OLEH
Konsepsi ilmu pendidikan dibangun dari dua istilah, yaitu ilmu dan pendidikan. Ilmu
merupakan organisasi sistematik dari suatu bangunan pengetahuan (body of knowledge)
beserta pengembangannya. Dalam makna umum ilmu bisa bermakna kegiatan intelektual
tentang dunia fisik untuk menemukan penjelasan umum tentang gejala dan hubungan gejala
yang terjadi secara alamiah. Istilah ilmu juga bermakna proses intelektual untuk menemukan
justifikasi faktawi yang terjadi secara buatan. Pada umumnya ilmu diperoleh melalui
observasi dan eksperi mentasi secara ilmiah. Kemampuan mengobservasi itu dimiliki oleh
semua orang, kecuali yang buta hati, membutakan diri, atau buta intelektual.
Awalnya ilmu ditafsirkan sebagai sesuatu yang "bebas nilai" atau value free.
Perkembangan lebih lanjut ilmu meniscayakan pertimbangan. etis. Ilmu tidak bebas nilai.
Isilah ilmu juga dapat didefinisikan sebagai kristalisasi pengalaman yang teruji kebenarannya
atau kristalisasi atas nilai-nilai mengenai segala sesuatu yang ada. Ilmu itu tidak tampak,
demikian juga ilmu pendidikan. Karena itu, hanya orang-orang yang berilmu yang mampu
memberikan penampakan ilmu itu kepada orang lain.
Memasuki era "mazhab" guru bidang studi, ilmu pendidikan mengalami ancaman yang
luar biasa dahsyat. Aneka program studi yang tergabung dalam ranah ilmu pendidikan
(sosiologi pendidikan, administrasi atau manajemen pendidikan, filsafat pendidikan,
kurikulum dan pengajaran atau kurikulum dan teknologi pendidikan, pendidikan luar sekolah,
dan sejenisnya) diberangus habis di banyak perguruan tinggi, tanpa disertai dengan produk
hukum resmi yang menandainya. Awalnya, disiplin ilmu inilah yang "merajai" percaturan
"kependidikan di Indonesia, kalau memang boleh disebut begitu. Bersamaan dengan
pemberangusan disiplin ilmu dimaksud, muncullah adagium bahwa "ilmu pendidikan telah
mati (science of education is dead). Disiplin ilmu pendidikan, akhirnya menjelma sebagai
"mata kuliah biasa", bukan sebagai bidang studi atau jurusan.
Berbarengan dengan itu muncul pelawanan, karena makin nyata banyak orang yang
bekerja di bidang pendidikan, termasuk guru, bertindak dengan cara "tanpa ilmu pendidikan."
Dalam statemen Winarno Surachmad disebut sebagai: pendidikan tanpa ilmu pendidikan.
Belakangan ini beberapa disiplin ilmu yang diberangus itu dikembankan secara sangat marak
pada jenjang Strata 2, meski sebagian terkesan asal-asalan: asal banyak mahasiswa, asal
terdaftar sebagai mahasiswa, asal ada tesis meski melalui jawa joki, asal lulus, dan
sebagainya.
Praktik kependidikan tanpa ilmu pendidikan pun ternyata menerima banyak kritik dari
kalangan praktisi dan pengamat. Muncul tudingan kuat, sekolah-sekolah hanya menggiring
anak-anak cerdas secara intelektual, tetapi sangat lanka mereka yang berbudi. Kemudian
muncul harapan baru untuk menggunakan ilmu pendidikan sebagai dasar menata afeksi anak
didik, sementara bidang studi berfokus pada kecerdasan intelektual. Prakonklusi ini sangat
mungkin tidak sepenuh nya tepat, karena pembentukan afeksi anak justeru banyak diwarnai
oleh faktor rumah dan jejaring kemasyarakatan, serta media massa.
Tindakan semacam ini tentu saja ada nilai positifnya. Sejak awal anak-anak telah
diajak tampil kompetitif. Jika tidak, mereka akan "tersortir" dan hal ini merupakan pukulan
awal bagi mereka untuk kelak menjadi manusia berpendidikan. Fenomena semacam ini, sadar
atau tidak dilegitimasi pleh pelaku kependidikan di sekolah. Di satu sisi sekolah-sekolah
mengajarkan perilaku kompetitif, namun di sisi lainmenumbuhsuburkan kesenjangan sosial,
seolah-olah sebagai hukum alam yang mendasar. Akhirnya, sejak awal anak-anak sudah
mengenal logika apa yang oleh Kohn (1999) disebut sebagai praktik perilaku ekonomi yang
mengedepankan imbalan atas prestasi dan hukuman atas kinerja di bawah standar.
Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Ilmu pendidikan juga bermakna proses, cara, dan pembuatan
mendidik. Mendidik itu sendiri berkaitan dengan upaya meningkatkan penge tahuan,
pengertian, kesadaran, dan toleransi pada diri pembelajar.Mendidik juga dimaksudkan untuk
meningkatkan "questioning skills" dan kemampuan menganalisis fenomena kependidikan.
Ilmu pendidikan menjadi basis dasar setiap perilaku kependidikan dan terutama
pembelajaran dalam rangka membangun kedewasaan individu dengan sistem, prosedur, dan
substansi yang benar secara manusiawi. Meningkatkan dan mengembangkan kedewasaan
individu melalui pendidikan sejatinya adalah "pengubahan sikap dan tata laku seseorang."
Pemikiran ini bisa salah jika ditafrirkan sepihak, misalnya, dari sisi pandang guru semata,
masyarakat semata, atau siswa semala. Pemikiran pengenai pengubahan perilaku harus jelas:
(a) dengan cara seperti apa dan oleh siapa; (b) sesuai dengan keinginan siapa; (c) untuk
memperoleh keuntungan bagi siapa; (d) atas dasar keseragaman atau keberagaman seperti
apa; (e) dan sebagainya. Membangun manusia seutuhnya melalui didikan menjadi
keniscayaan untuk menghargai kreativitas dan pemikiran individual (individual thinking),
agar pelaku kependidikan dapat membuat sesuatu yang baru dan lebih baik, tidak hanya
menyalin dari praktik kependidikan di tempat lain..
Dalam makna umum ilmu pendidikan terdiri dari dua ranah, yaitu ilmu pendidikan
teoritis dan ilmu pendidikan praktis. Ilmu pendidikan teoritis menyoal masalah teori-teori
pendidikan. Ilmu Pendidikan praktis berkaitan dengan aplikasi ilmu dalam praktik
kependidikan. Objek studi ilmu pendidikan adalah berbagai aspek interaksi psikologi-sosial-
budaya antara guru dan siswa. Dalam hal ini, siswa atau peserta didik adalah sebagai subjek
dengan segala karakteristik pribadi, kebutuhan, aspirasi, serta nilai-nilai yang dianutnya.
Engkoswara (1997) menulis bahwa perkembangan lebih lanjut menunjukkan ilmu pendidikan
tidak lagi hanya sebatas aplikasi praktis kependidikan, melainkan telah berkem bang sebagai
objek studi. Sebagai objek studi ilmu pendidikan mempunyai lima komponen inti, yaitu (1)
kurikulum, (2) kegiatan belajar, (3) perbuatan mendidik dan mengajar, (4) lingkungan
pendidikan, dan (5) penilaian pendidikan..
Banyak penulis sepertinya sepakat, bahwa dilihat dari bidang-bidang spesialisasi,
batang tubuh ilmu pendidikan itu dikembang kan menurut (1) komponen-komponen inti, (2)
lingkungan (setting) pendidikan, (3) jenis dan jenjang pendidikan, (4) bidang studi, dan (5)
kategori peserta didik. Objek studi ilmu pendidikan untuk setiap spesialisasi meliputi
komponen-komponen inti ilmu pendidikan, seperti kurikulum, belajar, mengajar, lingkungan
pendidikan dalam makna luas, dan untuk bidang-bidang yang bersangkutan. Dalam konteks
pengembangan teori-teori pada masing-masing komponen itu diperlukan bantuan dari
teoriteori ilmu lainnya seperti (a) filsafat, (b) psikologi, (c) sosiologi, (d) antropologi, (e)
administrasi, (f) ekonomi, (g) politik, (h) kebudayaan, dan sebagainya. Atas dasar itu, muncul
berbagai cabang ilmu pendidikan yang kita kenal, yaitu: (a) filsafat pendidikan, (b) psikologi
pendidikan, (c) sosiologi pendidikan, (d) antropologi pendidikan, (e) ekonomi pendidikan, (f)
politik pendidikan, (g) kebijakan pendidikan, (h) pengawasan pendidikan, dan sebagainya.
Ilmu pendidikan tidak hanya berkutat pada ilmu dan seni mengajar, melainkan ada
hubungannya dengan pembentukan generasi baru, yaitu pengaruh pendidikan sebagai sistem
yang bermuara pada pengem bangan individu atau peserta didik. Bagi banyak penulis atau
peneliti proses kependidikan telah menjadi fokus dari beberapa refleksi teoritis. Dengan
demikian, berbagai definisi telah muncul menyertainya. Danilov (1978) mendefinisikan
istilah ilmu pendidikan sebagai proses interaksi terus-menerus dan saling berasimilasi antara
pengetahuan ilmiah dan pengembangan siswa. Asimilasi pengetahuan oleh siswa berkaitan
dengan antusiasme mereka untuk mengetahui diverifikasi dalam proses kerja yang intensif
dan aktif.
Dengan demikian, setiap konten yang pembelajar ambil di sekolah harus berguna
dalam kehidupan sehari-hari, kini dan kelak. Prinsip lain yang berorientasi proses ini adalah
salah satu yang mengkombinasikan karakter kolektif dan individual pendidikan, serta
penghormatan terhadap kepribadian siswa. Ini berarti bahwa, jika proses pendidikan terjadi
dalam konteks sekelompok orang, yang dikumpulkan sesuai dengan kriteria yang berbeda dan
mengadopsi karakteristik tertentu, setiap anggota memiliki kekhususan unik yang
membedakan dia dari yang lain, dan memiliki hak untuk dipertimbangkan dan dihormati juga.
Proses pendidikan juga menggamit prinsip bahwa domain kognitif dan afektif tidak
bisa berada dalam suasana yang kering. Ini menyiratkan bahwa proses pendidikan harus
terstruktur berdasarkan kesatuan dan hubungan antara kondisi manusia: kemungkinan
mengetahui dunia sekitarnya dan dunianya sendiri, serta pada saat yang sama perasaan dan
tindakan kemungkinan menjadi terpengaruh oleh dunia itu.
Prinsip terakhir dari proses pedagogis adalah, bahwa masing masing subsistem aktivitas,
komunikasi, dan kepribadian saling terkait satu sama lain. Misalnya, aspek kepribadian
dibentuk dan dikembang kan atas aktivitas dan melalui proses komunikasi. Sepanjang seluruh
hidupnya, siswa menjalankan sejumlah besar kegiatan dan berkomuni kasi terus-menerus.
Elemen-elemen ini pada dasarnya merupakan proses pendidikan kepribadian.
Pada tataran pembelajaran di kelas tidak ada perbedaan yang jelas antara pedagogi
praktis dan pedagogi ilmiah. Meski demikian, praktik pedagogi yang baik harus didasari oleh
teori pedagogi yang sudah teruji. Jembatan antara pedagogi ilmiah dan pedagogi praktis juga
meningkat melalui penggunaan penelitian ke bidang-bidang seperti metakognisi dan hasil
pembelajaran bertahun-tahun. Pengajaran juga telah berada pada masa transisi -bahkan untuk
beberapa dekade akhir akhir ini-dari penekanan lebih pada pengetahuan praktis pedagogis dan
empiris atau pengalaman individu untuk meningkatkan aplikasi peda gogis ke ikut disumbang
secara bermakna oleh pengetahuan ilmiah di bidang ini. Bagi guru-guru, kekuatan pedagogi
ilmiah adalah membuat pembelajaran semakin praktis dilihat dilihat dari prisma konsep
teoritis. Karena memang, teori merupakan sesuatu yang paling praktis. Contoh mudahnya,
membangun gedung pencakar langit tanpa teori, hasilnya akan rontok. Dokter mengoperasi
jantung pasien tanpa teori, pasiennya akan mengalami kematian segera.
Tentu saja banyak guru secara tidak sadar atau sadar juga menjadi peneliti. Karena di
dalam tugas-tugas pratis mereka selalu muncul pengalaman baru, yang jika waktu
memungkinkan mereka dapat menambah khasanah baru bagi perbaikan pengajaran. Meski
demikian, tidak semua guru dapat menimba pengalaman baru selama menjalani proses
pembelajaran, dengan beberapa alasan:
Keterhubungan antara ilmu atau teori dan seni atau praktik kependidikan juga dapat
dibangun melalui kerangka kebijakan yang mengkodifikasi pengetahuan kependidikan dan
cabang ilmu lain yang dimiliki oleh guru. Standar profesional yang menjadi persyaratan yang
harus dipenuhi oleh guru, pemahaman dimensi pedagogik dan kepri badian siswa,
bagaimanapun telah mengintegral dengan persyaratan profesionalnya (Dalton, 1998). Tentu
saja standar kerangka kerja guru masih dan akan terus dibangun sesuai dengan kemajuan
konteks tualnya. Studi sistemik praktik kependidikan erat kaitannya dengan penerapan
pedagogi. Untuk membangun dan memperkuat keterhu bungan itu perlu menelaah kaitan
antara pedagogi praktis dan ilmiah serta antara pedagogi dan standar profesional guru.
Menurut Youth dan Lucas (1999) menjadi sangat penting bahwa profesi guru
mengembangkan pendekatan sendiri untuk spesialisasi profesional di bidang kependidikan.
Satu kerangka kerja yang dimungkinkan oleh guru dapat mengembangkan pendekatan
mereka sendiri untuk praktik kependidikan, disarankan oleh Hallam dan Ireson (1999) seperti
berikut ini.
SOAL
1. Apa kontribusi IPTEK khususnya teknologi informatika dan komuniksai terhadap ilmu
pendidikan?
2. Apa yang dimaksud dengan pedagogi praktis?
3. Apa yang dimaksud dengan Revolusi Pendidikan Ketiga di Kuba?
4. Uraikan apa yang dimaksud ilmu pendidikan teoretis dan ilmu pendidikan praktis?
JAWAB
1. Sebagai Infrastruktur Pembelajaran
Sebagai Sumber Bahan Ajar
Sebagai Alat Bantu dan Fasilitas Pembelajaran
Sebagai Skill dan Kompetensi
Sebagai Sumber Informasi Penelitian
Sebagai Media Konsultasi
Sebagai Media Belajar Online
2. Kompetensi Pedagogik praktis pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi Pedagogik merupakan kompetensi
khas, yang akan membedakan guru dengan profesi lainnya dan akan menentukan
tingkat keberhasilan proses dan hasil pembelajaran peserta didiknya.
3. Usaha Uni Soviet yaitu dengan Gerakan Dunia Ketiga kuba yang memanfaatkan
pertentangan- pertentangan antara Amerika Serikat dan Amerika Latin. Uni Soviet
memberikan bantuan militer langsung kepada pihak oposisi pemerintah dan bantuan
tidak langsung kepada gerilyawan yang tersebar di Negara Amerika
Latin.Pemerintahan Kuba tidak dapat lepas dari intervensi Amerika Serikat dalam
membuat kebijakan karena Amerika Serikat memberikan syarat bahwa Amandemen
Platt, yang merupakan tiket Amerika Serikat untuk melakukan intervensi harus
dimasukkan ke dalam konstitusi Kuba seperti yang dijelaskan Jeffrey L. Roberg dan
Alyson Kuttruff .
4. A. Pendidikan teoritis adalah cabang teoritik sebagai ilmu dasar dari pedagogik.
Kualitas pendidikan lebih terjamin dalam situasi mendidik pada relasi mikro inteinsani
tatap muka, seperti dalam keluarga persahabatan antara manusia yang lebih
berkedewasaan dan yang kurangberkedewasaan ( bukan antara dua anak ) .
B. ilmu praktis adalah suatu praktek pendidikan untuk mendapatkan kemudahan dan
kenyamanan dalam mencari pengetahuan.