SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
NIM. S11033
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Anugerah, Rahmat dan
terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan kerjasama
yang baik dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis dengan segala
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
skripsi ini.
ini
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
vi
5.3 Perubahan Saturasi Oksigen pada Pasien Kritis Sebelum dan Sesudah
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor tabel Judul Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
9 Pedoman Wawancara
10 Transkip Wawancara
12 Lembar Observasi
13 Foto Wawancara/Penelitian
14 Lembar Konsultasi
15 Jadwal Penelitian
xi
Abstrak
Gagal napas merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di
instalasi perawatan intensif. Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas
adalah obstruksi jalan napas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube. Penanganan
untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotracheal Tube dengan
melakukan tindakan suction. Tindakan suction endotracheal tube dapat memberikan
efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Penelitian ini
untuk mengetahui perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan
tindakan suction endotracheal tube di Ruang Intensive Care Unit RSUD dr.Moewardi
Surakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan
deskriptif fenomenology, teknik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan metode Collaizi. Partisipan dalam penelitian ini adalah 4 perawat yang
bekerja di ICU, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling dengan kriteria partisipan perawat dengan kriteria pendidikan
minimal D3 keperawatan, lama bekerja minimal tiga tahun di ICU, berpengalaman
melakukan suction.
Hasil penelitian ini setelah dilakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang
endotracheal tube saturasi oksigen pasien mengalami penurunan antara 4-10%.
Respon pasien saat terjadi perubahan saturasi oksigen yaitu sesak napas, HR
xii
ABSTRACT
Respiratory failure is the cause of high morbidity and high mortality at the Intensive
Care Unit. The condition that leads to respiratory failure is airway obstruction,
including obstruction on endotracheal tube. The airway obstruction handling due to
the accumulation of secretions in the endotracheal tube is done through suction. The
endotracheal tube suction can give effects such as oxygen saturation reduction as
much as greater than 5%. The objective of this research is to investigate the oxygen
saturation change in the critically ill patients exposed to the intervention of
endotracheal tube suction at the Intensive Care Unit of Dr. Moewardi General Hospital
of Surakarta.
This research used the descriptive qualitative phenomenological method. The samples
of research consisted of 4 nurses who had the length of employment at the Intensive
Care Unit of more than 3 years, who held the education background of Diploma III in
Nursing Science, and who had experiences to do suction. The samples were taken by
using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using
the Colaizzi’s method.
The result of this research shows that following the suction intervention to the patients
with the endotracheal tube, the oxygen saturation patient decreased as much as 4-10%.
The responses of the patients when the oxygen saturation change took place included
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf
Care Unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernapas
melalui Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. Salah satu indikasi klinik
yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Gagal napas terjadi bila pertukaran
konsumsi oksigen (O2) dan pembentukan karbon dioksida (CO2) dalam sel-sel
tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi
jalan napas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Obstruksi jalan
napas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidak mampuan batuk secara
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif (Hidayat, 2005).
1
2
Hasil studi di Jerman dan Swedia melaporkan bahwa insidensi gagal napas
Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka
(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Data yang diperoleh dari buku registrasi
pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari-
Oktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan
yang mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata-rata
pasien yang dirawat di ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang
mengalami kejadian gagal napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11
napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara umum
pasien yang terpasang ETT memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk
pasien dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan
terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang
pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak
oksigen adalah dengan menggunakan alat oksimetri nadi (pulse oxymetri), dengan
pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepat saat pelaksanaan
gagal napas hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada kematian bisa
Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien yang terpasang ETT dan terdapat
oksigen. Tindakan suction ETT dapat memberikan efek samping antara lain
terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%. Sebagian besar responden yang
oleh penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari penghisapan
lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
4
lebih dari 5%. Sehingga pasien yang menderita penyakit pada sistem pernapasan
akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang
signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir, hal tersebut sangat
berbahaya karena bisa menyebabkan gagal napas (Berty, 2013). Berdasarkan studi
didapatkan data jumlah tempat tidur di ICU sebanyak 13 tempat tidur, pasien yang
dirawat di ICU 80% terpasang ETT. Pada bulan November 2014 jumlah pasien
agar kasus gagal napas yang dapat menyebabkan kematian dapat dicegah maka
sangat diperlukan pemantauan kadar saturasi oksigen yang tepat. Hal inilah yang
saturasi oksigen pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction endotracheal
dr.Moewardi Surakarta.
suction.
suction.
saturasi oksigen.
endotracheal tube.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1. Oksigen Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan
atau dibawa dalam media tertentu, hal ini dapat diukur dengan
dari dua diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu
1. Hemoglobin (Hb)
Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb rendah
normal.
12
2. Sirkulasi
3. Aktivitas
1. Persiapan Alat
a. Oksimetri nadi
b. Sensor probe
2. Persiapan Pasien
2.1.1.7. Pelaksanaan
1. Cuci tangan
kapiler
oksimetri nadi
(Menerez, 2012).
shock septik.
donor organ.
18
mengirim
selama 72 jam.
jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat
ICU, dan untuk ICU level III diperlukan minimal 75% dari
bersertifikat ICU.
2.1.3. Suction
2012).
adalah :
3. Remaja-dewasa : 10-16F
Tekanan yang direkomendasikan Timby (2009) dijelaskan
apabila:
b. Diduga aspirasi
ditemukan:
adalah:
penghisapan.
26
5. Siapkan peralatan
100 %.
bila perlu.
melindungi perawat
ke 12-15 l/menit.
maksimal.
ventilasi pasien.
6) Bereskan alat dan cuci tangan.
28
2.1.3.6. Komplikasi
Erb, 2002):
1. Hipoksemia
3. Infeksi nosokomial
4. Respiratory arrest
5. Bronkospasme
6. Perdarahan pulmonal
7. Disritmia jantung
8. Hipertensi/hipotensi
9. Nyeri
10. Kecemasan
2013).
29
fungsional.
mulut)
5. Spuit 10 cc atau 20 cc
9. Stilet
30
memegang laringoskop.
31
10. Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan
detik.
13. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau
tercabut.
2.1.4.5. Komplikasi
hipoksia.
3. Gigi patah.
pipa.
bilateral.
2.1.5. Hemodinamika
tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi
34
saat yang tepat, agar segera dilakukan terapi. Parameter yang digunakan
rektal.
pernapasan.
infrared melalui aliran darah arteri pada lokasi dimana alat ini
(Zakkiyah, 2014).
38
Dirawat di ICU
Gagal napas
Pemasangan ETT
Sekresi berlebihan
Tindakan suction
Perubahan saturasi O2
Tindakan
oksigen pada pasien kritis yang terpasang endotracheal tube saat dilakukan
tindakan suction.
40
2.4. Keaslian Penelitian
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Berty Irwin Kitong
(2013)
Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal Tube (ETT) Terhadap Kadar Saturasi
Oksigen Pada Pasien yang Dirawat di Ruang ICU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado.
Metode Pre Eksperimen dengan menggunakan rancangan penelitian One- Group Pretest-
Posttest Design.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16 pasien mengalami penurunan saturasi oksigen setelah
dilakukan tindakan suction.
Sri Paryanti (2007)
Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Ketrampilan Melaksanakan Prosedur Tetap
Isap Lendir / Suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Deskriptif analitik, dengan metode cross sectional.
Keterampilan perawat dalam melaksanakan prosedur suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto sebagian besar dalam kategori baik.
Maggiore et al (2013)
Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning During Mechanical Ventilation by
Changing Practice
Kuantitatif 46,8% responden
mengalami penurunan saturasi oksigen dan 6,5% disebabkan karena tindakan suction.
BAB III
METODE PENELITIAN
peristiwa dan interaksi manusia didalam situasi yang khusus (Sutopo, 2006).
41
42
mengatur data, melakukan analisis data dan menyusun reduksi data, dan yang
Surakarta.
3.2.1. Tempat Tempat dan waktu penelitian sangat mempengaruhi hasil yang
diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus
3.2.2. Waktu Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu tanggal 9 Februari
RSUD dr. Moewardi Surakarta yang berjumlah 28 orang dengan kriteria yang
secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap.
Pelaksanaan pengumpulan data sesuai dengan sifat peneliti yang lentur dan
inklusi:
saturasi data yaitu jika dari informan yang dipilih sudah tidak memberikan
perawat dan observasi terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien yang
dilakukan tindakan suction endotracheal tube. Observasi dilakukan pada 3
2. Terdapat sekret
3.4.1. Instrumen
1. Instrument inti
2. Instrumen penunjang
Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu :
penyakit pasien.
dan informan.
(Creswell, 2013) :
1. Wawancara Mendalam
(Sutopo 2006).
(Sutopo 2006).
3. Studi dokumentasi
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh
sesuai dengan SOP yang ada di rumah sakit, selain itu juga untuk
tindakan suction.
3. Tahap Terminasi
partisipan.
penelitian. Teknik analisa yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah
melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang sama
seperti partisipan.
diabaikan.
3.5.4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan
lain.
52
tersebut.
endotracheal tube.
ini meliputi :
check.
53
(Sugiyono, 2012)
54
3.7. Etika Penelitian
kepada partisipan.
3.7.2. Anonimity
dengan nomor dan inisial penulisan. Nomor dan inisial dari partisipan
3.7.3. Confidentiality
(Sugiyono, 2012)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
dalam melakukan tindakan suction pada pasien kritis yang dilakukan tindakan suction
endotracheal tube di ICU RSUD dr. Moewardi Surakarta, kemudian akan dibahas
karakteristik partisipan yang terlibat secara langsung dalam penelitian dengan singkat
1912 oleh Gereja Gereformeerd Delft dan Gereja-gereja Zuid Holland ten
Noorden. Rumah Sakit Jebres disebut juga Rumah Sakit Komplek C, khusus
Kecamatan Jebres, Surakarta ini mempunyai luas tanah 49.622 m2 dan luas
bangunan 15.868 m2. Rumah Sakit Jebres (Komplek C) sesuai dengan keputusan
1973 Nomor: Hukum G 171/1973 diberi nama Komplek Rumah Sakit dr.
55
56
yang semula RSUD Kelas B Propinsi Dati I Jawa Tengah di Surakarta menjadi
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pergantian nama ini diresmikan pada tanggal 10
November 1988. RSUD dr. Moewardi Surakarta yang terletak di Jl. Kolonel
Sutarto 132 Surakarta adalah rumah sakit negeri kelas A. Rumah sakit ini
pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah
sakit pusat. Rumah Sakit ini mempunyai 676 tempat tidur inap, dengan 232
dokter, dari 232 dokter di rumah sakit ini, 179 adalah spesialis, 29 dokter umum,
6 dokter gigi, 5 spesialis gigi, 13 dokter bedah, 721 perawat, dan 87 bidan.
Ruang Intensive Care Unit (ICU) yang ada di Rumah Sakit dr. Moewardi
Surakarta mempunyai kapasitas tempat tidur 13 tempat tidur dan 1 kamar isolasi.
Kriteria pasien yang masuk ke ruang ICU adalah pasien kritis yang memerlukan
terapi intensive dan tertitrasi, seperti: dukungan, bantuan ventilasi, alat penunjang
pemantauan canggih di ruang ICU sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan
terapi intensif segera misalnya pasien dengan luka bakar. Pasien tersebut
57
memerlukan perawatan yang lebih intensif karena beresiko terkena infeksi dari
luar, untuk pasien yang berada di kriteria ini ditempatkan di ruangan khusus
4.2.1. Partisipan 1
ruang ICU. Tn.G sudah menjadi pegawai tetap di ICU RSUD dr Moewardi.
Tn. G sudah sering melakukan tindakan suction pada pasien yang terpasang
kegawatdaruratan.
4.2.2. Partisipan 2
Tn.A berjenis kelamin laki-laki, berusia 26 tahun, pendidikan
tube.
4.2.3. Partisipan 3
4.2.4. Partisipan 4
tindakan suction pada pasien yang terpasang ETT. Sebelum di ICU RSUD
jika tindakan suction perawat tidak sesuai SOP 5) Pengertian ETT 6) Cara
Tema SOP tindakan suction pada pasien yang terpasang ETT ini
suction.
“... Setelah sudah siap kita kontrak dengan pasien tindakan yang
dilakukan.
saturasi oksigen.
dalem...” (P01)
mentok...” (P02)
detik...” (P02)
“... setelah masuk baru kita tekan kanul suctionnya, kita tarik
3 detik...” (P04)
suction...” (P01)
suction, lap dengan kassa baru kita cuci dengan NaCl...” (P04)
suction.
63
suction pada pasien yang terpasang ETT dapat diketahui bahwa SOP
handscoon, pinset, kanul suction, NaCl, kassa non steril. Kontrak waktu
selama 2 menit kemudian observasi vital sign pasien seperti nadi, tensi,
sambil tarik dalam waktu kurang dari 10 detik kalau sudah sambungkan
dengan kassa bagian luar kanul suction dari pangkal sampai ujung.
sekret dengan suction karena masih ada sekret dalam ETT pasien,
kemudian membilas dengan NaCl setelah itu membereskan alat dan cuci
selama 5 detik.
Sesuai SOP 2) Tidak sesuai SOP. Hal ini sesuai pernyataan partisipan
berikut ini :
“... semuanya harus sesuai SOP, ndak hanya di ICU tapi dibangsal
manapun melakukan tindakan harus sesuai SOP...” (P01)
ICU sudah sesuai SOP, tidak hanya di ICU tapi di semua bangsal semua
tindakan harus dilakukan harus sesuai SOP. Hal ini berbeda dengan
partisipan :
“... Prinsipnya bersih, kan itu kassanya aja kassa bersih. Kalau yang
steril itu kanulnya... kanulnya steril, tapi kalau kassanya itu bersih.
Prinsipnya itu bersih. Kalau prinsipnya steril pasien satu habis
berapa handscoon steril?...” (P02) “... Kelihatannya belum mas, kita
prinsipnya hanya bersih. Kalau kita pakai prinsip steril ndak
mungkin mas...” (P03) “... Prinsipnya bersih, kalau steril susah..
(P04)
66
membengkak
“... kendalanya satu kalau kita maunya steril berarti sekali pakai
langsung dibuang padahal nek kita seperti itu kasihan pasien. Biaya
untuk suction nanti jadi membengkak, nanti bisa jadi biaya suction
dan perawatan lebih besar dibiaya suction tadi karena ya itu tadi
misal sekali pakai terus buang...” (P04)
5. Pengertian ETT
napas definitif 2) Alat untuk manajemen air way. Berikut ungkapan dari
pertisipan :