Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MINGGU KE-2 PADA PASIEN DI RUANG SAMBILOTO


RUMAH SAKIT TK. II KARTIKA HUSADA

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


Dosen Pembimbing: Herman, S.Kep.,Ns., M.Kep
Clinical Instruktur Ruang Sambiloto: Devi Rosilinda Putri, S.Kep., Ners

DISUSUN OLEH:

Nunung Wahdania
I4051211010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Nunung Wahdania


NIM : I4051211010
Tgl Praktek : 27 September 2021 – 9 Oktober 2021
Judul Kasus : Hipertensi Stage II
Ruangan : Sambiloto RS TK. II Kartika Husada

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding
pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah adalah proses yang kompleks
menyangkut pengendalian ginjal terhadap natrium dan retensi air, mengatur
tekanan darah, yaitu darah yang mengalir dan tahanan permbuluh darah
perifer. Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri setiap konstraksi dan kecepatan denyut
jantung.tahanan vascular perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh
darah pembuluh darah perifer.makin sempit pembuluh darah, makin tinggi
tahanan terhadap aliran darah;makin besar dilatasinya makin kurang tahanan
terhadap aliran darah. Jadi makin menyempit pembuluh darah, makin
meningkat tekanan darah. Dilatasi dan konstriksi pembuluh-pembuluh darah
dikendalikan oleh system saraf simpatis dan system renin –angiotensin
(Hasan, 2015).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklarifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial
(hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari
kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doenges,
2010).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan konsisten di atas 140/90 mmhg.diagnosis hipertensi tidak berdasarkan
pada peningkatan tekanan darah yang hanya sekali.tekanan darah harus
diukur dalam posisi duduk dan berbaring. Ada dua macam hipertensi, yaitu
hipertensi esensial (primer) dan sekunder. Sembilan puluh persen dari semua
kasus hipertensi adalah primer. Tidak ada penyebab yang jelas tentang
hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan adanya
faktor-faktor genetic, perubahan hormone, dan perubahan simpatis.
Hipertensi sekunder adalah akibat dari penyakit atau gangguan tertentu
(Maghfirah & Azzaki, 2018).
Hipertensi sering disebut the silent killer karena gangguan ini pada
tahap awal adalah asimtomatis, tetapi dapat mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada organ tubuh vital. Vasokontriksi pembuluh-pembuluh darah
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada ginjal
dengan timbulnya kegagalan ginjal. Selain gijal, otak dan jantung dapat pula
mengalami kerusakan yang permanen (Rudolf, 2016).
2. Etiologi
Sekitar 90% penyebab hipertensi belum diketahui dengan pasti yang
disebut dengan hipertensi primer atau esensial. Sedangkan7% disebabkan
oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan disebabkan oleh kelainan
hormonal atau hipertensi hormonal serta penyebab lain.
Etiologi menurut Udjianti (2010) antara lain:.
1. Hipertensi primer (esensial)
Pada umumnya sekitar 90 % penyebab dari hipertensi ini tidak diketahui.
Beberapa factor yang diduga berkaitan dengan perkembangan hipertensi
primer:
a. Genetik
b. Jenis kelamin dan usia
c. Diet
d. Berat badan
e. Gaya hidup
2. Hipertensi sekunder
Peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada
sebelumnya seperti penyakit ginjal, penggunaan kontrasepsi oral,
penyempitan aorta, kehamilan, luka bakar dan stress.
Faktor-faktor penyebab hipertensi menurut Gunawan (2007) adalah :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita
hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur, jenis kelamin, dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan
terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya lebih
tinggi dibandingkan wanita. Juga, statistic di Amerika menunjukkan
revalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang kulit putih.
3. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi, kegemukan atau mkan berlebihan, stress dan
pengaruh lain :
a. Konsumsi garam yang tinggi
Dari data statistic ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang
diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam
rendah. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan
konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah, dan pengeluaran
garam (natrium) oleh obat diuretic (pelancar kencing) akan
menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
b. Kegemukan atau makan berlebihan
Dari penelitian kesehatan yang banyak dilaksanakan, terbukti bahwa
ada hubungan antara kegemukan (obesitas) dan hipertensi. Meskipun
mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum
jelas, tetapi sudah terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan
tekanan darah.
c. Stres atau ketegangan jiwa
Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung cukup lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat
berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau
kejadian hipertensi pada kulit hitam di Amerika Serikat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang berkulit putih disebabkan
stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka
(Huang, 2014).
4. Pengaruh lain
Pengaruh yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai
berikut:
a. Merokok, karena merangsang system adrenergic dan meningkatkan
tekanan darah.
b. Minum alcohol, minum obat-obatan, misal Ephedrin, Prednison,
Epinefrin.
c. Factor risiko hipertensi esensial meliputi umur (lebih lanjut) , jenis
kelamin (pria), riwayat keluarga mengalami hipertensi, obesitas yang
dikaitkan dengan peningkatan volume intravascular, aterosklerosis
(penyempitan arteria-arteria dapat membuat tekanan darah
meningkat), kadar garam tinggi, (volume darah meningkat),
