Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PRAKTIKUM NUTRISI TANAMAN

“ANALISIS NITRAT DENGAN LAQUATWIN”

Disusun Oleh :
Nama : Wandi Julianto Tambun
NIM : 195040201111106
Kelas : A
Asisten : Oktavian Erta Ananda Putri

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat empat jenis unsur yang paling banyak dijumpai dalam jaringan tanaman adalah
C, H, O dan N. Tiga unsur pertama mudah tersedia bagi tanaman, terutama dalam bentuk CO2,
H20 dan O2 (Sugito, 2012) . Namun Nitrogen (N) yang merupakan penyusun utama protein,
relative tidak tersedia bagi tanaman walaupun molekul nitrogen menduduki 80 persen dari total
unsur di atmosfir. Pada umumnya, nitrogen di atmosfir secara kimiawi bersifat “innert” dan
tidak bisa langsung digunakan oleh tanaman. Sebagai pengganti tanaman gharus bergantung
pada sejumlah kecil senyawa Nitrogen (N) yang terdapat dalam tanah, terutama yang berbentuk
ion bagi nitrit dan ammonium, selanjutnya fiksasi hayati telah dilaporkan pada berbagai jenis
organism, baik organism yang hidup bebas maupun simbiosis antara jasad renik dan tanaman
tinggi terutama jenis legume (kacang-kacangan). Tanaman nonlegume biasanya menyerap
Nitrogen (N) dari dalam tanah dalam bentuk nitrat (NO₃⁻) atau ammonium (NH₄⁺), dimana
pada kebanyakan tanah pertanian nitrat merupakan bentuk senyarwa Nitrogen (N) yang paling
banyak diserap tanaman. Tanaman legume mampu mengambil N2 dari atmosfir dengan
bantuan Rhizobia sp. Hanya sedikit Nitrogen (N) tanah yang digunakan oleh tanaman legume.
N-organik dalam tanaman akan segera diubah menjadi asam - asam amino dan akhirnya
dirangkai menjadi protein tanaman. Protein sel-sel vegetatif sebagian besar lebih bersifat
fungsional daripada struktural dan bentuknya tidak stabil sehingga selalu mengalamai
pemecahan dan reformasi. Sebagai pelengkap bagi perananaya dalam sintesa protein, Nitrogen
(N) merupakan bagian tak terpisahkan dari molekul klorofil dan karenanya suatu pemberian
Nitrogen (N) dalam jumlah cukup akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang subur dan
warna daun hijau gelap. Pemberian Nitrogen (N) yang berlebihan dalam lingkungan tertentu
dapat menunda fase generatif tanaman dan bahkan tidak terjadi sama sekali. Secara fungsional,
nitrogen juga penting sebagai penyusun enzim yang sangat besar peranannya dalam proses
metabolisme tanaman, karena enzimnya tersusun dari protein. Nitrogen merupakan unsur amat
mobil dalam tanaman yang berarti bahwa protein fungsional yang mengandung Nitrogen (N)
dapat terurai pada bagian tanaman yang lebih tua, kemudian diangkut menuju jaringan muda
yang tumbuh aktif (Tando, 2019).
Diantara berbagai hara tanaman, Nitrogen (N) termasuk yang paling banyak mendapat
perhatian, karena jumlahnya yang sedikit dalam tanah, sedangkan yang terangkut oleh tanaman
berupa hasil panen setiap musim sangat banyak. Selain itu, Nitrogen (N), sering hilang karena
pencucian dan penguapan, sehingga ketersediaannya dalam tanah untuk dapat diserap tanaman
sangat kecil. Oleh karena itu, pengawetan dan pengendalian unsur ini sangatlah penting
(Purwono dan Harsono, 2005 dalam Isrun, 2010), selanjutnya tantangan terbesar dalam
kegiatan pertanian saat ini adalah peningkatan efisiensi penyediaan Nitrogen (N), melalui
pengurangan kehilangan Nitrogen (N) dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Nitrifikasi
merupakan proses perubahan amonium (NH₄⁺) menjadi nitrat (NO₃⁻), perubahan ini dapat
merugikan apabila laju nitrifikasi terlalu tinggi. Untuk mengatasi tantangan tersebut di atas
maka diperlukan suatu upaya. Upaya petani di negara maju untuk meningkatkan efisiensi
Nitrogen (N) salah satunya dengan senyawa penghambat nitrifikasi, antara lain dengan
penggunaan pupuk Nitrogen (N) lepas lambat (slow release) atau pupuk Nitrogen (N) bersama
nitrification inhibitor seperti thiourea; sulfathiazole; dan N-serve (nitrapirin). Walaupun
senyawa sintetik tersebut efektif mengurangi kehilangan Nitrogen (N) tanah, namun selain
harganya relatif mahal ternyata juga berdampak negatif terhadap mikroba non-target seperti
bakteri penambat N2 dan mikoriza (Khalifa, 2010).
Bila tanah kurang mengandung Nitrogen (N) tersedia, maka seluruh tanaman akan
berwarna hijau pucat atau kuning (klorosis). Hal ini dapat terjadi karena rendahnya produksi
klorofil dalam tanaman. Daun tertua lebih dahulu menguning karena Nitrogen (N) dipindahkan
dari bagian tanaman ini menuju ke daerah ujung pertumbuhan. Daun bagian bawah tanaman
yang mengalami defisiensi pada awalnya menguning dibagian ujung dan gejala klorosis cepat
merambat melalui tulang tengah daun menuju batang. Daun tepi dapat tetap hijau untuk
beberapa saat. Bila defisiensi menjadi semakin berat, daun tertua kedua dan ketiga mengalami
pola defisiensi serupa dan daun tertua pada saat iru akan menjadi coklat sempurna. Bila
defisiensi Nitrogen (N) dapat dilacak pada awal pertumbuhan, maka dapat diatasi dengan suatu
penambahan pupuk yang mengandung Nitrogen (N) sedikit pengaruh pada hasil panen (Sugito,
2012).
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kandungan nitrat pada pakcoy
dengan menggunakan metode laquatwin.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Nitrogen
Proses transformasi Nitrogen terdiri dari mineralisasi (aminonification), nitrifikasi,
denitrifikasi, fiksasi nitrogen, asimilasi (penyerapan oleh tanaman dan bakteri), serta proses
lain yang mendukungnya (Lee dan Lin, 1999). Proses mineralisasi, penyerapan oleh tanaman,
nitrifikasi dan dissimilatory nitrate reduction to ammonium (DNRA) merupakan proses
perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain dari Nitrogen. Proses denitrifikasi dan ammonia
volatilisation merupakan proses export dan menghasilkan jumlah kehilangan Nitrogen dari
sistem. Fiksasi Nitrogen merupakan proses yang penting yaitu proses penangkapan Nitrogen
dari atmosfer menuju daratan dan ekosistem air (Merz, 2000).
1. Fiksasi Nitrogen
Fiksasi nitrogen merupakan proses yang sangat penting baik secara khusus ataupun umum.
Proses utamanya adalah untuk menjaga keseimbangan kehilangan N pada saat denitrifikasi.
Fiksasi nitrogen adalah proses dimana gas N2 di atmosfer di difusikan ke dalam larutan dan di
reduksi lagi menjadi bahan N organik oleh bakteri autrothop, dan heterotroph, alga biru-hijau,
dan tanaman tinggi lainnya (Kadlec dan Knight, 1996). Fiksasi Nitrogen dapat dihambat
dengan konsentrasi N yang tinggi, umumnya proses fiksasi nitrogen tidak terjadi pada
ekosistem yang kaya akan nitrogen. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan proses fiksasi
nitrogen sangat tinggi dan biasanya dihasilkan oleh beberapa aktivitas fotosintesis.
2. Mineralisasi (Ammonifikasi)
Mineralisasi merupakan proses transformasi bahan organik menjadi bahan anorganik
(Merz, 2000). Mineralisasi merupakan proses transformasi N organik secara biologis menjadi
NH4 + yang terjadi selama proses degradasi bahan organik berlangsung (Gambrell, 1978).
Mineralisasi terjadi melalui penguraian jaringan organik yang mengandung asam amino oleh
mikroba, hydrolisis dari urea dan asam urat, dan melalui ekskresi yang dikeluarkan secara
langsung oleh tanaman dan hewan (Kadlec dan Knight, 1996).
Mineralisasi dapat terjadi pada kondisi aerobik maupun anaerobik, tetapi pada proses an-
aerobik terjadi sangat lambat dikarenakan berkurangnya bakteri heterotropik pada lingkungan
tersebut. Proses mineralisasi dipengaruhi oleh temperatur (optimum pada 40-60o C), pH
(optimal pada pH 6,5 dan 8,5), perbandingan karbon dan nitrogen (C/N ratio) dari substrate,
tersedianya nutrien didalam tanah, dan sifat dari tanah seperti struktur dan tekstur tanah (Reddy
dan Patrick, 1984). Proses mineralisasi bahan organik akan melepaskan ion amonia dan
dikontrol oleh pH. Pada pH tinggi (misal diatas 9) arah kesetimbangan menuju ke amonia
(jumlah amonia yang terbentuk akan semakin bertambah). Amonia mudah menguap pada pH
tinggi, sehingga hilangnya gas amonia dapat melalui penguapan, tetapi dalam kondisi alamiah
proses hilangnya amonia berlangsung minimal.
3. Nitrifikasi
Setelah ion NH4 + terbentuk melalui proses mineralisasi masih ada beberapa perjalanan
dari nitrogen yang akan terjadi, diantaranya diserap oleh akar tanaman, atau digunakan oleh
mikroorganisme an-aerobik dan diubah menjadi bahan organik, terjadi proses ion exchange
oleh partikel tanah, atau akan mengalami proses nitrifikasi (Mitsc dan Gosselink, 1993).
Nitrifikasi merupakan proses oksidasi secara biologi dari ammonium-N menjadi nitrat-N
dengan nitrit-N (NO2 - ) sebagai produk intermediate (Lee dan Lin, 1999).
Sebagian besar mikroorganisme yang menggunakan karbon organik sebagai sumber energi
(heterotroph) dapat melakukan oksidasi kandungan Nitrogen. Tetapi nitrifikasi secara
autotroph umumnya mendominasi proses amonium menjadi nitrat (Merz, 2000). Proses
nitrifikasi dilakukan dengan bantuan dua grup bakteri kemoautotrophik yang dapat melakukan
proses oksidasi. Langkah pertama (Mitsc dan Gosselink, 1993) yaitu oksidasi amonium
menjadi nitrit :
2NH₄⁻ + 3O₂ 2NO₂⁻ + 2H₂O + 4H⁺ + ENERGY
Proses ini dilakukan dengan bantuan bakteri Nittrosomonas sp.
Langkah kedua yaitu oksidasi nitrite menjadi nitrate :
2NO₂⁻ + O 2NO₃⁻ + ENERGY
Proses ini dilakukan oleh bakteri Nitrobacter sp.
Bakteri nitrifikasi memerlukan karbon dioksida sebagai sumber karbon dan akan
berhenti berkembang serta melakukan proses nitrifikasi apabila persediaan karbon dioksida
terbatas (Merz,2000). Pertumbuhan bakteri nitrifikasi relatif sangat lambat dibandingkan
dengan bakteri heterotropik, oleh karena itu diperlukan area permukaan yang luas untuk
perkembangan biofilm yang merupakan cara untuk mengoptimalkan proses nitrifikasi.
Proses nitrifikasi dikontrol oleh beberapa faktor diantaranya: suplai dari ammonium, suplai
dari oksigen, suplai dari karbon dioksida, kepadatan populasi dan bakteri nitrifikasi,
temperatur, pH dan alkalinitas. (Merz, 2000).
4. Denitrifikasi
NO3 lebih aktif bergerak dibandingkan NH4 - didalam larutan. Jika NO3 - mengalami
asimilasi oleh tanaman, mikroba atau mengalir menuju air tanah dengan pergerakan yang cepat,
tetapi NO3 - mengalami proses denitrifikasi (Lee dan Lin,1999). Denitrifikasi adalah proses
reduksi dari NO3 - secara biologi menjadi bentuk gas seperti molekul N2, NO, NO2, dan N2O
(Novonty dan Olem, 1994). Proses dissimilatori denitrifikasi terjadi selama proses respirasi
dari bakteri heterotroph (Merz, 2000). Pada kondisi an-aerobik (bebas oksigen) serta adanya
substrat organik (karbon), organisme denitrifikasi seperti bacillus, micrococcus, alcaligenes
dan spirillum dapat menggunakan nitrat sebagai elektron akseptor selama proses respirasi.
Organisme ini mengoksidasi bahan karbohidrat dengan dikonversi oleh NO3 - menjadi
karbondioksida (CO2), air (H2O), dan N dalam bentuk gas dan bahan oksida gas lainnya yang
dihasilkan dalam proses denitrifikasi (Reddy, 1984).
5CH₂O + 4NO₃ + 4H⁻ 5CO₂ + 2N₂ + 7H₂O
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kecepatan denitrifikasi meliputi ada dan tidak
adanya oksigen, siap sedianya bahan karbon, temperatur, kelembapan tanah, pH, keberadaan
mikroba denitrifikasi, tekstur tanah, dan adanya genangan air (Reddy, 1984).
2.2 Konversi Nitrat dalam Sel
Di dalam sel terjadi proses-proses konversi (metabolisme) nitrogen yang berhasil diserap
akar melalui penyerapan aktifnya. Proses tersebut meliputi :
(1) Konversi NO3 menjadi NH₃, jika pasokan berupa NO₃⁻ ,
(2) Aminasi reduktif ke asam keto yang ada ddalam sitozol, seperti OAA, Piruvat, dan Keto-
glutarat
(3) Pembentukan Amida, suatu timbunan gugus amin dalam tubuh, yaitu Asparagin (C-4),
Glutamin (C-5), yaitu NH3 ditambahkan ke asam amino aspartat untuk dijadikan asparagin,
atau ditambahkan ke asam glutamat untuk dijadikan glutamin.
(4) Transaminasi : gugus amin suatu asam amino dipindahkan ke as. keto yang lain. Asam
amino yan satu mengalami deaminasi oksidatif dan asam keto yang lain mengalami aminasi
reduktif sehingga menjadi asam amino baru.
a. Aminasi Reduktif
Ion amonia yang ada di sitozol dikondensasikan dengan asam-asam a-keto sehingga
terbentuk asam amino baru. Proses ini bersifat reaksi reduksi, sehingga sering disebut sebagai
aminasi reduktif. Pada konversi ini melibatkan peranan enzim reduktase. Proses aminasi terjadi
dalam 2 tahap, yakni :
(1) aminasi as. α-keto sehingga terbentuk asam α-imino
(2) reduksi asam α-imino menjadi asam amino baru.
Pada reaksi reduksi, melibatkan ko-enzim NADPH2 (suatu reduktor kuat) dan enzim reduktase
(dehidragenase).
b. Pembentukan Amida
Amida merupakan asam-asam amino timbunan gugus amin. Senyawa amida yang paling
banyak dibentuk adalah asparagin (C-4) dan glutamin (C-5). Asparagin dibentuk dari hasil
aminasi terhadap asam amino aspartat (Asp) yang dikatalisis oleh asparaginase. Sedang
glutamin (Gln) dihasilkan dari aminasi asam glutamat dengan bantuan glutaminase.
c. Transaminasi
Transaminasi merupakan proses konversi asam amino penting lainnya. Pada prinsipnya
adalah merupakan proses pemindahan gugus amina dari suatu asam amino ke asam keto lain
sehingga terbentuk asam amino baru. Dalam hal ini, asam keto merupakan zat antara atau
intermidiate yang dihasilkan dalam siklus Krebs. Dalam tumbuhan ditemukan 27 macam asam
amino. Proses konversi ini melibatkan enzim transaminase.
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengukuran kadar nitrat adalah hand press tools dan horiba
laquatwin. Sedangkan bahan yang digunakan adalah pakcoy sebagai objek yang diamati,
aquadest untuk membersihkan alat, larutan nutrisi dengan 5 konsentrasi nitrat untuk menguji
kandungan nitrat, dan larutan standart nitrat 300 ppm dan 5000 ppm untuk kalibrasi laquatwin
nitrat.
3.2 Metode pengujian nitrat dengan laquatwin

Menyiapkan alat dan bahan

Lakukan kalibrasi alat Laquatwin Nitrate dengan meneteskan larutan standart nitrate
300 ppm pada alat dan klik tombol kal

Teteskan aquades untuk membersihkan alat

Potong pakcoy dengan kondisi daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda

Potong kecil-kecil pakcoy lalu masukan ke dalam press tools

Tekan press tools sampai daun hancur dan menghasilkan cairan hijau

Teteskan cairan tersebut ke laquatwin nitrate, tekan tombol dan nilai kadar nitrate akan
keluar

Teteskan aquades untuk membersihkan alat

Ambil sampel larutan nutrisi dan amati dengna menggunakan EC Meter


Teteskan larutan tersebut ke laquatwin nitrat dan amati hasilnya
4. PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Konsentrasi Nutrisi terhadap Kadar Nitrat dalam Daun
Pemberian nutrisi bagi tanaman hidroponik sangat penting karena di dalam media tidak
tersedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhan, sehingga dapat dikatakan
dalam hidroponik nutrisi merupakan sumber makanan utama bagi tanaman. Keberhasilan
budidaya tanaman dipengaruhi oleh faktor unsur hara, selain itu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Dari segi unsur hara, ditentukan oleh jumlah unsur hara yang tersedia didalam
media tumbuh tanaman sedangkan dari faktor genetik yaitu penurunan sifat suatu tanaman dan
dari faktor lingkungan meliputi iklim disekitar tanaman dan air. Ketersediaan unsur hara bagi
tanaman hidroponik sangat penting dan dipengaruhi oleh pemberian larutan nutrisi. Pemberian
nutrisi dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik dan anoganik, melalui larutan
hidroponik atau disemprotkan ke daun seperti pupuk daun untuk memenuhi ketersediaan unsur
hara bagi tanaman.
Nitrat merupakan bentuk teroksidasi yang paling tinggi dari nitrogen dan umumnya paling
banyak ditemukan dalam bentuk kombinasi nitrogen anorganik. Di dalam tanah kadar nitrat
tinggi disebabkan oleh mikroorganisme secara biologis. Bakteri pengikat nitrogen terdapat di
akar tumbuhan. Pada saat nitrat diadsorbsi tanaman maka nitrogen akan terus disintesis menjadi
protein tanaman. Ketika tanaman mati, protein tanaman tersebut akan diuraikan oleh bakteri
pengurai dan membentuk amoniak dan ion ammonium. Nitrat dan amonia merupakan sumber
utama nitrogen diperairan. Kadar nitrat dalam air tanah mencapai 100 mg/L (Effendi,2003).
Nitrat-nitrit dapat menyebabkan keracunan melalui sayuran (tanaman) akibat adanya
pemberian pupuk secara berlebih. Pemberian pupuk amonium nitrat dan kalium nitrat pada
tanaman yang mempunyai sifat sebagai akumulator nitrat, dapat meningkatkan kandungan
nitrat dalam tanaman tersebut. Kedua dari pupuk N tersebut memiliki efek akumulasi nitrat
yang lebih besar dibandingkan pupuk amonium sulfat atau urea. Kandungan nitrat tinggi
terdapat dalam jaringan tumbuhan kecuali dalam buah atau biji. Kandungan nitrat paling tinggi
terdapat pada bagian sepertiga bagian bawah batang. Hal ini dikarenakan posisinya yang berada
di permukaan tanah sehingga dapat mengabsorpsi nitrat lebih banyak. Pada musim kemarau
nitrat banyak yang tidak terlarut dalam air, sehingga nitrat banyak diserap tanaman secara
langsung (Sitanggang, E. M. 2017).
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Ketersediaan unsur hara bagi tanaman hidroponik sangat penting dan dipengaruhi oleh
pemberian larutan nutrisi. Pemberian nutrisi dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik
dan anoganik, melalui larutan hidroponik atau disemprotkan ke daun seperti pupuk daun untuk
memenuhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Nitrat dapat menyebabkan keracunan melalui
sayuran (tanaman) akibat adanya pemberian pupuk secara berlebih.
5.2 Saran
Apabila mengonsumsi sayuran dengan kandungan nitrat cukup besar dapat lebih
diperhitungkan massa sayuran yang akan dikonsumsi per hari sehingga tidak merugikan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta : Percetakan Kanisius.
Isrun, 2010. Perubahan Serapan Nitrogen Tanaman Jagung dan Kadar Al-dd Akibat Pemberian
Kompos Tanaman Legum dan Nonlegum Pada Inseptisols Napu. Jurnal. Agroland 17
(1) : 23 – 29.
Kadlec, R.H., and R.L.Knight, 1996, Treatment Wetlands, CRC Press, Boca Raton, New York,
London, Tokyo.
Khalifa, H. Minardi, S. dan Hartati, S. 2010. Potensial Nitrifikasi Dan Efisiensi Penyediaan
Nitrogen Pada Pertanaman Jagung (Zea mays) Di Tanah Alfisol Dengan Penambahan
Seresah Pangkasan Gamal (Gliricidia maculata), Dan Jambu Mete (Anacardium
occidentale). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Merz, S.K., 2000, Using Free Water Surface Constructed Wetlands To Treat Monicipal
Sewage, dalam Saputra, A., 2004, Penurunan Konsentrasi BOD5, COD, TSS dan TN
Limbah Cair Domestik dengan Constructed Wetlands Menggunakan Tanaman Padi (
Oriza Sativa L ) IR - 64, Jurusan Teknik Linglrungan, FTSP - UII, Jogjakarta.
Sitanggang, E. M. 2017. Analisis Kandungan Nitrat (NO3-) dalam Selada Hijau (Lactuca
sativa L.) Konvensional dan Selada Hijau (Lactuca sativa L.) Hidroponik yang
Dipasarkan di Kota Medan dengan Metode Spektrofotometri UV-Visible.
Sugito, Y. 2012. Ekologi Tanaman; Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan
Tanaman dan Beberapa Aspeknya. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Cetakan
Kedua.
Tando, E. 2019. Upaya efisiensi dan peningkatan ketersediaan nitrogen dalam tanah serta
serapan nitrogen pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). Buana Sains, 18(2), 171-
180.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai