Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PERCOBAAN III
PEMISAHAN SENYAWA FENOLIK DALAM MINYAK
CENGKEH

Nama : Bella Azzahra Aqira Averillia

NIM : V3720013

Tanggal Praktikum : 18 April 2022

Asisten Praktikum : Ratnadilla Farah Asmarani

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN III
PEMISAHAN SENYAWA FENOLIK DALAM MINYAK
CENGKEH

I. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemisahan komponen
fenolik yang ada dalam minyak cengkeh dengan metode penggaraman.

II. Pendahuluan
Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) memiliki nama tanaman asal
Eugenia caryophyllus Spreng dan berasal dari keluarga Myrtaceae. Bunga
Cengkeh mengandung zat berkhasiat eugenol, zat berupa damar yang tidak
berasa, zat hablur berupa jarum yang disebut kariofilin, zat penyamak, dan
gom. Tanaman ini dapat dipanen ketika berumur 6 tahun dengan memetik
kuncup bunga yang mula – mula berwarna hijau menjadi merah, selanjutnya
dapat diasapi, dijemur, dan dilepaskan dari tangkainya (Norhendy dkk., 2013).
Minyak atsiri dari bunga cengkeh dapat diisolasi menggunakan distilasi kukus,
distilasi air, dan distilasi uap. Minyak yang dihasilkan memiliki bau aromatik
yang kuat dan rasa yang pedas. Kandungan terbesar minyak cengkeh adalah
eugenol sebesar 70-96%, eugenol ini bermanfaat dalam pembuatan vanillin,
eugenil metil ester, dan eugenil asetat. Minyak ini dapat digunakan sebagai
terapi asma, mengobati berbagai alergi, stimulansia, obat mulas,
menghilangkan rasa mual dan muntah, serta sebagai analgesik gigi (Pratiwi
dkk., 2016). Diketahui bahwa persyaratan mutu kandungan minimal senyawa
eugenol didalam minyak cengkeh menurut SNI 06-2387-2006 adalah 78%
(Badan Standardisasi Nasional, 2006).
Metabolit sekunder seperti senyawa fenolik dan flavonoid tidak tahan
terhadap temperatur tinggi dan mudah teroksidasi oleh suhu tinggi oleh sebab
itu ektraksinya harus menggunakan cara yang sesuai. Proses pemisahan
senyawa hasil ekstraksi dapat menggunakan metode ekstraksi cair-cair dan
ekstraksi padat-cair. Reaksi penggaraman merupakan salah satu ekstraksi cair-
cair yang memiliki prinsip pemisahan campuran fase dengan mendispersirkan
salah satu cairan di dalam cairan yang lainnya sehingga akan terbentuk 2 fase
cairan yang dapat dipisahkan. Kelebihan dari metode ini adalah proses
pemisahan berjalan pada kondisi ruang dengan kebutuhan energi yang relatif
kecil dibandingkan dengan distilasi dan adsorpsi (Kusumo, 2020).
Pengujian adanya senyawa fenolik dapat dilakukan secara kualitatif
dengan cara penambahan aquades dan FeCl3 1% yang nantinya akan merubah
sampel menjadi berwarna hijau biru kehitaman. Sedangkan analisis kualitatif
yang lain dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
yang diamati penentuan luas area atau luas bercak kromatogram yang
menggunakan larutan baku pembanding dan kurva kalibrasi baku
pembanding. Keuntungan menggunakan KLT adalah dapat dilakukan dengan
mudah dan sampel yang digunakan sedikit. Menurut kemenkes (2017)
pengujian KLT dapat menggunakan fase diam silika gel G60F254 dan fase
gerak kloroform:etil asetat: n-butanol: asam format (5:2:2:1) (Suputri dkk.,
2017).

III. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Corong Pisah Kecil (1 buah)
2. pH meter (1 buah)
3. Erlenmayer (1 buah)
4. Cawan Porselen (1 buah)
5. Lampu UV 254 dan 366 (1 buah)
6. Pipet Tetes (1 buah)
7. Pipa Kapiler (1 buah)
8. Flakon Bertutup (1 buah)
9. Gelas Beaker (1 buah)
10. Batang Pengaduk (1 buah)
B. Bahan
1. Minyak Cengkeh (20 mL)
2. Petroleum Eter (q.s)
3. NaOH (q.s)
4. HCl (q.s)
5. Aquadest (q.s)
6. Lempeng KLT Silika Gel GF 254 (1 buah)
7. Anisaldehid Asam Sulfat (q.s)

C. Rangkaian Alat

Statif
Corong Kaca
Corong Pisah

Lapisan Atas
Klem
Lapisan Bawah

A B Beaker Glass
IV. Cara Kerja
1. Pemisahan Senyawa Fenolik

20 mL Minyak Cengkeh

Dimasukkan kedalam corong


pisah kecil dan ditambahkan

Larutan NaOH

Sedikit demi sedikit kedalam


corong pisah hingga pH 9,
dikocok selama 10 menit, lalu
dipisahkan
Lapisan Bawah

Ditampung pada corong pisah


kecil dan ditambahkan

Larutan HCl

Hingga timbul kabut saat dikocok


dan ditambahkan
Petroleum Eter

Hingga terbentuk 2 lapisan,


dikocok, dan diambil
Lapisan Atas

Dipindahkan pada cawan


porselen, diwaterbath hingga
menguap, dan didapatkan
Residu Hasil

2. Uji Organoleptik

Residu Hasil

Diamati bentuk, warna, dan


rasanya kemudian dicatat dalam
hasil percobaan
Hasil
3. Pembuatan Larutan Uji

Residu Hasil

Diambil dan ditambahkan

Etanol

Dihomogenkan
Larutan Uji

4. Penjenuhan Bejana

Kertas Saring

Dimasukkan dalam bejana


dengan tinggi kertas saring 18
cm dan lebarnya sama dengan
bejana.
n-heksana dan Kloroform

Dengan perbandingan 3:2


dimasukkan kedalam bejana
kromatografi hingga tingginya
0,5 – 1 cm dari dasar bejana
kemudian tutup dan biarkan
kertas terbasahi.
Kertas Saring

Harus selalu tercelup ke dalam


fase gerak pada dasar bejana
kecuali dinyatakan lain pada
KLT bejana jenuh. Bejana siap
digunakan.
Bejana
5. Prosedur KLT

Larutan Uji, Larutan Pembanding, dan Campuran


Larutan Uji + Larutan Pembanding
Ditotolkan secara terpisah
dengan jarak 1,5 – 2 cm dari
tepi bawah lempeng dan
biarkan mengering
Lempeng silika gel GF254
Ditempatkan pada rak
penyangga hingga tempat
penotolan terletak disebelah
bawah dan masukkan
kedalam bejana kromatografi
Fase gerak n-heksana dan Kloroform (3:2)
Dimasukkan dalam bejana
hingga mencapai tepi bawah
totolan namun totolan tidak
boleh terendam
Tutup Bejana
Diletakkan pada bejana,
biarkan fase gerak
merambat hingga keatas
sampai batas jarak rambat,
keluarkan lempeng, dan
keringkan.
Lempeng silika gel GF254
Diamati bercak dengan
sinar tampak UV
gelombang pendek (254
nm) dan UV gelombang
Panjang (366 nm), ukur
jaraknya, catat, dan hitung
nilai Rf
Lempeng silika gel GF254

Disemprot dengan

Pereaksi Anisaldehid asam-sulfat

Diamati perbedaannya
Hasil
V. Hasil

Pengamatan Hasil

Jarak Batas Bawah - Batas Atas Elusi 8 cm

Jarak Elusi Sampel 4,9 cm

Jarak Elusi Standar 4,64 cm

VI. Pembahasan
Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) memiliki nama tanaman asal
Eugenia caryophyllus Spreng dan berasal dari keluarga Myrtaceae. Bunga
Cengkeh mengandung zat berkhasiat eugenol, zat berupa damar yang tidak
berasa, zat hablur berupa jarum yang disebut kariofilin, zat penyamak, dan
gom. Tanaman ini dapat dipanen ketika berumur 6 tahun dengan memetik
kuncup bunga yang mula – mula berwarna hijau menjadi merah, selanjutnya
dapat diasapi, dijemur, dan dilepaskan dari tangkainya (Norhendy dkk., 2013).
Minyak atsiri dari bunga cengkeh dapat diisolasi menggunakan destilasi
kukus, distilasi air, dan distilasi uap. Minyak yang dihasilkan memiliki bau
aromatik yang kuat dan rasa yang pedas. Kandungan terbesar minyak cengkeh
adalah eugenol yang mencapai 70-96% walaupun terdapat senyawa eugenol
astetat dan β-caryophyllene, semakin tinggi senyawa eugenol maka semakin
baik kualitas dan semakin tinggi nilai jual dari minyak cengkeh (Towaha,
2012).
Eugenol ini bermanfaat dalam pembuatan vanillin, eugenil metil ester, dan
eugenil asetat. Minyak ini dapat digunakan sebagai terapi asma, mengobati
berbagai alergi, stimulansia, obat mulas, menghilangkan rasa mual dan
muntah, serta sebagai analgesik gigi (Pratiwi dkk., 2016). Eugenol memiliki
bentuk cairan yang bening tidak berwarna hingga kuning pucat, aroma yang
menyegarkan, aroma kuat dan menusuk, rasa yang pedas seperti bunga
cengkeh kering, dapat berubah menjadi gelap dan mengental jika terpapar
udara karena mudah teroksidasi. Eugenol bersifat mudah menguap dan
bersifat sedikit asam serta larut dalam pelarut organik (Rinia dkk., 2022).
Senyawa eugenol yang mempunyai rumus molekul C10H12O2 mengandung
beberapa gugus fungsional yaitu alil (-CH2-CH=CH2), fenol (-OH) dan
metoksi (-OCH3), sehingga dengan adanya gugus tersebut dapat
memungkinkan eugenol sebagai bahan dasar sintesis berbagai senyawa lain
yang bernilai lebih tinggi seperti isoeugenol, eugenol asetat, isoeugenol asetat,
benzil eugenol, benzil isoeugenol, metil eugenol, eugenol metil eter, eugenol
etil eter, isoeugenol metil eter, vanilin dan sebagainya. Senyawa eugenol
cengkeh dapat menghambat tumbuhnya bakteri Streptococcus mutans dan
Streptococcus viridans yang dapat menyebabkan terjadinya plaque gigi,
menghambat jamur Candida albicans penyebab penyakit candidiasis,
mengobati penyakit herpes genital (kelamin) yang disebabkan oleh virus HSV
(Herpes Simplex Virus)-1 dan HSV-2 (Towaha, 2012). Standar mutu minyak
cengkeh menurut SNI 06-2387-2006 diketahui minyak cengkeh harus
memiliki warna kuning-coklat tua; memiliki bau khas minyak cengkeh; bobot
jenis 20oC/20oC 1,025-1,049; indeks bias (nD20) 1,528-1,535; kelarutan dalam
etanol 70% 1:2 jernih; Eugenol total minimal 78 % v/v; dan β-caryophillene
maksimal 17 % v/v (Pratiwi dkk., 2016).

Senyawa Eugenol
Pada praktikum kali ini yang berjudul Pemisahan Senyawa Fenolik dalam
Minyak Cengkeh bertujuan untuk memahami dan dapat melakukan pemisahan
komponen fenolik yang ada dalam minyak cengkeh dengan metode
penggaraman. Proses pemisahan senyawa hasil ekstraksi dapat menggunakan
metode ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Reaksi penggaraman
merupakan salah satu ekstraksi cair-cair yang memiliki prinsip pemisahan
campuran fase dengan mendispersirkan salah satu cairan di dalam cairan yang
lainnya sehingga akan terbentuk 2 fase cairan yang dapat dipisahkan.
Kelebihan dari metode ini adalah proses pemisahan berjalan pada kondisi
ruang dengan kebutuhan energi yang relatif kecil dibandingkan dengan
distilasi dan adsorpsi (Kusumo, 2020).
Suatu senyawa akan larut pada pelarut yang mempunyai kepolaran yang
sama. Senyawa fenolik terbagi menjadi beberapa jenis, tiap jenis fenolik
mempunyai kepolaran yang berbeda-beda tergantung dari jumlah dan posisi
gugus hidroksil tiap jenis fenolik sehingga hal tersebut akan mempengaruhi
kelarutan fenolik pada pelarut (Harborne, 1996 dalam Verdiana dkk., 2018).
Alat yang digunakan dalam reaksi penggaraman adalah corong pisah, prinsip
kerja dari corong pisah itu sendiri adalah mengekstraksi zat cair dan
memisahkan zat/senyawa tertentu dalam sampel berdasarkan kelarutan dalam
pelarut tertentu yang memiliki perbedaan fase dan berat jenis. Berikut
merupakan penjelasan bagian instrumen corong pisah dan fungsinya:
1. Corong Pisah: tempat untuk menampung sampel dan pelarut yang
digunakan untuk pemisahan, corong pisah memiliki tutup pada bagian
atas dan kran yang dapat dibuka tutup pada bagian bawah yang berfungsi
untuk memasukkan dan mengeluarkan sampel dari corong kaca.
2. Corong Kaca: membantu proses memasukkan sampel kedalam corong
pisah agar tidak tumpah.
3. Erlenmayer/ beaker glas: tempat penampungan akhir senyawa dari proses
ekstraksi.
4. Statif dan Klem: menjepit dan menyangga rangkaian alat destilasi stahl
agar dapat berdiri dengan kokoh dan dapat digunakan dengan optimal.
Prosedur kerja dari pemisahan senyawa fenolik pada minyak cengkeh
dimulai dengan memasukan 20 mL minyak cengkeh ke dalam corong pisah
dan menambahkan NaOH sedikit demi sedikit hingga minyak dalam pH 9.
Tujuan penambahan NaOH (basa kuat) adalah untuk menyebabkan
terbentuknya garam fenolat yang larut dalam air dan dapat dipisahkan dari
senyawa non-fenolik. Garam Na eugenolat akan mudah terpisah dari
komponen minyak karena garam tersebut bersifat polar sehingga eugenol
dapat dipisahkan dengan mudah dari komponen minyak cengkeh lain yang
bersifat non-polar. Komponen lain yang tidak bereaksi dengan NaOH akan
tetap menjadi fase organik, hal tersebut dikarenakan fase organik tidak larut
dalam air dan bersifat non-polar sehingga hanya eugenol saja yang bereaksi
dengan larutan NaOH dikarenakan sifatnya yang polar. Pada saat penambahan
NaOH ini didapatkan larutan terbentuk 1 fasa dengan warna kuning keruh dan
terdapat reaksi eksoterm. Reaksi yang terjadi adalah reaksi subtitusi karena
terdapat penggantian ion H+ pada eugenol dengan Na+ pada NaOH sehingga
menghasilkan natrium eugenol dan air. Reaksi minyak cengkeh dengan NaOH
ini bersifat eksoterm karena ada panas yang dilepaskan dari sistem ke
lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan gelas beaker yang menjadi hangat
setelah penambahan NaOH kedalam minyak cengkeh. Setelah dikocok 10
menit dan didiamkan akan terbentuk 2 fasa, yaitu fasa lapisan atas yang berisi
kariofilena yang berwarna kuning muda dan fasa lapisan bawah yang
merupakan garam Na eugenolat. Pengojokan dilakukan untuk mempercepat
reaksi pemisahan dan pada saat pengocokan sesekali tutup corong pisah
dibuka untuk mengurangi tekanan dari gas yang terbentuk di dalam corong
kaca sehingga dapat mencegah pecahnya corong kaca. Fasa lapisan atas
bersifat non-polar dan lapisan bawah bersifat polar. Penambahan NaOH
membuat senyawa fenolik menjadi bentuk yang mudah larut dalam air.

Reaksi Eugenol dengan NaOH


Diambil larutan lapisan bawah dengan cara membuka kran pada bagian
bawah corong pisah yang kemudian larutannya dimasukkan kedalam corong
pisah yang lebih kecil. Ditambahkan larutan HCl pada corong pisah dan
digojok hingga berkabut. Penambahan HCl bertujuan untuk menghasilkan
garam natrium eugenol bebas dari garam dengan kata lain membuat senyawa
fenolik menjadi tidak larut air dan mengubah garam eugenolat menjadi
eugenol atau fenol dengan mensubstitusi gugus H+ pada garam eugenolat
sehingga terjadi pemisahan komponen eugenol dan non eugenol yang menjadi
fenol bebas. Ketika digojok corong pisah akan berkabut menandakan
terbentuknya garam NaCl dari rekasi HCl dan NaOH. Reaksi ini disebut
sebagai reaksi penetralan dimana asam ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan
basa ion OH- dan membentuk garam dan air (H2O). Penambahan Petroleum
eter adalah menghilangkan zat pengotor yang bersifat non-polar dengan
dilakukan penguapan menggunakan waterbath hingga seluruh petroleum eter
menguap.

