Anda di halaman 1dari 42

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA

MATA PELAJARAN IPA MATERI PERUBAHAN WUJUD


BENDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN
DI KELAS V SD NEGERI 14 PARITTIGA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemantapan Kemampuan


Profesional (PDGK4501) dan Salah Satu Syarat dalam memenuhi Tugas Akhir
pada Program S-1 PGSD

Oleh :
NOVA NOVIANTI
NIM. 856763932

PROGRAM STUDI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPBJJ- UNIVERSITAS TERBUKA PALEMBANG
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta
melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur,
dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.
Pendidikan IPA di sekolah dasar bertujan agar siswa menguasai pengetahuan,
fakta, konsep, prinsip, proses penemuan, serta memiliki sikap ilmiah yang
akan bermanfaat bagi siswa dalam mempelajari alam sekitar. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mencari tahu dan
berbuat sehingga mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah.
Trianto (2015:7) menjelaskan bahwa ada tiga kemampuan dalam IPA,
yaitu : (1) Kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati. (2) Kemampuan
untuk memprediksi apa yang belum diamati dan kemampuan untuk menguji
tindak lanjut hasil eksperimen serta. (3) Dikembangkannya sikap ilmiah.
Kegiatan pengembangan IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam
mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,
menyempurnakan jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana. Dan
tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara
sistematis yang diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.

Menurut Khoir (2008:20), Penyebab rendahnya hasil belajar IPA di


SD adalah terlalu banyak istilah asing, materi yang terlalu padat, siswa
terkesan mau tidak mau harus menghafal materi, terbatasnya media
pembelajaran, peserta didik terkesan susah memahami materi tanpa
tersedianya media, guru yang cenderung mendominasi pembelajaran,
penguasaan guru akan materi lemah, dan terlalu monoton. Banyak orang
yang tidak menyukai IPA, termasuk anak-anak yang masih duduk di bangku
SD-MI.
Salah satu masalah yang sering terjadi pada saat proses pembelajaran
IPA adalah kurangnya minat pada diri siswa untuk mengikuti pembelajaran.
Selain itu mata pelajaran IPA dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit
oleh sebagian besar siswa. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan
proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah. Proses
pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu mengembangkan
kemampuan berpikir, tetapi hanya diarahkan pada kemampuan untuk
menghafal informasi. Otak siswa dipaksa untuk mengingat berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk
menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajaran masih banyak dilaksanakan secara konfensinal. Para guru
belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif
dalam melibatkan siswa serta belum menggunakan berbagai pendekatan atau
strategi pembelajaran yang bervariasi berdasarkan karakter materi pelajaran.
Kegiatan belajar mencapai sasaran apabila situasi belajar yang tercipta
menarik, menyenangkan dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa untuk
memahami materi yang disajikan. Dalam upaya perbaikan guru tidak hanya
membuat seperangkat pembelajaran saja namun lebih penting guru dituntut
dalam ketepatan memilih media, bahan pelajaran dan metode dalam proses
pembelajaran. Pemilihan metode yang tepat sangat membantu guru dalam
mencapai keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Jika guru mampu
memilih metode pembelajaran yang tepat, maka dengan sendirinya siswa
akan lebih mudah dapat mengikuti proses pembelajaran dan tentunya
penguasaan materi pelajaran menjadi lebih baik.
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat segala
sesuatau memerlukan eksperimen, begitu juga dalam cara mengajar guru di
kelas dengan mengunakan metode eksperimen. Yang dimaksud metode
eksperimen adalah apabila seorang siswa melakuan suatu percobaan, setiap
proses dan hasil percobaan itu di amati oleh setiap siswa. Metode eksperimen
ini banyak digunakan orang jaman dulu. Semua hasil- hasil penemuan baru,
banyak yang didapat dengan jalan eksperimen.
Selain itu metode eksperimen adalah pembelajaran dimana guru dan
siswa bersama- sama mengerjakan sesuatau sebagai latihan praktis dari apa
yang diketahui. Metode eksperimen disini merupakan upaya praktik dengan
menggunkan peragaan yang ditujukan pada siswa dengan tujuan agar semua
siswa lebih mudah memahami dan mempraktikkan apa yang telah
diperolehnya. Di samping itu juga dapat belajar mengalami suatu proses serta
dapat menjelaskan proses tersebut.
Metode eksperimen disini merupakan upaya praktik dengan
menggunkan peragaan yang ditujukan pada siswa dengan tujuan agar semua
siswa lebih mudah memahami dan mempraktikkan apa yang telah
diperolehnya. Di samping itu juga dapat belajar mengalami suatu proses serta
dapat menjelaskan proses tersebut.
Penerapan metode eksperimen boleh jadi merupakan suatu metode
yang menjanjikan dalam pembelajaran mata pelajaran IPA. Diharapkan
dengan penerapan metode ini siswa dan guru dalam suatu kegiatan, dan
secara berkelanjutan menjadikan siswa sebagai seorang penanya, sebagai
orang yang selalu ingin mencari tahu, sebab dalam pikirannya terdapat
pertanyaan dan keingintahuan.
Tampaknya pelaksanaan dan penerapan pendidikan kita di sekolah
belum sesuai dengan harapan, tidak terkecuali bagi siswa kelas V SD Negeri
14 Parittiga Kecamatan Parittiga Kabupaten Bangka Barat Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dalam mata pelajaran IPA.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 14
Parittiga, ditemukan 3 hal utama yaitu :

1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan observasi awal yang saya lakukan menunjukan bahwa hasil
belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 14 Parittiga masih tergolong rendah.
Pembelajaran IPA masih diampu oleh guru dengan menggunakan metode
ceramah. Metode ini tidak dapat membangkitkan aktivitas dan semangat belajar
siswa. Hal ini terlihat dari perilaku siswa yang kebanyakan hanya mendengar dan
mencatat serta mengerjakan tugas pelajaran yang diberikan guru. Siswa tidak mau
bertanya apalagi mengemukakan pendapat mengenai materi yang disampaikan
sehingga hasil belajar yang maksimal dalam pelajaran IPA belum mencapai hasil
yang maksimal.
Proses belajar mengajar dikatakan belum berhasil apabila siswa belum
dapat menguasai materi pelajaran mencapai 70 % keatas. Tingkat penguasaan
materi pelajaran diukur dengan menggunakan nilai atau angka. Hasil yang
diperoleh dari mata pelajaran IPA dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 
70 dari 20 siswa yang menguasai materi tentang perubahan wujud benda hanya 9 
siswa yang tuntas yang nilainya  ≥ 70  atau sekitar 45% sedangkan sebanyak 11 
siswa atau sekitar 55% masih belum mencapai nilai KKM (tuntas) yang nilainya ≤
70.

2. Analisis Masalah
Dalam pembelajaran, kurangnya keterampilan guru dalam menggunakan
metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, yang mana siswa hanya
mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru melalui metode ceramah.
Sehingga siswa merasa bosan dan jenuh terlihat dari 20 siswa, ada sebagian orang
siswa yang tidak memperhatikan pada saat guru menjelaskan sehingga kurang
mendapat materi yang disampaikan oleh guru. Siswa kelas V SD Negeri 14
Parittiga juga memiliki kemampuan yang heterogen ada yang pintar dan ada yang
kurang pintar. Hal ini dapat dilihat dari cara belajar siswa dan nilai tugas yang
diberikan oleh guru. Dari masalah tersebut diperlukan metode pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan siswa.
Keberhasilan seorang pendidik akan terjamin bila para siswa-siswinya
mengerti pada materi yang diajarkan melalui proses belajar mengajar yang tepat.
Dalam proses belajar mengajar guru harus mampu menggunakan metode dan
memberikan kesempatan yang lebih kepada siswa, saling berinteraksi antara satu
sama lain ,sehingga membuat proses pembelajaran semakin menyenangkan.
Dalam mengajarkan IPA, sebaiknya siswa lebih aktif untuk belajar sendiri dan
mencari tahu bagian-bagian yang di tugaskan kepada mereka. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil.
Metode eksperimen merupakan strategi yang cocok diterapkan dalam
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa-siswi SD Negeri 14 Parittiga
dalam proses belajar IPA sehingga dapat memberikan motivasi belajar kepada
siswa juga memudahkan untuk penyampaian terkait dengan mata pelajaran IPA.
Jika sekiranya diperlukan media atau alat peraga yang dapat membantu siswa
dalam memahami materi IPA, maka seyogyanya guru menyiapkan media atau alat
peraga yang diperlukan. Dengan adanya media atau alat peraga siswa akan lebih
tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran.

3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah


Selama pembelajaran berlangsung siswa sangat jarang mengajukan
pertanyaan atau memberi tanggapan terhadap penjelasan pendidik. Melalui
penelitian ini, penulis ingin memperbaiki hasil beajar siswa dan juga kinerja guru
sebagai pendidik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai semaksimal
mungkin.
Hal ini menyebabkan siswa kurang bersemangat pada pelajaran IPA,
terlihat dari banyaknya siswa yang merasa jenuh dan kurang bersemangat. Siswa
lebih banyak yang bermain dengan temannya sendiri. Tidak sedikit juga siswa
yang berpura- pura mendengarkan penjelasan guru, tetapi pikiran tidak berfokus
pada pembelajaran. Hal itu terlihat saat siswa hanya terdiam, tidak bisa menjawab
pertanyaan dari guru tentang materi yang baru saja dijelaskan. Minat siswa
terhadap pelajaran IPA rendah akibat kejenuhan yang terjadi saat pembelajaran
berlangsung di ruang kelas, mereka hanya dianggap sebagai objek pembelajaran
yang pasif atau monoton dan hanya mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
atau pendidik.
Berdasarkan hal tersebut penulis mengidentifikasi kekurangan dari pembelajaran
yang dilaksanakan dalam 2 siklus pada pelajaran IPA.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah: “Apakah penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan
hasil belajar IPA materi perubahan wujud benda di kelas V SD Negeri 14
Parittiga?”

B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian perbaikan pembelajaran ini
adalah untuk mengetahui peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan wujud
benda Menggunakan Metode Eksperimen di Kelas V SD Negeri 14 Parittiga.

C. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar tujuan penelitian di atas, dapat dirumuskan manfaat
penelitian, yaitu:
1. Bagi Siswa
Bagi siswa, kontribusi manfaat yang diharapkan dapat diberikan
dari hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dengan
berlandaskan kaidah PTK ini adalah:
a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pokok perubahan
wujud benda.
b. Meningkatkan semangat dan minat siswa dalam belajar IPA.
c. Mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa.

2. Bagi Guru
Secara lebih khusus, kontribusi manfaat yang diharapkan dapat
diberikan dari hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan
dengan berlandaskan kaidah PTK ini adalah:
a. Meningkatkan profesionalisme dalam pembelajaran.
b. Sebagai bahan pertimbangan guru memilih metode yang tepat untuk
membantu menyampaikan materi pembelajaran.
c. Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan guru dalam
pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dengan
berlandaskan kaidah PTK ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap kemajuan sekolah, yang antara lain tercermin pada:
a. Sebagai masukan dalam upaya perbaikan pembelajaran sehingga
dapat menunjang tercapainya target kurikulum dan daya serap siswa
seperti yang diharapkan.
b. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c. Dapat meningkatkan prestasi sekolah.
d. Proses belajar mengajar menjadi lebih menarik.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Mengajar


1. Pengertian Belajar
Belajar menurut Trianto (2010:9) adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti
berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,
ketrampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek – aspek yang lain
yang ada pada individu yang belajar. Belajar mengandung pengertian
terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan
perilaku misalnya pemuasan kebutuhan masyarakat dan pribadi.
Sedangkan menurut Gagne dan Berliner, Slameto (2010: 2), belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
Dari beberapa pengertian di atas jadi, dapat disimpulkan bahwa
perubahan yang terjadi melalui belajar tidak hanya mencakup
pengetahuan, tetapi juga ketrampilan untuk hidup, serta dalam proses
pembelajaran tidak hanya di dominasi oleh aktifitas menghafal, tetapi
juga melakukan, mengamati, membaca, dan ikut menyimpulkan.

B. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Benyamin S. Bloom
dalam Rifa’i (2009: 86) menyampaikan tiga taksonomi yang disebut
dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah
afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotoric
domain).
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan,
dan kemahiran intelektual. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap,
minat, dan nilai. Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik
seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi
syaraf. Ranah psikomotorik ini sering kali tumpang tindih dengan ranah
kognitif dan afektif. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku seseorang dalam
berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang
terjadi setelah mengalami proses belajar. Aspek kognitif yang berkaitan
dengan pengetahuan intelektual, aspek afektif yang berkaitan dengan
minat, dan aspek psikomotorik yang berkaitan dengan kemampuan fisik.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa segala perilaku yang dimiliki peserta
didik sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuhnya bisa diartikan
sebagai hasil belajar. Perubahan mencakup aspek tingkah laku secara
menyeluruh baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketuntasan
siswa terhadap proses pembelajaran dilihat dari hasil belajar yang
didapatkan guru dengan melakukan evaluasi pembelajaran.

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2015), faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua katagori yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini saling mempengaruhi
dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah beberapa faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.
Faktor-faktor internal yaitu meliputi faktor fisiologis dan psikologis:
1) Faktor Fisiologis Faktor yang berhubungan dengan fisik individu.
Kondisi fisik yang sehat akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar individu. Dan sebaliknya jika kondisi
fisiknya lemah maka akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal.
2) Faktor Psikis adalah kondisi rohaniah siswa bisa mempengaruhi
kualitas perolehan pembelajaran. Namun diantara faktor-faktor
rohaniah siswa pada umumnya dipandang lebih esensi adalah
tingkat kecerdasannya, sikap, bakat dan minat

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar siswa adalah
lingkungan yang mencakup lingkungan sosial dan non sosial.
Lingkungan sosial adalah para guru, dan teman-teman sekelas,
dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu
menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan
suri teladan yang baik dan rajin kuhususnya dalam hal belajar
misalnya rajin membaca dan diskusi dapat menjadi daya dorong
yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Termasuk dalam lingkungan sosial siswa tersebut adalah
masyarakat dan tetangga juga temen-temen sepermainan disekitar
tempat tinggal, lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi
kegiatan belajar siswa adalah orang tua dan praktik-praktik yang
dlakukan orang tua terhadap anaknya akan mempengaruhi tingkat
belajar meereka. Sedangkan lingkungan non sosial adalah gedung
sekolah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa. Faktor ini dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

C. Pembelajaran IPA
1. Pengertian Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala-gejala alam yang sistematis, tersusun secara teratur,
berlaku secara umum, berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen.
Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu pelajaran yang ada di SD.
Mata pelajaran IPA memiliki spesifikasi tersendiri. Pokok-pokok materi
yang disampaikan berupa prinsip-prinsip, konsep-konsep, fakta-fakta
yang berkenaan dengan lingkungan dan gejala alam yang kadang terlalu
rumit dan komplek bagi siswa SD.

Menurut Abdullah (1998:18) IPA merupakan ilmu pengetahuan


yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal
dengan proses ilmiah. IPA didefinisikan sebagai suatu kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara alam. Beberapa pengertian tentang
IPA antara lain dikemukakan oleh para ahli. IPA adalah pengetahuan
khusus yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi penyimpulan,
penyusunan teori dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang
satu dengan cara yang lain.

Ahmad Susanto (2013:167) dalam bukunya yang berjudul Teori


Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar IPA adalah usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada
sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran
sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara


sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis
dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep ( Sri Sulistyorini, 2007:39)

2. Hakikat Pembelajaran IPA


Hakikat pembelajaran sains yang dideinisikan sebagai ilmu
tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan Ilmu
Pengetahuan Alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu
ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap. Hakekat
Pembelajaran IPA meliputi :
1) IPA sebagai produk, adalah kumpulan hasil penelitian yang telah
ilmuan dan berbentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan
empiris dan analitis. Bentuk IPA sebagai produk, antara lain :
a) Fakta dalam IPA, pernyataan tentang benda yang benar-benar
ada, atau peristiwa yang benar-benar terjadi dan mudah
dikonfirmasi secara obyektif.
b) Konsep IPA merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-
fakta IPA.
c) Prinsip IPA yaitu generalisasi tentang hubungan diantara
konsep-konsep IPA.
d) Hukum-hukum alam (IPA), prinsip-prinsip yang sudah diterima
meskipun bersifat sementra, tetapi karena mengalami pengujian
yang berulang-ulang maka hukum aam bersifat kekal selama
belum ada pembuktian yang lebih akurat dan logis.
e) Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-
fakta, konsep, prinsip yang saling berhubungan.
2) IPA sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami
pengetahuan tentang alam. Proses dalam memahami IPA disebut
dengan ketrampilan proses sains (science process skills) adalah
ketramplan yang dilakukan oleh para ilmuan, seperti mengamati,
mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan.
3) IPA sebagai sikap. Sikap imiah dikembangkan melalui kegiatan
siswa dalam pembelajaran pada saat melakukan diskusi, percobaan,
simulasi, dan kegiatan proyek dilapangan.

3. Teori Pembelajaran IPA


Ada beberapa teori pembelajaran IPA, diantaranya :
(1) Teori Piaget
Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru
dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam pembelajaran IPA.
Ketiga hal tersebut adalah :
1)      Seluruh anak melewati tahapan yang sama secara berurutan ;
2)      Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian ;
3)      Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup untuk
menjamin perkembangan intelektual anak.
Guru harus selalu memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka lakukan,
apakah mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan
kesulitan.
  Guru harus berbuat seperti apa yang Piaget perbuat yaitu memberikan
kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri jawabanya, sedangkan guru
harus selalu siap dengan alternatif jabawab bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Pada
akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan
jawaban yang diinginkan.

(2) Teori Bruner
Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran di kelas, Bruner
mengembangkan model pembelajaran penemuan.
   Model ini pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh informasi sendiri dengan bantuan guru dan biasanya menggunakan
barang yang nyata.
   Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai seorang pemberi
informasi melainkan seorang penuntun untuk mendapatkan informasi.
Guru harus mempunyai cara yang baik untuk tidak secara lansung
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa. Model pembelajaran ini
mempunyai banyak manfaat, antara lain :
1. Pembelajar (Siswa) akan mudah mengingat materi pembelajaran
apabila informasi tersebut didapatkan sendiri, bukan merupakan
informasi perolehan.
2. Apabila pembelajar telah memperoleh informasi, maka dia akan
mengingat lebih lama.
(3) Teori Gagne
Model ini menunjukkan aliran informasi dari input ke output.
Rangsangan/stimulus dari lingkungan (environtment) mempengaruhi alat-alat
indera yaitu (receptor), dan masuk ke dalam sistem syaraf melalui register
penginderaan (sensory register). Disini informasi diberi kode, artinya informasi
diberi suatu bentuk yang mewakili informasiaslinya dan berlangsung dalam waktu
yang sangat singkat. Bagian-bagian ini dimasukkan dalam memori jangka pendek
(short term memory) dalam waktu singkat, sekitar beberapa detik saja. Tetapi,
informasi dapat diolah oleh internal rehearsal dan disimpan dalam memori jangka
pendek untuk waktu yang lebih lama, namun rehearsal juga mampu
mentransformasikan informasi itu sekali lagi ke dalam memori jangka panjang
(long term memory).
Informasi dari memori jangka pendek atau memori jangka panjang
dikeluarkan kembali melalui suatu generator repons (response generator) yang
berfungsi mengubah informasi menjadi tindakan.
Model seperti digambarkan di atas juga menunjukkan bagaimana
pengendalian internal dari aliran informasi oleh kontrol utama (executice control)
dan harapan-harapan (ecpectancies).
Menurut teori Ada beberapa ciri penting tentang belajar, yaitu :
1. Belajar itu merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia,
2. Belajar menyangkut interaksi antara pembelajar (orang yang belajar)
dan lingkungannya,
3. Belajar telah berlangsung bila terjadi perubahan tingkah laku yang
bertahap cukup lama selama kehidupan orang itu.

4. Fungsi Pembelajaran IPA


IPA lebih menekankan pada kegiatan yang mengembangkan
ketrampilan yang disebut proses ilmiah. Proses ilmiah tersebut dapat
digambarkan melalui fungsi pengajaran IPA bagi siswa yaitu :
1) Memahami alam sekitar.
2) Memiliki ketrampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA yang
berupa keterampilan atau metode ilmiah.
3) Memiliki sikap ilmiah didalam mengenal alam sekitar dan
memecahkan masalah yang dihadapinya serta menyadari kebesaran
sang pencipta.

D. Metode Pembelajaran
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Dari segi bahasa metode berasal dari bahasa Inggris yaitu method,
dan dari bahasa Yunani yaitu methodos. Methodos berasal dari kata meta
yang berarti sesudah atau melampaui, dan hodos berarti cara atau jalan.
Secara istilah, metode yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2010:46), metode adalah
suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sedangkan menurut Sutikno (2014:33), metode adalah suatu
cara atau prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu..
Selain itu, metode juga bisa dipahami sebgai cara kerja yang teratur dan
bersistem untuk dapat melaksanakan suatu kegiatan dengan mudah dan
sistematis. Berdasarkan berbagai pendapat yang menjelaskan definisi
tentang metode, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode adalah
suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
telah disusun untuk mencapai tujuan yang optimal.
Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru
dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
setelah pembelajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, bila tidak menguasai satupun metode mengajar
yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.
Karena peranan guru bukan semata–mata memberikan informasi,
melainkan juga mengarahkan dan memberikan fasilitas belajar agar
proses belajar lebih memadai.
Sedangkan pembelajaran disini mengandung arti setiap kegiatan
yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan atau nilai yang baru. Pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditari kesimpulan
bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan oleh
seorang guru pada kegiatan pembelajaran guna mengantarkan murid
untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Sehingga hal ini juga mengandung pengertian bahwa metode
pembelajaran dalam mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru dalam kegiatan
pembelajaran guna mengantarkan murid untuk mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran pada mata pelajaran IPA yang telah ditetapkan disekolah
atau madrasah.

2. Macam-macam Metode Pembelajaran


Beberapa pakar atau sumber menyebutkan berbagai macam
metode pembelajaran, diantaranya :
1) Achmad Patoni dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama
Islam menyebutkan metode pembelajaran diantaranya adalah metode
ceramah, metode Tanya jawab, metode diskusi, metode tugas,
metode permainan dan simulasi, metode latihan siap, metode
demonstrasi dan eksperimen, metode karya wisata, metode keja
kelompok, metode sosiodrama dan bemain peran, metode team
teaching, metode pemecahan masalah, metode proyek dan unit,
metode uswatun hasanah, dan metode anugerah.
2) Sedangkan Syaiful Sagala dalam bukunya Konsep dan Makna
Pembelajaran (Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar
dan Mengajar) menambahkan metode tersebut diantaranya meliputi
metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode
demonstrasi, metode sosiodrama, metode karyawisata, metode kerja
kelompok, metode latihan, metode pemberian tugas, dan metode
eksperimen.
3) Kemudian Djamarah dan Aswan Zain dalam bukunya Strategi
Belajar Mengajar mengemukakan macam-macam metode
pembelajaran, yaitu metode proyek, metode eksperimen, metode
tugas dan resitasi, metode diskusi, metode sosiodrama, metode
demonstrasi, metode problem solving, metode karya wisata, metode
Tanya jawab, metode latihan, dam metode ceramah.
4) Adapun Kokom Komalasari dalam bukunya Pembelajaran
Kontekstual (Konsep dan Aplikasi) terdapat beberapa metode yang
dapat diimplementasikan, yaitu metode ceramah, metode
demonstrasi, metode diskusi, metode simulasi, metode laboratorium,
metode pengalaman lapangan, brainstorming, debat, simposium, dan
sebagainya.
Demikianlah berbagai macam metode yang dikemukakan oleh
beberapa pakar, dan diharapkan semua metode tersebut dapat membantu
guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

3. Peran Metode Pembelajaran yang Efektif


Kegiatan pembelajaran adalah sebuah interaksi yang bernilai
pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan siswa
di kelas. Bahan pelajaran yang guru berikan tidak akan memberikan
dorongan kepada siswa bila penyampaiannya menggunakan metode yang
kurang tepat. Di sinilah kehadiran metode menempati posisi penting
dalam penyampaian bahan pelajaran.
Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan
percuma hanya karena metode menurut kehendak guru dan mengabaikan
kebutuhan siswa, fasilitas, serta serta situasi kelas. Seharusnya
penggunaan metode itu dapat menunjang pencapaian tujuan
pembelajaran, bukan tujuan yang harus beradaptasi dengan metode.
Oleh karena itu, efektifitas penggunaan metode dapt terjadi bila
ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pembelajaran
yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran, sebagai persiapan
tertulis.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan juga
memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi penggunaan metode guna
pemilihan yang tepat, diharapkan dapat menciptakan suatu pembelajaran
yang efektif dan bermakna. Sehingga tujuan pembelajaran pun dapat
tercapai dengan baik.

E. Penerapan Metode Eksperimen


1. Pengertian Metode Eksperimen
Karena kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka segala
sesuaru memerlukan eksperimentasi. Begitu juga dengan cara mengajar
guru di kelas digunakan metode eksperimen. Eksperimen sendiri adalah
percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu.
Metode eksperimen merupakan salah satu dari sekian banyak metode
pembelajaran, karena dalam eksperimen mengandung makana belajar
untuk berbuat. Yang dimaksud dengan metode eksperimen adalah salah
satu cara mengajar dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang
suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya,
kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh
guru.
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1999: 157)
menjelaskan bahwa Metode eksperimen atau percobaan adalah suatu cara
belajar mengajar dimana siswa aktif mengalami dan membuktikan secara
langsung proses serta hasil dari percobaan itu.
Syaiful Bahri Djamarah (2005: 234) menjelaskan bila metode
eksperimen merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada
siswa perorangan atau kelompok untuk berlatih melakukan suatu proses
maupun percobaan. Melalui metode ini siswa diharapkan sepenuhnya
terlibat eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta,
mengumpulkan data, mengendalikan variabel, serta memecahkan
masalah yang dihadapinya secara nyata.
Winarno (Moedjiono dan Moh. Dimyati 1992: 77) menyampaikan
bahwa metode eksperimen merupakan kegiatan guru atau peserta didik
untuk melakukan sesuatu percobaan kemudian mengamati proses dan
hasil dari percobaan tersebut.
Paul Suparno (2007: 77) menyatakan bahwa secara umum metode
pembelajaran eksperimen adalah suatu metode mengajar dimana siswa
diajak untuk melakukan suatu usaha percobaan sebagai pembuktian,
pengecekan bahwa teori yang telah dipelajari itu memang benar.
Lalu menurut Roestiyah, (2012: 80), pengertian Meteode
eksperimen merupakan satu dari banyak metode mengajar di mana siswa
melaksanakan sesuatu percobaan mengenai sesuatu hal, melihat
prosesnya dan menuliskan hasil percobaannya, selanjutnya hasil
pengamatan tersebut disampaikan di kelas dan dievaluasi oleh pendidik.

Dari berbagai pendapat yang disampaikan oleh para ahli diatas,


dapat disimpulkan dalam proses pembelajaran dengan metode ini siswa
diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengikuti
suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis,membuktikan, dan
menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses
sesuatu. Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk mengalami
sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum dalil,
dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.
Peran guru dalam metode eksperimen ini sangat penting,
khususnya berkaitan dengan ketelitian dan kecermatan sehingga tidak
terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam memaknai kegiatan eksperimen
dalam kegiatan belajar dan mengajar. Jadi, peran guru untuk membuat
kegiatan belajar ini menjadi faktor penentu berhasil atau gagalnya
metode eksperimen ini.
2. Tujuan Metode Eksperimen
Penggunaan metode eksperimen mempunyai tujuan, sebagai
berikut :
1) Agar siswa (peserta didik) mampu mencari dan menemukan sendiri
berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
mengadakan percobaan sendiri
2) Siswa (peserta didik) dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah
(scientific thinking)
3) Siswa (peserta didik) menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu
yang sedang dipelajarinya.

3. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Eksperimen


Agar penggunaan metode eksperimen dapat berhasil guna dan
berdaya guna, siswa yang akan melaksanakan suatu eksperimen perlu
memperhatikan prosedur sebagai berikut :
1) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimaen, mereka
harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
2) Kepada siswa perlu diterangkan pula tentang :
a) Alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam
percobaan.
b) Agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui
variable-variabel yang harus dikontrol dengan ketat.
c) Urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.
d) Seluruh proses atau hal-hal yang penting saja yang akan dicatat.
e) Perlu menetapkan bentuk catatan atau laporan berupa uraian,
perhitungan, grafik dan sebagainya.
3) Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan
siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang
kesempurnaan jalannya eksperimen.
4) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil
penelitian siswa, mendiskusikan ke kelas, dan mengevaluasi dengan
tes atau sekedar tanya jawab.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan
eksperimen adalah:
1) Menerangkan tujuan eksperimen.
2) Membicarakan terlebih dahulu masalah mana yang penting
didahulukan dan mana yang harus dikemudiankan pelaksanaannya.
3) Sebelum eksperimen dilaksanakan terlebih dahulu guru harus
menetapkan : (a) alat-alat mana yang diperlukan, (b) langkahlangkah
apa yang harus ditempuh, (c) hal-hal apa yang harus dicatat, (d)
variabel-variabel mana yang harus dikontrol.
4) Setelah eksperimen berakhir, guru harus :
a) Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut.
b) Mengadakan tanya jawab dengan proses.
c) Melaksanakan tes untuk menguji pengertian siswa.
Pelaksanaan metode eksperimen dapat berjalan dengan efektif dan
efesien, manakala seorang guru (pendidik) memperhatikan beberapa hal
berikut ini :
1) Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka
jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap
siswa.
2) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang
meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka
kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik
dan bersih.
3) Kemudian dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi
dalam mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang
cukup lama sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran
dari teori yang dipelajari itu.
4) Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka
perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping
memperoleh pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga
kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam
memilih objek eksprimen itu.
5) Perlu dimengerti juga bahwa tidak semua masalah bisa
dieksperimenkan, seperti masalah yang mengena kejiwaan, beberapa
segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain
karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bisa
diadakan percobaan karena alatnya belum ada.

Berdasarkan uraian diatas diharapkan pelaksanaan metode


eksprimen dalam kegiatan pembelajaran akan bermanfaat bagi peserta
didik untuk menguasai kecakapan itu. Serta dapat menumbuhkan
pemahaman untuk melengkapi penguasaan pelajaran yang diterima
secara teori dan praktik di sekolah.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
bertempat di SD Negeri 14 Parittiga Kecamatan Parittiga Kabupaten
Bangka Barat.

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas V (Lima) dengan jumlah
siswa laki-laki 11 dan perempuan 9 tahun pelajaran 2021/2022.

3. Tema Penelitian
Tema Penelitian adalah mata pelajaran yang sedang berlangsung atau
yang sedang di teliti. Tema yang di teliti adalah Tema 7 Materi
Perubahan wujud Benda.
4. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 02
Mei 2022 dan 09 Mei 2022, semester genap tahun pelajaran 2021/2022.

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Mata
No. Hari/ Tanggal Materi Siklus
Pelajaran
Perubahan Wujud
Benda ( perubahan
wujud benda padat
ke benda cair
1 Senin, 02 Mei 2022 IPA /mencair dan I
perubahan wujud
benda cair ke
benda
padat/membeku)
Perubahan Wujud
Benda (perubahan
wujud benda cair
ke zat gas/menguap
2 Senin, 09 Mei 2022 IPA II
dan perubahan
wujud zat gas ke
benda
cair/mengembun)

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran, guru diamati oleh
supervisor 1 dengan prosedur pembelajaran dan langkah-langkah sebagai
berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan dalam siklus kesatu disusun
berdasarkan hasil belajar siswa. Rancangan tindakan ini disusun
dengan beberapa cakupan, antara lain:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang
materi yang akan diajarkan sesuai dengan Metode Pembelajaran
Eksperimen.
2) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk
melakukan percobaan.
3) Mempersiapkan lembar kerja siswa yaitu lembar kerja kelompok
dan lembar kerja Test Akhir Siklus I.
4) Pembentukan kelompok.
b. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan dalam siklus ini adalah setelah dilakukan
perencanaan yang telah disusun, sesuai dengan RPP dalam siklus I
dengan menggunakan metode eksperimen. Pelaksanaannya dilakukan
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa tentang materi
perubahan wujud benda dari benda padat ke benda cair dan dari
benda cair ke benda padat.
2. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajari yaitu ”perubahan
wujud benda dari benda padat ke benda cair dan dari benda cair ke
benda padat.”
3. Guru mengaitkan topik perubahan wujud benda dengan manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi jenis perubahan wujud
benda.
5. Guru meminta siswa untuk menentukan jenis perubahan wujud
benda.
6. Guru meminta siswa bekerja secara berkelompok yang terdiri atas 5
orang dalam 1 kelompok dan guru membimbing siswa untuk
melakukan percobaan perubahan wujud benda dari benda padat ke
benda cair dan dari benda cair ke benda padat dengan menggunakan
peralatan dan bahan korek api, mangkok dari logam, lilin,es
batu,dan garam.
7. Guru meminta siswa berdiskusi menggolongkan perubahan wujud
benda dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di
Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang perubahan wujud benda..
8. Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil
eksperimennya, kemudian meminta kelompok yang lain untuk
menanggapinya. Guru memberikan penguatan kepada setiap
kelompok yang menyampaikan hasil eksperimennya dengan baik.
9. Guru menegaskan kembali materi tentang perubahan wujud benda
di siklus I.
10. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
11. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran materi perubahan
wujud benda.
12. Guru memberikan tes tertulis untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap tujuan pembelajaran.
13. Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan
selanjutnya, yaitu perubahan wujud benda dari
14. Menutup pelajaran dengan berdo’a dan salam.

c. Pengamatan
Pada tahap ini dilaksanakan proses tes tertulis berupa
menjawab LKS (lembar kerja siswa) terhadap pelaksanaan
eksperimen dengan menggunakan lembar kerja siswa yang telah
dibuat dan mengadakan penilaian untuk mengetahui kemampuan
berpikir siswa.
Kegiatan ini meliputi pelaksanaan terhadap perencanaan
pembelajaran, dan pelaksanaan tindakan. Kegiatan guru dan siswa
dalam proses pembelajaran ini diamati dengan menggunakan
instrument yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk selanjutnya
data hasil observasi tersebut dijadikan dasar untuk menyusun
perencanaan tindakan berikutnya.

d. Refleksi
Pengkajian data pada tahap refleksi melibatkan observasi
sehingga diharapkan evaluasi dan refleksi akan lebih efektif, hasil
dan refleksi ini digunakan sebagai diskusi balikan untuk
merencanakan dan mengadakan perbaikan pada pelaksanaan
tindakan berikutnya. Berdasarkan hasil tindakan yang disertai
observasi dan refleksi dapat diketahui kelemahan dan kekurangan
kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menentukan
tindakan perbaikan pada siklus II.

2. Siklus II
Pada siklus II ini juga prosedur pelaksanaan disusun sama dengan
siklus I yang terdiri dari :
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus II ini disusun berdasarkan
refleksi hasil lembar kerja siswa pada pembelajaran siklus I.
Perencanaan tindakan ini dipusatkan kepada sesuatu yang belum
dapat terlaksana dengan baik pada tindakan siklus I.

b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas yang
sama sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran berdasarkan
hasil refleksi siklus I.

a) Guru melaksanakan pembelajaran dengan memberi salam dan


mengajak siswa berdoa bersama.
b) Guru dan siswa menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia raya”
c) Guru melakukan apersepsi
d) Guru memberikan motivasi berupa tepuk semangat.
e) Guru memberikan contoh berupa gambar / video perubahan wujud
benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan
wujud benda gas menjadi benda cair (mengembun).
f) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
kegiatan literasi (peserta didik membaca buku tematik tema 7 sub
tema 2 halaman 194 materi tentang perubahan wujud benda).
g) Guru memberi siswa contoh dalam kehidupan yang berkaitan
dengan perubahan wujud benda dari benda cair menjadi zat gas
(menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi benda cair
(mengembun).
h) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa tentang materi
perubahan wujud benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap)
dan perubahan wujud benda gas menjadi benda cair (mengembun).
i) Guru menyampaikan topik yang akan dipelajari yaitu ”perubahan
wujud benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan
perubahan wujud benda gas menjadi benda cair (mengembun).”
j) Guru mengaitkan topik perubahan wujud benda dari benda cair
menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi
benda cair (mengembun). dengan manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari.
k) Melalui tanya jawab guru meminta siswa untuk mengidentifikasi
jenis perubahan wujud benda.
l) Melalui tanya jawab guru meminta siswa untuk menentukan jenis
perubahan wujud benda.
m) Guru meminta siswa bekerja secara berkelompok yang terdiri atas 5
orang dalam 1 kelompok dan guru membimbing siswa untuk
melakukan percobaan perubahan wujud benda dari benda cair
menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi
benda cair (mengembun). Alat dan bahannya yaitu Korek
api,lilin,mangkok dan tutupnya dari logam,air,gelas kaca, dan es
batu.
n) Guru meminta siswa berdiskusi menggolongkan perubahan wujud
benda dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di
Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang perubahan wujud benda .
o) Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil
eksperimennya, kemudian meminta kelompok yang lain untuk
menanggapinya. Guru memberikan penguatan kepada setiap
kelompok yang menyampaikan hasil eksperimennya dengan baik.
p) Guru menegaskan kembali materi tentang perubahan wujud benda
dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud
benda gas menjadi benda cair (mengembun).
q) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
r) Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran materi perubahan
wujud benda wujud benda dari benda cair menjadi zat gas
(menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi benda cair
(mengembun).
s) Guru memberikan tes tertulis untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap tujuan pembelajaran.
t) Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan
selanjutnya, yaitu perubahan wujud benda dari benda padat menjadi
material gas dan perubahan wujud benda dari material gas menjadi
material yang lebih padat. Guru meminta siswa membawa alat dan
bahan eksperimennya yaitu kapur barus, dan botol berisi madu
u) Menutup pelajaran dengan berdo’a dan salam.

c. Pengamatan
Kegiatan ini meliputi pengamatan terhadap perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan tindakan siklus II, dan peningkatan hasil
belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan di kelas V pada siklus II, guru melakukan refleksi
terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung. Dari hasil
refleksi dan diskusi dengan supervisor 2 menganalisis pelaksanaan
pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen untuk
membuat kesimpulan dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas
V SD Negeri 14 Parittiga terhadap pembelajaran IPA Tahun
Pelajaran 2021/202022.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Siklus
1. Siklus 1
a. Kegiatan pengembangan
Kegiatan yang dapat meningkatkatkan hasil belajar anak dengan
menggunakan metode eksperimen.

b. Langkah-langkah Perbaikan
1. Guru melaksanakan pembelajaran dengan memberi salam dan mengajak siswa
berdoa bersama.
2. Guru dan siswa menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia raya”
3. Guru melakukan apersepsi
 Guru memberikan motivasi berupa tepuk semangat.Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan literasi (peserta didik
membaca buku tematik tema 7 sub tema 2 halaman 65 materi tentang
perubahan wujud benda)
 Guru memberi siswa contoh dalam kehidupan yang berkaitan dengan
perubahan wujud benda dari benda padat ke benda cair dan dari benda cair
ke benda padat..
 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa tentang materi
perubahan wujud benda dari benda padat ke benda cair dan dari benda cair
ke benda padat.
 Guru menyampaikan topik yang akan dipelajari yaitu ”perubahan wujud
benda dari benda padat ke benda cair dan dari benda cair ke benda padat.”
Guru mengaitkan topik perubahan wujud benda dengan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari.

d.   Refleksi Kegiatan Perbaikan Siklus I


Dari kegiatan perbaikan pembelajaran yang telah dilakukan, maka peneliti
akan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang timbul dari pelaksanaan
perbaikan
a.  Kelebihan
1. Anak-anak merasa senang dan antusias setelah melihat media yang akan
digunakan karena anak jarang menggunakannya
2. Anak merasa senang karena bisa mengetahui fungsi kartu pecahan.
3. Anak merasa senang karena bisa berkreasi tanpa adanya tekanan
4. Alat yang dipakai mudah digunakan dan mudah  didapat
b. Kelemahan
1. Pada RKH Siklus 1 masih ada anak yang belum memahami penggunaan kartu
pecahan dengan benar sehingga hasilnya kurang memuaskan, tetapi sebagian
anak sudah bisa melakukan kegiatan dengan benar bahkan antusias dan
semangatnya sangat tinggi karena media yang berbeda dari biasanya dan juga
mereka mulai memahami selama kegiatan berlangsung.
2. Pada RKH Siklus Ibeberapa siswa masih perlu pembiasaan untuk bekerja
sebagai kelompok. Walaupun kebanyakan siswa sudah mampu
mengkondisikan dirinya dalam kelompok.
2 . Siklus II
a.  Kegiatan Pengembangan
Kegiatan yang dapat meningkatkatkan hasil belajar anak dengan
menggunakan metode demonstrasi dan media pembelajaran berupa kartu
pecahanyang penting untuk diketahui peserta didik.

b.  Pengelolaan Kelas


1.  Penataan tempat kelompok dikelas, meja dan kursi diletakkan secara
berkelompok semua sehingga siap untuk digunakan.
2.  Posisi anak dibuat lima kelompok dengan melingkar
c. Langkah-langkah Perbaikan
a. Kegiatan pengembangan
Kegiatan yang dapat meningkatkatkan hasil belajar anak dengan
menggunakan metode demonstrasi dan media pembelajaran berupa kartu
pecahan.
b.  Langkah-langakah perbaikan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan
adalah:
4. Guru melaksanakan pembelajaran dengan memberi salam dan mengajak siswa
berdoa bersama.
5. Guru dan siswa menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia raya”
6. Guru melakukan apersepsi
7. Guru memberikan motivasi berupa tepuk semangat.
8. Guru memberikan contoh berupa gambar / video perubahan wujud benda dari
benda cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi
benda cair (mengembun).
9. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan literasi
(peserta didik membaca buku tematik tema 7 sub tema 2 halaman 194 materi
tentang perubahan wujud benda).
10. Guru memberi siswa contoh dalam kehidupan yang berkaitan dengan
perubahan wujud benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan
perubahan wujud benda gas menjadi benda cair (mengembun).
11. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa tentang materi perubahan
wujud benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud
benda gas menjadi benda cair (mengembun).
12. Guru menyampaikan topik yang akan dipelajari yaitu ”perubahan wujud benda
dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud benda gas
menjadi benda cair (mengembun).”
13. Guru mengaitkan topik perubahan wujud benda dari benda cair menjadi zat
gas (menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi benda cair
(mengembun). dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
14. Melalui tanya jawab guru meminta siswa untuk mengidentifikasi jenis
perubahan wujud benda.
15. Melalui tanya jawab guru meminta siswa untuk menentukan jenis perubahan
wujud benda.
16. Guru meminta siswa bekerja secara berkelompok yang terdiri atas 5 orang
dalam 1 kelompok dan guru membimbing siswa untuk melakukan percobaan
perubahan wujud benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan
perubahan wujud benda gas menjadi benda cair (mengembun). Alat dan
bahannya yaitu Korek api,lilin,mangkok dan tutupnya dari logam,air,gelas
kaca, dan es batu.
17. Guru meminta siswa berdiskusi menggolongkan perubahan wujud benda
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di Lembar Kerja Siswa
(LKS) tentang perubahan wujud benda .
18. Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil
eksperimennya, kemudian meminta kelompok yang lain untuk menanggapinya.
Guru memberikan penguatan kepada setiap kelompok yang menyampaikan
hasil eksperimennya dengan baik.
19. Guru menegaskan kembali materi tentang perubahan wujud benda dari benda
cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan wujud benda gas menjadi benda
cair (mengembun).
20. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
21. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran materi perubahan wujud
benda wujud benda dari benda cair menjadi zat gas (menguap) dan perubahan
wujud benda gas menjadi benda cair (mengembun).
22. Guru memberikan tes tertulis untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa
terhadap tujuan pembelajaran.
23. Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan
selanjutnya, yaitu perubahan wujud benda dari benda padat menjadi material
gas dan perubahan wujud benda dari material gas menjadi material yang lebih
padat. Guru meminta siswa membawa alat dan bahan eksperimennya yaitu
kapur barus, dan botol berisi madu
24. Menutup pelajaran dengan berdo’a dan salam.

d. Refleksi Kegiatan Siklus II


Dari kegiatan perbaikan pembelajaran yang telah dilakukan, maka peneliti
akan mengetahuikelebihan dan kekurangan yang timbul dari pelaksanaan
perbaikan
a.  Kelebihan
1. Anak-anak merasa senang dan antusias setelah melihat media yang
akandigunakan karena anak jarang menggunakannya
2. Anak merasa senang karena bisa mengetahui fungsi kartu pecahan.
3. Anak merasa senang karena bisa berkreasi tanpa adanya tekanan
4. Alat yang dipakai mudah digunakan dan mudah  didapat
5. Anak-anak telah dapat mengerti penggunaan media kartu pecahan.

B. Pembahasan Dari Setiap Siklus


Data awal perolehan nilai siswa pada saat pra siklus yang diikuti oleh
seluruh siswa berjumlah 24 siswa dengan data sebagai berikut : 10 siswa
memperoleh nilai 70 atau lebih sedangkan 14 siswa memperoleh nilai di bawah 70
atau di bawah KKM.
Data pra siklus (sebelum tindakan) diambil dari tugas harian. Secara rinci
data sebelum pra siklus tersaji pada tabel di bawah ini :

1. Data Siklus I
Dari hasil penelitian sebelumnya tindakan terdapat 14siswa yang belum
mencapai ketuntasan belajar 85% dari jumlah siswa keseluruhan kelas berjumlah
24 siswa. Untuk mencapai ketuntasan tersebut, peneliti melakukan pembelajaran
dengan menerapkan demonstrasi pada materi penjumlahan pecahan biasa. Untuk
melihat hasil belajar siswa setelah satu pokok bahasan diberikan latihan soal.
Dari hasil yang dicapai dari penelitian Siklus 1 diperoleh hasil pada tabel berikut :

Berdasarkan tabel dan grafik 4.2 terjadi peningkatan persentase ketuntasan


hasil belajar siswa dari sebelumnya hanya 42% menjadi 58% atau naik 16%.
Dengan kata lain, terdapat 4 siswa dari yang tadinya 10 siswa menjadi 14 siswa
yang tuntas setelah siklus I ini. Selain itu juga terjadi kenaikan nilai rata-rata
siswa dari sebelumnya tidak ada yang memperoleh nilai 90 atau lebih setelah
siklus ini ada 1 siswa yang berhasil mencapai nilai tersebut atau berpredikat
sangat baik.
Namun karena persentase ketuntasan belum mencapai 85% maka
keberhasilan siswa belum tercapai sehingga dilakukan tahapan siklus berikutnya.

2. Data Siklus II
Setelah pelaksanaan pada siklus I terjadi peningkatan hasil belajar
walaupun belum mencapai target minimal 85% maka siklus II ini merupakan
tindak lanjut dari siklus I. Diharapkan pada siklus ini target hasil belajar minimal
akan tercapai.
Hasil belajar pada siklus II dapat dilihat dan tersaji pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II

Kategori
Nilai Frekuensi Presentasi (%)
Ketuntasan
Belajar

< 70 1 4 Kurang

70 - 79 10 42 Cukup
80 - 89 8 33 Baik
90 - 100 5 21 Sangat Baik
Jumlah 24 100

Dari tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah siswa yang sudah tuntas belajar atau
memperoleh nilai 70 ke atas sebanyak 23 siswa atau sebesar 96%, dengan rincian
sebesar 20% atau 5 orang siswa kategori tuntas sangat baik, 33% atau 8 siswa
tuntas dengan baik serta 42% atau 10 siswa tuntas cukup baik. Jumlah siswa tidak
tuntas berkurang signifikan menjadi hanya 1 orang atau 4% dari keseluruhan 24
siswa.

Pada tabel dan grafik 4.4 dapat diketahui dari rekap siklus mulai dari pra
siklus sampai siklus II terjadi peningkatan perolehan nilai siswa maupun
persentase ketuntasan KKM siswa. Bisa dikatakan bahwa peneliti telah
melakukan perbaikan pembelajaran dengan metode dan media yang tepat
walaupun masih ada 1 siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM.
Secara keseluruhan sudah tercapai target (di atas 85%). Maka peneliti
berkesimpulan tidak perlu lagi merencanakan perbaikan pada siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik pada tindakan siklus I, hasil belajar yang diharapkan dari penelitian
tindakan kelas belum tercapai. Hal ini terlihat dari tingkat persentase ketuntasan
belajar siswa yang masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yaitu 58 %.
Pada siklus I siswa yang memperoleh nilai di atas KKM hanya berjumlah
10 siswa dari total 24 siswa. Bila dibandingkan pra siklus terjadi peningkatan
walaupun tidak terlalu signifikan hanya sebesar 16% atau 4 siswa. Hal ini bisa
dikarenakan penggunaan media pembelajaran yang kurang maksimal dan guru
belum melibatkan siswa keseluruhan secara aktif. Maka peneliti merasa perlu
mencari jalan keluar yang tepat guna terlaksanya perbaikan pembelajaran pada
siklus berikutnya dalam hal ini siklus II.
Upaya yang dilakukan oleh peneliti diantaranya adalah berupa upaya
refleksi diri agar dapat mengetahui kekurangan, kelemahan dan kendala pada saat
siklus I atau tindakan pertama. Memanfaatkan lembar evaluasi, peneliti merefleksi
diri dengan cara identifikasi kekurangan dan hal-hal yang membuat siswa merasa
terhambat selama proses pembelajaran.
Hasil dari identifikasi (refleksi diri) masalah pada siklus I tersebut
terangkum dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. Guru belum maksimal dalam menciptakan kondisi kelas yang menarik dan
menyenangkan bagi siswa dimana hal tersebut belum tampak pada motivasi
siswa dalam proses pembelajaran.
2. Siswa belum terlibat langsung dalam proses pembelajaran mungkin disebabkan
suasana kelas yang belum memberikan kesan menyenangkan bagi siswa
tersebut.
3. Perhatian guru masih terfokus pada siswa tertentu yaitu hanaya kepada
sebagian siswa yang aktif saja sehingga membuat siswa yang lain tidak
termotivasi.
4. Penggunaan media kartu pecahan belum dipahami secara menyeluruh oleh para
siswa.
5. Materi pelajaran tentang penjumlahan pecahan biasa belum sepenuhnya
dikuasai siswa sehingga perlu ditekankan lagi dengan media kartu pecahan
secara maksimal.
6. Metode demonstrasi harus memperhatikan jumlah dan posisi tempat duduk
siswa sehingga semua siswa dapat melihat dan mencontohkan demonstrasi
tersebut.
Menurut Soedjadi dalam Muhsetyo (2019 : 1.2), keabstrakan matematika
karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri
keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana menyebabkan
matematika tidak mudah untuk dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang
kurang tertarik terhadap matematika. Ini berarti perlu ada jembatan yang dapat
menghubungkan keilmuan matematika tetap terjaga dan matematika dapat lebih
mudah dipahami. Sebagai pengetahuan matematika mempunyai ciri khusus antara
lain, abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis dan logis.
Oleh sebab itu, guru harus lebih menekankan pada pemahaman faktual
siswa yang terwujud dalam kombinasi apik antara metode pembelajaran dan
media yang digunakan. Penekanan tersebut lebih mengarah kepada pada
kemampuan berpikir. Hal ini sejalan dengan dengan pendapat Bruner dalam
Muhsetyo (2019 : 1.6) yang menyatakan pentingnya tekanan pada kemampuan
berpikir peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan
peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola
hubungan/keterkaitan.
Pada refleksi diri pada siklus II, peneliti menambah keefektifitas
penggunaan media kartu pecahan untuk menentukan dan menjumlahkan bilangan
pecahan biasa. Sebagaimana diketahui fungsi dari media pembelajaran adalah
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan
lingkungan belajar yang diatur dan dikondisikan oleh guru. Hal yang harus
diperhatikan juga dalam media pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, jenis
tugas dan respon dari siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
Setelah guru menggunakan kartu pecahan sebagai media belajar hasil
belajar siswa mengalami perbaikan serta mendapat tanggapan yang bagus dari
siswa.
Metode demonstrasi siswa mencontoh dan menirukan demonstrasi atau
peragaan yang dilakukan oleh guru. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II
lebih menarik dan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa pun lebih
paham dan mengerti dalam menjumlahkan pecahan biasa terlihat dari peningkatan
nilai yang diperoleh diakhir pembelajaran siklus II tersebut dibandingkan pada
siklus sebelumnya.
Peneliti menilai hasil belajar siswa meningkat signifikan setelah
dilaksanakannya pembelajaran siklus II ini. Ini berarti penggunaan metode
demonstrasi dengan media kartu pecahan telah membuat pembelajaran
berlangsung menarik dan menyenangkan serta membuat siswa lebih termotivasi.
Perolehan nilai siswa pada siklus II telah melampaui target 85% yaitu
sebesar 96%. Persentase ini diperoleh dari jumlah siswa yang berhasil
memperolehnilai di atas KKM adalah berjumlah 23 siswa dari jumlah siswa
keseluruhan sebanyak 24 siswa. Ini berarti peningkatan setelah diadakannya
tindakan siklus II ini sebesar 5 siswa yang berhasil melampaui target atau sebesar
21%. Angka ini merupakan peningkatan terbesar jika dibandingkan siklus
sebelumnya. Senada dengan nilai rata-rata kelas dari sebelumnya belum mencapai
KKM setelah siklus II ini nilai rata-rata kelas berada di atas angka 70.
Hal ini membuktikan metode demonstrasi mampu meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V di SD Negeri 7 Parittiga. Hal yang sama disampaikan oleh
Anitah, et.al. (2019 : 5.26), bahwa kelebihan metode demonstrasi diantaranya
dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa, dapat melakukan pekerjaan secara
sistematis dan lebih mudah dalam melakukan perbandingan dari beberapa objek
pembelajaran. Begitu pula penggunaan kartu pecahan membuat siswa lebih
mudah dalam menerapkan metode demonstrasi itu sendiri.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN SERTA TINDAK LANJUT

A. Simpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan dalam dua
siklus dapat disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 14 Parittiga pada mata
pelajaran IPA materi Perubahan Wujud Benda. Adapun proses peningkatan
pembelajaran secara rinci disimpulkan sebagai berikut:
1. Perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan
metode eksperimen akan membuat siswa dapat menguasai materi dengan
baik, suasana belajar menjadi lebih aktif, kreatif dan menyenangkan
2. Keterampilan belajar siswa dalam tanya jawab selama proses
pembelajaran menggunakan metode eksperimen dapat muncul dan
menunjukkan peningkatan.

B. Saran dan Tindak Lanjut


Berdasarkan simpulan diatas, maka terdapat beberapa hal yang
sebaiknya dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran IPA sebagai berikut:
1. Sebaiknya guru melaksanakan pembelajaran pada materi perubahan
wujud benda dengan menggunakan metode eksperimen agar hasil belajar
siswa dapat meningkat.
2. Gunakan metode pembelajaran yang tepat dan bervariatif sesuai dengan
tujuan pembelajaran dan perkembangan peserta didik .
3. Sebaiknya kaitkan pembelajaran yang dilaksanakan dengan pengalaman
kongkrit siswa agar pembelajaran menjadi bermakna.
4. Libatkan siswa secara lebih aktif dalam setiap proses pembelajaran
melalui penerapan metode eksperimen.
5. Lakukan refleksi diri setiap selesai mengajar untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Sapriati, Amalia (2009). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Susanto, Ahmad (2013). Teori Belajar & Pembelajaran si Sekolah Dasar.


Jakarta: Kencana Media Group.

Ramayulis, (2005). Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Maunnah, Binti (2009). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras.

Arifin, Mulyati, et, all, (2005). Setrategi Belajar mengajar Kimia Malang:
Universitas Negri Malang

Komalasari, Kokom (2011). Pembelajaran Kontekstual : Konsep dan Aplikasi.


Bandung: Refika Aditama.

Suprijono, Agus (2009). Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Kunandar (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta:
Rajawali Pers

Munadi, Yudhi (2008). Pembelajaran : Sebuah Pendekata Baru. Jakarta: Gaung


Persada Press.

Thoifuri, (2008). Menjadi Guru Inisiator. Semarang : RaSAIL Media Group.


Anitah, W. Sri., et.al (2009). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Dimyati. Dkk (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sudjana, Nana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.

Nashar. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan


Pembelajaran. Jakarta : Delia Press.

Anda mungkin juga menyukai