OLEH :
AMI SUANDI
TRI DEVI MAHARANI
NUR FITRI
SULAEFA
Dengan mengucapkan puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan usaha yang cukup optimal. Dalam makalah ini penulis
Dengan penulisan yang memanfaatkan pustaka serta beberapa sumber yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini maka menjadikan makalah ini lebih memiliki materi yang bermanfaat. Dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam makalah ini, oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun untuk
dijadikan bahan masukan untuk penulisan makalah selanjutnya. Tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua teman-teman yang sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung
dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
Samata, 17 Mei
2022
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pembelajaran. Inovasi pembelajaran tersebut sangat berguna untuk mendorong peserta didik
terlibat dalam mengintegrasikan kedalam budaya belajar. Salah satu bentuk perwujudan
kebudayaan manusia yang dinamis adalah terjadinya suatu perubahan dalam pembelajaran.
Sehingga, menuntut peran pendidik untuk melakukan suatu inovasi pembelajaran terhadap
permasalahan yang dihadapi dalam kecakapan abad 21 mulai dari kebiasaan sehari-hari sampai
pendidikan (BNSP, 2010: 27). Permasalahan yang terjadi di tempat penelitian yaitu, belum
adanya kesiapan dari guru maupun peserta didik untuk mengoptimalisasi kecakapan abad 21
dalam pembelajaran matematika. Minat belajar peserta didik pada bidang matematika ini perlu
mendapat perhatian khusus karena minat merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan
proses belajar. Usaha dan upaya guru di tempat penelitian belum maksimal. Berarti dapat
dimaknai kecakapan abad 21 belum dianggap sebagai suatu kebutuhan, sehingga pada akhirnya
dalam studi PISA sebanyak enam kali selama tahun 2000-2015. Namun, sejak pertama kali
keikutsertaan ini, prestasi matematika peserta didik Indonesia belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Stacey (2010) menjelaskan bahwa pada PISA matematika tahun 2009, hampir
semua peserta didik Indonesia hanya mencapai level tiga saja, sedangkan hanya 0,1% peserta
didik Indonesia yang mampu mencapai level lima dan enam. Keterpurukan hasil ini semakin
diperkuat oleh hasil survei PISA terbaru tahun 2015 yang menempatkan kemampuan literasi
matematika peserta didik Indonesia pada peringkat 63 dari 70 negara dengan pencapaian level
yang masih terbilang rendah dimana hampir seluruh peserta didik Indonesia pada survey ini
hanya mampu mencapai level tiga (OECD, 2016: 5). PISA bertujuan 2 mengukur literasi dasar
untuk hidup dan kompetensi peserta didik yang relevan dengan kecakapan abad 21. Peraturan
Presiden Nomor 87 tahun 2017, menuntut guru untuk melakukan penguatan karakter peserta
didik yang menginternalisasikan nilai utama Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yaitu religius,
nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas dalam setiap pembelajaran. Penguatan
karakter salah satunya terintegritas dengan pembelajaran matematika. Dimana, peserta didik
yang mempunyai karakter yang kuat kemungkinan dalam mengembangkan bakat, minat,
potensi dan keterampilan berpikir lebih tinggi (HOTS) akan dicapai maksimal dan sangat
diperlukan dalam mempersiapkan tantangan global. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi
5 karakter, diantaranya religius, rasa ingin tahu, disiplin, kretif dan kerja keras. Selain itu,
budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan yang menjadikan belajar sebagai kebiasaan,
kegemaran dan kesenangan. Begitu juga, inovasi pembelajaran sangat tergantung pada yang
dipikirkan dan dilakukan guru. Dalam kaitannya dengan karakter peserta didik, budaya belajar
abad 21 pada pembelajaran matematika memiliki peranan yang aktif dan kreatif, yaitu
mendorong peserta didik untuk terlibat dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
dengan menggunakan teknologi pembelajaran. Hal tersebut didukung dengan Wulandari Arya
(2016) bahwa pembelajaran matematika menjadi bagian dari kebudayaan, diterapkan dan
digunakan untuk menganalisis yang sifatnya inovatif sebagai paradigma thinking skills dan tools
untuk mengembangkan budaya unggul. Pengembangan kreativitas peserta didik dapat
dilakukan melalui integritas pembelajaran matematika dan budaya sesuai keterampilan berpikir
kritis. Realita yang ada di SD N Kleco 1 dalam pembelajaran matematika menuntut peserta didik
untuk menguasai materi sesuai dengan alokasi waktu dan tempat yang ada, menghafal rumus,
mengejar nilai sesuai kebutuhan, bersikap aktif dalam pembelajaran, dan berkolaborasi antar
teman. Namun, saat ini penerapan kecakapan abad 21 dan pendidikan karakter yang
sebagai berikut, guru lebih banyak untuk membimbing dan memberikan pelatihan matemtika,
guru memberikan contoh secara konseptual mengenai pembelajaran matematika, guru lebih
meningkatkan inovasi dalam memberikan materi matematika serta guru tetap menerapkan
nilai-nilai untuk pembentukan kepribadian dan akhlak yang baik. Adapun kendala yang dialami
guru dalam proses pembelajaran berlangsung misalnya peserta didik mempunyai karakter rasa
ingin tahu dan disiplin yang rendah menjadikan guru sulit untuk menjelaskan beberapa materi
media pembelajaran. Untuk itu, inovasi dan kreatifitas guru dalam meningkatkan mutu
pembelajaran dapat berjalan dengan baik karena setiap guru selalu memiliki usaha yang tepat
dalam mentransferkan ilmunya sesuai karakter murid dan waktu mengajar (Supriadi, 2017).
Selama ini banyak peserta didik yang menganggap bahwa matematika merupakan mata
pelajaran abstrak, mata pelajaran yang sulit dan mewarnakan kesan menakutkan. Namun
setelah upaya guru dilalukan dengan maksimal, peserta didik lebih aktif, kreatif untuk
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Belajar dan Pembelajaran Abad 21
Pembelajaran abad 21 dituntut berbasis teknologi untuk menyeimbangkan tuntutanzaman
era milenia dengan tujuan, nantinya peserta didik terbiasa dengan kecakapan hidupabad 21. S
ejalan dengan pendapat tersebut (Greenstein, 2012) menyatakan bahwa pesertadidik yang hid
up pada abad 21 harus menguasai keilmuan, berketerampilan metakognitif,mampu berpikir
kritis dan kreatif, serta bisa berkomunikasi atau berkolaborasi yang efektif,keadaan ini meng
gambarkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Oleh karenaitu, pemerintah m
erancang pembelajaran abad 21 melalui kurikulum 2013 yang berbasis pada peserta didik. Pe
ndidik sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah di sekolah - sekolahmenerapkan pembela
jaran abad 21.
Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, pendidik harus memulai satu langkah per
ubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat pada pendidik menjadi po
la pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pola pembelajaran yang tradisional bisa
dipahami sebagai pola pembelajaran dimana pendidik banyak memberikan ceramahsedangka
n peserta didik lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal.
Pendidik sudah sering mendengar mengenai pola pembelajaran CBSA (Cara BelajarSiwa
Aktif), namun pendekatan yang dilakukan masih bersifat tradisional. Untuk mengerti pola pe
mbelajaran yang berpusat pada peserta didik maka kita bisa kembali kepada slogan pendidika
n kita yang tercantum dalam logo kementerian pendidikan dan kebudayaan danmerupakan pe
san dari Bapak Pendidikan Bangsa, Ki Hajar Dewantara, yaitu Tut WuriHandayani. Pendidik
berperan sebagai pendorong dan fasilitator agar peserta didik bisa suksesdalam kehidupan. Sa
tu hal lain yang penting yaitu pendidik akan menjadi contoh pembelajar(learner model), pend
idik harus mengikuti perkembangan ilmu terakhir sehingga sebetulnaydalam seluruh proses p
embelajaran ini pendidik dan peserta didik akan belajar bersamanamun pendidik mempunyai
tugas untuk mengarahkan dan mengelola kelas.
tidak
hanya tuntutan pada kinerja pendidik dalam mengubah metode mengajar, tetapi juga
perandan tanggung jawab pendidik non formal dalam membiasakan peserta didik
menerapkan 4Cdalam keseharian (Prihadi, 2017). Untuk mencapai kondisi belajar yang ideal,
kualitas pengajaran selalu terkait dengan penggunaan model pembelajaran secara optimal, ini
berarti bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran
disampaikankepada siswa dengan model yang tepat pula (Danial dan Sepe, 2010).
Keterampilan 4C wajibdikuasai dan dimiliki oleh setiap peserta didik guna menghadapi
tantangan abad 21. Adapun kemampuan 4C menurut Anies Baswedan (Republika, 2016) :1)
1. Critical thinking
(berpikir kritis) yaitu kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis berupa bernalar,
dari sudut pandang yang digunakannya. Kemudian iamemposisikan dirinya, dari situasi
2. Communication
yang baik dari para pelaku pendidikan demi peningkatan kualitas pendidikan.
3. Collaboration
(kolaborasi) yaitu mampu bekerja sama, saling bersinergi dengan berbagai pihak dan
4. Creativity
didik perlu diasah setiap hari agar menghasilkan terobosan atauinovasi baru bagi dunia
pendidikan. Kreatifitas membekali seorang peserta didik yangmemiliki daya saing dan
hidupnya.
Nasional Pendidikan (BNSP) atau membaca isi Pemendikbud No. 65 tahun 2013tentang
pada peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yangsecara aktif
mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Peserta didik tidak lagidituntut untuk
Peserta didik harus diajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain.Berkolaborasi
dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yangdianutnya. Dalam
menggali informasi dan membangun makna, peserta didik perludidorong untuk bisa
didik perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dantalenta setiap orang serta
bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
3. Learning should have context
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadapkehidupan
peserata didik di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perludikaitkan dengan
memungkinkan peserta didik terhubung dengan dunia nyata (realword). Pendidik membantu
peserta didik agar dapat menemukan nilai, makna dankeyakinan atas apa yang sedang
Dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung
jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik untuk terlibatdalam lingkungan
dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentudalam lingkungan sosial.
Peserta didik dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di
Selain itu, peserta didik perlu diajak pula mengunjungi panti-pantiasuhan untuk melatih
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran di Abad 21 ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu.
Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, pendidik harus memulai satu langkah
perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat pada pendidik menjadi
B. Saran
Untuk sekarang Indonesia harus bisa menerapkan pembelajaran abad 21 agar peserta
Abidin , Yunus, dkk. (2017). Pembelajaran Literasi. Jakarta: Bumi Aksara. Cope dan
Kalantiz.(2005).
Tersedia:http://www.bsnp-indonesia.org/id/wpcontent/uploads/2012/04/Laporan-
Cope dan Kalantiz. (2005). Multiliteracies: Literacy Learning and The Design of Social
Greenstein, L. (2012). Assessing 21st Century Skills:a guide to evaluating mastery and
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2015). Desain Induk Gerakan Literasi
Kist, W. (2005). New Literacies in Action: Teaching and Learning in Multiple Media.
WileyImprint.
UMP 2017,4550.
.Rustaman, N.Y. (2007). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Pendidikan Sains