Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH GUNUNG ERUPSI

Flencya B. Noya

201869004

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PAPUA

MANOKWARI

2022
1. Latar Belakang
Aktifitas gunungapi adalah manifestasi dari proses-proses fisika dan kimia yang
sangat dinamis dan komplek di dalam bumi, dan memberikan sinyal seismik yang
beraneka ragam. Observasi yang dilakukan terhadap berbagai sinyal seismik, dan
membandingkan antara satu gunungapi dengan gunungapi yang lain, telah sampai
pada kesimpulan bahwa sinyal seismik dari gunungapi yang aktif berasal dari proses
di sumber yang sama yang berkaitan langsung dengan pengaruh fenomena erupsi
gunungapi (Ohrnberger, 2001). Dengan demikian, studi tentang sumber-sumber
seismik pada gunungapi aktif adalah alat yang penting untuk meningkatkan
pengetahuan tentang dinamika sistem magmatik aktif dan fisika dari proses-proses
penggerak yang berkaitan. Dalam kaitannya dengan aktifitas mitigasi bencana,
memahami karakteristik aktifitas seismik dan kemampuan memperhatikan kaitannya
dengan sifat erupsi gunungapi adalah kunci sukses.
Gunung Merapi adalah salah satu gunungapi yang paling aktif di dunia. Erupsi
yang terjadi dalam periode April – Juli 2006 yang lalu sangat menarik untuk
dipelajari karena ketika aktifitas erupsi sedang berlangsung, terjadi pula gempa
tektonik yang kuat yang juga mengguncang gunungapi itu. Studi keterkaitan antara
gempa dengan erupsi gunungapi yang selama ini dilakukan sebagian besar pada
hubungan antara peristiwa gempa dengan erupsi gungapi yang terjadi kemudian
seperti yang dilakukan oleh Chen et al. (2004). Tulisan ini mencoba mengungkapkan
bagaimana karakteristik erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada periode April-Juli
2006 itu.

2. Metodologi
Data aktifitas seismik Gunung Merapi selama erupsi dari bulan April – Juli
2006 diperoleh dari informasi harian akifitas Gunung Merapi selama erupsi
berlangsung yang dipublikasikan melalui website oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK). Pencatatan data aktifitas harian
dimulai dari 18/4/2006 sampai 19/7/2006. Parameter yang dicatat adalah Gempa
Multi Fase, Gempa Volkanik Dangkal, Gempa Tektonik, Gempa Frekuensi Rendah,
Guguran, dan Awan Panas. Parameterparameter tersebut adalah sinyal-sinyal
seismik-volkano yang khas untuk Gunung Merapi (Ratdomopurbp, 1995 vide
Ohrnberger, 2001).
Gempa Volkanik Dangkal menunjukkan adanya injeksi magma baru ke dalam
dapur magma, Gempa Multifase menunjukkan adanya aktifitas magma yang naik ke
permukaan dan membentuk kubah lava (Ohrnberger, 2001). Guguran merupakan
indikasi dari terjadinya guguran kubah lava yang aktif tumbuh , dan mencerminkan
kestabilan dan laju pertumbuhan kubah (Beauducel et al., 2000).
3. Diskripsi Rekaman Data
Aktifitas Gunung Merapi mulai menarik perhatian publik setelah status
aktifitasnya dinyatakan “Waspada” pada 15/3/2006. Pada tahap ini, laporan
pencatatan yang dipublikasikan masih berupa catatan mingguan. Dalam informai per
13-19 Maret 2006, tercata Gempa Volkanik Dangkal meningkat dari minggu
sebelumnya dari 12 kali menjadi 26 kali, Gempa Multi Fase meningkat dari 198 kali
menjadi 239 kali. Tremor tercatat sebanyak 6 kali. Informasi per 17/4/2006
menyatakan bahwa pada 12/4/2006 status aktifitas Gunung Merapi ditingkatkan
menjadi “Siaga”. Informasi harian aktifitas Gunung Merapi yang disebarkan melalu
website BPPTK mulai tersedia per 18/4/2006 sampai 19/7/2006 (Tabel 1 dan Gambar
1).
4. Diskusi

4.1. Aktifitas Awal Erupsi

Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, tahap awal aktifitas erupsi ini ditandai
dengan peningkatan frekuensi kejadian Gempa Multifase hingga berada di atas 100
kejadian per hari. Gempa Volkanik Dangkal juga tinggi dan berlangsung setiap hari.
Sementara itu, Guguran tampak secara perlahan-lahan meningkat jumlah
kejadiannya.

Sinyal-sinyal seismik tersebut menunjukkan bahwa dalam tahap fase awal


erupsi telah terjadi injeksi magma baru ke dalam dapur magma Merapi. Konsekuensi
dari hal itu adalah terjadinya gerakan magma ke permukaan dan membentuk kubah
lava. Meningkatnya Guguran menunjukkan terjadinya peningkatan pertumbuhan
kubah lava.

Pada tahap awal ini kita juga melihat adanya kejadian gempa tektonik. Oleh
karena itu, ada kemungkinan peristiwa injeksi magma tersebut berkaitan dengan
peristiwa gempa tektonik. Penelitian yang dilakukan pada beberapa gunungapi,
seperti erupsi Gunungapi Saint Helena tahun 1980 dan Gunungapi Pinatubo tahun
1991, yang dilakukan oleh Chen et al. (2003) menunjukkan bahwa ada keterkaitan
erat antara gempa dengan erupsi gunungapi. Karena itu, ada kemungkinan hal itu juga
terjadi pada Merapa dalam periode erupsi April – Juli 2006 ini.
Bila erupsi Gunung Merapi kali ini kita bandingkan dengan erupsi di tahun
1998 (Gambar 2), maka akan tampak hal-hal berikut:

1) Pada erupsi tahun 1998, peningkatan frekuensi kejadian Gempa Multifase


dan Guguran berlangsung sangat cepat dan bersamaan, sementara pada tahun 2006,
frekuensi kejadian Gempa Multifase telah lebih dahulu meningkat dan kemudian
disusul secara gradual oleh Guguran.

2) Pada erupsi tahun 1998, injeksi magma ke dalam dapur magma berlangsung
singkat dalam jumlah yang besar, sedang pada tahun 2006 injeksi magma
berlangsung lebih perlahan, dan dalam waktu yang lebih lama.

Gambar 2. Aktifitas erupsi Gunung Merapi pada tahun 1998. Dikutip dari Ohrnberger
(2001).

4.2. Aktifitas Awal Erupsi Awan Panas

Aktifitas erupsi yang menghasilkan Awan Panas dimulai pada 12/5/2006,


yang ditandai dengan kejadian Awan Panas pertama. Lonjakan frekuensi kejadian
Awan Panas berlangsung sangat tajam dalam dua hari berikutnya dengan puncaknya
pada 14/5/2006 dengan 88 kejadian per hari. Beberapa hari kemudian jumlah
kejadian Awan Panas menurun sampai titik terrendah pada 19/5/2006 dengan 13
kejadian per hari. Dari 14/5/2006 sampai 25/5/2006, indikasi seismik memperlihatkan
pola kesesuaian antara naiknya magma ke permukaan – yang ditunjukkan oleh
Gempa Multifase, dan erupsi Awan panas, dengan jumlah kejadian Gempa Multifase
lebih tinggi dari pada Awan Panas. Selama periode ini, jumlah kejadian Guguran
terus meningkat. Pola seperti itu juga terlihat pada erupsi Merapi tahun 1998 (lihat
Gambar 2).

4.3. Pengaruh Gempa Tektonik 27 Mei 2006

Pengaruh Gempa Tektonik yang terjadi pada 27/5/2006 terhadap Gunung


Merapi terlihat dari terjadinya Gempa Tektonik sebanyak 138 kejadian per hari pada
hari yang sama. Hari-hari selanjutnya, jumlah kejadiannya terus menurun dan
mencapai jumlah terrendah pada 18/6/2006. Setelah itu, jumlah kejadian Gempa
Tektonik kembali meningkat.

Pada Gambar 1 terlihat bahwa setelah gempa 27/5/2006, terjadi pembalikan


kondisi tingkat kejadian antara Gempa Multifase dan Awan Panas. Bila sebelum
gempa jumlah kejadian per hari Gempa Multifase lebih tinggi daripada jumlah
kejadian Awan Panas, maka setelah gempa terjadi kondisi sebaliknya, yaitu jumlah
kejadian Awan Panas lebih tinggi daripada Gempa Multifase. Kondisi seperti ini
berlangsung sampai 9/6/2006.

Setelah 9/6/2006, keadaan perbandingan jumlah kejadian antara Awan Panas


dan Gempa Multifase kembali lagi ke keadaan sebelum terjadinya gempa, yaitu
jumlah kejadian Gempa Multifase lebih tinggi daripada jumlah kejadian Awan Panas.
Keadaan tersebut berlangsung sampai 26/6/2006.

gsung sampai 26/6/2006. Dengan pola perubahan frekuensi kejadian antara


Gempa Multifase dan Awan Panas yang seperti diuraikan di atas, dapat kita
simpulkan bahwa efek gempa 27/5/2006 kejadian Awan Panas tampaknya dirasakan
lebih cepat beberapa hari daripada efek gempa itu terhadap Gempa Multifase.
Keadaan ini berkaitan dengan mekanisme pembentukan atau pelepasan gas dari
magma setelah dapur magma terguncang oleh gempa. Guncangan gempa tampaknya
telah mempercepat pembentukan atau pelepasan gas dari magma yang kemudian naik
kepermukaan dan termanifestasikan dalam bentuk erupsi Awan Panas.

