Anda di halaman 1dari 13

PLN memulai program penggunaan lampu Super Ekstra Hemat Energi (SEHEN) untuk

melistriki wilayah yang belum terjangkau listrik. Dan dilanjutkan dengan program
program penyediaan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) pada 2018.

Lampu tenaga surya jenis ini, memiliki sistem yang ringkas dan mudah dibawa.
Sehingga dapat digunakan untuk menjangkau hingga daerah pedalaman. Sedangkan
PLTS terpusat digunakan untuk menopang kebutuhan listrik masayarakat yang lebih
besar. Biasanya PLTS jenis ini digunakan untuk area transmigrasi atau kota-kota kecil.

Semakin luasnya aplikasi PLTS, menunjukkan bahwa solusi penyediaan listrik yang
diberikan oleh listrik surya, telah cukup banyak menjawab tantangan pengadaan listrik
di Indonesia. Bentuk topografi dan morfologi negara ini tidak menghentikan PLTS
untuk menyediakan akses listrik bagi seluruh rakyat Indonesia.[1]

1
BAB II

JENIS - JENIS PLTS

Pengklasifikasian jenis-jenis pembangkit listrik tenaga surya berkembang seiring waktu


menyesuaikan dengan kebaruan teknologi, sehingga tidak mengherankan jika jenis-
jenis PLTS terus berkembang semakin banyak. Dari pengamatan yang telah dilakukan,
pengelompokkan PLTS terbagi menjadi beberapa kategori di bawah ini : [2]

2.1 Berdasarkan Sistem

2.1.1 PLTS On-Grid adalah sistem PLTS yang terhubung dengan jaringan PLN

2.1.2 PLTS Off-Grid adalah sistem PLTS yang berdiri sendiri tanpa terhubung jaringan PLN

2.1.3 PLTS Hybrid adalah sistem PLTS yang memakai sumber energi gabungan
tenaga surya dengan sumber energi lain seperti PLTA, PLTB, PLTD, PLTG, PLTSa,
dan berbagai sumber lain. Sebagian orang mengartikan hybrid sebagai sistem yang
menggabungkan keunggulan On-Grid dan Off-Grid atau sistem yang terhubung
jaringan PLN dan juga bisa bekerja mandiri saat pasokan listrik dari PLN padam. [2]

2.2 Berdasarkan Jaringan Distribusi

2.2.1 PLTS Terpusat adalah pembangkit yang mempunyai jaringan distribusi listrik
menyesuaikan dengan kebutuhan beban yang berbeda-beda di suatu kawasan. PLTS
jenis ini biasanya dibangun di daerah terpencil yang belum bisa dijangkau jaringan
PLN. Misalnya di suatu desa dan dioperasikan oleh masyarakat itu sendiri.

2.2.2 PLTS Tersebar adalah pembangkit yang tidak mempunyai jaringan distribusi
listrik dan digunakan hanya untuk kebutuhan sendiri, misalnya PLTS atap atau Solar
PV Rooftop yang dibangun mandiri di rumah-rumah tanpa terhubung satu sama lain.
[2]

2.3 Berdasarkan Tempat Pemasangan

2.3.1 PLTS rooftop adalah pembangkit listrik yang memasang panel surya di atap
bangunan (rumah, kantor, pabrik), untuk menghemat konsumsi listrik dari jaringan
PLN.

2.3.2. PLTS grounding adalah pembangkit listrik yang memasang panel surya di atas
tanah dengan disertai dengan penopang agar panel surya tidak menyentuh tanah.

2.3.3. PLTS floating adalah pembangkit listrik yang meletakkan komponen PLTS diatas
bahan yang mengapung di air dengan arus tenang, seperti di laut, danau, bendungan,
dan sungai. [2]

2
2.4 Berdasarkan topologi beban

2.4.1 PLTS Terpusat, yaitu sistem PLTS yang melayani sekelompok beban yang
berbeda, seperti listrik desa/komunal.

2.4.2 PLTS Tersebar, yaitu sistem PLTS yang melayani satu beban tertentu di satu titik
lokasi, contohnya ; solar home system (SHS), LTSHE, PJUTS, Pompa air tenaga surya
(Solar water pump).[2]

3
BAB III

JENIS JENIS SEL SURYA

Panel Surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah cahaya menjadi
listrik, yaitu disebut surya atas matahri atau “sol” karena matahari merupakan sumber
cahaya terkuat yang dapat dimanfaatkan. Panel Surya sering kali disebut fotovoltaik,
fotovoltaik dapat diartikan sebagai “cahaya-listrik”. Sel Surya atau sel PV bergantung
pada efek fotovoltaik untuk menyerap energi matahari dari penyebab arus mengalir
antara dua lapisan bermuatan yang berlawana.[3]

Jumlah penggunaan panel surya di porsi pemproduksian listrik dunia sangat kecil,
tertahan oleh biaya tinggi per wattnya dibandingkan dengan bahan bakar bakar fosil-
dapat lebih tinggi sepuluh kali lipat, tergantung keadaan. Mereka telah menjadi rutin
dalam beberapa aplikasi yang terbatas sepeti, menjalankan “buoy” atau alat di gurun
dan area terpencil lainnya, dan dalam eksperimen mereka telah digunakan untuk
memberikan tenaga untuk mobil balap dalam kontes seperti Tantangan surya dunia di
Australia. Jenis panel sel surya : [3]

3.1 Polycrystalline

Merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak. Tipe polycrystalline
memerlukan luas permukan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis
monocrystallne untuk menghasilkan daya listrik yang sama, akan tetapi dapat
menghasilkan listrik pada saat mendung.[3]

Gambar 1. Panel Surya Polycrystalline

4
3.2 Monocrystalline

Merupakan panel surya yang paling efisien, menghasilkan daya listrik persatuan luas
yang paling tinggi. Memiliki efisiensi sampai dengan 24%. Kelemahan dari panel ini
adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh),
efisiensinya akan turun drastic dalam cuaca berawan.[3]

Gambar 2. Panel Surya Monocrystalline

3.3. Panel Surya Amorf

Panel Surya Amorf Adalah tidak benar-benar kristal, tetapi lapisan tipis silicon
diendapkan pada bahan dasar seperti logam atau gelas untuk membuat panel surya.
Amorf paduan dari silikon dan karbon (amorf silikon karbida juga dihidrogenasi, a-Si 1-
xC xH) adalah varian yang menarik. Pengenalan atom karbon menambahkan ekstra
derajat kebebasan untuk mengontrol sifat-sifat materi. Film ini juga bisadibuat
transparan untuk cahaya tampak. Peningkatan konsentrasi karbon dalam paduan
memperlebar kesenjangan elektronik antara konduksi dan valensi band (juga disebut
“gap optik” dan celah pita). Hal ini berpotensi dapat meningkatkan efisiensi cahaya dari
sel surya yang dibuat dengan amorf karbida lapisan silicon. Disisi lain, sifat elektronik
sebagai semikonduktor (terutama mobilitas elektron), yang terpengaruhi oleh isi
meningkatnya karbon dalam paduan, karena gangguan meningkat pada jaringan atom.
[3]

5
Gambar 3. Panel Surya Amorf

BAB IV

KARAKTERISTIK ENERGI SURYA

Penggunaan PLTS bertujuan untuk penyuplai listrik dan sarana edukasi energi
terbarukan yang sangat ramah lingkungan. Mengingat Indonesia merupakan daerah
tropis, maka sangatlah baik jika PLTS dikembangkan dengan sungguh-sungguh.
Karena PLTS adalah bentuk investasi jangka panjang, ditambah dengan biaya
perawatan PLTS yang murah, akan menguntungkan bagi pengguna.[4]

Gambar 4. Blok Diagram On Grid

4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja modul sel surya antara lain sebagai
berikut:

4.1.1 Suhu modul

Sebuah panel surya dapat beroperasi secara maksimal jika suhu panel tetap normal
pada suhu 25oC. Kenaikan suhu lebih tinggi dari suhu normal pada panel surya akan
melemahkan tegangan open circuit (Voc) yang dihasilkan. Setiap kenaikan suhu surya
1oC (dari 25oC) akan mengakibatkan berkurangnya daya yang dihasilkan sekitar 0,5%
(Schaeer: 1990). Menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat suhu di sekitar
panel mengalami kenaikan oC dari suhu standar, menggunakan persamaan (1):

𝑃𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 𝑛𝑎𝑖𝑘 °𝐶 = 0,5% 𝑝𝑒𝑟°𝐶 × 𝑃𝑀𝑃𝑃 × 𝛥𝑡 (1)

Dimana:
6
Psaat t naik oC : daya pada saat suhu naik oC dari suhu standar

PMPP : daya keluaran maksimal modul surya

Δt : kenaikan suhu

Daya keluaran maksimum panel surya pada saat suhu naik menjadi t oC dari suhu
standar dihitung dengan persamaan (2):

𝑃𝑀𝑃𝑃 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑖𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑡°𝐶 = 𝑃𝑀𝑃𝑃 − 𝑃𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 𝑛𝑎𝑖𝑘 °𝐶 (2)

PMPP saat t naik menjadi t oC adalah daya keluaran maksimum panel surya pada saat
suhu di sekitar panel naik menjadi t oC dari suhu standar. Faktor koreksi temperatur
(Themperatur Correction Factor) dihitung dengan persamaan (3):

𝑇𝐶𝐹 = 𝑃𝑀𝑃𝑃 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑛𝑎𝑖𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑡°𝐶 𝑃𝑀𝑃𝑃 ..[ (3)

4.2. Intensitas Cahaya Matahari

Radiasi matahari di bumi pada lokasi yang berbeda akan bervariasi dan sangat
bergantung dengan keadaan spektrum matahari ke bumi. Radiasi matahari akan
berpengaruh terhadap daya yang dikeluarkan oleh panel.

4.3. Kecepatan tiupan angin

Kecepatan tiupan angin di sekitar lokasi panel surya akan sangat membantu terhadap
pendinginan suhu permukaan panel sehingga suhu dapat terjaga di kisaran suhu yang
kondusif.

4.4. Keadaan atmosfir bumi

Keadaan atmosfir bumi berawan, mendung, jenis debu udara, asap, uap air, kabut dan
polusi sangat menentukan kinerja dari panel surya.

4.5. Peletakan panel surya

Agar energi matahari yang diserap berada pada nilai yang optimal maka permukaan
panel surya harus dipertahankan tegak lurus terhadap sinar matahari yang jatuh ke
permukaan panel surya. Oleh karena itu peletakan panel surya sangat penting agar
kinerja panel surya maksimal. Menghitung Area Array (PV Area). Luas area array
diperhitungkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝑃𝑉𝐴𝑟𝑒𝑎 = 𝑊 𝐺𝑎𝑣×𝜂𝑝𝑣×𝑇𝐶𝐹×𝜂𝑜𝑢𝑡 (4)

Dimana :

𝑃𝑉𝐴𝑟𝑒𝑎 = Luas area array (m2)

7
𝑊 = Besar pemakaian energi listrik (𝑘𝑊ℎ)

𝐺𝑎𝑣 = Nilai isolasi harian Matahari (𝑘𝑊ℎ/𝑚2) Yaitu daya per unit yang dihasilkan
matahari dalam bentuk radiasi elektromagnet per meter persegi

𝜂𝑝𝑣 = Efisiensi modul surya (%)

𝑇𝐶𝐹 = Temperature Correction Factor

𝜂𝑜𝑢𝑡 = Efisiensi output (%)

Menghitung Daya yang Dibangkitkan PLTS (Watt-peak)

Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan PLTS (Watt Peak)
dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

𝑃 𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑝𝑒𝑎𝑘 = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑎𝑟𝑟𝑎𝑦 × 𝑃𝑆𝐼 𝑥 րpv (5)

Dimana :

Pwattpeak = Besar daya yang dibangkitkan PLTS (Wattpeak)

PSI = Peak Sun Insolation (PSI) adalah 1000 W/m2

4.6. Menghitung Jumlah Modul Sel Surya

Dalam menentukan jumlah modul sel surya yang akan digunakan, ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑛𝑒𝑙 𝑆𝑢𝑟𝑦𝑎 = 𝑃𝑊𝑎𝑡𝑡 𝑝𝑒𝑎𝑘 𝑃𝑀𝑃𝑃 (6)

Dimana :

PMPP = Daya maksimum panel surya yang digunakan (W)

PWattpeak = Daya yang dibangkitkan (Wp)

Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan kebutuhan,
maka modul sel surya tersebut harus dikombinasikan secara seri dan paralel dengan
aturan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan keluaran
panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya dihubungkan secara seri.

b. Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari arus keluaran panel surya,
maka dua buah (lebih) panel surya dihubungkan secara paralel.

8
c. Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran panel surya
dengan tegangan yang konstan maka panel-panel surya dihubungkan secara seri dan
paralel.

4.7. Menentukan Kapasitas Inverter

Spesifikasi inverter disesuaikan dengan charge controller yang digunakan. Tegangan


masuk (input) dan tegangan keluar (output) dari inverter diketahui berdasarkan
tegangan sistem dan nominal tegangan AC yang digunakan, yakni 220 Volt.

4.8. Menentukan Rangkain (Pengaturan Seri-Paralel) Panel Surya

4.8.1. Secara seri minimal

𝑀𝑖𝑛 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 = Vmin inverter Voc modul

4.8.2. Secara seri maximal

𝑀𝑎𝑥 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 = Vmin inverter Vmp modul

4.8.3. Secara paralel

𝑀𝑎𝑥 𝑃𝑎𝑟𝑎𝑙𝑒𝑙 = Imax Input Inverter Imp modul

Dimana :

Voc : Tegangan Open Circuit dari modul surya (Volt)

Vmp inverter : Tegangan kerja minimal dari inverter (Volt)

Vmax inverter : Tegangan maksimal dari inverter (Volt)

Imp modul : Arus dari modul surya (Amp)

Imax input inverter : Arus masuk pada inverter (Amp) [4]

9
BAB V

GAMBARAN SINGKAT POTENSI PLTS DI INDONESIA

Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis
energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian
yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak
terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak
lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan
menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.[5]

Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara
dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini
pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang
menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW
atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang
cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa datang. [5]

Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan


menggunakan teknologi fotovoltaik adalah sel surya. Saat ini terdapat banyak teknologi
pembuatan sel surya. Sel surya konvensional yang sudah komersil saat ini
menggunakan teknologi wafer silikon kristalin yang proses produksinya cukup
kompleks dan mahal. Secara umum, pembuatan sel surya konvensional diawali
dengan proses pemurnian silika untuk menghasilkan silika solar grade (ingot),
dilanjutkan dengan pemotongan silika menjadi wafer silika. Selanjutnya wafer silika
diproses menjadi sel surya, kemudian sel-sel surya disusun membentuk modul surya.
Tahap terakhir adalah mengintegrasi modul surya dengan BOS (Balance of System)
menjadi sistem PLTS. BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam
sistem PLTS seperti inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain. [5]

Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat
dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum
dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia
baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan
mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal
sel surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga
yang masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya.
Berbagai teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka
upaya penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber
energi lain. [5]

10
Mengingat rasio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60% dan hampir seluruh
daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat
pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi
merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan. Dalam kurun waktu tahun
2005-2025, pemerintah telah merencanakan menyediakan 1 juta Solar Home System
berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan rendah serta 346,5 MWp PLTS
hibrid untuk daerah terpencil. Hingga tahun 2025 pemerintah merencanakan akan ada
sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS terpasang. [5]

Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah
cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga
25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk
mengembangkan bisnisnya ke pabrikasi sel surya. [5]

11
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Penggunaan pembangkit listrik tenaga surya sistem on grid merupakan salah satu cara
untuk memenuhi kebutuhan lisrik untuk beban rumah tangga khususnya kalangan
subsidi. Makalah ini, bertujuan untuk menganalisis terkait faktor keekonomian sistem
on grid pembangkit listrik tenaga surya pada beban rumah tangga dengan dua jenis
profil beban yang berbeda. Pembangunan PLTS dengan system on grid harus memiliki
harga investasi mahal dan tidak fleksibel ketika tidak ada cahaya matahari.

DAFTAR PUSTAKA

12
[1] Marketingsurendo777.(2019,Des 19) Sejarah Perkembangan PLTS di
Indonesia[online]. https://pjusolarpv.wordpress.com/2019/12/19/sejarah-perkembangan-
plts-di-indonesia/

[2] Photovoltaic.(2022) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI


KETENAGALISTRIKAN, ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONVERSI
ENERGI[online]. https://p3tkebt.esdm.go.id/esmart/artikel

[3]Sigit Sukmajati, Mohammad Hafidz (2015). Perancangan Dan Analisis Pembangkit


Listrik Tenaga Surya Kapasitas 10 Mw On Grid Di Yogyakarta. Jurnal Teknik & Kelistrikan
Vol. 7 No 1, Januari - Mei 2015, 53-54.

[4] Albert Gifson, Masbah RT Siregar, Mohammad Priyo Pambudi (2020). Rancang
Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Plts) On Grid. Jurnal Elektro STT PLN, 24-28.

[5] Litbang ESDM (2012, Juni 19) Matahari Untuk PLTS di Indonesia[online].
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/matahari-untuk-plts-di-indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai