Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PBL SISTEM IMUNOLOGI

MODUL I

Tutor:

dr. Farsida, MPH

Nama Anggota Kelompok 10:

Rifqi Fakhril Hafidz 2017730100

Rizky Sukma C. 2017730101

Rr. Frilizky Hanindita 2017730102

Sabrina 2017730103

Salman Rhonalfani 2017730104

Salsa Ananda Putri 2017730105

Salsabilla Athaska 2017730106

Sandra Kirana Adelia 2017730107

Sativa Azkia 2017730108

Satya Pramana 2017730109

Seline Calysta P. 2017730110

Program Studi Pendidikan Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun
laporan ini untuk memenuhi dan melengkapi salah satu kewajiban kami dalam Blok
Imunologi. Dalam laporan ini kami membahas mengenai Modul I yaitu imunologi
dasar.

Laporan ini disusun berdasarkan pengkajian penyusun terhadap berbagai


sumber buku dan studi kepustakaan para ahli serta kemampuan penyusun dalam
menyusun laporan. Pada kesempatan ini, kami juga mengucapkan banya terima
kasih kepada dr. Farsida, MPH yang telah bersedia membimbing kami dalam
kegiatan pembelajaran Modul I.

Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak


yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini, kami menyadari bahwa dalam
penyajian dan pembahasan materi laporan yang kami susun ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun guna kesempurnaan penulisan laporan ini.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih. Semoga laporan Modul I


mengenai imunologi dasar ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Juli 2018

Penyusun

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................... i

Daftar Isi.........................................................................................................…... ii

BAB I .................................................................................................................... 1

BAB II ................................................................................................................... 2

II.1 Skenario................................................................................................ 2

II.2 Kata Sulit dan Klarifikasinya............................................................... 2

II.3 Kata Kunci/Kalimat Kunci................................................................... 2

II.4 Pertanyaan........................................................................................... 2

II.5 Tujuan Pembelajaran............................................................................. 2

II.6 Hasil Sintesis Informasi......................................................................... 3

II.7 Hasil Analisa.......................................................................................... 3

BAB III ................................................................................................................ 54

III.1 Kesimpulan........................................................................................... 54

III.2 Saran.................................................................................................... 54

Daftar Pustaka ................................................................................................... 55

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi


kesehatan, tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, cukup
berolahraga, dan terhindar dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh.
Sekali senyawa beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam
tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya
tahan tubuh terhadap penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir,
pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan
ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya
tahan tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk
sempurna. Namun, pada orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara
alami menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit degeneratif atau penyakit
penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat
dan instan. Hal ini berdampak juga pada pola makan. Sarapan di dalam
kendaraan, makan siang serba tergesa, dan malam karena kelelahan tidak
ada nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara,
kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus berlanjut, daya tahan tubuh akan
menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit. Karena itu, banyak
orang yang masih muda mengidap penyakit degeneratif.
Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang,
dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan
kecukupan antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering kali
terabaikan sehingga timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia
produktif.

1
BAB II

PEMBAHASAN
II.1 Skenario

Seorang ibu berusia 20 tahun membawa bayi laki-lakinya yang berusia 4 bulan
ke puskesmas. Ibu tersebut ingin berkonsultasi dengan dokter apakah bayinya
perlu imunisasi atau tidak. Ibu ingin mendapatkan penjelasan mengenai
manfaat imunisasi dan bagaimana imunisasi dapat melindungi bayinya dari
penyakit.

II.2 Kata Sulit dan Klarifikasinya


a) Imunisasi
Proses membuat subjek menjadi imun. Rangsangan dengan antigen
spesifik untuk menginduksi respons imun. Pemberian reaktivitas imun
spesifik pada individu yang sebelumnya tidak imun melalui pemberian sel
limfoid tersensitisasi atau serum dari individu yang imun.

II.3 Kata Kunci/Kalimat Kunci


a) Seorang ibu 20 tahun membawa bayi laki-laki berusia 4 bulan ke
puskesmas, dan
b) Ingin konsultasi mengenai manfaat imunisasi dan peran imunisasi dalam
melindungi bayi.

II.4 Pertanyaan
1. Apa definisi dari sistem imun?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi imunitas?
3. Jelaskan mengenai respons imun non spesifik dan spesifik!
4. Jelaskan konsep antibodi-antigen pada respons imun!
5. Jelaskan respons imun terhadap infeksi (parasit, virus, jamur, dan
bakteri)!
6. Jelaskan perbedaan self dan non-self!
7. Jelaskan mengenai imunisasi!
8. Jelaskan peranan sitokin, komplemen, MHC, interferon, dan TNF dalam
sistem imun!

II.5 Tujuan Pembelajaran


Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
memahami respons imun dan dasar imunologi vaksinasi.

2
II.6 Hasil Sintesis Informasi

II.7 Hasil Analisa

Definisi Sistem Imun

Pertahanan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi serta


kumpulan sel-sel, jaringan dan molekul-molekul yang berperan dalam
pertahanan infeksi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Imun

• Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
pertahanan-pertahanan dari tubuh. Interaksi antara sel-sel imun
dipengaruhi oleh variabilitas genetik setiap manusia memiliki perbedaan
dalam kerentanan terhadap suatu penyakit, faktor genetik dalam respons
imun dapat berperan melalui gen yang berbeda pada kompleks MHC (
Major Histocompatibility Complex ) & non MHC.

• Umur
Sistem imun akan terbentuk sempurna sejalan dengan berjalannya
usia. Biasanya diusia dewasa sistem imun sudah berkembang sempurna
namun kembali menurun diusia tua. Itu sebabnya anak-anak dan orang tua
mudah terkena penyakit. Perkembangan sistem imun seseorang dimulai
sejak kandungan, efektifitasnya dimulai dari keadaan lemah dan meningkat
seiring bertambahnya umur infeksi sering terjadi dan lebih berat pada anak

3
usia balita. Hal ini disebabkan karena sistem imun yang belum matang.
Pada usia muda sistem imun yang matang akan membentuk kekebalan
alami maupun yang didapat, kekebalan alami terdiri dari struktur
pertahanan tubuh. Yang mencegah & meminimalkan infeksi, penurunan
fungsi berbagai sistem organ berkaitan dengan pertambahan usia juga
turut menimbulkan gangguan imunitas.

• Metabolik
Hormon tertentu dapat mempengaruhi sistem imun tubuh, misalnya
pada keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan mengakibatkan
menurunnya sistem daya tahan tubuh terhadap infeksi, seperti orang-orang
yang mendapat pengobatan sediaan steroid, sangat mudah terkena
infeksi, bakteri maupun virus. Steroid tersebut dapat menghambat
fagositosis, produksi antibodi, dan menghambat proses radang yang
termasuk golongan hormon steroid, yaitu: hormon androgen, estrogen, dan
progesterone yang merupakan faktor pengubah respons imun.

• Lingkungan
Lingkungan juga merupakan faktor yang mempengaruhi sistem
imun. Lingkungan yang tidak sehat akan mempengaruhi kesehatan tubuh.

Respon imun nonspesifik

Respon imun non


spesifik

Pertahanan fisik Larut Seluler

Biokimia Humoral

Respon imun nonspesifik memberikan pertahanan pertama terhadap


antigen berbahaya. Pertahanan ini berguna untuk menahan masuknya benda
asing ke dalam tubuh kita dan membantu menghancurkan apapun yang
berhasil memasuki tubuh kita. Ketika tubuh terluka, tergores, terbakar, atau
diserang patogen yang berhasil menembus pertahanan tubuh maka tubuh
akan menghasilkan respon imun nonspesifik. System tersebut merupakan
pertahanan pertama dalam menghadapi serangan dari berbagai mikroba dan
dapat memberikan respon secara langsung dalam waktu singkat 0-12 jam.
Disebut respon imun nonspesifik karena respon timbul terhadap jaringan

4
tubuh yang rusak, tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu dan sudah ada
sejak lahir.

1. Pertahanan fisik
Kulit, selaput lendir, silia, batuk, bersin merupakan garis pertahanan
pertama terhadap infeksi.
Contoh: kulit memberikan pertahanan secara fisik dan kimia sehingga tidak
semua virus dapat mudah menembus kulit. Kebanyakan bakteri gagal
bertahan hidup lama di kulit karena pengaruh hambatan langsung asam
laktat dan asam lemak dalam keringat. Berbagai pertahanan fisik
melindungi permukaan mukosa, misalnya lisozim suatu enzim yang ada di
berbagai sekresi mampu memecah peptidoglikan yang melekat di dinding
sel. Selaput lendir. Adanya perlindungan dari selaput lendir dengan
mengeluarkan mukus, mukus yang disekresi akan memblok bakteri dan
virus di sel epitel, mikroba dan partikel lain akan terperangkap di dalam
mukus dan dibuang secara mekanis oleh silia, batuk, bersin.

2. Larut
• Biokimia
Lisosim di dalam keringat, ludah, air mata, dan ASI dapat
melindungi tubuh dari berbagai kuman positif. Pada ASI juga
mengandung laktooksidase dan asam neuraminic yang mempunyai sifat
antibacterial terhadap E. coli dan stafilokokus.
• Humoral
Sistem imun non spesifik menggunakan berbagai molekul larut.
Molekul larut tersebut diproduksi ditempat infeksi atau cedera dan
berbagai fungsi local, molekul tersebut antara lain peptide antimikroba,
seperti defensin, katelisidin, dan IFN dengan efek antiviral. Factor larut
lainnya diproduksi ditempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan
sasaran seperti komplemen dan PFA.
✓ Komplemen
✓ Protein fase akut
✓ Mediator asal fofolipid

5
3. Seluler
Fagosit, sel NK, dan sel mast berperan dalam system imun nonspesifik,
sel tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan.
Contoh: suatu organisme yang berhasil menembus permukaan epitel akan
ditemui oleh sel fagosit yang tersebar disepanjang tempat masuknya
organisme. Fagosit dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
1) Mononuclear yang aktif terhadap bakteri
2) Polimorfonuklear yang memberikan pertahanan utama terhadap infeksi
bakteri
Fagosit melekat pada mikroba melalui beberapa mekanisme pengenalan
primitive, selanjutnya fagosit menelan da nmembunuh mikroba tersebut
dengan pembentukan enzim litik dan radikal yang mematikan.

Respon Imun Spesifik

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai


kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda
asing yang pertama timbul dalam badan yang segera dikenal sistem imun
spesifik, akan mensensitasi sel-sel imun tersebut. Bila sel sistem tersebut
terpajan ulang dengan benda asing yang sama, yang akhir akan dikenal lebih
cepat dan dihancurkannya. Oleh karena itu sistem tersebut disebut spesifik.

Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda


asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerja sama
yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan antara sel T-makrofag.
Oleh karena komplemen turut diaktifkan, respons imun yang terjadi sering
disertai dengan reaksi inflamasi.

6
a. Sistem Imun Spesifik Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit
B atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipotent. Pada unggas
sel asal tersebut berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut
Bursa Fabricius yang letaknya dekat kloaka. Bila sel B dirangsang benda
asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat
ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah mempertahankan
tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan netralisasi toksin.

b. Sistem Imun Spesifik Selular


Yang berperan dalam sistem imun spesifik selular adalah limfosit T
atau sel T. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B,
tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus.
Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel yang
mempunyai fungsi yang berlainan.

Fungsi sel T umumnya ialah:

- Membantu sel B dalam memproduksi antibodi,


- Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus,
- Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis, dan
- Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun.
Sel T terdiri dari beberapa subset sel sebagai berikut:
1. Sel Th (T helper)
Sel Th dibagi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menolong sel B dalam
memproduksi antibodi, kebanyakan antigen (T dependent antigen)
harus dikenal terlebih dahulu, baik oleh sel T maupun sel B. Sel Th
(Th1) berpengaruh atas sel Tc dalam mengenal sel yang terkena
infeksi virus, jaringan cangkok alogenik dan sel kanker. Istilah sel T
inducer dipakai untuk menunjukkan aktivitas sel Th yang mengaktifkan
subset sel T lainnya. Sel Th juga melepas limfokin; limfokin asal Th1
mengaktifkan makrofag, sedang limfokin asal sel Th2 mengaktifkan sel
B/sel plasma yang membentuk antibodi.

2. Sel Ts (T supresor)
Sel Ts menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B. Menurut
fungsinya, sel Ts dapat dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen
tertentu dan sel Ts non-spesifik.

3. Sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity)


Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag
dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam
fungsinya, memerlukan rangsangan dari sel Th1.

7
4. Sel Tc (cytotoxic)
Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel
alogenik, sel sasaran yang mengandung virus dan sel kanker. Sel Th
dan Ts disebut juga sel T regulator sedang sel T dan sel Tc disebut sel
efektor. Dalam fungsinya, sel Tc memerlukan rangsangan dari sel Th1.

5. Sel K
Sel K atau ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) adalah
sel yang tergolong dalam sistem imun non-spesifik tetapi dalam
kerjanya memerlukan bantuan immunoglobulin (molekul dari sistem
imun spesifik).

Antigen dan Antibodi

Antigen

Antigen atau imunogen adalah setiap bahan yang dapat


menimbulkan reaksi imun spesifik pada manusia dan hewan. Komponen
antigen yang disebut determinan antigen atau epitop adalah bagian antigen
yang dapat mengikat antibodi. Satu antigen dapat memiliki 8 epitop dan
masing-masing dapat merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi
dan terbentuk 6 jenis antibodi yang berlainan.

Hapten adalah determinan antigen dengan berat molekul yang


rendah dan baru menjadi imunogen bila diikat oleh molekul besar (carrier)
dan dapat mengikat antibodi. Hapten biasanya dikenal oleh sel B dan
carrier oleh sel T. Carrier sering digabung dengan hapten dalam usaha
imunisasi.

Antigen poten alamiah terbanyak adalah protein besar dengan


berat molekul lebih dari 40.000 dan polisakarida mikrobial.

Antibodi

Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang


dibentuk sel plasma (proliferasi sel B) akibat kontak dengan antigen.
Antibodi mengikat antigen yang menimbulkannya secara spesifik. Bila
serum protein tersebut dipisahkan secara elektroforesis, Ig ditemukan
terbanyak dalam fraksi globulin  meskipun ada beberapa yang ditemukan
juga dalam fraksi globulin  dan .

Semua molekul Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang terdiri atas


2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik,
dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfid.

8
a. IgG
IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan
berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum yang sekitar 13 mg/ml
merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam berbagai
cairan lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG
dapat menembus plasenta dan masuk ke fetus dan berperan pada
imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan
komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan
reaksi inflamasi. IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena
monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG yang
dapat memperberat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran.
Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada
permukaan fagosit. IgG mempunyai 4 subkelas yaitu Ig1, Ig2, Ig3, dan
Ig4. Ig4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil.

b. IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi
kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran
kemih, air mata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA
sekretori (s IgA). Baik IgA dalam serum maupun dalam sekret dapat
menetralisasi toksin atau virus dan atau mencegah kontak antara
toksin/virus dengan alat sasaran. Sekretori IgA diproduksi lebih dulu
dari pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta.

c. IgM
IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig
terbesar. Molekul-molekul tersebut diikat rantai Y pada fraksi Fc.
Kebanyakan sel B mempunyai IgM pada permukaannya sebagai
reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada respon imun primer
tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM yang tinggi
merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari
kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak menembus plasentsa. Fetus
umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B-nya
dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela,
toksoplasmosis, dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar
IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah
seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM.
IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan
fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap butir antigen. IgM
juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan
kuat dan tidak menembus plasenta.

9
d. IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah.
IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap
antigen berbagai makanan dan auto-antigen seperti komponen
nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan bersama IgM pada permukaan sel
B sebagai reseptor antigen.

e. IgE
IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit.
IgE mudah diikat mastosit, basofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit
yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE.
IgE dibentuk juga setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir
saluran napas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada
alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis.
Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit.
IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

Konsep Antigen dan Antibodi Terhadap Respon Imun

A. Antigen
Pengertian Antigen
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan
dapat bereaksi dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain
imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan hapten
adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun atas
epitop dan paratop. Epitop atau determinan adalah bagian dari antigen
yang dapat mengenal atau menginduksi pembentukan antibodi,
sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop.

10
1. Jenis antigen secara fungsional:
• Imunogen
Molekul besar dari sebuah antigen yang bersifat sebagai molekul
pembawa karena membawa molekul kecil (hapten) dari suatu
antigen. Imunogen ini dapat dikenal oleh antibodi dan memacu
pembentukan antibodi (imunogenik).
• Hapten
Molekul kecil yang mempunyai kandungan antigenik (molekul
karier) yang diikat oleh molekul besar (imunogen). Namun
hapten ini tidak dapat memacu produksi antibodi jika tidak
berikatan dengan molekul besar sehingga disebut sebagai
molekul non-imunogenik.

2. Jenis antigen berdasarkan determinannya:


• Underterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan
jumlahnya satu.
• Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu,
jumlahlebih dari satu.
• Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu
dan jumlahnya satu.
• Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari
satu, jumlah lebih dari satu.

3. Jenis antigen bedasarkan spesifiktasnya


• Heteroantigen → dimiliki banyak spesies.
• Xenoantigen → dimiliki spesies tertentu.
• Aloantigen → dimiliki satu spesies.
• Antigen organ spesifik → dimiliki organ tertentu.
• Autoantigen → berasal dari tubuhnya sendiri.

4. Jenis antigen berdasarkan ketergantungan pada sel T


• T dependen adalah tentang antigen yang perlu pengenalan
terhadap sel T dan sel B untuk merangsang antibodi .
• T independen adalah tentang antigen yang dapat merangsang
sel B tanpa mengenal sel T dahulu.

5. Jenis antigen berdasarkan kandungan bahan kimianya


• Karbohidrat merupakan imunogenik.
• Lipid: tidak imunogenik merupakan hapten.
• Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik.
• Protein merupakan imunogenik.

11
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan
terangsang dan memunculkan suatu respon asal yang disebut sebagai
respon imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk
memperbanyak limfosit dan membentuk ingatan imunologik berupa sel-sel
limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Jika antigen yang sama
memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh berupa
respon imun sekunder. respon ini muncul lebih cepat, lebih kuat dan
berlangsung lebih lama daripada respon imun primer.

B. Antibodi

Pengertian Antibodi

Antibodi merupakan suatu protein (imunoglobulin) yang dibuat oleh


tubuh sebagai respon terhadap masuknya antigen, dapat mengenali dan
mengikat antigen secara spesifik.

Antibodi bersifat sangat spesifik dalam mengenali determinan


antigenik dari suatu antigen sehingga apabila suatu mikroorganisme
mempunyai beberapa determinan antigenik maka tubuh akan
memproduksi beberapa antibodi sesuai dengan jenis epitop yang dimiliki
setiap mikroorganisme.

Fungsi Antibodi

12
Struktur Antibodi

Semua Ig mempunyai 4 rantai polipeptida dasar:

• 2 rantai berat (heavy chain)

• 2 rantai ringan (light chain)

Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas 230
asam amino serta 5 jenis rantai berat tergantung dari kelima jenis Ig, rantai
berat terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga berat dan panjang rantai
tersebut adalah 2 kali rantai ringan.

Macam-macam Imunoglobulin

Ig dibentuk oleh sel plasma (proliferasi sel B akibat kontak atau


dirangsang oleh antigen. Macam-Macam Imunoglobulin Ig G, Ig A, Ig M, Ig
E dan Ig D.

13
1. Imunoglobulin G

Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta


membentuk imunitas bayi sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan.
Mempunyai sifat opsonin berhubungan erat dengan fagosit, monosit
dan makrofag. Berperan pada imunitas seluler yang dapat merusak
antigen seluler berinteraksi dengan komplemen, sel K, eosinofil dan
neutrofil.

2. Imunoglobulin A
Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam saluran pernapasan,
pencernaan, kemih, air mata, keringat, ludah, dan air susu. Fungsinya
menetralkan toksin dan virus, mencegah kontak antara toksin atau
virus dengan sel sasaran dan menggumpalkan atau menganggu gerak
kuman yang memudahkan fagositosis.

3. Imunoglobulin M
Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh
akibat rangsangan antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya
mencegah gerakan mikroorganisme antigen memudahkan fagositosis
dan aglutinasi kuat terhadap antigen.

4. Imunoglobulin E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit,
basofil dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus alergi, infeksi cacaing,
skistosomiasis, trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti
cacing.

5. Imunoglobulin D
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat meningkat
komplemen. Mempunyai aktifitas antibodi terhadap makanan dan
autoantigen.

14
15
Reaksi Antigen-Antibodi

Pengenalan antigen oleh antibodi melibatkan ikatan nonkovalen dan


reversibel. Beberapa jenis ikatan kovalen berperan pada ikatan antigen
seperti faktor elektrostatik, ikatanhidrogen, interaksi hirofobik, dan lainnya.
Kekuatan ikatan antara satu antibodi dengan denganepitop disebut afinitas
antibodi. Antigen polivalen mempunyai lebih dari satu determinan. Kekuatan
ikatan antibodi dengan epitop antigen secara keseluruhan disebut aviditas.

Antigen monovalen atau epitop masing-masing pada permukaan sel akan


berinteraksi dengan masing-masing ikatan
tunggal molekul antibodi. Meskipun afinitas interaksi tersebut dapat tinggi,
aviditas keseluruhan adalah rendah. Bila ditemukan banyak determinan yang
cukup dekat, pada permukaan sel, satu molekul IgG mengikat 2 epitop
(interaksi bivalen dengan 1 molekul IgG ) yang menghasilkan aviditas lebih
tinggi. IgM mempunyai 10 ikatan antigen identik yang secara teoritis dalam
interaksi polivalen dapat mengikat secara simultan 10 determinan dengan
aviditas sangat tinggi.

Antibodi merup akan komponen imunitas didapat yang melindungi


tubuh terhadapinfeksi mikroorganisme dan produknya yang toksik. Oleh
karena itu, interaksi antara antigen dan antibodi sangat penting dan banyak
digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Penggunaan reaksi in vitro antara
antigen antibodi disebut serologi. Interaksi antigen-antibodi dapat
menimbulkan berbagai akibat, antara lain:

16
1. Presiptasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan larut dalam cairan
garam fisiologik.
2. Aglutinasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan tidak larut atau
partikel-partikel kecil.
3 . Netralisasi, terutama pada toksin.
4 . Aktivasi komplemen.

Kebanyakan reaksi tersebut terjadi karena adanya interaksi antara antigen


multivalendengan antibodi yang sedikitnya mempunyai 2 tempat ikatan per
molekul.

Respons Imun pada Infeksi Virus, Bakteri, Parasit, dan Jamur

Infeksi Virus

Virus masuk ke dalam sel hospes dengan cara berikatan dengan reseptor
spesifik yang berada pada permukaan sel hospes. Setelah masuk ke dalam
sel, virus menimbulkan kerusakan jaringan dan penyakit serta menginduksi
respons imun hospes dengan berbagai cara. Pada infeksi yang bersifat
sitopatik atau sitolitik. Virus non-sitolitik dapat tetap bersembunyi di dalam sel
hispes sambil melepaskan kuncup-kuncup virus baru. Sel hospes dapat tetap
hidup dan bahkan membelah dan menurunkan sel-sel baru yang telah
terinfeksi.

Infeksi Bakteri
Mekanisme pertahanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada struktur
bakteri dan pada mekanisme patogenesitas bakteri tersebut. Lapisan lipid
ganda (lipid bilayer) tertular bakteri gram regatif rentan terhadap mekanisme
yang dapat melisis membran.
Mekanisme patogenesitas bakteri
1. Toksisitas tanpa invasi.
2. Invasi tanpa toksisitas.
Patogenesitasnya sepenuhnya tergantung pada produksi toksin.
Imunitasnya mungkin cukup hanya dengan antibodi netralisasi terhadap
toksin. Sebaiknya, pada bakteri yang invasif, bakteri itu sendiri juga harus
dibunuh. Kenyataannya, kebanyakan bakteri mempunyai kedua pola
patogenesitas tersebut.

17
Infeksi Parasit
Mekanisme pertahanan terhadap infeksi parasit memerlukan antibodi, sel
T, dan makrofag yang distimulasi sel T. Pada umumnya, respons humoral
penting terhadap organisme yang menginvasialiran darah seperti malaria dan
tripanosomiasis, sedangkan imunitas seluler berperan pada parasit yang
menginvasi jaringan. Seperti leismaniasis dan toksoplasma.

Infeksi Jamur

• Sebagian spesies jamur dapat menimbulkan penyakit pada manusia yang


disebut mikosis.
• Infeksi jamur terberat adalah infeksi sistemik seperti :
1. Histoplasmosis: penyakit infeksi jamur pada paru-paru yang disebabkan
karena menghirup spora jamur Histoplasma capsulatum.
2. Kriptokokosis: infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus
neoformans.
3. Koksidiomikosis: infeksi yang di sebabkan oleh jamur Coccidioides immitis.

Biasanya bermula sebagai infeksi paru dan diperoleh melalui


inhalasi spora dari jamur yang hidup bebas.

18
Toleransi Imun

Toleransi Imunologi (Immunological Tolerance) adalah ketidakmampuan


dari sistem imunitas untuk memberikan respons (unresponsiveness) terhadap
suatu antigen dikarenakan induksi dari antigen yang sama sebelumnya. Sel
limfosit yang berhadapan dengan antigen dapat menjadi aktif dan
menghasilkan respons imun, ataupun dapat menjadi tidak aktif atau
tereliminasi dan menghasilkan toleransi. Antigen yang menyebabkan toleransi
disebut tolerogen (tolerogenic antigens). Toleransi terhadap antigen yang
diproduksi tubuh (self-antigen) disebut sebagai self-tolerance

Sistem imun pada dasarnya dipegang oleh dua sel utama, yakni sel limfosit
B (berperan dalam respons humoral) dan sel limfosit T (berperan dalam
respons seluler). Ketidakmampuan kedua sel tersebut dalam memberikan
respons terhadap antigen spesifiknya dikenal dengan
istilah anergy. Lymphocyte anergy (disebut clonal anergy) adalah kegagalan
dari klona sel B ataupun sel T untuk bereaksi terhadap antigen dan menjadi
representasi terhadap mekanisme untuk mempertahankan toleransi imunologi
tubuh sendiri.

19
Proses induksi toleransi (induced tolerance) ini kemudian dijelaskan
dalam dua tipe, yakni toleransi sentral (central tolerance) dan toleransi
peripheral (peripheral tolerance). Toleransi sentral dijelaskan sebagai
toleransi yang timbul selama perkembangan dari sel limfosit, sementara
toleransi peripheral dijelaskan sebagai toleransi yang timbul setelah sel
limfosit meninggalkan organ perkembangan primer (Shetty, 2005). Toleransi
sentral (central tolerance) terjadi pada organ primer/sentral dari
perkembangan sel limfosit, yakni thymus pada sel T dan sumsum tulang pada

20
sel B. Selama perkembangan sel B dan sel T di sumsum tulang dan thymus,
kehadiran antigen yang terdapat pada organ tersebut umumnya hanya berupa
antigen sendiri (self-antigen). Hal ini dikarenakan antigen asing dari
lingkungan luar, tidak akan ditrasport ke dalam timus, melainkan ditangkap
dan ditransportasikan menuju organ limfoid perifer.

Imunisasi

Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh


kebal terhadap infeksi mikroorganisme (bakteri dan virus). Yang dapat
menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan
untuk menyerang tubuh kita. Dengan imunisasi tubuh kita akan terlindungi dari
infeksi begitu pula orang lain. Karena tidak tertular dari kita.

Respon Imun

Sistem imun merupakan jaringan kerja kompleks dan interaksi berbagai sel
tubuh yang pada dasarnya bertujuan untuk mengenal dan membedakan
antigen, serta mengeliminasi antigen yang dianggap asing. Secara garis besar
respon imun dibedakan menjadi respon imun non-spesifik dan respon imun
spesifik (Gambar 2.1). Respon imun non-spesifik tidak ditujukan terhadap
antigen tertentu sedangkan respon imun spesifik ditujukan khusus untuk
struktur antigen tertentu dan tidak dapat bereaksi terhadap struktur antigen
lain.

Respon imun non-spesifik (non-adaptif, innate immunity) diperankan


oleh sel makrofag, sel dendrit, neutrofil, dan polimorfonuklear lainnya,
sel natural killer, sel-sel jaringan tubuh (epitel, endotel, sel makrofag jaringan,
fibroblast, keratinosit, dll); serta berbagai produk seperti sitokin, interferon,
kemokin, CRP, komplemen, dan lain-lain. Respon imun non-spesifik dapat
teraktivasi dalam beberapa menit atau jam setelah infeksi dan pajanan antigen
dan kemudian akan mengaktivasi sistem imun spesifik dalam hitungan waktu
lebih lama (Gambar 2.1).

21
Gambar 2.1 Respon imun innate dan respon imun adaptif

Respon imun terhadap mikroorganisme bermula pada jaringan non-


limfoid dengan pemeran utama makrofag dan sel dendrite. Aktivasi sel dendrit
merupakan pencetus awal yang menginisiasi respon imun primer. Selain
mengikat antigen dengan reseptor permukaan sel, sel dendrit juga secara aktif
melakukan pinositosis dan menangkap antigen soluble. Ikatan antara antigen
dengan salah satu atau beberapa reseptor sel dendrit menginisiasi tiga
langkah awal respon imun yaitu pemrosesan antigen (antigen processing),
migrasi sel dendrit ke kelenjar limfe, dan maturasi sel dendrit.

Apabila antigen dapat dieliminasi oleh innate immunity, maka respon


imun spesifik tidak perlu terlibat lebih jauh. Sinyal sistem imun non-spesifik
tetap disampaikan kepada sistem imun spesifik sehingga pada infeksi
berikutnya dapat memberi respon anamnestik yang bersifat protektif.

Sel dendrit bersama antigen akan menghasilkan sitokin dan kemokin


serta influks sel inflamasi. Sel dendrit tersebut akan migrasi ke kelenjar limfoid
dan berinteraksi dengan sel limfosit T dan sel limfosit B serta memulai respon
imun spesifik. Sel T efektor dan antibodi akan meninggalkan kelenjar limfoid,
sebagian akan berada di sirkulasi dan akan ke tempat inflamasi.

Tujuan Imunisasi

Tujuan dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderitaan suatu


penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat di hindari
dengan imunisasi yaitu hepatitis, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan,
gondongan, cacar air, dan TBC.

22
Macam-Macam Imunisasi

1. Imunisasi Aktif adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena


tubuh yang secara aktif membentuk zat antibodi, contohnya: imunisasi
polio atau campak . Imunisasi aktif juga dapat di bagi 2 macam:
• Imunisasi aktif alamiah adalah kekebalan tubuh yang secara
otomatis diperoleh sembuh dari suatu penyakit.
• Imunisasi aktif buatan adalah kekebalan tubuh yang di dapat dari
vaksinasi yang di berikan untuk mendapatkan perlindungan dari suatu
penyakit.
2. Imunisasi Pasif adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang yang
zat kekebalan tubuhnya di dapat dari luar. Contohnya Penyuntikan ATC
(Anti Tetanus Serum).Pada orang yang mengalami luka kecelakaan.
Contoh lain adalah: Terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi
tersebut menerima berbagi jenis antibodi dari ibunya melalui darah
plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
Imunisasi pasif ini di bagi yaitu:
• Imunisasi pasif alamiah adalah antibodi yang di dapat seorang
karena di turunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung
langsung ketika berada dalam kandungan.
• Imunisasi pasif buatan adalah kekebalan tubuh yang diperoleh
karena suntikan serum untuk mencegah penyakit tertentu.

Jenis Vaksin1

Secara garis besar vaksin dapat dibagi menjadi dua kelompok jenis
vaksin, yaitu vaksin dari mikroba hidup dilemahkan (vaksin hidup) dan vaksin
mikroba yang diinaktivasi (vaksin inaktivasi). Vaksin hidup dibuat dengan
memodifikasi virus atau bakteri patogen di laboratorium. Vaksin inaktivasi
dapat berupa virus atau bakteri utuh (whole cell) atau fraksi patogen, atau
gabungan keduanya.

Vaksin fraksional dapat berbasis protein atau polisakarida. Vaksin


berbasis protein dapat berupa toksoid (toksin bakteri inaktif), dan produk
subunit atau subvirion. Vaksin berbasis polisakarida umumnya terbuat dari
polisakarida murni dinding sel bakteri, atau dapat juga dikonjugasikan secara
kimiawi dengan protein sehingga sifat antigenik vaksin polisakarida tersebut
menjadi lebih poten.

Vaksin hidup bersifat labil dan mudah rusak oleh paparan suhu panas
dan cahaya, sehingga harus dibawa dan disimpan dengan cara aman dari
penyebab kerusakan tersebut. Virus atau bakteri dalam vaksin hidup
diharapkan dapat bereplikasi dalam tubuh penerima vaksin sehingga cukup
diberikan dalam dosis relatif kecil. Contoh vaksin hidup misalnya vaksin
campak, gondongan, rubela, vaksinia, varisela, demam kuning, polio (oral),
dan BCG.

23
Vaksin inaktif tidak mengandung mikroba hidup, tidak bereplikasi, dan
tidak berpotensi menimbulkan penyakit. Vaksin inaktif diberikan melalui
suntikan, selalu dengan dosis multipel, dan umumnya tidak dipengaruhi oleh
antibodi sirkulasi. Vaksin inaktif juga memerlukan penguatan (booster) karena
antibodi yang terbentuk akan menurun seiring dengan perjalanan waktu.
Respon imun yang terbentuk sebagian besar bersifat humoral dan hanya
sedikit merangsang respon imun seluler. Contoh vaksin inaktif sel utuh : vaksin
influenza, rabies, hepatitis A, polio (suntikan), pertusis, kolera. Vaksin inaktif
fraksional dan subunit misalnya vaksin hepatitis B, influenza, pertusis aselular,
toksoid (difteri, tetanus).

Selain kedua jenis vaksin tadi, dikenal pula vaksin rekombinan yang
dibentuk dengan rekayasa genetik. Contohnya : vaksin hepatitis B
rekombinan, vaksin tifoid Ty21a, dan vaksin influenza LAIV.

Respon terhadap dosis pertama vaksin inaktif lebih bersifat sebagai


pembentukan respon imun awal (priming) yang menjadi dasar pembentukan
imunitas protektif. Dosis berikutnya pada vaksinasi primer merupakan
vaksinasi ulang yang membentuk tingkat antibodi protektif. Vaksinasi ulang
diberikan saat respon imun terhadap dosis pertama atau dosis sebelumnya
pada vaksinasi primer mulai menurun, pada umumnya 4-6 minggu setelah
dosis sebelumnya. Tergantung dari karakteristik antigen vaksin inaktif, maka
vaksin penguatan perlu diberikan satu atau beberapa kali untuk mencapai
tingkat kekebalan protektif primer (Gambar 2.2). Sedangkan, vaksin hidup
umumnya diberikan satu kali sebagai vaksinasi primer dan tidak memerlukan
vaksinasi ulang.

Gambar 2.2 Respon imun terhadap imunisasi

24
A. Imunisasi Pada Anak

Jadwal imunisasi terbaru yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter


Anak Indonesia tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun

Gambar 2.4 Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun

Rekomendasi imunisasi ini berlaku mulai 1 Januari 2014. Angka


dalam kolom umur tabel mencerminkan umur dalam bulan (atau tahun)
mulai 0 hari sampai 29 hari ( atau 11 bulan 29 hari untuk tahun). Adapun
hal-hal yang diperbaharui pada jadwal imunisasi 2014 adalah sebagai
berikut.

25
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Hal tersebut penting
untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K.
Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan HBIg
pada ekstremitas yang berbeda, untuk mencegah infeksi perinatal
yang beresiko tinggi untuk terjadinya hepatitis B kronik. Vaksinasi
hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B
monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi lahir atau saat dipulangkan harus
diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-
2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin polio oral (OPV)
atau inaktivasi (IPV), namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu
dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
optimal diberikan pada umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur
3 bulan, perlu dilakukan uji antibodi.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6
minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DtaP atau kombinasi
dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang
diberikan harus vaksin Td, di booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Imunisasi campak menurut Permenkes No.42 tahun
2013, diberikan 3 kali pada umur 9 bulan, 2 tahun, dan pada SD kelas
1 (program BIAS). Untuk anak yang telah mendapat imunisasi MMR
umur 15 bulan, imunisasi campak umur 2 tahun tidak diperlukan.
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12
bulan, PCV diberikan 3 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih
dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis booster 1 kali pada
umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin
rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis
I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval
minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24
minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14
minggu, interval dosis ke-2, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang
dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12
bulan, namun terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila
diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval
minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6
bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary
immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali
dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis
0,25 mL.

26
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan
mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan
interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV antibodi dengan interval 0, 2, 6
bulan.

B. Imunisasi Program Nasional1,4

Imunisasi program nasional meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP,


Hib, campak, dan Td.

a) BCG

Gambar 2.4 Vaksin BCG Kering

• Deskripsi: Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang


mengandungMycobacterium bovis hidup yang dilemahkan
(Bacillus Calmette Guerin), strain Paris (vaksin hidup). Oleh
karena itu, tidak diberikan pada pasien imunokompromais
(leukemia, anak yang sedang mendapatkan pengobatan steroid
jangka panjang, atau bayi yang telah diketahui atau dicurigai
menderita HIV
• Komposisi: Tiap ampul vaksin mengandung BCG hidup 1,5 mg.
Pelarut mengandung Natrium klorida 0,9 % (4cc)
• Indikasi: Pencegahan terhadap penyakit tuberkulosis.
• Posologi: Vaksin dilarutkan dengan menambahkan 4cc pelarut
pada satu vial vaksin kemudian diambil 0,05mL. Sebelum
pemberian suntikan kulit tidak boleh dibersihkan dengan
antiseptik. Vaksin yang telah dilarutkan harus diamati secara

27
visual. Jika tampak benda asing maka vaksin harus dibuang.
Gunakan syringe dan jarum steril untuk setiap penyuntikan.
Vaksin BCG sensitif terhadap sinar ultraviolet, maka harus
dilindungi dari sinar matahari.
• Penyimpanan: Jika setelah dilarutkan tidak segera digunakan
maka disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C, selama
maksimal 3 jam.
• Dosis: 0.05 Ml
• Pemberian: Intrakutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio m. deltoideussesuai anjuran WHO, tidak di tempat lain
(misalnya bokong atau paha). Hal ini mengingat penyuntikan
secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah dilakukan
(jaringan lemak subkutis tipis), ulkus yang terbentuk tidak
mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan di daerah
gluteal lateral atau paha anterior), dan sebagai tanda baku untuk
keperluan diagnosis apabila diperlukan.
• Imunisasi ulang: tidak dianjurkan.
• Masa kadaluarsa: satu tahun setelah tanggal pengeluaran
(dapat dilihat pada label).
• Reaksi imunisasi: biasanya tidak demam.
• Efek samping: Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG
adalah wajar. Suatu pembengkakan kecil, merah, lembut
biasanya timbul pada daerah bekas suntikan, yang kemudian
berubah menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi sebuah
ulkus dalam waktu 2 - 4 minggu. Reaksi ini biasanya hilang
dalam 2 – 5 bulan, dan umumnya pada anak-anak akan
meninggalkan bekas berupa jaringan parut dengan diameter 2 –
10 mm. Jarang sekali nodus dan ulkus tetap bertahan. Kadang-
kadang pembesaran kelenjar getah bening pada daerah ketiak
dapat timbul 2 – 4 bulan setelah imunisasi. Sangat jarang sekali
pembesaran kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif.
Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan
jaringan parut.
• Indikasi kontra: tidak ada larangan, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit
kulit berat/menahun. Juga kontra indikasi pada defisiensi sistem
kekebalan, individu yang terinfeksi HIV asimtomatis maupun
simtomatis tidak boleh menerima vaksinasi BCG.
• Jadwal: Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
optimal diberikan pada umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah
umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Apabila uji
tuberculin tidak memungkinkan, BCG dapat diberikan namun
perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi

28
lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu
tindakan lebih lanjut (tanda diagnostik tuberkulosis).

b) Hepatitis B
• Deskripsi: Vaksin inaktif, vaksin hepatitis B rekombinan.
Vaksin Hepatitis B rekombinan mengandung antigen virus
Hepatitis B, HBsAg, yang tidak menginfeksi yang dihasilkan dari
biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA. Vaksin
Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril
berwarna keputihan dalam prefill injection device, yang
dikemas dalam aluminum foil pouch, and vial.

Gambar 2.5. Vaksin Hepatitis B Rekombinan

• Komposisi: Tiap 1,0 mL mengandung 20 mcg HBsAg yang


teradsorpsi pada 0,5 mg Al3+.
Tiap 0,5 mL mengandung 10 mcg HBsAg yang
teradsorbsi pada 0,25 mg Al3+.
Seluruh formulasi mengandung 0,01 w/v% thimerosal yang
ditambahkan sebagai pengawet.
• Indikasi: Vaksin Hepatitis B rekombinan diindikasi- kan untuk
imunisasi aktif pada semua usia, untuk mencegah infeksi
yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, tetapi tidak dapat
mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis A,
Hepatitis C atau virus lain yang dapat menginfeksi hati.
Vaksinasi direkomendasikan pada orang yang beresiko
tinggi terkena infeksi virus Hepatitis B.
• Posologi: Vaksin Hepatitis B rekombinan disuntikkan
secara intramuskular, pada orang dewasa dan anak di
bagian otot deltoid, sedangkan pada bayi di bagian
anterolateral paha. Kecuali pada orang dengan kecenderungan
pendarahan berat (seperti hemofilia), vaksin diberikan secara
subkutan.
• Dosis: 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian (Tabel 2).

29
• Reaksi imunisasi: Nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin
disertai rasa panas atau pembengkakan akan menghilang dalam
2 hari.
• Kemasan: HepB-0 monovalen (dalam kemasan uniject), vaksin
kombinasi DTP/HepB, vaksin pentavalen DTP/HepB/Hib. Vaksin
Hepatitis B rekombinan dapat disimpan sampai 26 bulan
setelah tanggal produksi pada suhu antara +2°C s/d +8°C.
Jangan dibekukan.
• Efek samping: Reaksi lokal yang umumnya sering dilaporkan
adalah rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya berkurang dalam 2 hari setelah vaksinasi. Keluhan
sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa
lelah belum dapat dibuktikan karena pemberian vaksin.
• Indikasi kontra: Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
Vaksin Hepatitis B Rekombinan sebaiknya tidak diberikan
pada orang yang terinfeksi demam berat.
Adanya infeksi trivial bukan sebagai kontra indikasi
• Imunisasi ulang: Pada usia 5 tahun tidak diperlukan. Dapat
dipertimbangkan pada usia 10-12 tahun apabila kadar
pencegahan belum tercapai (anti HBs < 10 µg/mL).
• Jadwal: Diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah
lahir (HepB-1). Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan dari
imunisasi HepB-1 yaitu saat usia 1 bulan. Untuk mendapat
respon imun optimal, interval imunisasi HepB-2 dengan HepB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi HepB-3
diberikan pada umur 3-6 bulan (Tabel 1).

Apabila diketahui HbsAg ibu positif maka ditambahkan hepatitis B


imunoglobulin (HBIg) 0,5mL sebelum bayi berumur 7 hari. Pemberian
vaksin HepB-1 dan HBIg 0,5mL diberikan secara bersamaan pada
bagian tubuh yang berbeda dalam waktu 12 jam setelah lahir.

Tabel 1. Jadwal alternatif 1,2,3 untuk vaksinasi hepatitis B pada


anak dan dewasa

30
Ket: *untuk jadwal alternatif 2 dan 3 direkomendasikan untuk
melakukan booster (vaksinasi ulangan) satu tahun kemudian.

Tabel 2. Dosis Vaksin Hepatitis B

c) Polio
• Jenis vaksin: (1) OPV (oral polio vaccine), adalah vaksin
trivalen merupakan cairan berwarna kuning kemerahan dikemas
dalam vial gelas yang mengandung suspensi dari tipe 1,2,
dan 3 virus Polio hidup (strain Sabin) yang telah dilemahkan.
Vaksin Polio Oral ini merupakan suspensi “drops”
untuk diteteskan melalui droper (secara oral). (2) IPV
(inactivated polio vaccine), virus inaktif (salk), injeksi.

31
Gambar 2.6 Vaksin OPV Trivalen dan droper

• Komposisi: Tiap dosis (2 tetes = 0,1 mL) mengandung


Virus Polio hidup dilemahkan (strain Sabin) tipe 1, 2, dan 3.
• Zat tambahan: Eritromisin tidak lebih dari 2 mcg, kanamisin
tidak lebih dari 10 mcg, dan sukrosa 35 % (v/v) (sebagai zat
penstabil).
• Indikasi: Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap
Poliomyelitis.
• Penyimpanan: OPV : Freezer, suhu -20º C.
• Dosis: OPV 2 tetes per-oral, IPV 0,5 mL intramuskular.
• Kemasan: OPV : vial, disertai pipet tetes. IPV : dapat diberikan
tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DTaP/Hib/IPV).
• Masa kadaluarsa: OPV : dua tahun pada suhu -20°C, Dan
hanya dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu antara +2°C
dan +8°C.
• Reaksi imunisasi: biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada
berak-berak ringan.
• Efek samping: Umumnya tidak terdapat efek samping. Sangat
jarang terjadi kelumpuhan (paralytic poliomyelitis), yang
diakibatkan karena vaksin (perbandingan 1 / 1.000.000 dosis).
Individu yang kontak dengan anak yang telah divaksinasi, jarang
sekali beresiko mengalami lumpuh polio (paralytic poliomyelitis)
akibat vaksinasi (perbandingan 1 / 1.400.000 dosis sampai 1 /
3.400.000 dosis). Dan hal ini terjadi bila kontak belum
mempunyai kekebalan terhadap virus polio atau belum pernah
diimunisasi. Sindroma Guillain Barré.
• Kontra Indikasi: Apabila sedang mengalami diare, dosis OPV
yang diberikan tidak akan dihitung sebagai bagian dari jadwal
imunisasi, dan harus diulang setelah sembuh.

32
Penderita leukemia dan disgammaglobulinemia.

Anak dengan infeksi akut yang disertai demam.

Anak dengan defisiensi sistem kekebalan.

Anak dalam pengobatan imunosu- presif.

• Jadwal: Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau pada kunjungan


pertama. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka diberikan
saat bayi dipulangkan dari rumah sakit/rumah bersalin untuk
menghindari tranmisi virus vaksin kepada bayi lain yang
sakit/imunokompromais karena virus polio vaksin dapat dieksresi
melalui tinja. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV atau IPV.
Untuk imunisasi dasar (polio-1,2,3) diberikan pada umur 2,4, dan
6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
• Imunisasi ulang: Diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4,
selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

d) DTwP (whole-cell pertussis) dan DTaP (acelullar pertussis)

Gambar 2.7 Vaksin DTP

• Deskripsi: Vaksin DTP merupakan suspensi koloidal homogen


berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid
tetanus murni, toksoid difteri murni, dan bakteri pertusis yang
diinaktivasi, yang teradsorbsi kedalam aluminium fosfat. Vaksin
DTP merupakan jenis vaksin bakteri yang inaktif.
• Komposisi: Tiap dosis (0,5 mL) mengandung zat berkhasiat:
toksoid difteri murni 20 Lf, toksoid tetanus murni 7,5 Lf, B.
pertussis yang diinaktivasi 12 OU. Dan zat tambahan: aluminium
fosfat 1,5 mg dan thimerosal 0,05 mg.

33
• Indikasi: Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus dan pertusis (batuk rejan) secara simultan pada bayi dan
anak-anak.
• Dosis: 0,5mL diberikan secara intramuskular, baik untuk
imunisasi dasar maupun ulangan.
• Penyimpanan: lemari es, suhu 2-8º C, tidak boleh dibekukan.
• Kemasan: Vial 5 ml, dapat diberikan secara kombinasi dengan
vaksin lain sebagai vaksin tetravalent yaitu DTwP/HepB,
DTaP/Hib, DTwp/Hib, DTaP/IPV, atau vaksin pentavalen
DTP/HepB/Hib, DTaP/Hib/IPV sesuai jadwal (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Vaksin DTP kombinasi

• Masa kadaluarsa: Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat


dilihat pada label).
• Reaksi imunisasi: demam ringan, pembengkakan dan nyeri di
tempat suntikan selama 1-2 hari.
• Efek samping: Biasanya reaksi lokal atau sistemik ringan. Sakit,
bengkak dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam
yang bersifat sementara, merupakan kasus terbanyak. Kadang-
kadang reaksi berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan histeria
dapat terjadi 24 jam setelah imunisasi. Dilaporkan adanya episode
hypotonichyporesponsive. Kejang karena demam (step)
dilaporkan terjadi dengan perbandingan 1 kasus per 12.500 dosis
pemberian. Pemberian asetaminofen pada 4-8 jam setelah
imunisasi mengurangi terjadinya demam. Studi nasional
mengenai ensefalopati (penyakit degeneratif otak) pada anak di
Inggris menunjukkan adanya sedikit peningkatan resiko terjadinya
ensefalopati akut setelah imunisasi DTP. Namun demikian,
penelitian lebih lanjut oleh States Institute of Medicine, The
Advisory Committee on Immunization Practices, dan the
Paediatric Association of Australia, Canada, The United Kingdom
and The United States, menyimpulkan bahwa data yang didapat
tidak menunjukkan adanya hubungan antara DTP dan disfungsi
sistem saraf kronis pada anak. Jadi tidak ada bukti ilmiah bahwa
episode hypotonic-hyperesponsive dan kejang karena demam
(step) mempunyai dampak yang permanen pada anak. Apabila
sesudah pemberian DTP terjadi reaksi yang berlebihan, dosis
imunisasi berikutnya diganti dengan DT atau DTaP.

34
• Indikasi kontra: Anak yang sakit parah, anak yang menderita
penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita
batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan.
Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan
kotraindikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan
dokter. Dosis kedua DTP jangan diberikan pada individu yang
mengalami reaksi anafilaktik terhadap dosis sebelumnya atau
terhadap komponen vaksin, hipersensitif terhadap komponen
vaksin. Pada anak-anak yang menderita kelainan saraf, mudah
mendapat kejang, asma dan eksim. Individu yang terinfeksi HIV
asimtomatis maupun simtomatis, harus divaksinasi DTP menurut
jadwal yang telah ditetapkan. Jangan diberikan pada anak-anak
usia diatas 5 tahun.
• Jadwal: Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
(DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan
interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-
1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan, dan
DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan booster DTP-4 diberikan satu
tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan (pada usia 18
bulan sesuai ketentuan WHO) dan DTP-5 pada saat masuk
sekolah umur 5 tahun. Vaksinasi penguat Td diberikan 2 kali
sesuai program BIAS (SD kelas 2 dan 3).

e) Campak

Gambar 2.9 Vaksin Campak Kering

• Deskripsi: Vaksin campak adalah vaksin aktif yaitu vaksin virus


hidup yang dilemahkan, merupakan vaksin beku kering berwarna
kekuningan pada vial gelas, yang harus dilarutkan hanya dengan
pelarut yang telah disediakan secara terpisah. Vaksin campak ini
berupa serbuk injeksi.

35
• Komposisi: Tiap dosis (0,5 mL) vaksin yang sudah dilarutkan
mengandung zat aktif: virus campak strain CAM 70 tidak kurang
dari 1.000 CCID50 (Cell Culture Infective Dose 50). Zat tambahan:
kanamisin sulfat tidak lebih dari 100 mcg dan eritromisin tidak lebih
dari 30 mcg. Pelarut mengandung: air untuk injeksi.
• Indikasi: Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap penyakit
campak.
• Penyimpanan: Vaksin campak beku kering disimpan pada suhu
antara +2°C s/d +8°C. Vial vaksin dan pelarut harus dikirim
bersamaan, tetapi pelarut tidak boleh dibekukan dan disimpan
pada suhu kamar. Vaksin harus terlindung dari cahaya. Waktu
kadaluarsa 2 tahun. Vaksin campak yang sudah dilarutkan,
sebaiknya digunakan segera, paling lambat 6 jam setelah
dilarutkan, apabila masih bersisa maka harus dimusnahkan.
• Dosis: setelah dilarutkan, diberikan dalam satu dosis 0.5 mL
secara subkutan dalam.
• Kemasan: vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan,
beserta pelarut 5 ml (aquadest). Kemasan untuk program
imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada
vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin
gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.
• Reaksi imunisasi: biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi
demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada
tempat penyuntikan.
• Efek samping: Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan
dan bengkak pada lokasi suntikan, yang terjadi 24 jam setelah
vaksinasi. Pada 5-15 % kasus terjadi demam (selama 1-2 hari),
biasanya 8-10 hari setelah vaksinasi. Pada 2 % terjadi kasus
kemerahan (selama 2 hari), biasanya 7-10 hari setelah vaksinasi.
Kasus ensefalitis pernah dilaporkan terjadi (perbandingan
1/1.000.000 dosis), kejang demam (perbandingan 1/3000 dosis).
• Kontra Indikasi: Terdapat beberapa kontraindikasi pada
pemberian vaksin campak. Hal ini sangat penting, khususnya
untuk imunisasi pada anak penderita malnutrisi. Vaksin ini
sebaiknya tidak diberikan bagi; orang yang alergi terhadap dosis
vaksin campak sebelumnya, wanita hamil karena efek vaksin
campak terhadap janin belum diketahui; orang yang alergi berat
terhadap kanamisin dan eritromisin, anak dengan infeksi akut
disertai demam, anak dengan defisiensi sistem kekebalan, anak
dengan pengobatan intensif yang bersifat imunosupresif, anak
yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap protein telur.
• Jadwal: Usia 9 bulan, 24 bulan, dan 6 tahun (SD kelas 1 dalam
program BIAS). Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia

36
15-18 bulan dan ulangan umur 6 tahun; ulangan campak SD kelas
1 tidak diperlukan.

f) Haemophillus influenza tipe b (Hib)


• Jenis vaksin: Vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular
polysaccharide polyribosyl ribitol phosphate-konjugasi dengan
protein tetanus.
• Jadwal: Pada usia 2,4,dan 6 bulan. Dapat diberikan dalam bentuk
komninasi (DTwP/Hib, DTap/Hib, DTap/Hib,IPV).
• Imunisasi ulang: diulang pada usia 18 bulan.
• Dosis: 0,5mL, intramuskular.
• Kemasan: Vaksin kombinasi tersedia dalam kemasan prefilled
syringe 0,5mL. Program imunisasi nasional menggunakan
DTwP/HepB/Hib.

C. Imunisasi Pada Orang Dewasa


Umumnya, masyarakat memahami bahwa vaksin berfungsi untuk
meningkatkan kekebalan tubuh. Namun, mereka berpendapat bahwa
imunisasi hanya dibutuhkan oleh bayi dan anak, sementara orang dewasa
tidak lagi perlu diimunisasi karena sistem kekebalan tubuhnya sudah
terbentuk.
Padahal setiap tahunnya, puluhan ribu orang dewasa meninggal
dan ratusan ribu lainnya dirawat di rumah sakit oleh karena penyakit yang
sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi. Adapun kelompok
orang dewasa yang memerlukan imunisasi:
1. Usia lanjut --> Imunisasi Influenza
Influenza termasuk penyakit berat bila diderita orang berusia di atas
60 tahun. Berlaku juga bagi penderita penyakit jantung, paru-paru, dan
kencing manis. Vaksin influenza dapat diberikan setiap tahun,
disesuaikan dengan virus terbaru yang menyebar.
2. Penderita penyakit kronis seperti gagal ginjal-> Influenza dan Hepatitis
B
Vaksinasi hepatitis B mencegah gangguan hati yang disebabkan
virus hepatitis B (VHB). Vaksin bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
Dilakukan tiga kali, yakni bulan pertama, kedua, dan keenam.
Vaksinasi diulang setelah 5-10 tahun.
3. Penyedia makanan --> Tifoid
Penularan Tifoid (Tiphus) terjadi akibat mengonsumsi air atau
makanan yang terkontaminasi bakteri. Vaksinnya ada yang oral
(ditelan) atau disuntikkan. Satu kali vaksinasi bertahan tiga tahun.
4. Perempuan muda --> Rubella dan HPV
Rubella (campak Jerman) biasa dialami orang berusia belasan
tahun atau dewasa. Nama vaksinnya MMR (Measles Mumps Rubella).
Vaksinasi ini disarankan dua kali, yakni ketika berusia 18 tahun dan
akan menikah. Bila sudah dua kali, tidak perlu lagi. HPV (Human

37
Papilloma Virus) adalah penyebab kanker serviks. Secara ideal, vaksin
kanker serviks diberikan sedini mungkin, sebelum pernah melakukan
hubungan seksual, pada usia 10-14 tahun. Vaksin ini berfokus pada
HPV tipe 16 dan tipe 18 sebagai penyebab utama kanker serviks.
5. Wisatawan--jemaah haji --> Hepatitis A, Tifoid, Meningitis
Meningitis (radang selaput otak) disebabkan oleh bakteri Neisseria
Meningokokus dan biasa menular melalui udara. Orang Afrika kerap
menderita penyakit ini. Untuk itu, jemaah haji Indonesia divaksin tiga
pekan sebelum keberangkatan. Vaksin diberikan dalam bentuk
suntikan, dan bertahan di tubuh selama 2-3 tahun.

D. Imunisasi Pada Lansia


Selain untuk meningkatkan kekebalan tubuh, imunisasi diperlukan
agar angka kematian akibat infeksi berkurang. Terutama karena banyak
penyakit infeksi, seperti flu, saat ini begitu hebat menyerang manusia.
Selain bayi dan anak-anak, imunisasi juga harus diberikan pada mereka
yang berusia lanjut (lansia), di atas 65 tahun. Pemberian vaksinasi pada
lansia diperlukan karena saat memasuki usia 65 tahun daya tahan tubuh
akan berkurang. Umumnya, saat usia lanjut, tubuh menjadi mudah
terserang penyakit seperti flu, yang kemudian diikuti berbagai penyakit
lainnya sehingga terjadi komplikasi. Buat lansia, daya tahannya menjadi
berkurang. Kalau kena kuman gampang sakit. Apalagi kalau sudah kena
flu, bisa terjadi komplikasi karena diikuti penyakit lainnya. Karena itu lansia
perlu diberikan vaksinasi untuk memberikan kekebalan tubuh dan
mencegah paparan penyakit.
Berikut macam-macam imunisasi yang biasa diberikan untuk lanjut
usia :
1. Hepatitis A
Penyakit hepatitis A disebabkan virus hepatitis A, biasa ditularkan
melalui makanan dan minuman yang telah tercemar kotoran/tinja
penderita hepatitis A (fecal-oral), bukan melalui aktivitas seksual atau
kontak darah. Hepatitis A paling ringan dibanding hepatitis jenis lain (B
dan C). Hepatitis B dan C disebarkan melalui media darah dan aktivitas
seksual, dan lebih berbahaya dibanding hepatitis A.

2. Hepatitis B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota
family Hepadnavirus. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati
akut atau menahun, yang pada sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis
hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum
hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan
Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai
negara Asia.
Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan
obat dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon
tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain

38
yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa
menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup
atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam darah
adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke
dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan
racun-racun lain.

3. Influenza
Penyakit influenza disebabkan virus influenza. Influenza mudah
menular dan menyerang saluran pernapasan. Penularan virus influenza
terjadi melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin. Virus
influenza sangat menular bahkan sejak 1–2 hari sebelum
gejala influenza muncul, itulah sebabnya penyebaran virus influenza
sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk–pilek
biasa yang tidak berbahaya. Gejala utama influenza adalah: demam,
sakit kepala, sakit otot di seluruh badan, pilek, sakit tenggorokan, batuk
dan badan lemah. Umumnya penderita influenza tidak dapat
bekerja/bersekolah selama beberapa hari.
Di negara empat musim, setiap tahun pada musim dingin terjadi
ledakan influenza yang banyak menimbulkan komplikasi dan kematian
pada orang-orang beresiko tinggi: usia lanjut (>60 tahun), anak–anak
penderita asma, penderita penyakit kronis (paru, jantung, ginjal,
diabetes), dan penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.

4. Meningitis
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat.
Penyakit meningitis dapat disebabkan mikroorganisme, luka fisik,
kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius
karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan mikroorganisme, seperti
virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dari darah ke cairan
otak.
Pencegahan meningitis paling efektif adalah dengan imunisasi
(vaksinasi) meningitis. Vaksinasi meningitis paling efektif dan aman dan
dapat memberikan perlindungan selama tiga tahun terhadap serangan
penyakit meningitis. Vaksin meningitis dianjurkan bagi orang lanjut usia
dan penderita penyakit kronis seperti asma, paru-paru kronis, jantung,
diabetes, ginjal, gangguan sistem imunitas tubuh,dan kelainan darah.

5. Radang paru-paru ( pneumonia )


Radang paru-paru (Pneumonia) adalah penyakit paru-paru di mana
pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap
oksigen meradang dan paru-paru terisi cairan lendir bercampur kuman.
Pneumonia dapat disebabkan infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit.

39
Pneumonia juga dapat disebabkan iritasi zat-zat kimia atau cedera fisik
pada paru-paru, atau sebagai akibat penyakit lainnya, seperti kanker
paru atau berlebihan minum alkohol.
Gejala pneumonia termasuk batuk, sakit dada, demam, dan
kesulitan bernapas Diagnosa pneumonia termasuk sinar-X dan
pemeriksaan dahak. Perawatan tergantung penyebab pneumonia;
pneumonia yang disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotika.
Pneumonia umum terjadi di seluruh kelompok umur, dan
merupakan penyebab utama kematian orang lanjut usia dan penderita
penyakit kronis (menahun). Pencegahan pneumonia adalah dengan
vaksin pneumonia. Vaksin pneumonia dianjurkan untuk anak berusia
lebih dari 2 tahun dan orang lanjut usia.

6. Tetanus
Penyakit tetanus berbahaya karena mempengaruhi sistem urat
saraf dan otot. Gejala tetanus diawali dengan kejang otot rahang
(trismus atau kejang mulut), pembengkakan, rasa sakit dan kejang di
otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang segera merambat ke
otot perut, lengan atas dan paha.
Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang
memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area
sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang
belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang
mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong,
terbakar, narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke
dalam kulit) maupun frostbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri
tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka
sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak.

7. Thypus
Typhus atau demam tifoid atau typhoid disebabkan bakteri
Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi.
Bakteri typhus ditemukan di seluruh dunia, dan ditularkan melalui
makanan dan minuman yang telah tercemar tinja penderita typhus.
Bakteri typhus juga ditularkan melalui gigitan kutu yang membawa
bakteri penyebab typhus.

Jenis-Jenis Imunisasi.

Imunisai BCG adalah prosuder memasukkan vaksin BCG yang bertujuan


memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycobakterium tuberculosis
dengan cara menghambat penyebaran kuman. Imunisasi hepatitis B adalah
tindakan imunisasi dengan pemberian vaksin hepatitis B ke tubuh bertujuan
memberi kekebalan dari penyakit hepatitis. Imunisasi polio adalah tindakan
memberi vaksin poli (dalam bentuk oral) atau di kenal dengan nama Oral Polio

40
Vaccine (OPV) bertujuan memberi kekebalan dari penyakit poliomelitis.
Imunisasi dapat di berikan empat kali dengan 4-6 minggu.

Imunisasi DPT adalah merupakan tindakan imunisasi dengan memberi


vaksin DPT (difteri pertusis tetanus) /DT (difteri tetanus) pada anak yang
bertujuan memberi kekebalan dari kuman penyakit difteri, pertusis, dan
tetanus. Pemberian vaksin pertama pada usia 2 bulan dan berikutnya dengan
interval 4-6 minggu. Imunisasi campak adalah tindakan imunisasi dengan
memberi vaksin campak pada anak yang bertujuan memberi kekebalan dari
penyakit campak. Imunisasi dapat di berikan pada usia 9 bulan secara
subkutan, kemudian ulang dapat diberikan dalam waktu interval 6 bulan atau
lebih setelah suntikan pertama. ( Asuhan neonatus bayi dan balita : 98-101)

Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

Terdapat beberapa jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi


yaitu :

a. Tuberkulosis

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Cara


penularannya melalui droplet atau percikan air ludah, sedangkan
reservoir adalah manusia, imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini
adalah BCG.

b. Difteri

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium dyptheriae tipe


gravis, milis, dan intermedium, yang menular melalui percikan ludah yang
tercemar. gejala ringan berupa membran pada rongga hidung dan gejala
berat apabila terjadi obstruksi jalan napas karena mengenai laring,
saluran napas bagian atas, tonsil dan kelenjar sekitar leher membengkak.
Imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit ini adalah DPT.

c. Pertusis

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium dyptheriae tipe


gravis, milis, dan intermedium, yang menular melalui percikan ludah yang
tercemar. gejala ringan berupa membran pada rongga hidung dan gejala
berat apabila terjadi obstruksi jalan napas karena mengenai laring,
saluran napas bagian atas, tonsil dan kelenjar sekitar leher membengkak.
Imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit ini adalah DPT.

d. Tetanus

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tetani. Gejala awal


ditunjukkan dengan bayi tidak mau menyusu. Kekebalan pada penyakit

41
ini hanya diperoleh dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap, imunisasi
yang diberikan tidak hanya DPT pada anak, tetapi juga TT pada calon
pengantin.

e. Poliomyelitis

Penyakit ini disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, 3, yang


menyerang myelin atau serabut otot. Gejala awal tidak jelas, dapat timbul
gejala demam ringan dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),
penularan penyakit ini melalui droplet atau fekal, reservoarnya adalah
manusia yang menderita polio. Pencegahan dapat dilakukan dengan
imunisasi dengan menggunakan vaksinasi polio, bahkan dapat eradikasi
dengan cakupan polio 100%.

f. Campak

Penyebab penyakit infeksi adalah virus morbili yang menular


melalui droplet, gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang
mulai timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah
dan anggota badan, imunisasi yang diberikan pada usia 9 bulan dengan
rasional kekebalan dari ibu terhadap penyakit campak berangsur akan
hilang sampai usia 9 bulan.

g. Hepatitis B

Penyakit infeksi ini disebabkan oleh virus hepatitis B yang


menyerang kelompok risiko secara vertikal yaitu bayi dan ibu pengidap,
sedangkan secara horizontal tenaga medis dan paramedik, pecandu
narkotika, pasien hemodialisis. Gejala yang muncul tidak khas, seperti
anoreksia, mual dan kadang-kadang ikterik. Pencegahannya lakukan
imunisasi hepatitis B diberikan pada bayi 0-11bulan dengan maksud
untuk memutus rantai penularan dari ibu ke bayi.

Macam-Macam Imunisasi

Yang kita tahu bahwa imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh


terhadap suatupenyakit dengan memasukkan sesuatu kedalam tubuh agar
tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang. Macam-macam imunisasi diantaranya adalah :

1. BCG
• Gunanya: memberikan kekebalan terhadap penyakit tuberkulosis
(TBC). Kekebalan yang diperoleh anak tidak mutlak 100%, jadi
kemungkinan anak akan menderita penyakit TBC ringan, akan
tetapi terhindar dari TBC berat-ringan.
• Tempat penyuntikan: pada lengan kanan atas.
• Kontra indikasi: anak yang sakit kulit atau infeksi kulit ditempat
penyuntikan dan anak yang telah menderita penyakit TBC.

42
• Efek samping:
Reaksi normal
✓ Setelah 2-3 minggu pada tempat penyuntikan akan terjadi
pembengkakan kecil berwarna merah kemudian akan menjadi
luka dengan diameter 10 mm.
✓ Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu agar tidak memberikan
apapun pada luka tersebut dan diberikan atau bila ditutup
dengan menggunakan kain kasa kering dan bersih.
✓ Luka tersebut akan sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan
parut (scar) dengan diameter 5-7 mm.

Reaksi berat

✓ Kadang-kadang terjadi peradangan setempat yang agak


berat/abces yang lebih luas.
✓ Pembengkakan pada kelenjar limfe pada leher atau ketiak.

2. DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)


• Gunanya: Memberikan kekebalan terhadap penyakit difteri,
pertusis, tetanus.
• Tempat penyuntikan: Di paha bagian luar.
• Kontra indikasi: Panas diatas 38º C dan reaksi berlebihan setelah
pemberian imunisasi DPT sebelumnya seperti panas tinggi dengan
kejang, penurunan kesadaran dan syok.
• Efek samping:
Reaksi lokal
✓ Terjadi pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat
penyuntikan disertai demam ringan selama 1-2 hari.
✓ Pada keadaan pertama (reaksi lokal) ibu tidak perlu panik
sebab panas akan sembuh dan itu berarti kekebalan sudah
dimiliki oleh bayi.

Reaksi Umum

✓ Demam tinggi, kejang dan syok berat.


✓ Pada keadaan kedua (reaksi umum atau reaksi yang lebih
berat) sebaiknya ibu konsultasi pada bidan atau dokter.

3. Hepatitis B
• Gunanya: memberi kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis.
• Tempat penyuntikan: Di paha bagian luar
• Kontra indikasi: tidak ada.
• Efek samping: Pada umumnya tidak ada.

43
4. Polio
• Gunanya: memberikan kekebalan terhadap penyakit polio nyelitis.
• Cara pemberian: Diteteskan langsung ke dalam mulut 2 tetes.
• Kontra indikasi: Anak menderita diare berat dan anak sakit panas.
• Efek samping: Reaksi yang timbul biasanya hampir tidak ada,
kalaupun ada hanya berak-berak ringan. Efek samping hampir tidak
ada, bila ada hanya berupa kelumpuhan pada anggota gerak dan
tertular kasus polio orang dewasa. Kekebalan yang diperoleh dari
vaksinasi polio adalah 45-100%.

5. Campak
• Gunakan: memberi kekebalan terhadap penyakit campak.
• Tempat penyuntikan: Pada lengan kiri atas.
• Kontra indikasi: Panas lebih dari 38ºC, anak yang sakit parah,
anak yang menderita TBC tanpa pengobatan, anak yang defisiensi
gizi dalam derajat berat, dan riwayat kejang demam.
• Efek samping: Panas lebih dari 38ºC, kejang yang ringan dan tidak
berbahaya pada hari ke 10-12, dan dapat terjadi radang otak dalam
30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi.

Pokok-Pokok Kegiatan Imunisasi

Pokok-pokok kegiatan imunisasi antara lain :

1. Imunisasi rutin

Kegiatan imunisasi rutin ialah kegiatan imunisasi yang


dilaksanakan secara rutin dan terus menerus, yang harus dilaksanakan
pada periode tertentu yang telah ditentukan. Berdasarkan kelompok
sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi :

a. Imunisasi rutin pada bayi.

b. Imunisukasi rutin pada wanita usia subur.

c. Imunisasi rutin pada usia anak sekolah.

2. Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak rutin di


laksanakan, hanya dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari
hasil pemantauan atau evaluasi. Yang termaksud dalam kegiatan
imunisasi tambahan :

a. Backlog fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar


pada anak yang berumur 1-3 tahun, pada desa nonUCI setiap 2
tahun sekali.

44
b. Crash program adalah kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang
memerlukan intervensi cepat karena masalah kasus, seperti: angka
kematian bayi tinggi, infrastruktur (tenaga, sarana dana) kurang,
untuk memberikan kekebalan pada kelompok sasaran yang belum
mendapatkan pada saat imunisasi rutin.
c. Imunisasi dalam penanganan KLB ( outbreak respon) adalah
pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologi penyakit
d. Kegiatan-kegiatan imunisasi misal untuk antigen tertentu dalam
wilayah yang luas dan waktu tertentu, dalam rangka pemutusan
mata rantai penyakit. antara lain :
1. Pekan imunisasi
Merupakan suatu upaya untuk mempercepat pemutusan
siklus kehidupan virus polioimportasi dengan cara memberikan
vaksin polio kepada setiap balita termaksud bayi baru
lahirtanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi dilakukan 2kali, masing-masing 2 tetes
dengan selang waktu 1 bulan.
2. Sub PIN
Merupakan suatu upaya untuk memutus rantai penularan
polio bila di temukan satu kasus polio dalam wilayah
terbatas (kabupaten ) dengan pemberian 2 kali imunisasi polio
dalam interval waktu satu bulan secara serentak pada seluruh
sasaran berumur kurang dari satu tahun
3. Catch up campaign campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi
penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Ini
dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara
serentak pada anak SD tanpa pertimbangan kasus imunisasi
sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada saat cacth up
campaign campak disamping untuk memutus transmisi, juga
berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan ( dosis ke 2 ).
Penyakit campak merupakan salah satu penyebab
kematian utama pada anak. Penyakit ini sangat potensial
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), bahkan penderita
dengan gizi buruk akan memicu terjadinya kematian. Kematian
campak di dunia yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak
777.000. dari jumlah itu, 202.000 diantaranya berasal dari
Negara ASEAN, serta 15% kematian campak tersebut berasal
dari Indonesia.
Untuk menurunkan angka kematian akibat campak di
Indonesia, selam pembangunan Indonesia sehat 2010,
dilaksanakan kampanye imunisasi campak berupa CRASH
PROGRAM CAMPAK dengan sasaran balita usia 6-59 bulan
dan catch up campaign campak dengan sasaran anak SD kelas
I-VI.

45
Faktor yang berkaitan dengan Pengetahuan Ibu
terhadap Imunisasi Dasar Lengkap.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan pengetahuan ibu terhadap imunisasi


dasar lengkap di bagi 3, yaitu :

1. Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
semakin bertambah usia ibu maka tingkat pengetahuan semakin tinggi.

2. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap


perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Jadi
semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk
memahami sesuatu.

3. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah di lahirkan baik lahir hidup
maupun lahir mati. Paritas wanita akan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan wanita, karena semakin tinggi paritas ibu maka akan semakin
meningkat pengetahuan ibu.

Dampak yang Ditimbulkan Apabila Tidak Melakukan Imunisasi

Program imunisasi tidak boleh dilakukan sembarangan dan harus


sesuai jadwal lahir dan usia dari sang bayi, karena pemberian imunisasi yang
terlambat bisa dikatakan hampir percuma karena biasanya penyakit sudah
masuk ke dalam tubuh. Berikut bahaya yang ditimbulkan apabila anak tidak
dilakukan imunisasi :

a. Mudah terserang virus penyakit

Imunisasi pada dasarnya merupakan tindakan preventif yang


dilakukan untuk mencegah serangan virus di masa mendatang. Maka
dari itu ketika imunisasi tidak dilakukan, virus akan lebih mudah
melumpuhkan sistem imun dan menyebabkan penyakit pada tubuh.

Tentu saja, jika anak hanya mendapatkan imunisasi yang


seperlunya seperti DPT dan juga BCG, bukan berarti anak tersebut akan
kebal terhadap penyakit menular secara umum. Penyakit berbahaya
seperti Hepatitis A, hepatitis B, polio dan bahkan juga campak akan
sangat mudah dan berisiko menyerang anak tersebut. Dengan kata lain

46
untuk urusan penyakit di atas kekebalan anak tersebut sama halnya
dengan kekebalan anak yang tidak di imunisasi.

b. Mudah tertular orang yang sakit

Sudah pasti anak-anak akan mudah terserang penyakit berbahaya


yang menular seperti polio, apabila di tubuh anak tidak ada sistem
pertahanan yang menjaganya dengan penuh, tidak peduli itu datang dari
bakteri itu sendiri ataupun bahkan dari hasil penularan yang dilakukan
oleh orang lain. Misalkan anak tersebut sudah di imunisasi dengan polio
saat lahir tapi kemudian sejak saat itu anak tersebut tidak pernah lagi di
imunisasi polio maka hasilnya vaksin polio tersebut hanya melindungi
seadanya dan hanya dalam waktu yang singkat, setelah itu anak
tersebut benar-benar tanpa perlindungan apapun untuk mencegah
penyakit polio yang datang padanya dan inilah yang menyebabkan sang
anak akhirnya terserang polio kendati sebelumnya sudah divaksin.

c. Ada efek samping

Vaksin sengaja diberikan secara bertahap karena mengikuti


kemampuan dari bayi untuk menerima vaksin tersebut. Ada beberapa
vaksin awal yang sifatnya adalah aman untuk jangka waktu tertentu
setelah itu akan menimbulkan efek samping. Karena itu ada bentuk
vaksin-2, vaksin-3, vaksin-4 dan seterusnya karena selain
memperpanjang usia vaksin juga berguna untuk menghilangkan efek
samping dari vaksin yang ada sebelumnya.

d. Daya tahan tubuh rendah

Bayi yang tidak diberi imunisasi biasanya cenderung memiliki daya


tahan tubuh yang rendah. Hal ini pada dasarnya sangat wajar terjadi
mengingat imunisasi memang merupakan salah satu upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Ketika imunisasi tidak
diberikan ataupun tidak dilakukan secara lengkap, maka sudah
sepantasnya jika daya tahan tubuh anak menjadi lebih rendah terhadap
beberapa macam virus yang berkaitan dengan program imunisasi
tersebut.

Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit

Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi


terhadap organisme tertentu, tanpa menyebabkan seorang sakit terlebih
dahulu. Vaksin zat yang di gunakan untuk membentuk imunitas tubuh. Terbuat
dari mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme penyebab infeksi
yang telah di matikan atau di lemahkan tidak akan membuat penderita jatuh
sakit vaksin di masukan ke dalam tubuh yang biasanya melalui suntikan.

47
Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi ke dalam vaksin yang
di masukan ke dalam tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme
menyerang tubuh dengan cara membentuk antibodi kemudian akan
membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang
menyerang.

Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darah membentuk


imunisasi ketika suatu saat tubuh di serang oleh mikroorganisme yang sama
dengan yang terdapat di dalam vaksin, maka antibodi akan melindungi tubuh
dan mencegah terjadinya infeksi.

Pada anak yaitu:

Polio, campak, rubella, difteri, batuk rejan, meningitis, cacar air,


gondongan, dan hepatitis B. Sedangkan terdapat 3 jenis vaksinasi yang di
berikan pada kelompok anak-anak ataupun dewasa dengan risiko tinggi
menderita infeksi yaitu: Hepatitis A, Influenza, dan Pneumon.

Prinsip dasar imunisasi

• Saat ini vaksin yang tersedia biasanya ditujukan untuk sebagian kecil
mikroorganisme, terutama yang berukuran kecil. Meskipun banyak kasus
vaksin yang berhasil dalam mengatasi virus dan bakteri, beberapa
diantaranya tidak mencegah terjadinya infeksi karena pengaruhnya lebih
kepada efek toksik infeksi.
• Organisme dengan kelengkapan genom genetik yang besar lebih mampu
untuk menghadapi respons imun tubuh dari pejamu, namun organisme
yang lebih kecil tidak memiliki kelengkapan genom yang serupa.
• Organisme yang lebih kecil ini harus menjalankan strategi lain agar dapat
bertahan dari respons imun tubuh, salah satu caranya adalah dengan pola
antigenik rapid change.
• Beberapa mikroorganisme yang menggunakan mekanisme rapid change :
virus influenza, HIV, hepatitis C.
• Semakin mirip sifat antigen virus dengan struktur antigenik mikroba
penyebab penyakit maka sifat imunogenik dan efektivitas perlindungan
vaksin makin baik. Tetapi semakin tinggi kemiripan tersebut semakin kuat
pula reaksi imun tubuh terhadap vaksin.
• Reaksi terhadap vaksin, dapat timbul sedemikian kuatnya sehingga
menyamai respons imun yang terjadi pada infeksi alamiah. Nantinya
mediator-mediator, sitokin, dll akan menimbulkan inflamasi sistemik serta
gangguan fisiologis dan perubahan anatomis jaringan tubuh
• Dalam membuat vaksin harus diperhatikan karakteristik dari
mikroorganismenya dan memperhatikan reaktogenik vaksin tersebut.
Karena dalam membuat vaksin kita harus mengetahui bagaimana respons
imun yang akan terjadi pada tubuh. Untuk mengurangi sifat reaktigenik
vaksin harus mengurangi struktur antigenik dari mikroba tersebut.

48
Manfaat imunisasi

a) Mencegah perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik


Melalui pencegahan penyakit, insiden terakhir penyakit akan menurun.
Dengan melakukan imunisasi akan mengurangi kemungkinan untuk
terjadinya perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
b) Investasi kesehatan
Investasi kesehatan yang dimaksud adalah dengan melakukan imunisasi
maka di kemudian hari akan mengurangi burden of disease yang dapat
dilihat dari segi ekonomi maupun segi morbilitas.
c) Keamanan melakukan perjalanan ke negeri endemik
Melakukan imunisasi sebelum bepergian ke negeri endemik sangat
penting, contohnya melakukan vaksinasi sebelum haji untuk mencegah
terjadinya meningitis, karena saat haji, banyak orang dari seluruh penjuru
dunia berkumpul di satu tempat terutama orang yang berasal dari daerah
meningitis belt yaitu di Afrika.
d) Extending life expectancy
Dengan melakukan imunisasi memberikan lebih banyak keuntungannya
dibandingkan kerugiannya. Imunisasi yang dilakukan sejak dini dengan
baik dan benar akan mencegah penyakit di masa depan.

Peran Sitokin, Komplemen, MHC, Interferon, dan TNF dalam Sistem


Imunologi

• Sitokin
Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respons
terhadap mikroba dan antigen lain yang memperantarai dan mengatur aksi
imunologik dan reaksi inflamasi.
Sitokinin ini berperan pada sistem imun spesifik dan non-spesifik,
yaitu

1. Pada imunitas non spesifik, sitokin diproduksi makrofag dan sel NK


berperan Inflamasi dini, merangsang proliferasi, diferensiasi, dan
aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag
2. Pada imunitas spesifik, sitokin diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel
imun spesifik

49
• Sitokin pada Sistem Imun Non-Spesifik

IL-1 Terutama berasal dari sel makrofag, berperan dalam


terjadinya demam, aktivasi sel T, dan makrofag

IL-6 Terutama berasal dari sel makrofag, endotel, dan sel T.


Berperan dalam mensintesis protein fase akut dalam
hati. Menginduksi proliferasi sel pembentuk antibodi

TNF Terutama berasal dari sel makfrofag dan T-helper.


Sitotoksis terhadap sel tumor. Meningkatkan aktivitas sel
Fagosit

• Sitokin pada Sistem Imun Spesifik

IL-2 Disekresi oleh sel T-helper, ko-stimulator proliferasi


sel T-helper, sel T-sitotoksik dan sel B,
mengakitvasi sel NK

IL-4 Diproduksi oleh sel T, sel B dan makrofag. Turut


dalam aktivasi sel B, diferensiasi sel TH2, dan
supresi sel TH1

IL-5 Terutama berasal dari sel T-helper dan sel mast.


Fungsi utama mengaktivasi kemoatraksi dari
eosinofil

Limfotoksin Disekresi oleh sel T-sitoksik. Membunuh sel oleh


aktivasi rangkaian enzim sel yang menginduksi
endonuklease untuk mendegradasi DNA sel
(apoptosis)

Perforin Disekresi oleh sel T-sitotoksik dan NK.


Membentuk struk tur tubular yang melubangi
lapisan lemak dari sel target sehingga
menyebabkan lisis osmotis

TGF-β Dibentuk oleh sel T dan monosit. Menghambat


proliferasi sel T dan B serta menghambat aktivitas
sel NK

50
• Peran Sistem Komplemen pada Sistem Imun
Sistem Komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang
bekerja secara non-spesifik sebagai respons terhdap invasi organisme.

Peran dari Sistem Komplemen ini adalah

❖ Pembentukan MAC
• Protein-protein komplemen aktif C5, C6, C7, C8, dan sejumlah C9
beragregasi membetuk saluran mirip-pori di membran plasma sel
sasaran. Kebocoran yang dihasilkannya berujung pada destruksi sel
• MAC ini juga menyebabkan cairan sitoplasma sel bakteri keluar dan
air masuk ke dalam sel mengakibatkan sel lisis dan mati.
❖ Memperkuat Inflamasi

1. Berfungsi sebagai Kemotaksin

2. Bekerja sebagai opsonin

3. Meningkatkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular

4. Merangsang pelepasan histamin

5. Mengaktifkan kinin

• MHC (Major Histocompability Complex)


Mekanisme pengenalan antigen oleh sel T berlangsung karena
kemampuan organisme untuk mengenali mana yg “nonself” dan “self”,
sehingga bisa terhindar dari efek patogen. Ini karena adanya kemampuan
polimorfisme tinggi komponen sel presentan dalam mempresentasikan
antigen dalam respon imun.
Ada interaksi antara sel T dengan sel presentan-antigen. Sel T akan
berproliferasi disertai respon imun. Komponen yg berperan dalam hal ini
MHC (pada tikus) atau HLA (pada manusia). HLA terletak banyak di
permukaan sel tubuh organisme.
Fungsi MHC 1 adalah stimulasi produksi antibodi, processing dalam
pembentukan antigen dengan sel T limfosit. MHC 2 diperlukan terutama
untuk processing antigen sebelum antigen berinteraksi sel limfosit T,
limfosit B, dan makrofag. Pada saat presentasi antigen terjadi, antigen
menempel pada MHC 2 yang ada pada permukaan sel presentan. Sel T
mengenal antigen melalu MHC 2, kemudian diikuti dengan sel T yang
berproliferasi. Sel T akan membentuk koloni yang hanya mengenal antigen
yang sama. Jadi dalam hal ini, MHC terlibat dalam proses presentasi
antigen.

51
• TNF (Tumor Necrosis Factor)
Tumor Necrosis Factor (TNF) merupakan mediator utama pada
respons inflamasi akut terhadap bakteri gram negatif, dan berperan dalam
imun bawaan terhadap sebagai mikroorganisme penyebab infeksi yang
lain, serta bertanggung jawab atas banyak komplikasi sistemik yang
disebabkan infeksi berat.
Ada 2 bentuk TNF, yaitu :
• TNF (alfa): Diproduksi oleh berbagai jenis oleh berbagai jenis sel
termasuk makrofag, sel T, B, NK, astrofit dan Kupfer. TNF (alfa) dahulu
dikenal dengan berbagai nama, yaitu cachectin, necrosin, sitotosin
makrofag atau faktor sitotoksik.
• TNF (beta): diproduksi oleh sel T dan B teraktivasi.

Fungsi TNF adalah :

• meningkatkan ekspresi molekul adhesi yang memudahkan leukosit


melekat pada permukaan endotel,
• merangsang sel fagosit mononuclear untuk mensrekresi chemokine,
• mengaktivasi leukosit,
• dapat mengakibatkan tissue remodelling,
• sebagai faktor angiogenesis dan membentuk darah baru, dan
• sebagai faktor pertumbuhan fibroblast yang mengakibatkan
pembentukan jaringan ikat.

Dampak TNF secara sistemik adalah :

• bersama-sama dengan IL-1 TNF mengakibatkan demam,


• TNF dapat merangsang fagosit mononuclear untuk memproduksi IL-1
dan IL-6,
• merangsang hepatosit untuk memproduksi protein tertentu, contohnya
protein amyloid,
• mengaktifkan sistem koagulasi,
• menekan aktivitas stem cell dalam sumsum tulang, pemberian TNF
jangka panjang dapat mengakibatkan limfopeni dan immunodefisiensi,
dan
• TNF jangka panjang juga menyebabkan cachexia.

• IFN (Interferon)
Ada tiga kelompok interferon, yaitu : IFN-alfa, IFN-beta dan IFN-gamma

a. IFN-alfa: ada 20 macam varian yang diproduksi oleh leukosit dalam


merespon virus.

b. IFN-beta: merupakan protein tunggal, yang diproduksi oleh fibroblast


dan sel yang lainnya dalam merespon virus. IFN-alfa dan IFN-beta,
keduanya menghambat replikasi sel dan meningkatkan ekspresi MHC
klas I pada sel viral.

52
c. IFN-gamma:

o diproduksi oleh sel Th1 subpopulasi sel T helper CD4+, sel T sitotoksik
(CD8+) dan sel NK. Sel Th1 terlibat eliminasi pathogen yang terletak
intraseluler dalam kompartemenbvasikuler.
o INF-gamma berfungsi dalam imunitas natural dan imunita spesifik
Imunitas natural: IFN-gamma memacu fungsi mikrobisidal makrofag
melalui pembentukan oksida nitrit (NO) dan intermediate oksigen
reaktif (ROI) Imunitas spesifik.
- FN-gamma menstimulasi ekspresi MHC kelas I dan II dan sebagai
molekul kostimulator pada sel APC
- IFN-gamma mempromosi diferensiasi sel T helper naive menjadi sel
Th1
- IFN-gamma mengaktifkan PMN dan sel sitotoksik dan meningkatkan
sitotoksisitas sel NK.

53
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Sistem imun adalah pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh


infeksi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sistem imun, seperti
genetik, umur, metabolik dan lingkungan. Sistem imun dibagi menjadi dua
respon, yaitu respon imun non spesifik yang memberikan pertahanan
pertama terhadap antigen yang berbahaya. Respon imun non spesifik dibagi
menjadi pertahanan fisik, larut (biokimia dan humoral) serta seluler. Dan
yang kedua adalah respon imun spesifik yang mempunyai kemampuan
untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Respon imun ini
bekerja lambat, karena dia harus mensensitasi sel-sel imun. Respon imun
spesifik juga dibagi menjadi dua, sistem imun spesifik humoral yang
berperan dalam limfosit B dan sistem imun spesifik seluler yang berperan
dalam limfosit T.

Imunisasi adalah proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal


terhadap infeksi. Imunisasi memiliki beberapa macam, seperti imunisasi aktif
dan imunisasi pasif. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah
tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis B. Ada
dampak yang akan dirasakan jika tidak melakukan imunisasi, yaitu mudah
terserang virus penyakit, mudah tertular orang yang sakit, ada efek samping,
dan daya tahan tubuh rendah. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang
pembentukan antibodi terhadap organisme tertentu, tanpa menyebabkan
seseorang sakit terlebih dahulu. Zat vaksin yang digunakan untuk
membentuk imunitas tubuh terbuat dari bagian mikroorganisme penyebab
infeksi yang telah dimatikan atau dilemahkan. Ada manfaat imunisasi, yaitu
mencegah perkembangan bakteri yang resisten terhadap antibiotik,
investasi kesehatan, keamanan melakukan perjalanan ke negara endemik,
dan extending life expectancy.

III.2 Saran

Sebaiknya dilakukan imunisasi pada anak sejak dini, agar anak dapat
terhindar dari berbagai macam penyakit sepeti polio, difteri, dan lain
sebagainya. Selain itu imunisasi dapat menjadi investasi kesehatan, tidak
mudah terserang atau tertular penyakit. Lebih baik mencegah daripada
mengobati.

54
DAFTAR PUSTAKA

• A. Aziz Alimul Hidayat. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Cetakan 1.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC 2009. Hal 98-101.
• Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S. 2014. Basic Immunology: Functions
and Disorders of Immune System 4th Edition. Philadelpia: Elsevier.
• Achmadi UF. 2006. Imunisasi Mengapa Perlu?. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara.
• Agung, I Gusti Ngurah, 2001. Statistika Analisis Hubungan
KausalBerdasarkan Data Kategorik. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
• Arsita Eka Prasetyawati,2012. Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Dalam
Millenium Development Goals (MDGs). Yogyakarta : Nuha Medika.
• Baratawidjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris. 2012. Imunologi Dasar
Ed. 10. Jakarta: FKUI.
• Boediana Kresno, Siti. 2010. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur
Laboratorium. Jakarta. FKUI.
• Dorland, W. A. 2015. Kamus Kedokteran Dorland. Singapore: Elsivier.
• Hidayat, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba
Medika.
• Janti, Sudiono. 2014. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: Penerbit EGC.
• Kurniasih, dkk, 2006. Panduan Imunisasi. Jakarta : PT Gramedia.
• Markum AH,2001. Imunisasi. Edisi Kedua.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
• Ranuh, I.G.N. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi kelima.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
• Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Ed. 8.
Jakarta: Penerbit EGC.
• TIM IDAI. 2014. Pedoman Imunisasi Di Indonesia Edisi Kelima. Jakarta
• Wahab A S. 2002.Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun. Jakarta: Widya
Medika.

55

Anda mungkin juga menyukai