Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

NUTRISI DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

PENGARUH PUPUK NITROGEN TERHADAP SISTEM PERAKARAN TANAMAN


HORTIKULTURA

Oleh :

Muhammad Naufal Pradana (22/499194/PPN/04890)


Nur Eko Prasetyo (22/500529/PPN/04912)
Isnaini Mela Kurnia (22/508620/PPN/04964)

Dosen Pengampu:
Valentina Dwi Suci Handayani, S.P., M.Sc., Ph.D.

PROGRAM PASCASARJANA AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hortikultura (horticulture) berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (=
to cultivate atau budidaya) yang dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Secara harfiah
istilah Hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan
tanaman hias (Janick 1972 dalam Edmond 1975), sedangkan dalam GBHN 1993-1998 selain
buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah
tanaman obat-obatan. Berdasarkan Kepmentan Nomor 551/Kpts/PD.9/2006, komoditas hortikultura
yang potensial dikembangkan sebanyak 323 komoditas, terdiri atas buah-buahan sebanyak 60 jenis,
sayuran sebanyak 80 jenis, dan tanaman hias sebanyak 117 jenis.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang potensial dan didorong untuk
meningkatkan kesejahteraan petani, ekonomi daerah, ekonomi nasional serta meningkatkan devisa
negara melalui ekspor. Sub sektor hortikultura pada kuartal I dan II tahun 2021 mencatatkan
pertumbuhan sebesar 3,01% dan 1,84%. Hal ini mengindikasikan kontribusi sub sektor hortikultura
yang sangat baik dalam struktur PDB Nasional. Pada tahun 2020, ekspor hortikultura mencapai USD
645,48 juta, meningkat 37,75% dibandingkan tahun 2019. Peningkatan ekspor ini didominasi oleh
komoditas buah-buahan selama masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Nilai realisasi ekspor
buah-buahan tahun 2020 tercatat sebesar U$D 389,9 juta, meningkat 30,31% dibanding tahun 2019
(Kementrian Koordinator Perekonomian RI, 2021).
Unsur hara atau nutrien adalah komponen yang sangat diperlukan oleh tanaman pada tanah.
Tanah yang baik adalah tanah yang menyediakan unsur-unsur tersebut dengan lengkap untuk
menunjang pertumbuhan bagi tanaman. Klasifikasi atau penggolongan unsur hara sendiri
berdasarkan jumlah kebutuhan dan ketergantian oleh unsur lain. Masing-masing unsur berbeda-beda
jumlah kebutuhannya, ada yang sedikit, ada yang cukup banyak, sehingga digunakan penggolongan
berdasarkan parameter ini. Unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak
disebut unsur makro. Unsur yang termasuk di dalamnya adalah kalium (K), belerang (S), kalsium
(Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), dan nitrogen (N). Sedangkan unsur yang hanya dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit oleh tanaman disebut dengan unsur mikro. Unsur mikro terdiri dari unsur seng
(Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), molibdenum (Mo), boron (B), mangan (Mn), dan klor (Cl). Unsur
golongan mikro dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan unsur makro oleh tanaman (Arwansyah,
2019).
Salah satu faktor yang menunjang tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal
adalah ketersediaan unsur hara dalam jumlah yang cukup di dalam tanah. Jika tanah tidak dapat
menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman, maka pemberian pupuk perlu dilakukan untuk
memenuhi kekurangan tersebut. Pada setiap jenis tanaman membutuhkan unsur hara dalam jumlah
yang berbeda-beda. Ketidaktepatan pada pemberian unsur hara/pupuk selain akan menyebabkan
tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal juga merupakan pemborosan tenaga dan
biaya. Agar usaha pemupukan menjadi efisien maka, pemberian pupuk tidak cukup hanya melihat
keadaan tanah dan lingkungan saja, tetapi juga harus mempertimbangkan kebutuhan pokok unsur
hara tanaman. Dengan diketahuinya kebutuhan pokok unsur hara tanaman maka dosis dan jenis
pupuk dapat ditentukan lebih tepat (Runhayat, 2007).
II. PEMBAHASAN

A. Unsur Nitrogen dan siklus N di alam


Nitrogen adalah salah satu unsur makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang
banyak dan diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+ (ammonium) dan NO3- (nitrat), akan tetapi
nitrat ini akan segera tereduksi menjadi amonium. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan
tanaman adalah 2%-4% berat kering (Mukherjee, 1986 dalam Patti, 2013). Menurut Oriska
(2012), terdapat beberapa fungsi dari unsur nitrogen bagi tanaman yaitu di antaranya diperlukan
untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar,
meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil
daun-daunan dan meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme di dalam tanah.
Unsur N di dalam tanaman dijumpai dalam bentuk anorganik atau organik yang
bergabung dengan C, H, O, dan kadangkala dengan S untuk membentuk asam-asam amino,
enzim-enzim amino, asam nukleat, klorofil, alkaloid dan basa purin. Meskipun N-anorganik dapat
berakumulasi membentuk nitrat, N-organik dominan dalam bentuk protein berbobot molekul
tinggi (Jones, 1991 dalam Hanafiah, 2005). Juga dalam (Hanafiah, 2005), menurut Mengel dan
Kirkby (1978), unsur N berkorelasi sangat erat dengan perkembangan jaringan meristem sehingga
sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Selain itu disebutkan bahwa unsur N berperan sebagai
penyusun semua protein, klorofil, dan asam-asam nukleat, serta berperan penting dalam
pembentukan koenzim.
Menurut Soepardi (1983) dalam Naingolan (2010) di dalam tanah nitrogen berasal dari
mineralisasi N dari bahan organik, fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan N2
atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non simbiotik), melalui hujan dan bentuk
presipitasi lainnya serta berasal dari pemupukan. N di dalam tanah dan tanaman bersifat sangat
mobil, sehingga keberadaan N di dalam tanah cepat berubah atau bahkan hilang. Kehilangan N
dapat melalui denitrifikasi, volatilisasi, pengangkutan hasil panen atau pencucian dan erosi
permukaan tanah. Hilangnya N melalui pencucian umumnya terjadi pada tanah-tanah yang
bertekstur kasar, kandungan bahan organik sedikit dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah
(Hardjowigeno, 2015).
Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam lapisan bawah
dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997 dalam Nainggolan, 2010). Pada
kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen. Kandungan nitrogen yang
tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya semakin menurun dengan kedalaman
tanah. Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu bentuk N-organik dan N-inorganik. Bentuk N-organik meliputi asam amino atau protein
asam amino bebas, gula amino dan senyawa kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan
lignin dan polimer-polimernya. Bentuk N-anorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4+),
nitrat (NO3-), nitrit (NO2-), oksida nitrous (N2O), oksida nitrit (NO) dan gas N2 akibat
perombakan mikroba. N2O dan N2 adalah bentuk yang hilang dari tanah dalam bentuk gas
sebagai akibat dari proses denitrifikasi (Leiwakabessy, 1988 dalam Nainggolan, 2010).
Pada umumnya, nitrogen di atmosfer secara kimiawi bersifat “inert” dan tidak bisa
langsung digunakan oleh tanaman. Siklus nitrogen adalah suatu proses konversi senyawa yang
mengandung unsur nitrogen menjadi berbagai macam bentuk kimiawi yang lain. Transformasi ini
dapat terjadi secara biologis maupun non-biologis. Siklus nitrogen terdiri dari proses fiksasi,
asimilasi, amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi.

Gambar siklus nitrogen di alam


Fiksasi Nitrogen adalah proses alam, biologis atau abiotik yang mengubah nitrogen di
udara menjadi ammonia (NH3). Mikroorganisme yang memfiksasi nitrogen disebut diazotrof.
Mikroorganisme ini memiliki enzim nitrogenaze yang dapat menggabungkan hidrogen dan
nitrogen. Reaksi untuk fiksasi nitrogen biologis ini dapat ditulis sebagai berikut :
N2 + 8H+ + 8e-→ 2NH3 + H2
Mikroorganisme yang melakukan fiksasi nitrogen antara lain: Cyanobacteria,
Azotobacteraceae, Rhizobia, Clostridium, dan Frankia. Selain itu ganggang hijau biru juga dapat
memfiksasi nitrogen. Beberapa tanaman yang lebih tinggi, dan beberapa hewan (rayap), telah
membentuk asosiasi (simbiosis) dengan diazotrof. Selain dilakukan oleh mikroorganisme, fiksasi
nitrogen juga terjadi pada proses nonbiologis, contohnya sambaran petir.
Asimilasi merupakan penyerapan dan penggabungan dengan unsur lain membentuk zat
baru dengan sifat baru. Senyawa Nitrat (NO3)- diserap oleh tumbuhan mengalami proses
asimilasi menjadi bahan penyusun organ pada tumbuhan. Semua tumbuhan memperoleh nitrogen
yang berasal dari tanah melalui proses absorbsi akar dalam bentuk ion amonium atau ion nitrat.
Tumbuhan menyerap ion tersebut yang berada di dalam tanah melalui rambut-rambut akar. Untuk
menyerap nitrat, harus diubah terlebih dahulu menjadi ion nitrit kemudian menjadi ion amonium
untuk selanjutnya dimasukkan pada asam nukleat, asam amino dan klorofil. Untuk beberapa jenis
tumbuhan yang bersimbiosis dengan rhizobium, nitrogen tersebut diasimilasi menjadi bentuk ion
amonium secara langsung di nodul (bintil akar).
Amonifikasi yaitu pembentukan ammonium oleh mikroorganisme dari senyawa amino.
Ketika tumbuhan atau hewan mati, nitrogen organik diubah dalam bentuk amonium (NH4+) oleh
jamur dan bakteri yang ada di dalam tanah. Amonium tidak hanya terbentuk dari hasil fiksasi
nitrogen saja, namun juga bisa berasal dari dekomposisi atau penguraian organisme yang sudah
mati baik itu tumbuhan maupun hewan oleh bakteri pengurai. Tidak hanya dekomposisi sampah
organik, amonifikasi bisa saja terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri dalam merubah senyawa
nitrat menjadi amonium. Reduksi dari N amin menjadi amoniak (NH3) atau ion-ion amonium
(NH4). Senyawa amonium yang dihasilkan dari proses ini dapat dikonversi ke nitrit dan nitrat dan
diambil langsung oleh tanaman (Hardjowigeno, 1995 dalam Rianida, 2021):
R-NH2 + HOH R-OH + NH3 + E
NH3 + HOH NH4OH NH4 + (ammonium) + OH
Nitrifikasi yaitu proses perubahan ammonium (NH4+) menjadi nitrit oleh bakteri
Nitrosomonas dan kemudian diubah menjadi nitrat dengan bantuan bakteri Nitrobacter. Pada
reaksi ini akan membebaskan H+, yang merupakan sebab terjadinya pengasaman tanah bila
dipupuk dengan pupuk-pupuk NH4+ atau pupuk buatan seperti urea. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi proses ini yaitu jumlah NH4⁺ di dalam tanah, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi
tanah, aerasi, kelembaban tanah dan suhu. Berikut adalah reaksinya (Hardjowigeno, 1995 dalam
Rianida, 2021):
2NH4⁺ + 3O2 2 NO2 ̄ + 4H⁺ + 2H2O
Nitrosomonas
2 NO2 ̄+ O2 2 NO3 ̄
Nitrobacter

Denitrifikasi merupakan hilangnya unsur N melalui konversi nitrat menjadi bentuk gas N
yang menguap di udara oleh bakteri aerobic misalnya Agrobacterium, Alcaligenes, Bacillus,
Thiobacillus, Pseudomonas menjadi bentuk oksida seperti nitric oksida, nitrous oksida, dan
dinitrous oksida. Proses ini terjadi manakala tanah tidak cukup mengandung udara, maka
mikroorganisme menggunakan oksigen dalam senyawa nitrat, sehingga nitrat berubah menjadi
gas nitrogen (N2). Proses ini banyak terjadi didaerah dengan kondisi tanah jenuh atau tergenang
kemudian bakteri menggunakan nitrat sebagai salah satu sumber oksigen yang menyebabkan
ketersedian N dalam tanah berkurang.

B. Peranan N pada Pertumbuhan Tanaman Khususnya Akar


Nitrogen bersama karbondioksida adalah nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah besar
oleh tumbuhan tingkat rendah dan tinggi. Oleh karena itu, N adalah unsur hara yang mutlak
dibutuhkan oleh tanaman sehingga apabila kekurangan atau ketiadaan unsur hara N akan
menyebabkan tanaman mengalami defisisiensi hara N dan tidak mampu menyelesaikan siklus
hidupnya. Keadaan defisiensi tersebut juga didukung oleh sifat N yang mobil, mudah sekali
terlindi dan mudah menguap. Pada akar, adaptasi utama terhadap ketersediaan N terdiri dari
perubahan serapan aktivitas dan dalam modulasi arsitektur sistem root (RSA), yang keduanya
terkait dengan kemampuan bentuk N untuk bertindak sebagai nutrisi dan/atau sinyal pengatur
bagi tanaman pertumbuhan dan metabolisme. Transportasi dan penginderaan bentuk N
melibatkan protein yang terletak di protein membran sel akar. Dalam beberapa tahun terakhir, ada
peningkatan besar dalam pengetahuan tentang kontrol penyerapan pada tingkat transkripsi, serta
tentang komponen yang terlibat dalam pensinyalan.
Gambar tersebut merangkum jalur regulasi dan hubungan metabolisme di antara transporter utama yang
terlibat di serapan N oleh akar, mengambil sebagai model Arabidopsis (Muratore, C.; Espen, L.; Prinsi, B,
2021)

Adapun kandungan N di atmosfer mencapai 3,8 x 1015, sedangkan N dalam jaringan


tanaman mencapai 1 sampai 5% dari total bahan kering. Bahan organik merupakan sumber N
yang utama di dalam tanah. Selain itu juga berasal dari pengikatan oleh mikroorganisme dari N
udara melalui proses simbiosis dengan bakteri bintil akar atau Rhizobium pada tanaman legum
arau melalui bakteri non-simbiosis oleh bakteri yang hidup bebas (Azotobacter, Clostridium,
Beijerinckia), penambahan dari pupuk anorganik serta dari air hujan (jumlah N yang sampai ke
bumi berkisar antara 1-50 kg/ha per tahun, tergantung dari letaknya).
Bentuk penyerapan N sangat dipengaruhi oleh sifat tanaman, jenis dan tahapan
pertumbuhan tanaman (Havlin, 2005). Tanaman pohon atau semak banyak melakukan reduksi
nitrat di akar, namun tanaman herba proses reduksi nitrat banyak terjadi di daun. Penyerapan
utama N pada umumnya melalui akar tanaman dengan mekanisme aliran masa, difusi dan
intersepsi akar. Pada mekanisme penyerapan melalui aliran masa kandungan kadar air pada
perakaran tanaman menjadi sangat penting sedangkan pada penyerapan difusi faktor konsentrasi
hara dalam air tanah yang berperan penting. Pada mekanisme intersepsi akar kontak antara akar
dan hara secara langsung sehingga semakin lebar perakaran suatu tanaman akan sangat membantu
sekali dalam penyerapan hara.
Pada tanaman hortikultura, N berperan besar dalam pertumbuhan dan hasil tanaman,
tidak terkecuali pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan penelitian Moniruzzaman et al. (2013),
yang menyatakan bahwa panjang, diameter, bobot segar, dan bobot akar tanaman dipengaruhi
oleh ketersediaan N. Akar tanaman hortikultura akan menyesuaikan pertumbuhannya sesuai
dengan ketersediaan air dan hara pada tanah, terkhusus N. Hal ini karena N pada tanaman
dijumpai dalam bentuk anorganik yang bergabung dengan unsur C, H, dan O membentuk asam
amino, enzim, asam nukleat, dan klorofil, sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis.
Meningkatnya laju fotosintesis ini dapat meningkatkan kandungan karbohidrat yang ada pada
tanaman. Karbohidrat hasil fotosintesis inilah yang akan digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan organ tanaman seperti akar (Chen et al., 2020).
C. Pengaruh Defisiensi Maupun Kelebihan N pada Pertumbuhan
Diantara berbagai hara tanaman, Nitrogen (N) termasuk yang paling banyak mendapat
perhatian, karena jumlahnya yang sedikit dalam tanah, sedangkan yang terangkut oleh tanaman
berupa hasil panen setiap musim sangat banyak. Selain itu, Nitrogen (N), sering hilang karena
pencucian dan penguapan, sehingga ketersediaannya dalam tanah untuk dapat diserap tanaman
sangat kecil. Oleh karena itu, pengawetan dan pengendalian unsur ini sangatlah penting
(Purwono, 2005 dalam Isrun, 2010), selanjutnya tantangan terbesar dalam kegiatan pertanian saat
ini adalah peningkatan efisiensi penyediaan Nitrogen (N), melalui pengurangan kehilangan
Nitrogen (N) dan dampak negatif yang ditimbulkannya. Nitrifikasi merupakan proses perubahan
amonium (NH4+) menjadi nitrat (NO3-), perubahan ini dapat merugikan apabila laju nitrifikasi
terlalu tinggi. Untuk mengatasi tantangan tersebut maka diperlukan suatu upaya. Upaya petani di
negara maju untuk meningkatkan efisiensi Nitrogen (N) salah satunya dengan senyawa
penghambat nitrifikasi, antara lain dengan penggunaan pupuk Nitrogen (N) lepas lambat (slow
release) atau pupuk Nitrogen (N) bersama nitrification inhibitor seperti thiourea; sulfathiazole;
dan N-serve (nitrapirin). Walaupun senyawa sintetik tersebut efektif mengurangi kehilangan
Nitrogen (N) tanah, namun selain harganya relatif mahal ternyata juga berdampak negatif
terhadap mikroba non-target seperti bakteri penambat N2 dan mikoriza (Khalifa, 2010).
Menurut J. A. Silva and R. Uchida (2001), gejala tanaman akibat defisiensi nitrogen yaitu
pertumbuhan tanaman terhambat karena reduksi dalam pembelahan sel, muncul warna hijau pucat
hingga kuning muda (klorosis) pertama pada daun yang lebih tua, biasanya dimulai pada Tips.
Tergantung pada tingkat keparahan defisiensi, klorosis dapat mengakibatkan kematian dan/atau
jatuhnya daun yang lebih tua. Dalam kasus klorosis kekurangan N, efeknya pertama kali terlihat
pada daun dan jaringan yang lebih matang. Source akan lebih suka mengekspor N ke jaringan
yang tumbuh aktif, meninggalkan bagian yang lebih matang tanaman menunjukkan tanda-tanda
defisiensi terlebih dahulu. Selain itu pengurangan N menurunkan kandungan protein biji dan
bagian vegetatif. Dalam kasus yang parah, mengganggu proses pembungaan tanaman. Pada
tanaman serealia ditandai dengan jumlah anakan sedikit, Jumlah tongkol persatuan luas sedikit.
Defisiensi N menyebabkan pematangan dini pada beberapa tanaman, yang menghasilkan
pengurangan yang signifikan dalam hasil dan kualitas.

Gambar gejela defisiensi unsur hara N (J. A. Silva and R. Uchida, 2001)

Gejala tanaman akibat kelebihan N dapat terlihat seperti warna daun yang terlalu hijau,
tanaman rimbun dengan daun dan sistem perakaran yang kecil (dangkal dan terbatas) sehingga
mudah roboh. Daun pada tanaman juga menunjukkan gejala terbakar pada daerah tepi dan diikuti
mati jaringan pada helaian di sela-sela tulang daun. Proses pembuangan juga menjadi lama dan
produksi bunga pun akan menurun. Pada tanaman Adenium atau kamboja akan bersifat sukulen
karena mengandung banyak air, sehingga menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan jamur
dan penyakit, serta mudah roboh.

D. Macam-macam Pupuk Nitrogen


Pupuk N merupakan salah satu pupuk yang memiliki ragam jenis yang cukup banyak.
Secara umum pupuk N dikelompokan menjadi tiga yaitu pupuk amonium (senyawa dasar
amonium), pupuk nitrat dan pupuk amida. Pupuk ammonium misalnya anhidrus amoniak
(NH3), akua amoniak (amoniak cair/ammonia water dan urea amonium nitrat/UAN), amonium
sulfat (Zwavelzuur amoniak/ZA), amonium klorida (NH4Cl), amonium nitrat (NH4NO3),
amonium nitrat limestone (ANL) dan kalsium amonium nitrat (CAN/Cal-nitro). Pupuk kategori
ammonium yang banyak dikenal oleh para petani adalah Zwavelzure amoniak lebih dikenal
dengan sebutan ZA yang terbuat dari dari gas amoniak dan asam belerang (zwavelzure).
Kandungan N dalam pupuk ini mencapai 20,5-21% dengan bentuk fisik kristal kecil-kecil
berwarna putih, abu-abu, biru keabu-abuan, atau kuning dan sedikit higroskopis (menarik air).
Penggunaan pupuk ini secara terus menerus akan menjadikan tanah lenih masak oleh karena itu
pupuk ini cenderung tidak cocok apabila diberikan pada tanah muda yang baru dibuka dan tanah
yang kandungan kalsiumnya rendah.
Jenis kelompok N yang kedua yaitu pupuk nitrat misalnya adalah pupuk kalsium nitrat
(Ca(NO3)2) dan natrium nitrat (NaNO3) dengan kandungan N bekisar antara 15,5-21%.
Kelebihan dari penggunaan pupuk jenis ini yaitu mengurangi serangan jamur pada tanaman dan
blossom-end-rot (busuk ujung buah) pada tomat dan paprika, serta mampu meningkatkan daya
tahan dan umur simpan. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian (Suherningsih, 1988)
melaporkan bahwa penambahan (Ca(NO3)2) berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman selada keriting, yang terlihat dari semua variabel yang diamati, kecuali pada
variabel diameter batang. Hasil berat segar tajuk dan berat segar total tertinggi diperoleh dari
penambahan (Ca(NO3)2) sejumlah 90 g.
Jenis kelompok N yang ketiga pupuk amida diantaranya urea (CO(NH2)2) dan kalsium
sianamida (CaCN2). Pupuk urea disebut juga karbamida karena merupakan gabungan dari CO2
dan amida. Adapun keuntungan atau kemudahan dalam penggunaan urea yaitu dapat langsung
dimanfaatkan oleh tanaman dengan kandungan N 46%, tetapi dalam tanah biasanya akan diubah
menjadi amonium (via amonifikasi) dan nitrat (via nitrifikasi). Dalam tanah, urea dihidrolisis
oleh enzim urease menjadi NH4-karbamat dengan reaksi:

CO(NH2)2 + H2O H2NCOONH2 2NH3 + CO2

Adapun kelemahan dari pupuk jenis ini yaitu mudah menyerap air dari udara (higrokopis) maka
pupuk ini mudah basah atau hancur dan N yang tekandungan juga ikut hilang dan berkurang.
Selain itu pupuk jenis ini mudah larut dan tercuci sehingga hanya 30 – 50% saja yang
termanfaatkan oleh tanaman.

E. Pengaruh Pemupukan N Pada Akar Tanaman Studi Kasus


1) Pemupukan Nitrogen Meningkatkan Pertumbuhan Akar dan Mengkoordinasikan
Hubungan Pucuk-Akar pada Kapas (Jing, 2020)
Sistem akar adalah organ utama untuk penyerapan nutrisi pada tanaman, dan dapat
mensintesis dan mengangkut aktivator fisiologis (Tian et al., 2009; Mohd et al., 2013). Oleh
karena itu, akar sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, dan pertumbuhannya
mempengaruhi pertumbuhan tunas serta hasil panen (Vamerali et al., 2003; Zhang et al., 2009;
Wang et al., 2014; Ota et al., 2020) dengan bertindak sebagai "reseptor" dalam persepsi
tanaman terhadap perubahan lingkungan. Akar juga mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (King et al., 2003; Fahong et al., 2004). Kekurangan N cenderung
meningkatkan penyerapan air dan akumulasi N pada tingkat tingkat luas permukaan akar yang
sama, yang telah terbukti menyebabkan massa kering yang lebih tinggi pada bibit jagung (Niu
et al., 2020). N memainkan peran penting dalam komunikasi akar dan tunas serta sangat
penting untuk memaksimalkan produktivitas tanaman dan aplikasi agronomi (Gu et al., 2018).
Akar merasakan perubahan N internal dan eksternal, dan mengoordinasikan proses
perkembangan yang sesuai. Dalam beberapa tahun terakhir, sistem perakaran telah menarik
perhatian (Lynch, 2007; Ren et al., 2018), dengan studi yang berfokus pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi akar (Nacry et al., 2013) dan perubahan dalam
sistem perakaran akibat karena irigasi, pemupukan, dan pengelolaan jerami (Luo et al, 2014;
Pu et al., 2016; Chen Z. K. et al., 2018), di antaranya Pemupukan N telah dianggap sebagai
faktor kunci dalam pengembangan sistem perakaran.
N merupakan faktor kunci dalam produksi kapas dan hasil kapas yang tinggi dapat
diperoleh melalui penerapan takaran pupuk yang optimal, yang dapat menimbulkan kesulitan
praktis (Bondada dan Oosterhuis, 2001; Ali dkk., 2007; Rochester dkk., 2009; Polychronaki
dkk., 2012; Devkota dkk., 2013; Klikocka dkk., 2016; Li dkk., 2017). Aplikasi pupuk N yang
tidak mencukupi menyebabkan penuaan dini, sementara aplikasi yang berlebihan
menyebabkan pematangan yang terlambat dan meningkatkan pencemaran lingkungan. Studi
terbaru telah mengukur dampak pemupukan N pada kapas (Pettigrew dan Adamczyk, 2006;
Alitabar dkk., 2012; Zhang dkk., 2012; Muharam dkk., 2014; Luo dkk., 2014), 2014; Luo et
al., 2018). Fan dkk. (2010) menunjukkan bahwa peningkatan Aplikasi N meningkatkan
panjang akar dan biomassa akar. Distribusi akar juga dipengaruhi oleh kadar N. Zhang dkk.
(2017) mengemukakan bahwa N dapat mempengaruhi distribusi akar di dalam tanah. Tingkat
aplikasi pupuk N yang optimal dapat meningkatkan distribusi akar pada lapisan di mana pupuk
diaplikasikan, meningkatkan penyerapan hara, dan meningkatkan kapasitas fotosintesis
tanaman kapas. Kenyamanan dkk. (1988) mengemukakan bahwa aplikasi N yang berlebihan
dapat menghambat pertumbuhan akar dalam. Pertumbuhan akar akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman di atas permukaan tanah. Asif dkk. (2020) menunjukkan bahwa
pertumbuhan dan hasil tunas dipengaruhi oleh pertumbuhan akar, yang karenanya dapat
mencerminkan status pertumbuhan tanaman kapas. Pembungaan dan periode pembungaan
merupakan periode kritis yang sensitif terhadap N dalam pertumbuhan kapas (Bange et al.,
2004). Karakteristik morfologi sistem perakaran mungkin merupakan penting untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan N pada kapas. Luo dkk. (2015) menunjukkan bahwa
aktivitas akar kapas pada kedalaman 40-120 cm berkorelasi secara signifikan dengan laju
fotosintesis dan secara signifikan dipengaruhi oleh kadar N. Dampak dari N pada distribusi
vertikal akar kapas merupakan faktor penting penting yang mempengaruhi kemampuan
fotosintesis daun (Luo et al., 2015).
a) Pengaruh Jumlah Aplikasi N Terhadap Panjang Akar Pada Berbagai Lapisan Tanah

Aplikasi pupuk N secara signifikan meningkatkan panjang akar pada sebagian besar
kedalaman tanah (0-120 cm) dibandingkan dengan perlakuan N0. Perlakuan pupuk N
dalam jumlah sedang (N2, 240 kg ha-1) menghasilkan akar terpanjang pada sebagian besar
lapisan tanah (0-120 cm). Pada kedalaman tanah 0-15 cm, seiring dengan meningkatnya
jumlah pupuk N yang diberikan meningkat, panjang akar mula-mula meningkat, kemudian
menurun. Akar yang dikumpulkan dari perlakuan N sedang (N2, 240 kg ha-1) adalah
44,55, 35,41, dan 30,01% lebih panjang pada tahun 2014 yaitu 35,70, 33,08 dan 18,22%
lebih panjang pada tahun 2015 dibandingkan akar yang dikumpulkan dari perlakuan N0,
N1, dan N3. Akar pada perlakuan N lebih panjang dibandingkan dengan akar yang
dikumpulkan dari perlakuan N0 pada kedua tahun tersebut pada tanah yang diambil dari
kedalaman 15-30, 30-45, dan 45-60 cm. Akar pada perlakuan pemupukan N jauh lebih
lebih panjang daripada akar yang dikumpulkan dari perlakuan N0 pada kedalaman 60-75
dan 75-90 cm. Dibandingkan dengan perlakuan N0, perlakuan N meningkatkan panjang
akar pada kedalaman 60-75 cm sebesar 74,21 127,10% pada tahun 2014 dan sebesar 67,58
hingga 101,95% selama musim tanam 2015. Pada kedalaman 75-90 cm, akar lebih panjang
62,61, 112,98, dan 102,16% pada tahun 2014 dan 72,35, 88,79, dan 71,82% pada tahun
2015 pada perlakuan N lebih panjang pada tahun 2015 pada perlakuan N1, N2, dan N3
dibandingkan dengan perlakuan N0.

b) Dampak Tingkat Aplikasi N Terhadap Luas Permukaan Akar pada Lapisan Tanah
yang Berbeda

Pada kedua tahun tersebut, luas permukaan akar di sebagian besar lapisan tanah
pertama kali meningkat dan kemudian menurun dengan meningkatnya aplikasi jumlah
pupuk yang meningkat. Hal ini terutama terlihat pada akar yang diambil dari lapisan tanah
dangkal. Permukaan akar di bawah perlakuan N2 mencapai maksimum pada kedalaman
dari 0-120 cm dan sangat meningkat dibandingkan dengan perlakuan N0. Luas permukaan
akar pada perlakuan N sedang (N2, 240 kg ha-1) nyata lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan N0 yaitu sebesar 40,97, 36,85, 23,50, dan 39,33% pada tahun 2014 dan sebesar
29,11 29,58, 34,30, dan 55,48% pada tahun 2015 pada kedalaman tanah 0-15, 15-30 30-45,
dan 45-60 cm. Pemupukan N memiliki pengaruh yang lebih kuat lebih kuat terhadap luas
permukaan akar pada kedalaman 75-90 dan 90-120 cm. Secara keseluruhan, luas
permukaan akar pada semua tingkat pemupukan N lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan N0 pada tahun 2014 dan 2015.
c) Dampak Tingkat Aplikasi N Terhadap Volume Akar pada Berbagai Lapisan

Ketika pemupukan N meningkat, volume akar pertama kali meningkat dan kemudian
menurun di sebagian besar lapisan tanah, dan perbedaannya bervariasi antar Perlakuan.
Tidak ada perbedaan yang nyata pada volume akar setelah perlakuan N pada kedalaman
tanah 0-15 dan 30-45 cm, namun volume akar pada perlakuan N sedang (N2, 240 kg ha-1)
jauh lebih tinggi daripada volume akar pada perlakuan N0 pada pada kedalaman tanah
15-30, 45-60, 60-75, 75-90, dan 90-120 cm.

d) Dampak Tingkat Aplikasi N Terhadap Biomassa Akar pada Lapisan Tanah yang
Berbeda
Biomassa akar pada profil tanah bagian atas (0-60 cm) menunjukkan kecenderungan
yang sama di antara perlakuan yang berbeda dengan perlakuan N sedang (N2, 240 kg ha-1)
menghasilkan nilai biomassa akar terbesar terbesar pada lapisan tanah 0-15, 15-30, dan
45-60 cm pada tahun 2014 dan 2015. Namun, tren biomassa akar yang berbeda diamati
pada lapisan tanah yang lebih dalam. Misalnya, N meningkatkan biomassa akar pada
kedalaman 60-75 cm. Biomassa akar di bawah N1 secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan N0 pada tahun 2014, tetapi pada tahun 2015, biomassa
akar jauh lebih tinggi pada perlakuan N2 dibandingkan dengan perlakuan N0. Selain itu,
pada lapisan tanah 75-90 cm, biomassa akar. Biomassa akar mencapai maksimum pada
perlakuan N3 dan N2 pada masing-masing pada tahun 2014 dan 2015.

e) Dampak Tingkat Aplikasi N Terhadap Panjang Akar Total, Luas Permukaan Akar,
Volume Akar, dan Biomassa Akar
Total panjang akar, luas permukaan, volume, dan biomassa pertama kali meningkat
dan kemudian menurun dengan meningkatnya pemupukan N tingkat pemupukan N. Nilai
dari perlakuan N2 adalah yang tertinggi di antara perlakuan yang berbeda. Perlakuan N2
secara signifikan meningkatkan panjang akar total, luas permukaan, volume, dan biomassa
kering sebesar 48,80, 52,57, 56,73, dan 36,06% pada tahun 2014 dan masing-masing
sebesar 40,97, 43,91, 47,74, dan 58,39% pada tahun 2015, dibandingkan dengan N0.

f) Dampak Tingkat Aplikasi N Terhadap Distribusi Akar di Berbagai Lapisan Tanah


Sistem perakaran kapas terdistribusi terutama pada lapisan tanah 0-15 cm, di mana
indeks akar utama, termasuk panjang akar, luas permukaan, volume, dan biomassa,
semuanya memiliki persentase terbesar, dan menyumbang lebih dari 35,61, 32,37, 25,51,
dan 33,26%, masing-masing dari total keseluruhannya. Akar menurun dengan
bertambahnya kedalaman tanah dan perbedaan antara kedalaman tanah yang signifikan
pada kedua tahun tersebut. Biomassa akar pada kedalaman tanah 0-15, 0-30, 0-45, dan 0-60
cm menyumbang lebih dari 33,3, 46,9, 59,7, dan 73,4% dari total biomassa akar pada 2014
dan 35,9, 52,3, 62,1, dan 71,1% dari total biomassa akar pada 2015. Jumlah pupuk N
mempengaruhi distribusi akar di berbagai lapisan tanah. Perlakuan N2 menunjukkan
penurunan panjang akar pada lapisan tanah bagian atas (0-15, 15-30, dan 30-45 cm) tetapi
meningkatkan panjang akar pada lapisan tanah yang lebih dalam (60-75, 75-90, dan 90-120
cm). Perbedaan panjang akar antara perlakuan pada kedalaman tanah 30-45, 45-60, 60-75,
75-90, dan 90-120 cm pada tahun 2014 dan 60-75, 75-90, dan 90-120 cm pada tahun 2015
signifikan. Distribusi luas permukaan akar dan volume akar sebagian besar menunjukkan
tren yang sama dengan panjang akar, tetapi perbedaan pada sebagian besar lapisan tanah
tidak signifikan pada tahun 2014; distribusi luas permukaan akar dan volume akar hanya
berbeda secara signifikan pada lapisan tanah yang lebih dalam pada tahun 2015. Perbedaan
antar perlakuan dalam distribusi biomassa akar adalah tidak signifikan di sebagian besar
lapisan tanah dan berbeda antar tahun. Pada tahun 2014 tetapi tidak pada tahun 2015,
perlakuan N2 meningkatkan biomassa akar distribusi biomassa akar pada lapisan tanah
0-15 cm.

2) Akumulasi Nitrogen dan Distribusi Akar Tanaman Tomat yang Dicangkokkan yang Di
Pengaruhi oleh Pemupukan Nitrogen
Bagi sebagian besar spesies tanaman, nitrogen (N) adalah nutrisi tanaman yang paling
penting dengan pengaruh terbesar terhadap pertumbuhan dan perkembangan karena
merupakan konstituen klorofil, asam amino, protein, asam nukleat, dan dinding sel (Djidonou
et al., 2019). Pemupukan N sering kali diaplikasikan dalam jumlah dan frekuensi yang tinggi
pada banyak sistem produksi tanaman bernilai tinggi seperti tomat (Solanum lycopersicum).
Hal ini karena pemupukan N sangat penting untuk pertumbuhan tunas dan akar yang optimal.
Namun, input pupuk N yang besar mungkin tidak memberikan manfaat yang berarti pada hasil
panen; sebaliknya, mereka dapat secara signifikan mengurangi efisiensi penggunaan nitrogen
(NUE) dan membahayakan lingkungan (Huang et al., 2017).

