Anda di halaman 1dari 5

Al-Irsyad Al-Islamiyyah 

(adalah organisasi di Indonesia yang bergerak di bidang pendidikan dan


kegiatan keagamaan. Organisasi ini didirikan pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H).
Tanggal tersebut merujuk pada pendirian sekolah Al-Irsyad pertama di Batavia. Organisasi ini
memiliki pengakuan hukumnya sendiri dari pemerintah kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.

Nama Irsyad mengacu pada nama (bahasa Arab:  ‫;جمعية الدعوة واإلرشاد‬ Transliterasi: Jam'iyyah ad-


Da'wah wa al-Irsyad; Perhimpunan Dakwah dan Bimbingan) yang didirikan oleh Rasyid
Ridha di Mesir.
Al-Irsyad Al-Islamiyyah adalah organisasi Islam nasional Indonesia. Dalam hal keanggotaan,
sebagaimana dinyatakan dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: "Warga negara Republik
Indonesia yang beragama Islam yang telah dewasa." Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad
adalah organisasi orang-orang keturunan Arab. Tokoh sentral dari pendirian Al-Irsyad adalah Syekh
Ahmad As-Surkati Al-Anshari, seorang cendekiawan Islam Sudan yang tinggal di Mekah lalu datang
ke Indonesia atas permintaan organisasi Jamiat Kheir untuk menjadi guru.
Para pendiri adalah sebagai berikut:[2]

 Syekh Ahmad Surkati


 Umar Manqush
 Sa'id bin Salim Masy'abi
 Shalih 'Ubaid 'Abdat
 Salim bin 'Iwad Balwa'al
Dalam periode pertama perkembangannya, gerakan Irsyadi berada di bawah kepemimpinan Salim
bin 'Iwad Balwa'al dan administrasinya termasuk Syekh Muhammad 'Ubayd 'Abbud sebagai
sekretaris dan Sa'id bin Salim Mash'abi sebagai bendahara. Semua pendiri kecuali Ahmad Surkati
adalah pedagang kaya dan pengusaha di Jakarta.
Segera setelah berdirinya gerakan Irsyadi, Surkati menyerahkan sekolahnya ke gerakan ini dan
menjadi kepala sekolah al-Irsyad. Dia bergabung dengan salah satu cendekiawan Islam dari
Hadramaut di Indonesia, Syekh Muhammad 'Ubayd 'Abbud dan semua teman-temannya dari luar
negeri. Pada tahun 1913 gerakan Irshadi mendirikan sekolah-sekolah berikut:

1. Sekolah dasar tiga tahun (Awwaliyah)


2. Sekolah dasar empat tahun (Ibtida'iyah)
3. Sekolah menengah dua tahun (tajhiziyah)
4. Sekolah guru empat tahun (mu'allimin)
Di antara Muslim pribumi yang mendukung upaya ini adalah Haji Ahmad Dahlan dan Haji Zamzam.
Ahmad Dahlan adalah anggota Jamiat Kheir yang kemudian mendirikan Muhammadiyah pada tahun
1912 dan Haji Zamzam kemudian membangun PERSIS pada tahun 1923. Organisasi trio ini pada
dasarnya memiliki semangat dan upaya yang sama.[2]
Pada hari-hari awal sekolah, sebagian besar mata pelajaran yang diajarkan sebagian besar terkait
dengan ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab. Sekolah Irsyadi Jakarta yang pertama memiliki sebelas
guru dari luar negeri dan hanya satu guru Indonesia (yang mengajar bahasa Indonesia).
Pada tahun 1917 dua cabang dibuka di luar Jakarta, satu di Surabaya dan satu lagi di Tegal.
Cabang di Surabaya dijalankan oleh Abu al-Fadhl al-Anshari (saudara Surkati). Sekolah ini
mempekerjakan dua guru Mesir, Muhammad Mursyidi dan 'Abdul Qadir al-Muhanna. Pada tahun
1922 'Abdul Qadir al-Muhanna digantikan oleh' Umar b. Salim Hubays. Sekolah cabang al-Irsyad di
Tegal dibuka dan dikelola oleh seorang siswa Surkati, 'Abdullah bin Salim al-Attas bersama dengan
Syekh Muhammad Nuh al-Ansari dan lulusan lain dari al-Irsyad Jakarta, 'Ali Harharah. Syekh Abu
al-Faghl juga salah satu gurunya.[2]
Latar Belakang Berdiri

Dengan maraknya dakwah ahlussunah wal jama’ah yang semakin besar dan berkembang di bumi

Indonesia, banyak para da’i salafiyyin yang tersebar dimana-mana. Dakwah ini mulai berkembang

pada akhir tahun 1980-an atau awal 1990-an. Seiring dengan perkembangan ini tentunya muncullah

da’i-da’i bergelar doktor lulusan Universitas Madinah dan universitas lainnya. Akan tetapi ada hal

yang perlu diperhatikan dengan tumbuh pesatnya para da’i ini, dengan pertumbuhan yang semakin

pesat inilah akan muncul permasalahan yang semakin kompleks. Maka dari itu Perhimpunan Al