Reaksi Na-Eugenolat dengan HCl


Analisis kuantitatif pada percobaan ini menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dengan cara penentuan luas area atau luas bercak kromatogram
yang dapat dilakukan dengan menggunakan baku pembanding dan
menggunakan kurva kalibrasi baku pembanding. Keunggulan dari KLT adalah
mudah digunakan dan membutuhkan zat yang sedikit. Larutan diamati
menggunakan fase diam Silika Gel GF 254 dengan fase gerak n-heksana:
kloroform (3:2). Prosedur kerja dari KLT adalah penjenuhan bejana,
penjenuhan ini bertujuan agar kondisi dari setiap bagian bejana menjadi
homogen, tekanan didalam bejana menjadi stabil dan homogen sehingga
proses elusi dapat berjalan dengan baik (Raihanaton dkk., 2020). Sebelum
ditotolkan pada KLT, sampel residu fenolik dilarutkan terlebih dahulu dengan
etanol. Etanol adalah sebuah pelarut organik yang mampu melarutkan bahan
aktif yang bersifat polar, semi polar, dan non polar. Selain itu penggunaan
etanol dinilai tidak bersifat toksik, mudah ditemukan, dan harganya relative
murah (Eolia dan Syahputra, 2019). Bercak yang terbentuk diamati pada sinar
UV 254 nm dan 366 nm. Kemudian di semprot dengan pereaksi semprot
anisaldehid asam-sulfat dan dipanaskan pada suhu 100oC selama 5-10 menit
maka akan timbul noda/ bercak warna untuk mempertegas adanya fenolik
(eugenol). Silika Gel GF 254 bersifat polar, plat silika gelnya dapat
berfluorensi pada panjang gelombang 254 nm, dan eluennya dapat perpedar
pada Panjang gelombang 366 nm. Pemilihan fase gerak n-heksana dan
kloroform karena kloroform bersifat non polar sehingga akan menarik
senyawa eugenol ke atas sedangkan n-heksana bersifat polar sehingga akan
menahan senyawa yang bersifat polar tetap dibawah (Arief dkk., 2020).
Awalnya sampel yang disemprot menggunakan pereaksi anisaldehid asam
sulfat yang diamati dibawah sinar tampak UV 336 nm dan UV 254 nm dengan
hasil warna kuning muda ke coklat. Apabila didapatkan penampakan bercak
dan nilai Rf yang sama berarti dipastikan mengandung senyawa eugenol.
Selain itu, jika deteksi anisaldehid asam-sulfat memberikan warna coklat
kekuningan pada cahaya tampak maka sampel dikatakan mengandung fenolik.
Ketika asam sulfat disemprotkan ke lapisan, ia bereaksi dengan gugus organik
yang melekat pada lapisan fase diam. Jadi, ketika lapisan asam sulfat yang
disemprotkan dipanaskan hingga 100 °C selama 5-10 menit, ikatan rangkap
senyawa organik di lapisan itu putus dan terbakar dan karbon hitam
dilepaskan, yang menggelapkan warna dan menjadi hitam di latar belakang.
Warna awal dari kuning muda ke coklat, hal ini juga menandakan bahwa
sampel mengandung senyawa fenilpropanoid yaitu eugenol. Larutan standar
dibuat untuk membandingkan apakah sampel memiliki kandungan senyawa
yang sama persis dengan standar, pada percobaan ini menggunakan larutan
eugenol murni (Wahyuni dkk., 2010 dan Rinia dkk., 2022). Sampel dapat
menunjukkan fluoresensi coklat pada 366 nm UV dan menunjukkan
fluorosensi kuning ketika diamati dari 254 nm UV. Fluorosensi merupakan
terpancarnya sinar oleh suatu zat yang telah menyerap sinar atau radiasi
elektromagnetik lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang digunakan
mengandung senyawa pembanding yaitu eugenol. Banyaknya bercak yang
ditunjukkan menunjukkan bahwa beberapa komponen senyawa dalam sampel
bukan eugenol (Rinia, 2022). Dari hasil percobaan yang dilakukan diatas
didapatkan data jarak batas bawah – jarak batas atas 8 cm, jarak elusi sampel
4,9 cm, dan jarak elusi standar 4,64 cm.
Pengujian kali ini didapatkan senyawa fenolik berupa eugenol yang
berbentuk cairan bening tidak berwarna hingga kuning pucat, aroma yang
menyegarkan, aroma kuat dan menusuk, rasa yang pedas seperti bunga
cengkeh kering, dapat berubah menjadi gelap dan mengental jika terpapar
udara karena mudah teroksidasi. Eugenol bersifat mudah menguap dan
bersifat sedikit asam serta larut dalam pelarut organik (Rinia dkk., 2022).
Warna coklat mungkin disebabkan oleh terkestraknya lebih banyak impuritas
dalam bunga cengkeh (Wenqiang & Shufen 2007 Pratiwi dkk., 2016).
Sedangkan untuk hasil perhitungan nilai Rf dari sampel adalah 0,6125 dan
nilai Rf dari standar adalah 0,58 cm. Nilai Rf berhubungan dengan polaritas
senyawa, semakin tinggi polaritas senyawa maka nilai Rf yang dihasilkan
semakin tinggi. Sedangkan semakin rendah polaritas senyawa maka semakin
tinggi nilai Rf yang dihasilkan (Sari dkk., 2017). Nilai Rf merupakan
parameter kualitatif dalam menentukan keberadaan suatu senyawa. Selisih
antara nilai Rf sampel dengan standar adalah 0,0325 merupakan perbedaan
yang tidak signifikan (<0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dalam sampel mengandung senyawa eugenol dengan tingkat kemurnian
hampir 100% murni. Menurut SNI 06-2387-2006 diketahui minyak cengkeh
minimal harus mengandung eugenol sebanyak 78% v/v. Oleh sebab itu dalam
sampel minyak atsiri cengkeh mengandung senyawa lain seperti senyawa
eugenol astetat dan β-caryophyllene. Perbedaan hasil yang tidak signifikan
dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti proses isolasi fenolik yang kurang
lama, metode ektraksi, faktor pra-panen dan pascapanen, alat dan bahan yang
tidak higienis, kesalahan praktikan dalam mematuhi prosedur kerja, dan masih
banyak lagi.

Case Study

VII. Kesimpulan
Minyak bunga cengkeh dapat diisolasi senyawa fenoliknya (eugenol)
menggunakan metode penggaraman dengan kelebihan proses pemisahan
berjalan pada kondisi ruang dengan kebutuhan energi yang relatif kecil
dibandingkan dengan distilasi dan adsorpsi. Pengujian kualitatif senyawa
fenolik khususnya eugenol dapat dilakukan dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis dengan membandingkan nilai Rf sampel serta
standar. Dari pengujian diatas didapatkan eugenol yang berbentuk cairan
bening tidak berwarna hingga kuning pucat, aroma yang menyegarkan, aroma
kuat dan menusuk, rasa yang pedas seperti bunga cengkeh kering, dapat
berubah menjadi gelap dan mengental jika terpapar udara karena mudah
teroksidasi. Sedangkan dari analisis kualitatif didapatkan nilai Rf sampel
sebesar 0,612 dan nilai Rf standar sebesar 0,58 cm, dengan perbedaan nilai Rf
yang tidak berbeda signifikan (<0,05) dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung senyawa eugenol yang masih tercampur dengan senyawa
minyak atsiri yang lain, sesuai dengan teori bahwa kandungan eugenol pada
minyak atsiri cengkeh hanya 78-96% dan sesuai dengan SNI 06-2387-2006
yang mempersyaratkan bahwa minyak atsiri cengkeh minimal mengandung
78% v/v senyawa eugenol.

VIII. Daftar Pustaka


Arief, R. W., Mustikawati, D. R., dan Asnawi, R. 2020. Karakteristik Mutu
Lada Hitam dan Lada Putih dari Beberapa Kabupaten Sentra Lada di
Lampung. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNS. Agustus
2020. Surakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Minyak Daun Cengkeh SNI 06-2387-
2006. Jakarta: Direktorat Standarisasi dan Akreditasi.
Eolia, C., dan Syahputra, A. 2019. Efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun
tin (Ficus carica Linn.) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara
in vitro Antibacterial efficacy of fig (Ficus carica Linn.) leaves ethanol
extracts towards Porphyromonas gingivalis in-vitro. Jurnal Kedokteran
Gigi Universitas Padjadjaran. 31(3): 171-177.
Kusumo, P. K. P. 2020. Pemakaian Distribusi Tetesan Fasa Terdispersi untuk
Evaluasi Unjuk Kerja proses Ekstraksi cair-cair menggunakan Kolom
Isian. Serat Acitya. 2(1): 33.
Norhendy, F., Nurwidayati, H., Hariyati, N., Siswanto, D., dan Purnomowati,
J. 2013. Farmakognosi untuk SMK Farmasi. Jakarta: EGC.
Pratiwi, L., Rachman, M. S., dan Hidayati, N. 2016. Ektraksi minyak atsiri
dari bunga cengkeh dengan pelarut etanol dan N-Heksana. The 3rd
University Research Colloquium (URECOL). 1(1): 131-137.
Rahayuni, S. dan Putra, A. M. J. 2019. Karakterisasi Minyak Atsiri Biji Buah
Delima (Punica granatum L.) dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap
Bakteri Penyebab Jerawat (Propionibacterium acnes). Indonesia Natural
Research Pharmaceutical Journal. 4(2): 12-22.
Raihanaton, R., Hardiana, H., dan Adriani, A. 2020. Identifikasi Rhodamin B
dalam Daging Kebab yang dijual di Banda Aceh Secara Kromatografi
Lapis Tipis. Serambi Saintia: Jurnal Sains Dan Aplikasi. 8(1): 48-52.
Rinia, D. I., Miranti, I. P., dan Annastasya, A. 2022. Analisis Kualitatif Dan
Kuantitatif Kandungan Eugenol Dalam Jamu Empon-Empon. Jurnal
Ilmiah JOPHUS: Journal Of Pharmacy UMUS. 3(02): 120-127.
Sa’diyah, H., Mutholib, dan Subandi. 2019. Isolasi, Identifikasi, dan Uji
Aktivitas Flavonoid dari Buah Delima (Punica granatum L.) sebagai
Inhibitor Lipase Pankreas. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan
Pembelajarannya (SNKP). Malang. Universitas Negeri Malang.
Sari, B. L., Noviardi, H., dan Kartini, N. A. 2017. Optimasi Waktu Maserasi
Parasetamol dalam Jamu Pegal Linu yang Beredar Di Bogor Barat. Jurnal
Farmamedika (Pharmamedika Journal). 2(1): 17-29.
Suputri, Y. D., Ananto, A. D., dan Andayani, Y. 2021. Analisis Kualitatif
Kandungan Fenolik dalam Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Metanol dari
Ekstrak Kulit Jagung (Zea mays L.). Lumbung Farmasi: Jurnal Ilmu
Kefarmasian. 2(1): 20-24.
Towaha, J. 2012. Manfaat eugenol cengkeh dalam berbagai industri di
Indonesia. Perspektif. 11(2): 79-90.
Verdiana, M., Widarta, I. W. R., dan Permana, I. D. G. M. 2018. Pengaruh
jenis pelarut pada ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonik terhadap
aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah lemon (Citrus limon (Linn.) Burm
F.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 7(4): 213-222.
Wahyuni, A. S., Wahyuningtyas, N., dan Arifiyanti. 2010. Aktivitas
Afrodisiaka Minyak Atsiri Kuncup Bunga Cengkeh (Syzygium
Aromaticum (L.) Merr. & Perry.). Pharmacon: Jurnal Farmasi
Indonesia. 11(2): 43-46.

IX. Lampiran
1. Perhitungan
2. SS Tutorial/ Dokumentasi Praktikum
3. Abstrak Jurnal + bagian yang disitasi

Mengetahui Surakarta, 24 April 2022


Asisten Praktikum, Praktikan,

(Ratnadilla Farah Asmarani) (Bella Azzahra AA)


Lampiran 1 – Perhitungan
Jarak Tempuh Kompenen Sampel
Nilai Rf Sampel =
Jarak Tempuh Pelarut
4,9 cm
=
8 cm
= 0,6125
 Jadi nilai Rf dari hasil uji KLT pemisahan eugenol dari sampel minyak atsiri
cengkeh adalah 0,6125

Jarak Tempuh Kompenen Standar


Nilai Rf Standar =
Jarak Tempuh Pelarut
4,64 cm
=
8 cm
= 0,58 cm
 Jadi nilai Rf dari hasil uji KLT isolasi standar Eugenol adalah 0,58 cm
Lampiran 2 – SS/ Dokumentasi Tutorial
Lampiran 3 - Abstrak jurnal dan bagian yang disitasi urut berdasarkan urutan
daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai