PENDAHULUAN
Energi baru dan terbarukan mempunyai peran yang sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan energi. Hal ini disebabkan penggunaan bahan bakar untuk
pembangkit – pembangkit listrik konvensional dalam jangka waktu yang panjang
akan menguras sumber minyak bumi, gas, dan batu bara yang makin menipis dan
juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Dengan kian menipisnya
cadangan mintak bumi di Indonesia, pemanfaatan energi alternatif nonfosil harus
ditingkatkan. Salah satunya upaya yang telah dikembangkan adalah Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS).
PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya (sel fotovoltaik) akan lebih diminati
karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang relevan dan di berbagai
tempat seperti perkantoran, pabrik, perumahan, dan lainnnya. Di Indonesia yang
merupakan daerah tropis mempunyai potensi energi matahari sangat besar dengan
insolasi harian rata – rata 4,5 – 4,8 KWH/m2/ hari( Solarex, 1996). Akan tetapi
energi listrik yang dihasilkan sel surya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari yang diterima oleh sistem.
Penerapan teknologi tenaga surya untuk kebutuhan listrik daerah terpencil dapat
dilakukan dengan berbagai macam sistem pembangkit listrik tenaga surya, seperti
pembangkit listrik hibrida yaitu penggabungan antara sumber energi surya dengan
sumber energi lainnya, yang paling umum adalah penggabungan energi surya
dengan energi mikrohidro. Sistem tenaga surya lainnya adalah “Solar Home
System”, yang terdiri dari panel modul surya, baterai, alat pengontrol, dan lampu.
Sistem ini dipasang pada masing-masing rumah dengan fotovaltoik dipasang di
atas atap. Kendala penerapan Solar Home System adalah harga yang masih relatif
mahal untuk masyarakat terpencil dan miskin. Oleh karena itu, perlu ada suatu
panduan dalam merancang, menghitung, dan memilih komponen yang diperlukan
sehingga masyarakat tersebut mampu membayar dan dapat menikmati listrik
1
seperti saudaranya yang sudah menikmati listrik, minimal untuk kebutuhan
penerangan.
1.2.Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup masalah pada pembuatan
dan perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan modul surya
yang berbasis Sistem Hibrida untuk perumahan (Solar Home System), dan
berapakah kapasitas daya yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
tekhusus untuk penerangan atau listrik.
2
1.5. Manfaat Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur, dan inverter sesuai dengan
kebutuhannya. Cara kerja fotovoltaik diperlihatkan pada gambar 1. Pada gambar 2
diperlihatkan sistem PLTS.
5
PLTS dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam sistem catudaya diantara
lain:
6
2.2 Perancangan PLTS berbasis Sistem Hibrida
7
Adapun konfigurasi dasar dari sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya
berbasis Hibrid tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni:
Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau sumber pembangkit
listrik yang lain dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tanpa baterai dan
yang menggunakan baterai (Strong, Steven J and William G. Scheller, 1993: 72).
Pada penelitian ini akan dibahas mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang
menggunakan baterai sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem
hibrid PLTS dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang
dihasilan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan
memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik rumah
tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN. [3]
8
Hibridasi antara PLTS dengan listrik PLN bertujuan untuk mendapatkan
kekontinuan pasokan (supply) listrik ke beban. Pada sistem hibrid PLTS dengan
PLN yang akan dirancang, terdiri dari array, fotovoltaik, regulator(charge
controller), baterai, dan inverter. Listrik arus searah (DC) dari modul fotovoltaik,
akan diubah menjadi arus bolak-balik (AC) melalui inverter. Sistem hibrid yang
akan dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu
tertentu beban hanya dipasok oleh salah satu pembangkit. Ketika PLTS bekerja
mensuplai listrik ke beban maka sambungan ke PLN dilepaskan dari beban
( sebagai contoh keadaan pada pagi hari sampai sore hari ) . Begitu pun sebaliknya
apabila listrik PLN sedang memberikan suplai listrik ke beban , maka PLTS
dilepaskan dari beban ( sebagai contoh keadaan pada malam hari ). Ketika
pembangkit yang sedang mensuplai listrik ke beban tiba-tiba mengalami trip,
maka pembangkit yang lain akan segera menggatikannya secara otomatis melalui
switch controller. Gambar 1 menjelaskan sistem hibrid PLTS dan PLN yang akan
dirancang.
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Metode Observasi
10
3. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi tentang permasalahan
penelitian. Waktu wawancara ini disesuaikan dengan situasi dan
kondisi informan pada saat wawancara. Selama wawancara, selain
menggunakan tape recorder peneliti juga membuat catatan yang
bertujuan untuk menuliskan keadaan dan situasi saat berlangsungnya
wawancara.
4. Metode Eksperimen
Dengan metode ini peneliti terus mengembangkan berbagai riset yang
telah dilakukan baik itu ketercapain hasil maupun yang belum berhasil.
Sehingga dari pengembangan – pengembangan yang telah dilakukan
dihasilkan produk berdasarkan tujuan yag ingin dicapai dan tentunya
masih bisa dikembangkan untuk penyempurnaan selanjutnya.
5. Dokumentasi
Dokumentasi dilaksanakan dengan menuliskan hasil penelitian ke
dalam sebuah laporan yang tersusun secara jelas berdasarkan data –
data dari hasil pengamatan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12