Anda di halaman 1dari 29

MAKALH

ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS

TUGAS INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH KMD II


DISUSUN OLEH:
ANASTASIA I. AJENG
(19201005)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ST. PAULUS RUTENG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, kami membahas
tentang Diabetes Milletus .
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai Diabetes
Milletus. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Untuk itu kami mengucapakan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA SISTEM ENDOKRIN

BAB II : KONSEP DIABTES MELLITUS

A. Definisi
B. Etiologi
C. Manifestasiklinik
D. Komplikasi
E. Patofisiologi dan Patoflodiagram
F. Pemeriksaan diagnostic
G. Asuhankeperawatan (teori)
H. Discharge planning

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

A. Gambaran kasus
B. Pengkajian
C. Diagnosakeperawatan (DO dan DS)
D. Intervensi (NIC dan NOC)
E. Implementasi
F. Evaluasi

BAB IV : HASIL PENELITIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN DM

BAB V : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995). DM merupakan
penyakit yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu DM
tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit
degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan
katarak (Tjokroprawiro, 2001).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidakmenular (PTM)


yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional
maupun lokal. Salah satu jenis penyakitmetabolik yang selalu mengalami
peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes
merupakan serangkaian gangguanmetabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam
darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).Berbagai penelitian epidemiologi
menunjukkan adanyakecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM
tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data International
Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM padatahun 2013
sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan
menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (International
Diabetes Federation, 2013). Tingginyaangka tersebut menjadikan Indonesia
peringkat keempat jumlah pasien DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat,
India dan China (Suyono, 2006).
BAB 1

Anatomi Dan Fisiologi Pada Pistem Endokrin

A. Defenisi Sistem Endokrin

Sistem Endokrin disebut juga kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak
mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin
dinamakan hormon. Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam
tubuh hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan,
dan integrasi serta koordinasi tubuh.
Sistem endokrin hampir selalu bekerja sama dengan sistem saraf, namun cara kerjanya
dalam mengendalikan aktivitas tubuh berbeda dari sistem saraf. Ada dua perbedaaan cara
kerja antara kedua sistem tersebut. Kedua perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.

1.    Dibandingkan dengan sistem saraf, sistem endokrin lebih nanyak bekerja melalui transmisi
kimia.

2.    Sistem endokrin memperhatikan waktu respons lebih lambat daripada sistem saraf. Pada
sistem saraf, potensial aksi akan bekerja sempurna hanya dalam waktu 1-5 milidetik, tetapi
kerja endokrin melalui hormon baru akan sempurna dalam waktu yang sangat bervariasi,
berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam. Hormon adrenalin bekerja hanya dalam
waktu singkat, namun hormon pertumbuhan bekerja dalam waktu yang sangat lama. Di
bawah kendali sistem endokrin (menggunakan hormon pertumbuhan), proses pertumbuhan
memerlukan waktu hingga puluhan tahun untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang
sempurna.

Dasar dari sistem endokrin adalah hormon dan kelenjar (glandula), sebagai senyawa
kimia perantara, hormon akan memberikan informasi dan instruksi dari sel satu ke sel
lainnya. Banyak hormon yang berbeda-beda masuk ke aliran darah, tetapi masing-masing tipe
hormon tersebut bekerja dan memberikan pengaruhnya hanya untuk sel tertentu.

B.  Sel-sel Penyusun Organ Endokrin

Sel-sel penyusun organ endokrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1.    Sel Neusekretori, adalah sel yang berbentuk seperti sel saraf, tetapi berfungsi sebagai
penghasil hormon. Contoh sel neusekretori ialah sel saraf pada hipotalamus. Sel tersebut
memperhatikan fungsi endokrin sehingga dapat juga disebut sebagai sel neuroendokrin.
Sesungguhnya, semua sel yang dapat menghasilkan sekret disebut sebagai sel sekretori. Oleh
karena itu, sel saraf seperti yang terdapat pada hipotalamus disebut sel neusekretori.

2.    Sel endokrin sejati, disebut juag sel endokrin kelasik yaitu sel endokrin yang benar-benar
berfungsi sebagai penghasil hormon, tidak memiliki bentuk seperti sel saraf. Kelenjat
endokrin sejati melepaskan hormon yang dihasilkannya secara langsung ke dalam darah
(cairan tubuh). Kelenjar endokrin sejati dapat ditemukan pada hewan yang memepunyai
sistem sirkulasi, baik vertebrata maupun invertebrata. Hewan invertebrata yang sering
menjadi objek studi sistem endokrin yaitu Insekta, Crustaceae, Cephalopoda, dan Moluska.
Kelenjar ensokrin dapat berupa sel tunggal atau berupa organ multisel.
C.  Klasifikasi, Fungsi, dan Sifat Hormon

Berdasarkan hakekat kimianya, hormon dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu


hormon peptide dan protein, steroid, dan turunan tirosin.

Steroid Peptida Protein Besar Turunan Tirosin

Testosteron  Hormon Hipotalamus  Hormon Pertumbuhan  Katekolamin, meliputi : 


Esterogen Angiotensin Prolaktin Noradrenalin
Progesteron Somatostatin LH Adrenalin
Kortikosteroid Gastrin FSH Hormon Tiroid,
meliputi :
Vitamin D-3 Sekretin TSH
Tiroksin (T4)
Glukagon
Triiodotironin (T3)
Kalsitonin
Insulin
Parathormon

Selain berbagai hormon yang telah disebutkan di atas, terdapat sejumlah zat kimia yang
menyerupai hormon, antara lain :

·      Hormon Thymic : Hormon dari kelenjar timus (thymus), berperan untuk mempengaruhi
perkembangan sel limfosit B menjadi sel plasma, yaitu sel penghasin antibodi.

·      Hormon Brakidin : Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang sedang aktif, bekerja
sebagai vasodilator (yang menyebabkan pembuluh darah membesar) sehingga dapat
meningkatkan aliran darah dan merangsang pengeluaran keringat dan air ludah dalam jumlah
lebih banyak.

·      Hormon Eritropuitin : Merupakan glikoprotein yang proses sintesisnya melibatkan hati dan
ginjal, hormon ini dapat merangsang pusat pembentukan sal darah di sumsum tulang
sehingga tubuh akan menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang lebih banayak. Hal ini
bermanfaat dalam meningkatkan jumlah oksigen yang dapat diangkut oleh darah.

·      Hormon Prostaglin, Eritropuitin, Histamin, Kinin, dan Renin dapat disintesis secara luas
oleh berbagai jaringan tau organ yang sebenarnya tidak berfungsi sebagai organ endokrin.
·      Hormon Feromon : suatu senyawa kimia spesifik yang dilepaskan oleh hewan ke
lingkunganya.dan dpapat menimbulkan respons prilaku, perkembangan, reproduktif. Dan
untuk membereikan daya tarik seksual, menandai daerah kekuasaan, mengenali individu lain
dalam spesies yang sama dan berperan penting dalam sinkronisasi siklus seksual.
D. Jenis Kelenjar Endokrin

1)  Kelenjar Pituitari

kelenjar ini terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan penting dalam sekresi
hormon dari semua organ-organ endokrin. Kelenjar pituitari ini dikenal sebagai master of
glands (raja dari semua kelenjar) karena pituitari itu dapat mengkontrol kelenjar endokrin
lainnya. Sekresi hormon dari kelenjar pituitari ini dipengaruhi oleh faktor emosi dan
perubahan iklim. Pituitari dibagi 2 bagian, yaitu anterior dan posterior.

a. Hipofisis anterior:

 Hormon Somatotropin (untuk pembelahan sel,pertumbuhan)


  Hormon tirotropin (sintesis hormon tiroksin dan pengambilan unsur
yodium)  
 Hormon Adrenokortikotropin (merangsang kelenjar korteks membentuk
hormon)
  Hormon Laktogenik (sekresi ASI

  Hormon Gonadotropin ( FSH pada wanita pemasakan folikel, pada pria


pembentukan spermatogonium; LH pada wanita pembentukan korpus luteum,pada
pria merangsang sel interstitial membentuk hormon testosteron)

b. Hipofisis Medula(membentuk hormon pengatur melanosit)

c. Hipofisis posterior

 Hormon oksitosin(merangsang kontraksi kelahiran)


 Hormon Vasopresin( merangsang reabsorpsi air ginjal)

2) Kelenjar Tiroid

Terletak dan menempel pada trakea di bagian depan. Kelenjar tiroid adalah salah satu
dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui di leher.
Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi, membuat protein
dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya. Kelenjar tiroid dapat distimulasi
dan menjadi lebih besar oleh epoprostenol. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang
tiroid (TSH) hipofisis, dibawah kendali hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus
melalui sistem umpan balik hipofisis-hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju
sekresi TRH dan TSH adalah kadar hormon tiroid yang bersirkulasi dan laju metabolik tubuh.
3)  Kelenjar Paratiroid

kelenjar ini terletak di setiap sisi kelnjar tiroid yang terdapat di dalam leher. Kelenjar
ini berjumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang mengahasilkan hormon paratiroksin.
Ada 2 jenis sel dalam kelejar paratiroid, ada sel utama yang mensekresi hormon paratiroid
(PTH) yang berfungsi sebagai pengendali keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh
melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penuurunan kadar fosfat darah dan sel oksifilik
yang merupakan tahap perkembangan sel chief.

4)  Adrenal

Merupakan kelenjar ini berbentuk bola, yang menempel pada bagian atas ginjal.
Kelenjar ini disebut juga kelenjar adrenal atau kelenjar supra renal. Kelenjar adrenal  dapat
dibagi menjadi dua bagia, yaitu bagian luar yang berwarna kekuningan yang bernama
korteks, menghasilkan hormone kortisol,  dan bagian tengah (medula), menghasilkan hormon
Adrenalin (epinefrin) dan nor adrenalin (norepinefrin).

5)  Pankreas

Pangkreas terletak dibelakang lambung di depan vertebra lumalis I dan II yang tersusun
dari pulau-pulau langerhans yang  tersebar di seluruh pangkreas. Di pulau langerhans inila
terdapat sel-sel alfa dan sel-sel beta. Sel alfa menghasilkan hormon glucagon sedangkan sel-
sel beta menghasilkan hormone insulin. Hormon insulin berfungsi mengatur konsentrasi
glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan
dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan
penyakit diabetes.

6) Kelenjar Timus

Terletak di dalam midiastinum di belakan tulang sternum, kelenjar timus dijumpai pada
anak-anak di bawah usia 18 tahun. Kelenjar ini terletak di dalam toraks kira-kira setinggi
percabangan trakea, warnanya kemerah-merahan dan terdiri atas 2 lobus. Pa da bayi baru
lahir beratnya kira-kira 10 gram, dan ukurannya bertambah pada masa remaja sekitar 30-40
gram.

Kelenjar timus menhasilkan suatu sel imun yang membantu dalam pertahanan tubuh,
selain itu hormon kelenjar timus berperan dalam membatu pertumbuhan badan.
7)  Hormon Kelamin

a) Testis     

Testis terdapat pada pria, terletak pada skortum. Di dalam testis terdapat sel-sel leydig
yang akan menghasilkan hormon testoteron. Hormon testoteron akan menentukan sifat
kejantanan misalnya adanya jenggot, kumis, jakun dan lain-lain, dan mengasilkan sel mani
(spermatozoid).

b)  Ovarika

kelenjar ovarika terdapat pada wanita, terletak  pada ovarium di sebelah kiri dan kanan
rahim dan menhasilkan hormon estrogen dan progesteron (korpus luteum). Hormon ini dapat
mempengaruhi pekerjaan uterus serta memberikan sifat kewanitaan, misalnya panggul yang
besar, bahu yang sempit dan lain-lain.

E.  Sifat Hormon

Semua hormon umunya memperlihatkan adanya kesamaan sifat. Beberapa sifat yang
umum diperlihatkan oleh hormon ialah sebagai berikut:

1.  Hormon Polipeptida biasanya disintesis dalam bentuk precursor yang belum aktif (disebut
sebagai prohormon), contohnya proinsulin. Prohormon memiliki rantai yang panjang
daripada bentuk aktifnya.

2.  Sejumlah hormon dapat berfungsi dalam konsentrasi yang sangat rendah dan sebagian
hormon berumur pendek.

3.  Beberapa jenis hormon (misalnya adrenalin) dapat segera beraksi dengan sel sasaran dalam
waktu beberapa detik, sedangkan hormon yang lain (contohnya esterogen dan tiroksin)
bereaksi secara lambat dalam waktu beberapa jam samapai beberapa hari.

4.  Pada sel sasaran, hormon akan berkaitan dengan reseptornya.

5.  Hormon kadang-kadang memerlukan pembawa pesan kedua dalam mekanismenya.


F. Mekanisme Aksi Hormon

1) Reseptor Hormon Pada Membran

Reseptor untuk hormon pada suatu sel dapat terletak pada membrane atau sitoplasma
biasanya merupakan reseptor untuk hormon protein atau peptida. Apabila sudah sampai di
dekat sel sasaran, hormon akan segera berikatan dengan reseptornya dan memebentuk
komplekss hormon-reseptor. Pembentukan hormon-reseptor terjadi melalui mekanisme yang
serupa dengan penggabungan antara anak kunci dan gemboknya. Kompleks hormon-reseptor
akan memicu serangkaian reaksi biokimia yang menimbulkan tanggapan hayati.

Berikut adalah contoh beberapa peristiwa yang dapat diubah oleh hormon dengan
cara kerja seperti di atas :

 Perubahan aktivitas enzim : perubahan aktivitas enzim memungkinkan proses


metabolism tertentu dapat terselenggara atau terhenti.
 Pengaktifan mekanisme transport aktif : proses transport aktif sangat penting
bagi sel untuk memasukkan tau mengeluarkan suatu zat.
 Aktivitas pembentukan mikrotubulus : perubahan aktivitas pembentukan
mikrotubulus dapat mempengaruhi berbagai peristiwa yang tergantung
padanya, antara alin pergerakan ameba dan mitosis sel.
  Pengubahan aktivitas metabolism DNA : pengubahan aktivitas metabolisme
DNA dapat memepengaruhi proses pertumbuhan atau pembelahan sel.

2) Reseptor Hormon Pada Sitoplasma (Reseptor Sitosolik)

Merupakan hormon yang terdapat dalam sitoplasma sel sasaran. Hormon yang
menggunakan reseptor sitosolik adalah hormon steroid dan hormon turunan asam amino.
Hormon tersebut sangat musah larutdalam lipid sehingga mudah melewati membrane sel
sasaran.

Selama dalam peredaran darah ke seluruh tubuh, hormon selalu berkaitan dengan
pengembannnya. Hormon akan terlepas dari molekul pengemban dan masuk ke sel sasaran.
Dalam sitoplasma sel sasaran, hormon berkombinasi dengan reseptor khusus sehingga
menghasilkan kompleks hormon-reseptor yang aktif. Kompleks tersebut memiliki daya
gabung yang sanagt tinggi terhadap DNA sehingga setelah masuk ke inti, akan segera
berkombinasi dengan DNA. Hal ini yang mengawali transkrip DNA. Pengikatan kompleks
hormon-reseptor pada daerah promoter akan merangsang gen tertentu untuk aktif atau pasif.

BAB 2

KONSEP DIABETES MELETUS


2.1 Defenisi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin
atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular,
dan neuropati (Yuliana dalam NANDA, 2015). Sel khusus pankreas menghasilkan
sebuah hormon yang disebut insulin untuk mengatur metabolisme. Tanpa hormon ini,
glukosa tidak dapat masuk sel tubuh dan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya,
individu dapat dapat mulai mengalami gejala hiperglikemia. Secara sederhana, proses
ini dinyatakan sebagai pembentukan diabetes melitus.
2.2 Etiologi
Menurut Riyadi (2008) diabetes melitus disebabkan oleh penurunan produksi
insulin oleh sel-selbeta pulau langerhans. Jenis Juve (usia muda) disebabkan oleh
predisposisi herediter terhadap perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau
degenerasi sel sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi sel-
sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan/obesitas. Tipe ini jelas disebabkan oleh
degenerasi sel-sel beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan
obesitas disposisi terhadap jenis obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah
besar untuk pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang
normal
2.3 Patofisiologi

Menurut Wijaya (2013) patofisiologi diabetes melitus yaitu sebagian besar


gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 200-1200 mg/dl.
Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar
160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa
yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif
dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah
asstenia aatau kekurangan energi sehingga protein menjadi cepat lelah dan mengantuk
yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hipergikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf
perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Pasien-pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau
toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemia parah dan melebihi
ambang ginjal, maka timbul glukosoria. Glukosoria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria) harus testimulasi,
akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena glukosa hilang bersama
kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan
kalori.
2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Yunus (2015) tanda dan gejala diabetes melitus adalah:

a. Keluhan berdasarkan “Trias”

1) Banyak minum (polidipsi)

2) Banyak kencing (poliiuria)

3) Banyak makan (polifagi)

b. Kadar gula darah waktu puasa > 120 mg/dl

c. Kadar gula darah dua jam setelah makan > 200 mg/dl

d. Kadar gula darah gula acak > 200 mg/dl

e. Kelainan kulit: gatal-gatal, bisul

1) Kesemutan, neuropati

2) Kelemahan tubuh

3) Impotensi pada pria

4) Mata kabur

Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk


penyakit diabetes millitus adalah :
Pemeriksaan Prosedur dan persiapan Interpretasi
Gula darah puasa (GDP) : Puasa di trnga malam Kriteria diagnostik untuk
70 – 110 mg/dL plasmavena diabetes millitus millitue >
140mg/dL palni sedikit dal
m 2x pemeriksaan atau >
140 mg/dL disertai gejala
klasik hiperglikemia atau
CGT : 115 : 140 mg/d
Gula darah 2 jam Gula darah diukur 2jam Digunakan untuk skrining
postprandial < 140 mg/dL setelah makan berat atau 2 atau evaluasi pengobatan,
jam setelah mendapat 100 gr bukan diagnostik
gula
Gula darah sewaktu : 140 Digunakan untuk skrining
mg/dL bukan diagnostik
Tes intoleransi glukosa oral Puasa mulai tengah malam, Kriteria diagnostik untuk
(TTGO).GD < 115mg/d GDP diambil diberi 75 mg diabetes millitus , GDP : 140
glukosa, sampel darah (dan mg/dL. Tapi gula darah 2
urine) ditampung pada ½ 1, jam dan pemeriksaan lainya
dan 2 jam kadangkadang > 200 mg/dL dalam 2x
pada2, 4, dan 5 jam berikut. pemeriksaan untuk 165 GDP
< 140 mg/dL 2 jam natara
140-200 mg/dL dan
pemeriksaan untuk IGT :
GDP < 140 mg/dL . TTGO
dilakukan hanya pada pasien
yang bebas diit dan
beraktivitaas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pad (1)
hiperglekimia yang sedang
puasa (2) orang yang
mendapat thiazide, dilantin
propanolol, lasix, tiroid,
estrogen, pil KB, steroid (3)
pasien yang dirawa
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI merupakan kontra indikasi
kelainan gaastrointestinal
yang mempengaruhi glukosa

2.5 Komplikasi
Menurut Riyadi (2008) komplikasi diabetes melitus adalah:
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetik
yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi
untuk masuk ke dalam sel.
2) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi
ini akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran
benda-benda keton yang berlebihan yang dapat mengakibatkan
asidosis.
3) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena banyak diekskresi lewat urin.
Komplikasi yang bersifat kronik
 Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
 Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetik. Nefropati terjadi karena perubahan
mikrovaskulr pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus penyakit
ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.
Retinopati adanya perubahan dalam retina karena penurunan
protein dalan retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan.
 Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fingsi sensorik dan motorik saraf menurun
kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
 Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi
saluran kemih.
 Ulkus diabetik
Perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstermitas bawah. Komplikasinya
dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren,
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat
menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang
mengakibatkan gangren.

2.6 Patoflodiagram
2.7 Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan darah

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah

NO Pemeriksaan Normal
1 Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
2 Glukosa darah puasa >140 mg/dl
3 Glukosa darah 2 jam setelah makan >200 mg/dl

(Menurut WHO (World Health Organization) ,2015)

2. Pemeriksaan fungsi tiroid

peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan


kebutuhan akan insulin.

3. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan

dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna

pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

4. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

2.8 Asuhan keperawatan (teori)


Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus
seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama
pasien,umur, keluhan utama
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada kaki diabetik,
sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta
dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari 201)
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan.

g. Persepsi dan konsep diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,lamanya perawatan,
banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan pada
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi
terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengarui
pola ibadah penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam
batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa
gatal.

c. Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan
dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK
g. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
h. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
i. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

2.9 Discharge Planning

Discharge Planning merupakan suatu proses dimana mulainya pasien mendapatkan


pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses
penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa
siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan beberapa proses
formal yang melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan
sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP, 2001).

Tujuan dari discharge planning adalah meningkatkan kontinuitas perawatan,


meningkatkan kualitas perawatan dan memaksimalkan manfaat sumber pelayanan
kesehatan.Seorang Discharge Plannersbertugas membuat rencana, mengkoordinasikan dan
memonitor dan memberikan tindakan dan proses kelanjutan perawatan (Powell, 1996).
Discharge planning ini menempatkan perawat pada posisi yang penting dalam proses
pengobatan pasien dan dalam team discharge planner rumah sakit, pengetahuan dan
kemampuan perawat dalam proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas perawatan
melalui proses discharge planning (Naylor,1990). Perawat dianggap sebagai seseorang yang
memiliki kompetensi lebih dan punya keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat,
mengelola dan memiliki komunikasi yang baik dan menyadari setiap kondisi dalam
masyarakat. (Harper, 1998).

BAB 3
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus

3.1 Gambaran Kasus


Seorang laki-laki usia55 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengankeluhan luka
di bagian belakang kaki dengan luas 15 cm, kondisi klien lemah, GDS 350 mg/dl, ada
demam dengan suhu tubuh 390C, nadi 86 kali/menitenit, Frekuensi nafas
23kali/menitenit. tekanan darah 160/90 mmHg. Selama dirawat pasien mengalami
penurunan berat badan 8 Kg dalam 1 minggu, dan mengeluh mual muntah.
3.2 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Tn X
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
 Diagnosa 1
KU : Nyeri
DS : Pasien mengatakan ada luka di belakang kaki dengan luas 15 cm
DO : Pasien tampak meringis kesakitan dengan skala nyeri 8
ETIOLOGI : Terputusnya jaringan
MASALAH : Nyeri
 Diagnosa 2
KU : Hipertermi (peningkatan suhu tubuh)
DS : Pasien mengatakan demam
DO : Badan terasa panas. suhu 39° , muka tampak kemerahan
ETIOLOGI : Infeksi
MASALAH : Hiperterni/Peningkatan suhu tubuh
 Diagnosa 3
KU : Kelemahan tubuh
DS : Pasien mengatakan badan lemah
DO : Kebutuhan dasar pasien dibantu oleh keluarga pasien dan perawat
ETIOLOGI : Kelemahan tubuh
MASALAH : Keterbatasan aktivitas
 Diagnosa 4
KU : Mual muntah
DS : Pasien mangatakan mual muntah
DO : Pasien tampak lemah,
- turgor kulit kembali >3 detik
- matanya tampak cekung
- berat badan menurun 18 kg dalam seminggu

ETIOLOGI : Pengeluaran yang berlebihan

MASALAH : kekurangan nutrisi

 Diagnosa 5
KU : Panas
DS : Pasien mengatakan ada luka dibelakang kaki dengan luas 15cm
DO : - Badan teraba panas
- ada luka dengan luas 15cm
- suhu 39° C

ETIOLOGI : Adanya luka

MASALAH : Resiko tinggi infeksi

3.3 Diagnosa keperawatan (DO dan DS)

No Diagnosa keperawatan (DO dan DS)

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan ditandai dengan pasien


mengatakan ada luka dibelakang kaki dengan luas 15cm, pasien tampak
meringis kesakitan, skala nyeri 8
2 Hipertermi/peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi
ditandai dengan pasien mengatakan demam, badan terasa panas, suhu 39° C,
muka tampak kemerahan
3 Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh, ditandai dengan
pasien mengatakan badan lemah, kebutuhan dasar pasien dibantu oleh keluarga
pasien dan perawat
4 Kekurangan nutrisi berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ditandai
pasien mengatakan mual muntah, pasien tampak lemah, turgor kulit kembali
>3 detik, berat badan menurun 8kg dalam seminggu, matanya tampak cekung
5 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka ditandai dengan pasien
mengatakan ada luka dibelakang kaki dengan luas 15cm, badan teraba panas,
suhu 39° C

3.4 Intervensi (NIC dan NOC)

N Diagnosa NIC NOC


O
1 Nyeri berhubungan  berikan lingkungan Setelah diberikan asuhan
terputusnya jaringan yang tenang dan keperawatan diharapkan
aktivitas untuk pasien dapat bertoleransi
menurunkan rasa terhadap nyeri yang
nyeri dialaminya
2 Hipertermi  jangan mengunakan Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan pakaian yang tebal, keperawatan selama 3kali
infeksi namun gunakan dua jam diharapkan
pakaian yang tipis termoregulasi atau
dan mampu berdarah dingin membaik
melindungi area
tubuh ketika berada
diluar ruangan
 konsumsi air dalam
jumlah yang banyak
setikdanya 2 sampai
4 gelas air setiap jam
3 Keterbatasan aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan tubuh

 anjurkan melakukan Setelah melakukan asuhan


aktivitas secara keperawatan pasien bisa
bertahap dilakukan dengan cara
 fasilitasi aktivitas melatih posisi duduk
fisik rutin kemudian menggerakan
otot secara aktif
4 Kekurangan nutrisi  makan makanan Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan yang lengkap keperawatan maka
pengeluaran yang mengandung kalori dilakukan asupan gizi
berlebihan serta bergizi bukan normal, asupan makanan
hanya tinggi kalori normal
saja
 makan sediki sedikit
tapi sering
 minum-minuman
yang juga
mngandung kalori
5 Resiko tinggi infeksi  perawatan luka Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan mengunakan keperawatan maka perfusi
luka antiseptic jaringan baik

3.5 Implementasi

NO Tindakan Respon Klien


1 Gunakan obat anti nyeri DS : Pasien merasa nyaman
DO : Pasien harus mengikuti terapi yang di
berikan perawat
2 Pantau suhu badan pasien DS : pasien sudah merasa kuat
DO : dorong pasien konsumsi cairan
3 Membantu klient melakukan DS : Klien mengatakan sudah dapat
aktivitasnya melakukan aktivitasnya sedikit-
sedikit
DO : Klien dapat bangun dan duduk sendiri
4 Kaji pemenuhan kebutuhan klien DS : Pasien mengalami peningkatan nafsu

makan
DO : pasien mempertahankan berat dalam
batas normal
5 Lakukan perawatan luka DS : pasien mengatakn agak berkurangnya
resiko infeksi
DO : Perawat memeriksa TTV

3.6 Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi
1 Nyeri S : Pasien mengatakan ada luka dibelakang
kaki dengan luas 15cm
O : Pasien tampak meringis kesakitan, skala
nyeri 8
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutan intervensi
2 Hipertermi S : Pasien mengatakan demam,
O : Badan terasa panas, suhu 38° C, muka
tanpak kemerahan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutan intervensi
3 Kelemahan tubuh S : Pasien mengatakan badan lemah
O : Kebutuhan dasar pasien dibantu oleh
keluarga pasien dan perawat
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutan intervensi

4 Mual muntah S : Pasien mengatakan mual muntah


O : Pasien tanpak lemah, turgor kulit kembali
labih >3 detik , berat badan menurun 8kg
dalam seminggu, matanya tanpak cekung
5 Resiko tinggi infeksi S : Pasien mengatakan ada luka dibelakang
kaki dengan luas 15cm
O : Badan teraba panas, ada luka dengan luas
15cm, suhu 39° C

BAB 4
Hasil Penelitian Terkait Penatalaksanaan DM
Berdasarkan hasil penelitian terkait penyakit DM yaitu salah satunya Hipertensi
adanya peningkatan suhu tubuh dan juga faktor umur itu sangat rentan menyebabkan DM.
Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas fisik yang di lakukan sehari-hari. pada kasus ini juga
kita harus tetap menjaga sistem kekebalan tubuh supaya sistem immune tubuh kita tetap
terjaga. Diharapkan penderita diabetes melltus untuk mengendalikan penyakit DM agar tidak
semakin parah. DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
Hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin

keluarga sangat berperan dalam penatalaksanaan diabetes milletus, yaitu dengan


memberikan support serta mendukung segala bentuk pengobatan yang terbaik. saat pasien
melakukan diet kluarga berperan dalam meningkatkan tentang makanan yang sebaiknya tidak
dikonsumsi dan dapat memantau aktivitas selama proses diet

BAB 5

PENUTUP
A. Kesimpulan

Diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal
yang disebut resistensi insulin

Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, lemas, berat badan menurun,
kesemutan, gatal, mata kabur, impotensia (pada pria), pruritus vulvae (pada wanita).

Manfaat olah raga :


Meningkatkan kemampuan gerak Meningkatkan derajat sehat dinamis, Awet muda dalam
kemampuan fungsiona,Meningkatkan kualitas hidup ,Menyembuhkan diabetes ,Mencegah
terjadinya penyakit gangguan aliran darah (PJK, stroke)
Menyembuhkan PJK yang ringan

B. Saran

Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat, sehingga pengertian masyarakat


tentang diabetes mellitus akan bertambah. Mengerti serta menyadari tentang seluk beluk
penyakit diabetes mellitus Mengetahui tanda bahaya dari adanya komplikasi diabetes secara
dini
sangat perlu agar tindakan medis secara dini dapat dilaksanakan.Segeralah mulai melakukan
olahraga kesehatan sebelum menjadi penyandang cacat akibat penyulit diabetes. Mengikuti
semua nasehat dokter, baik dalam melakukan olah raga, mengatur diit serta dalam cara
meminum obat

DAFTAR PUSTAKA

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619
http//jurnal.poltekkespadang.ac.id/ojs/indeks.php/jsm

ns.oliva suyen ningsih,M.Kep.(2020) Diabetes Self-Management Education(DSME)

H.M., (2015). Prevalensi Hipertensi dan Diabetes Mellitus

Kennon, B. and Godwin, J. (2010). Lower‐Limb Risk Factors For Falls In People With
Diabetes Mellitus

Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2017). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet terhadap

Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal KEPERAWATAN GSH,
6(1).

Prabowo, A. and Hastuti, W., (2015). Hubungan Pendidikan dan Dukungan Keluarga
Dengan Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Plosorejo
Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)

Anda mungkin juga menyukai