Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH SISTEM IMUNOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTHRITIS

DOSEN PENGAMPU: SELAMAT PARMIN, S, Kep, Ners, M. Kep

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK :I

DITA RAHMALIA PUTRI 20220003

PRADYA PUTRI CARISSMA 20220012

RAHAYU 20220013

UNIVERSITAS KADER BANGSA

FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya penulis telah
berhasil menyusun makalah tentang etika keperawatan. Makalah ini di buat untuk menunjang
proses pembelajaran keperawatan. Sesuai dengan kurikulum terbaru program S1
keperawatan, yaitu pembelajaran berbasis kompetensi. Maka makalah ini sudah mengarahkan
mahasiswa untuk belajar dengann kurikulum terbaru sehingga lebih memudahkan mahasiswa
untuk mempelajari makalah ini. Pada penulisan makalah ini kami menggunakan bahasa
sederhana dan mudah dimengerti sehingga dapat dengan mudah dicerna dan di ambil intisari
dari materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Makalah ini juga di harapkan
dapat digunakan oleh mahasiswa S1 keperawatan karena kami telah berusaha melengkapi
materi makalah sesuai dengan kebutuhan materi pembelajaran yang di sempurnakan.
Demikian kami sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu
kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang etika keperawatan.

Palembang, 23 April 2022

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4

Latar Belakang.................................................................................................5

Rumusan Masalah............................................................................................5

Tujuan..............................................................................................................5

Manfaat............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................6

1. Definisi................................................................................................6
a) Konsep Sistem Imun.......................................................................7
b) Respon Imun...................................................................................8
c) Komponen Sistem Imun..................................................................9
d) Fungsi Respon Imun.......................................................................9
e) Penyimpanan Sistem Imun..............................................................9
f) Faktor Pengubah Mekanisme Imun...............................................10

2. Konsep Dasar Rheumatoid Arthritis..............................................11

a) Definisi Rheumatoid Arthritis........................................................12


b) Anotomi Dan fisiologi....................................................................13
c) Etiologi...........................................................................................14
d) Patofisiologi...................................................................................14
e) Tanda Dan Gejala...........................................................................14
f) Komplikasi.....................................................................................15
g) Penatalaksanaan.............................................................................15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTHRITIS...16

a) Pengkajian...........................................................................................17
b) Analisa Data........................................................................................21
c) Diagnosa.............................................................................................23
d) Perencanaan........................................................................................32
e) Implementasi dan Evaluasi.................................................................34

BAB IV PENUTUP.......................................................................................35

a) Kesimpulan.........................................................................................36
b) Saran...................................................................................................36

Daftar pustaka........................................................................................37

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Imunologi

Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan
patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem ini
merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap
infeksi.Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquried).Sistem imun alamiah
merespon lebih cepat dan bertindak sebagai pertahanan awal, seperti mekanisme batuk dan
bersin, asam lambung, sistem komplemen, dan pertahanan selular berupa proses
fagositosis.Kemampuan pertahanan yang lebih spesifik dimiliki oleh sistem imun adaptif
berupa sistem imun humoral oleh limfosit B dan sistem imun seluler oleh limfosit T. Sistem
imun spesifik memberikan perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sudah pernah
terpajan sebelumnya.Limfosit merupakan sel imun spesifik yang dapat mengenali dan
membedakan berbagai macam antigen serta berperan dalam dua respon adaptif imun, yaitu
spesifitas dan memori. Limfosit T dan B yang matur disebut sebagai naive limfosit dan
teraktivasi oleh adanya antigen melalui antigen presenting cell (APC). Antigen tersebut akan
menstimulasi naive limfosit untuk berploriferasi melalui mekanisme autokrin oleh IL-2 yang
kemudian disebut limfoblas. IL-2merupakan faktor pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang
oleh antigen. IL-2 juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel NK dan sel B. Setelah
terstimulasi dan berproliferasi, naive limfosit akan berdiferensiasi menjadi limfosit efektor
seperti antibody-secreting B cells atau Th1 dan Th2.Limpa merupakan organ limfoid
sekunder yang berperan penting untuk merespon sistem imun utama terhadap antigen asal
darah.1 Bagian limpa yakni pulpa putih terdapat limfosit T dan B matur yang akan
mengalami proliferasi dan diferensiasi setelah terpajan oleh antigen. Limpa adalah tempat
utama fagosit memakan mikroba yang dilapisi antibodi, oleh karena itu individu tanpa limpa
akan menjadi rentan terhadap infeksi bakteri berkapsul.Peran imunostimulan diperlukan
dalam meningkatan pertahanan tubuhterhadap berbagai macam antigen. Imunostimulan
herbal seperti mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dan meniran (Phyllanthus niruri) sudah
dikenal luas penggunaannya oleh masyarakat untuk menjaga stamina tubuh.Phaleria
macrocarpa atau mahkota dewa merupakan tanaman asli Papua Indonesia, tanaman ini
memiliki zat aktif di dalam daun dan kulit buahnya yaitu flavonoid, alkaloid, terpenoid,
saponin dan senyawa resin.3 Hubungannya dengan sistem imun, senyawa flavonoid Phaleria
macrocarpaberperan dalam peningkatan proliferasi dan aktivasi sel T serta peningkatan IL-
2.4 Limfosit T akan mengaktivasi makrofag dan sel NK yang kemudian makrofag akan
distimulasi untuk menghasilkan IL-12 dan sel NK akan menghasilkan IFNγ.2Phyllanthus
niruri merupakan salah satu tanaman yang sudah terbukti sebagai imunostimulator.
Pemberian ekstrak Phyllanthus niruri dapat meningkatan fagositosis dan kemotaksis
makrofag, kemotaksis neutrofil dan sitotoksisitas sel NK. Selain itu juga terjadi respon
imunitas seluler berupa peningkatan proliferasi sel limfosit T dengan meningkatkan sekresi
TNFα, dan IL-4 serta menurunkan sekresi IL-2 dan IL-10, sedangkan pada imunitas humoral
mengalami peningkatan produksi IgG dan IgM.5 Dalam mekanisme proliferasi limfosit tidak

4
hanya IL-2 namun IL-4 juga merupakan stimulan utama dalam diferensiasi sel T naive CD4+
menjadi Th2.Phaleria macrocarpa dan Phyllanthus niruri masing-masing telah diketahui dapat
meningkatkan proliferasi dan aktivasi sel T namun penggabungan ekstrak Phaleria
macrocarpa dan Phyllanthus niruri belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini
menggunakan mencit BALB/c yang diberi ekstrak dengan dosis yang berasal dari penelitian
sebelumnya yaitu 0,14 mg/0,5cc/hari untuk Phaleria macrocarpa dan 0,4 mg/0,5cc/hari untuk
Phyllanthus niruri.Mencit diberi perlakuan selama 7 hari setelah itu mencit akan diterminasi
dan dilakukan isolasi splenosit dan perhitungan limfoblas.Penggabungan ekstrak keduanya
dapat menimbulkan salah satu interaksi farmakodinamik yaitu sifat adaptive, sinergis maupun
antagonis. Oleh karena itu melalui penelitian ini penulis berharap apabila kombinasi ekstrak
menunjukkan hasil yang signifikan sehingga dapat diterapkan dan dimanfaatkan lebih lanjut
dalam perannya sebagai imunostimulan.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui apa itu sistem imunologi
2. Mengetahui apa saja penyakit imunologi
3. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan sistem imun?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu sistem imunologi
2. Untuk mengetahui apa saja penyakit imunologi
3. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan sistem imun

D. Manfaat
1. Bagi peneliti

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan dan menjadi


bahan pengetahuan dan menambah wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan
rheomatoid arthritis. Peneliti selanjutnya dapat mempelajari asuhan keperawatan
lansia dengan rheomatoid arthritis.

2. Bagi tempat penelitian

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sebagai bukti
nyata mengenai penerapan asuhan keperawatan lansia dengan rheomatoid arthritis.

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Hasil studi kasus ini diterapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi
perkembangan keperawatan khususnya pada asuhan keperawatan gerontik dan
sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan
Keperawatan Lansia dengan Rheomatoid Arthritis.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Sistem Imun

A. Definisi

Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran ganda
dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin, sistem imun
yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar
diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk
melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan
sistem limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya
tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus,
sistem saluran napas, saluran cerna dan beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas
bermacam-macam sel yang dapat menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai
dengan sifat dan fungsinya masing-masing (Roitt dkk., 1993; Subowo, 1993; Kresno,
1991).

Dengan kemajuan imunologi yang telah dicapai sekarang ini, maka konsep imunitas
dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang bersifat faali yang melengkapi manusia
dan binatang dengan suatu kemampuan untuk mengenal suatu zat sebagai asing terhadap
dirinya, yang selanjutnya tubuh akan mengadakan tindakan dalam bentuk netralisasi,
melenyapkan atau memasukkan dalam proses metabolisme yang dapat menguntungkan
dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan tubuh sendiri. Konsep imunitas tersebut,
bahwa yang pertama-tama menentukan ada tidaknya tindakan olehtubuh (respons imun),
adalah kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak
(Bellanti,1985: Marchalonis, 1980; Roitt,1993). Rangsangan terhadap sel-sel tersebut
terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap
asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta fenomena
yang menyertainya disebut dengan respons imun yang menghasilkan suatu zat yang
disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen merupakan potensi dari zat-zat yang
dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat diamati baik secara seluler ataupun
humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat membedakan zat
asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga sel-sel dalam
sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Kejadian ini disebut
dengan Autoantibodi (Abbas dkk., 1991; Roit dkk.,1993). Bila sistem imun terpapar oleh
zat yang dianggap asing, maka akan terjadi dua jenis respons imun, yaitu respons imun
non spesifik dan respons imun spesifik. Walaupun kedua respons imun ini prosesnya
berbeda, namun telah dibuktikan bahwa kedua jenis respons imun diatas saling
meningkatkan efektivitasnya. Respons imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi
antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam system imun.
Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan
suatu aktivitas biologic yang seirama dan serasi (Grange, 1982; Goodman, 1991; Roit
dkk., 1993).
6
B. Respon Imun
a. Respon Imun Nonspesifik

Umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), dalam artian bahwa


respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar
oleh zat tersebut. Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai berikut : salah satu upaya tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen misalnya, bakteri, adalah dengan cara
menghancurkan bakteri tersebut dengan cara nonspesifik melalui proses fagositosis. Dalam
hal ini makrofag, neutrofil dan monosit memegang peranan yang sangat penting. Supaya
dapat terjadi fagositosis, sel-sel fagositosis tersebut harus berada dalam jarak yang dekat
dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada
permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal
ini dapat terjadi karena dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut dengan factor
leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil,
makrofag atau komplemen yang telah berada dilokasi bakteri (Kresno, 1991; Roitt, 1993).
Selain factor kemotaktik yang berfungsi untuk menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk
proses fagositosis selanjutnya, bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti
bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), supaya
lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk kedalam sel dengan
cara endositosis dan oleh proses pembentukan fagosum, ia terperangkap dalam kantong
fagosum, seolah-olah ditelan dan kemudian dihancurkan baik dengan proses oksidasi-reduksi
maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan
gangguan metabolisme bakteri (Bellanti, 1985; Subowo, 1993). Selain fagositosis diatas,
manifestasi lain dari respons imun nonspesifik adalah reaksi inflamasi. Reaksi ini terjadi
akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel, misalnya histamine
yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit, Vasoactive amine yang dilepaskan olehtrombosit,
serta anafilatoksin yang berasal dari komponen – komponen komplemen, sebagai reaksi
umpan balik dari mastosit dan basofil. Mediator-mediator ini akan merangsang bergeraknya
sel-sel polymorfonuklear (PMN) menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan
permiabilitas dinding vaskuler yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan.
Gejala inilah yang disebut dengan respons inflamasi akut (Abbas, 1991; Stite; 1991;
Kresno,1991).

b. Respon Imun Spesifik

Merupakan respon imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari rangsangan
antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar sebelumnya. Respons imun spesifik
dimulai dengan adanya aktifitas makrofag atau antigen precenting cell (APC) yang
memproses antigen sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel
imun. Dengan rangsangan antigen yang telah diproses tadi, sel-sel system imun berploriferasi
dan berdiferensiasi sehingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu
bereaksi dengan antigen (Bellanti, 1985; Roitt,1993; Kresno, 1991).

c. Respon Imun Seluler

7
Telah banyak diketahui bahwa mikroorganisme yang hidup dan berkembang biak
secara intra seluler, antara lain didalam makrofag sehingga sulit untuk dijangkau oleh
antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler tersebut diperlukan respons imun
seluler, yang diperankan oleh limfosit T. Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T
penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme atau antigen bersangkutan melalui
major histocompatibility complex (MHC) kelas II yang terdapat pada permukaan sel
makrofag. Sinyal ini menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk
diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag untuk menghancurkan
mikroorganisme tersebut. Sub populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-sitotoksik
(T-cytotoxic), juga berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler yang
disajikan melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell).

d. Respon Imun Humoral

Respons imun humoral, diawali dengan deferensiasi limfosit B menjadi satu populasi
(klon) sel plasma yang melepaskan antibody spesifik ke dalam darah. Pada respons imun
humoral juga berlaku respons imun primer yang membentuk klon sel B memory. Setiap klon
limfosit diprogramkan untuk membentuk satu jenis antibody spesifik terhadap antigen
tertentu (Clonal slection). Antibodi ini akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks
antigen – antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya
antigen tersebut. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk antibody diperlukan
bantuan limfosit T-penolong (T-helper), yang atas sinyal-sinyal tertentu baik melalui MHC
maupun sinyal yang dilepaskan oleh makrofag, merangsang produksi antibody. Selain oleh
sel T- penolong, produksi antibody juga diatur oleh sel T penekan (T-supresor), sehingga
produksi antibody seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan.

C. Komponen Sistem Imun

Sistem imun dilengkapi dengan kemampuan untuk memberikan respons imun non
spesifik, misalnya fagositosis, maupun kemampuan untuk memberikan respons imun spesifik
yang dilakukan oleh sel-sel dan jaringan limfoid yang tergolong kedalam system
limforetikuler (Oppenheim dkk.,1987; Abbas dkk.,1991; Roit dkk.,1993). Sistem ini terdiri
atas sejumlah organ limfoid yaitu :

1. kelenjar timus
2. kelenjar limfe
3. limfa
4. tonsil
5. berbagai jenis sel serta jaringan diluar organ limfoid, seperti :
a) peyer,s patches yang terdapat pada dinding usus
b) jaringan limfoid yang membatasi saluran nafas dan saluran urogenital
c) jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan dalam darah
Sistem limforetikuler inilah yang merupakan system kendali dari semua
mekanisme respons imun. Disamping system limforetikuler diatas, masih ada
unsur-unsur lain yang berperan dalam mekanisme respons imun, dan factor-faktor
humoral lain diluar antibody yang berfungsi menunjang mekanisme
8
tersebut.

D. Fungsi Respon Imun


Dalam pandangan modern, system imun mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
pertahanan, homeostasis dan perondaan.
1. Pertahanan
Fungsi pertahanan menyangkut pertahanan terhadap antigen dari luar tubuh
seperti invasi mikroorganisme dan parasit kedalam tubuh. Ada dua kemungkinan
yang terjadi dari hasil perlawanan antara dua fihak yang berhadapan tersebut, yaitu
tubuh dapat bebas dari akibat yang merugikan atau sebaliknya, apabila fihak
penyerang yang lebih kuat (mendapat kemenangan), maka tubuh akan menderita
sakit.
2. Homeostasis
Fungsi homeostasis, memenuhi persyaratan umum dari semua organisma
multiseluler yang menghendaki selalu terjadinya bentuk uniform dari
3. Perondaan
Fungsi perondaan menyangkut perondaan diseluruh bagian tubuh terutama
ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap sel-sel yang berubah menjadi
abnormal melalui proses mutasi. Perubahan sel tersebut dapat terjadi spontan atau
dapat diinduksi oleh zat-zat kimia tertentu, radiasi atau infeksi virus. Fungsi
perondaan (surveillance) dari sistem imun bertugas untuk selalu waspada dan
mengenal adanya perubahab-perubahan dan selanjutnya secara cepat membuang
konfigurasi yang baru timbul pada permukaan sel yang abnormal.

E. Penyimpangan Sistem Imun


Sebagaimana sistem-sistem yang lain dalam tubuh, sistem imun mungkin pula
dapat mengalami penyimpangan pada seluruh jaringan komunikasi baik berbentuk
morfologis ataupun gangguan fungsional. Gangguan morfologis, misalnya tidak
berkembangnya secara normal kelenjar timus sehingga mengakibatkan defisiensi pada
limfosit T. Sedangkan gangguan fungsional yang bermanifestasi sebagai toleransi
imunologik disebabkan karena lumpuhnya mekanisme respons imun terhadap suatu
antigen tertentu. Penyimpangan lain dalam mekanisme respons imun dapat berbentuk
sebagai reaksi alergi, anafilaksis ataupun hipersensitifitas tipe lambat, dimana semua
ini kadang-kadang menimbulkan kerugian pada
jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan karena gangguan fungsi pertahanan system
imun (Kresno, 1991; Abbas dkk.,1991; Roitt dkk.,1993). Gangguan fungsi
homeostatik pada system imun dapat menimbulkan kelainan yang dinamakan
penyakit autoimun. Hal ini disebabkan oleh karena system imun melihat konfigurasi
dari tubuh sendiri (self), sebagai benda asing, akibatnya respons imun ditujukan
kepada jaringan tubuh sendiri sehingga dapat membawa kerugian. Apabila fungsi
ketiga yang bertugas sebagai surveillance mengalami gangguan, akan mengakibatkan
tidak bekerjanya system pemantauan terhadap perubahan-perubahan pada sel tubuh,
sehingga akhirnya sel-sel abnormal tersebut berkembang biak diluar kendali yang
menimbulkan penyakit yang bersifat pertumbuhan ganas.

9
F. Faktor Pengubah Mekanisme Imun
Faktor Pengubah Mekanisme Imun Selain faktor genetik, terdapat sejumlah
factor yang dapat mempengaruhi mekanisme imun seperti: faktor metabolik,
lingkungan, gizi, anatomi, fisiologi, umur dan mikroba (Bellanti, 1985; Subowo 1993;
Roitt dkk.,1993). Faktor Metabolik Beberapa hormon dapat mempengaruhi respons
imun tubuh, misalnya pada keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan
mengakibatkan menurunnya daya tahan terhadap infeksi. Demikian juga pada orang-
orang yang mendapat pengobatan dengan sediaan steroid sangat mudah mendapat
infeksi bakteri maupun virus. Steroid akan menghambat fagositosis, produksi antibodi
dan menghambat proses radang. Hormon kelamin yang termasuk kedalam golongan
hormone steroid, seperti androgen, estrogen dan progesterone diduga sebagai faktor
pengubah terhadap respons imun. Hal ini tercermin dari adanya perbedaan jumlah
penderita antara laki-laki dan perempuan yang mengidap penyakit imun tertentu.
Faktor lingkungan Kenaikan angka kesakitan penyakit infeksi, sering terjadi
pada masyarakat yang taraf hidupnya kurang mampu. Kenaikan angka infeksi
tersebut, mungkin disebabkan oleh karena lebih banyak menghadapi bibit penyakit
atau hilangnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh jeleknya keadaan gizi. Faktor
Gizi Keadaan gizi seseorang sangat berpengaruh terhadap status imun seseorang.
Tubuh membutuhkan enam komponen dasar bahan makanan yang dimanfaatkan
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan tubuh. Keenam komponen tersebut
yaitu : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Gizi yang cukup dan
sesuai sangat penting untuk berfungsinya system imun secara normal. Kekurangan
gizi merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi. dibandingkan dengan
orang yang lebih muda, walaupun tidak mengalami gangguan pada sistem imunnya.
Hal tersebut, selain disebabkan karena pengaruh kemunduran biologik, secara umum
juga jelas berkaitan dengan menyusutnya kelenjar timus. Keadaan tersebut akan
mengakibatkan perubahan-perubahan respons imun seluler dan humoral. Pada usia
lanjut resiko akan timbulnya berbagai kelainan yang melibatkan sistem imun akan
bertambah, misalnya resiko menderita penyakit autoimun, penyakit keganasaN
sehinggaakan mempermudah terinfeksi oleh suatu penyakit. Faktor Mikroba
Berkembangnya koloni mikroba yang tidak pathogen pada permukaan tubuh,baik
diluar maupun didalam tubuh, akan mempengaruhi sistem imun. Misalnya dibutuhkan
untuk membantu produksi natural antibody. Flora normal yang tumbuh pada tubuh
dapat pula membantu menghambat pertumbuhan kuman pathogen. Pengobatan
dengan antibiotika tanpa prosedur yang benar, dapat mematikan pertumbuhan flora
normal, dan sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan bakteri pathogen.

2. Konsep Dasar Rheumatoid Arthritis

10
A. Definisi Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat


sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris (Chairuddin, 2003).

Reumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi


kronik yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang mengenai jaringan
persendian ataupun organ tubuh lainnya (Daud,2004). Penyakit autoimun yang terjadi jika
sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri. Reumatoid arthritis merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga kolagen terpecah dan terjadi
edema. Poliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang (Brunner & Suddarth,2001).
Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang menyerang persendian dan
struktur di sekitarnya. reomatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis
yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan
poliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,
ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam
memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, arthritis rheomatoid
adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah
satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas.

B. Anatomi Dan Fisiologi

Muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligament, tendon, fasia,bursae dan
persendian.

a) Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal dari
embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses“osteogenesis” menjadi tulang.
Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebutOsteoblast. Proses mengerasnya tulang
akibat menimbunya garam kalsium.Fungsi tulang adalah sebagai berikut:

1) Mendukung jaringan tubuh dan menbuntuk tubuh.


2) Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan lunak.
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
danpergerakan)
4) Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hema topoiesis).
5) Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor.

Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:

11
1) Tulang panjang (femur, humerus ) terdiri dari satu batang dan dua epifisis. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.epifisis dibentuk olehspongi bone
(Cacellous atau trabecular )
2) Tulang pendek (carpalas) bentuknya tidak teratur dan cancellous (spongy)dengan
suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri dari dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang cancellous.
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.
5) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon danjaringan
fasial,missal patella (kap lutut)

b) Otot

Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksidan untuk
menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri
dari:

1) Otot rangka (otot lurik) didapatkan pada system skeletal dan berfungsiuntuk
memberikan pengontrolan pergerakan, mempertahankan sikap danmenghasilkan
panas
2) Otot Viseral (otot polos) didapatkan pada saluran pencernaan, saluran perkemihan
dan pembuluh darah. Dipengaruhi oleh sisten saraf otonom dan kontraksinya tidak
dibawah control keinginan.
3) Otot jantung didapatkan hanya pada jantung dan kontraksinya tidak dibawah
control keinginan.

c) Kartilago

Kartilago terdiri dari serat-serat yang dilakukan pada gelatin yang kuat. Kartilago sangat
kuat tapi fleksibel dan tidak bervascular. Nutrisi mencapaikesel-sel kartilago dengan
proses difusi melalui gelatin dari kapiler-kapiler yangberada di perichondrium (fibros
yang menutupi kartilago) atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan pada kartilago

d) Ligament

Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibros yang tebal dimana merupakan ahir dari
suatu otot dan dan berfungsi mengikat suatu tulang. e. Tendon Tendon adalah suatu
perpanjangan dari pembungkus fibrous yang membungkus setiap otot dan berkaitan
dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon tertentu, khususnya
pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membrane synofial
yang memberikan lumbrikasi untuk memudahkan pergerakan tendon.

e) Fasia

12
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yangdidapatkan langsung
dibawah kulit sebagai fasia supervisial atau sebagai pembungkus tebal, jaringan
penyambung yang membungkus fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh
darah.bagian ahair diketahui sebagai fasia dalam

f) Bursae

Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung dari suatu tempat, dimana
digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi pada kulit dan tulang, antara
tendon dan tulang antara otot. Bursae bertindak sebagai penampang antara bagian yang
bergerak sepaerti pada olecranon bursae, terletak antara presesus dan kulit.

g) Persendian

Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka tulang tidak ada.
Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, tatu letah dimana tulang berada
bersama-sama. Bentuk dari persendian akan ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe
pergerakan yang memungkinkan dan klasifikasi didasarkan pada jumlah pergerakan yang
dilakukan. Berdasarkan klasifikasinya terdapat 3 kelas utama persendian yaitu:

1) Sendi synarthroses (sendi yang tidak bergerak)


2) Sendi amphiartroses (sendi yang sedikit pergerakannya)
3) Sendi diarthoses (sendi yang banyak pergerakannya) Perubahan fisiologis pada
proses menjadi tuaAda jangka periode waktu tertentu dimana individu paling
mudah mengalamiperubahan musculoskeletal. Perubahan ini terjadi pada masa
kanak-kanak atau remaja karena pertumbuhan atau perkembangan yang cepat atau
timbulnya terjadi pada usia tua. Perubahan struktur system muskuloskeletal dan
fungsinya sangat bervariasi diantara individu selama proses menjadi tua.
Perubahan yang terjadi pada proses menjadi tua merupakan suatu kelanjutan dari
kemunduran yang dimulai dari usia pertengahan. Jumlah total dari sel-sel
bertumbuh berkurang akibat perubahan jaringan prnyambung, penurunan pada
jumlah dan elasitas dari jaringan subkutan dan hilangnya serat otot, tonus dan
kekuatan.

Perubahan fisiologis yang umum adalah:

1) Adanya penurunan yang umum pada tinggi badan sekitar 6-10 cm. padamaturasi
usia tua.
2) Lebar bahu menurun
3) Fleksi terjadi pada lutut dan pangkal paha.

C. Etiologi

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapibeberapa hipotesa
menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :

13
1) Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor
Rematoid
2) Gangguan Metabolisme
3) Genetik
4) Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

D. Patofisiologi

Pada arthritis rheomatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

E. Tanda Dan Gejala

Menurut (Aspiani, 2014) ada beberapa gejala klinis yang umum ditemukan pada pasien
rheumatoid arthritis. Gejala klinis ini tidak harus timbul secara bersamaan. Oleh
karenanya penyakit ini memiliki gejala klinis yang sangat bervariasi.

1) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun, dan


demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
2) Poliaritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal,hampir semua sendi
diartrodial dapat terangsang.
3) Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan
nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang
setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis.
Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan
disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah
melakukan aktivitas.
4) Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoartratis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari satu jam.
5) Arthritis erosif, merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada gambaran radiologic.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat
pada radiogram.
6) Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi metakarpofalangeal, leher
angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering di jumpai pasien. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksas

14
metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terangsang dan akan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
7) Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa penderita rheumatoid arthritis. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa elekranon (sendi siku), atau di sepanjang permukaan
ekstanor dari lengan, walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga timbul pada
tempat-tempat lainnya. Nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu tanda penyakit
yang aktif dan lebih berat.h. Manifestasi ekstra articular, rheumatoid arthritis juga
dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan rusaknya pembuluh darah.

F. Komplikasi
1) Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi
di bawah kulit yang disebut subcutan nodule
2) Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
3) Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
4) Terjadi splenomegali

G. Penatalaksanaan

Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan


dilakukan sehingga terjalin hubungan baik serta ketaatan pasien untuk tetap berobat
dalam jangka waktu yang lama (Aspiani, 2014). OAINS (Obat Anti Inflamasi Non
Steroid ) diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering
dijumpai. OAINS yang diberikan yaitu aspirin, pasien dibawah umur 65 tahun dapat
dimulai dengan dosis 3-4 x 1g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 perminggu sampai terjadi
perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl. Ibuprofen, naproksen, piroksikam,
diklofenak dan sebagainya (Aspiani, 2014). DMARD (Disease Modifying
Antirheumatoid Drugs) digunakan unuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proes
destruksi akibat rheumatoid arthritis. Keputusan penggunaannya bergantung pada
pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis
rheumatoid arthritis diegakkan, atau bila respon OAINS tidak ada. DMARD yang
diberikan: (Aspiani, 2014)

1) Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari


2) Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalu enteric, digunakan dalam dosis 1 x 500
mg/hari, ditinggikan 500 mg/minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg.
3) D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam
dosis 250-300 mg/ hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 20-300 mg/hari. d. Garam emas
adalah gold standart bagi DMARD.
4) Obat imunosupresif atau imonoregulator; metotreksat dosis dimulai 5-7, mg setiap
minggu. Bila dalam 4 bulan idak menunjukkan perbaikan, dosis harus
ditingkatkan.

15
5) Korikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan Rheumatoid arthritis dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa seperti vasculitis, karena obat ini memiliki
efek samping yang sangat berat.

Rehabilitasi bertujuan meningkatkan kualitas harapan hidup pasien. Caranya antara


lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan dan sebagannya.
Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang. Bila tidak juga behasil,
diperlukan pertimbangan untuk pertimbangan operatif. Sering juga diperlukan alat-alat
seperti pemakaian alat bidai, tongkat penyangga, kursi roda, terapi mekanik, pemanasan
baik hidroterapi maupun elekroterapi, occupational therapy (Aspiani, 2014)

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN IMUNOLOGI RHEUMATOID ARTHRITIS

A. Pengkajian

Identitas klien
Nama : Ny. A
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Prempuan
Agama : Islam
Pendidikan terakhir: tidak sekolah
Perkerjaan sebelumnya : tidak berkerja
Alamat : Jl.lelawat
Tanggal Pengkajian : 01 April 2019
Kamar : Wisma Kamboja
Penanggung jawab : Tn. A
Perkerjaan penanggung jawab: Swasta

Riwayat Perkerjaan Klien tidak bekerja hanya tinggal diwisma pendapatan klien
berasal dari orang-orang kantor dan dari panti.
Riwayat Lingkungan Tempat tinggal klien beton didalam rumah terdapat 6 kamar,
Hidup tidak ada tingkatan rumah, klien tidur berdua dengan teman
sekamarnya memakai tempat tidur matras terdapat satu jendela
didalam kamar, klien sering duduk diteras untuk berinteraksi
dengan teman wisma dan tetangganya, alamat tempat tinggal
klien Jl. Mayjen Sutoyo.
Riwayat rekreasi Klien sering duduk diteras, sekali seminggu klien kemesjid untuk
pengkajian
Sumber atau sistem Setiap bulan klien rutin diperiksa oleh dokter, ketika sakit
pendukung diberikan perawatan oleh perawat ditempat klien terdapat klinik
dan pengasuh wisma
Deskripsi hari khusus Klien biasanya membaca doa sebelum tidur
kebiasaan ritual
waktu
Tidur Klien mengatakan tidurnya sedikit terganggu dikarenakan nyeri
Status kesehatan saat Klien mengatakan sering mengalami sakit dikaki bagian lutut
ini sebelah kiri sakit terasa seperti ditusuk-tusuk sakit terasa pada
subuh hari klien menanyakan mengapa kakinya sakit dan ketika
klien merasakan dingin skala nyeri dilihat dari wong beker skala
6, ketika sakit datang klien mengatakan hanya
membiarkannya saja dan terkadang
mengusap-usap bagian yang sakit, klien tidak mau perawat
memegang kakinya atau
menggerakkan kakinya dikarenakan klien merasakan sakit klien
terlihat meringis dan gelisah.
Obat-obatan dan Klien tidak mendapatkan obat-obatan untuk penghilang

17
dosis rasa sakit yang dialami.
Status imunisasi Klien tidak atau belum pernah melakukan imunisasi, klien
tidak memiliki alergi
obat-obatan dan makanan. Dilingkungan klien terlihat rapi
bersih bebas dari penderita penyakit menular
Nutrisi Klien makan 2-3x sehari dengan satu porsi nasi lauk pauk tidak
ada diet khusus untuk klien, klien memakan makanannya dengan
sendiri saat makan klien tidak memiliki kesulitan dalam
mengunyah ataupun menelan makanan.
Status kesehatan Klien mengatakan tidak mengingat penyakit apa yang diderita
masa lalu pada masa anak-anak, klien tidak pernah dirawat dirumah sakit
dan tidak pernah melakukan operasi.

Pemeriksaan fisik tinjauan sistem

Umum Klien mengalami kelelahan, klien dapat menilai dirinya ketika


mengalami kesakitan atau tidak, kliem mampu melakukan AKS
Integumen Klien mengalami perubahan tekstur, perubahan rambut
dan perubahan kuku
Hemapoetik Tidak ada masalah pada sistem hemapoetik
Kepala Tidak ada masalah pada sistem kepala
Mata Tidak ada masalah dengan sistem mata
Telinga Klien mengatakan setiap hari saat mandi klien membersihkan
telinga.
Hidung Tidak ada masalah dengan sistem hidung
Mulut dan Tidak ada masalah dengan sistem mulut dan tenggorokan
tenggorokan
Leher Tidak ada masalah pada sistem leher
Payudara Tidak ada masalah pada sistem payudara
Pernafasan Tidak ada masalah pada sistem pernafasan
Kardiovaskuler Tidak ada masalah pada sistem kardiovaskuler
Gastrointestinal Tidak ada masalah pada sistem gastrointestinal
Perkemihan Tidak ada masalah pada sistem perkemihan
Genitalia Klien mengalami menopouse karena umur klien 69
tahun yang menyebabkan hormon reproduksi menurun
Muskuloskletal Klien mengatakan nyeri pada kaki, seperti ditusuk-tusuk,
dibagian lutut sebelah kiri, skala nyeri 6 menggunakan wong
beker, dengan nyeri
yang hilang timbul, klien tidak ingin perawat memegang
kakinya atau menggerakkan kakinya dikarenakan kakinya
mengalami kesakitan, klien terlihat meringis dan gelisah. Klien
mengalami kekakuan pada lutut sebelah kiri, terdapat
pembengkakan dilutut sebelah kiri, klien mengalami kelemahan
otot, klien mengalami masalah cara berjalan dan memiliki dampak
pada penampilan AKS, gerakan klien terbatas pada saat
kakinya sakit. Klien memakai alat bantu jalan (kruk) skala morse
45 dengan kesimpulan klien resiko jatuh
Persyarafan Klien tidak dapat mengingat dengan baik alamatnya dimana

18
dan dimana klien lahir.
Endokrin Klien mengalami perubahan pada kulit dan perubahan
pada rambut.

Pengkajian status fungsional klien

No Kriteria Bantuan Mandiri Keterangan


1 Makan 5 10√ 2 porsi sekali
sehari nasi, lauk
dan pauk
2 Minum 5 10√ Air putih
3 Berpindah dari 5- 15
kursi roda ke 10√
tempat tidur,
sebaliknya
4 Personal toilet 0 5√ 2x sehari
(cuci muka,
menyisir rambut,
gosok gigi)
5 Keluar masuk 5 10√
toilet (mencuci
pakaian, menyeka
tubuh,
menyiram)
6 Mandi 5 15√ 2x sehari
7 Jalan 0 5√
dipermukaan
datar
8 Naik tangga Turun 5√ 10 BAB 1xsehari
9 Mengenakan 5 10√ konsistensi lunak
pakaian 5-6x
1 Kontrol (BAB) Bowel 5 10√ kuning
0 1xseminggu,
1 Kontrol (BAK) Bladder 5 10√
1
1 Olah raga atau 5√ 10 1x
2 latihan
seminggu
mengikuti senam
1 Rekreasi Atau 5 10√
3
pemantapan waktu luang Pengajian

Total 115 Ketergantungan sebagian

pemantapan Pengajian
waktu luang

19
Total 115 Ketergantungan
sebagian

Pengkajian status mental genotik

NO PERTANYAAN KLIEN 1
Benar Salah
1 Tanggal berapa hari
ini??

2 Hari apa sekarang? √
3 Apa nama tempat √
ini?
4 Dimana alamat √
anda?
5 Berapa umur anda? √
6 Kapan anda lahir?
(minimal tahun

lahir)
7 Siapa presiden
indonesia sekarang?
8 Siapa presiden
sebelumnya √

9 Siapa nama √
ibu
anda?
10 Kurangi 3 dari 20 √
dan tetap
pengurangan 3 dari
setiap angka baru,
semua secara
menurun
Jumlah 2 8
Riwayat Selama interaksi klien
psikososial menunjukan sikap
koperatif dan prilaku
baik sesama teman
sekitar.

20
Riwayat spiritual Klien mengatakan sering
mengikuti pengajian di
masjid.

data fokus

DS : Do
a. Klien terlihat meringis
a. klien mengatakan P=
b. Klien terlihat gelisah
sakit di kaki
c. Klien bersikap protektif
Q=seperti ditusuk-tusuk R=
d. Lutut klien terlihat bengkak
lutut sebelah kiri
e. erakan klien terbatas
S= skala 6
f. Lutut klien terlihat kaku
T= hilang timbul
g. Klien terlihat selalu meluruskan
b. Klien mengatakan sakit terasa pada
kakinya
subuh hari dan ketika merasa dingin
h. Klien memiliki masalah pada memori
c. Klien mengatakan saat menggerakkan tidak mampu mengingat dengan baik
atau menekuk lutut terasa sakit
i. Skala morse skor 45 dengan
d. Klien mengatakan tidak mau kesimpulan resiko jatuh
melakukan pergerakan yang membuat
kakinya sakit j. Klien memiliki kelemahan otot
sebelah kiri
e. Klien mengatakan mengapa kakinya
sakit ketika merasakan dingin k.Status fungsional klien ketergantungan
sebagian
f. Klien mengatakan tidak tahu harus
Status mental gerontik kerusakan intelektual
berbuat apa ketika nyeri timbul sedang
g. Klien mengatakan memakai alat bantu
berjalan ketika kakinya tidak sakit

Analisis Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
DS : Agen pencedera fisiologis Nyeri kronis
a. Klien mengatakan P= (D.0078)
sakit di kaki Q=seperti
ditusuk-tusuk R= lutut

21
sebelah kiri
S= skala 6
T= hilang timbul
b. Klien mengatakan
sakit terasa pada subuh
hari dan ketika merasa
dingin
DO :
a. Klien terlihat
meringis
b. Klien terlihat gelisah
c. Klien bersikap
protektif
d. Lutut klien terlihat
bengkak

DS : Nyeri Gangguan mobilitas fisik


a. Klien mengatakan (D.0054)
saat menggerakkan
atau menekuk lutut
terasa sakit
b. Klien mengatakan
tidak mau melakukan
pergerakan yang
membuat kakinya
sakit
DO :
a. Gerakan klien
terbatas
b. Klien terlihat selalu
meluruskan kakinya

Tabel hasil diagnosa asuhan keperawatan

Klien 1
No Hari/ Tanggal Dx Kep
ditemukan
(kode SDKI)

22
1 Senin, 01 April Nyeri kronis b.d
2019 agen pencedera
fisiologis
(D.0078)
2 Senin, 01 April Gangguan
2019 mobilitas fisik
b.d nyeri
(D.0054)

Hari/ Diagnosa Tujuan&Kriteria


Intervensi
Tanggal Keperawatan Hasil
01 April Nyeri kronis Setelah dilakukan 1.1 Lakukan
2019 (D.0078) tidakan keperawatan pengkajian nyeri
selama 5x24 jam secara
diharapkan nyeri komprehensif
dapat berkurang termasuk
(skala 0-3) dengan local,
kriteria hasil: karakteristik,
• Mampu durasi, frekuensi,
mengontrol nyeri kualitas dan
(tahu penyebab factor presipitasi.
nyeri,mampu 1.2 Observasi
menggunakan rekasi
tehnik Nonverbal dari
nonfarmakologi ketidaknyamanan.
untuk 1.3 Gunakan
mengurangi teknik
rasanyeri,mencar komunikasi
i bantuna). terapeutik untuk
• Melaporkan mengetahui
bahwa nyeri pengalaman nyeri
berkurang pasien.
dengan 1.4 Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi
manajemen respon nyeri.
nyeri. 1.5 Control
• Menyatakan lingkungan yang
rasa nyaman dapat
setelah nyeri memepengaruhi
berkurang nyeri seperti suhu
. ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
1.6 Kurangi
factor persitipasi

23
nyeri.
1.7 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(Farmakologi,
non farmakologi
dan inter
personal).
1.8 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
Menentukan
intervensi.
1.9 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi.
1.10 Evaluasi
keefekan control
nyeri.
Tingkatkan
istirahat.

01 April Gangguan Setelah dilakukan 2.1 Monitoring


2019 mobilitas fisik tindakan keperawatan vital sign
(D.0054) selama 5x24 jam sebelum/
diharapkan klienmampu sesudah latihan
melakukan ambulasi dan lihat
dengan kriteria hasil : respon pasien
• Klien saat latihan.
dapat menggunakan alat 2.2 Bantu klien
bantu jalan (kruk) untuk
dengan baik menggunakan
tongkat saat
berjalan dan
cegah terhadap
cedera.
2.3 Ajarkan pasien
atau tenaga
kesehatan lain
tentangteknik
ambulasi.
2.4 Kaji
kemampuan
pasiendalam
mobilisasi.
2.5 Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADLs secara

24
mandiri sesuai
kemampuan.
2.6 Berikan alat
bantu jika
klien
mmerlukan

Tabel hasil tindakan asuhan keperawatan

Waktu Tindakan Evaluasi


Pelaksaan Keperawatan
Hari 1 1.3. Menggunakan 1.3 Klien terlihat nyaman dan
teknik komunikasi dapat mengulangi nama
Senin 01 April
teraputik untuk perawat.
2019
mengetahui
pengalaman nyeri.
2.1 Mengukur TD, RR, 2.1 TD : 110/70 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi
Nadi : 79x/menit

3.1 memberikan 3.1 Klien mengatakan tidak


penilaian tingkat tahu rematik itu apa, yang
pengetahuan klien dirasakan hanya sakit pada
tentang rematik Kaki
3.5 Mengidentifikasi
kemungkinan 3.5 Klien mengatakan sakit
penyebab sakit muncul pada subuh hari
dikaki itu muncul dan pada saat klien
merasakan dingin

1.1 Melakukan 1.1 Klien mengatakan P= kaki,


Q=seperti ditusuk-tusuk,
pengkajian nyeri R= lutut sebelah kiri, S=
skala 6 menggunakan wong
beker, T= sakit terasa
hilang timbul

1.4 Mengkaji kultur 1.4 Klien mengatakan nyeri


yang mempengaruhi datang pada subuh hari dan
respon nyeri pada saat klien merasa
menentukan dingin
intervensi
1.9 Mengajarkan teknik
relaksasi
dalam
2.4 Mengkaji
2.4 Klien menggunakan alat

25
bantu jalan (kruk) ketika
kemampuan klien kakinya tidak sakit
dalam mobilisasi
4.2 Mengidentifikasi 4.2 Klien mengatakan
prilaku dan faktor pernah jatuh
yang mempengaruhi
risiko jatuh
2.6 Memberikan klien 2.6 Klien memerlukan bantu
alat bantu jika jalan
diperlukan
4.1 Mengidentifikasi 4.1 Klien tidak dapat berdiri
potensi jatuh klien dan klien memakai alat
bantu jalan
4.3 Mengidentifikasi
lingkungan klien 4.3 Lingkungan klien terlihat
rapi dan bersih
2.3 Mengajarkan
2.3 Klien terlihat antusias
klien tentang teknik untuk mengggunakan alat
ambulasi bantu jalan
2.2 Membantu klien 2.2 Klien tidak
untuk menggunakan mampu
alat bantu jalan mengangkat bokongnya
1.11 Meminta untuk
beristirahat

Hari 2 1.2 Mengobservasi reaksi 2.1 TD : 110/80 mmHg,


nonverbal RR : 20x/menit,
Selasa 02 April 2019
Nadi : 82x/menit
dari ketidaknyamanan Klien mengatakan
P= sakit dikaki,
Q= seperti ditususk-tusuk,
R= kaki dibagian lutut kiri
S= skala
6 menggunakan wong beker,
T= sakit terasa hilang timbul

1.10 Mengevaluasi 1.10 Klien mengatakan saat


keefektifan kontrol kakinya sakit akan
nyeri melakukan relaksasi nafas
dalam
1.7 Melakukan kompres 1.7 Klien mengatakan sangat
menggunakan buli- nyaman saat dilakukan
buli panas kompres
1.9 Klien melakukan relaksasi
1.9 Menyarankan klien nafas dalam bersamaan
untuk melakukan saat melakukan kompres
relaksasi nafas dalam

26
4.6 Mendekatkan barang 4.6 Klien dapat menjangkau
klien agar mudah barang klien
dijangkau

4.5 Mendorongklien 4.5 Klien mau menggunakan


menggunakan alat alat bantu jalan (kruk)
bantu jalan

2.5 Melatih klien 2.5 Membantu klien


dalam menggunakan tongkat
pemenuhan ADLs ketika berjalan
2.3 Klien sulit mengangkat
2.3 Membantu klien bokong dan menekuk
menggunakan alat kakinya
bantu jalan

1.5 Lingkungan klien bersih,


1.5 Mengontrol menyarankan klien untuk
lingkungan klien tidur menggunakan
selimut, lantai tidak licin
1.6 Menyarankan klien untuk
1.6 Mengurangi berselimut agar tidak
kedinginan
faktor prespitasi nyeri
3.6 Menyediakan kesehatan tentang rematik
informasi tentang
kondisi klien

3.2 Klien mengatakan paham


3.2 Menjelaskan mengenai patofisiologi
patofisiologi
dari penyakit rematik

3.3 Menggambarkan 3.3 Klien mengatakan gejala


tanda dan gejala yang seperti sakit dikaki dan
biasa muncul bengkak

3.4 Klien
3.4 Menggambarkan mengatakan bagaimana
proses penyakit cara mengatasi agar tidak
terjadi penyakit yang
berkelanjutan

27
3.5 Mendiskusikan 3.5 Klien mau berpartisipasi
dengan klien untuk dalam
perubahan agar tidak melakukan perubahan
menjadi penyakit
yang berkelanjutan
3.6 Klien setuju melakukan
3.6 Mendiskusikan penanganan untuk gejala
penanganan agar yang dirasakan
tidak terjadi
penyakit yang
berkelanjutan

1.11 Meminta klien 1.11 Klien mengatakan akan


meningkatkan beristirahat
istirahat

Hari 3 1.2 Mengobservasi reaksi 1.10 Klien


nonverbal
Kamis 04 April
melakukan relaksasi nafas
2019
dari ketidaknyamanan dalam ketika kakinya sakit

1.10 Mengevaluasi
keefektifan kontrol 1.7 Klien mengatakan merasa
nyeri nyaman ketika diberi
kompres panas

1.7 Melakukan kompres 1.9 Klien melakukan relaksasi


menggunakan buli- nafas dalam saat diberi
buli panas kompres

1.9 Menyarankan klien 4.5 Klien akan menggunakan


untuk melakukan alat bantu jalan
relaksasi nafas dalam

28
4.5 Mendorong klien 2.2 Klien dapat menggunakan
menggunakan alat alat bantu jalan
bantu jalan

2.2 Membantu klien


menggunakan alat 2.5 Klien menggunakan kruk
bantu jalan untuk berjalan

2.5 Melatih kliendalam 4.4 Cara berjalan klien tidak


pemenuhan ADLs seimbang ketika
menggunakan alat bantu
4.4 Menyarankan klien jalan
merubah gaya
berjalan

1.6 Klien mengatakan sudah


memakai selimut

29
1.6 Mengontrol
lingkungan klien
1.9 Klien mengatakan sakit
dikaki bagian lutut sebelah
1.9 Menginstruksikan kiri rasa sakit nya mulai
klien untuk berkurang
melaporkan tanda dan 1.11 Klien mengatakan akan
gejala beristirahat

Hari 4 2.1 Mengukur TD, RR, 2.1 TD : 110/80 mmHg, RR:


dan Nadi 20x/menit, Nadi: 79x/menit
Jumat 05 April
2019
1.1 Melakukan 1.1 P= sakit dikaki Q= seperti
ditusuk-tusuk R= lutut
pengkajian nyeri sebelah kiri S= skala 5
menggunakan wong beker
T= sakit terasa hilang
timbul

1.2 Mengobservasi reaksi 1.2 Klien terlihat meringis


nonverbal

dari ketidaknyamanan
1.10 Klie melakukn relaksasi
1.10 Mengevaluasi nafas dalam ketika nyeri
keefektifan kontrol
nyeri
1.7 Klien mengatakan merasa
1.7 Melakukan kompres nyaman ketika diberi
menggunakan buli- kompres
buli panas

1.9 Klien melakukan relaksasi


1.9 Menyarankan klien nafas dalam
untuk melakan
relaksasi nafas dalam
2.5 Klien dapat menggunakan
2.5 Melatih klien
kruk
dalam pemenuhan
ADLs
4.4 Klien berjalan dengan
4.5 Menyarankan klien seimbang menggunakan
merubah gaya kruk
berjalan untuk
melaporkan tanda dan
gejala

30
1.11 Meminta klien
meningkatkan 1.11 Klien mengatakan
istirahat akan beristirahat

Hari 5 2.1 Mengukur TD, RR, dan 2.1 TD : 110/70 mmHg,


Nadi RR : 21x/menit,
Sabtu 06 April
Nadi : 83x/menit
2019

1.1 Melakukan pengkajian 1.1 Klien mengatakan


nyeri
P= sakit dikaki
Q= seperti ditusuktusuk
R= lutut sebelah kiri
S= skala 4 menggunakan wong
beker
T= sakit terasa hilang timbul

1.2 Klien terlihat nyaman ketika


nyeri berkurang
1.2 Mengobservasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
1.10 Mengevaluasi 1.10 Klien mengatakan
keefektifan kontrol nyeri ketika rasa sakit muncul
akan melakukan relaksasi
nafas dalam

1.7 Melakukan kompres 1.7 Klien mengatakan merasa


menggunakan buli-buli panas nyaman ketika diberi
kompres

3.9 Menginstruksikan klien


untuk melaporkan tanda
3.9 Klien mengatakan rasa sakit
dan gejala
yang dialami

1.11 Meminta klien 1.11 Klien mengatakan akan


meningkatkan istirahat beristirahat

31
Tabel hasil evaluasi asuhan keperawatan

Hari ke DiagnosaKeperawatan Evaluasi (SOAP)


(kode SDKI)
Hari 1 (D.0078) Nyeri kronis b.d S: P = sakit dikaki, Q=
agen pencedera fisiologis seperti ditusuk-tusuk, R=
Selasa 02 April
lutut sebelah kiri, s= skala
2019
6 t= hilang timbul
O: klien terlihat meringis,
lutut
klien terlihat bengkak
(D.0054 gangguan mobilitas A: masalah nyeri kronis
fisik b.d nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
S: klien mengatakan saat
menggerakkan atau
menekuk lutut terasa sakit
O: gerakan klien terbatas
A: masalah gangguan
mobilitas fisik belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi

Hari 2 (D.0078) Nyeri kronis b.d S : klien mengatakan


agen pencedera fisiologis P= sakit dikaki,
02 April 2019
Q=seperti ditususk-tusuk,
R= kaki dibagian lutut kiri
S= skala 6 menggunakan
wong beker,
T= sakit terasa hilang timbul
O : klien bersikap protektif
A : masalah nyeri kronis
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

32
(D.0054) S : klien mengatakan
kakinya sakit dan tidak
Gangguan mobilitas fisik mampu berjalan
b.d nyeri O: Klien sulit
mengangkat bokong
dan menekuk kakinya
A : masalah gangguan
mobilitas fisik belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi

Hari 3 (D.0078) Nyeri kronis b.d S : klien mengatakan


agen pencedera fisiologis P= sakit dikaki,
04 April 2019
Q= seperti
ditususk-tusuk,
R= kaki dibagian lutut kiri
S= skala 5 menggunakan
wong beker,
T= sakit terasa hilang
timbul, klien mengatakan
merasa nyaman rasa sakit
mulai berkurang
O : klien terlihat meringis
A : masalah nyeri kronis
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

menggunakan alat bantu


(D.0054 Gangguan mobilitas jalan
fisik b.d nyeri O: Klien dapat
menggunakan alat bantu
jalan (kruk)
A : masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : lanjutkan intervensi

Hari 4 (D.0078) Nyeri kronis b.d S : klien mengatakan


agen pencedera fisiologis P= sakit dikaki,
05 April 2019
Q= seperti
ditususk-tusuk,
R= kaki dibagian lutut kiri
S= skala 5 menggunakan
wong beker,
T= sakit terasa hilang
timbul, klien mengatakan

33
merasa nyaman rasa sakit
mulai berkurang
O : klien terlihat meringis
A : masalah nyeri kronis
teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, dan
faktor prespitasi.

(D.0054) S : klien mengatakan nyeri


berkurang dan akan
Gangguan mobilitas fisik menggunakan alat bantu
b.d nyeri jalan
O: Klien dapat
menggunakan alat bantu
jalan (kruk)
A : masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : lanjutkan intervensi

Hari 5 (D.0078) Nyeri kronis b.d S : Klien mengatakan


agen pencedera fisiologis P= sakit dikaki
06 April 2019
Q= seperti ditusuktusuk
R= lutut sebelah kiri S=
skala 4 menggunakan
wong beker
T= sakit terasa hilang
timbul,klien mengatakan
merasa nyaman rasa sakit
mulai berkurang
O : klien terlihat meringis
A : masalah nyeri kronis
teratasi sebagian
P : intervensi diberhentikan

34
(D.0054) S : klien mengatakan nyeri
berkurang dan akan
Gangguan mobilitas fisik menggunakan alat bantu
b.d nyeri jalan
O: Klien dapat
menggunakan alat bantu
jalan (kruk)
A : masalah gangguan
mobilitas fisik teratasi
P : intervensi diberhentikan

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat


sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris (Chairuddin, 2003).

Reumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi


kronik yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang mengenai jaringan
persendian ataupun organ tubuh lainnya (Daud,2004). Penyakit autoimun yang terjadi jika
sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri. Reumatoid arthritis merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial.

35
Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing
dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem
ini merupakan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi.Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquried).Sistem imun alamiah
merespon lebih cepat dan bertindak sebagai pertahanan awal, seperti mekanisme batuk
dan bersin, asam lambung, sistem komplemen, dan pertahanan selular berupa proses
fagositosis.Kemampuan pertahanan yang lebih spesifik dimiliki oleh sistem imun adaptif
berupa sistem imun humoral oleh limfosit B dan sistem imun seluler oleh limfosit T.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua klien umumnya sama.

Namun ada satu diagnosa yang terdapat diagnosa gangguan mobilitas Diagnosa ini
muncul pada klien disebabkan adanya tanda dan gejala serta keluhan yang sama dirasakan
oleh klien.

B. Saran

Hasil asuhan keperawatan diharapkan dapat menjadi bahan referensi mengajar serta
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan topic asuhan
keperawatan lansia dengan rheumatoid arhritis.

Daftar Pustaka

Afriyanti, FN (2009). Tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit rheumatoid arthritis di


panti sosial tresna werdha (PSTW), Jakarta:Cendekia academia.edu.

Artinawati, sri (2014). Asuhan keperawatan gerontik, bogor, IN MEDIA.

Chintyawati, cicy. (2014). hubungan antara nyeri reumatoid arthritis dengan kemandirian
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di posbindu karang mekar wilayah kerja
puskesmas pisangan tangerang selatan, Tanggerang: cendekia 15-19.

Corwin, elizabeth j. (2009). buku saku patofisiologi, Jakarta: Egc 347.

Debora, oda. (2012). Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik, Jakarta: salemba medika.

36
D mutiatikum, rabea pangerti yekti. (2009). faktor-faktor berhubungan dengan penyakit sendi
berdasarkan riskesdas 2007-2008, jakarta: Cendekia, Bul. Penelit. Kesehat. Supplement
2009 : 32.

Kusuma, hardhi. Amin huda. (2016). asuhan keperawatan praktis berdasarkan penerapan
diagnosa nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus, edisi revisi jilid 2, jogjakarta: mediaction.

Majid, yudi abdul, evi susanti (2018) pengaruh pendidikan kesehatan dengan media kalender
terhadap peningkatan pengetahuan lansia tentang penatalaksanaan rematik. Babul ilmi jurnal
ilmiah multi sciencekesehatan

Marwoto, dkk. (2010) buku ajar patologi II (khusus) edisi ke-1, jakarta. Moloeng (1999)
Metodologi penelitian, bandung:cendekia.

Nainggolan, olwin. (2012). prevalensi dan determinan penyakit rematik di indonesia.

Cendekia majalah kedokteran indonesia 59 (12), 588-594.

Nanda internasional. (2015). diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi
10. jogjakarta: EGC.

Ningsih, Nurna. Lukman (2012). asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: salemba medika 216-223.

PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta selatan: EGC.

Rachmawati, imami nur & yati afiyanti. (2014). metodologi penelitian kualitatif dalam riset
keperawatan, jakarta, rajagrafindo persada.

Rahayu, novi widyastuti, setyo tri wibowo. (2009). efektifitas pemberian olesan jahe merah
terhadap penurunan keluhan nyeri sendi pada lansia di panti sosial tresna werdha budhi luhur
yogyakarta. Universitas’ aisyiyah yogyakarta.

Rustika, sudibyo supardi (2013). metodologi riset keperawatan. Jakarta: trans info media.

37

Anda mungkin juga menyukai