Anda di halaman 1dari 3

GUGATAN REKONVENSI

Gugatan rekonvensi berdasarkan Pasal 132 a HIR ayat (1) menyatakan bahwa tergugat
dapat mengajukan rekonvensi dalam segala perkara. Gugatan rekonvensi tersebut harus
diajukan Bersama-sama dengan jawaban atas gugatan penggugat. Jadi, tergugat dalam
persidangan diberikan kesempatan untuk menggugat kembali penggugat yang diajukan
bersamaan dengan jawaban terhadap gugatan lawannya, sehingga tergugat tidak perlu
mengajukan tuntutan baru.

 Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 104K/Sip/1968


Putusan MA RI Nomor 104K/Sip/1968 membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi
Nomor 154/1967/P.T.Perdata. Dalam putusan tersebut MA berpendapat bahwa
putusan Nomor 154/1967/P.T.Perdata harus dibatalkan karena bertentangan dengan
Pasal 132 b HIR ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal tergugat mengajukan
gugatan rekonvensi maka gugatan tersebut harus diselesaikan dan diputuskan
bersamaan dengan gugatan konvensi. Menurut MA, Pengadilan Tinggi telah
salah/tidak melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, yaitu tidak melaksanakan
ketentuan dalam Pasal 132 b HIR dengan tidak memberikan keputusan terhadap
tuntutan dalam rekonpensi.
 M. Yahya Harahap dalam buku Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan menyatakan bahwa
apabila gugatan rekonvensi tidak mempunyai koneksitas dengan gugatan konvensi
maka gugatan rekonvensi sebagai gugatan yang berdiri sendiri harus dipertahankan.
Dalam hal apabila gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diterima dengan alasan
cacat formil, gugatan rekonvensi tidak tunduk mengikuti putusan itu melainkan tetap
dapat diperiksa dan diselesaikan. Pernyataan serupa juga terdapat dalam Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 1057K/Sip/1973, tanggal 25 Maret 1973:
“Karena gugatan dalam Rekonpensi tidak didasarkan atas inti gugatan dalam
kompetensi melainkan berdiri sendiri (terpisah), dengan tidak dapat diterimanya
gugatan dalam Konpensi, tidak dengan sendirinya gugatan dalam Rekonpensi ikut
tidak dapat diterima.”
 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 631 K/Sip/1973 yang kaidah
hukumnya berisi: “Pengadilan Tinggi belum memutus mengenai gugatan rekonvensi,
putusannya diperbaiki, dan Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutus sendiri
gugatan rekonvensi tersebut).
 Putusan Nomor 43/Pdt.G/2014/PN Mpw
Putusan tersebut serupa dengan kasus yang dihadapi oleh Pertani, yaitu dalam putusan
tersebut gugatan dari penggugat konvensi dan gugatan rekonvensi dinyatakan tidak
dapat diterima karena terdapat ketidaksesuaian antara batas-batas tanah yang terdapat
dalam gugatannya dengan batas-batas tanah berdasarkan pemeriksaan setempat.
Namun, dalam perkara tersebut majelis hakim tetap mengabulkan sebagian gugatan
rekonpensi dengan amr putusan sebagai berikut:
MENGADILI:
DALAM KONPENSI DALAM EKSEPSI :
• Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV untuk
seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA :
• Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
DALAM REKONPENSI :
• Menyatakan gugatan Rekonpensi dari Penggugat Rekonpensi/Tergugat I Konpensi
tidak dapat diterima;
• Mengabulkan untuk sebagian gugatan Rekonpensi dari Penggugat Rekonpensi/
Tergugat III Konpensi;
• Menyatakan Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi adalah pemilik sah
terhadap sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik No. 12774 / Desa Sungai Raya,
seluas 16.621 M² Gambar situasi No. 5071 / 1997, yang terletak di Rt. 07 / Rw. 01
Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya;
• Menolak gugatan Rekonpensi dari Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi
untuk selebihnya;
DALAM KONPENSI dan REKONPENSI:
• Menghukum Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar ongkos
perkara sebesar Rp. 5.394.000.000,- (lima juta tiga ratus sembilan puluh empat ribu
Rupiah);
Putusan tersebut lalu diperkuat dengan Putusan Nomor 75/PDT/2015/PT PTK dan
Putusan Nomor 2327 K/Pdt/2016. Namun, putusan tersebut dibatalkan oleh Putusan
Peninjauan Kembali Nomor 708 PK/Pdt/2018 dengan pertimbangan bahwa Judex
Juris salah menerapkan hukum dalam amar putusan, yaitu dengan dinyatakannya
gugatan konvensi tidak dapat diterima/niet ontvankelijke verklaard, maka gugatan
rekonvensi juga niet ontvankelijke verklaard.

Berdasarkan temuan diatas, dapat disimpulkan bahwa gugatan rekonvensi tetap dapat
diperiksa meskipun gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diterima. Hal tersebut
didasarkan pada Pasal 178 HIR ayat (2)/Pasal 189 ayat (2) RBG yang menyatakan bahwa
putusan harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang
diajukan dan tidak mengabaikan gugatan selebihnya. Namun, berdasarkan riset yang telah
dilakukan dengan melihat putusan-putusan yang terdapat dalam direktori putusan MA RI,
mayoritas gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima mengakibatkan gugatan rekonvensi
juga dinyatakan tidak dapat diterima sebagaimana putusan Peninjauan Kembali Nomor 708
PK/Pdt/2018.

Anda mungkin juga menyukai