konsumsi alcohol dapat meningkatkan plasma katekolamin, dan
stress emosi yang merangsang system saraf simpatis.
d. Apabila system saraf simpatis dirangsang, katekolamin, seperti
epinefrin dan norepinefrin akan dikeluarkan.kedua zat kimia ini
menyebabkan konstriksi pembuluh darah, meningkatnya curah
jantung,dan kekuatan kontraksi ventrikel.sama halnya pada system
renin-angiotensin,yang apabila distimulasi juga menyebabkan
vasokonstriksi pada pembuluh-pembuluh darah (Rudolf, 2016).
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf ganglion ke pembuluh darah, pada saat bersamaan
kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan vasokonstriksi.
Vasokonstriksi ini menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
secara tidak langsung juga merangsang pelepasan aldosteron. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Muttaqin, 2009).
Peningkatan tekanan darah terus menerus akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah pada organ organ vital, juga mengakibatkan
penebalan pembuluh darah. Karena pembuluh darah menebal maka perfusi
jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini
mengakibatkan stroke, infark miokard, gagal jantung dan gagal ginjal
(Sloane, 2013).
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang
tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh
memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas
tekanan darah dalam jangka panjang. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi
cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium,
dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi
lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga
intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ (Sloane, 2013).
Menurut Arif mansjoer (2001), patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui
mekanisme:
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu
peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara
mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah
kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah
melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi
perifer.Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam
berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume
sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan
dengan peningkatan tekanan sistolik.
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat
berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol
kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi
otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang
dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible.Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh
resistensi garam (hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi
rendah renin). Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin
tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan
angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan
memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan
angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan
vascular (Setiawan, 2011).
Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi
natrium dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin
akan diperburuk dengan asupan tinggi garam.Jantung harus memompa
secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong
darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total
Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung
yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan
afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen
ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa
darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi,
serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya
yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup (Sloane, 2013).
2. Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan
sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin
disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon
glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon
dari sistem saraf simpatetik.Mekanisme terjadinya hipertensi melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-
converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting
dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi
ginjal akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif).
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif)
oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor
melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi
ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya
meningkatkan volume dan tekanan darah (Sutjahjo, 2016).
3. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke
pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.Sirkulasi sistem saraf simpatis
menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom
memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah.
Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem
renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon. Hipertensi rendah renin atau hipertensi
sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan
aktivitas adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium
yang berpapasan dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan
vasokonstriksi yang mengubah pergerakan kalsium otot polos (Sutjahjo,
2016).
4. Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia
lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah.Sel endotel pembuluh darah juga
memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung
dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida
nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada
kasus hipertensi primer (Sutjahjo, 2016).
Pathway Hipertensi
Usia, gaya hidup, genetik penyakit ginjal, kontrasepsi oral

Hipertensi esensial Hipertensi sekunder

Merangsang pusat vasomotor


Melalui saraf simpatik menuju ganglia simpatis
Melepas asetil kolin
Merangsang serabut saraf ganglion
Merangsang kelenjar adrenalin Melepas epineprin
Darah ke ginjal menurun Vasokontriksi
Melepaskan renin
Angiotensin I Angiotensin II
Gangguan
keseimbangan Retensi natrium dan air Aldosteron meningkat
cairan dan Kurang
elektrolit pengetahuan
Hipertensi esensial dan sekunder

Otak Suplai O2 menurun Nekrosis sel otot jantung


Hipertrofi ventrikuler
Peningkatan tekanan Gangguan perfusi
vaskuler serebral jaringan cerebral Disfungsi sistolik dan
diastoli
Nyeri Mual muntah Gagal jantung
Kelemahan
Curah jantung menurun
Resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan Volume sekuncup
Intoleransi
aktifitas
Gangguan pola

nafas
Sumber : Muttaqin, 2009 ; Udjianti, 2010

4. Tanda dan gejala


5. Sakit kepala
6. Kelelahan
7. Mual dan muntah
8. Sesak nafas
9. Gelisah
10. Pandangan menjadi kabur
11. Pada hipertensi berat, penurunan kesadaran sampai koma dapat terjadi,
karena adanya pembengkakan otak yang disebut ensefalopati hipertensi
(Junaidi, 2010).
12. Pada hipertensi tahap lanjut, pasien dapat mengalami sakit kepala
terutama ketika bangun pagi, penglihatan kabur, epistaksis dan depresi.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Murwani (2011) yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Mengukur tekanan darah.
2. Mengukur berat badan, tinggi badan ( BB ideal, gemuk, obesitas).
3. Pemeriksaan khusus:
a. Jantung ( pada gagal jantung kanan terjadi oedema perifer, sesak
nafas).
b. Elektrokardiografi ( EKG)
c. Foto thorax/dada : dapat menunjukan obstruksi klasifikasi pada area
katup;depositpada dan/atau takik aorta: pembesaran jantung
d. Echocardiogram
e. Pada mata fundus copy ( pembuluh darah pada retina menjadi tipis).
f. Pemeriksaan darah : kolesterol, Uric acid, gula darah, kreatinin,
ureum, trigliserida, elektrolit.
g. Hemoglobin/Hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengidentifikasi faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia
h. Bun/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
i. Glukosa : Hiperglekimia(Diabetes melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi).
j. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi
k. Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik
l. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokontriksi dan hipertensi.
m. CT skan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, atau
feokromositoma

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Junaidi (2010) yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tindakan nonfarmakologi
Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nonfarmakologi yang
dapat mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Teknik-teknik mengurangi stres.
b. Penurunan berat badan.
c. Pembatasan alcohol, natrium, dan tembakau.
d. Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi)
e. Berhenti merokok atau Klien dengan hipertensi ringan yang berada
dalam risiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah
diastoliknya menetap di atas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya di
atas 130 sampai 139 mmHg, perlu dimulai terap iobat-obatan.
2. Terapi Farmakologi
a. Diuretik
b. simpatolitik
c. Penghambat adrenergik alfa
d. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
e. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)
f. Penghambat neuron adrenergic (simpatolitik yang bekerja perifer)
g. Antagonis kalsium
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut Murwani (2011) antara lain:
a. Pada ginjal : kencing sedikit, hematuri
b. Pada otak : stroke, euchephalitis
c. Pada mata : retinapati hipertensi
d. Pada jantung : terjadi pembesaran ventrikel kiri dengan / tanpa payah
jantung, infark jantung

B. Asuhan Keperawatan
A. Data Dasar Pengkajian Pasien
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, dan gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat,, perubahan irama jantung, dan
takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup, penyakit serebrovaskular, episode palpitasi, dan perspirasi
Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Hipotensi postural (mungkin
berhubungan dengan regimen obat). Nadi: Denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis; perbedaan denyut spt., denyut femoral melambat
sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal,
tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Denyut apikal: PMI
kemungkinan bergeser dan/atau sangat kuat. Frekuensi/irama: takikardia,
berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar S2 pada dasar; S3 (CHF
dini); S4 (pengerasan ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur
stenosis valvular Desiran vaskular terdengar di atas karotis, femoralis, atau
epigastrium (stenosis arteri). DVJ (distensi vena jugularis) Ekstremitas:
perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer); pengisian
kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi). Kulit pucat, sianosis, dan
diaforesis (kongesti, hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).
3. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral); faktor stress
multipel (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,
tangisan yang meledak; gerak tangan empati, otot muka tegang, gerakan
fisik cepat, peranapasan menghela, peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol; gula gula berwarna hitam;
kandungan tinggi kalori. Mual muntah. Perubahan berat badan akhir akhir
ini. Riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, kongesti vena,
DVJ, Glikosuria.
6. Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital,
episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan
penglihatan (diplopia, penglihatan kabur), episode epitaksis.
Tanda : Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara;
afek, proses berpikir, atau memori. Respon motorik: penurunan kekuatan
genggaman tangan dan/atau refleks tendon dalam. Perubahan perubahan
retinal optik: dari sklerosis arteri ringan sampai berat dam perubahan
sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi
tergantung pada berat atau lamanya hipertensi.

7. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi, sakit kepala
oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya, nyeri
abdomen/massa.
8. Pernapasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja, takipnea,
ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputu, riwayat merokok.
Tanda : Distres respirasi/penggunaan otot aksosori pernapasan, bunyi
napas tambahan (krakless/mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan, episode parestesia unilaten
transien, hipotesis postural.
10. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : Faktor faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, diabetes mellitus, penyakit serebrovaskular/ginjal, faktor faktor
resiko etnik, dan penggunaan pil KB atau hormon lain; penggunaan obat
alkohol.
Pertimbangan Rencana Pemulangan: DRG menunjukkan rata rata
lamanya dirawat: 4,2 hari, Bantuan dengan pemantauan-diri TD dan
Perubahan dalam terapi obat.

B. Masalah Keperawatan
No Etiologi Problem/Masalah
.
1 - Peningkatan tekanan Nyeri akut
vaskuler cerebral
- Agens cedera fisik
2 - Hipertrofi ventrikel Resiko tinggi terhadap
- Iskhemia Miokardia penurunan curah jantung
- Peningkatan Afterload
3 - Kelemahan fisik Intorelansi aktivitas
- Gaya hidup kurang gerak
4 - Kurang informasi Kurang pengetahuan
- Kurang sumber
pengetahuan
- Salah pengertian dengan
orang lain

C. Prioritas Keperawatan
1. Mempertahankan/meningkatkan fungsi kardiovaskular
2. Mencegah komplikasi
3. Memberikan informasi tentang proses dan program pengobatan
4. Mendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi.
D. Analisa keperawatan
Diagnosa Keperawatan Curah Jantung, Penurunan, Risiko
Tinggi Terhadap
Faktor Risiko Meliputi : - Peningkatan afterlod, vasokontriksi
- Iskemia Miokardia
- Hipertrofi (kekakuan) ventrikular
Kemungkinan dibuktikan oleh : (tidak dapat diterapkan : adanya tanda
dan gejala yang menetapkan diagnosa
aktual.)
Hasil Yang Diharapkan/Kriteria - Berpartisifasi dalam aktivitas yang
Evaluasi-Pasien Akan : menurunkan TD/beban kerja
jantung.
- Mempertahankan TD dalam rentang
individu yang dapat diterima.
- Memperlihatkan irama dan frekuensi
jantung stabil dalam rentang normal
pasien.

Tindakan/intervensi Rasional
Mandiri : 1. Perbandingan tekanan darah
1. Pantau tekanan darah pasien memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang
2. Catat keberadaan, kualitas masalah vaskular.
denyutan sentral dan perifer 2. Denyut karotis, jugularis, radialis
dan femoralis mungkin terpalpasi.
Denyut pada tungkai mungkin
menurun,mencerminkan efek dari
3. Auskultasi tonus jantung dan vasokontriksi dan kongesti vena
bunyi nafas 3. Perkembangan S3 menunjukan
hipertrofi ventrikel dan kerusakan
fungsi. Adanya krekles, mengi
4. Amati warna kulit, dapat mengindikasikan kongesti
kelembaban, suhu, dan masa paru sekunder terhadap terjadinya
pengisian kapiler. gagal jantung kronik.
4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab
dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan
5. Catat edema umum/tertentu vasokontriksi atau mencerminkan
penurunan curah jantung
6. Berikan lingkungan yang 5. Dapat mengindikasikan gagal
tenang dan nyaman jantung, kerusakan ginjal atau
vasikular.
7. Anjurkan teknik relaksasi 6. Membantu untuk menurunkan
rangsangan simpatis: meningkatkan
relaksasi.
8. Pantau respon terhadap obat 7. Dapat menurunkan ransangan yang
untuk mengontrol tekanan menimbulkan stress, membuat efek
darah tenang, sehingga akan menurunkan
TD.
Kolaborasi : 8. Tergantung pada individu dan efek
- Berikan obat-obat sesuai sinergis obat. Karena efek samping
indikasi tersebut.

Diagnosa Keperawatan Intoleransi Aktivitas


Mungkin berhubungan dengan: - Kelemahan umum
- Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
Kemungkinan dibuktikan oleh: - Laporan verbal tentang keletihan
atau kelemahan
- Frekuensi jantung atau respon TD
terhadap aktivitas abnormal
- Rasa tidak nyaman saat bergerak
atau dispnea
- Perubahan-perubahan EKG
mencerminkan iskemia;disritmia
Hasil yang diharapkan/kriteria - Berpartisipasi dalam aktivitas yang
evaluasi-pasien akan: diinginkan/diperlukan
- Melaporkan peningkatan dalam
toleransi aktivitas yang dapat diukur
- Menunjukan penuruna dalam tanda-
tanda intoleransi fisiologi.
-
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Menyebutkan parameter
1. Kaji respon pasien terhadap membantu dalam mengkaji
aktivitas. respons fisiologi terhadap stres
aktivitas.
2. Intruksikan pasien tentang 2. Teknik menghemat energi
teknik penghemat energi. mengurangi penggunaan energi.
3. Berikan dorongan utnuk 3. Kemajuan aktivitas bertahap
melakukan aktivitas/perawatan mencegah peningkatan kerja
diri bertahap jika dapat jantung tiba-tiba, mendorong
ditoleransi. kemadirian dalam melakukan
aktivitas.

Diagnosa Keperawatan Nyeri (akut), Sakit Kepala


Mungkin berhubungan dengan : Peningkatan tekanan vaskular serebral
Kemungkinan dibuktikan oleh : - Melaporkan tentang nyeri
berdenyut yang terletak pada regio
suboksipital, terjadi pada saat
bangun, dan hilang secara spontan
setelah beberapa waktu berdiri.
- Segan untuk menggerakan kepala,
menggaruk kepala, menghindari
sinar terang dan keributan,
mengerutkan kening,
menggenggam tangan.
- Melaporkan kekakuan leher,
pusing, penglihatan kabur, mual,
dan muntah.
Hasil Yang diharapkan/kriteria - Melaporkan
evaluasi-pasien akan : nyeri/ketidaknyamanan
hilang/terkontrol
- Mengungkapkan metode yang
memberikan pengurangan.
- Mengikuti regimen farmakologi
yang diresepkan
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Meminimalkan
Mandiri :
stimulasi/meningkatkan relaksasi
1. Mempertahankan tirah baring
2. Tindakan yang menurunkan
selama fase akut.
tekanan vaskular serebral dan
2. Berikan tindakan
yang memperlambat respon
nonfarmakologi untuk
simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala
menghilangkan sakit kepala dan
komplikasi.
3. Hilangkan/minimalkan
3. Aktivitas yang meningkatkan
aktivitas vasokontriksi yang
vasokonstriksi menyebabkan sakit
dapat meningkatkan sakit
kepala pada adanya peningkatan
kepala.
tekanan vaskular serebral
4. Pasien juga dapat mengalami
4. Bantu pasien dalam ambulasi
episode hipotesi postural
sesuai kebutuhan
5. Meningkatkan kenyamanan
5. Berikan cairan, makana lunak,
umum.
perawatan mulut yang teratur.

- Menurunkan/mengontrol nyeri
Kolaborasi :
dan menurunkan rangsangaan
- Berikan analgesik dan
sistem saraf simpats, mengurangi
antiansietas sesuai indikasi :
teganganoleh stress.

Diagnosa Keperawatan Nurtisi, Perubahan, Lebih dari


Kebutuhan tubuh
Mungkin berhubungan dengan : - Masuk berlebihan sehubungan
dengan kebutuhan metabolik
- Pola hidup monoton
- Keyakinan budaya
Kemungkinan dibuktikan oleh : - Berat badan 10-20% lebih dari ideal
untuk tinggi dan bentuk tubuh
- Lipatan kulit trisep lebih besar dari
15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita (maksimum untuk usia dan
jenis kelamin)
- Dilaporkan atau terobservasi
disfungsi pola makan
Hasil yang diharapkan/kriteria - Mengidentifikasi hubungan antara
evaluasi-pasien akan : hipertensi dan kegemukan
- Menunjukan perubahan pola makan,
mempertahankan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan
kesehatan optimal
- Melakukan/mempertahankan prgram
olahraga yang tepat secara indivdual
1. Kegemukan adala risiko tambahan
Mandiri :
pada tekana darah tinggi karena
1. Kaji pemahaman pasien
disproporsi antara kapasitas aorta
tentang hubungan langsung
dan peningkatan curah jantung
antara hipertensi dan
berkaitan dengan peningkatan
kegemukan.
massa tubuh.
2. Bicarakan pentingnya
2. kesalahan kebiasaan makan
menurunkan masukan kalori
menunjukan terjadinya
dan batasi masukan lemak,
aterosklerosis dan kegemuka, yang
garam, dan gula sesuai indikasi
merupakan predisposisi untuk
hipertensi.
3. Tetapkan keinginan pasien
3. Motivasi untuk penurunan berat
menurunkan berat badan’
badan adalah internal.
4. Kaji ulang masukan kalori
4. Mengidentifikasi
harian dan pilihan diet
kekuatan/kelemahan dalam
5. Tetapkan rencana penurunan
program diit terakhir.
berat badan
5. Penurunan masukan kalori dan
berat badan yang lambat
6. Dorong pasien untuk
mengindikasikan kehilangan
mempertahankan masukan
lemak.
makanan harian.
6. Memberika data dasar tentang
7. Intruksikan dan bantu memilih
keadekuatan nutrisi yang dimakan.
makanan yang tepat.
7. Menghindari makana tinggi lemak
jenuh dan kolesterol pentig dalam
Kolaborasi :
mencegah perkembangan
- Rujuk keahli gizi sesuai
aterogenesis
indikasi

- Memberikan konseling dan


bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
Diagnosa Keperawatan Koping, Individual, Inefektif
Mungkin berhubungan - Krisis situasional/maturasional
dengan : - Perubahan hidup beragam
- Relaksasi tidak adekuat
- Sistem pendukung tidak adekuat
- Sedikit atau tak pernah olahraga
- Nutrisi buruk
- Harapan yan tak terpenuhi
- Kerjaan berlebihan
- Persepsi tidak realistik
- Metode koping tidak efektif
Kemungkinan dibuktikan - Menyatakan ketidakmampuan untuk
oleh : mengatasi atau meminta bantuan
- Ketidakmampuan untuk memenuhi
harapan peran/kebutha dasar atau
pemecahan masalah
- Perilaku merusak terhadap diri sendiri,
makan berlebihan, hilang nafsu
makan, merokok/minum berlebihan,
cenderung melakukan penyalahgunaan
alkohol
- Kelemahan/insomnia kronik;
ketegangan otot; sering sakit
kepala/leher,
kekuatiran/gelisah/cemas/tegangan
emosi kronik, depresi.
Hasil yang diharapkan/kriteria - Mengidentifikasi perilaku koping
evaluasi-pasien akan : efektif dan konseuensinya
- Menyatakan kesadaran kemampuan
koping/kekuatan pribadi
- Mengidentifikasi potensial situasi
stres dan mengambil langkah untuk
menghindari/mengubahnya
- Mendemonstrasikan penggunaan
keterampilan/metode koping efektif
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Mekanisme adaftif prlu untuk
Mandiri :
mengubah pola hidup seseorang,
1. Kaji keefektifan strategi koping
mengatasi hipertensi kronik.
dengan mengobservasi perilaku
2. Manifestasi mekanisme koping
2. Catat laporan gangguan tidur,
maladaftif mungkin merupakan
peningkatan keletihan,
indikator marah yang ditekan dan
kerusakan konsentrasi,
diketahui telah menjadi penentu
ketidakmampuan untuk
utama TD diastolik
mengatasi masalah
3. Pengenalan terhadap stresor
3. Bantu pasien untuk
adalah langkah pertama dalam
mengidentifikasi stresor
mengubah respon seseorang
spesifik dan kemungkinan
terhadap stresor.
strategi untuk mengatasinya
4. Fokus perhatian pasien pada
4. Dorong pasien untuk
realitas situais yang ada relatif
mengevaluasi tujuan hidup.
terhadap pandangan pasien
5. Bantu pasien untuk
tentang apa yang diinginkan,
mengidentifikasi dan mulai
etika kerja keras.
merencanakan perubahan hidup
5. Perubahan yang perlu harus
yang perlu.
diprioritaskan secara realistik
untuk menghindari rasa tidak
menentu dan tidak berdaya
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (2010). Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.


Emiliana, W. (2013). Sirosis hepatis child pugh class c dengan komplikasi asites
grade iii dan hiponatremia. Jurnal Medula, Vol. 1(5) , 51-57.
Hasan, R. (2015). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Huang, L. X. (2014). Ascitic fluid analysis in the differential diagnosis of ascites:
focus on cirrhotic ascites. Journal of Clinical and Translational
Hepatology vol. 2, 58-64.
Maghfirah, D. M., & Azzaki, A. F. (2018). Penatalaksanaan Asites pada Sirosis
Hepatis. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, VOl. 1(3), e-ISSN: 2615-
3874, p-ISSN: 2615-3882, 47-58.
Rudolf. (2016). Buku Ajar Pediatrik. Jakarta : EGC.
Setiawan, M. (2011). Hubungan antara Kejadian Asites pada Cirrhosis Hepatis
dengan Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis . Jurnal Ilmu
Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Malang, Vol. 7(15), 79-93.
Sloane, E. (2013). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Sutjahjo, A. (2016). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan (AUP).
Wong, D. L. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai