Anda di halaman 1dari 21

KOROSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses korosi terjadi hampir pada semua material terutama logam terjadi secara
perlahan tetapi pasti, korosi dapat menyebabkan suatu material mempunyai keterbatasan
umur pemakaian, dimana material yang diperkirakan untuk pemakain dalam waktu lama
ternyata mempunyai umur yang lebih singkat dari umur pemakaian rata-ratanya. Korosi
adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang
menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki.

Korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada besi. Besi merupakan logam yang
mudah berkarat. Karat besi merupakan zat yang dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu
berupa zat padat berwarna coklat kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori. Rumus kimia
dari karat besi adalah Fe2O3.xH2O. Bila dibiarkan, lama kelamaan besi akan habis menjadi
karat.

Dampak dari peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata adalah
keroposnya jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya.Siapa di
antara kita tidak kecewa bila bodi mobil kesayangannya tahu-tahu sudah keropos karena
korosi. Pasti tidak ada. Karena itu, sangat penting bila kita sedikit tahu tentang apa korosi itu,
sehingga bisa diambil langkah-langkah antisipasi.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan korosi?
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya korosi?
c. Apa saja bentuk-bentuk korosi?
d. Apa dampak dari terjadinya korosi?
e. Bagaimana mencegah terjadinya korosi?
C. Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang korosi
b. Mahasiswa dapat menganalisi faktor-faktor penyebab terjadinya korosi
c. Mahasiswa bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari cara pencegahan korosi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korosi

Kerusakan merupakan proses redoks pada permukaan logam dan lingkungannya.


Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang
menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki. Korosi ini, yaitu reaksi kimia antara
logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada di
dalam matrik logam itu sendiri.. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya berupa oksida atau karbonat.

Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3 . XH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi berlaku sebagai anode, dimana besi mengalami
oksidasi.

Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e E0 = + 0,44 V

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi yang berlaku sebagai
katode, dimana oksigen tereduksi.

O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V

atau

O2(g) + HH+(aq) + 4e → 2H2O(l) E0 = + 1,23 V

Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III)
yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3 . XH2¬O, yaitu karat besi.
Maka reaksi yang terjadi :

Anode : 2Fe(s) → 2Fe2+(aq) + 4e E0 = + 0,44 V

Katode : O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V

Reaksi Sel : 2Fe(s) + O2(g) + 2H2O(l) → 2Fe2+(aq) + 4OH-(aq) E0reaksi = 0,84 V


Ion Fe2+ tersebut kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dengan reaksi :

4Fe2+(aq) + O2(g) + (4 + 2n) H2O → 2Fe2O3 . nH2O + 8H+(aq)

Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan dan bagian mana yang
bertindak sebagai katode bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau
perbedaan rapatan logam itu. Korosi besi memerlukan oksigen dan air.

B. Proses Terjadinya Korosi

Oleh karena besi merupakan bahan utama untuk berbagai konstruksi maka pengendalian
korosi menjadi sangat penting. Untuk dapat mengendalikan korosi tentu harus memahami
bagaimana mekanisme korosi pada besi. Korosi tergolong proses elektrokimia, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses korosi pada besi

Besi memiliki permukaan tidak halus akibat komposisi yang tidak sempurna, juga akibat
perbedaan tegangan permukaan yang menimbulkan potensial pada daerah tertentu lebih
tinggi dari daerah lainnya. Pada daerah anodik (daerah permukaan yang bersentuhan dengan
air) terjadi pelarutan atom-atom besi disertai pelepasan elektron membentuk ion Fe2+ yang
larut dalam air.

Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e–


Elektron yang dilepaskan mengalir melalui besi, sebagaimana elektron mengalir melalui
rangkaian luar pada sel volta menuju daerah katodik hingga terjadi reduksi gas oksigen dari
udara:

O2 (g) + 2H2 O(g) + 2e– → 4OH– (aq)

Ion Fe2+ yang larut dalam tetesan air bergerak menuju daerah katodik, sebagaimana ion-ion
melewati jembatan garam dalam sel volta dan bereaksi dengan ion-ion OH–
membentuk Fe(OH)2 . Fe(OH)2 yang terbentuk dioksidasi oleh oksigen membentuk karat.

Fe2+(aq) + 4OH– (aq) → Fe(OH)2 (s)


2Fe(OH)2 (s) + O 2 (g) → Fe2 O3 .nH2 O(s)

Reaksi keseluruhan pada korosi besi adalah sebagai berikut (lihat mekanisme pada Gambar 2)
:
4Fe(s) + 3O 2 (g) + n H2 O(l) → 2Fe2 O3 .nH2 O(s)
Karat

Akibat adanya migrasi ion dan elektron, karat sering terbentuk pada daerah yang agak jauh
dari permukaan besi yang terkorosi (lubang). Warna pada karat beragam mulai dari warna
kuning hingga cokelat merah bahkan sampai berwarna hitam. Warna ini bergantung pada
jumlah molekul H2 O yang terikat pada karat.

Gambar 2. Mekanisme korosi pada besi


Emas dengan potensial reduksi standar 1,5 V lebih besar dibandingkan potensial reduksi
standar gas O2 (1,23 V) sehingga emas tidak terkorosi di udara terbuka. Di alam emas
terdapat sebagai logam murni.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Korosi

Korosi pada permukaan suatu logam dapat dipercepat oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Kontak Langsung logam dengan H2 O dan O2


Korosi pada permukaan logam merupakan proses yang mengandung reaksi redoks.
Reaksi yang terjadi ini merupakan sel Volta mini. sebagai contoh, korosi besi terjadi
apabila ada oksigen (O 2 ) dan air (H2 O). Logam besi tidaklah murni, melainkan
mengandung campuran karbon yang menyebar secara tidak merata dalam logam
tersebut. Hal tersebut menimbulkan perbedaan potensial listrik antara atom logam
dengan atom karbon (C). Atom logam besi (Fe) bertindak sebagai anode dan atom C
sebagai katode. Oksigen dari udara yang larut dalam air akan tereduksi, sedangkan air
sendiri berfungsi sebagai media tempat berlangsungnya reaksi redoks pada peristiwa
korosi. Jika jumlah O 2 dan H2 O yang mengalami kontak dengan permukaan logam
semakin banyak, maka semakin cepat berlangsungnya korosi pada permukaan logam
tersebut.
b. Keberadaan Zat Pengotor
Zat Pengotor di permukaan logam dapat menyebabkan terjadinya reaksi reduksi
tambahan sehingga lebih banyak atom logam yang teroksidasi. Sebagai contoh, adanya
tumpukan debu karbon dari hasil pembakaran BBM pada permukaan logam mampu
mempercepat reaksi reduksi gas oksigen pada permukaan logam yang mengakibatkan
proses korosi semakin cepat pula.

Pengotor yang Mempercepat Korosi pada Permukaan Logam


c. Kontak dengan Elektrolit
Keberadaan elektrolit, seperti garam dalam air laut dapat mempercepat laju korosi
dengan menambah terjadinya reaksi tambahan. Konsentrasi elektrolit yang besar dapat
meningkatkan laju aliran elektron sehingga laju korosi meningkat.

Bangkai Kapal di Dasar Laut yang Telah Terkorosi oleh Kandungan Garam yang Tinggi

d. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi redoks pada peristiwa korosi. Secara umum,
semakin tinggi temperatur maka semakin cepat terjadinya korosi. Hal ini disebabkan
dengan meningkatnya temperatur maka meningkat pula energi kinetik partikel sehingga
kemungkinan terjadinya tumbukan efektif pada reaksi redoks semakin besar dan laju
korosi pada logam semakin meningkat. Efek korosi yang disebabkan oleh pengaruh
temperatur dapat dilihat pada perkakas-perkakas atau mesin-mesin yang dalam
pemakaiannya menimbulkan panas akibat gesekan (seperti cutting tools ) atau dikenai
panas secara langsung (seperti mesin kendaraan bermotor).

Knalpot Kendaraan Bermotor yang Mudah Terkorosi Akibat Temperatur Tinggi


e. pH
Peristiwa korosi pada kondisi asam, yakni pada kondisi pH < 7 semakin besar, karena
adanya reaksi reduksi tambahan yang berlangsung pada katode yaitu:
2H+(aq) + 2e– → H2

Adanya reaksi reduksi tambahan pada katode menyebabkan lebih banyak atom logam
yang teroksidasi sehingga laju korosi pada permukaan logam semakin besar.

Korosi Pada Kondisi Asam Lebih Cepat Terjadi (atas). Logam Besi yang Belum Terkorosi
Pada Kondisi Netral (bawah)

f. Metalurgi
 Permukaan logam
Permukaan logam yang lebih kasar akan menimbulkan beda potensial dan memiliki
kecenderungan untuk menjadi anode yang terkorosi.

Permukaan Logam yang Kasar Cenderung Mengalami Korosi


 Efek Galvanic Coupling
Kemurnian logam yang rendah mengindikasikan banyaknya atom-atom unsur lain
yang terdapat pada logam tersebut sehingga memicu terjadinya efek Galvanic
Coupling , yakni timbulnya perbedaan potensial pada permukaan logam akibat
perbedaan E° antara atom-atom unsur logam yang berbeda dan terdapat pada
permukaan logam dengan kemurnian rendah. Efek ini memicu korosi pada
permukaan logam melalui peningkatan reaksi oksidasi pada daerah anode.
g. Mikroba
Adanya koloni mikroba pada permukaan logam dapat menyebabkan peningkatan korosi
pada logam. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut mampu mendegradasi logam
melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan hidupnya.
Mikroba yang mampu menyebabkan korosi, antara lain: protozoa, bakteri besi mangan
oksida, bakteri reduksi sulfat, dan bakteri oksidasi sulfur-sulfida. Thiobacillus
thiooxidans Thiobacillus ferroxidans.

Korosi Pada Permukaan Logam yang Disebabkan oleh Mikroba

Koloni Bakteri Thiobacillus ferrooxidans Pada Permukaan Logam Besi yang Terkorosi
Koloni Bakteri Thiobacillus thiooxidans yang Dapat Menyebabkan Korosi Pada Logam

D. Bentuk-Bentuk Korosi
Bentuk-bentuk korosi yang umum ditemukan pada korosi logam di lingkungan laut, yaitu;
a. Korosi merata (uniform attack)
Yaitu korosi yang terjadi pada pada permukaan logam yang berbentuk
pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam berkurang sebagai
akibat permukaan terkonvensi oleh produk karat yang biasanya terjadi pada peralatan-
peralatan terbuka, misalnya permukaan luar pipa.
Bentuk korosi ini adalah sangat umum dan dicirikan oleh baja yang berkarat
dilingkungan udara. Disebut merata karena semua permukaan metal terexpose diserang
dengan laju yang kurang lebih sama, tetapi metal yang hilang jarang sekali betul-betul
merata. Menurut teori electrochemical mixed potential, proses anodic dan katodik
terdistribusi merata pada seluruh permukaan metal. Dengan demikian agar bentuk korosi
ini terjadi, diperlukan sistem korosi yang menunjukkan keseragaman (homogenitas) baik
pada metal, media (perbedaan konsentrasi) dan faktor-faktor korosi lainnya.
Pada korosi tipe ini, laju korosi dapat dinyatakan dalam bentuk kehilangan ke tebalan
metal menurut waktu misalnya mm/tahun atau mikrometer/tahun. Biasanya laju korosi
hanya dinyatakan pada satu muka saja, dan bila kedua metal terserang korosi, total
kehilangan ketebalan metal menjadi dua kali.
b. Korosi setempat (local corrosion)
Dalam beberapa hal perbedaan antara korosi merata dan korosi setempat tidak begitu
tajam, sungguhpun demikian adalah mungkin untuk memberikan beberapa bentuk
korosi, mulai dari korosi merata sampai korosi yang menghasilkan sumuran dalam,
korosi setempat sulit diduga.
c. Korosi galvanik (galvanik corrosion)
Bentuk korosi ini terjadi bila dua (atau lebih) logam yang berbeda secara listrik
berhubungan satu sama lainnya berada dalam lingkungan korosif yang sama. Dalam
kasus demikian, logam yang berpotensial paling negatif (dalam keadaan tidak
berhubungan) atau terkorosi, sebaliknya logam lain (logam mulia dengan potensial
korosi tinggi akan kurang terkorosi). Korosi galvanik cenderung terlokalisir, kearah
pembentukan sumuran, dan dalam sistem pipaakan terjadi kebocoran-kebocoran. Dia
merupakan masalah perencanaan karena dalam pabrik, sistem pipa dan rangka banyak
melibatkan pemakaian lebih dari satu macam metal. Bila berbagai macam paduan
digunakan dalam perencanaan dapat diharapkan akan terjadi masalah-masalah dan
masalah tersebut lebih kritis pada lingkungan laut. Oleh karena ituharus diusahakan
pemakaian paduan logam yang berbeda-beda, haruslah jangan sampai menimbulkan
masalah korosi.
d. Korosi sumuran (pitting)
Korosi sumuran termasuk korosi setempat dimana daerah kecil dari permukaan
metal, terkorosi membentuk sumuran. Biasanya kedalaman sumur lebih besar dari
diameternya. Mekanisme terbentuknya korosi sumuran, sangat kompleks dan sulit
diduga, sungguhpun demikian ada situasi tertentu dimana korosi sumuran dapat
diantisipasi:
a. Pada baja karbon yang dilapisi oleh mill scale di bawah kondisi tercelup, terutama
air laut, akan terbentuk beda potensial antara mill scale dan baja hingga pecahnya
mill scale mengarah pada situasi anode kecil / katoda besar.
b. Pada paduan yang mengandalkan pada lapis pasif untuk sifat tahan korosinya seperti
stainless steel, setiap rusaknya (pecah) lapis pasif, cenderung pembetukan korosi
sumuran.
c. Dari segi praktis korosi sumuran terbentuk di dalam air mengandung chloride, oleh
karena itu sering terjadi pada kodisi di lingkungan laut.
Type of Corrosion
e. Korosi erosi
Gerakan air laut, seperti juga fluida lainnya dapat menimbulkan aksi mekanis
misalnya erosi (pengikisan), dengan korosi yang di timbulkannya tetap elektrokimia
sifatnya. Immpingement attack dan cavitation adalah bentuk extrem dari tipe korosi ini.
Korosi erosi cenderung mengarah pada penghilangan lapis protektif dari permukaan
metal oleh aksi partikel abrasive yang ada di dalam air. Umumnya laju serangan korosi
membesar dengan membesarnya kecepatan. Ada lagi bentuk erosi atau mekanisme lain,
misalnya korosi lembaran baja yang terpancang di pantai, dipengaruhi oleh aksi abrasive
dari pasir, dibantu oleh aksi pasang/surut atau angin. Pada kasus ini lapis protektif di
hilangkan.
f. Impingement attack
Seperti namanya bentuk serangan terjadi ketika larutan menimpa dengan kecepatan
cukup besar pada permukaan metal. Hal ini dapat terjadi pada sistem pipa dimana
perubahan arah tiba-tiba dari aliran pada lengkungan dapat mengakibatkan kerusakan
setempat, bagian lain dari pipa tidak terpengaruh. Bentuk korosi ini akan terjadi pada
setiap situasi dimana ada impingement (timpa bentur, tekan) air yang biasanya
mengandung gelembung udara pada kecepatan serendah 1 m/s.
g. Perusakan cavitasi
Bentuk perusakan korosi ini disebabkan oleh terbentuk dan pecahnya gelembung di
dalam air laut, pada permukaan metal. Kondisi pada kecepatan tinggi dan perubahan
tekanan cenderung menimbulkan korosi cavitasi. Serangan biasanya terlokalisir dan
terjadi di daerah tekanan rendah, air bergejolak (boil) dan terbentuk dari partial vacumm.
Bila air kembali ke tekanan normal, cavity pecah, dengan membebaskan energi. Hal ini
mengarah pada perusakan permukaan paduan logam.
h. Korosi celah (crevice corrosion)
Korosi ini terbentuk apabila terbentuk celah antara dua permukaan dengan bagian
dalam celah lebih anodic dari permukaan luar. Pada dasarnya korosi celah timbul dari
formasi differensial aeration cell, dimana metal yang terexpose di luar crivice lebih
katodic terhadap metal di dalam celah. Arus katodic yang besar bekerja pada daerah
anodic yang kecil menghasilkan serangan korosi lokal yang intensif

E. Dampak Korosi
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan
berlangsung spontan, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali.
Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses
kerusakannya. Korosi pada logam menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Hasil riset yang
berlangsung tahun 2002 di Amerika Serikat memperkirakan kerugian akibat korosi yang
menyerag permesinan industri, infrastruktur, samapai perangkat transportasi di negara
adidaya tersebut mencapai 276 miliar dollar AS. Jembatan yang runtuh akibat korosi yang
terjadi pada tiang penahannya.
Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak
langsung. Kerugian langsung berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau
struktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktivitas produksi,
karena terjadinya pergantian peralatan yang rusak akibat korosi, bahkan kerugian tidak
langsung dapat berupa terjadinya kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, seperti
kejadian runtuhnya jembatan akibat korosi, terjadinya kebakaran akibat kebocoran pipa gas
karena korosi, dan meledaknya pembangkit tenaga nuklir akibat terjadinya korosi pada pipa
uapnya. korosi yang menyebabkan kebocoran pada pipa yang terbuat dari logam.

F. Cara Mencegah Korosi

1. Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air


Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka peristiwa korosi
tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli, logam
lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan krom). Penggunaan logam
lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar
kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.

2. Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)


Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam lain yang lebih aktif akan membentuk
sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Di sini, besi berfungsi hanya sebagai
tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda, dan mengalami
reaksi oksidasi. Dalam hal ini besi, sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain (sebagai
anoda, dikorbankan). Besi akan aman terlindungi selama logam pelindungnya masih ada
/ belum habis. Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah lazim
digunakan logam magnesium, Mg. Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti.
3. Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat
Misalnya besi dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72% Fe,
19%Cr, 9%Ni).

4. Pengecatan
Jembatan, pagar, dan railing biasanya dicat. Cat menghindarkan kontak dengan udara
dan air. Cat yang mengandung timbel dan zink (seng) akan lebih baik, karena keduanya
melindungi besi terhadap korosi.

5. Pelumuran dengan Oli atau Gemuk


Cara ini diterapkan untuk berbagai perkakas dan mesin. Oli dan gemuk mencegah kontak
dengan air.

6. Pembalutan dengan Plastik


Berbagai macam barang, misalnya rak piring dan keranjang sepeda dibalut dengan
plastik. Plastik mencegah kontak dengan udara dan air.

7. Tin Plating (pelapisan dengan timah)


Kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi yang dilapisi dengan timah. Pelapisan
dilakukan secara elektrolisis, yang disebuttin plating. Timah tergolong logam yang tahan
karat. Akan tetapi, lapisan timah hanya melindungi besi selama lapisan itu utuh (tanpa
cacat). Apabila lapisan timah ada yang rusak, misalnya tergores, maka timah justru
mendorong/mempercepat korosi besi. Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih
negatif daripada timah. Oleh karena itu, besi yang dilapisi dengan timah akan
membentuk suatu sel elektrokimia dengan besi sebagai anode. Dengan demikian, timah
mendorong korosi besi. Akan tetapi hal ini justru yang diharapkan, sehingga kaleng-
kaleng bekas cepat hancur.

8. Galvanisasi (pelapisan dengan Zink)


Pipa besi, tiang telepon dan berbagai barang lain dilapisi dengan zink. Berbeda dengan
timah, zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya tidak utuh. Hal ini
terjadi karena suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode. Oleh karena potensial
reduksi besi lebih positif daripada zink, maka besi yang kontak dengan zink akan
membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan demikian besi
terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi (berkarat). Badan mobil-mobil baru pada
umumnya telah digalvanisasi, sehingga tahan karat.

9. Cromium Plating (pelapisan dengan kromium)


Besi atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung
yang mengkilap, misalnya untuk bumper mobil. Cromium plating juga dilakukan dengan
elektrolisis. Sama seperti zink, kromium dapat memberi perlindungan sekalipun lapisan
kromium itu ada yang rusak.

10. Metode Pelapisan (Coating)


Metode pelapisan adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu
lapisan pada permukaan logam besi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan
logam. Penyepuhan besi biasanya menggunakan logam krom atau timah. Kedua logam
ini dapat membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga besi
terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida
logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih
lanjut.
Logam seng juga digunakan untuk melapisi besi (galvanisir), tetapi seng tidak
membentuk lapisan oksida seperti pada krom atau timah, melainkan berkorban demi
besi. Seng adalah logam yang lebih reaktif dari besi, seperti dapat dilihat dari potensial
setengah reaksi oksidasinya:

Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e– Eo = –0,44 V


Fe(s) → Fe2+(g) + 2e– Eo = –0,76 V

Oleh karena itu, seng akan terkorosi terlebih dahulu daripada besi. Jika pelapis seng
habis maka besi akan terkorosi bahkan lebih cepat dari keadaan normal (tanpa seng).
Paduan logam juga merupakan metode untuk mengendalikan korosi. Baja stainless steel
terdiri atas baja karbon yang mengandung sejumlah kecil krom dan nikel. Kedua logam
tersebut membentuk lapisan oksida yang mengubah potensial reduksi baja menyerupai
sifat logam mulia sehingga tidak terkorosi.

11. Proteksi Katodik


Proteksi katodik adalah metode yang sering diterapkan untuk mengendalikan korosi besi
yang dipendam dalam tanah, seperti pipa ledeng, pipa pertamina, dan tanki penyimpan
BBM. Logam reaktif seperti magnesium dihubungkan dengan pipa besi. Oleh karena
logam Mg merupakan reduktor yang lebih reaktif dari besi, Mg akan teroksidasi terlebih
dahulu. Jika semua logam Mg sudah menjadi oksida maka besi akan terkorosi. Proteksi
katodik ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses katodik dengan menggunakan logam Mg


Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut.

Anode : 2Mg(s) → 2Mg2+(aq) + 4e–


Katode : O 2 (g) + 2H2 O(l) + 4e– → 4OH– (aq)
Reaksi : 2Mg(s) + O 2 (g) + 2H2 O → 2Mg(OH)2 (s)

Oleh sebab itu, logam magnesium harus selalu diganti dengan yang baru dan selalu
diperiksa agar jangan sampai habis karena berubah menjadi hidroksidanya.

12. Penambahan Inhibitor


Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan
kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat
dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik,
inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.
a. Inhibitor anodik
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara
menghambat transfer ion-ion logam ke dalam air. Contoh inhibitor anodik yang
banyak digunakan adalah senyawa kromat dan senyawa molibdat.
b. Inhibitor katodik
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara
menghambat salah satu tahap dari proses katodik, misalnya penangkapan gas
oksigen (oxygen scavenger) atau pengikatan ion-ion hidrogen. Contoh inhibitor
katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit.
c. Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan cara menghambat proses di
katodik dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya inhibitor komersial berfungsi
ganda, yaitu sebagai inhibitor katodik dan anodik. Contoh inhibitor jenis ini adalah
senyawa silikat, molibdat, dan fosfat.
d. Inhibitor teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organik yang dapat mengisolasi permukaan
logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk film tipis yang teradsorpsi
pada permukaan logam. Contoh jenis inhibitor ini adalah merkaptobenzotiazol dan
1,3,5,7–tetraaza–adamantane.
Laju Korosi
Laju korosi pada umumnya dapat diukur dengan menggunakan dua metode yaitu: metode
kehilangan berat dan metode elektrokimia. Metode kehilangan berat adalah menghitung
kehilangan berat yang terjadi setelah beberapa waktu pencelupan. Pada penelitian ini, digunakan
metode kehilangan berat dimana dilakukan perhitungan selisih antara berat awal dan berat akhir.

Satuan laju korosi:


Dalam penetrasi per waktu : inch/year, inch/mounth, mm/year,
miles/year (mpy), 1 milli = 0,001 inch
Satuan mpy (miles/year) biasa dihitung dengan rumus:
Mpy = 534W/DAT .......................(1)
dimana:
W = berat yang hilang (mg)
D = density benda uji korosi (g/cm3)
A = luas permukaan (in2)
T = waktu, hour (jam)
(J. Pattireuw, Kevin, 2013)
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Korosi adalah suatu gejala kimia yang menyerang logam dan mengakibatkan kerusakan pada
logam tersebut.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi korosi, yaitu :

1. Kontak Langsung logam dengan H2 O dan O2


2. Keberadaan Zat Pengotor
3. Kontak dengan Elektrolit
4. Temperatur
5. pH
6. Metalurgi
7. Mikroba

Korosi dapat dicegah dengan cara :

1. Melapis permukaan logam dengan cat.


2. Melapis permukaan logam dengan melumuri dengan oli atau minyak
3. Dibalut dengan plastik
4. Tin plating (pelapisan dengan timah)
5. Galvanisasi (pelapisan dengan zink)
6. Cromium plating (pelapisan dengan kromium)
7. Proteksi katodik

B. Saran

Agar logam tidak berkarat, sebaiknya dicegah dengan cara yang telah dijelaskan pada
pembahasan diatas dan hindari dari kontak langsung udara dan air.

Anda mungkin juga menyukai