MODUL I
Tutor:
Sabrina 2017730103
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun
laporan ini untuk memenuhi dan melengkapi salah satu kewajiban kami dalam Blok
Imunologi. Dalam laporan ini kami membahas mengenai Modul I yaitu imunologi
dasar.
Penyusun
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi.........................................................................................................…... ii
BAB I .................................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................... 2
II.1 Skenario................................................................................................ 2
II.4 Pertanyaan........................................................................................... 2
III.1 Kesimpulan........................................................................................... 54
III.2 Saran.................................................................................................... 54
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Skenario
Seorang ibu berusia 20 tahun membawa bayi laki-lakinya yang berusia 4 bulan
ke puskesmas. Ibu tersebut ingin berkonsultasi dengan dokter apakah bayinya
perlu imunisasi atau tidak. Ibu ingin mendapatkan penjelasan mengenai
manfaat imunisasi dan bagaimana imunisasi dapat melindungi bayinya dari
penyakit.
II.4 Pertanyaan
1. Apa definisi dari sistem imun?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi imunitas?
3. Jelaskan mengenai respons imun non spesifik dan spesifik!
4. Jelaskan konsep antibodi-antigen pada respons imun!
5. Jelaskan respons imun terhadap infeksi (parasit, virus, jamur, dan
bakteri)!
6. Jelaskan perbedaan self dan non-self!
7. Jelaskan mengenai imunisasi!
8. Jelaskan peranan sitokin, komplemen, MHC, interferon, dan TNF dalam
sistem imun!
2
II.6 Hasil Sintesis Informasi
• Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi
pertahanan-pertahanan dari tubuh. Interaksi antara sel-sel imun
dipengaruhi oleh variabilitas genetik setiap manusia memiliki perbedaan
dalam kerentanan terhadap suatu penyakit, faktor genetik dalam respons
imun dapat berperan melalui gen yang berbeda pada kompleks MHC (
Major Histocompatibility Complex ) & non MHC.
• Umur
Sistem imun akan terbentuk sempurna sejalan dengan berjalannya
usia. Biasanya diusia dewasa sistem imun sudah berkembang sempurna
namun kembali menurun diusia tua. Itu sebabnya anak-anak dan orang tua
mudah terkena penyakit. Perkembangan sistem imun seseorang dimulai
sejak kandungan, efektifitasnya dimulai dari keadaan lemah dan meningkat
seiring bertambahnya umur infeksi sering terjadi dan lebih berat pada anak
3
usia balita. Hal ini disebabkan karena sistem imun yang belum matang.
Pada usia muda sistem imun yang matang akan membentuk kekebalan
alami maupun yang didapat, kekebalan alami terdiri dari struktur
pertahanan tubuh. Yang mencegah & meminimalkan infeksi, penurunan
fungsi berbagai sistem organ berkaitan dengan pertambahan usia juga
turut menimbulkan gangguan imunitas.
• Metabolik
Hormon tertentu dapat mempengaruhi sistem imun tubuh, misalnya
pada keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan mengakibatkan
menurunnya sistem daya tahan tubuh terhadap infeksi, seperti orang-orang
yang mendapat pengobatan sediaan steroid, sangat mudah terkena
infeksi, bakteri maupun virus. Steroid tersebut dapat menghambat
fagositosis, produksi antibodi, dan menghambat proses radang yang
termasuk golongan hormon steroid, yaitu: hormon androgen, estrogen, dan
progesterone yang merupakan faktor pengubah respons imun.
• Lingkungan
Lingkungan juga merupakan faktor yang mempengaruhi sistem
imun. Lingkungan yang tidak sehat akan mempengaruhi kesehatan tubuh.
Biokimia Humoral
4
tubuh yang rusak, tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu dan sudah ada
sejak lahir.
1. Pertahanan fisik
Kulit, selaput lendir, silia, batuk, bersin merupakan garis pertahanan
pertama terhadap infeksi.
Contoh: kulit memberikan pertahanan secara fisik dan kimia sehingga tidak
semua virus dapat mudah menembus kulit. Kebanyakan bakteri gagal
bertahan hidup lama di kulit karena pengaruh hambatan langsung asam
laktat dan asam lemak dalam keringat. Berbagai pertahanan fisik
melindungi permukaan mukosa, misalnya lisozim suatu enzim yang ada di
berbagai sekresi mampu memecah peptidoglikan yang melekat di dinding
sel. Selaput lendir. Adanya perlindungan dari selaput lendir dengan
mengeluarkan mukus, mukus yang disekresi akan memblok bakteri dan
virus di sel epitel, mikroba dan partikel lain akan terperangkap di dalam
mukus dan dibuang secara mekanis oleh silia, batuk, bersin.
2. Larut
• Biokimia
Lisosim di dalam keringat, ludah, air mata, dan ASI dapat
melindungi tubuh dari berbagai kuman positif. Pada ASI juga
mengandung laktooksidase dan asam neuraminic yang mempunyai sifat
antibacterial terhadap E. coli dan stafilokokus.
• Humoral
Sistem imun non spesifik menggunakan berbagai molekul larut.
Molekul larut tersebut diproduksi ditempat infeksi atau cedera dan
berbagai fungsi local, molekul tersebut antara lain peptide antimikroba,
seperti defensin, katelisidin, dan IFN dengan efek antiviral. Factor larut
lainnya diproduksi ditempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan
sasaran seperti komplemen dan PFA.
✓ Komplemen
✓ Protein fase akut
✓ Mediator asal fofolipid
5
3. Seluler
Fagosit, sel NK, dan sel mast berperan dalam system imun nonspesifik,
sel tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan.
Contoh: suatu organisme yang berhasil menembus permukaan epitel akan
ditemui oleh sel fagosit yang tersebar disepanjang tempat masuknya
organisme. Fagosit dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
1) Mononuclear yang aktif terhadap bakteri
2) Polimorfonuklear yang memberikan pertahanan utama terhadap infeksi
bakteri
Fagosit melekat pada mikroba melalui beberapa mekanisme pengenalan
primitive, selanjutnya fagosit menelan da nmembunuh mikroba tersebut
dengan pembentukan enzim litik dan radikal yang mematikan.
6
a. Sistem Imun Spesifik Humoral
Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit
B atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipotent. Pada unggas
sel asal tersebut berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut
Bursa Fabricius yang letaknya dekat kloaka. Bila sel B dirangsang benda
asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat
ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah mempertahankan
tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan netralisasi toksin.
2. Sel Ts (T supresor)
Sel Ts menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B. Menurut
fungsinya, sel Ts dapat dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen
tertentu dan sel Ts non-spesifik.
7
4. Sel Tc (cytotoxic)
Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel
alogenik, sel sasaran yang mengandung virus dan sel kanker. Sel Th
dan Ts disebut juga sel T regulator sedang sel T dan sel Tc disebut sel
efektor. Dalam fungsinya, sel Tc memerlukan rangsangan dari sel Th1.
5. Sel K
Sel K atau ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) adalah
sel yang tergolong dalam sistem imun non-spesifik tetapi dalam
kerjanya memerlukan bantuan immunoglobulin (molekul dari sistem
imun spesifik).
Antigen
Antibodi
8
a. IgG
IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan
berat molekul 160.000. Kadarnya dalam serum yang sekitar 13 mg/ml
merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam berbagai
cairan lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG
dapat menembus plasenta dan masuk ke fetus dan berperan pada
imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan
komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan
reaksi inflamasi. IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena
monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG yang
dapat memperberat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran.
Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada
permukaan fagosit. IgG mempunyai 4 subkelas yaitu Ig1, Ig2, Ig3, dan
Ig4. Ig4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil.
b. IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi
kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran
kemih, air mata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA
sekretori (s IgA). Baik IgA dalam serum maupun dalam sekret dapat
menetralisasi toksin atau virus dan atau mencegah kontak antara
toksin/virus dengan alat sasaran. Sekretori IgA diproduksi lebih dulu
dari pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta.
c. IgM
IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig
terbesar. Molekul-molekul tersebut diikat rantai Y pada fraksi Fc.
Kebanyakan sel B mempunyai IgM pada permukaannya sebagai
reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada respon imun primer
tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM yang tinggi
merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari
kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak menembus plasentsa. Fetus
umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B-nya
dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela,
toksoplasmosis, dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar
IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah
seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM.
IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan
fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap butir antigen. IgM
juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan
kuat dan tidak menembus plasenta.
9
d. IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah.
IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap
antigen berbagai makanan dan auto-antigen seperti komponen
nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan bersama IgM pada permukaan sel
B sebagai reseptor antigen.
e. IgE
IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit.
IgE mudah diikat mastosit, basofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit
yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE.
IgE dibentuk juga setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir
saluran napas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada
alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis.
Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit.
IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.
A. Antigen
Pengertian Antigen
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan
dapat bereaksi dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain
imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan hapten
adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun atas
epitop dan paratop. Epitop atau determinan adalah bagian dari antigen
yang dapat mengenal atau menginduksi pembentukan antibodi,
sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop.
10
1. Jenis antigen secara fungsional:
• Imunogen
Molekul besar dari sebuah antigen yang bersifat sebagai molekul
pembawa karena membawa molekul kecil (hapten) dari suatu
antigen. Imunogen ini dapat dikenal oleh antibodi dan memacu
pembentukan antibodi (imunogenik).
• Hapten
Molekul kecil yang mempunyai kandungan antigenik (molekul
karier) yang diikat oleh molekul besar (imunogen). Namun
hapten ini tidak dapat memacu produksi antibodi jika tidak
berikatan dengan molekul besar sehingga disebut sebagai
molekul non-imunogenik.
11
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan
terangsang dan memunculkan suatu respon asal yang disebut sebagai
respon imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk
memperbanyak limfosit dan membentuk ingatan imunologik berupa sel-sel
limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Jika antigen yang sama
memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh berupa
respon imun sekunder. respon ini muncul lebih cepat, lebih kuat dan
berlangsung lebih lama daripada respon imun primer.
B. Antibodi
Pengertian Antibodi
Fungsi Antibodi
12
Struktur Antibodi
Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas 230
asam amino serta 5 jenis rantai berat tergantung dari kelima jenis Ig, rantai
berat terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga berat dan panjang rantai
tersebut adalah 2 kali rantai ringan.
Macam-macam Imunoglobulin
13
1. Imunoglobulin G
2. Imunoglobulin A
Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam saluran pernapasan,
pencernaan, kemih, air mata, keringat, ludah, dan air susu. Fungsinya
menetralkan toksin dan virus, mencegah kontak antara toksin atau
virus dengan sel sasaran dan menggumpalkan atau menganggu gerak
kuman yang memudahkan fagositosis.
3. Imunoglobulin M
Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh
akibat rangsangan antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya
mencegah gerakan mikroorganisme antigen memudahkan fagositosis
dan aglutinasi kuat terhadap antigen.
4. Imunoglobulin E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit,
basofil dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus alergi, infeksi cacaing,
skistosomiasis, trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti
cacing.
5. Imunoglobulin D
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat meningkat
komplemen. Mempunyai aktifitas antibodi terhadap makanan dan
autoantigen.
14
15
Reaksi Antigen-Antibodi
16
1. Presiptasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan larut dalam cairan
garam fisiologik.
2. Aglutinasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan tidak larut atau
partikel-partikel kecil.
3 . Netralisasi, terutama pada toksin.
4 . Aktivasi komplemen.
Infeksi Virus
Virus masuk ke dalam sel hospes dengan cara berikatan dengan reseptor
spesifik yang berada pada permukaan sel hospes. Setelah masuk ke dalam
sel, virus menimbulkan kerusakan jaringan dan penyakit serta menginduksi
respons imun hospes dengan berbagai cara. Pada infeksi yang bersifat
sitopatik atau sitolitik. Virus non-sitolitik dapat tetap bersembunyi di dalam sel
hispes sambil melepaskan kuncup-kuncup virus baru. Sel hospes dapat tetap
hidup dan bahkan membelah dan menurunkan sel-sel baru yang telah
terinfeksi.
Infeksi Bakteri
Mekanisme pertahanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada struktur
bakteri dan pada mekanisme patogenesitas bakteri tersebut. Lapisan lipid
ganda (lipid bilayer) tertular bakteri gram regatif rentan terhadap mekanisme
yang dapat melisis membran.
Mekanisme patogenesitas bakteri
1. Toksisitas tanpa invasi.
2. Invasi tanpa toksisitas.
Patogenesitasnya sepenuhnya tergantung pada produksi toksin.
Imunitasnya mungkin cukup hanya dengan antibodi netralisasi terhadap
toksin. Sebaiknya, pada bakteri yang invasif, bakteri itu sendiri juga harus
dibunuh. Kenyataannya, kebanyakan bakteri mempunyai kedua pola
patogenesitas tersebut.
17
Infeksi Parasit
Mekanisme pertahanan terhadap infeksi parasit memerlukan antibodi, sel
T, dan makrofag yang distimulasi sel T. Pada umumnya, respons humoral
penting terhadap organisme yang menginvasialiran darah seperti malaria dan
tripanosomiasis, sedangkan imunitas seluler berperan pada parasit yang
menginvasi jaringan. Seperti leismaniasis dan toksoplasma.
Infeksi Jamur
18
Toleransi Imun
Sistem imun pada dasarnya dipegang oleh dua sel utama, yakni sel limfosit
B (berperan dalam respons humoral) dan sel limfosit T (berperan dalam
respons seluler). Ketidakmampuan kedua sel tersebut dalam memberikan
respons terhadap antigen spesifiknya dikenal dengan
istilah anergy. Lymphocyte anergy (disebut clonal anergy) adalah kegagalan
dari klona sel B ataupun sel T untuk bereaksi terhadap antigen dan menjadi
representasi terhadap mekanisme untuk mempertahankan toleransi imunologi
tubuh sendiri.
19
Proses induksi toleransi (induced tolerance) ini kemudian dijelaskan
dalam dua tipe, yakni toleransi sentral (central tolerance) dan toleransi
peripheral (peripheral tolerance). Toleransi sentral dijelaskan sebagai
toleransi yang timbul selama perkembangan dari sel limfosit, sementara
toleransi peripheral dijelaskan sebagai toleransi yang timbul setelah sel
limfosit meninggalkan organ perkembangan primer (Shetty, 2005). Toleransi
sentral (central tolerance) terjadi pada organ primer/sentral dari
perkembangan sel limfosit, yakni thymus pada sel T dan sumsum tulang pada
20
sel B. Selama perkembangan sel B dan sel T di sumsum tulang dan thymus,
kehadiran antigen yang terdapat pada organ tersebut umumnya hanya berupa
antigen sendiri (self-antigen). Hal ini dikarenakan antigen asing dari
lingkungan luar, tidak akan ditrasport ke dalam timus, melainkan ditangkap
dan ditransportasikan menuju organ limfoid perifer.
Imunisasi
Pengertian Imunisasi
Respon Imun
Sistem imun merupakan jaringan kerja kompleks dan interaksi berbagai sel
tubuh yang pada dasarnya bertujuan untuk mengenal dan membedakan
antigen, serta mengeliminasi antigen yang dianggap asing. Secara garis besar
respon imun dibedakan menjadi respon imun non-spesifik dan respon imun
spesifik (Gambar 2.1). Respon imun non-spesifik tidak ditujukan terhadap
antigen tertentu sedangkan respon imun spesifik ditujukan khusus untuk
struktur antigen tertentu dan tidak dapat bereaksi terhadap struktur antigen
lain.
21
Gambar 2.1 Respon imun innate dan respon imun adaptif
Tujuan Imunisasi
22
Macam-Macam Imunisasi
Jenis Vaksin1
Secara garis besar vaksin dapat dibagi menjadi dua kelompok jenis
vaksin, yaitu vaksin dari mikroba hidup dilemahkan (vaksin hidup) dan vaksin
mikroba yang diinaktivasi (vaksin inaktivasi). Vaksin hidup dibuat dengan
memodifikasi virus atau bakteri patogen di laboratorium. Vaksin inaktivasi
dapat berupa virus atau bakteri utuh (whole cell) atau fraksi patogen, atau
gabungan keduanya.
Vaksin hidup bersifat labil dan mudah rusak oleh paparan suhu panas
dan cahaya, sehingga harus dibawa dan disimpan dengan cara aman dari
penyebab kerusakan tersebut. Virus atau bakteri dalam vaksin hidup
diharapkan dapat bereplikasi dalam tubuh penerima vaksin sehingga cukup
diberikan dalam dosis relatif kecil. Contoh vaksin hidup misalnya vaksin
campak, gondongan, rubela, vaksinia, varisela, demam kuning, polio (oral),
dan BCG.
23
Vaksin inaktif tidak mengandung mikroba hidup, tidak bereplikasi, dan
tidak berpotensi menimbulkan penyakit. Vaksin inaktif diberikan melalui
suntikan, selalu dengan dosis multipel, dan umumnya tidak dipengaruhi oleh
antibodi sirkulasi. Vaksin inaktif juga memerlukan penguatan (booster) karena
antibodi yang terbentuk akan menurun seiring dengan perjalanan waktu.
Respon imun yang terbentuk sebagian besar bersifat humoral dan hanya
sedikit merangsang respon imun seluler. Contoh vaksin inaktif sel utuh : vaksin
influenza, rabies, hepatitis A, polio (suntikan), pertusis, kolera. Vaksin inaktif
fraksional dan subunit misalnya vaksin hepatitis B, influenza, pertusis aselular,
toksoid (difteri, tetanus).
Selain kedua jenis vaksin tadi, dikenal pula vaksin rekombinan yang
dibentuk dengan rekayasa genetik. Contohnya : vaksin hepatitis B
rekombinan, vaksin tifoid Ty21a, dan vaksin influenza LAIV.
24
A. Imunisasi Pada Anak
25
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Hal tersebut penting
untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K.
Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan HBIg
pada ekstremitas yang berbeda, untuk mencegah infeksi perinatal
yang beresiko tinggi untuk terjadinya hepatitis B kronik. Vaksinasi
hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B
monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi lahir atau saat dipulangkan harus
diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-
2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin polio oral (OPV)
atau inaktivasi (IPV), namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu
dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
optimal diberikan pada umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur
3 bulan, perlu dilakukan uji antibodi.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6
minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DtaP atau kombinasi
dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang
diberikan harus vaksin Td, di booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Imunisasi campak menurut Permenkes No.42 tahun
2013, diberikan 3 kali pada umur 9 bulan, 2 tahun, dan pada SD kelas
1 (program BIAS). Untuk anak yang telah mendapat imunisasi MMR
umur 15 bulan, imunisasi campak umur 2 tahun tidak diperlukan.
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12
bulan, PCV diberikan 3 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih
dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis booster 1 kali pada
umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin
rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis
I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval
minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24
minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14
minggu, interval dosis ke-2, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang
dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12
bulan, namun terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila
diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval
minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6
bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary
immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali
dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 – <36 bulan, dosis
0,25 mL.
26
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan
mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan
interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV antibodi dengan interval 0, 2, 6
bulan.
a) BCG
27
visual. Jika tampak benda asing maka vaksin harus dibuang.
Gunakan syringe dan jarum steril untuk setiap penyuntikan.
Vaksin BCG sensitif terhadap sinar ultraviolet, maka harus
dilindungi dari sinar matahari.
• Penyimpanan: Jika setelah dilarutkan tidak segera digunakan
maka disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C, selama
maksimal 3 jam.
• Dosis: 0.05 Ml
• Pemberian: Intrakutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio m. deltoideussesuai anjuran WHO, tidak di tempat lain
(misalnya bokong atau paha). Hal ini mengingat penyuntikan
secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah dilakukan
(jaringan lemak subkutis tipis), ulkus yang terbentuk tidak
mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan di daerah
gluteal lateral atau paha anterior), dan sebagai tanda baku untuk
keperluan diagnosis apabila diperlukan.
• Imunisasi ulang: tidak dianjurkan.
• Masa kadaluarsa: satu tahun setelah tanggal pengeluaran
(dapat dilihat pada label).
• Reaksi imunisasi: biasanya tidak demam.
• Efek samping: Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG
adalah wajar. Suatu pembengkakan kecil, merah, lembut
biasanya timbul pada daerah bekas suntikan, yang kemudian
berubah menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi sebuah
ulkus dalam waktu 2 - 4 minggu. Reaksi ini biasanya hilang
dalam 2 – 5 bulan, dan umumnya pada anak-anak akan
meninggalkan bekas berupa jaringan parut dengan diameter 2 –
10 mm. Jarang sekali nodus dan ulkus tetap bertahan. Kadang-
kadang pembesaran kelenjar getah bening pada daerah ketiak
dapat timbul 2 – 4 bulan setelah imunisasi. Sangat jarang sekali
pembesaran kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif.
Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan
jaringan parut.
• Indikasi kontra: tidak ada larangan, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit
kulit berat/menahun. Juga kontra indikasi pada defisiensi sistem
kekebalan, individu yang terinfeksi HIV asimtomatis maupun
simtomatis tidak boleh menerima vaksinasi BCG.
• Jadwal: Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan,
optimal diberikan pada umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah
umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Apabila uji
tuberculin tidak memungkinkan, BCG dapat diberikan namun
perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi
28
lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu
tindakan lebih lanjut (tanda diagnostik tuberkulosis).
b) Hepatitis B
• Deskripsi: Vaksin inaktif, vaksin hepatitis B rekombinan.
Vaksin Hepatitis B rekombinan mengandung antigen virus
Hepatitis B, HBsAg, yang tidak menginfeksi yang dihasilkan dari
biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA. Vaksin
Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril
berwarna keputihan dalam prefill injection device, yang
dikemas dalam aluminum foil pouch, and vial.
29
• Reaksi imunisasi: Nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin
disertai rasa panas atau pembengkakan akan menghilang dalam
2 hari.
• Kemasan: HepB-0 monovalen (dalam kemasan uniject), vaksin
kombinasi DTP/HepB, vaksin pentavalen DTP/HepB/Hib. Vaksin
Hepatitis B rekombinan dapat disimpan sampai 26 bulan
setelah tanggal produksi pada suhu antara +2°C s/d +8°C.
Jangan dibekukan.
• Efek samping: Reaksi lokal yang umumnya sering dilaporkan
adalah rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya berkurang dalam 2 hari setelah vaksinasi. Keluhan
sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa
lelah belum dapat dibuktikan karena pemberian vaksin.
• Indikasi kontra: Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
Vaksin Hepatitis B Rekombinan sebaiknya tidak diberikan
pada orang yang terinfeksi demam berat.
Adanya infeksi trivial bukan sebagai kontra indikasi
• Imunisasi ulang: Pada usia 5 tahun tidak diperlukan. Dapat
dipertimbangkan pada usia 10-12 tahun apabila kadar
pencegahan belum tercapai (anti HBs < 10 µg/mL).
• Jadwal: Diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah
lahir (HepB-1). Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan dari
imunisasi HepB-1 yaitu saat usia 1 bulan. Untuk mendapat
respon imun optimal, interval imunisasi HepB-2 dengan HepB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi HepB-3
diberikan pada umur 3-6 bulan (Tabel 1).
30
Ket: *untuk jadwal alternatif 2 dan 3 direkomendasikan untuk
melakukan booster (vaksinasi ulangan) satu tahun kemudian.
c) Polio
• Jenis vaksin: (1) OPV (oral polio vaccine), adalah vaksin
trivalen merupakan cairan berwarna kuning kemerahan dikemas
dalam vial gelas yang mengandung suspensi dari tipe 1,2,
dan 3 virus Polio hidup (strain Sabin) yang telah dilemahkan.
Vaksin Polio Oral ini merupakan suspensi “drops”
untuk diteteskan melalui droper (secara oral). (2) IPV
(inactivated polio vaccine), virus inaktif (salk), injeksi.
31
Gambar 2.6 Vaksin OPV Trivalen dan droper
32
Penderita leukemia dan disgammaglobulinemia.
33
• Indikasi: Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus dan pertusis (batuk rejan) secara simultan pada bayi dan
anak-anak.
• Dosis: 0,5mL diberikan secara intramuskular, baik untuk
imunisasi dasar maupun ulangan.
• Penyimpanan: lemari es, suhu 2-8º C, tidak boleh dibekukan.
• Kemasan: Vial 5 ml, dapat diberikan secara kombinasi dengan
vaksin lain sebagai vaksin tetravalent yaitu DTwP/HepB,
DTaP/Hib, DTwp/Hib, DTaP/IPV, atau vaksin pentavalen
DTP/HepB/Hib, DTaP/Hib/IPV sesuai jadwal (Gambar 2.8).
34
• Indikasi kontra: Anak yang sakit parah, anak yang menderita
penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita
batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan.
Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan
kotraindikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan
dokter. Dosis kedua DTP jangan diberikan pada individu yang
mengalami reaksi anafilaktik terhadap dosis sebelumnya atau
terhadap komponen vaksin, hipersensitif terhadap komponen
vaksin. Pada anak-anak yang menderita kelainan saraf, mudah
mendapat kejang, asma dan eksim. Individu yang terinfeksi HIV
asimtomatis maupun simtomatis, harus divaksinasi DTP menurut
jadwal yang telah ditetapkan. Jangan diberikan pada anak-anak
usia diatas 5 tahun.
• Jadwal: Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
(DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan
interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-
1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan, dan
DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan booster DTP-4 diberikan satu
tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan (pada usia 18
bulan sesuai ketentuan WHO) dan DTP-5 pada saat masuk
sekolah umur 5 tahun. Vaksinasi penguat Td diberikan 2 kali
sesuai program BIAS (SD kelas 2 dan 3).
e) Campak
35
• Komposisi: Tiap dosis (0,5 mL) vaksin yang sudah dilarutkan
mengandung zat aktif: virus campak strain CAM 70 tidak kurang
dari 1.000 CCID50 (Cell Culture Infective Dose 50). Zat tambahan:
kanamisin sulfat tidak lebih dari 100 mcg dan eritromisin tidak lebih
dari 30 mcg. Pelarut mengandung: air untuk injeksi.
• Indikasi: Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap penyakit
campak.
• Penyimpanan: Vaksin campak beku kering disimpan pada suhu
antara +2°C s/d +8°C. Vial vaksin dan pelarut harus dikirim
bersamaan, tetapi pelarut tidak boleh dibekukan dan disimpan
pada suhu kamar. Vaksin harus terlindung dari cahaya. Waktu
kadaluarsa 2 tahun. Vaksin campak yang sudah dilarutkan,
sebaiknya digunakan segera, paling lambat 6 jam setelah
dilarutkan, apabila masih bersisa maka harus dimusnahkan.
• Dosis: setelah dilarutkan, diberikan dalam satu dosis 0.5 mL
secara subkutan dalam.
• Kemasan: vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan,
beserta pelarut 5 ml (aquadest). Kemasan untuk program
imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada
vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin
gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.
• Reaksi imunisasi: biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi
demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada
tempat penyuntikan.
• Efek samping: Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan
dan bengkak pada lokasi suntikan, yang terjadi 24 jam setelah
vaksinasi. Pada 5-15 % kasus terjadi demam (selama 1-2 hari),
biasanya 8-10 hari setelah vaksinasi. Pada 2 % terjadi kasus
kemerahan (selama 2 hari), biasanya 7-10 hari setelah vaksinasi.
Kasus ensefalitis pernah dilaporkan terjadi (perbandingan
1/1.000.000 dosis), kejang demam (perbandingan 1/3000 dosis).
• Kontra Indikasi: Terdapat beberapa kontraindikasi pada
pemberian vaksin campak. Hal ini sangat penting, khususnya
untuk imunisasi pada anak penderita malnutrisi. Vaksin ini
sebaiknya tidak diberikan bagi; orang yang alergi terhadap dosis
vaksin campak sebelumnya, wanita hamil karena efek vaksin
campak terhadap janin belum diketahui; orang yang alergi berat
terhadap kanamisin dan eritromisin, anak dengan infeksi akut
disertai demam, anak dengan defisiensi sistem kekebalan, anak
dengan pengobatan intensif yang bersifat imunosupresif, anak
yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap protein telur.
• Jadwal: Usia 9 bulan, 24 bulan, dan 6 tahun (SD kelas 1 dalam
program BIAS). Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia
36
15-18 bulan dan ulangan umur 6 tahun; ulangan campak SD kelas
1 tidak diperlukan.
37
Papilloma Virus) adalah penyebab kanker serviks. Secara ideal, vaksin
kanker serviks diberikan sedini mungkin, sebelum pernah melakukan
hubungan seksual, pada usia 10-14 tahun. Vaksin ini berfokus pada
HPV tipe 16 dan tipe 18 sebagai penyebab utama kanker serviks.
5. Wisatawan--jemaah haji --> Hepatitis A, Tifoid, Meningitis
Meningitis (radang selaput otak) disebabkan oleh bakteri Neisseria
Meningokokus dan biasa menular melalui udara. Orang Afrika kerap
menderita penyakit ini. Untuk itu, jemaah haji Indonesia divaksin tiga
pekan sebelum keberangkatan. Vaksin diberikan dalam bentuk
suntikan, dan bertahan di tubuh selama 2-3 tahun.
2. Hepatitis B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota
family Hepadnavirus. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati
akut atau menahun, yang pada sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis
hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum
hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan
Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai
negara Asia.
Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan
obat dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon
tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain
38
yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa
menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup
atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam darah
adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke
dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan
racun-racun lain.
3. Influenza
Penyakit influenza disebabkan virus influenza. Influenza mudah
menular dan menyerang saluran pernapasan. Penularan virus influenza
terjadi melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin. Virus
influenza sangat menular bahkan sejak 1–2 hari sebelum
gejala influenza muncul, itulah sebabnya penyebaran virus influenza
sulit dihentikan.
Berlawanan dengan pendapat umum, influenza bukan batuk–pilek
biasa yang tidak berbahaya. Gejala utama influenza adalah: demam,
sakit kepala, sakit otot di seluruh badan, pilek, sakit tenggorokan, batuk
dan badan lemah. Umumnya penderita influenza tidak dapat
bekerja/bersekolah selama beberapa hari.
Di negara empat musim, setiap tahun pada musim dingin terjadi
ledakan influenza yang banyak menimbulkan komplikasi dan kematian
pada orang-orang beresiko tinggi: usia lanjut (>60 tahun), anak–anak
penderita asma, penderita penyakit kronis (paru, jantung, ginjal,
diabetes), dan penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
4. Meningitis
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat.
Penyakit meningitis dapat disebabkan mikroorganisme, luka fisik,
kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius
karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan mikroorganisme, seperti
virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dari darah ke cairan
otak.
Pencegahan meningitis paling efektif adalah dengan imunisasi
(vaksinasi) meningitis. Vaksinasi meningitis paling efektif dan aman dan
dapat memberikan perlindungan selama tiga tahun terhadap serangan
penyakit meningitis. Vaksin meningitis dianjurkan bagi orang lanjut usia
dan penderita penyakit kronis seperti asma, paru-paru kronis, jantung,
diabetes, ginjal, gangguan sistem imunitas tubuh,dan kelainan darah.
39
Pneumonia juga dapat disebabkan iritasi zat-zat kimia atau cedera fisik
pada paru-paru, atau sebagai akibat penyakit lainnya, seperti kanker
paru atau berlebihan minum alkohol.
Gejala pneumonia termasuk batuk, sakit dada, demam, dan
kesulitan bernapas Diagnosa pneumonia termasuk sinar-X dan
pemeriksaan dahak. Perawatan tergantung penyebab pneumonia;
pneumonia yang disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotika.
Pneumonia umum terjadi di seluruh kelompok umur, dan
merupakan penyebab utama kematian orang lanjut usia dan penderita
penyakit kronis (menahun). Pencegahan pneumonia adalah dengan
vaksin pneumonia. Vaksin pneumonia dianjurkan untuk anak berusia
lebih dari 2 tahun dan orang lanjut usia.
6. Tetanus
Penyakit tetanus berbahaya karena mempengaruhi sistem urat
saraf dan otot. Gejala tetanus diawali dengan kejang otot rahang
(trismus atau kejang mulut), pembengkakan, rasa sakit dan kejang di
otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang segera merambat ke
otot perut, lengan atas dan paha.
Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang
memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area
sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang
belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang
mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong,
terbakar, narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke
dalam kulit) maupun frostbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri
tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka
sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak.
7. Thypus
Typhus atau demam tifoid atau typhoid disebabkan bakteri
Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi.
Bakteri typhus ditemukan di seluruh dunia, dan ditularkan melalui
makanan dan minuman yang telah tercemar tinja penderita typhus.
Bakteri typhus juga ditularkan melalui gigitan kutu yang membawa
bakteri penyebab typhus.
Jenis-Jenis Imunisasi.
40
Vaccine (OPV) bertujuan memberi kekebalan dari penyakit poliomelitis.
Imunisasi dapat di berikan empat kali dengan 4-6 minggu.
a. Tuberkulosis
b. Difteri
c. Pertusis
d. Tetanus
41
ini hanya diperoleh dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap, imunisasi
yang diberikan tidak hanya DPT pada anak, tetapi juga TT pada calon
pengantin.
e. Poliomyelitis
f. Campak
g. Hepatitis B
Macam-Macam Imunisasi
1. BCG
• Gunanya: memberikan kekebalan terhadap penyakit tuberkulosis
(TBC). Kekebalan yang diperoleh anak tidak mutlak 100%, jadi
kemungkinan anak akan menderita penyakit TBC ringan, akan
tetapi terhindar dari TBC berat-ringan.
• Tempat penyuntikan: pada lengan kanan atas.
• Kontra indikasi: anak yang sakit kulit atau infeksi kulit ditempat
penyuntikan dan anak yang telah menderita penyakit TBC.
42
• Efek samping:
Reaksi normal
✓ Setelah 2-3 minggu pada tempat penyuntikan akan terjadi
pembengkakan kecil berwarna merah kemudian akan menjadi
luka dengan diameter 10 mm.
✓ Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu agar tidak memberikan
apapun pada luka tersebut dan diberikan atau bila ditutup
dengan menggunakan kain kasa kering dan bersih.
✓ Luka tersebut akan sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan
parut (scar) dengan diameter 5-7 mm.
Reaksi berat
Reaksi Umum
3. Hepatitis B
• Gunanya: memberi kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis.
• Tempat penyuntikan: Di paha bagian luar
• Kontra indikasi: tidak ada.
• Efek samping: Pada umumnya tidak ada.
43
4. Polio
• Gunanya: memberikan kekebalan terhadap penyakit polio nyelitis.
• Cara pemberian: Diteteskan langsung ke dalam mulut 2 tetes.
• Kontra indikasi: Anak menderita diare berat dan anak sakit panas.
• Efek samping: Reaksi yang timbul biasanya hampir tidak ada,
kalaupun ada hanya berak-berak ringan. Efek samping hampir tidak
ada, bila ada hanya berupa kelumpuhan pada anggota gerak dan
tertular kasus polio orang dewasa. Kekebalan yang diperoleh dari
vaksinasi polio adalah 45-100%.
5. Campak
• Gunakan: memberi kekebalan terhadap penyakit campak.
• Tempat penyuntikan: Pada lengan kiri atas.
• Kontra indikasi: Panas lebih dari 38ºC, anak yang sakit parah,
anak yang menderita TBC tanpa pengobatan, anak yang defisiensi
gizi dalam derajat berat, dan riwayat kejang demam.
• Efek samping: Panas lebih dari 38ºC, kejang yang ringan dan tidak
berbahaya pada hari ke 10-12, dan dapat terjadi radang otak dalam
30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi.
1. Imunisasi rutin
2. Imunisasi Tambahan
44
b. Crash program adalah kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang
memerlukan intervensi cepat karena masalah kasus, seperti: angka
kematian bayi tinggi, infrastruktur (tenaga, sarana dana) kurang,
untuk memberikan kekebalan pada kelompok sasaran yang belum
mendapatkan pada saat imunisasi rutin.
c. Imunisasi dalam penanganan KLB ( outbreak respon) adalah
pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologi penyakit
d. Kegiatan-kegiatan imunisasi misal untuk antigen tertentu dalam
wilayah yang luas dan waktu tertentu, dalam rangka pemutusan
mata rantai penyakit. antara lain :
1. Pekan imunisasi
Merupakan suatu upaya untuk mempercepat pemutusan
siklus kehidupan virus polioimportasi dengan cara memberikan
vaksin polio kepada setiap balita termaksud bayi baru
lahirtanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi dilakukan 2kali, masing-masing 2 tetes
dengan selang waktu 1 bulan.
2. Sub PIN
Merupakan suatu upaya untuk memutus rantai penularan
polio bila di temukan satu kasus polio dalam wilayah
terbatas (kabupaten ) dengan pemberian 2 kali imunisasi polio
dalam interval waktu satu bulan secara serentak pada seluruh
sasaran berumur kurang dari satu tahun
3. Catch up campaign campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi
penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Ini
dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara
serentak pada anak SD tanpa pertimbangan kasus imunisasi
sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada saat cacth up
campaign campak disamping untuk memutus transmisi, juga
berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan ( dosis ke 2 ).
Penyakit campak merupakan salah satu penyebab
kematian utama pada anak. Penyakit ini sangat potensial
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), bahkan penderita
dengan gizi buruk akan memicu terjadinya kematian. Kematian
campak di dunia yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak
777.000. dari jumlah itu, 202.000 diantaranya berasal dari
Negara ASEAN, serta 15% kematian campak tersebut berasal
dari Indonesia.
Untuk menurunkan angka kematian akibat campak di
Indonesia, selam pembangunan Indonesia sehat 2010,
dilaksanakan kampanye imunisasi campak berupa CRASH
PROGRAM CAMPAK dengan sasaran balita usia 6-59 bulan
dan catch up campaign campak dengan sasaran anak SD kelas
I-VI.
45
Faktor yang berkaitan dengan Pengetahuan Ibu
terhadap Imunisasi Dasar Lengkap.
1. Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
semakin bertambah usia ibu maka tingkat pengetahuan semakin tinggi.
2. Pendidikan
3. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah di lahirkan baik lahir hidup
maupun lahir mati. Paritas wanita akan sangat berpengaruh terhadap
kesehatan wanita, karena semakin tinggi paritas ibu maka akan semakin
meningkat pengetahuan ibu.
46
untuk urusan penyakit di atas kekebalan anak tersebut sama halnya
dengan kekebalan anak yang tidak di imunisasi.
47
Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi ke dalam vaksin yang
di masukan ke dalam tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme
menyerang tubuh dengan cara membentuk antibodi kemudian akan
membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang
menyerang.
• Saat ini vaksin yang tersedia biasanya ditujukan untuk sebagian kecil
mikroorganisme, terutama yang berukuran kecil. Meskipun banyak kasus
vaksin yang berhasil dalam mengatasi virus dan bakteri, beberapa
diantaranya tidak mencegah terjadinya infeksi karena pengaruhnya lebih
kepada efek toksik infeksi.
• Organisme dengan kelengkapan genom genetik yang besar lebih mampu
untuk menghadapi respons imun tubuh dari pejamu, namun organisme
yang lebih kecil tidak memiliki kelengkapan genom yang serupa.
• Organisme yang lebih kecil ini harus menjalankan strategi lain agar dapat
bertahan dari respons imun tubuh, salah satu caranya adalah dengan pola
antigenik rapid change.
• Beberapa mikroorganisme yang menggunakan mekanisme rapid change :
virus influenza, HIV, hepatitis C.
• Semakin mirip sifat antigen virus dengan struktur antigenik mikroba
penyebab penyakit maka sifat imunogenik dan efektivitas perlindungan
vaksin makin baik. Tetapi semakin tinggi kemiripan tersebut semakin kuat
pula reaksi imun tubuh terhadap vaksin.
• Reaksi terhadap vaksin, dapat timbul sedemikian kuatnya sehingga
menyamai respons imun yang terjadi pada infeksi alamiah. Nantinya
mediator-mediator, sitokin, dll akan menimbulkan inflamasi sistemik serta
gangguan fisiologis dan perubahan anatomis jaringan tubuh
• Dalam membuat vaksin harus diperhatikan karakteristik dari
mikroorganismenya dan memperhatikan reaktogenik vaksin tersebut.
Karena dalam membuat vaksin kita harus mengetahui bagaimana respons
imun yang akan terjadi pada tubuh. Untuk mengurangi sifat reaktigenik
vaksin harus mengurangi struktur antigenik dari mikroba tersebut.
48
Manfaat imunisasi
• Sitokin
Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respons
terhadap mikroba dan antigen lain yang memperantarai dan mengatur aksi
imunologik dan reaksi inflamasi.
Sitokinin ini berperan pada sistem imun spesifik dan non-spesifik,
yaitu
49
• Sitokin pada Sistem Imun Non-Spesifik
50
• Peran Sistem Komplemen pada Sistem Imun
Sistem Komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang
bekerja secara non-spesifik sebagai respons terhdap invasi organisme.
❖ Pembentukan MAC
• Protein-protein komplemen aktif C5, C6, C7, C8, dan sejumlah C9
beragregasi membetuk saluran mirip-pori di membran plasma sel
sasaran. Kebocoran yang dihasilkannya berujung pada destruksi sel
• MAC ini juga menyebabkan cairan sitoplasma sel bakteri keluar dan
air masuk ke dalam sel mengakibatkan sel lisis dan mati.
❖ Memperkuat Inflamasi
5. Mengaktifkan kinin
51
• TNF (Tumor Necrosis Factor)
Tumor Necrosis Factor (TNF) merupakan mediator utama pada
respons inflamasi akut terhadap bakteri gram negatif, dan berperan dalam
imun bawaan terhadap sebagai mikroorganisme penyebab infeksi yang
lain, serta bertanggung jawab atas banyak komplikasi sistemik yang
disebabkan infeksi berat.
Ada 2 bentuk TNF, yaitu :
• TNF (alfa): Diproduksi oleh berbagai jenis oleh berbagai jenis sel
termasuk makrofag, sel T, B, NK, astrofit dan Kupfer. TNF (alfa) dahulu
dikenal dengan berbagai nama, yaitu cachectin, necrosin, sitotosin
makrofag atau faktor sitotoksik.
• TNF (beta): diproduksi oleh sel T dan B teraktivasi.
• IFN (Interferon)
Ada tiga kelompok interferon, yaitu : IFN-alfa, IFN-beta dan IFN-gamma
52
c. IFN-gamma:
o diproduksi oleh sel Th1 subpopulasi sel T helper CD4+, sel T sitotoksik
(CD8+) dan sel NK. Sel Th1 terlibat eliminasi pathogen yang terletak
intraseluler dalam kompartemenbvasikuler.
o INF-gamma berfungsi dalam imunitas natural dan imunita spesifik
Imunitas natural: IFN-gamma memacu fungsi mikrobisidal makrofag
melalui pembentukan oksida nitrit (NO) dan intermediate oksigen
reaktif (ROI) Imunitas spesifik.
- FN-gamma menstimulasi ekspresi MHC kelas I dan II dan sebagai
molekul kostimulator pada sel APC
- IFN-gamma mempromosi diferensiasi sel T helper naive menjadi sel
Th1
- IFN-gamma mengaktifkan PMN dan sel sitotoksik dan meningkatkan
sitotoksisitas sel NK.
53
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
Sebaiknya dilakukan imunisasi pada anak sejak dini, agar anak dapat
terhindar dari berbagai macam penyakit sepeti polio, difteri, dan lain
sebagainya. Selain itu imunisasi dapat menjadi investasi kesehatan, tidak
mudah terserang atau tertular penyakit. Lebih baik mencegah daripada
mengobati.
54
DAFTAR PUSTAKA
55