Anda di halaman 1dari 3

Legal Opinion ( Pendapat Hukum )

Tentang Perkawinan Beda Agama


Oleh :
Yohanes Brilian Jemadur (1312100222)
Kepada
Yth.
Dosen Pengampu
Mata Kuliah Hukum Perdata
Di
Tempat

Dengan hormat,
Saya Yohanes Brilian Jemadur dengan NIM 1312100222 menyampaikan pendapat hukum
(legal opinion) tentang perkawinan beda agama sebagai berikut :

A. Posisi Kasus
Perkawinan adalah hak alami yang telah dianugrahkan oleh sang pencipta kepada manusia
untuk meneruskan keturunannya, walaupun demikian perkawinan sendiri masih menjadi hal
yang memunculkan pro dan kontra, Contohnya Perkawinan beda agama. Perkawinan beda
agama menjadi perdebatkan karena ada pertentangan antara beberapa aturan yang berlaku
di Indonesia. Menurut indonesian conference on religion and peace (ICRP) mencatat
sebanya 1.425 pasangan beda agama menikah di indonesia, data tersebut terhitung sejak
2005 sampai maret 2022. Perdebatan yang terjadi meliputi boleh dan tidaknya perkawinan
beda agama itu dilaksanakan di indonesia.
Perkawinan beda agama secara yuridis formal, diaatur dalam undang-undang republik
indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan yang terbaru UU no. 16 tahun
2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
Namun dalam UUD 1945 diatur bahwa setiap warga negara indonesia berhak membentuk
keluarga, berhak untuk menentukan pilihan untuk menikah atau tidak menikah, berhak
memilih pasangan berdasarkan pilihannya, berhak melaksanakan perkawinan berlandaskan
ajaran agama atau kepercayaan atau keyakinan masing-masing, berhak memperoleh
keturunan, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Namun,
hak untuk membentuk keluarga dan memilih pasangan hidupnya yang dijamin di dalam
konstitusi tersebut terganjal dengan peraturan perundang-undangan yang melarang adanya
perkawinan beda agama.
Dalam konteks hukum internasional hak kebebasan menganut agama diatur di dalam pasal
18 ayat (1) ICCPR yang mengatakan “setiap orang bebas atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima
suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan baik individu maupun
bersama-sama dengan orang lain dan baik di tempat umum maupun tertutup untuk
menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan
dan pengajaran”. Kemudian hak membentuk keluarga melalui perkawinan termuat di dalam
pasal 23 ayat (2) ICCPR : “hak laki-laki dan perempuan pada usia perkawinan untuk menikah
dan membentuk keluarga harus diakui”.

B. Dasar Hukum Yang Tidak Membenarkan Perkawinan Beda Agama


Adapun dasar hukum yang menjadi acuan pelarangan perkawinan beda agama sebagai
berikut :
1. Undang-undang republik indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Pasal 2 (1) “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing - Masing
agamanya dan kepercayaannya itu”.
2. UU No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan
3. Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 221 disebutkan “dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik”.

C. Dasar Hukum Yang Membenarkan Perkawinan Beda Agama


Adapun dasar hukum yang seharusnya membolehkan perkawinan beda agama sebagai
berikut:
1. Pasal 28 b UUD 1945 amandemen (perubahan kedua tahun 2000) menyebutkan bahwa
setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
2. Pasal 10 UU nomor 39 tahun 1999 tentang ham.
- (1) setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui pernikahan yang sah.
- (2) perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon
suami dan calon istri yang bersagkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Pasal 23 ayat (2) ICCPR : “hak laki-laki dan perempuan pada usia perkawinan untuk
menikah dan membentuk keluarga harus diakui”.

D. Kesimpulan
1. Perkawinan beda agama memunculkan pedebatan diberbagai kalangan, perdebatan
perdebatan tersebut muncul berdasarkan adanya perbedaan beberapa peraturan yang
berlaku.
2. Perkawinan beda agama menurut Undang-undang republik indonesia Pasal 2 ayat 1 No
1 tahun 1974 tentang perkawinan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”, jadi menurut UU tersebut
Pekawinan Beda agama dinyatakan tidak sah, tetapi melalui peraturan lain sebenarnya
disahkan, contohnya pada Pasal 10 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
- (1) setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui pernikahan yang sah.
- (2) perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon
suami dan calon istri yang bersagkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

E. Rekomendasi
Dalam hal ini mengenai penikahan beda agama yang diatur dengan jelas dalam Undang-
undang republik indonesia No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang banyak
memunculkan pendebatan, Solusi nya adalah sebaiknya diajukan uji materil terhadapat
undang undang tersebut, dimana undang undang tersebut bertentangan dengan
bebeberapa peraturan lainnya, seperti , Pasal 28 b UUD 1945 amandemen (perubahan
kedua tahun 2000) dan Pasal 10 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.

Anda mungkin juga menyukai