Anda di halaman 1dari 40

http://pivriwentin.blogspot.co.id/2013/10/diabetes-insipidus_7718.html?

m=1

ENDOKRIN

Selasa, 22 Oktober 2013

Diabetes Insipidus

DIABETES INSIPIDUS

Pivri Wentin Sinurat

1110711041
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus diabetes insipidus pada umumnya diderita pada 3 dari 100.000 populasi. Diabetes Insipidus
merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi dan fungsi dari ADH sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air. Simtoma dari penyakit ini adalah poliuria dan
polidipsia. Jenis Diabetes Insipidus yang peling sering ditemui adalah Diabetes Insipidus Sentral yang
disebabkan oleh defisiensi Argina pada hormon AVP. Jenis kedua adalah Diabetes Insipidus Nefrogenesis
yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP.

Walaupun sama-sama bernama Diabetes dan memiliki simtoma yang sama yaitu poliuria, tetapi
Diabetes Insipidus dan Diabetes Mellitus merupakan dua jenis penyakit yang sangat berbeda. Jika
diabetes insipidus diakibatkan oleh masalah ginjal yang tidak merespon hormon ADH dan masalah
produksi hormon ADH pada hipofisis posterior sehingga mengakibatkan volume urine yang keluar sangat
banyak dan urine berwarna jernih, sedangkan Diabetes Mellitus menyebabkan poliuria melalui proses
diuretik osmosis dimana gula darah tinggi dan terdapat glukosa pada urine.

B. Tujuan:

- Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai penyakit Diabetes Insipidus

- Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Anatomi fisiologi penyakit Diabetes
Insipidus.

b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Definisi penyakit Diabetes Insipidus.

c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Etiologi penyakit Diabetes Insipidus.

d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Klasifikasi penyakit Diabetes Insipidus.
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Patofisiologi penyakit Diabetes
Insipidus.

f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Manifestasi Klinis penyakit Diabetes
Insipidus.

g. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Pemeriksaan Penunjang penyakit


Diabetes Insipidus.

h. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Penatalaksanaan medis penyakit


Diabetes Insipidus.

i. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan keperawatan penyakit


Diabetes Insipidus.

C. Sistematika

Sistematika penulisan tersusun menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian akan menjelaskan gambaran
singkat mengenai isi tulisan. Dengan demikian diharapkan dapat mempermudah dalam penyajian dan
pembahasan serta pemahaman terhadap apa yang tersaji. Berikut ini merupakan sistematikanya:

§ BAB I yang merupakan Pendahuluan, akan membahas mengenai latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan.

§ BAB II akan membahas mengenai Sistem Endokrin, Anatomi fisiologi, Definisi, Etiologi, klasifikasi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan medis serta Asuhan
keperawatan dari Diabetes Insipidus

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam
darah yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut hormon. Hormon adalah zat
yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ yang mempengaruhi kegiatan di
dalam sel.

Adapun fungsi kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :

1) Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang yang diperlukan oleh jaringan tubuh
tertentu.

2) Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh

3) Merangsang aktivitas kelenjar tubuh

4) Merangsang pertumbuhan jaringan

5) Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa pada usus halus

6) Memengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.

Kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama dibawah nama organ endokrin, sebab
sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjarnya melalui satu saluran, tetapi langsung masuk ke
dalam darah yang beredar didalam jaringan kelenjar. Kata ‘’endokrin’’ berasal dari bahasa yunani yang
berarti ‘’ sekresi ke dalam’’, zat aktif utama dari sekresi interna disebut hormon, dari kata yunani yang
berarti merangsang. Beberapa organ endokrin yang menghasilkan suatu hormon tunggal, sedangkan
yang lain menghasilkan dua atau beberapa jenis hormon, misalnya klenjar hipofisis menghasilkan
beberapa jenis hormon yang mengendalikan kegiatan banyak organ lain: karnaitulah kelenjar hipofisis
dilukiskan sebagai ‘’kelenjar pimpinan tubuh’’.

1. Beberapa organ endokrin:

2. Kelenjar hipofisis, lobus anterior dan posterior

3. Kelenjar tiroid dan paratiroid

4. Kelenjar suprarenal ,korteks dan medula.

5. Kelenjar timus dan barangkali juga badan pineal.

Pembentukan sekresi interna adalah suatu fungsi penting, juga pada organ dan kelenjar lain, seperti
insulin dari kepulauan Langerhans di dalam pankreas, gastrin didalam lambung, ustrogen dan
progresteron di dalam ovarium, dan testoteron di dalam testis.
Pengetahuan tentang fungsi kelenjar-kelenjar didapati dengan mempelajari efek dari penyakit yang ada
didalamnya dan hal ini biasanya dapat diterangkan sebagai akibat produksi terlalu banyak atau terlalu
sedikit hormon yang diperlukan.

a. Hipotalamus

Hipotalamus terletak tepat dibawah talamus dean dibatasi oleh sulkus hipotalamus. Hipotalamus
berlokasi didasar diensepalon dan sebagian dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus meluas kebawah
sebagai kelenjar hipofiseyng teletak didalam sela tusika os sfenoid.

Fungsi utamanya , antara lain:

Ø Pusat integrasi susunan saraf otonom

a) Regulasi temperatur

b) Keseimbangan cairan dan elektrolit

c) Integrasi siklus bangun tidur

d) Mengontrol intake makanan

e) Respon tingkah laku terhadap emosi

f) Pengaturan/ pengontrolan endokrin

g) Respon seksual

b. Kelenjar Hipofisis

Kelenjar hipofisis terletak didasar tengkorak, didalam fosa hipofisis tulang sfenoid. Kelenjar itu terdiri
atas dua lobus, yaitu anterior dan posterior , dan bagian diantara kedua lobus adalah pars intermedia.
Untuk memudahkan mempelajari fungsinya maka dipandang dua bagian, yaitu lobus anterior dan
posterior.

Lobus aterior kelenjar hipofisis menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja sebagai zat pengendali
produksi sekresi dari semua organ endokrin lain.

a. Hormon pertumbuhan (hormon somatotropik) mengendalikan pertumbuhan tubuh.

b. Hormon tirotropik mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid dalam menghasilkan tiroksin.

c. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) mengendalikan kegiatan kelenjar suprarenal dalam


menghasilkan kortisol yang berasal dari korteks kelenjar suprarenal ini.

d. Hormon gonadotropik
e. Hormon perangsang polikel, (follicle –stimulating hormon-FSH) merangsang perkembangan folikel
graaff didalam ovarium dan pembentukan spermatozoa didalam testis.

f. Luteinising hormon (LH) atau interstitial-cell-stimulating-hormon (ICSH) mengendalikan sekresi


estrogen dan progresteron didalam ovarium dan testosteron didalam testis.

g. Hormon ke tiga dari hormon gonagotropik ini adalah leteotropin atau rolaktin, mengendalikan
sekresi air susu dan mempertahankan adanya korpus luteum selama hamil.

Lobus posterior kelenjar hipofisis mengeluarkan sekret dua jenis hormon : hormon antidiuretik (ADH)
mengatur jumlah air yang melalui ginjal,sedangkan hormon oksitosik merangsang kontraksi uterus
sewaktu melahirkan bayi dan mengeluarkan asi sewaktu menyusui.

c. Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri atas dua buah lobus Yang teletak disebelah kanan dan kiri trakea, dan ikat
bersanma oleh secarik jaringan tiroid yang disebut ismus tiroid dan melintasi trakea disebelah
depannya.

Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel yang dibatasi epitelium silinder, mendapat
persediaan darah berlimpah, dan yang disatukan jaringan ikat. Sel itu mengeluarkan sekret cairan yang
bersifat lekat yaitu koloida tiroid, yang mengandung zat senyawa yodium; zat aktif yang utama dari
senyawa yodium ini ialah hormon tiroxin. Sekret ini mengisi vesikel dan dari sini berjalan ke aliran darah
baik langsung maupun melalui saluran limpe.

Fungsi. Sekresi tiroid diatur sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar hipopisis yaitu hormon
tirotropik. Fungsi kelenjar tiroid sangat erat bertalian dengan kegiatan metabolik dalam hal pengaturan
susunan kimia dalam jaringan, bekerja sebagai perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan
oksigen, dan dengan sendirinya mengatur pengeluaran karbondioksida.

Hiposekresi (hipotiroidisma). Bila kelenjar tiroid kuramh mengeluarkan sekret pada waktu bayi maka
mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal sebagai kreatinisme, berupa hambatan pertumbuhan
mental dan fisik. Pada orang dewasa, kekurangan sekresi mengakibatkan mixsudema; proses metabolik
mundur dan dapat kecenderungan untuk bertambah berat, gerakannya lamban,cara berpikir dan
berbicara lamban, kulit menjadi tebal dan kering, serta rambut rontok dan menjdi jarang. Suhunbadan
dibawah normal dan denyut nadi perlahan.

Hipersekresi. Pada pembesaran kelenjar dan penambahan sekresi yang disebut hipertiroidisma, semua
simtomnya kabilikan dari mixsudema. Kecepatan metabolisme naik dan suhu tubuh dapat lebih tinggi
dari normal. Pasien turun beratnya, gelisah dan mudah marah, kecepatan denyut nadi naik, kardiac
output bertambah dan simtom kardio vaskuler mencangkup vibrilasi atrium dan kegagalan jantung.

Pada keadaan yang dikenal sebagai penyakit Grave atau gondok eksoftalmus, tampak mata menonjol ke
luar. Efek ini disebabkan terlampau aktifnya hormon tiroid. Adakalanya tidak hilang dengan pengobatan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon-hormon sbb :

1) Tri-iodo-tironin(T3) dan Tiroksin (T4), berguna untuk merangsang metabolisme zat, katabolisme
protein, dan lemak. Juga meningkatkan produksi panas merangsang sekresi hormon pertumbuhan, dan
mempengaruhi perkembangan sel-sel saraf dan mental pada balita dan janin. Kedua hormon ini biasa
disebut dangan satu nama,yaitu hormon tiroid.

2) Kalsitonin : menurunkan kadar kalsium plasma, denagn meningkatkan jumlah penumpukan


kalsium pada tulang.

d. Kelenjar Paratiroid

Di setiap sisi kelenjar tiroid terdapat 2 kelenjar kecil yaitu kelenjar paratiroid, didalam leher. Sekresi
paratiroid yaitu hormon paratiroid, mengatur metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat
kapur didalam darah dan tulang.

Fungsi kelenjar paratiroid :

1) Memelihara konsentrasi ion kalsium yang tetap dalam plasma

2) Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat melalui ginjal

3) Mempercepat absorbsi kalsium di intestin

4) Kalsium berkurang, hormon para tiroid menstimulasi reabsorpsi tulang sehingga menambah
kalsium dalam darah

5) Menstimulasi dan mentransport kalsium dan fosfat melalui membran sel

Kelenjar ini menghasilkan hormon yang sring disebut parathormon, yang berfungsi meningkatkan
resorpsi tulang, meningkatkan reorpsi kalsium, dan menurunkan kadar kalsium darah.

Hipoparatiroidisma, yaitu kekurangan kalsium dalam isi darah atau hipoklasemia, mengakibatkan
keadaan yang disebut tetani, dengan gejala khas kejang dan konvulsi, khususnya pada tangan dan kaki
yang disebut karpopedal spasmus; simtom-simtom ini dapat cepat diringankan dengan pemberiaan
kalsium.

Hiperparatiroidisma atau over-aktivitas kelenjar, biasanya ada sangkutpautnya dengan pembesaran


(tumor) kelenjar. Keseimbangan distribusi kalsium terganggu, kalsium dikeluarkan kembali dari tulang
dan dimasukan kembali kedalam serum darah, dengan akibat terjadinya penyakit tulang dengan tanda-
tanda khas beberapa bagian keropos, yang dikenal sebagai osteitis vibrosa sistik, karena terbentuk kista
pada tulang. Kalsiumnya diendapkan didalam ginjal dan dapat menyebabkan batu ginjal dan kegaglan
ginjal.

e. Kelenjar Timus
Kelenjar timus terletak didalam thorak, kira-kira pada ketinggian bifurkasi trakea. Warnanya kemerah-
merahan dan terdiri atas dua lobus. Pada bayi yang baru lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira 10gr
atau lebih sedikit. Ukurannya bertambah, pada masa remaja beratnya dari 30 sampai 40gr, dan
kemudian mengerut lagi. Fungsinya belum diketahui, tetapi diperkirakan ada hubungannya dengan
produksi antibodi.

f. Kelenjar Adrenal

`kelenjar adrenal atau kelenjar suprarenalis terletak diatas kutub sebelah atas setiap ginjalnya. Krlrnjar
adrenal terdiri atas bagian luar yang berwarna kekuning- kuningan yang disebut korteks dan yang
menghasilkan kortisol (hidrokortisol), dengan rumus yang mendekati kortisol, dan atas bagian medula
disebelah dalam yang menghasilkan adrenalin (epifirin) dan noradrenalin (nerepifirin).

Zat-zat tadi disekresikan dibawah pengendalian sistem persyarafansimpatis. Swkresinya


bertambah,dalam keadaan emosi,seperti marah dan takut, serta dalam keadaaan asfiksia dan kelaparan.
Pengeluaran yang bertambah itu menaikan tekanan darah guna melewan syok yang disebabkan
kegentingan ini.

Noradrenalin menaikan tekanan darah dengan jalan merangsang serabut otot didalam dinding pembulu
darah untuk berkontraksi. Adrenalin membantu metabolisme kharbohidrat dengan jalan menambah
pengeluaran glukosa dari hati.

Beberapa hormon terpenting yang disekresikan korteks adrenal adalah hidrokrtison,aldosteron, dan
koltikosteron, yang semuanya bertalian erat dengan metabolisme pertumbuhan , fungsi ginjal dan tonus
otot. Semua fungsi ini menentulkan fungsi hidup.

Pada insufisiansi adrenal ( penyakit addison) , pasien menjadi kurus dan tampak sakit dan makin lemah ,
terutama karena tidakn adanya hormon ini, sedangkan ginjal gagal menyimpan natrium, karena
mengeluarkan natrium dalam jumlah terlampau besar. Penyakit ini diobati dengan kortison.

g. Kelenjar pinealis

Berbentuk kecil merah seperti buah cemara dan terletak dekat korpus kolosum. Fungsinya belum
terang. Kelenjar lai yang menghasilkan sekresi interna penting adalah pankreas dan kelenjar kelamin.

h. Kelenjar Pankreas

Kelenjar ini terdapat di belakang lambung didepan vertebra lumbalis I dan II. Sebagai kelenjar eksokrin
akan menghasilkan enzim-enzim pencernaan ke dalam lumen duodenum. Sedangkan Sebagai endokrin
terdiri dari pulau-pulau Langerhans, menghasilkan hormon. Pulau langerhans berbntuk oval dan
tersebar diseluruh pankreas. Fungsi pulau langerhans sebagai unit sekresi dalam pengeluaran
homeostatik nutrisi, menghambat sekresi insulin, glikogen dan polipeptida. Pada manusia, mengandung
4 macam sel, yaitu :

1. sel A (atau α) : menghasilkan glukagon


2. sel B (atau β) : menghasilkan insulin

3. sel D (atau γ) : menghasilkan somatostatin

4. sel F (sgt kecil) : menghasilkan polipeptida pankreas

Hormon insulin berguna untuk menurunkan gula darah, menggunakan dan menyimpan karbohidrat.
Glukagon berfungsi untuk menaikan glukosa darah dengan jalan glikolisis. Sedangkan somatostatin
berguna menurunkan glukosa darah dengan melepaskan hormon pertumbuhan dan glukagon.

i. Kelenjar Kelamin

Dibagi menjadi 2, yaitu kelamin pria ( testis ) dan kelamin wanita ( ovarium ). Testis terletak di skrotum
dan menghasilkan hormon testosteron. Hormon ini berfungsi dalam mengatur perkembangan ciri seks
sekunder, dan merangsang pertumbuhan organ kelamin pria.

Sedangkan ovarium terdapat pada samping kiri dan kanan uterus, yang menghasilkan esterogen dan
progesteron. Fungsi estrogen adalah pematangan dan fungsi siklus haid yang normal. Sedangkan fungsi
hormon progesteron adalah pemliharaan kehamilan.

B. TEORI BERDASARKAN KASUS

DEFINISI

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai
penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan
kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan
kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
(Khaidir Muhaj, 2009)

Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin abnormal, asupan
cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di
malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol")

ETOLOGI

· Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan.

· Kegagalan pelepasan Hormon ADH

· Infeksi (Meningitis, ensefalitis)

· Tumor

· Obat-obatan

1. Klasifikasi

1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.

Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis hipotalamus)
yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari produksi
hormon ADH.Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut
Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus – pituitary, trauma,
proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes
Insipidus Sekunder.

2. Diabetes insipidus Nephrogenik

Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa
gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu :

1. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral,
gagal ginjal lanjut.

2. Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia.

3. Obat-obatan : litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.

4. Penyakit sickle cell

5. Gangguan diet
PATOFISIOLOGI

Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik,
paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin
kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat pembuatannya), melalui akson menuju ke ujung saraf
yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis,
vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi
vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Peningkatan
osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi
vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap
air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik.
Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya
dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.

Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul
ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.

Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan
osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi
dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat,
maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih
meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak
(polidipsia).

Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana
gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah
karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.

Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang
merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus
supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul
karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan
aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika
dibutuhkan.

DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak
mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa
DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.

MANIFESTASI KLINIS
1. Poliuria : urine yang dikeluarkan setiap hari bisa sampai lebih dari 20L.urine sangat encer dengan
berat jenis 1,005.

2. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan

3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia

4. Penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan:

- Hiperosmolalitas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma dan hipertermia)

- Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kuli buruk

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika dicurigai penyebab poliuria adalah Diabetes Insipidus, maka harus dilakukan pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami karena
penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada
Diabetes Insipidus, antara lain:

1. Hickey Hare atau Carter-Robbins

Hickey-Hare tes adalah uji endokrin untuk menyelidiki osmoregulasi. Cairan NaCl hipertonis diberikan IV
dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH.

a. Infus dengan dexrose dan air sampai terjadi diuresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).

b. Infuse di ganti dengan NaCl 2,5% dengan jumlah 0,25 ml/menit/kg BB di pertahankan selama 45
menit

c. Urin ditampung selama 15 menit.

Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok

Perhatian : pemeriksaaan ini cukup berbahaya

2. Water Deprivation Test


Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus adalah water
deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi
dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat praktek
dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan diukur secara rutin
selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung meningkat atau terjadi
penurunan berat badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon
antidiuretik.

Pengujian dilanjutkan dengan:

3. Uji nikotin

a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20
menit.

b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sample urin sampai osmolalitas/
berat jenis urin menurun bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.

Kemudian uji coba dianjutkan dengan :

4. Uji vasopressin

a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.

b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya atau satu jam kemudian.

5. Pemeriksaan laboratorium

Darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium urin rendah.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya
tampak normal.

Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi
urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada
Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik
tidak terjadi apa-apa.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan diabetes insipidus adalah :

Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini
air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa
pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi.
Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit
gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena
penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria (sedikit kencing).

Ketiga, apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau dengan
zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan air murni, namun
tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut
berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa poliuria tersebut akibat DM
yang merupakan salah satu Differential Diagnosis dari Diabetes Insipidus.

Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon antidiuretik:

- pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti

- tekanan darah naik

- denyut jantung kembali normal

PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan terapi adalah

1. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat

2. Mengganti vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka panjang)

3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang mendasari.

Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda

Penggantian dengan vasopresin. Desmopresi (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopresin yang
tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai
durasi kerja yang lebih lama dan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain
yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan
menyemprotkan larutan obat ke dalam hidung melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua
hingga empat kali pemberian perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes insipidus. Preparat
lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat dan diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam
darah ; namun, kerja preparat ini mungkin terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang
berat. Jika kita akan menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi
pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.

Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak
yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96
jam. Botol obat suntik harus dihangatkan dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan.
Penyuntikkan dilakukan pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada saat tidur. Kram abdomen
merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi penyuntikkan harus dilakukan untuk menghindari
lipodistrofi.

Mempertahankan cairan. Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata memiliki efek


antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit mengalami vasopresin hipotalamik.
Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida juga digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua
preparat tersebut menguatkan kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan
tentang kemungkinan reaksi hipoglikemik.

Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan ginjal, tetapi terapi ini
tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang ringan dan penyekatan prostaglandin
(ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes
insipidus.

Pengobatan yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus nefrogenik adalah diet rendah
natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik
diharapkan dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan
dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang
diekskresikan. Diuretik dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang intertisialmedular sehingga lebih
banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain untuk menangani diabetes
insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid.obat ini mencegah produksi
prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah kemampauan ginjal untuk mengonsentrasi urin.

Apabila pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda gangguan SSP,
misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan dekstros dalam air atau minum air biasa
kaalau ia bisa minum. Pengganti air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa
mengakibatkan edema.
LAMPIRAN

Insulin

Insulin dihasilkan oleh kalenjar pankreas pada tubuh kita, hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh
kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami
gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin
dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen.

Walaupun demikian, hanyalah sebagian dari diabetesein yang membutuhkan insulin eksogen. Seorang
diabetesein yang menggunakan insulin eksogen sedikit banyak akan memerlukan beberapa informasi
serba serbi insulin eksogen tersebut.

Mulai dari cara kerja insulin eksogen, mula kerjanya, waktu tercapainya efek insulin eksogen paling kuat,
lama bekerjanya, dan waktu penyuntikan insulin eksogen disamping pengetahuan cara pemberian
insulin eksogen dan cara penyimpanannya.

a. Keadaan Memerlukan Insulin Eksogen

Semua diabetesein diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta
pada kalenjar pankreas tidak ada ataupun hampir tidak ada.

Diabetesein diabetes tipe 2 mungkin membutuhkan insulin eksogen apabila terapi jenis lain tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah. Selain itu, ada beberapa keadaan lain yang membutuhkan insulin
eksogen :

1. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau
stroke.

2. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah.

3. Ketoasidosis diabetik.

4. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.

5. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori,
untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen
untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau
ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

6. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

7. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

Kekurangan hormon insulin akan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia), sedangkan
kelebihan insulin dapat menyebabkan kadar glukosa terlalu rendah (hipoglikemia).

b. Fungsi insulin

Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya bisa dilakukan dengan cara suntikan, jika diberikan
melalui oral insulin akan rusak didalam lambung. Setelah disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran
darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar gula darah (blood
glucose) dan merubah glucose menjadi energi.

Efek metabolik terapi insulin:

1. Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa.

2. Supresi produksi glukosa oleh hati.

3. Stimulasi utilisasi glukosa perifer.

4. Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot.

5. Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.

6. Mengurangi glucose toxicity.

7. Perbaiki kemampuan sekresi endogen.

8. Mengurangi Glicosilated end product.

c. Tipe - Jenis Insulin

Insulin dapat dibedakan atas dasar:

1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan.

2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.

3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya efek insulin.

Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan jangka
waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :
1. Insulin Eksogen kerja cepat.

Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek.

Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2 macam insulin
CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente.
Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya
dapat bertahan samapai 8 jam.

insulin kerja cepat

2.Insulin Eksogen kerja sedang.

Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan menambahkan bahan
yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan insulin kedalam darah.

Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis ini awal
kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai
dengan 24 jam.

insuline sedang

3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini mempunyai onset
cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40

insulin campur

4.Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam). Merupakan campuran dari insulin dan protamine,
diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar
24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard

d. Cara pemberian insulin

Insulin kerja singkat :

a) IV, IM, SC

b) Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )

c) Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

Insulin kerja menengah / panjang :

a) Jangan IV karena bahaya emboli.


Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena
didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.

e. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah

a. < 60 mg % = 0 unit

b. < 200 mg % = 5 – 8 unit

c. 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit

d. 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit

e. 300 – 350 mg% = 20 unit

f. > 350 mg% = 20 – 24 unit

f. Teknik Penyuntikan Insulin

Sebelum menggunakan insulin, diabetesein ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan
pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen;

1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah bersih.
Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih dan steril.

2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.

3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-lahan
denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi. (Jangan dikocok).

4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial untuk
mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan dipakai campuran
insulin.

5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.

6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung atau tidak.
Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut.
Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis
insulin.

7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan dengan
sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 45
derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan insulin. Bila kadar
glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat.
Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.

Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin
akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu
daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan.

Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya perlemakan dan
menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari
daerah sebelumnya.

Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.

Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikkan, maka
daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu
penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:

Menyuntik dengan suhu kamar

Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara

Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik

Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang

Tusuklah kulit dengan cepat

Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan

Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul

g. Jenis alat suntik (syringe) insulin


a. Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering menjadi
kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak
pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja
setelah itu dibuang.

b. Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes lebih
suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak
menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.

c. Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan insulin
secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung
dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan.

h. Penyimpanan Insulin Eksogen

a. Bila belum dipakai : Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap
(seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer.

b. Bila sedang dipakai : Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa
minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari.

Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai
100 kai dari biasanya.

Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin
diantara 2 waktu pemberian suntikkan.

Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.

i. Efek samping penggunaan insulin

1. Hipoglikemia

2. Lipoatrofi

3. Lipohipertrofi

4. Alergi sistemik atau lokal

5. Resistensi insulin
6. Edema insulin

7. Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan
insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat
atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita
muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu
pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak
ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di
tempat tersebut.

Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan
yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam
beberpa menit atau jam dan berlagsung.

Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai.
Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK
yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan.
Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan
pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.

g. Interaksi insulin

Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan, kortikosteroid,
glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan
merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan
insulin.

Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan /
dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan
fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik.

Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß, obat ini
juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan
penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.
j. Cara pemberian insulin :

Insulin kerja singkat :

a. IV, IM, SC

b. Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )

c. Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

Insulin kerja menengah / panjang :

a. Jangan IV karena bahaya emboli.

Saat ini juga tersedia insulin campuran (premixed) kerja cepat dan kerja menengah.

k. Cara penyuntikan insulin :

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Pada keadaan khusus diberikan
intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal (satu macam insulin
kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang) tetapi juga dapat diberikan kombinasi insulin kerja
cepat dan kerja menengah, sesuai dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian
pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit
insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh pasien yang sama. Harus diperhatikan
kesesuaian kosentrasi insulin (U40, U100) dengan semprit yang dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi
yang tetap.

Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha
bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular dalam maka penyerapan akan terjadi lebih
cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmaniyang dilakukan segera setelah penyuntikan
akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja.

Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non lanjut usia, uyaitu adanya
kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi ( stress ) dll. Dianjurkan
memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu
atau dua kali sehari.

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri
karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia.
Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya.
Prosedur Pemberian Injeksi Insulin Sub Kutan

1. Pengkajian :

1. Keadaan umum klien termasuk TTV dan kadar Gula darah

2. Riwayat penggunaan insulin

2. Persiapan alat

1. Under pad

2. Sarung tangan bersih

3. kapas alkohol/kapas air hangat

4. spuit insulin

5. preparat insulin

6. Tempat sampah medis

7. Sampiran/gorden

8. Lampu penerang

9. jam tangan/jam dinding

3. Persiapan Insulin

1. Mengidentifikasi informasi label pada botol insulin :


a. Tipe : (misal, NPH, reguler, 70/30)

b. Spesies (human, biosintesis,babi)

c. Pabrik ( Lily, Novo Nordisk)

d. Konsentrasi (misal, U-100)

e. Tanggal kadaluwarsa

2. Memeriksa penampilan insulin

a. Jernih atau putih susu

b.Periksa adanya insulin yang menggumpal atau membeku

4. Persiapan Spuit/syringe

1. indentifikasi tanda konsentrasi (U-100) pada syringe/spuit

2. identifikasi ukuran syringe (misal, 100-unit,)

5. Persiapan Injeksi Insulin

1. Tentukan jumlah dosis dan jenis insulin secara benar

2. Ambil insulin menggunakan spuit dengan tepat sesuai dosis

3. Keluarkan udara bila terdapat dalam spuit

4. Lakukan Cara mencampur 2 jenis insulin jika diperlukan

5. Bila menggunakan pen, Pasang jarum insulin dan atur dosis dengan tepat

6. Identifikasi rotasi suntikan insulin

6. Persiapan klien

1. Salam terapeutik

2. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan kapan klien boleh makan

3. Jelaskan tentang alat-alat dan bahan yang akan digunakan

4. Siapkan tempat tidur dan posisi nyaman bagi klien

7. Pelaksanaan

1. Cuci tangan 6 langkah


2. Pakai sarung tangan bersih

3. Dekatkan peralatan ke klien

4. Pasang sampiran untuk privacy klien, Nyalakan lampu penerang

5. Pasang underpad dibawah area penyuntikan

6. Desinfeksi daerah penyuntikan dengan kapas alkohol/kapas air hangat

7. Menyuntikkan insulin dengan tepat

8. Bila menggunakan pen, pertahankan spuit di dalam subkutan selama 10 hitungan sebelum dicabut.

9.Buang kapas dan spuit ketempat sampah medis

10. Kaji area penusukan

11. Ingatkan klien kapan klien boleh makan

12. Rapikan alat alat

13. Cuci tangan 6 langkah

8. Evaluasi

1. Cek kondisi klien

2. Tanyakan respon klien selama dan setelah perawatan

3. Akhiri dengan salam terapeutik

9. Dokumentasi

1. Dokumentasikan jenis, dosis dan area penyuntikan di catan perawatan

2. Catat respon klien sebelum, selama dan setelah penyuntikan

3. catat dengan bolpoint dengan jelas

4. Bila terdapat kesalahan tidak boleh di tipex maupun dihapus, tetapi dicoret dan ditulis revisinya

5. cantumkan nama jelas dan paraf perawat.

C. ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS

1) Pengkajian

a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

b. Riwayat Sakit dan Kesehatan

1. Keluhan utama

Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering keram dan lemas jika
minum tidak banyak.

2. Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi

3. Riwayat penyakit dahulu

Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis, aneurisma/penghambatan arteri menuju otak,
hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik, kelenjar
hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar
hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk ensefalitis, meningitis.

4. Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit
klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.

5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan
peran.

c. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

1. Pernafasan B1 (breath)

RR = 20 x/mnt, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas
normal.

2. Kardiovaskular B2 (blood)
TD = 130/80 mmHg, nadi = 84 x/mnt, suhu = 36,5 oC, suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor
kulit buruk, intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr,klien tampak gelisah.

3. Persyarafan B3 (brain)

Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasitempat-waktu-
orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.

4. Perkemihan B4 (bladder)

Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.010

osmolalitas urin 50-150 mosmol/L

5. Pencernaan B5 (bowel)

Nafsu makan baik, tidak ada mual/muntah, BAB 2 x/hr pagi dan sore. Klien tidak ada sakit maag.

6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

Mandi 2 x/hr pagi dan sore, kulit bersih, turgor kulit buruk, tidak ada nyeri otot dan persendian.

d. Data Laboratorium

ü osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (n= 300-450 mosmol/L)

ü osmolalitas plasma >295 mosmol/L (n= <290 mosmol/L)

ü Urea N: <3 mg/dl.(normal= 3 - 7,5 mmol/L)

ü Kreatinin serum: 75 IU/L. (n= <70 IU/L)

ü Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (n= 0,1 - 0,3 mg/dl)

ü Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (n= 0,3 – 1 mg/dl)

ü SGOT: 38 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)

ü SGPT: 18 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)


ASUHAN KEPERAWATAN

“DIABETES INSIPIDUS”

Data Fokus

Data Subjektif

Data Objektif

1. Keluarga pasien mengatakan:

- klien banyak kencing, terutama pada malam hari

- banyak minum sehari 4-5 liter

- keluarga klien mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun lalu tepatnya setelah kecelakaan (tabrakan
mobil)

- saat kecelakaan keluarga mengatakan kepala pasien terbentur dan mengeluh pusing (diberi obat
pusingnya hilang)

- keluarga klien mengatakan 2 jam sebelum masuk RS klien lemas tidak lama kemudian tidak
sadarkan diri
- Keluarga klien mengatakan tidak tahu tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya

- KU/KS : SS / Soporocoma

- TTV :

TD: 70/40

N: 120x/menit

S: 35,7 c

RR : 24x/menit

- Akral dingin

- Hasil CT : SOL hipofisis

- Poliuria , urine /hari >20liter

- Urine sangat encer

- Turgor kulit buruk

- Mukosa kering

Analisa Data

No

Data Focus

Problem

Etiologi

1
DS

Kelarga pasien mengatakan :

- saat kecelakaan keluarga mengatakan kepala pasien terbentur dan mengeluh pusing (diberi obat
pusingnya hilang)

- keluarga klien mengatakan 2 jam sebelum masuk RS klien lemas tidak lama kemudian tidak
sadarkan diri

DO

- KU/KS : SS / Soporocoma

- TTV :

TD: 70/40

N: 120x/menit

S: 35,7 c

RR : 24x/menit

- Akral dingin

- Hasil CT : SOL hipofisis

- Poliuria , urine /hari >20liter

- Urine sangat encer

- Turgor kulit buruk

- Mukosa kering

Gangguan perfusi jaringan perifer

Pusing dan Penurunan kesadaran

DS

Keluarga pasien mengatakan:


- klien banyak kencing, terutama pada malam hari

- banyak minum sehari 4-5 liter

- keluarga klien mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun lalu tepatnya setelah kecelakaan (tabrakan
mobil)

DO

- KU/KS : SS / Soporocoma

- TTV :

TD: 70/40

N: 120x/menit

S: 35,7 c

RR : 24x/menit

- Akral dingin

- Hasil CT : SOL hipofisis

- Poliuria , urine /hari >20liter

- Urine sangat encer

- Turgor kulit buruk

- Mukosa kering

Gangguan cairan dan elektrolit

Volume cairan tubuh berkurang dan kerusakan pada produksi ADH

3.