Sebagai alternatif, penyambungan sayuran dengan batang bawah hibrida antar spesies
memberikan opsi yang layak dan telah terbukti meningkatkan efisiensi penggunaan hara
tanaman (Djidonou et al., 2013). Pada awalnya, pendekatan ini digunakan terutama sebagai
alat yang efektif untuk mengelola berbagai penyakit yang ditularkan melalui tanah dan untuk
mengatasi tekanan lingkungan yang terkait dengan penanaman yang intensif dan terus menerus
dalam sistem produksi sayuran solanaceous dan cudcuraceous (Lee et al., 2010).Bergantung
pada kondisi produksi dan interaksi batang atas-batang bawah, tanaman tomat yang dicangkok
juga dapat meningkatkan hasil buah yang dapat dipasarkan sebesar 20% hingga 62%
dibandingkan dengan tanaman yang tidak dicangkok (Di Gioia dkk., 2010; Djidonou dkk.,
2013; Lee dan Oda, 2003; Leonardi dan Giuffrida, 2006; Pogonyi dkk., 2005). Hal ini
membuktikan efisiensi serapan dan penggunaan harapada tanaman yang dicangkokkan
mungkin terkait dengan meningkatkan ukuran, arsitektur, dan distribusi akar untuk batang
bawah yang dipilih. Karakteristik akar yang dapat berkontribusi terhadap penyerapan hara dan
air meliputi panjang akar, kepadatan akar, jumlah dan panjang rambut akar, luas permukaan
akar, dan kapasitas penyerapan intrinsik (Martínez-Ballesta et al., 2010).
Fal boleh mintol rangkumin jurnal yg ini ga? Aku gamudeng eh baca
jurnalnya
3) Pengaruh Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Wortel (Daucus carota L.)
(Moniruzzaman et al, 2013)
Wortel (Daucus carota L.) adalah tanaman musim dingin dan merupakan salah satu
tanaman umbi-umbian yang penting yang dibudidayakan di seluruh dunia. Akarnya yang
berdaging dan dapat dimakan digunakan sebagai makanan manusia dan pakan ternak
(Salunkhe dan Kadam, 1998). Wortel kaya akan beta-karoten dan merupakan sumber zat besi,
kalsium, fosfor, dan asam folat serta vitamin B. Ini juga kaya akan kandungan gula (Yawalker,
1992) dan beberapa nilai obat yang penting (Sadhu, 1993). Ini digunakan sebagai salad dan
sebagai sayuran yang dimasak dalam sup, semur, kari, dll. Dan juga digunakan untuk
persiapan acar, selai, dan hidangan manis (Kabir et al., 2000).
Kebutuhan wortel akan pupuk nitrogen tambahan bervariasi antara 0-110 kg/ha (Salo,
1996; Warncke, 1996; Raynal-Lacroix, 1994). Aplikasi nitrogen di atas 110 kg/ha menurunkan
hasil panen (Bishop, 1973) dan kualitas akibat keretakan akar (Balvoll, 1995). Konsentrasi
nitrat yang besar dalam tanah cenderung meningkatkan rasio pucuk: akar (Raynal- Lacroix,
1994). Sekitar 85 - 90% nitrogen diserap oleh wortel selama tahap pertumbuhan tanaman;
sementara pada kuartal pertama dan terakhir pertumbuhannya hanya 10 -15% nitrogen yang
diserap (Raynal-Lacroix, 1994).
a. Panjang dan Diameter Akar per Tanaman
Panjang akar wortel dipengaruhi secara signifikan oleh aplikasi berbagai tingkat
nitrogen (Tabel 2). Panjang akar tertinggi (17,19 cm) per tanaman ditemukan pada N2 yang
secara statistik sama dengan N1 (17,12 cm) dan N3 (16,70 cm) dan panjang akar terendah
(15,39 cm) tercatat pada N0 . Panjang akar secara bertahap meningkat seiring dengan
peningkatan kadar nitrogen. Sarker (1999) juga menemukan hasil yang serupa.
Diameter akar meningkat dengan meningkatnya level N sampai level tertentu dan
kemudian menurun (Tabel 2). Diameter akar tertinggi (10,40 cm) ditemukan pada
perlakuan N2 dan diameter akar terendah (6,90 cm) ditemukan pada perlakuan N0 . Sarker
(1999) dan Batra dan Kallo (1990) juga mendapatkan hasil yang sama.

b. Berat Segar dan Kandungan Bahan Kering Akar


Dosis N yang berbeda berpengaruh nyata terhadap berat segar akar. Berat segar akar
meningkat dengan meningkatnya level N sampai level tertentu dan kemudian menurun
(Tabel 2). Bobot segar akar maksimum (68,33 g) diperoleh dari perlakuan N2 sedangkan
minimum (38,33 g) diperoleh dari kontrol. Abdel Razik dan El-Haris (1997) juga
melaporkan hasil yang sama pada wortel. Kandungan bahan kering maksimum akar
(15,90%) diperoleh dari N2 sedangkan Kandungan bahan kering akar minimum (9,87%)
diperoleh pada perlakuan kontrol.

c. Persentase Akar yang Rusak dan Bercabang


Persentase akar pecah sangat bervariasi akibat pemberian kadar N yang berbeda
(Tabel 2). Persentase akar pecah maksimum (3,17%) terdapat pada perlakuan N3 sedangkan
minimum (2,05%) pada perlakuan N2 . Nilai rata-rata akar bercabang (%) bervariasi secara
signifikan karena aplikasi empat tingkat nitrogen (Tabel 2). Persentase akar bercabang
maksimum (6,92%) terdapat pada N3 dan persentase akar bercabang minimum (5,84%)
terdapat pada N0 yang serupa dengan N1 .

d. Hasil Kotor Akar


Variasi yang signifikan ditemukan dalam hal hasil kotor akar karena tingkat nitrogen
yang berbeda. Hasil bruto akar meningkat dengan meningkatnya N hingga tingkat tertentu
dan kemudian menurun (Tabel 2). Hasil bruto akar maksimum (22,55 t/ha) ditemukan pada
perlakuan N2 sedangkan minimum (12,65 t/ha) pada perlakuan N0 . Sarker (1999)
menunjukkan bahwa perlakuan nitrogen secara signifikan meningkatkan hasil wortel per
hektar.

e. Hasil Panen Akar yang dapat Dipasarkan


Variasi yang signifikan ditemukan sehubungan dengan hasil yang dapat dipasarkan
dari akar dengan tingkat nitrogen yang berbeda. Hasil yang dapat dipasarkan dari akar
meningkat dengan meningkatnya N hingga tingkat tertentu dan kemudian menurun (Tabel
2). Hasil akar yang dapat dipasarkan maksimum (20,67 t/ha) diperoleh dari perlakuan N2
sedangkan yang terendah pada N0 (11,58 t/ha). Patil dan Gill (1981) menyatakan bahwa
hasil panen tergantung pada jumlah pupuk nitrogen dan yang tertinggi adalah pada
pemberian 300 kg nitrogen per hektar.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Jumlah N yang diaplikasikan pada lahan secara signifikan mempengaruhi morfologi dan
distribusi akar. Perlakuan moderat meningkatkan pertumbuhan akar di setiap lapisan tanah
dan meningkatkan total panjang akar, luas permukaan, volume, dan biomassa. Morfologi
dan biomassa akar paling kuat dipengaruhi oleh aplikasi N. Temuan ini mengindikasikan
bahwa pemupukan N moderat (perlakuan N2) dapat meningkatkan pertumbuhan akar,
terutama untuk akar yang lebih dangkal (0-15 cm), sehingga meningkatkan biomassa akar
dan pucuk dan mencapai hasil kapas berbiji yang tinggi.
2. Nitrogen berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil wortel. Pada parameter
panjang akar tertinggi (16,17 cm), kandungan bahan kering akar maksimum (15,90%),
berat segar akar maksimum (68,33 g), hasil bruto akar maksimum (22,55 t / ha) dan hasil
panen maksimum (20,67 ton / ha) ditemukan pada 100 kg N per ha. Oleh karena itu, dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, 100 kg N per ha cocok untuk pertumbuhan dan
hasil wortel yang optimal.

B. Saran
Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan di zona agro-ekologi yang berbeda di bawah
kondisi lapangan yang bervariasi untuk mengkonfirmasi hasil percobaan ini sebelum
merekomendasikannya kepada petani.
DAFTAR PUSTAKA

Arwansyah,, Asrul Syam, John S. Arie. 2019. Penggunaan Algoritma FP-Growth Untuk Mengetahui
Nutrisi Yang Tepat Pada Tanaman Padi. 2019; 1-5.
Djidonou, D., Zhao, X., Koch, K. E., & Zotarelli, L. 2019. Nitrogen accumulation and root distribution of
grafted tomato plants as affected by nitrogen fertilization. HortScience, 54(11), 1907-1914.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada,Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2015. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Havlin, J.L., Beaton, J.D., Nelson, S.L., Nelson, W.L. (2005) ”Soil Fertility And Fertilizers. An
Introduction To Nutrient Management,” New Jersey: Person Prentice Hall.
Huang, S. W., Tang, J. W., Li, C. H., Zhang, H. Z., & Yuan, S. 2017. Reducing potential of chemical
fertilizers and scientific fertilization countermeasure in vegetable production in China. J.
Plant Nutr. Fertil, 23(6), 1480-1493.
Isrun, 2010. Perubahan Serapan Nitrogen Tanaman Jagung dan Kadar Al-dd Akibat Pemberian Kompos
Tanaman Legum dan Nonlegum Pada Inseptisols Napu. Jurnal. Agroland 17 (1) : 23-29.
I. Nariratih, M. Damanik, dan G. Sitanggang, “Ketersediaan Nitrogen pada Tiga Jenis Tanah
Akibat Pemberian Tiga Bahan Organik dan Serapannya pada Tanaman Jagung,”
Jurnal Online Agroekoteknologi, Vol. 1, No. 3, hal. 479-488, 2013.
James, E. K., Olivares, F. L., de Oliveira A. L., dos Reis F. B., da Silva, L. G., and Reis, V. M. (2001)
‘Futher observations on the interaction between sugarcane and Gluconacetobacter
diazotrophicus under laboratory and greenhouse conditions’, Journal of Experimental
Botany, 52 (357): 747- 760.
Jing, C., Liantao, L., Z. Wang,Y. Zhang, H. Sun, S. Song, Z. Bai, Z. Lu, and Cundong Li. 2020. Nitrogen
Fertilization Increases Root Growth and Coordinates the Root–Shoot Relationship in
Cotton. Frontiers in Plant Science. Vol 11:1-13.
Kementrian Koordinator Perekonomian RI, 2021.
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3358/pengembangan-hortikultura-berorientasi-eksp
or-tingkatkan-produktivitas-kualitas-dan-kontinuitas-produk-hortikultura#. Diakses pada 5
Mei 2023.
Khalifa, H. Minardi, S. dan Hartati, S. 2010. Potensial Nitrifikasi Dan Efisiensi Penyediaan Nitrogen Pada
Pertanaman Jagung (Zea mays) Di Tanah Alfisol Dengan Penambahan Seresah Pangkasan
Gamal (Gliricidia maculata), Dan Jambu Mete (Anacardium occidentale). Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Moniruzzaman, M. H. Akand, M. I. Hossain, M. D. Sarkar and A. Ullah. 2013. Effect of Nitrogen on the
Growth and Yield of Carrot (Daucus carota L.). A Scientific Journal of Krishi Foundation.
The Agriculturists 11(1): 76-81.
Nainggolan, G. D. 2010. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer)
Urea-Zeolit-Asam Humat. Skripsi. Fakultas Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
P. S. Patti, E. Kaya dan Ch. Silahooy. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah dalam Kaitannya dengan
Serapan N oleh Tanaman Padi Sawah di Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten
Seram Bagian Barat. Agrologia, Vol. 2, No. 1, 2013, Hal. 51-58.
Rianida T., T. Purba, Sakiah, J. Herawati, A. S. Junaedi, H. S. Hasibuan, Junairiah, R. Firgiyanto. 2021.
Ilmu Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Penerbit Yayasan Kita Menulis. Medan.
Runhayat, A. 2007. Penentuan Kebutuhan Pokok Unsur Hara N,P, K Untuk Pertumbuhan Tanaman Panili
(Vanilla planifolia Andrews). Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 49 - 59.

Anda mungkin juga menyukai