Anda di halaman 1dari 3

1.

1 Latar Belakang
Pada akhir 2019, dunia digemparkan dengan munculnya virus baru yaitu virus corona
atau yang biasa dikenal dengan Covid-19. Wabah ini telah menyebar ke seluruh penjuru
dunia dan telah menjadi global pandemic. Penyebaran COVID-19 semakin cepat dalam
hitungan hari sehingga menimbulkan perasaan tertekan dan cemas merupakan respon
umum dari orang- orang yang terkena dampaknya secara langsung maupun tidak (IASC,
2020). Besarnya kecemasan di kalangan mahasiswa selama wabah pandemi COVID-19
dikaitkan dengan sekitar 75% gangguan kesehatan mental yang berkembang sebelum
mencapai usia 24 tahun. Pada suatu titik tertentu kecemasan dapat menyebabkan
terganggunya pola tidur dan meningkatkan angka kejadian insomnia (Yang et al., 2020).
Anxiety and Depression of America menjelaskan bahwa perguruan tinggi adalah
waktu yang menyenangkan. Namun perkuliahan dapat menjadi saat yang menantang dan
membuat stres bagi banyak orang. Masa – masa transisi ini sulit bagi banyak orang untuk
menyesuaikan diri. Maka tidak heran survei oleh American College Health Association,
menemukan bahwa 25.9% dan 31.9% mahasiswa dilaporkan mengalami kecemasan dan
stres. Dampak dari penyebaran virus ini berdampak pada kesehatan mental manusia.
Menurut The American Psychiatric Association (APA), terdapat 62% penduduk Amerika
mengalami kecemasan akibat pandemi COVID-19. 8 Hasil survey oleh Chinese Academy
of Social Sciences banyak orang mengalami emosi negatif termasuk kecemasan di masa
pandemi COVID-19.
Pada penelitian Tumanggor, R. D., & Siregar, Y. S. (2021) didapatkan hasil bahwa
pandemi COVID-19 terbukti memberikan dampak negatif yang dapat mempengaruhi
kualitas tidur mahasiswa karena perubahan yang terjadi dari aktivitas harian, peningkatan
kecemasan, karantina berkepanjangan dan berkurangnya interaksi sosial (Altena et al.,
2020). Tindakan karantina dan isolasi sosial yang berkepanjangan selama masa pandemi
COVID-19 ini menjadi penyebab pada peningkatan masalah tidur seperti insomnia
(Altena et al., 2020).
Salah satu bentuk terapi farmakologi untuk menurunkan kecemasan dan insomia ini
adalah terapi komplementer yaitu dengan aromaterapi. Perawatan berbasis aromaterapi
dapat di buat menggunakan minyak essensial. Banyak jenis aromaterapi yang bisa
digunakan, salah satunya aromaterapi lavender dan rose. Beberapa manfaat dari
aromaterapi lavender antara lain meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Secara fisik
membantu meredakan rasa sakit, sedangkan secara psikologis dapat menenangkan
pikiran, mengurangi ketegangan dan kecemasan, serta memberikan ketenangan. Selain itu
aromaterapi rose juga bersifat menenangkan, dapat menumbuhkan perasaan tenang
(rileks) pada jasmani, pikiran dan rohani, dapat menjauhkan dari perasaan cemas dan
gelisah.
Metode pemberian aromaterapi yang paling sederhana, cepat dan umum adalah
dengan inhalasi (langsung atau oleh difusi) dan aplikasi topikal, terkadang melalui pijat.
Minyak lavender yang diberikan dengan cara inhalasi efektif untuk meningkatkan
perhatian dan mengurangi kecemasan, memberikan relaksasi, dan mengarah pada
pengurangan parameter fisik sistem saraf otonom seperti denyut nadi, laju pernapasan,
dan darah tekanan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kavurmaci tentang
efektivitas aromaterapi dalam mengurangi kecemasan pada mahasiswa keperawatan,
menemukan bahwa pemberian aromaterapi dengan cara inhalasi efektif untuk mengurangi
kecemasan mahasiswa.
Dari penelitian Handayani, N., & Nurlita, D. (2018) disebutkan bahwasanya
penggunaan minyak aromaterapi terbukti dapat memberikan pengaruh pada kualitas tidur.
Saat seseorang menghirup aromaterapi, molekul bau yang dihasilkan berjalan menuju
kereseptor silia saraf olfaktori yang berada di dalam epitel olfaktoris melalui hidung,
kemudian epitel olfaktorius mengirimkan akson melalui saraf olfaktorius ke olfactory
bulb. Olfactory bulb ini berhubungan dengan struktur otak seperti kortek spiriform,
amygdala, entorhinal cortex, striatum dan hippocampus. Aroma bau wangi yang tercium
akan memberikan efek terhadap fisik dan psikologis responden (Buckle, 2015).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwasanya metode pemberian aromaterapi yang
paling sederhana, cepat dan umum adalah dengan inhalasi. Untuk pemanfaatan
aromaterapi secara inhalasi ini biasanya menggunakan sebuah alat yang di kenal dengan
diffuser. Diffuser adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah minyak esensial menjadi
uap wangi atau aromaterapi. Alat ini yang akan menyebarkan aromaterapi tersebut ke
udara, sehingga ia lebih mudah untuk dihirup. Kehadiran alat ini di dalam ruangan dapat
menciptakan suasana yang nyaman, membantu menenangkan pikiran dan mengurangi
stress. Keberadaan diffuser aromaterapi ini di area Universitas Andalas belum ada
ditemukan. Oleh karena itu kelompok ini tertarik untuk memproduksi dan menjualkan
diffuser aromaterapi ini dengan sebuah inovasi yaitu Reed Diffuser Aromatheraphy
dengan nama perusahaan yaitu Ateera.

Anda mungkin juga menyukai