DS

Keluarga klien mengatakan :

- saat kecelakaan keluarga mengatakan kepala pasien terbentur dan mengeluh pusing (diberi obat
pusingnya hilang)

- Keluarga klien mengatakan tidak tahu tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya
DO

- KU/KS : SS / Soporocoma

- TTV :

TD: 70/40

N: 120x/menit

S: 35,7 c

RR : 24x/menit

- Akral dingin

- Hasil CT : SOL hipofisis

- Poliuria , urine /hari >20liter

- Urine sangat encer

- Turgor kulit buruk

- Mukosa kering

Kurangnya pengetahuan

Minimnya informasi tentang perawatan dan pengibatan DI

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO

Diagnosa Keperawatan

Tanggal ditemukan

Tanggal teratasi

1.

Gangguan perfusi jaringan b.d Pusing dan Penurunan kesadaran

26/02/2013
2.

Gangguan cairan dan elektrolit b.d Volume cairan tubuh berkurang dan kerusakan pada produksi ADH

26/02/2013

3.

Kurangnya pengetahuan b.d Minimnya informasi tentang perawatan dan pengibatan DI

26/02/2013

NTERVENSI

No

Tanggal

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi keperawatan

1.

26/02/2013
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah Gangguan perfusi jaringan sudah
teratasi dengan kriteria hasil :

- tidak ada pusing,

- kesadaran tidak menurun

- tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

- Capillary refill <3 detik

1.Mandiri

1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu yang menyebabkan


koma/penurunan ferfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK

Rasional : Penurunan menunjukkan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah
serangan awal mungkin bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan inpasif

2. Pantau/ catatat status neurologis secara teratur

Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pda tingkat kesadaran dan potensial peningktan TIk
3. Evaluasi kemampuan membuka mata, kaji respon verbal(GCS);catat apakah pasien sadar,orientasi
terhadap orang, waktu dan tempat

Rasional : Menentukan tingkat kesadaran

4) 2. Kolaborasi

4. Tinggikan kepala pasien 15-45o sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi

Rasional: Meninggikan aliran balik vena dari kepla, mengurangan kongesti dan edema atau risiko
terjadinya peningkatan TIK

2.

26/02/2013
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah Gangguan cairan dan elektrolit sudah
teratasi dengan kriteria hasil :

- Pengeluaran urine yang adekuat (dalam batas normal) eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg
BB/jam)

- TTV stabil (TD:120/80mmHg, N: 60x/m S:37OC,RR: 22x)

- Turgor kulit baik

Membrane mukosa lembab

1. Mandiri

1. catat perubahan TD pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi dan perifer

Rasional : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia

2. catat suhu, warna kulit, atau kelembapanya

Rasional : mengetahui adanya hipovolemi

3. kaji nadi perifer, pengisian kapiler ,turgor kulit, dan membrane mukosa

Rasional : Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi,atau volume sirkulasi yang adekuat

4. pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine

Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan caiaran pengganti fungsi ginjal,dan keefektifan dari
terapi yang diberikan.

2. Kolaborasi

1. berikan terapi cairan sesuai indikasi;

Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekuranga cairan dan respons pasien
secara individual

Memberikan pengukuran yang tepat terhalap pengukuran haluaran urine

2. pasang/ pertahankan kateter urine tetap terpasang

3. pantau pameriksann lab spt: Ht, Bun/creatinin, osmolalitas sarah, natrium, kalium
3.

26/02/2013

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah kurang pengetahuan sudah teratasi
dengan kriteria hasil :

· Klien dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit dan mengikuti instrukasi yang
diberikan secara akurat. Pengarahan obat-obatan, gejala untuk dilaporkan dan perlunya mendapatkan
gelang waspada medis.
1.Mandiri

1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.

2. Jelaskan konsep dasar proses penyakit.

Rasional : Memberi pemahaman kepada pasien

3. Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur

Rasional : Agar pasien tahu pentingnya pemantauan penyakit

BAB III

KESIMPULAN

Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam
darah yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut hormon. Hormon adalah zat
yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ yang mempengaruhi kegiatan di
dalam sel.

Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin abnormal, asupan
cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di
malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol")

DAFTAR PUSTAKA

Barodo, Mary. 2005. Klien Dengan Gangguan Endokrin Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Pearce. Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol.2.
Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisioligi untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC

www.Diabetes.klikdokter.com

www.Indodiabetes.com

Anda mungkin juga menyukai