Irsyad memandang perlu:

1. Pertama, bagaimana agar di antara para da’i ini tidak terjebak dengan perbedaan
pendapat yang terlalu tajam. Ada yang berpendapat Fatwa A, ada yang berfatwa B, C,
dan seterusnya.
2. Kedua, ada wadah untuk tempat bertemu dan berkumpulnya para da’i salafiyyin atau
ahlussunah wal jama’ah. Di sinilah mereka dapat berdiskusi dalam keilmuan juga
mengasah keilmuan mereka yang didapat di bangku perkuliahan atau pun duduk di
majelis para Syaikh di Masjid Nabawi ketika itu.
3. Ketiga, perlu adanya Fatwa yang utuh dan komprehensif bagi rakyat dan negeri Indonesia
ini, yang ditinjau dari beberapa sisi dan beberapa bidang. Sehingga jika ada Fatwa yang
terbit dari da’i di luar perkumpulan ini, paling tidak fatwa dari perkumpulan ustadz-
ustadz ini menjadi Fatwa yang mendominasi cukup kuat bagi pegangan umat untuk dapat
diamalkan.

Oleh karena itu, dipandang bahwa perlu adanya perkumpulan para da’i salafiyyin yang ahli di bidang

masing-masing dalam satu majelis, dimana majelis ilmiyah ini diharapkan dapat menghasilkan

fatwa-fatwa yang menjadi perhatian bagi perkara-perkara besar di situasi yang berkembang saat ini.

Maka dari itu Al Irsyad sebagai organisasi yang sudah ada sejak tahun 1914, menganggap perlu

adanya Majelis Ilmiyah ini. Dengan pertimbangan:

1. Pertama, Al Irsyad bermanhaj Ahlussunnah Wal Jamaah atau manhaj Salafus Sholih.
2. Kedua, Al Irsyad-lah yang pertama dalam merintis Pondok Pesantren yang bermanhaj
Ahlussunah Wal Jamaah pada akhir tahun 1980-an. Ini ditandai dengan berdirinya
Pondok Pesantren Islam Al Irsyad Tengaran sebagai tonggak dengan metodologi
pendidikan sesuai dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah, yang bermanhaj Salafus
Sholih.
Seiring dengan banyaknya alumni dari Pesantren Al Irsyad Tengaran yang sudah berhasil lulus

menjadi Doktor maupun Lc dan kemudian tersebar di seluruh Indonesia, dan dengan latar belakang

organisasi resmi berbadan hukum, maka Al Irsyad memberanikan diri untuk membentuk Majelis

Ilmiyah yang menampung da’i ahlussunnah wal jamaah tersebut. Di majelis ini, para ustadz dapat

saling mengasah ilmu dengan memperjuangkan makalahnya. Dimana setiap makalah akan

didiskusikan dan diperdebatkan oleh sesama asatidzah anggota Majelis.

 
Dewan Fatwa

Perhimpunan Al Irsyad

Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad atau yang lebih dikenal dengan sebutan Dewan Fatwa

adalah lembaga independen yang berpegang teguh dengan manhaj Rasulullah ‫ ﷺ‬dan salaful

ummah. Dewan Fatwa berisikan para ustadz-ustadz ahlussunnah wal jama’ah ala fahmi salaful

ummah alumni timur tengah (Universitas Islam Madinah, Universitas Al Imam Riyadh, LIPIA

Jakarta, Universitas Al Azhar), yang mana mereka memiliki kompetensi dan keahlian sesuai dengan

bidangnya masing-masing seperti Akidah, Fikih, Ushul Fikih, Hadits, Ilmu Waris. Dewan Fatwa

memiliki andil besar dalam menjelaskan hukum-hukum syar’i kepada manusia.

Dewan Fatwa dibentuk pada hari Selasa, 18 Juli 2017 melalui rapat yang bertempat di kantor

Perhimpunan Al Irsyad Jalan Kramat Raya no. 23 g-h, Jakarta Pusat. Awal mula pembentukan

Dewan Fatwa hanya beranggotakan 8 personel yaitu:

Dr. Firanda Andirja, Lc, MA selaku ketua,

Nizar Saad Jabal Lc, M.Pd selaku sekretaris merangkap anggota,

dan anggotanya adalah :

Dr. Syafiq Riza Basalamah, Lc, MA,

Dr. Sofyan bin Fuad Baswedan, Lc, MA,

Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc, MA,


Dr. Muhammad Nur Ihsan, Lc, MA,

Dr. Roy Grafika Penataran, Lc, MA, dan

Nafi’ Zainuddin BSAW, Lc, M.HI.

Kemudian di tanggal 25 Juli 2017, Dewan Fatwa kembali menambah anggotanya dengan kehadiran

ustadz Khalid Basalamah Lc, MA, dan ustadz Dr. Musyaffa’ Addariny, Lc, MA. Selang beberapa

hari tepatnya tanggal 1 Agustus 2017, Dr. Erwandi Tarmizi Lc, MA bergabung dengan Dewan

Fatwa. Di tahun 2018 tepatnya di bulan Agustus tanggal 31, Ustadz Anas Burhanudin Lc, MA dan

Tahun 2020 Dr. Emha Hasan Ayatullah, Lc., M.A. bergabung dengan Dewan Fatwa untuk

semakin memperkuat dan menambah kesolidan Dewan Fatwa.

Dewan Fatwa memiliki agenda tiap 4 bulan sekali untuk mengadakan sidang Dewan Fatwa. Kota

Surabaya mendapatkan kehormatan pertama kali untuk mengadakan sidang dewan fatwa yang

pertama, selanjutnya kota Jakarta Pusat mendapatkan giliran menjadi tuan rumah sidang Dewan

Fatwa kedua. Setelah 4 bulan, sidang ketiga dilakukan di kota Pekalongan, dan di tahun 2019 ini

sudah diadakan tiga kali sidang yaitu sidang keempat di kota Bandung, sidang kelima di kota Batu –

Malang, sidang keenam disidangkan di kota Solo – Jawa Tengah, sidang ke tujuh di Bogor. Selama

masa Pandemi Covid-19 mengalami Vacum selama satu tahun, alhamdulillah sidang ke delapan

kembali bisa dilaksanakan di Kota Batu – Jawa Timur.

Pada setiap sidang dibahas permasalahan-permasalahan ummat Islam kekinian yang ditulis masing-

masing ustadz dan diputuskan apakah pembahasan permasalahan tadi akan diterbitkan fatwanya atau

ditunda untuk dilakukan revisi terlebih dahulu.

Struktur keanggotaan Dewan Fatwa Perhimpunan Al Irsyad terkini adalah :


 Dr. Sofyan Baswedan, Lc., M.A.
Ketua merangkap Anggota Dewan Fatwa
Tempat dan tanggal lahir: Solo, 7 Juli 1980

Riwayat Pendidikan:
1. Mulazamah (non formal) dengan sejumlah masyayikh (murid-murid Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin) di Unaizah, Al Qassim, Arab Saudi, selama hampir 10 bulan (pulang th 2003)
2. S-1 Fakultas Hadits & Dirosah islamiyyah (Universitas Islam Madinah), lulus Th 2007 dg IP 4,88 of
5,0
3. S-2 Jurusan Ulumul Hadits, Fakultas Hadits & Dirosah islamiyyah (Universitas Islam Madinah), lulus
th 2011 dg IP 4,91 of 5,00
4. S-3 Jurusan Ulumul Hadits, Fakultas Hadits & Dirosah Islamiyyah (Universitas Islam Madinah), lulus
th 2015, dg IP 4,99 of 5,00

Riwayat Organisasi:

1. Sekretaris Organisasi Mahasiswa Indonesia selama dua periode (2005 & 2006)
2. Pembimbing FORPEK (Forum Penulis Kreatif) Mahasiswa Univ Madinah, th 2010
3. Pembina dlm Pelatihan Menjadi Penerjemah dan Penyiar Radio, untuk sejumlah mahasiswa Univ.
Islam Madinah, th 2011
4. Pembina FSI (Forum Silaturahmi Ilmiah) Solo, mulai 2015
5. Penasehat Ma’had FIWA, Bogor, mulai 2017
6. Pengawas Yayasan Sahabat Hafizh, Solo, mulai 2017
7. Pembina Yayasan Ibnu Qayyim, Solo, mulai 2017
8. Ketua Dewan Penasehat APSI (Asosiasi Properti Syariah Indonesia), mulai 2017
9. Pembina KPMI (Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia) Cab. Solo, mulai 2017
10. Penasehat Pesantren Raudhatul Qur’an 1 Klaten, mulai 2018
11. Ketua Dewan Fatwa Perhimpunan Al Irsyad, mulai 2018

Riwayat Pekerjaan:

1. Pemateri dan Penyiar di Radio Kerajaan Arab Saudi, seksi Bahasa Indonesia selama 2 tahun (2008-
2010) selanjutnya beralih menjadi penerjemah dan penyiar di Radio yg sama (2010-Sekarang)
2. Sebagai penerjemah pada Badan Penyuluhan Haji Kementerian Agama Arab Saudi, tahun 2005 dan
2012. Selanjutnya sebagai da’I di lembaga dakwah non-pemerintah pada musim haji tahun 2006-2007
3. Penerjemah Non Formal di Pengadilan Tinggi Medinah, Arab Saudi (satu kali)
4. Pemateri dalam serial Tokoh Islam Terkemuka & narasumber dlm acara “Agar Syahadat Anda Tidak
Sia-sia” di Salam TV (streaming)
5. Pengasuh kolom Doa & Wirid serta Adab & Akhlak di majalah Pengusaha Muslim, sejak Februari
2012 sampai berhenti terbit

Anda mungkin juga menyukai