Anda di halaman 1dari 106

DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MENERAPKAN KEPATUHAN PASCA-ORTODONTIK DI KALANGAN


REMAJA YANG MEMAKAI RETAINER LEPASAN MELALUI
WHATSAPP: STUDI PILOT

Disadur dari :
Zotti F, Zotti R, Albanese M, Nocini PF, dan Paganelli C. Implementing post-
orthodontic compliance among adolescents wearing removable retainers through
Whatsapp: a pilot study. Dovepress Patient Preference and Adherence
2019;13:609-615.

Selasa, 17 Mei 2022

Penyaji:
Aldyta Emirsyal Rianto Chaniago
NIM :210631147

Dosen Pembimbing :
Erliera, drg., Sp. Ort (K)
NIP : 198001132008122003

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MENERAPKAN KEPATUHAN PASCA-ORTODONTIK DI KALANGAN


REMAJA YANG MEMAKAI RETAINER LEPASAN MELALUI
WHATSAPP: STUDI PILOT

Disadur dari :
Zotti F, Zotti R, Albanese M, Nocini PF, dan Paganelli C. Implementing post-
orthodontic compliance among adolescents wearing removable retainers through
Whatsapp: a pilot study. Dovepress Patient Preference and Adherence
2019;13:609-615.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing : Penyaji:

Erliera, drg., Sp. Ort (K) Aldyta Emirsyal Rianto Chaniago


NIP : 198001132008122003 NIM :210631147

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MENERAPKAN KEPATUHAN PASCA-ORTODONTIK DI KALANGAN


REMAJA YANG MEMAKAI RETAINER LEPASAN MELALUI
WHATSAPP: STUDI PILOT

Disadur dari :
Zotti F, Zotti R, Albanese M, Nocini PF, dan Paganelli C. Implementing post-
orthodontic compliance among adolescents wearing removable retainers through
Whatsapp: a pilot study. Dovepress Patient Preference and Adherence
2019;13:609-615.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing : Penyaji:

Erliera, drg., Sp. Ort (K) Aldyta Emirsyal Rianto Chaniago


NIP : 198001132008122003 NIM :210631147

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
Abstrak
Tujuan: Untuk menentukan apakah penggunaan media sosial berguna dalam
meningkatkan kepatuhan dan kehadiran tindak lanjut di antara pasien yang
memakai retainer setelah perawatan ortodontik.
Pasien dan metode: Enam puluh pasien pasca-ortodontik (usia 16-19 tahun),
diacak dalam dua kelompok: tindak lanjut didukung oleh partisipasi dalam grup
obrolan WhatsApp (SG), dan Grup Kontrol (CG). Semua pasien dijadwalkan untuk
pemeriksaan triwulanan untuk pemantauan stabilitas ortodontik dengan
pengukuran lebar interkaninus pada awal penelitian (t0) dan setiap 4 bulan t1, t2,
t3) selama 1 tahun pengamatan. Pasien SG juga berpartisipasi dalam grup obrolan
WhatsApp, di mana mereka akan mengirim, setiap minggu, foto yang menunjukkan
oklusinya. Setiap bulan, ortodontis yang bertindak sebagai moderator memberikan
lima foto terbaik dengan menerbitkan peringkat dalam obrolan.
Hasil: Peserta SG menampilkan perubahan yang lebih kecil dari lebar interkaninus
pada awal (saat debonding) dibandingkan dengan pasien CG setiap saat selama 1
tahun masa tindak lanjut. Tindak lanjut kehadiran teratur di kedua kelompok dalam
8 bulan pertama masa tindak lanjut. Setelah itu, kepatuhan pasien CG menurun,
dengan delapan pasien melewatkan janji pemeriksaan.
Kesimpulan: Melibatkan pasien remaja secara langsung melalui aktivitas
WhatsApp tampaknya meningkatkan keteraturan dalam memakai retainer yang
dapat dilepas, menghadiri jadwal tindak lanjut, dan memberikan hasil jangka
panjang yang lebih baik dalam hal stabilitas dan kepatuhan ortodontik.
Kata kunci: aplikasi, teknologi, relaps ortodontik, kepatuhan ortodontik,
kepatuhan pasien, pasien muda.

Pendahuluan
Keberhasilan perawatan ortodontik yang melibatkan retainer lepasan sangat
bergantung pada: kepatuhan pasien, dan menyajikan peningkatan risiko kambuh
dalam jangka panjang. Selain dari beberapa minggu sebelum dan sesudah
kunjungan di mana kepatuhannya tertinggi, keterlibatan pasien cenderung
memudar dari waktu ke waktu.1 Salah satu masalah utama dengan pengobatan
jangka panjang pada remaja adalah kurangnya penghargaan langsung dan kesulitan
dalam membayangkan hasil akhir. Efek sehari-hari memakai pengikut - atau tidak
memakainya - tidak segera terlihat oleh karena itu, menyebabkan pasien
meremehkan konsekuensi dari kepatuhan yang langka untuk indikasi pengobatan
jangka panjang. Meskipun ini juga berlaku untuk orang dewasa yang secara aktif
mencari perawatan ortodontik (tetapi tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk
strategi pengobatan), aspek ini lebih ditingkatkan oleh kurangnya motivasi di antara
pasien remaja, yang seringkali bukan merupakan bagian aktif dari keputusan awal
memakai peralatan braket.2-4
Beberapa studi dalam literatur telah membahas masalah kepatuhan pasien
dan strategi untuk mendapatkan keterlibatan terbaik dari pasien.2,3,5-9 Dalam dekade
terakhir, telah ada pengetahuan besar kelompok, wawancara motivasi, dan
pendidikan pasien, yang saat ini sedang diimplementasikan lebih lanjut melalui
penggunaannya melalui media sosial, aplikasi telepon, dan berbagi konten (visual,
grafik, SMS real-time).3,5,8,10
Pada tahun 2016 kami menguji penggunaan ruang obrolan Whatsapp untuk
memantau kebersihan mulut di antara pasien yang memakai peralatan multi-braket
tetap, meningkatkan kepatuhan mereka melalui berbagi foto narsis dan informasi
tentang kesehatan gigi di antara para peserta. Eksperimen tersebut memberikan
hasil yang menggembirakan dalam hal pengurangan white spot, indeks plak, indeks
gingiva, dan karies.6 Oleh karena itu, kami tertarik untuk mengevaluasi apakah
aplikasi serupa pada pasien pasca-ortodontik (beralih dari retainer cekat ke lepasan)
juga bisa membantu mengurangi relaps dan meningkatkan kepatuhan di antara mata
pelajaran ini.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk (i) menilai perbedaan tingkat
relaps (didefinisikan sebagai perubahan dalam stabilitas ortodontik) antara pasien
yang didukung melalui pendekatan motivasi dan terlibat dalam interaksi chat-room
dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan (ii) menilai kepatuhan pasien (baik
untuk pemakaian retainer maupun kunjungan kunjungan), partisipasi, dan
kelayakan proposal.
Material dan Metode
Penelitian ini melibatkan 60 pasien remaja berusia 16-19 tahun (rata-rata
17,5 tahun) pada akhir perawatan multibraket ortodontik non-ekstraksi yang
dilakukan untuk maloklusi kelas I dengan crowding minimal atau sedang menurut
Little's Index, dan direkrut antara 2012 dan 2014.11 Inklusi kriteria adalah pemilik
smartphone, dapat mengakses internet setiap hari, dirawat dengan alat ortodontik
cekat Victory braces (resep MBT, slot 0,022 inci, 3M Unitek, Milan, Italia) untuk
kelas I maloklusi dengan crowding minimal atau sedang, dan bule; sedangkan
kriteria eksklusi adalah adanya riwayat medis yang signifikan, diet ketat (yang telah
ditunjukkan dalam literatur untuk mempengaruhi kepatuhan jangka panjang),
kebiasaan yang merusak (misalnya, menggigit kuku, menggigit benda, menggigit
pipi/bibir), kesulitan dalam membaca atau berbicara bahasa nasional.12

Intervensi
Pada akhir perawatan ortodontik aktif semua pasien diinstruksikan untuk
memakai retainer atas dan bawah (Hawley retainer) selama total 8 jam/hari atau
lebih. Mereka juga mendapat arahan tentang pengelolaan retainer (pembersihan,
penyimpanan, dll), dan diundang untuk mengikuti kunjungan tindak lanjut setiap 4
bulan selama periode pengamatan, mulai dari hari pengiriman (t0) retainer.
Untuk mendorong partisipasi dan memberikan penguatan positif, pasien
dalam kelompok studi (SG) selanjutnya terlibat dalam grup obrolan WhatsApp
yang dimoderatori oleh salah satu penulis penelitian ini yang tidak terlibat dalam
pengukuran. Peserta diminta untuk membuat nama panggilan fiktif dan mengikuti
kompetisi, “Relapse Game”, dengan membagikan selfie gigi mereka setiap minggu
yang menunjukkan keadaan stabilitas ortodontik. Gambar harus menunjukkan
mulut terbuka dengan rahang atas dan bawah, seperti yang ditunjukkan oleh dokter
gigi di t0. Teks dan emotikon juga dapat digunakan untuk berinteraksi dengan
anggota obrolan lainnya, sementara mengidentifikasi elemen seperti nama dan foto
dengan ciri yang dapat dikenali tidak diperbolehkan untuk menjaga privasi.
Dijelaskan kepada pasien bahwa skor diberikan berdasarkan ketepatan waktu dan
kualitas close-up selama periode 1 bulan. Sabtu pertama setiap bulan moderator
mengevaluasi selfie pasien dan menerbitkan peringkat lima peserta terbaik bulan
ini. Tidak ada teks atau komentar aksesori yang ditambahkan. Gambar-gambar itu
dinilai secara kualitatif, untuk mengevaluasi partisipasi, dan tidak digunakan untuk
pengukuran kuantitatif apa pun untuk ketidakstabilan.
Pasien dalam kelompok kontrol dijadwalkan untuk kunjungan check-up dari
kunjungan ke kunjungan, dengan frekuensi yang sama (setiap 4 bulan), tanpa
pengingat atau jenis interaksi lainnya.

