidak pasien bernapas secara spontan.
Breathing: nilai look, listen, feel untuk mengetahui pernapasan baik apa tidak.
4. Resusitasi
1) Re-evalution ABCDE
2) Pemberian Cairan
3) RJP
5. Secondary Survey
1) Anamnesis
A: Alergi
P: Past illness
B: Bentuk
T: Tumor
L: Luka
S: Sakit
KONSEP PNEUMOTHORAX
1. Definisi Pneumothorax
Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen kejaringan
atau organ, akibat darah yang menuju kedalam paru yang kolaps tidak mengalami
proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.
2. Klasifikasi Pneumothorax
Dari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumothoraks belum
diketahui secara pasti, banyak penelitian dan teori telah di kemukakan untuk
mencoba menjelaskan tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe
pneumotoraks ini. Ada teori yang menyebutkan, disebabkan oleh faktor konginetal,
yaitu terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu saat akan pecah akibat
tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan terjadinya pneumothoraks.
Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat pada bagian apeks paru dan juga
pada percabangan trakeobronkial. Pendapat lain mengatakan bahwa PSP ini bisa
disebabkan oleh kebiasaan merokok. Diduga merokok dapat menyebabkan
ketidakseimbangan dari protease, antioksidan ini menyebabkan degradasi dan
lemahnya serat elastis dari paru-paru, serta banyak penyebab lain yang kiranya dapat
membuktikan penyebab dari pneumothoraks spontan primer.
3) Pneumothoraks Trauma
4) Iatrogenik Pneumothoraks
Banyak penyebab yang dilaporkan mendasari terjadinya pneumothoraks iatrogenic,
penyebab paling sering dikatakan pemasangan thransthoracic needle biopsy.
Dilaporkan juga kanalisasi sentral dapat menjadi salah satu penyebabnya. Pada
dasarnya dikatakan ada dua hal yang menjadi faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya pneumothoraks iatrogenik yaitu pertama adalah dalamnya pemasukan
jarum pada saat memasukannya dan kedua, ukuran jarum yang kecil, menurut
sebuah penelitian kedua itu memiliki korelasi yang kuat terjadinya pneumothoraks.
Suatu pneumothoraks yang merupakan salah satu kegawat daruratan pada cedera
dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk
kedalam rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut
dengan fenomena ventil (one–way-valve). Akibat udara yang terjebak didalam
rongga pleura ssehingga menyebabkan tekanan intrapleura meningkat akibatnya
terjadi kolaps pada paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke bagian paru-
paru kontralateral, penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia.
Banyak literatur masih memperdebatkan efek dari pneumothoraks dapat
menyebabkan terjadinya kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan adanya
pergeseran pada mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava
anterior dan superior, disebutkan juga hipoksia juga menjadi dasar penyebabnya,
hipoksia yang memburuk menyebabkan terjadinya resitensi terhadap vaskular
dari paru-paru yang diakibatkan oleh vasokonstriksi. Jika gejala hipoksia tidak
ditangani secepatnya, hipoksia ini akan mengarah pada keadaan asidosis,
kemudian disusul dengan menurunnya cardiac output sampai akhirnya terjadi
keadaan henti jantung.
3. Patofisiologi
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang yang
menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian
yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan
ekspirasi. Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan
berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur
pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan
flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma tumpul, serta adanya
kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah
dan organ lainnya di abdominal bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul,
tajam, akibat senapan atau gunshot. Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses
respirasi, udara tidak akan dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari
keseluruhan tekanan parsial dari udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706
mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke rongga pleura, memerlukan
tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang sangat sulit terjadi pada
keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah
akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral,
atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika
terjadi peningkatan tekanan pleura.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo (2006), tanda dan gejala pneumothoraks berupa :
a. Sesak napas
b. Dada terasa sempit
c. Gelisah
d. Keringat dingin
e. Sianosis
f. Tampak sisi yang terserang menonjol dan tertinggal dalam pernapasan
g. Perkusi hipersonor
h. Pergeseran mediastinum ke sisi sehat
i. Pola napas melemah pada bagian yang terkena
j. Suara amforik
k. Saat diperkusi terdengar hiperosa
l. Nyeri pleura m) Hipotensi
m. Pemeriksaan radiologi
n. AGD : ↓ CO2, ↓ PO2, ↑ PCO2, ↑ pH
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan Umum
1) Tindakan dekompresi
2) Tindakan Bedah
Pembedahan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumthoraks, lalu lubang tersebut dijahit. Pada
pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali dilakukan jika ada bagian paruparu yang mengalami
robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
3) Penatalaksanaan Tambahan
Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana udara dari paruparu bisa bocor ke
dinding dada dan ruang di antara paru-paru. Biasanya disebabkan oleh cedera dada,
yang dapat menyebabkan komplikasi lainnya. Hal ini juga bisa terjadi tanpa penyebab
yang signifikan. Orang yang memiliki kondisi seperti ini mungkin mengalami nyeri
dada parah yang tiba-tiba dan bahkan sesak nafas.
Dengan gejala : Sesak nafas, nyeri dada akut akibat adanya tekanan
intrathorakal, tekanan darah menurun karena efek tekanan pada jantung, saturasi
oksigen menurun karena paru mengalami kolaps, nadi meningkat sebagai kompensasi
akibat penurunan tekanan darah.
Penyebabnya :
Dengan gejala : Sesak nafas, nyeri dada akut, tekanan darah menurun, saturasi oksigen
menurun, nadi meningkat, pucat, dan akral teraba dingin. Pneumothoraks dan
hemothotraks adalah hasil yang mungkin terjadi setelah cedera di dada seperti luka
tusuk maupun lainnya. Maka dari itu, perlu ketelitian yang sangat akurat dalam
menetapkan sebuah diagnosa sehingga penatalaksanaan yang diberikan dapat diberikan
secara tepat dan akurat pula.
KONSEP ASKEP PNEUMOTHORAX
1. Pengkajian
Identitas Klien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Tanggal MRS
Diagnosa medis
Suhu
Tindakan & Pengobatan yang telah dilakukan :
a.
b.
c.
d.
Keluhan Utama :
Pengkajian Primer
Airway Paten
Tidak paten : Gurgling/snoring/stridor
Breathing Efektif / Tidak efektif
Warna Kulit :
Pola nafas :
GCS :
Eksposure
Pengkajian Sekunder
a. Rambut :
b. Wajah :
c. Mata :
d. Hidung :
e. Telinga :
f. Mulut :
Leher Inspeksi & Palpasi
a. Nyeri :
b. Bendungan vena jugularis :
Thorak a. Inspeksi (paru & jantung)
Bentuk thorak :
Jumlah nafas :
Pola nafas :
Pengembangan dada :
Pulsasi :
2. Diagnosa Keperawatan
4. Evaluasi Keperawatan
1. Definisi
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur
secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
disebabkan oleh trauma langsung pada paha. (Helmi, 2014 : 508)
Fraktur femur adalah diskontuinitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat
trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintasatau jatuh dari ketinggin), dan biasanya
lebih banyak dialami laki-laki dewasa. (Desiartama,2017)
2. Jenis Fraktur
a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendon pada
daerah perlekatannnya. (Brunner dan Suddart, 2015)
3. Etiologi
1) Trauma
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit f. Tidak semua manifestasi ini
terdapat dalam setiap fraktur
5. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan
di kulit (Smeltzer dan Bare, 2015).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf
yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Smeltzer dan Bare, 2015).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
b. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
c. Bone scans, Tomogram, atau MRI.
d. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vesikuler
e. CCT kalau banyak ada kerusakan otot
f. Pemeriksaan darah lengkap
g. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
(Muttaqin,2014)
7. Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani
fraktur:
8. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui
kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya
dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang mengalami
cedera. Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan yang dapat menimbulkan
kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya. Dibedakan antara trauma
tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan memberikan kememaran
yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan neurovaskuler yang akan
menentukan ektremitas.
2) Reduction
3) Retaining
Adalah tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang sehat
mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat memberikan
dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
4) Rehabillitasi
5) Dislokasi
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan akan
dapat menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang
menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan sendi. Dalam fase shock lokal
(antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot sekitar sendi dan rasa baal
(hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose, lewat dari fase shock local
diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk mendapatkan relaksasi waktu
melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka perlu dipikirkan terjadi “button
hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat “mencekik” sirkulasi perdarahan
daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan tindakan reposisi terbuka. Untuk
mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik, maka selama dilakukan imobilisasi
diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna mencegah ”disuse Athrophy”.
(Sylvia, 2009).
Rumusan delik penganiayaan menyebutkan antara lain bahwa luka derajat dua
akan terpenuhi bila pekerjaan atau jabatan korban menjadi terganggu. Walaupun
masih terdapat kontroversi dalam penentuan kualifikasi luka dengan
mempertimbangkan jenis pekerjaan korban, namun pada umumnya para dokter
cenderung sepakat untuk tidak mempertimbangkan hal tersebut di masa mendatang.
Mereka lebih cenderung menggunakan rumusan ada atau tidak adanya penyakit dalam
menentukan kualifikasi luka karena hal tersebut masih dalam lingkup kompetensi
seorang dokter di bidang medis.
Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008,
apabila pasien dalam keadaan gawat darurat sehingga dokter tidak mungkin
mengajukan informed consent, maka KUH Perdata Pasal 1354 juga mengatur tentang
pengurusan kepentingan orang lain. Tindakan ini dinamakan zaakwaarneming atau
perwalian sukarela yaitu “Apabila seseorang secara sukarela tanpa disuruh setelah
mengurusi urusan orang lain, baik dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka
secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan mengurusi urusan itu
sehingga orang tersebut sudah mampu mengurusinya sendiri”. Dalam keadaan yang
demikian perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi
berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum yaitu dokter berkewajiban untuk
mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya. Maka dokter berkewajiban
memberikan informasi mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya dan
mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan itu.
Trauma Dada
1. Pengertian
Trauma dada atau trauma thorax adalah kondisi terjadinya benturan baik
tumpul maupun tajam pada thorax yang menyebabkan abnormalitas bentuk pada
rangka thorax, sehingga menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ
bagian dalam thorax seperti jantung dan paru-paru, menyebabkan beberapa kondisi
patologis seperti hematothorax, pneumothorax, tamponade jantung, dan sebagainya.
2. Etiologi
Etiologi trauma thorax adalah sebagai berikut:
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
b. Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
c. Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
d. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
e. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
f. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa
benda berat.
g. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
h. Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga
i. Tindakan medis (operasi)
3. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada thorax baik dalam bentuk kompresi maupun ruda
paksa (deselerasi atau akselerasi) biasanya menyebabkan memar atau jejas trauma
pada bagian yang terkena trauma.
Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio otot
jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan
tamponade pada jantung, atau kesulitan bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai dinding thorax juga seringkali
menyebabkan fraktur baik tertutup maupun terbuka. Kondisi fraktur tulang iga dapat
menyebabkan Flail Chest, yaitu segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada karena fraktur pada dua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen iga yang mengambang
menyebabkan gangguan pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius.
Trauma thorax dengan benda tajam seringkali berdampak lebih buruk daripada
yang diakibatkan oleh trauma tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan
menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus
organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada
rongga dada atau hemothorax, dan jika berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam rongga thorax maupun rongga pleura jika tertembus.
Akibatnya akan muncul dalam waktu relatif singkat seperti Pneumothorax, penurunan
ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan gagal jantung.
4. Manifestasi klinik
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan sianosis
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit
k. Ada jejas pada thorak
l. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
m. Bunyi muffle pada jantung
n. Perfusi jaringan tidak adekuat
o. Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.
Pneumothorax
a. Definisi Pneumothorax
b. Etiologi Pneumothorax
pneumothorax dapat terjadi setiap kali permukaan paru-paru pecah dan
memungkinkan udara keluar dari paru-paru ke rongga pleura. Hal ini dapat terjadi
Ketika luka beberapa tusukan dinding dada yang memungkinkan udara luar masuk
keruang pleura. Pneumothorax spontan dapat terjadi tanpa trauma dada, dan biasanya
disebabkan oleh kista kecil pada permukaan paru-paru. Kista tersebut dapat terjadi
tanpa penyakit paru-paru yang berhubungan, atau mereka dapat berkembang karena
gangguan paru-paru yang mendasari, emfisema yang paling umum,
c. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pneumothorax spontan bergantung pada ada tidaknya tension
pneumothorax serta berat ringan pneumothorax. Pasien secara spontan mengeluh
nyeri dan sesak nafas yang muncul secara tiba-tiba, gejala-gejala yang sering muncul
adalah:
1) Sesak nafas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
2) Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien
3) Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
Hemotorax
a. Definisi
Hemothorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-
paru (rongga pleura). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.
Trauma misalnya:
1) Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
2) Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh
pembuluuh internal.
b. Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
c. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak
dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta
menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.
ASKEP KASUS
A). PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a. Identitas pasien
Nama :-
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku/bangsa :-
Status perkawinan :-
Alamat :-
Tanggal masuk RS :-
No.RM :-
Nama :-
Umur :-
Jenis kelamin :-
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Nyeri dada
Q : Terbentur
R : Dada kanan
S:-
T:-
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh nyeri dada, sesak nafas yang semakin bertambah dan bahu kiri
terasa nyeri.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Tidak kerkaji
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak terkaji
e. Riwayat alergi
Tidak terkaji
3. PENGKAJIAN PRIMER
4. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Kesadaran : Somnolen
c. Vital sign
Nadi : 130x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 37°C
d. Kepala :
f. Mata :-
g. Hidung :-
h. Telinga :-
k. Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi : bunyi jantung hipersonor
Auskultasi :
l. Paru-Paru
Inspeksi :
Perkusi :
m. Abdoment
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
n. Genetalia
Inspeksi :
o. Ekstemitas
p. Kulit
- udem
Data penunjang
ANALISA DATA
DO :
TD : 90/70 mmH
Nadi : 130x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 37°C
Bunyi tambahan
gurgling & snoring
Vesikuler menurun
DO :
pergerakan dada kanan
tertinggal
Nyeri tekan
terdapat jejas pada
torax kanan
3 DS : Gangguan volume cairan : Kehilangan volume
kurang dari kebutuhan cairan secara aktif
tubuh
DO :
Pendarahan aktif di
femur dextra
Udem
Deformitas
GCS 8
TD : 90/70 mmHg
Nadi : 130x/menit
RR : 32x/menit
DIAGNOSIS
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b.d nyeri akut
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d injuri cedera fisik
3. Gangguan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh b.d Kehilangan volume
cairan secara aktif
INTERVENSI
NO DIAGNOSA Tujuan & Kriteria hasi INTERVENSI
1. Gangguan pola NOC : NIC :
nafas tidak
Respiratory status : Airway
efektif b.d nyeri
Ventilation Management
akut
Respiratory status : Buka jalan nafas, guanakan
Airway patency teknik chin lift atau jaw
Vital sign Status thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil :
memaksimalkan ventilasi
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
3. Gangguan NOC: NIC :
volume cairan : Fluid management
Fluid balance
kurang dari
Hydration Timbang popok/pembalut
kebutuhan tubuh
Nutritional Status : Food jika diperlukan
b.d Kehilangan
and Fluid Intake Pertahankan catatan intake
volume cairan
dan output yang akurat
secara aktif
Kriteria Hasil : Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
Mempertahankan urine
mukosa, nadi adekuat,
output sesuai dengan
tekanan darah ortostatik ),
usia dan BB, BJ urine
jika diperlukan
normal, HT normal
Monitor vital sign
Tekanan darah, nadi,
Monitor masukan
suhu tubuh dalam batas
makanan / cairan dan hitung
normal
intake kalori harian
Tidak ada tanda tanda
Kolaborasikan pemberian
dehidrasi, Elastisitas
cairan IV
turgor kulit baik,
membran mukosa Monitor status nutrisi
Afandi, Dedi. 2010. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan
Derajat Luka. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 60, Nomor 4, April.
Wibisono E, Budianto IR. 2014. Pneumotoraks. Dalam: Tanto, C, et al. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi IV Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. Hal 271-274