Pada Gambar 1 juga terlihat bahwa setelah gempa 27/5/2006, terjadi lagi
Gempa Volkanik Dangkal selama beberapa hari yang terpisah-pisah. Fakta ini
menunjukkan bahwa setelah gempa 27/5/2006 terjadi injeksi magma ke dalam dapur
magma. Injeksi magma tersebut tampaknya meningkatkan jumlah magma yang naik
ke permukaan yang terekspresikan oleh jumlah kejadian Gempa Multifase yang
meningkat. Keadaan tersebut terjadi dari 20/5/2006 sampai 20/6/2006 (Gambar 1).
Brantley dan Topinka (1984) yang mempelajari aktifitas seismik Gunung St. Helena,
Washington, Amarika tahun 1980-1983 menyebutkan bahwa Gempa Volkanik
Dangkal berhenti sementara erupsi berlangsung. Dengan demikian, untuk kondisi
erupsi Gunung Merapi ini, sangat mungkin Gempa Volkanik Dangkal yang terjadi
selama erupsi Awan Panas setelah gempa 27/5/2006, kejadiannya berkaitan dengan
gempa tersebut. Kemudian, mungkin pula injeksi magma itu telah menyebabkan
meningkatnya kejadian gerakan magma ke permukaan yang tercermin oleh
peningkatan kejadian Gempa Multifase.

Apabila kita membandingkan antara erupsi Merapi 2006 (Gambar 1) dan


erupsi Merapi 1998 (Gambar 2), tampak bahwa kejadian Gempa Tektonik ketika
erupsi Merapi 2006 sedang berlangsung juga membedakan karakter erusi dua periode
tersebut. Gempa 27/5/2006 tampaknya telah menyebabkan erupsi Awan Panas
Merapi 2006 berlangsung lebih lama daripada erupsi Merapi 1998. Dengan kata lain,
apabila tidak terjadi gempa tektonik pada 27/5/2006 maka sangat mungkin erupsi
Merapi akan telah mereda pada akhir bulan Mei 2006.

4.4. Aktifitas Akhir Erupsi

Tahap akhir erupsi Merapi 2006 terjadi mulai 1/7/2006 sampai 12/7/2006.
Selama tahap ini jumlah kejadian Gempa Multifase dan Awan Panas cenderung
menurun, dan Awan Panas tidak lagi terjadi setiap hari. Di akhir tahap ini, frekuansi
kejadian Guguran juga turun dari rata-rata lebih dari 220 kejadian per hari menjadi
sekitar 140 kejadian per hari. Di akhir fase ini pula secara resmi status aktifitas
Merapi diturunkan menjadi “Siaga”.

Setelah 12/7/2006, jumlah kejadian Gempa Tektonik tampak meningkat, tetapi


tampaknya tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap aktifitas erupsi Gunung
Merapi.

5. Penutup
Sebagai penutup patut kita catat bahwa aktifitas erupsi Gunung Merapi periode
April – Juli 2006 adalah aktifitas erupsi yang istimewa, karena ketika erupsi sedang
berlangsung, Gunung Merapi terguncang oleh Gempa Tektonik yang kuat. Keadaan
yang istimewa tersebut memberi kesempatan kepada kita untuk mengetahui hubungan
antara aktifitas erupsi gunungapi dengan gempa yang terjadi ketika erupsi sedang
berlangsung. Dalam studi ini terlihat bahwa Gempa Tektonik yang terjadi ketika
erupsi Awan Panas sedang berlangsung mempengaruhi erupsi tersebut. Apabila kita
membandingkan dengan erupsi Merapi 1998, maka tampak bahwa Gempa Tektonik
27/5/2006 telah menyebabkan erupsi Merapi 2006 berlangsung lebih lama. Hal lain
yang perlu perhatikan adalah ada kemungkinan erupi Merapi 2006 ini juga dipicu
oleh Gempa Tektonik.
Hal ini terlihat dari tercatatnya kejadian Gempa Tektonik di awal erupsi ini
(Gambar 1). Karena itu, studi seismisitas Merapi sebelum erupsi 2006 ini berlangsung
akan menarik untuk dilakukan.

Daftar Pustaka

Beauducel, F., Cornet, F.-H, Suhanto, E., Duquesnoy, T. and Kasser, M., 2000.
Constraint on magma flux from displacements data at Merapi volcano, Java,
Indonesia. Journal of Geophysical Research, in press.

Brantley, S.R. and Topinka, L., 1984. Mount St. Helena, Washington seismic
studies 1980- 1983. Http://
vulcan.wr.usgs.gov/Volcanoes/MSH/Seismicity/seismic_studies_1980_1983.html.
Akses: 30 Juni 2006.

Chen, H., Gao, F., Wu, X. and Meng, X., 2004. Relationship between earthquake
and volcanic eruption inferred from historical records. Acta Seismologica Sinica, v.
17, n. 4: 500-506.

Ohrnberger, M., 2001. Continuous Automatic Classification of Seismic Signals of


Volcanic Origin at Mt. Merapi, Java, Indonesia. Dissertation at
MathematischNaturwissenschaftlichen Fakultat der Universitat Potsdam.

Anda mungkin juga menyukai