Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

OTONOMI PENDIDIKAN

DOSEN PEMBIMBING :
Nor Mubin, S.Ag, M.Pd.

Disusun Oleh :
Supriyanto (2019.043.01.3873)
Agus Ali Efendi (2019.043.01.3826)
Afifatur Rohani (2019.043.01.3864)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUTTAQWA
SUCI MANYAR-GRESIK
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur yang dalam saya haturkan kehadirat ALLAH yang
maha pengasih lagi maha penyayang, yang telah memberikan saya ni’mat kesehatan
jasmani dan rohani, sehingga saya dapat menjalankan tugas yang telah diberikan kepada
kami.
Selanjutnya pemakalah mengucapkan terima kasih sebanyak – banyaknya kepada
semua pihak, khususnya bapak dosen yang telah membimbing dan mengarahkan saya, dan
juga kepada rekan – rekan, karena dengan dorongan dan partisipasinya makalah ini dapat
terselesaikan. Dalam makalah ini, kami membahas tentang “Otonomi Pendidikan”.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi atau cara penulisanya, namun demikian, pemakalah telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang sangat terbatas, sehingga dapat
selesai dengan baik, dan dengan kerendahan hati serta tangan terbuka saya menerima
masukan, saran dan usul guna menyempurnakan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Gresik, 27 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………… 1
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Pendidikan …………………………………… 2
B. Urgensi Otonomi Pendidikan …………………………………… 2
C. Dampak dari Otonomi Pendidikan ……………………………………. 3
D. Permasalahan dalam Otonomi Pendidikan ……………………………. 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 6
B. Saran ……………………………………………………………. 6
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otonomi pendidikan sebagai konsekuensi dan hasil reformasi telah menjadi
komitmen politik sejak otonomi daerah diberlakukan. Pada saat mulai dilangsungkannya
otonomi pendidikan tahun 2000 dengan diundangkannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan
UU Nomor 32 tahun 2004, daerah memiliki kewenangan luas dan mendalam untuk
mengelola pendidikannya, mulai dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan
menengah. Semua pihak tanpa kecuali, utamanya pemerintah dan masyarakat di daerah
harus mendukung, melaksanakan, dan pendidikan yang berotonomi harus disukseskan.
Otonomi pendidikan memang diyakini sebagai modal dasar untuk terselenggaranya
pendidikan berkualitas. Otonomi pendidikan juga diyakini dapat menghadapi tantangan
yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi pendidikan akan terbangun sistem
pendidikan yang kokoh di daerah demokratisasi pendidikan berjalan dengan partisipasi
nyata dan luas dari masyarakat, memupuk kemandirian, mempercepat pelayanan, dan
potensi sumberdaya lokal di daerah dapat mendayagunakan secara optimal untuk suatu
kemajuan pendidikan.
Dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan, otonomi pendidikan menjadi
jawaban dalam rangka meminimalisir atau menghilangkan tantangan dunia pendidikan yang
dihadapi serta sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Kami akan membahas mengenai otonomi pendidikan yang termuat dalam
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud otonomi pendidikan?
2. Apa urgensi otonomi pendidikan?
3. Apa dampak dari otonomi pendidikan?

C. Tujuan Masalah
1. Supaya mengetahui apa yang dimaksud otonomi pendidikan.
2. Supaya mengetahui urgensi otonomi pendidikan.
3. Supaya mengetahui dampak dari otonomi pendidikan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Pendidikan


Otonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 (dua) kata yaitu "Autos"
yang berarti “sendiri” dan "Nomos" yang berarti “hukum” atau “aturan”. Sedangkan
menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna
kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.
Sedangkan Otonomi pendidikan menurut undang – undang sistem pendidikan
nasional nomor 20 tahun 2003 adalah terungkap pada Bab IV tentang hak dan kewajiban
warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah. Pada bagian ketiga hak dan
kewajiban masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”, pasal 9:
“Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat hak dan kewajiban pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, pasal 11 ayat (2): “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”.

B. Urgensi Otonomi Pendidikan


Daerah mengatur dan Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi
terhadap pembiayaan guna mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam
pasal 12 ayat 1 UU No 32 tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan pusat yang diserahkan
kepada pemerintah daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan
prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan.
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh
pemerintah pusat, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas,
termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah di harapkan untuk senantiasa
meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, mulai dari
tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan
monitoring di daerah masing – masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional yang
digariskan pemerintah pusat.
Dalam undang – undang sisdiknas yang disahkan tanggal 11 Juni 2003, terdapat
paling kurang sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan
pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal
(daerah), sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing
peserta didik, dilaksanakan secara efisien dan efektif.

2
Mulai dari hak dan kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, sampai kepada hak regulasi
dalam mengatur sistem pendidikan nasional.
Secara singkat dapat disebutkan, misalnya dalam undang – undang sisdiknas pasal
10 disebutkan: “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. ”Pada Pasal 34
ayat (2) disebutkan: “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya
wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.” Pada Pasal 44
ayat (1) disebutkan : “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.” Ayat (3) pasal tersebut berbunyi: “Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarkan oleh masyarakat.” Selanjutnya
pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan: “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan
dan minimal 20 persen dari APBD.” Ayat (4) berbunyi: “Dana pendidikan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah provinsi / kabupaten / kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai
dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Otonomi pendidikan merupakan suatu keharusan. Hamijoyo (dalam Sufyarma M.)
mengemukakan perlunya otonomi pendidikan dilaksanan dengan alasan – alasan berikut:
1. wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam.
2. Aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budya, agama, ras dan etnik serta
bahasa, disebabkan antara lain oleh perbedaan sejarah perkembangan penduduk
dengan segala aspek kehidupannya.
3. Besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan yang tumbuh sesuai
dengan perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan, dan sosial budaya.
4. Perbedaan lingkungan suasana yang mungkin saja menimbulkan asspirasi dan gaya
hidup yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya.
5. Perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang cepat dan dinamis
menuntut penanganan segala persoalan secara cepat dan dinamis pula.

C. Dampak Otonomi Pendidikan


Otonomi pendidikan bukan berarti diberikan kebebaskan yang sebebas – bebasnya
tanpa ada lagi kontrol dari pemerintah pusat. Untuk itu perlu dibangun komunikasi yang
baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga penyelenggara pendidikan
agar regulasi otonomi pendidikan ini berjalan dengan baik dan dampak yang timbulkan
dari penerapan regulasi tersebut dapat diarahkan sebagai pola evalusi dan kinerja yang
secara bersama dan komprehensip. Otonomi pendidikan yang telah diberlakukan selama ini
telah membawa dampak sebagai berikut:

3
1. Bagi sekolah – sekolah negeri saling lempar tanggung jawab antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin tidak tertanganinya
kekurangan guru dan kerusakan gedung – gedung sekolah.
2. Begitu juga, sekolah – sekolah swasta saling lempar tanggung jawab antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin liarnya sekolah
– sekolah swasta dalam melakukan pungutan biaya sekolah, sehingga makin liar
menarik iuran ini itu untuk menjalankan pendidikannya.
3. Kurangnya SDM profesional bagi daerah yang masih miskin.
4. Fanatisme daerah yang melarang tenaga (SDM) dari daerah lain untuk bekerja di
daerahnya dengan alasan mendahulukan putra daerah.
5. Sekolah bersifat otoriter dan menutup diri dari masukan yang berasal dari pusat
atau dari daerah lain.
6. Dana pendidikan dari APBD belum memadai sehingga menghambat pendidikan di
daerah.
7. Belum rampungnya kurikulum muatan lokal yang akan diterapkan.
8. Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat
yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan.

D. Permasalahan Dalam Otonomi Pendidikan


Ketika sistem desentralisasi dalam Otonomi Daerah ditetapkan ternyata masih
banyak daerah yang tidak atau belum siap untuk menerima kewenangan, termasuk
menjalankan kewenangan bidang pendidikan ini. Hal tersebut bukan membawa perbaikan
tetapi justru membuat daerah menjadi tidak terberdayakan dengan baik dan akhirnya justru
timbul kebijakan yang terkesan ”asal – asalan” dan tidak memihak pada masyarakat.
Alasan yang sering terdengar yang digunakan oleh daerah tersebut, diantaranya:
a) Sumber daya manusia belum memadai. Terdapat daerah tertentu yang kulitas dan
kuantitas SDM-nya belum dapat dengan baik memahami, menganalisis, serta
mengaplikasikan konsep desentralisasi pendidikan ini.
b) Sarana dan prasarana belum tersedia secara cukup dan memadai. Hal ini
berhubungan erat dengan ketersediaan dana yang ada di setiap daerah. Selama ini,
mungkin daerah – daerah tertentu asyik dan terlena dengan sistem dropping yang
diterapkan pemerintah pusat.
c) Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka sangat rendah. Beberapa daerah
yang selama ini kita kenal dengan daerah tertinggal, merasa berkeberatan untuk
langsung menerima beban kewenangan kebijakan desentralisasi pendidikan ini.
d) Secara psikologis, mental mereka belum siap menghadapi sebuah perubahan.
Ketakutan akan masa depan yang diakibatkan oleh perubahan yang terjadi,
membuat mereka tidak siap secara mental menghadapi perubahan tersebut.

4
e) Mereka juga gamang atau takut terhadap upaya pembaruan. Pembaruan dalam
bidang pendidikan saat ini kita kenal dengan sebutan pembaruan kurikulum. Setiap
kali terjadi pembaruan kurikulum, para guru kembali disibukkan dengan berbagai
kegiatan, seperti penataran, uji coba model, sosialisasi kurikulum, dan sebagainya.
Semua itu ditangkap sebagia sebuah ’malapetaka’ atau setidaknya menjadi beban yang
cukup berap bagi mereka.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna
kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.
 Salah satu urgensi otonomi pendidikan adalah perbedaan lingkungan suasana yang
mungkin saja menimbulkan asspirasi dan gaya hidup yang berbeda antara wilayah
satu dan lainnya.
 Salah satu dampak otonomi pendidikan yang masih dalam kendala adalah
Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat
yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber – sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini.

Daftar Pustaka

H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 20.
https://www.academia.edu/7074793/Inovasi_Pendidikan Kebijakan Otonomi Pendidikan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS.
Sufyarma M., Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cet. ke-2, (Bandung: Alfabeta CV,

2004).Hal 70.
6

Anda mungkin juga menyukai