Anda di halaman 1dari 4

Allah yang tak kelihatan dan tak mampu dijangkau oleh manusia, menyapa manusia dalam sejarah

kehidupan manusia dengan cara mewahyukan diri-Nya sebagai Allah menggunakan cara-cara yang dapat
ditangkap oleh manusia.

Dalam surat kepada orang Ibrani 1:1-2, tentang perantara Allah dalam mewahyukan diri-Nya dikatakan:

“Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dengan pelbagi cara berbicara kepada nenek moyang
kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan
perantara Anak-Nya.”

Dalam PL, wahyu dipahami sebagai pernyataan diri Allah melalui Taurat (Yer 31,33; Ul 30,16) dan warta
para nabi (Yer 1,9; Ibr 1,1) serta tanda-tanda alam (Panggilan Musa, Kel 3) .Dalam PB, wahyu dipahami
sebagai pernyataan diri Allah dalam Yesus Kristus (Yoh 14, 8-14; Mat 11, 25-27; Luk 10, 21-21-24). Dalam
Kis : kabar gembira mengenai Yesus Kristus (Kis 3, 17-26). Paulus : pewartaan kabar gembira tentang
rencana keselamatan Allah yang tidak dari perkataan manusia, namun dari Allah (1Tes 2,13), misteri
rahasia Allah yang terlaksana dalam Kristus Yesus (Ef 3, 8-12), dalam Yesus berdiam secara jasmaniah
kepenuhan ke-Allah-an (Kol 2,9).

Isi wahyu adalah diri Allah sendiri. Dalam wahyu, Allah menyatakan diri-Nya sendiri berserta seluruh
rencana keselamatan-Nya Allah mengkomunikasikan dirinya sendiri kepada manusia.Dan karena yang
dikomunikasikan itu sifatnya personal, diri Allah sendiri, maka komunikasi itu menjadi personal. Karena
itu, wahyu Allah merupakan tindakan diri Allah sendiri.Berikut ini inti pokok dalam DV 2 tentang
bagaimana Allah mewahyukan diri-Nya :Titik awal wahyu adalah Allah sendiri. Pelaku wahyu adalah
Allah dan isi wahyu adalah diri Allah sendiri dan misteri kehendak-Nya. Wahyu adalah gerak hidup ilahi
Allah. Kristus menjadi jalan masuk manusia kepada Allah melalui seluruh peristiwa hidup-Nya dan berkat
dorongan Roh Kudus. Partisipasi manusia terjadi melalui Kristus dalam Roh Kudus. Di dalam Kristus,
manusia berjumpa dengan Allah yang menyapa. Kristus merupakan kepenuhan perjumpaan manusia
dengan Allah. Dengan mewahyukan diri-Nya Allah menjumpai manusia sebagai sahabat-Nya untuk
melibatkan manusia dalam hidup Allah sendiri. Wahyu Allah itu terungkap dalam kata dan perbuatan
Allah yang dapat ditangkap oleh manusia. Kata dan perbuatan itu menggambarkan dan menerangkan isi
wahyu yang misteri. Wahyu bukan diwariskan dari masa lampau, melainkan Allah yang menjumpai dan
menyapa manusia secara personal.

Dalam kutipan tersebut, dikatakan bahwa Allah mewahyukan diri-Nya dan rencana keselamatan-Nya
dalam 2 cara, yaitu:

Dengan perantara para Nabi

Dengan perantaraan Anak-Nya.

Sejarah pewahyuan diri Allah dalam perjanjian lama dimulai dengan pewahyuan diri-Nya kepada
Abraham (Kej 15:18) dan kemudian dengan bangsa Israel melalui Musa (Kel 24:8)
“sesudah para Bapa bangsa, Ia membina bangsa itu (Israel) dengan perantaraan Musa dan para Nabi
supaya mereka mengakui diri-Nya sebagai satu-satunya Allah yang hidup dan benar, Bapa
penyelenggara dan hakim yang adil, dan supaya mereka mendambakan Penebus yang dijanjikan.”

Dalam DV 3 dikatakan:

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pewahyuan diri Allah dan rencana keselamatan-Nya terus
menerus dikatakan.

Perwahyuan Allah bermula dari kehendak Allah sendiri yang mengalir dari kebaikan dan kebijaksanaan-
Nya. Dengan mewahyukan diri, Allah berkehendak untuk menyapa dan menyatakan rahasia kehendak-
Nya. Allah menjumpai manusia dan menjalin relasi yang akrab dengan ma-nusia. Pada puncaknya,
dengan perwahyuan-Nya itu, Allah mengundang manusia masuk dalam persekutuan dengan-Nya.
Dengan kata lain, Wahyu Allah merupakan komunikasi Allah yang mengajak manusia berpartisipasi.
Wahyu Allah merupakan pernyataan diri Allah tentang diri-Nya sendiri kepada manusia dan mengajak
manusia untuk menanggapinya (partisipasi).

Dalam diri Yesus Allah memberikan diri secara penuh kepada manusia. Yesus mewujudkan wahyu Allah
dalam diri-Nya, dalam hidup, wafat dan kebangkitan-Nya. Karena itu, inkarnasi Yesus Kristus, seluruh
perjalanan hidup, nasib, karya dan memuncak dalam sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya menjadi
tanda jelas bahwa wahyu Allah itu terjadi dalam sejarah kehidupan manusia. Dengan demikian, dalam
diri Yesus Kristus dengan seluruh peristiwa hidup-Nya merupakan keselamatan Allah, yaitu kesatuan
antara Allah dan manusia.

Perwahyuan Allah adalah tindak Allah yang mengkomunikasikan diri-Nya. Dan komunikasi Allah yang
mencapai kepenuhan-Nya dalam Yesus Kristus itu menjadi langkah bagi Allah untuk menyapa manusia.
Ia tidak pertama-tama memerintah, melainkan mengajak manusia berkomunikasi dan mengundang
manusia masuk dalam persekutuan dengan-Nya. Komunikasi Allah mengundang manusia untuk tidak
hanya diam saja, tetapi perwahyuan diri Allah mengundang manusia dalam percakapan yang intim
dengan Allah.

Pengalaman hidup sehari-hari merupakan medan manusia untuk berjumpa dan berelasi dengan Allah.
Dalam pengalaman hidupnya, manusia mengalami Allah yang menyapa dan campur tangan dalam
hidupnya. Dengan kata lain, dalam konteks pengalaman hidupnya, manusia menjalin komunikasi yang
akrab dengan Allah. Relasi manusia dengan Allah mengandaikan kesalingan dua hal. Di satu sisi, Allah
mewahyukan diri kepada manusia dengan cara yang di-tangkap oleh manusia. Di sisi yang lain, manusia
menanggapi per-wahyuan yang ditangkapnya dengan menyatakan imannya.

Allah dan manusia menjadi subyek dalam relasi ini. Dari sudut wahyu, Allah-lah yang menjadi subyeknya,
dan dari sudut iman manusia-lah yang menjadi subyeknya. Dengan kata lain, tesis ini hen-dak berbicara
tentang jalinan komunikasi antara Allah dengan manusia yang khas manusiawi.

YESUS KRISTUS: PUNCAK DAN PEMENUHAN WAHYU


Yesus Kristus adalah puncak dan pemenuhan wahyu Allah. Di dalam Kristus, Allah yang menyapa
manusia dan rencana keselamatan-Nya mencapai kepenuhannya. Sebab, “seluruh kepenuhan Allah
berkenan diam di dalam Dia” (Kol 1,19).

Di dalam Yesus, perwahyuan Allah itu tidak lagi menjadi suatu rencana keselamatan melainkan justru
Yesus Kristuslah keselamatan Allah sendiri. “Dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan
ke-Allahan” (Kol 2,9).

Dalam DV 5 dikatakan bahwa :Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib me-nyatakan
“ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah,
dengan mempersem-bahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang
mewahyukan, dan secara sukarela menerima sebaai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya”.

Dalam kutipan tersebut, tampak iman dipahami sebagai :

Penyerahan seluruhnya dengan bebas kepada Allah (menyangkut segi pengetahuan, keyakinan,
pengertian dan pemahaman).

Kepatuhan akal budi dan kehendak (berhubugnan dengan kebebasan iman)

Dengan pengakuan bebas menyangkut kerelaan hati, keterbukaan untuk menerima kebenaran wahyu).

Wahyu Allah bukanlah jawaban langsung atas persoalan hidup beriman, namun dalam terang dan
bimbingan Roh Kudus manusia menemukan kehendak Allah. Allah menyapa manusia sebagai sahabat
dan bergaul dengan manusia. Hal itu berarti Allah berkehendak menjalin relasi yang intim dan personal
dengan manusia.

Iman merupakan perbuatan yang dengannya manusia menyerah-kan diri kepada Allah sebagai sumber
satu-satunya keselamatan. Orang beriman kepada Allah melalui Putera-Nya sebab melalui Putera-Nya
itu Allah bersabda. Karena itu, bagi Paulus beriman berarti mempersatu-kan diri dengan Kristus. Paulus
mengartikan sabda Allah bukan pertama-tama kebenaran, melainkan diri Kristus, sebagai Tuhan dan
Penyelamat. Hanya imanlah yang menyelamatkan (Rm 3, 21-31) dan bukan Taurat. Yakobus berkata :
“Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati” (Yak 2, 26). Bagi Yakobus, beriman itu tidak hanya
berhenti pada mendengarkan dan percaya kepada Allah, melainkan juga melaksanakannya.

By:

Joshua Radityo (2014-011-056)

Angelica Hadiwiyono (2014-011-037)

Maria Syana Melina (2014-011-053)

Farida (2014-011-048)

Allah menyapa manusia sebagai sahabat dan bergaul dengan manusia. Hal itu berarti Allah berkehendak
menjalin relasi yang intim dan personal dengan manusia. Hubungan Allah dengan manusia adalah
hubungan antar pribadi yang intim. Intimitas dan personalitas hubungan Allah-manusia itu tampak
dalam diri Yesus, dalam seluruh peristiwa hidupnya.

Perwahyuan diri Allah bertujuan untuk mengundang manusia masuk dalam persekutuan dengan Allah.
Maka, manusia masuk menjadi anggota keluarga Allah, ahli waris (Bdk. Gal. 4, 1-9). Wahyu Allah dan
iman sebagai tanggapan manusia menjadi dialog yang akrab, intim dan personal antara Allah dengan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai