Anda di halaman 1dari 6

Vektor Penyakit dan Kesehatan

NAMA KELOMPOK :

Widya Ningrum (190203032)

Rahmalia Siregar (190203023)

Zupri Anum Nasution (1902030333)

Dosen Pengampu : Ester Harianja, SKM, M.Epid

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

02 APRIL 2022
DAFTAR ISI

1. Latar Belakang.........................................................................................................................................3
2. Pengertian Insektisida.............................................................................................................................4
2.1. Jenis- Jenis Insektisida......................................................................................................................4
2.2 Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia............................................................................5
3. Konsep Penggunaan insektisida.............................................................................................................5
4. Pengertian Resistensi Insektisida.............................................................................................................6
4.1 Upaya mengatasi resistensi...............................................................................................................6
4.2 Deteksi dan monitoring resistensi.....................................................................................................6

RESISTENSI INSEKTISIDA
1. Latar Belakang
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam pengendalian penyakit menular adalah dengan
pengendalian vektor (serangga penular penyakit) untuk memutuskan rantai penularan penyakit.
Secara harfiah pengendalian vektor adalah suatu kegiatan untuk menurunkan kepadatan populasi
vektor pada tingkat yang tidak lagi membahayakan bagi kesehatan manusia. (Slamet JS, 1994).
Faktor yang penting dalam pengendalian vektor adalah mengetahui bionomik vektor, yaitu
tempat perkembangbiakan, tempat istirahat, serta tempat kontak vektor dan manusia. Upaya
pengendalian vektor dengan menggunakan bahan kimia ternyata tidak cukup aman, karena
walaupun dapat menurunkan populasi vektor dengan segera, penggunaan bahan kimia yang
berlebihan juga mempunyai dampak yang merugikan bagi lingkungan dengan menurunkan
kualitas lingkungan itu sendiri selain itu pengendalian vektor dengan bahan kimia juga dapat
menyebabkan terjadinya resistensi pada vektor yang akan dibasmi tersebut salah satunya pada
serangga. Resisten merupakan suatu fenomena evolusi yang diakibatkan oleh seleksi pada
serangga yang diberikan insektisida secara terus menerus.
Bahan kimia atau senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan
serangga pengganggu (hama serangga) sering disebut dengan insektisida. Insektisida dapat
berbentuk padat, larutan, dan gas. Insektisida digunakan untuk mengendalikan serangga dengan
cara mengganggu atau merusak sistem di dalam tubuh serangga. Insektisida yang saat ini umum
digunakan ada 4 golongan insektisida kimiawi, yakni organoklorin, organofosfat, karbamat, dan,
piretroid.
Resistensi insektisida merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam populasi yang secara
genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup meski terpapar satu atau lebih senyawa
insektisida. Peningkatan individu ini terutama oleh karena matinya individu-individu yang
sensitif insektisida sehingga memberikan peluang bagi individu yang resisten untuk terus
berkembangbiak dan meneruskan gen resistensi pada keturunannya. Resistensi terhadap
insektisida pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1914 oleh AL Melander. Tingkat resistensi
serangga hama pada insektisida terus meningkat seiring dengan kemunculan dan pemakaian
berbagai jenis insektisida 103 sintetik di tahun-tahun berikutnya. Menurut data WHO sekitar 500
ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya dan diperkirakan 5 ribu orang meninggal setiap 1
jam 45 menit akibat pestisida dan/atau insektisida.

2. Pengertian Insektisida
Pengertian Insektisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta virus yang
bersifat beracun dipergunakan untuk memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia seperti serangga. Insektisida dapat mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon,
sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainya hingga berujung pada kematian serangga
tersebut.
2.1. Jenis- Jenis Insektisida
Jenis – jenis insektisida untuk Pengendalian Vektor :
 Organofosfat (OP) - Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan
fosfat. Insektisida sintetik yang masuk dalam golongan ini adalah Chlorpyrifos, Chlorpyrifos-
methyl, Diazinon, Dichlorvos, Pirimphos-methyl, Fenitrothion, dan Malathion. Kelemahan
insektisida organofosfat adalah sangat beracun bagi vertebrata.
 Karbamat - Insektisida golongan karbamat diketahui sangat efektif mematikan banyak jenis
hama pada suhu tinggi dan meninggalkan residu dalam jumlah sedang. Namun, insektisida
karbamat akan terurai pada suasana yang terlalu basa.Cara kerjanya adalah seperti organofosfat
yaitu berupa racun syaraf. Umumnya kabramat bnekerja untuk ham-hama spesifik. Contoh
karbamat yang sering dipakai adalah bendiokarbamat, Propoksur (Baygon), Karbofuran
(Furadan).
 Piretroid (SP) - Insektisida golongan ini terdiri dari dua kategori, yaitu berisfat fotostabil serta
bersfiat tidak non fotostabil namun kemostabil. Zat ini agak beracun terhadap mamalia dan
sangat beracun terhadap serangga dan cepat melumpuhkan. Produknya sering dicampur dengan
senyawa lain untuk menghasilkan efek yang lebih baik. Salah satu contoh produk insektisida ini
adalah Permethrin.
 Insect Growth Regulator (IGR)- Insektisida golongan ini merupakan hormon yang berperan
dalam siklus pertumbuhan serangga, misalnya menghambat perkembangan normal. Beberapa
contoh produknya adalah Methoprene, Hydramethylnon, Pyriproxyfen, dan Flufenoxuron. 104
 Mikroba - Kelompok Insektisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan sebagai
insektisida. Contoh: Bacillus thuringiensis var israelensis (Bti), Bacillus sphaericus (BS),
abamektin, spinosad, dan lain-lain.
 Neonikotinoid - Insektisida ini mirip dengan nikotin, bekerja pada system saraf pusat serangga
yang menyebabkan gangguan pada reseptor post synaptic acetilcholin. Contoh: imidakloprid,
tiametoksam, klotianidin dan lain-lain.
 Fenilpirasol - Insektisida ini bekerja memblokir celah klorida pada neuron yang diatur oleh
GABA, sehingga berdampak perlambatan pengaruh GABA pada sistem saraf serangga. Contoh:
fipronil dan lain-lain
 Nabati - Insektisida nabati merupakan kelompok Insektisida yang berasal dari tanaman Contoh:
piretrum atau piretrin, nikotin, rotenon, limonen, azadirachtin, sereh wangi dan lain-lain.
 Repelen - Bahan yang diaplikasikan langsung ke kulit, pakaian atau lainnya untuk mencegah
kontak dengan serangga. Contoh: DEET, etil-butil-asetilamino propionat dan ikaridin. Repelen
dari bahan alam adalah minyak sereh/sitronela (citronella oil) dan minyak eukaliptus (lemon
eucalyptus oil).
2.2 Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Cara pestisida masuk kedalam tubuh :
1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.
2. Pernafasan, bila terhisap
3. Mulut, bila terminum/tertelan.
Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara masuk pestisida kedalam tubuh
maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan berbagai cara. Keadaan-keadaan yang perlu
segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan keracunan pestisida adalah:
Umum Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal
Kulit Rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan,
bercak pada kulit
Mata Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan
penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit
atau melebar
Saluran pencernaan Rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan,
hiper salivasi, mual, muntah, nyeri abdomen,
diare
Sistem pernafasan Batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas
dan nafas berbunyi.

3. Konsep Penggunaan insektisida


Menurut permenkes No. 374 tahun 2010 tentang pengendalian vektor,
Bahan Pengendalian Vektor Bahan yang digunakan dalam upaya pengendalian vektor berupa
insektisida, baik sasaran terhadap nyamuk vektor dewasa maupun terhadap larva/jentik nyamuk,
sebagai berikut :
1). Insektisida yang digunakan untuk penyemprotan residual dalam program pengendalian
malaria adalah Bendiocarb 80 %, Lamdacyhalothrine 10 %, Etofenprox 20 %, Bifenthrine 10 %,
Alfacypermethrine 5 % dan Deltamethrin 5 %
2). Insektisida yang dicelupkan pada kelambu dan kelambu berinsektisida (LLINs = Long
Lasting Insecticidal dan Permethrine) dalam program pengendalian malaria adalah
Deltamethrine dan Permethrine 94
3). Insektisida yang digunakan untuk mengendalikan larva/jentik nyamuk vektor malaria adalah
Pyriproxyfen, S-Metoprene, Bacillus thuringiensis sub sp israelensis
4). Insektisida yang digunakan untuk pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue adalah
Malathion, Metil pyrimifos, Cypermetrin, Alfacypermetrin 5). Insektisida yang digunakan untuk
mengendalikan larva/jentik nyamuk vektor Demam Berdarah Dengue adalah Temephos,
Pyriproxyfen, Bacillus thuringiensis sub sp israelensis
4. Pengertian Resistensi Insektisida
Pengertian resistensi insektisida adalah kemampuan populasi vektor untuk bertahan hidup
terhadap suatu dosis insektisda yang dalam keadaan normal dapat membunuh spesies vektor
tersebut. Faktor pendukung terjadinya resistensi adalah penggunaan insektisida yang sama atau
sejenis secara terus menerus, penggunaan bahan aktif atau formulasi yang mempunyai aktifitas
yang sama, effek residual lama dan biologi sepesies vektor. Selain itu resistensi dapat terjadi
karena adanya mutasi genetika pada vektor. Walaupun awalnya terjadi pada proporsi yang kecil
dari populasi, akan berakibat fatal jika serangga yang telah resisten bereproduksi kemudian 105
menghasilkan keturunan baru yang juga memiliki genetika resisten dan pada akhirnya akan
meningkatkan proporsi vektor resisten pada populasi.
4.1 Upaya mengatasi resistensi
Upaya untuk menanggulangi dan menghambat berkembangnya strain resisten, hendaknya
berdasar pada pemikiran mengurangi penggunaan insektisida. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
penggunaan insektisida secara rasional, pengembangan dan mengoptimalkan penggunaan produk
baru, serta mengurangi ketergantungan pada pestisida.
4.2 Deteksi dan monitoring resistensi
Metode deteksi dan monitoring resistensi yang sudah lama digunakan adalah dengan teknik
bioassay. Pengujian biokimia untuk mengidentifikasikan aktifitas ensim yang diduga terkait
dengan mekanisme resistensi pada organisme yang diuji juga telah banyak dikembangkan.
Namun metode biokimia menuntut lebih banyak peralatan yang lebih canggih dan lebih mahal
daripada metode bioassay. Di samping itu para pakar bioteknologi juga sedang mengembangkan
teknik molekul untuk mendeteksi keberadaan gen resisten

Anda mungkin juga menyukai