Titik Akhir dan Pengukuran


Outcome utama dalam penelitian ini adalah kejadian relaps (ya/tidak), rate,
dan nilai mean. Oleh karena itu, pemantauan selama masa tindak lanjut didasarkan
pada lebar interkaninus mandibula (jarak antara titik puncak kaninus kanan dan
kiri), yang merupakan parameter utama untuk stabilitas ortodontik.13-17
Kesan presisi (AquasilTM Soft Putty, Dentsply, USA) diambil setiap tiga bulan
pada setiap janji temu: yaitu, pada akhir perawatan dan awal survei (t0); 4 (t1), 8
(t2), dan 12 (t3) bulan setelah pelepasan brace (yaitu, akhir survei kami).
Untuk setiap cetakan gigi yang diperoleh dari cetakan, lebar interkaninus
bawah diukur dengan jangka sorong digital oleh operator buta yang sama. Lebar
interkaninus mandibula diukur sebagai jarak garis lurus antara ketinggian tepi
insisal lobus sentral setiap kaninus permanen rahang bawah.18 Setiap pengukuran
dilakukan tiga kali (dengan interval 15 menit) dan nilai digunakan untuk
mendapatkan nilai rata-rata . Pemeriksa adalah sama untuk semua pengukuran dan
dibutakan baik nama pasien dan kelompok yang pasien milik.
Jika terjadi relaps akan dideteksi pada setiap rentang waktu, dengan
mengurangi nilai t1 dari t0 (Delta 0–1), t2 dari t1 (Delta 1–2), dan t3 dari t2 (Delta
2–3). Angka positif (+) menunjukkan penurunan lebar, sedangkan angka negatif (−)
menunjukkan peningkatan lebar.19

Pertimbangan etis
Protokol penelitian sebelumnya telah disetujui oleh dewan peninjau dari
Dental School of Brescia. Semua pasien/orang tua memberikan persetujuan tertulis
untuk partisipasi.
Analisis statistik
Sebuah daftar pengacakan bertingkat diproduksi oleh kantor eksternal
dengan mempertimbangkan nilai indeks ketidakteraturan awal, untuk menjamin
homogenitas antar-kelompok (Gambar 1). Ukuran sampel dihitung seperti yang
dijelaskan di tempat lain.6
Distribusi normal dari data yang dikumpulkan telah diuji dengan uji
Shapiro-Wilk. Homogenitas varians diuji dengan uji Levene. Perbedaan intra-grup
dan antar-grup pada titik waktu yang berbeda (Delta 0-1, Delta 1-2, Delta 2-3)
dinilai dengan uji Friedman (P-value≤0,05) dan Mann-Whitney test.6 Analisis
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16 (SPSS Inc., Chicago, IL,
USA).

Hasil
Total populasi penelitian (n=60) terdiri dari 24 laki-laki dan 36 perempuan,
dan dibagi menjadi dua kelompok homogen (Tabel 1). Sepuluh pasien tidak ikut
karena penolakan orang tua, dan dua tidak menggunakan smartphone. Sementara
semua pasien SG mengambil bagian di ruang obrolan mingguan, berbagi foto
mereka secara teratur, dan menghadiri pemeriksaan terjadwal untuk seluruh periode
pengamatan, delapan dari 30 pasien kelompok kontrol (CG) menghentikan
kunjungan setelah 8 bulan sejak awal tindak lanjut.
Tabel 1. Variabel Demografi
Variabel SG (n=30) CG (n=30)
Perempuan, n 20 16
Umur, mean tahun (SD) 17,2 (1,03) 17,8 (1,06)
Caucasian (%) 100 100
Lebar interkaninus (mm) (SD) 25,34 (0,33) 25,84 (1,76)
Singkatan: CG, kelompok kontrol; N, jumlah keseluruhan pasien per kelompok; SG, kelompok
studi.

Pada pasien SG, lebar interkaninus menurun 0,017 mm dari t0 ke t1, 0,133
mm dari t1 ke t2, dan 0,177 mm dari t2 ke t3. Pada pasien CG lebar interkaninus
menurun 0,097 mm dari t0ke t1, 0,795 mm dari t1 ke t2, dan 0,412 mm dari t2 ke
t3. Penurunan kumulatif yang diamati dari lebar ini dari t0 ke t4 adalah 0,327 mm
pada SG , sedangkan pada CG adalah 1,304 mm.
Perbedaan lebar interkaninus pada setiap kelompok pada titik waktu yang
berbeda ditemukan signifikan secara statistik (P≤0,05) (Tabel 2), serta perbedaan
lebar interkaninus antara dua kelompok (P≤0,05) (Tabel 3). Analisis statistik
deskriptif menunjukkan sejauh mana perbedaan ini (Tabel 4).
Partisipasi obrolan pasien adalah 100% dan konstan selama periode
pengamatan. Selain selfie, anggota juga menggunakan pesan teks dan emotikon.
Tidak ada pasien yang memblokir grup obrolan.
Tabel 2. Perbedaan Intra Grup Pada Lebar Interkaninus (Friedman Test)
CG
Delta 0-1 Delta 1-2 Delta 2-3
*** *** ***
SG
Delta 0-1 Delta 1-2 Delta 2-3
*** *** ***
Catatan: t0=pada baseline; t1=setelah 4 bulan; t2=setelah 8 bulan; t3=setelah 12 bulan. Delta 0–
1=selisih antara t0 dan t1, Delta 1-2=selisih antara t1 dan t2, Delta 2-3=selisih antara t2 dan t3,
***P<0,001. Singkatan: CG, kelompok kontrol; SG, kelompok studi.
Tabel 3. Perbedaan Intra Grup Pada Lebar Interkaninus (Mann-Whitney
Test)
SG vs CG
Delta 0-1 ***
Delta 1-2 ***
Delta 2-3 ***
Catatan: t0=pada baseline; t1=setelah 4 bulan; t2=setelah 8 bulan; t3=setelah 12 bulan. Delta 0–
1=selisih antara t0 dan t1, Delta 1-2=selisih antara t1 dan t2, Delta 2-3=selisih antara t2 dan t3,
***P<0,001. Singkatan: CG, kelompok kontrol; SG, kelompok studi.

Tabel 4. Rerata (mm) dan SD Pada Lebar Interkaninus Kenaikan Perbedaan


Delta
CG SG
Delta 0-1 0,097 (0,096) 0,017(0,042)
Delta 1-2 0,795 (0,249) 0,133 (0,087)
Delta 2-3 0,412 (0,418) 0,177 (0,84)
Catatan: Catatan: t0=pada baseline; t1=setelah 4 bulan; t2=setelah 8 bulan; t3=setelah 12 bulan.
Delta 0-1=selisih antara t0 dan t1, Delta 1-2=selisih antara t1 dan t2, Delta 2-3=selisih antara t2 dan
t3, *nilai dihitung pada 22 pasien. Singkatan: CG, kelompok kontrol; SG, kelompok studi.
Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah keterlibatan pasien
remaja dalam aktivitas media sosial (yaitu WhatsApp) dapat meningkatkan
kepatuhan dalam memakai penahan, kehadiran tindak lanjut, dan pada akhirnya
mengurangi terjadinya dan tingkat relaps. Dalam merancang penelitian, titik akhir
utama yang dipilih untuk memantau stabilitas ortodontik adalah lebar interkaninus.
Terlepas dari sejumlah parameter lain yang dijelaskan dalam literatur,13-15 kami
memilih yang ini dengan pertimbangan penggunaannya secara luas di seluruh
praktik dan perhitungan cepat, yang akan memungkinkannya untuk lebih mudah
diekspor ke pengaturan lain.
Dengan mempertimbangkan banyak variabel yang mempengaruhi
perubahan lebar interkaninus dan lengkung gigi, kami memilih pasien dari
kelompok etnis yang sama. Selain itu, selama perawatan ortodontik untuk semua
pasien, bentuk lengkung gigi yang tepat dipilih sedekat mungkin dengan bentuk
alami pasien, untuk mengurangi potensi relaps.20 Pengukuran lebar interka sembilan
dilakukan setiap 4 bulan, dengan perubahan dilaporkan sebagai relaps parsial untuk
setiap titik waktu.
Secara keseluruhan, hasil untuk lebar intercanine lebih baik di antara SG,
serta kehadiran untuk kunjungan tindak lanjut, mengkonfirmasikan efek positif dari
penggunaan obrolan WhatsApp dalam keterlibatan dan kepatuhan pasien. Secara
rinci, nilai yang dikumpulkan pada kedua kelompok secara klinis dapat diabaikan
selama periode pertama pengamatan (t0-t1) dan menunjukkan kepatuhan yang sama
di antara kedua kelompok pasien. Namun, tren variasi berbeda dalam hasil
kelompok. Lebar intercanine di SG menurun lebih lambat di Delta 0-1 dan Delta 1-
2, dan menjadi lebih jelas di Delta 2-3. Ini mungkin karena kurangnya motivasi
fisiologis pada akhir tindak lanjut dan hilangnya minat pada Game Relapse:
meskipun partisipasi dalam obrolan tersisa 100%, kami tidak dapat mengecualikan
bahwa selama jangka panjang peserta mengenakan pengikut kurang dari waktu
yang ditentukan di siang hari. Sementara itu, nilai CG menurun drastis, setelah
kawat gigi dilepas hingga 8 bulan pertama pengamatan; maka tren tetap stabil dari
waktu ke waktu. Data ini koheren dengan hasil literatur yang menunjukkan relaps
lebih besar segera setelah pelepasan alat.13,14
Terlepas dari perbedaan lebar interkaninus, tidak ada intervensi yang tidak
terjadwal yang diperlukan karena nilai yang dikumpulkan pada kedua kelompok
masih dianggap dapat diabaikan secara klinis, sesuai dengan bukti dari literatur, dan
tidak merusak hasil estetika dan fungsional dari terapi ortodontik.13-15 ,21
Publikasi skor peringkat bulanan tentu saja memperkuat umpan balik positif
dan berkontribusi pada peningkatan kepatuhan yang lebih tinggi di SG.5 Namun,
kami tidak dapat mengecualikan bahwa tingkat kepatuhan yang tinggi yang diamati
bisa jadi sampai tingkat tertentu karena kesadaran pasien untuk berada di bawah
observasi di ruang obrolan dan dalam studi ortodontik. Namun, penggunaan
emotikon dan komentar dalam obrolan tidak menunjukkan bukti kurangnya
keaslian dalam komunikasi di antara anggota ruang obrolan. Selain itu, meskipun
peringkat selfie bersifat kualitatif dan berdasarkan evaluasi subjektif moderator saja
(sementara pengukuran dilakukan pada cetakan gigi), peserta tidak mengetahui
aspek teknis ini, dan menghormati janji temu berkala untuk mengirim selfie dan
pemeriksaan lanjutan. Tak satu pun dari pasien menarik diri dari ruang obrolan atau
melewatkan janji pemeriksaan selama masa tindak lanjut.
Tingkat drop-out yang tinggi terlihat pada pasien CG, mungkin karena
kurangnya motivasi dalam janji check-up. Kepatuhan terhadap upaya kunjungan,
terutama setelah 2 tahun perawatan ortodontik aktif, mungkin sulit dipertahankan
pada remaja dan pasien yang tidak terlalu termotivasi, yang dapat keluar dari tindak
lanjut. Ini berarti kegagalan seluruh pengobatan dan kurangnya kontrol hasil yang
dapat memburuk sementara dan membuat pengobatan diagnostik dan klinis tidak
berguna. Oleh karena itu, kepatuhan pasien untuk follow-up mungkin dianggap
sebagai poin penting selama perencanaan perawatan, untuk memastikan tujuan
terbaik dan perawatan terbaik dari hasil ortodontik yang diperoleh. Dalam
penelitian ini tujuh pasien CG berhenti dari penelitian tanpa alasan yang kuat,
mungkin karena kurangnya motivasi; hanya satu dari mereka yang pindah ke kota
lain sehingga orang tuanya tidak bisa mengantarnya untuk check-up.
Kita dapat berasumsi bahwa tingkat putus sekolah yang diamati di sini,
sementara batas, tidak mempengaruhi tujuan penelitian hanya karena menegaskan
maksud yang dirancang, yaitu pentingnya keterlibatan yang kuat dalam
pemeliharaan kepatuhan. Namun, tingkat drop-out 27% adalah tingkat yang besar
dan mungkin mempengaruhi kekuatan statistik dari penelitian kami, dan, karena
ini, pekerjaan ini ditujukan hanya untuk studi percontohan dan penulis sangat
menyadari bahwa sampel yang lebih besar diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang lebih kuat.
Namun, perubahan lebar interkaninus juga meningkat di antara SG setelah
8 bulan menjadi tindak lanjut, sejalan dengan kepatuhan yang lebih tinggi dalam
memakai perangkat segera setelah melepas kawat gigi dan yang lebih rendah dari
waktu ke waktu.3,22 Pengalaman serupa telah diterbitkan oleh penulis lain mengacu
pada kebersihan mulut. Eppright et al5 mengusulkan sistem pengingat aktif untuk
pasien remaja dengan peralatan cekat lengkap di kedua lengkung rahang, dengan
mengirim pesan teks kepada orang tua setiap minggu untuk mengingatkan anak
akan kebersihan mulut yang konstan. Studi oleh Cozzani et al9 tentang kebersihan
mulut di antara pasien yang memulai perawatan ortodontik cekat, pesan teks yang
diusulkan dalam beberapa jam setelah ikatan untuk meningkatkan kepatuhan
kebersihan mulut, dengan menawarkan dorongan dan menanyakan kesejahteraan
pasien. Sebuah penelitian kami sebelumnya pada remaja yang memakai peralatan
multi-kurung tetap menyelidiki kepatuhan dan hasil pasien dalam hal kebersihan
mulut, melibatkan pasien melalui penggunaan ruang obrolan WhatsApp dan
berbagi foto narsis. Temuan studi tersebut konsisten dalam menunjukkan kepatuhan
pasien yang lebih tinggi setiap kali pasien atau keluarga diingatkan akan tujuan, dan
secara aktif didorong melalui umpan balik positif.
Dibandingkan dengan studi oleh Cozzani et al9 di sini kami secara langsung
membahas pasien daripada orang tua atau tutor. Ini adalah aspek kunci dalam
keberhasilan strategi. Karena remaja mulai merasakan kebutuhan untuk mandiri
dari pengawasan orang tua dan cenderung menunjukkan perlawanan terhadap
bimbingan orang tua, mereka lebih mungkin untuk menjadi responsif ketika
ditangani secara langsung oleh penyedia perawatan secara pribadi. Alih-alih
menerima instruksi dari orang tua, mereka dijadikan bagian aktif dari proses
pengambilan keputusan dan merasa bertanggung jawab atas ketekunan mereka
dalam pasca perawatan.
Selain itu, dibandingkan dengan pesan teks, menjadi bagian dari obrolan
menciptakan perasaan memiliki dan penerimaan dalam kelompok teman sebaya
yang mengalami keterlibatan umum dalam memakai retainer, yang merupakan aset
lebih lanjut dalam pertimbangan fase remaja. Saat ini, keterlibatan di media sosial
tidak diragukan lagi merupakan cara terbaik untuk menjangkau remaja. Berbagi
selfie, dengan menggunakan emotikon atau teks dan keterangan tambahan,
memungkinkan individu untuk berkomunikasi dengan cara yang kreatif; ditambah
peringkat foto mingguan terbaik mendorong pasien muda untuk membandingkan
kinerja mereka dan menyadari betapa lebih banyak usaha yang mereka butuhkan
untuk berada di level yang sama dengan kontak obrolan mereka.
Masa remaja cukup kompleks, dan hubungan dokter-pasien dapat menjadi
faktor penentu keberhasilan pengobatan, serta pengaruh orang tua, status sosial,
pendidikan, dan lain-lain. Namun, kami tidak mengevaluasi aspek-aspek ini karena
berada di luar cakupan penelitian ini, dan dibahas secara luas di tempat lain.2-4,8,23
Dari sudut pandang praktis, terlepas dari meningkatnya ketersediaan aplikasi
pendidikan untuk pasien,24 ruang obrolan WhatsApp merupakan solusi yang sangat
ekonomis untuk mendorong pasien remaja agar secara aktif terlibat dalam
perawatan kesehatan mereka sendiri dan bekerja untuk mencapai tujuan dan
melacak kemajuan. Ini dapat dengan mudah diadopsi oleh praktik ortodontik yang
melayani berbagai ukuran bak pasien, tanpa beban keuangan dan sumber daya
manusia yang diperlukan untuk membuat aplikasi ad hoc. Demikian pula dengan
konsep pesan teks untuk mengurangi ketidakhadiran yang kini telah menyebar luas
di antara praktik ortodontik dengan pengembalian ekonomis yang signifikan dan
manajemen alur kerja yang lebih efektif,25,26 mengadopsi proyek ruang obrolan
sederhana ini dapat menghasilkan keuntungan besar. keuntungan dalam hal
efektivitas pengobatan.
Dari sudut pandang teknis, keterlibatan aktif ini meningkatkan
kemungkinan perawatan benar-benar melihat kesinambungan antara perawatan
"tetap" dan "dapat dilepas", yang akan meningkatkan stabilitas akhir dalam jangka
panjang. Dari sudut pandang pasien, chat room merupakan upaya ekstra menuju
hubungan dokter-pasien yang lebih kuat, menciptakan sampai tingkat tertentu
"keterlibatan" dengan pasien remaja. Terakhir, dari sudut pandang orang
tua/pembayar, layanan tambahan yang diberikan ini disambut dengan senang hati,
dan selanjutnya berkontribusi untuk membuktikan layanan yang terbaik kepada
pelanggan.
Meta-analisis terbaru meneliti hubungan dengan beberapa variabel klinis
dan sosial demografis dalam kepatuhan remaja terhadap kebersihan mulut dan
perawatan retainer,3,9 membuktikan dukungan keluarga, pendidikan, dan
pendapatan sebagai faktor penentu untuk kepatuhan yang lebih tinggi dalam
inisiatif pendidikan pasien. Tentu saja ini adalah aspek penting untuk
dipertimbangkan dan memungkinkan seseorang untuk menargetkan kebutuhan
pasien di sekitar kebutuhan individu pasien. Meskipun demikian, dalam praktik
klinis nyata, penyesuaian atau desain aplikasi web dan seluler yang canggih tidak
dapat dilakukan. Mempertimbangkan akses luas ke WhatsApp dan tingkat
keterlibatan anak muda, kami percaya pendekatan yang lebih sederhana melalui alat
yang dapat diakses secara universal, seperti ini, dapat mengatasi hambatan sosio-
demografis dan dapat melibatkan lebih banyak orang. Meskipun WhatsApp banyak
digunakan di seluruh Eropa, konsep ini tentunya dapat digeneralisasikan dan
dialihkan ke platform serupa seperti Facebook Messenger atau Skype yang pada
dasarnya menawarkan alat komunikasi yang sama untuk berbagi gambar dan foto
serta pertukaran pesan obrolan secara real-time.

Kesimpulan
Pengalaman percontohan ini mendokumentasikan kepatuhan yang lebih
tinggi dalam memakai retainer pasca-ortodontik di antara pasien remaja yang
terlibat dalam aktivitas media sosial, dan pada akhirnya tingkat relaps yang lebih
rendah dan tingkat perubahan lebar interkaninus. Kami percaya temuan tersebut
dapat mewakili kontribusi kecil untuk studi masa depan menggunakan pendekatan
pemetaan intervensi, lebih lama tindak lanjut dan aplikasi skala besar.

Daftar Pustaka
1. Al-Moghrabi D, Salazar FC, Pandis N, Fleming PS. Kesesuaian dengan peralatan
ortodontik lepasan dan tambahannya: Tinjauan sistematis dan meta-analisis. Am
J Orthod Dentofacial Orthop. 2017;152:17–32. doi:10.1016/j.ajodo.2017.03.019
2. Wong P, Freer TJ. Sikap pasien terhadap kepatuhan terhadap pemakaian retainer.
Aust Orthod J. 2005;21:45–53.
3. Ackerman MB, Thornton B. Kepatuhan pasca perawatan dengan retensi rahang
atas yang dapat dilepas pada populasi remaja: uji klinis acak jangka pendek.
Ortodontik (Chic). 2011;12:22–27.
4. Mirzakouchaki B, Shirazi S, Sharghi R, Shirazi S. Penilaian faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pasien remaja dengan Hawley dan Vacuum
membentuk retainer. J Clin Diagnostik Res. 2016;10:ZC24–7.
5. Eppright M, Shroff B, AM Terbaik, Barcoma E, Lindauer SJ. Pengaruh
pengingat aktif pada kepatuhan kebersihan mulut pada pasien ortodontik. Ortod
Sudut. 2014;84:208–213. doi:10.2319/062813-481.1
6. Zotti F, Dalessandri D, Salgarello S, dkk. Kegunaan aplikasi dalam
meningkatkan kepatuhan kebersihan mulut pada pasien ortodontik remaja. Ortod
Sudut. 2016;86:101–107. doi:10.2319/010915-19.1
7. Bowen TB, Rinchuse DJ, Zullo T, DeMaria ME. Pengaruh pesan teks pada
efektivitas kebersihan mulut. Ortod Sudut. 2015;85:543– 548.
doi:10.2319/071514-495.1
8. Mas FG, Plass J, Kane WM, Papenfuss RL. Pendidikan kesehatan dan
pembelajaran multimedia: menghubungkan teori dan praktik (Bagian 2). Praktek
Promosi Kesehatan. 2003;4:464–469. doi:10.1177/1524839903255411
9. Cozzani M, Ragazzini G, Delucchi A, dkk. Kepatuhan kebersihan mulut pada
pasien ortodontik: studi terkontrol secara acak tentang efek komunikasi pasca
perawatan. Prog Ortod. 2016;17:41. doi:10.1186/s40510-016-0154-9
10. Scheerman JFM, van Meijel B, van Empelen P, dkk. Protokol studi uji coba
terkontrol secara acak untuk menguji pengaruh aplikasi smartphone pada
perilaku kesehatan mulut dan kebersihan mulut pada remaja dengan peralatan
ortodontik cekat. Kesehatan Mulut BMC. 2018;18:19. doi:10.1186/s12903-018-
0507-5
11. RM kecil. Indeks ketidakteraturan: skor kuantitatif dari keselarasan anterior
mandibula. Apakah J Ortod. 1975;68:554–563.
12. Laffranchi L, Zotti F, Bonetti S, Dalessandri D, Fontana P. Implikasi oral dari
pola makan vegan: studi observasional. Stomatol Minerva. 2010;59:583–59
detik.
13. Zaitun RJ, Basford KE. Sebuah studi indeks longitudinal stabilitas ortodontik
dan kambuh. Aust Orthod J. 2003;19:47–55.
14. Josell SD. Stabilisasi gigi untuk retensi ortodontik. Dent Clin North Am.
1999;43:151–165s.
15. Steinnes J, Johnsen G, Kerosuo H. Stabilitas hasil perawatan ortodontik dalam
kaitannya dengan status retensi: tindak lanjut 8 tahun. Am J Orthod Dentofac
Orthop. 2017;151:1027–1033. doi:10.1016/j. ajodo.2016.10.032
16. Ward DE, Pekerja J, Brown R, Richmond S. Perubahan lebar lengkung. Sebuah
studi longitudinal 20 tahun perawatan ortodontik. Ortod Sudut. 2006;76:6–1s.
doi:10.1043/0003-3219(2006)076[0006:CIAW]2.0.CO;2
17. Motamedi AK, Dadgar S, Teimouri F, Aslani F. Stabilitas perubahan jarak
intermolar dan intercuspid mandibula setelah perawatan ortodontik. Dent Res J
(Isfahan). 2015;12:71s–75s.
18. Erdinc AE, Nanda RS, Işıksal E. Kekambuhan crowding anterior pada pasien
yang diobati dengan ekstraksi dan nonekstraksi gigi premolar. Am J Orthod
Dentofac Orthop. 2006;129(6):775–784. doi:10.1016/j. ajodo.2006.02.022
19. Kahl-Nieke B, Fischbach H, Schwarze CW. Crowding pasca retensi dan
ketidakteraturan gigi insisivus: evaluasi lanjutan jangka panjang terhadap
stabilitas dan kekambuhan. Br J Orthod. 1995;22:249–257.
20. Fleming PS, Dibiase AT, Lee RT. Perubahan bentuk dan dimensi lengkung
dalam ortodontik. Prog Ortod. 2008;9:66–73.
21. Littlewood SJ, Kandasamy S, Huang G. Retensi dan kambuh dalam praktek
klinis. Aust Dent J. 2017;62(Suppl 1):51–57. doi: 10.1111/ adj.12475
22. Schott TC, Schlipf C, Glasl B, Schwarzer CL, Weber J, Ludwig B. Kuantifikasi
kepatuhan pasien dengan retainer Hawley dan peralatan fungsional yang dapat
dilepas selama fase retensi. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2013;144:533–
540. doi:10.1016/j. ajodo.2013.04.020
23. Mas FGS, Plass J, Kane WM, Papenfuss RL. Pendidikan Kesehatan dan.
pembelajaran multimedia: psikologi pendidikan dan teori perilaku kesehatan
(Bagian 1). Praktek Promosi Kesehatan. 2003;4:288–292 detik.
doi:10.1177/1524839903004003013
24. Baheti MJ, aplikasi Toshniwal N. Ortodontik di ujung jari. Prog Ortod.
2014;15:36s. doi:10.1186/s40510-014-0036-y
25. Almog DM, Devries JA, Borrelli JA, Kopycka-Kedzierawski DT. Pengurangan
tingkat janji temu yang rusak melalui sistem konfirmasi janji temu otomatis. J
Dent Pendidikan. 2003;67:1016– 1022.
26. Car J, Gurol-Urganci I, de Jongh T, Vodopivec-Jamsek V, Atun R. Pengingat
pesan ponsel untuk kehadiran di janji perawatan kesehatan. Dalam: Mobil J,
editor. Database Cochrane Tinjauan Sistematis. Chichester, Inggris: John Wiley
& Sons Ltd; 2012: CD007458.
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERUBAHAN PERSEPSI RASA DI KALANGAN ANAK-ANAK


SELAMA TERAPI PENGGUNAAN PIRANTI
LEPASAN ORTODONTIK

Disadur dari:
Razdan P, Sakthivel VS, Naqvi ZA, Goyal V, Tripathi S, Singh S. Alteration in Taste
Perception among Young Children during the use of Removable Orthodontic Appliance
Therapy. J Contemp Dent Pract 2017;18(7):607-613.

Selasa, 17 Mei 2022

Penyaji:
Namiera Dahlia Thahir

NIM: 210631151

Dosen Pembimbing:
Erliera, drg., Sp.Ort (K)
NIP: 198001132008122003

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERUBAHAN PERSEPSI RASA DI KALANGAN ANAK-ANAK


SELAMA TERAPI PENGGUNAAN PIRANTI
LEPASAN ORTODONTIK

Disadur dari:
Razdan P, Sakthivel VS, Naqvi ZA, Goyal V, Tripathi S, Singh S. Alteration in Taste
Perception among Young Children during the use of Removable Orthodontic Appliance
Therapy. J Contemp Dent Pract 2017;18(7):607-613.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing: Penyaji:

Erliera, drg., Sp.Ort (K) Namiera Dahlia Thahir


NIP: 198001132008122003 NIM: 210631151

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERUBAHAN PERSEPSI RASA DI KALANGAN ANAK-ANAK


SELAMA TERAPI PENGGUNAAN PIRANTI
LEPASAN ORTODONTIK

Disadur dari:
Razdan P, Sakthivel VS, Naqvi ZA, Goyal V, Tripathi S, Singh S. Alteration in Taste
Perception among Young Children during the use of Removable Orthodontic Appliance
Therapy. J Contemp Dent Pract 2017;18(7):607-613.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing: Penyaji:

Erliera, drg., Sp.Ort (K) Namiera Dahlia Thahir


NIP: 198001132008122003 NIM: 210631151

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
ABSTRAK
Latar Belakang: Indera penciuman sangat berpengaruh terhadap cita rasa
makanan. Jika aromanya menyenangkan kita, kita mengantisipasi rasa makanan itu
dengan nikmat. Jika indera penciuman kita terganggu, maka begitu juga indera
pengecapan rasa kita. Pembahasan pengaruh piranti pada persepsi rasa selalu menjadi
topik yang kontroversial. Bahan dan metode: Penelitian ini dirancang untuk
menganalisis perubahan persepsi rasa pada anak-anak yang menggunakan piranti
ortodontik lepasan. Semua subjek penelitian yang dipilih diberi rangsangan rasa yang
berbeda dan diminta untuk menilai sesuai persepsi mereka. Tanggapan verbal diminta
berdasarkan rangsangan rasa yang benar dan salah setelah diberikan kepada mereka.
Skala analog visual digunakan untuk menilai intensitas dan estimasi hedonis
(palatabilitas) para subjek penelitian. Hasil: Para subjek dari kedua kelompok studi dan
kontrol mendapat nilai yang berbeda untuk tiap rangsangan rasa. Mayoritas rangsangan
diperkirakan dengan benar oleh kedua kelompok. Tidak ada perbedaan yang signifikan
secara statistik antara kelompok studi dan kontrol. Kesimpulan: Dalam sesi pengujian
yang berbeda, penilaian para subjek penelitian hampir konstan, menunjukkan bahwa
piranti tidak memiliki peran utama dalam perubahan rangsangan rasa.
Signifikansi klinis: Piranti dapat menyebabkan perubahan persepsi rasa,
sehingga kita harus mendidik pasien sebelum memberikan piranti tentang perubahan
dalam persepsi rasa dan menganjurkan pemakaian piranti secara penuh, termasuk saat
makan, tanpa perlu rasa takut mempengaruhi sensasi rasa.
Kata kunci: Perubahan, Piranti ortodontik, Rasa, Anak-anak.

PENDAHULUAN
Pengecapan rasa mengacu pada sensasi yang dialami selama terdapat rangsangan
kemoreseptor oral dan akan mencakup stimulasi sel reseptor khusus di kuncup pengecap
dan ujung saraf bebas di rongga mulut.1 Pada manusia, perkembangan persepsi rasa
mengikuti pola yang dapat didefinisikan dnegan baik: terdapat pola respons penolakan
terhadap rasa pahit dan preferensi makanan manis yang tampaknya merupakan respons
bawaan dan bukan respons yang dipelajari.1 Telah diketahui bahwa bayi yang baru lahir
menunjukkan preferensi terhadap gula, serta keengganan terhadap rangsangan asam dan
pahit dan juga relatif acuh tak acuh terhadap larutan garam.1 Hal ini menunjukkan bahwa
indera perasa sampai tingkat tertentu berfungsi saat lahir. Saat ini, bagaimanapun juga
terdapat beberapa kesimpulan umum yang dapat dibuat tentang perkembangan sensorik
dan penerimaan makanan. Preferensi manis pertama muncul sejak lahir, lalu
keengganan terhadap rasa pahit muncul sejak usia sangat dini, selanjutnya rasa asin
mungkin tidak disukai atau netral untuk bayi, dengan pola preferensi garam orang
dewasa tidak muncul sampai sekitar usia dua tahun.2
Penelitian menunjukkan bahwa kepekaan rasa pada anak usia 8 sampai 9 tahun,
meskipun berkembang dengan baik, belum sepenuhnya matang.2 Pola distribusi indera
pengecap lebih luas pada bayi dan anak-anak. Perkembangan sensorik pada anak-anak
tidak begitu matang jika dibandingkan dengan orang dewasa.2 Oleh karena itu, segala
sesuatu yang menyebabkan perubahan rasa akan menjijikkan bagi anak-anak.
Anak-anak dalam masa berkembang mengembangkan berbagai jenis maloklusi
dan oleh karena itu menjalani terapi ortodontik untuk koreksinya. Namun, terdapat
berbagai penyebab kegagalan terapi piranti lepasan pada anak, seperti gangguan pada
fonasi, vokalisasi, dan keluhan terkait pengecapan makanan dan minuman secara oral
serta perubahan persepsi rasa dan bau.3
Pengaruh piranti pada persepsi rasa selalu menjadi topik yang kontroversial.4
Beberapa peneliti telah mengindikasikan hilangnya sensasi rasa yang terkait dengan
penutupan palatal.4 Peneliti lainnya telah menemukan bahwa piranti tidak memberikan
efek pada persepsi rasa atau benar-benar meningkatkan persepsi ini.4 Pengalaman klinis
menunjukkan bahwa alat prostetik yang dapat dilepas atau dilepas dapat mempengaruhi
rasa dan bau dengan mengganggu aliran udara alami antara rongga mulut dan hidung. 3
Pada anak-anak, tidak banyak penelitian yang dilakukan mengenai perubahan persepsi
rasa dan bau meskipun ada keluhan dan pertanyaan dari pasien dan orang tuanya
mengenai fungsi ini.3 Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk menganalisis
perubahan persepsi rasa pada anak-anak yang menggunakan piranti ortodontik lepasan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi rasa pada anak-anak yang
menjalani terapi piranti ortodontik lepasan atas.
TUJUAN
• Untuk memeriksa keakuratan pengecapan pada anak-anak yang menjalani terapi
piranti ortodontik lepasan atas.
• Untuk mengukur estimasi hedonik (palatabilitas) dari rangsangan rasa pada
anak-anak yang menjalani terapi piranti ortodontik lepasan atas.
• Untuk memperkirakan intensitas rangsangan rasa pada anak-anak yang
menjalani terapi piranti ortodontik lepasan atas.

METODOLOGI PENELITIAN
Sebanyak 100 subjek penelitian yang dipilih untuk penelitian ini dibagi menjadi
dua kelompok (kelompok I dan II) masing-masing terdiri dari 50 anak sebagai kelompok
studi dan kontrol antara usia 8 dan 13 tahun dari Departemen Pedodonsia dan
Kedokteran Gigi Anak Pencegahan dan Departemen Ortodonsia. Kelompok studi (I)
diberikan piranti ortodontik lepasan atas sesuai kebutuhan perawatan individu.
Kelompok kontrol (II) terdiri dari anak-anak yang tidak memerlukan piranti ortodontik
lepasan. Semua subjek penelitian yang dipilih diberi rangsangan rasa yang berbeda dan
diminta untuk menilai sesuai persepsi mereka. Tanggapan verbal diminta berdasarkan
rangsangan rasa yang benar dan salah setelah diberikan kepada mereka. Skala analog
visual (VAS) digunakan untuk menilai intensitas dan estimasi hedonis (palatabilitas)
para subjek penelitian. Subjek diinstruksikan untuk membuat sebuah penanda yang
jelas, pada masing-masing skala menurut penilaian subjektif terbaik mereka. Hasil yang
diperoleh menjadi data analisis statistik.

Kriteria Ekslusi
Subjek dengan riwayat penyakit sistemik, infeksi saluran pernapasan atas akut,
atau terapi obat dimasukkan ke dalam studi.
Mereka yang memiliki riwayat perawatan ortodontik sebelumnya tidak
dipertimbangkan.
Variasi Rangsangan yang Digunakan
Berbagai rangsangan rasa yang dipilih untuk dinilai Persepsi rasa para subjek
dibagi menjadi 10 kelompok yang berbeda, yaitu:
Kelompok Rangsangan Rasa
I Konsentrat Sukrosa
II Larutan Sukrosa
III Konsentrat asam sitrat
IV Larutan asam sitrat
V Konsentrat Saline
VI Larutan Salin
VII Air Suling
VIII Air Suling
IX Mint
X Stroberi

Metode Pengumpulan Data


Semua pemeriksaan pemilihan subjek penelitian dilakukan di dental unit.
Sampel disajikan kepada subjek dalam urutan acak individual. Sampel terdiri dari
delapan variasi rangsangan rasa yang berbeda dalam jumlah 5 mL yang mewakili zat
hambar, manis, asin, dan asam.3 Semua rangsangan intraoral disajikan dalam gelas
plastik sekali pakai pada suhu kamar
Dalam setiap sesi, para peserta diminta:
• Untuk menuliskan dengan kata-kata mereka sendiri deskripsi dari rasa
(penamaan verbal)3
• Untuk menandai estimasi hedonis (palatabilitas) dari rangsangan rasa pada VAS3
• Untuk membuat estimasi intensitas rangsangan rasa pada VAS3
Para peserta diminta untuk menandai jawaban mereka pada VAS 100 mm. Skala
adalah garis horizontal dengan titik ujungnya ditandai dengan pernyataan yang
berkaitan. Pernyataan tersebut adalah “paling menyenangkan” (sisi kanan) dan “paling
menjijikkan” (sisi kiri). Skala analog visual juga digunakan untuk mencatat perkiraan
intensitas dengan titik akhir yang ditandai dengan pernyataan yang berkaitan "terkuat"
di sisi kanan dan "terlemah" di sisi kiri.3 Para subjek penelitian diinstruksikan untuk
membuat sebuah penanda yang jelas dan menentukan pada masing-masing skala sesuai
dengan penilaian subjektif terbaik mereka.3-6
• Paling menjijikkan |__________| Paling menyenangkan
• Terlemah |__________| Terkuat
Kelompok studi diuji pada tiga sesi yang berbeda:
• Sesi I: Sepuluh hari sebelum terapi piranti ortodontik lepasan (T0)
• Sesi II: Pada hari pengiriman piranti ortodontik lepasan (T1)
• Sesi III: Satu bulan setelah pengiriman piranti ortodontik lepasan (T2)
Kelompok kontrol diuji pada dua sesi pertama yang berbeda:
• Sesi I: Sepuluh hari sebelumnya (T0′)
• Sesi II: Pada hari itu (T1′)

Analisis Data
• Penamaan verbal dievaluasi secara dikotomis sebagai "benar" atau "salah".
Persentase identifikasi "benar" untuk setiap rangsangan rasa dihitung.
• Untuk perkiraan, jarak antara sisi kiri VAS dan tanda subjek diukur dalam
milimeter (dengan akurasi 0,5 mm). Pengukuran ganda individu digariskan. Dari
estimasi semikuantitatif individu yang diperoleh, mean dan standar deviasi
dihitung.
• Keandalan subyek ditetapkan berdasarkan identifikasi dua sampel air suling.
Mereka dianggap konsisten berdasarkan kriteria berikut: (1) penamaan verbal
dari dua sampel air suling (VII dan VIII) digambarkan sebagai “tidak berasa”,
(2) perbedaan antara dua nilai yang diberikan untuk masing-masing perkiraan
yang diminta pada VAS tidak melebihi 7 mm. Hasil yang diperoleh dilakukan
uji Chi-square, uji t-test tidak berpasangan, dan uji analisis varians.
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini hasil estimasi intensitas dan hedonis di antara pasien dengan
piranti lepasan atas adalah dilakukan dengan estimasi verbal.

Penamaan Verbal dari Rangsangan Rasa


Hasil penamaan rangsangan rasa diperoleh dari seluruh subjek kelompok studi dan
kontrol Didapati hasil yang bervariasi dalam sesi pengujian yang berbeda. Mayoritas
rangsangan diberi label dengan benar oleh kedua kelompok. Identifikasi yang paling
akurat adalah untuk air suling (kelompok VII dan VIII). Tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistik antara kelompok studi dan kontrol. Hasil keseluruhan secara
statistik tidak signifikan (Grafik 1 dan 2).

Estimasi Hedonis dari Rangsangan Rasa


Variasi individu ditemukan pada estimasi hedonis (palatabilitas) dari rangsangan
rasa. Semua subjek penelitian menunjukkan variasi yang nyata dalam estimasi hedonis
rangsangan rasa pada sesi pengujian yang berbeda terlepas dari mereka yang termasuk
dalam kelompok studi atau kontrol. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik yang ditemukan antara kelompok studi dan kelompok kontrol. Ditemukan juga
tidak ada perbedaan signifikan antara berbagai sesi antara kelompok studi dan kontrol
untuk rangsangan rasa dan dalam perbandingan antar kelompok (Grafik 3 dan 4).
Perkiraan Intensitas Rangsangan Rasa
Para subjek penelitian dari kedua kelompok studi dan kontrol memberikan nilai
yang berbeda untuk estimasi intensitas rangsangan rasa. Mayoritas rangsangan
diperkirakan dengan benar oleh kedua kelompok. Tidak ada perbedaan yang signifikan
secara statistik antara kelompok studi dan kontrol (Grafik 5 dan 6).

PEMBAHASAN
Reaksi terhadap rangsangan rasa dapat ditentukan secara objektif, menggunakan
indikator fisiologis, seperti detak jantung, tekanan darah, sekresi air liur, atau "refleks
gustofacial."7,8 Pendekatan yang berbeda adalah evaluasi psikofisik subjektif
berdasarkan deskripsi verbal, peringkat semikuantitatif hedonis dan intensitas
rangsangan. Karena persyaratan utama dalam desain penelitian ini adalah sesi durasi
pendek dan kesederhanaan instruksi yang sesuai dengan situasi pasien anak, pendekatan
yang terakhir diterapkan. Alat yang sebenarnya digunakan dalam penelitian ini adalah
VAS, yang telah digunakan sebelumnya dalam situasi yang sama.7-10 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa reaksi yang ditimbulkan oleh rangsangan yang sama sesuai untuk
sebagian besar subjek di kedua kelompok.
Metode kesalahan ditetapkan berdasarkan penelitian Raben et al11 yang
menemukan kesalahan 8 mm dalam penilaian berbagai variabel (di antaranya adalah
palatabilitas juga) mengenai sampel makanan. Dalam penelitian ini, anak-anak yang
menilai intensitas dan palatabilitas rangsangan yang serupa harus memiliki perbedaan
kurang dari 7 mm agar dianggap konsisten dan dimasukkan dalam penelitian.

Penamaan Verbal dari Rangsangan Rasa


Piranti ortodontik lepasan merupakan benda asing yang dimasukkan ke dalam area
tubuh yang sensitif secara fisik dan psikologis. Saat sedang dipakai sering terlihat jelas
bagi orang lain dan ada kemungkinan bahwa anak-anak yang malu menjadi kurang
percaya diri untuk memakai piranti tersebut. Khususnya pasien anak, mungkin
keberatan dengan ejekan sosial dari teman-teman mereka.12 Untuk menghindari ejekan
sosial ini, anak-anak mungkin berbohong mengeluhkan perubahan persepsi rasa selama
terapi piranti dalam upaya untuk menghentikannya. Berbagai jenis respon diamati
bahkan dalam penelitian ini ketika anak-anak dibuat untuk memberi label rasa dengan
dan tanpa piranti di rongga mulut mereka.
Hasil yang diperoleh dari kelompok studi menunjukkan bahwa ada perubahan
sementara pada rangsangan rasa yang mungkin berhubungan dengan pelepasan akhir
dari monomer akrilik yang self-curing, yang dapat mempengaruhi sensasi secara
langsung.13 Namun, pasien yang menjalani terapi piranti lepasan sering mengeluhkan
perubahan persepsi rasa, yang mungkin terkait dengan berbagai faktor lain.13-15 Faktor
yang mungkin adalah terperangkapnya zat dari sampel pengujian yang diberikan antara
piranti dan langit-langit mulut. Fenomena ini dapat memiliki efek peningkatan pada
indera yang relevan.11,16 Sensasi bau dan rasa ini juga dapat dimodulasi oleh stimulasi
somatomotor yang hidup berdampingan di rongga mulut. Piranti juga dapat
mengganggu input sensorik dari rongga mulut melalui saraf trigeminal. Jika suatu
piranti direntangkan secara berlebihan ke palatum molle, hal itu dapat mengganggu
persepsi rasa karena tekanan atau rasa sakit; oleh karena itu, perpanjangan piranti harus
diperhatikan saat mendesain.17
Indera pengecap terbatas pada area pengecapan lidah tetapi dapat meluas ke
permukaan anterior palatum molle, uvula, tonsil, awal tenggorokan, regio kartilago
arytenoid di dalam laring, dinding posterior faring, dan epiglotis.18 Tidak adanya indera
pengecap di area piranti menunjukkan bahwa piranti yang dapat dilepas tidak
mempengaruhi secara signifikan perubahan persepsi rasa.
Dalam penelitian ini, subjek penelitian dari kedua kelompok tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan dalam penamaan rangsangan rasa. Dalam sesi pengujian
yang berbeda, penilaian para subjek penelitian hampir konstan, menunjukkan bahwa
piranti tidak memainkan peran utama dalam perubahan rangsangan rasa.

Estimasi Hedonis dari Rangsangan Rasa


Estimasi hedonis mewakili palatabilitas rangsangan rasa. Dalam penelitian ini,
perbedaan yang nyata diperoleh dari kedua kelompok yang diberi tanggapan untuk
rangsangan rasa namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik. Perubahan
minimal yang terlihat setelah pengiriman piranti dapat dikaitkan dengan fakta bahwa
piranti bertindak sebagai benda asing di rongga mulut; oleh karena itu, terdapat
peningkatan air liur selama beberapa minggu hingga bulan setelah pemakaian piranti,
yang dapat melarutkan rangsangan rasa.12 Air suling dinilai dalam kisaran 70 hingga 80
mm pada VAS, oleh kedua kelompok. Larutan sukrosa dalam kedua konsentrasi (I dan
II) dianggap menyenangkan dalam kisaran 60 hingga 80 mm pada VAS, sedangkan
sampel rasa lainnya (III, IV, V, dan VI) mendapat skor lebih rendah pada VAS dalam
kisaran 18 sampai 40 mm pada VAS, dan dianggap menjijikkan. Distribusi yang sama
dari skor ini untuk rangsangan rasa diperoleh dalam penelitian sebelumnya pada orang
dewasa19,20 dan pada anak-anak.3
Dalam penelitian ini, baik kelompok studi maupun kontrol menunjukkan nilai
yang hampir sama untuk estimasi hedonis, yang mencerminkan fakta bahwa piranti
memiliki peran minimal dalam perubahan rasa. Namun, evaluasi hedonis sampel air
secara tak terduga tinggi (sekitar 75 mm pada VAS) dan ini bisa jadi karena subjek anak
merasa sulit untuk menghubungkan air sebagai rangsangan "netral" dan terasa
menyegarkan dan dengan demikian diberikan penghargaan. skor yang lebih tinggi.

Estimasi Intensitas Rangsangan Rasa


Variasi individu yang luas ditemukan mengenai intensitas rangsangan rasa yang
dilaporkan. Namun, mayoritas peserta di kedua kelompok mampu membedakan antara
konsentrasi rendah dan tinggi dari tiga rangsangan rasa – sukrosa, asam sitrat, dan salin.
Sampel air suling dinilai sebagai intensitas rendah dalam kisaran 30 sampai 40 mm pada
VAS. Sebuah perbandingan yang mungkin dapat dibuat dengan karya Shannon et al21
yang meneliti aliran air liur dari kelenjar parotis sebagai penanda objektif dari respon
terhadap rangsangan rasa cairan yang berbeda pada pasien yang memakai lapisan wax
yang juga menutupi palatum durum. Larutan yang digunakan memiliki komposisi dan
konsentrasi yang sama; fakta bahwa aliran saliva tidak terpengaruh berkorelasi dengan
penelitian ini yang menemukan bahwa piranti intraoral tidak mempengaruhi respon
terhadap rangsangan rasa. Temuan tersebut mendukung hasil penelitian saat ini, yang
menunjukkan kurangnya pengaruh piranti lepasan atas pada pengecapan rasa.
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa efek terapi dari piranti lepasan selain dari niat
individu dan cara kerjanya bergantung pada kerjasama pasien.4 Maka dari itu, kami
menyimpulkan dari penelitian kami bahwa piranti membawa perubahan sementara
dalam persepsi rasa, yang dapat dialami pada anak-anak dengan atau tanpa piranti, kita
harus mendidik pasien sebelum memberikan piranti tentang perubahan sementara dalam
persepsi rasa dan mendorong pemakaian piranti sepenuhnya, termasuk selama makan,
tanpa takut mempengaruhi sensasi rasa.
REFERENSI
1. Linden RW. Taste. Br Dent J 1993 Oct;175(7):243-253.
2. Lawless H. Sensory development in children:research in taste and olfaction. J Am
Diet Assoc 1985 May;85(5):577-582, 585.
3. Har-Zion G, Brin I, Steiner J. Psychological testing of taste and flavour reactivity in
young children undergoing treatment with removable orthodontic appliances. Eur J
Orthod 2004;26(1):73-78.
4. Sergl HG, ZentnerA.Acomparative assessment of acceptance of different types of
functional appliances. Eur J Orthod 1998 Oct;20(5):517-524.
5. Wewers ME, Lowe NK. A critical review of visual analogue scales in the
measurement of clinical phenomena. Res Nurs Health 1990 Aug;13(4):227-236.
6. Tiplady B, Jackson SH, Maskrey VM, Swift CG. Validity and sensitivity of visual
analogue scales in young and older healthy subjects. Age Ageing 1998 Jan;27(1):63-
66.
7. Steiner,JE.;Reuveni,J.; Beja,Y. Simultaneous multidisciplinary measures of taste
hedonics. In: Steiner, JE.; Ganchrow, JR., editors. Determination of behaviour by
chemical stimuli. London: IRS Press; 1982. p. 149-160.
8. Bellisle F. Quantifying palatability in humans. Ann N YAcad Sci 1989;575:363-374.
9. Matsui D, BarronA, Rieder MJ.Assessment of the palatability of antistaphylococcal
antibiotics in pediatric volunteers. Ann Pharmacother 1996 Jun;30(6):586-588.
10. Angelilli ML, Toscani M, Matsui DM, Rieder MJ. Palatability of oral antibiotics
among children in an urban primary care center. Arch Pediatr Adolesc Med 2000
Mar;154(3):267-270.
11. Raben A, Tagliabua A, Astrup A. The reproducibility of subjective apetite scores.
British journal of nutrition 1995. 73: 517-530.
12. Stewart FN, Kerr WJ, Taylor PJ.Appliance wear: The patient’s point of view. Eur J
Orthod 1997 Aug;19(4):377-382.
13. Baker S, Brooks SC, Walker DM. The release of residual monomeric methyl
methacrylate from acrylic appliances in the human mouth: an assay for monomerin
saliva. J Dent Res 1988 Oct;67(10):1295-1299.
14. Doty RL, Shaman P, Applebaum SL, Giberson R, Siksorski L, Rosenberg L. Smell
identification ability: changes with age. Science 1984 Dec;226(4681):1441-1443.
15. Anliker JA, Bartoshuk L, Ferris AM, Hooks LD. Children’s food preferences and
genetic sensitivity to the bitter taste of 6-n-propylthiouracil (PROP). Am J Clin Nutr
1991 Aug;54(2): 316-320.
16. Kapur KK, Collister T, Fischer EE. Masticatory and gustatory salivary reflex
secretion rates and taste thresholds of denture wearers. J Prosthet Dent 1967
Nov;18(5):406-416.
17. Hutchins M. Integrative oral sciences 1507 chemical sensory system functions. Ann
N Y Acad Sci 2001;855:816-819.
18. Strain JC. The influence of complete dentures upon taste perception. J Prosthet Dent
1952;2(1):60-67.
19. Steiner, JE. Behaviour manifestations indicative of hedonics and intensity in
chemosensory experience. In: Kurihara, K.; Suzuki, N.; Ogawa, H., editors. Olfaction
and taste. New York: Springer-Verlag; 1994. p. 284-287.
20. Perl E, Shufman E, Vas A, Luger S, Steiner JE. Taste- and odor-reactivity in heroin
addicts. Isr J Psychiatry Relat Sci 1997;34(4):290-299.
21. Shannon IL, Terry JM, Nakamoto RY. Palatal coverage and parotid flow rate. J
Prosthet Dent 1970 Dec;24(6):601-607.
DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PIRANTI ORTHODONTIK YANG DAPAT DILEPAS DAN MASALAH


YANG DIRASAKAN PASIEN

Disadur dari:

Amin E, Bangash Aa. Removablee Orthodontic Appliances And Patient


Perceived Problems. Pak Armed Forces Med J 2020; 70 (1): 101-105.

Dosen Pembimbing:

Erliera, drg., Sp. Ort(K)

NIP. 198000132008122003

Penyaji:

Iluh Wulandani (210631122)

DEPARTEMEN ILMU ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PIRANTI ORTHODONTIK YANG DAPAT DILEPAS DAN MASALAH


YANG DIRASAKAN PASIEN

Disadur dari:

Amin E, Bangash Aa. Removablee Orthodontic Appliances And Patient


Perceived Problems. Pak Armed Forces Med J 2020; 70 (1): 101-105.

Selasa / 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing: Penyaji:

Erliera, drg., Sp.Ort(K) Iluh Wulandani

NIP. 198000132008122003 NIM. 210631122


PIRANTI ORTHODONTIK YANG DAPAT DILEPAS DAN MASALAH
YANG DIRASAKAN PASIEN

Disadur dari:

Amin E, Bangash Aa. Removablee Orthodontic Appliances And Patient


Perceived Problems. Pak Armed Forces Med J 2020; 70 (1): 101-105.

Selasa / 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing: Penyaji:

Erliera, drg., Sp.Ort(K) Iluh Wulandani

NIP. 198000132008122003 NIM. 210631122


PIRANTI ORTHODONTIK YANG DAPAT DILEPAS DAN MASALAH
YANG HARUS DIPERHATIKAN PASIEN

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengevaluasi masalah yang dirasakan oleh pasien selama


perawatan ortodontik dengan peranti lepasan. Desain Studi: Studi potong lintang.
Tempat dan Lama Belajar: Departemen Ortodontik, Institut Kedokteran Gigi
Angkatan Bersenjata, Rawalpindi Pakistan, dari Januari 2017 hingga Desember
2017. Metodologi: Sebanyak 200 peserta dilibatkan dalam penelitian yang
memakai piranti ortodontik lepasan selama minimal 6 bulan. Para pasien dibagi
menjadi tiga kelompok usia, berkisar antara 10 sampai 40 tahun. Variabel hasil
dianalisis dengan kuesioner dan pasien diwawancarai di berbagai fakultas
kedokteran gigi di Pakistan. Kuesioner mencakup 10 item dan mencakup masalah
fisik, fungsional, psikologis, dan sosial yang terkait dengan pemakaian piranti
ortodontik lepasan. Hasil: Dalam penelitian ini, 89 (44,5%) pasien adalah laki-
laki dan 111 (55,5%) adalah perempuan dengan rentang usia 10 sampai 40 tahun.
Total 104 (52%) pasien merasakan nyeri setelah pemasangan piranti ortodontik
lepasan. Jumlah pasien wanita yang relatif meningkat percaya bahwa alat itu
efektif (44,5%) dan nyaman (40%) untuk dipakai. Halitosis (39%) adalah masalah
yang paling sering dihadapi oleh pasien dalam populasi yang diteliti. Kesimpulan:
Meskipun ada beberapa masalah yang terkait dengan pemakaian piranti ortodontik
lepasan tetap menjadi pilihan perawatan yang efektif dan layak untuk maloklusi
tanpa komplikasi.

Kata kunci: Masalah gigi, Halitosis, Ulkus, Alat lepasan.


PENDAHULUAN
Piranti ortodontik adalah perangkat yang menciptakan atau memberi
kekuatan ke satu gigi dan kebeberapa gigi atau kerangka maksilofasial sehingga
membawa perubahan dalam tulang dengan pergerakan gigi yang akan membantu
untuk mencapai tujuan perawatan efisiensi fungsional, keseimbangan struktural
dan harmoni estetika1. Peranti lepas dapat dilepas dari mulut dan terdiri dari
komponen akrilik dan kawat dan telah banyak digunakan dalam ortodontik baik
untuk mengoreksi masalah maloklusi atau untuk retensi hasil perawatan2,3.
Piranti lepasan saat digunakan kooperatif pasien sangat penting untuk hasil
yang sukses karena selama perawatan ortodontik2,4 biasanya dilakukan pada
berbagai kalangan dan berbagai usia. Sejumlah besar faktor eksternal dan internal
dapat mempengaruhi kooperatifan2. Pasien usia muda umumnya memiliki
kooperatifan yang buruk tanpa memandang jenis kelamin dan kematangan
psikologis5. Kompleksitas faktor yang mempengaruhi pasien dalam penilaian
keoperatif menjadi tugas yang sulit untuk tujuan penelitian1.
Literatur telah menyarankan bahwa orang dewasa lebih kritis terhadap estetika
gigi dan melaporkan kebutuhan perawatan ortodontik yang lebih tinggi daripada
anak-anak.2
Pasien dewasa menunjukan berbagai modalitas untuk terapi ortodontik
termasuk piranti cekat dan piranti lepasan5. Nyeri dan ketidak nyamanan adalah
efek yang dikenali dari perawatan ortodontik1 yang dapat mengganggu kooperatif
pasien atau bahkan penghentian perawatan. Beberapa penelitian6,7 menunjukkan
nyeri yang terkait dengan perawatan ortodontik memiliki dampak potensial pada
kehidupan sehari-hari terutama ketidaknyamanan psikologis. Halitosis atau bau
mulut adalah bau tidak sedap yang timbul dari rongga mulut, merupakan masalah
umum yang mempengaruhi hubungan sosial1.
Setelah melakukan penelitian ini, kami dapat menilai keefektifan alat
ortodontik lepasan mampu meminimalkan masalah yang dihadapi pasien saat
memakai piranti ortodontik lepasan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di departemen ortodontik rumah sakit yang
berafiliasi dengan institut pengajaran Pakistan. Kuesioner dirancang dengan
memperhatikan potensi masalah yang dihadapi pasien selama perawatan dengan
piranti ortodontik lepasan. Pasien yang berada di bawah perawatan dengan piranti
ortodontik lepasan setidaknya dari enam bulan diminta untuk mengisi formulir
persetujuan dan kuesioner. Total 350 pertanyaan diisi oleh pasien di Institut
Kedokteran Gigi Angkatan Bersenjata Rawalpindi, Abbott abad. Rumah Sakit
Gigi Universitas Hamdard Karachi dan Perguruan Tinggi Gigi Bibi Asifa
Larkana. Setelah penilaian selesai, 35 kuesioner ditolak, karena tidak memenuhi
inklusi kriteria. Usia peserta berkisar antara 10 sampai 40 tahun dan mereka
dibagi menjadi tiga kelompok usia yang sama. Teknik pengambilan sampel tetap
mengutamakan kenyamanan non probabilitas. Lama studi adalah satu tahun.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah peserta yang dirawat dengan piranti
lepasan terlepas dari maloklusi dan yang menerima untuk mengisi kuesioner yang
valid. Kriteria eksklusi meliputi pasien sindrom, adanya kelainan yang terdeteksi
di rongga mulut, riwayat apnea tidur obstruktif, subjek dengan defisit neurologis
dan pasien dengan riwayat perawatan ortodontik sebelumnya. Data dari semua
lembaga dikumpulkan. Data dianalisis menggunakan software statistik SPSS versi
24. Kuesioner kemudian diuji reliabilitas dan variabilitasnya. Rata-rata dan
standar deviasi digunakan untuk menggambarkan variabel kuantitatif seperti usia.
Frekuensi dan persentase dihitung untuk variabel yang berbeda.

HASIL
Dari 200 pasien, 89 (44,5%) adalah laki-laki dan 111 (55,5%) adalah
perempuan. Usia pasien dibagi menjadi 3 kelompok sesuai dengan gambar.
Sebanyak 104 (52%) pasien merasakan nyeri setelah pemasangan piranti
ortodonti lepasan. Jumlah pasien wanita yang relatif meningkat percaya bahwa
alat ini efektif dan nyaman untuk dipakai. Kebersihan mulut yang buruk adalah
masalah yang paling sering (64%) dihadapi oleh pasien dalam populasi yang
diteliti. Jumlah pasien yang mengalami kesulitan berbicara relatif lebih sedikit
14%. Ulkus terjadi pada 22% pasien.

DISKUSI
Piranti yang dapat dilepas dipelopori oleh George Crozat8 di AS. Dalam
beberapa dekade terakhir dengan inovasi peranti cekat, peranti lepasan untuk
pergerakan gigi secara bertahap kurang digunakan. Namun, ada banyak kondisi di
mana hal ini menjadi alat pilihan untuk pergerakan gigi, terutama jika intervensi
dini diperlukan. Dalam beberapa dekade terakhir, piranti ortodontik lepasan intra
oral kurang dibahas dalam literatur ortodontik dan lebih sedikit peneliti yang
cenderung menyelidiki indikasi dan keuntungannya. Menurut Profit et al9, alat
lepasan memiliki kelebihan karena terjangkau bagi pasien, mudah disesuaikan
untuk ortodontis dan pada beberapa pilihan, namun perawatan dengan piranti
cekat dapat dipersingkat dengan perawatan sebelumnya dengan piranti lepasan.
Sementara penggunaan piranti yang dapat dilepas memberikan keuntungan yang
jelas bagi orang-orang yang aktif secara sosial tetapi keberhasilan pengobatan
dapat bergantung pada pasien10.
Dalam penelitian ini, jumlah pasien wanita yang relatif meningkat percaya
bahwa piranti tersebut efektif (89) dan nyaman (80) untuk dipakai; ini mungkin
karena laki-laki tidak sesadar pasien perempuan dalam memakai piranti lepasan di
lingkungan sosial. Ketidak nyamanan yang disebabkan oleh piranti ortodontik
dapat secara signifikan mempengaruhi kooperatif pasien terhadap perawatan dan
gangguan estetika adalah alasan utama untuk kerjasama yang buruk11 dan
terkadang penghentian perawatan atau penghentian dini12 temuan ini tidak
konsisten dengan hasil kami karena 70% pasien percaya bahwa piranti yang
diresepkan adalah sesuatu yang nyaman untuk dipakai. Dokter dapat
meningkatkan penerimaan dengan memilih desain piranti, yang akan
memungkinkan pemakaian yang nyaman dan memfasilitasi adaptasi pada piranti.
Meskipun semakin banyak orang dewasa yang mencari kepuasan
perawatan ortodontik terlepas dari piranti yang digunakan, komunikasi yang baik
memainkan peran utama. Diketahui bahwa piranti yang dapat dilepas dapat
menyebabkan ketidaknyamanan termasuk sensasi taktil yang tidak
menyenangkan, tekanan pada mukosa, peregangan jaringan lunak, perpindahan
lidah, nyeri pada gigi dan nyeri11.
Pasien memakai piranti lepasan mengalami lebih sedikit rasa sakit
dibandingkan dengan mereka yang memakai piranti ortodontik cekat di mana rasa
sakitnya agak lebih lama. Dalam penelitian kami, 58 pasien wanita merasakan
nyeri setelah pemasangan piranti, ada hubungan non-linier antara usia, jenis
kelamin, keadaan psikologis dan latar belakang budaya dalam persepsi nyeri
setelah penempatan piranti ortodontik13. Jelas dari literatur yang diterbitkan14
bahwa perempuan mengekspresikan lebih banyak rasa sakit daripada laki-laki,
dan remaja melaporkan tingkat rasa sakit yang lebih tinggi daripada pra-remaja
dan orang dewasa tetapi faktor-faktor yang mempengaruhi masih belum
sepenuhnya dipahami.
Kelompok usia yang lebih muda melaporkan lebih banyak rasa sakit
mungkin karena fakta bahwa pada usia ini ada kecenderungan untuk menilai
masalah mereka secara berlebihan dan juga pada usia ini mereka mewakili periode
hubungan sosial dan afektif yang intens di mana senyum memiliki potensi kuat
untuk mempengaruhi individu daya tarik fisik ganda. Secara tradisional, diyakini
bahwa perempuan rapuh dan sensitif terhadap rasa sakit, sedangkan laki-laki dapat
mentolerir rasa sakit15. Telah dilaporkan bahwa laki-laki lebih bersedia untuk
mentolerir rasa sakit daripada perempuan, tetapi untuk yang lain16 tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam melaporkan perasaan sakit dan
ketidaknyamanan terkait hubungan dengan ambang batas.
Dalam penelitian kami, usia diidentifikasi sebagai faktor penting yang
mempengaruhi kooperatif secara negatif dengan meningkat dari masa kanak-
kanak tengah ke masa dewasa awal. Dalam penelitian kami, prevalensi pasien
yang melaporkan perawatan ortodontik dengan piranti lepasan tinggi pada
kelompok usia di bawah 20 tahun mungkin pada usia ini mereka lebih peduli
tentang estetika, hasil yang sama terlihat dalam studi lain17 sebagai, prevalensi
anak-anak dari sekolah menengah menggunakan piranti ortodontik lepasan adalah
5,4%. Hasil ini lebih rendah dari yang lain studi17,18. Krey dan Hirsch19
menemukan bahwa 16% dari anak-anak berusia 11-14 tahun menggunakan
piranti ortodontik lepasan di Jerman. Di Inggris, Chestnutt et al18 mengamati
bahwa 28% dari anak-anak berusia 12 tahun dan 18% dari anak-anak berusia 15
tahun menggunakan piranti ortodontik lepasan17. Kekuatan penting dari penelitian
ini adalah bahwa pertanyaan tionnaire sebelumnya telah terbukti memiliki
reliabilitas dan validitas yang baik20.
Dalam penelitian kami, 64% pasien yang merasakan kesulitan dalam
menjaga kebersihan mulut, hasil yang serupa telah ditunjukkan oleh Hagg et al
dalam penelitian mereka21 adanya perlekatan ortodontik pada permukaan labial
atau lingual gigi kemungkinan menjadi alasan pengamatan ini karena
mengganggu pembersihan. Adanya permukaan kasar piranti ortodontik yang
berkontribusi bertindak sebagai perangkap plak dan iritasi gingiva. Persyaratan
penting dari setiap perawatan ortodontik adalah pemeliharaan kebersihan mulut
untuk mengontrol pertumbuhan plak bakteri di atas permukaan gigi, karena pasien
ortodontik berisiko mengalami lesi gigi terutama ketika kooperatif mereka
terhadap instruksi kebersihan mulut buruk.
Dalam penelitian ini 14% dari total pasien merasa kesulitan dalam
berbicara, mungkin piranti lepasan mengurangi dan mengubah ruang intra oral,
kesulitan lidah dalam bicara. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wiedael, Bondemark20. Masalah bicara pada kelompok piranti lepasan juga
dapat menjadi faktor penyebab efek negatif pada kehidupan sosial dan aktivitas
rekreasi, misalnya distorsi bicara dapat dipengaruhi oleh perangkat yang
mengganggu pergerakan atau penampilan jaringan lunak dan keras rongga mulut.
Halitosis adalah kondisi yang menyebar luas dan merupakan hambatan
besar bagi pasien dapat berhubungan dengan faktor intraoral antara lain
mikroorganisme anaerob gram negatif pada plak gigi, poket periodontal, saliva
dan dorsum lidah, pada penelitian ini 38% dari total populasi yang diteliti
menderita bau mulut (halitosis), pada penelitian lain22 yang dilakukan di AS
melaporkan 10-30% populasi menderita dari bau mulut hasil kami sedikit lebih
tinggi dari penelitian ini. Temuan penelitian kami menunjukkan bahwa piranti
ortodontik lepasan masih efektif dalam perawatan maloklusi tanpa komplikasi dan
mengambil bagian yang cukup besar dalam perawatan ortodontik kontemporer.
Lisensi aplikasi ini dapat mengatasi maloklusi ringan hingga berat, namun kunci
keberhasilan pengobatan adalah pasien kooperatif, meskipun piranti ini dapat
mengganggu pemeliharaan kebersihan mulut yang dapat dikelola dengan petunjuk
dan saran yang tepat.

REKOMEDASI
Kesesuaian dengan piranti ortodontik lepasan kurang optimal dan
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh piranti ini dapat secara signifikan
mempengaruhi persetujuan pasien. Terlepas dari ketersediaan alternatif pilihan
perawatan ortodontik bebas kooperatif termasuk perawatan ortodontik cekat,
piranti fungsional cekat, piranti pendukung implan dan retainer cekat, piranti
ortodontik lepasan tetap populer.
Masalah yang dirasakan pasien terkait dengan penggunaan piranti
ortodontik lepasan ini dapat diminimalkan dengan memperbaiki desain piranti,
mendidik pasien dan orang tua dan dengan melakukan tindak lanjut secara
berkala. Ada kebutuhan untuk penelitian prospektif lebih lanjut yang
mengevaluasi efektivitas intervensi untuk meningkatkan kooperatif dengan piranti
bantu ortodontik dan mengeksplorasi pengalaman pasien dengan piranti lepasan.
KESIMPULAN
Meskipun ada beberapa masalah yang terkait dengan pemakaian, piranti
ortodontik lepasan tetap menjadi pilihan perawatan yang efektif dan layak untuk
maloklusi tanpa komplikasi.

REFERENSI
1. Mitchell L. An introduction to orthodontics 4th ed. Oxford: University Press,
2013.
2. Tsomo G, Ludwig B, Grossen J, Pazera P, Gkantidis N. Objective assessment
of patient compliance with removable orthodontic appliances. A cross-sectional
cohort study. Angle Orthod 2014; 84(1): 56-61.
3. Pratt MC, Kluemper GT, Hartsfield JK, Fardo D, Nash DA. Evaluation of
retention protocols among members of the American Association of Orthodontists
in the United States. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2011; 140(4): 520-26.
4. Mortensen MG, Kiyak HA, Omnell L. Patient and parent understanding of
informed consent in orthodontics. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2003; 124(5):
541–50.
5. Arreghini A, Trigila S, Lambardo L, Siciliani G. Objective assessment of
compliance with intra- and extraoral removable appliances. Angle Orthod 2017;
87(1): 88-95.
6. Pratt MC, Kluemper GT, Lindstrom AF. Patient compliance with orthodontic
retainers in the postretention phase. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2011;
140(2): 196-201.
7. Bos A, Kleverlaan CJ, Hoogstraten J, Prahl-Andersen B, Kuitert R. Comparing
subjective measures of headgear compliance. Am J Orthod Dentofacial Orthop
2007; 132(6): 801-05.
8. Zafarmand AH, Zafarmand MM. Removable orthodontic appliances: new
perspective on capabilities and efficiency. Eur J Pediatr Dent 2013; 14(2): 160-65.
9. Profit WR, Fields HW, Larson BE, Sarver DM. Contemporary orthodontics 6th
ed. St Louis: Mosby Elsevier, 2018.
10. Bishara SE. Textbook of Orthodontics 1st ed. Philadelphia: Sunders Elsevier,
2001.
11. Idris G, Hajeer MY, Al-Jundi. Acceptance and discomfort in growing patients
during treatment with two functional appliances: A randomized controlled trail.
Eur J Pediatr Dent 2012; 13(3): 219-24.
12. Brattstrom V, Ingresson M, Aberg E. Treatment cooperation in orthodontic
patients. Br J Orthod 1991; 18(1): 37-42.
13. Krishnan V. Orthodontic pain: from causes to management- a review. Eur J
Orthod 2007; 29(2): 170-79.
14. Al-Moghrabi D, Salazoi FC. Compliance with removable ortho-dontic
appliances and adjuncts: A systematic review and meta-analysis. Am J Orthod
Dentofacial Orthop 2017; 152(1): 17-32.

15. Bergius M, Kiliardis S, Berggren U.Pain in orthodontics: a review and


discussion of literature. J Orofacial Orthop 2000; 61(2): 125-37.
16. Ptatt MC, Kluemper GT, Lindstrom AF. Patient compliance with orthodontic
retainers in post retention phase. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2011; 140(2):
196-201.
17. Lamas RRS, Salas MMS, Cenci TP, Correa MB, Lund RG. Removable
orthodontic appliances: frequency and cleaning agents used by students and
recommended by dentist. Braz J Oral Sci 2016; 15(1): 21-6.
18. Chestnutt IG, Burden DJ, Steele JG, Pitts NB, Nuttall NM, Morris AJ. The
orthodontic condition of children in the United Kingdom 2003. Br Dent J 2006;
200(11): 609-12.
19. Krey KF, Hirsch C. Frequency of orthodontic treatment in German children
and adolescents: influence of age, gender, and socio-economic status. Eur J
Orthod 2012; 34(2): 152-7.
20. Wiedael AP, Bondemark L. A randomized controlled trial of self-perceived
pain of jaw function in children undergoing orthodontic treatment with fixed or
removable appliances. Angle Orthod 2016; 86(1): 324-30.
21. Hagg U, Kaveewatcharanont P, Samaranayaki YH. The effect of fixed
orthodontic appliances on the oral carriage of Candida species and
Enterobacteriaceae. Eur J Orthod 2004; 26(6): 623-29.
22. Livrini L, Posimo D, Gialandi G, Tieghi G, Caprioglio A. Hali-tosis with
fixed orthodontic appliances vs removable orthodon-tic aligners preliminary
results. Stoma Edu J 2016; 3(1): 90-4.
PENGGUNAAN METODE PEMBERSIHAN YANG BERBEDA UNTUK
PIRANTI LEPASAN ORTODONTIK:
SEBUAH STUDI KUESIONER

Disadur dari :
Tsolakis AI, Kakali L, Prevezanos P, Bitsanis I, Polyzois G. Use of Different Cleaning
Methods for Removable Orthodontic Appliances: A Questionnaire Study. Oral Health Prev
Dent 17: 2019 Hal 299–302

Selasa, 17 Mei 2022

Penyaji :
Nurul Ulfa Simanjuntak
NIM. 210631155

Dosen Pembimbing :
drg. Erliera, Sp. Ort (K)
NIP. 198001132008122003

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGGUNAAN METODE PEMBERSIHAN YANG BERBEDA UNTUK


PIRANTI LEPASAN ORTODONTIK:
SEBUAH STUDI KUESIONER

Disadur dari :
Tsolakis AI, Kakali L, Prevezanos P, Bitsanis I, Polyzois G. Use of Different Cleaning
Methods for Removable Orthodontic Appliances: A Questionnaire Study. Oral Health Prev
Dent 17: 2019 Hal 299–302

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing Penyaji

drg. Erliera, Sp. Ort (K) Nurul Ulfa Simanjuntak


NIP. 19800113 200812 2 003 NIM. 210631155
PENGGUNAAN METODE PEMBERSIHAN YANG BERBEDA UNTUK
PIRANTI LEPASAN ORTODONTIK:
SEBUAH STUDI KUESIONER

Disadur dari :
Tsolakis AI, Kakali L, Prevezanos P, Bitsanis I, Polyzois G. Use of Different Cleaning
Methods for Removable Orthodontic Appliances: A Questionnaire Study. Oral Health Prev
Dent 17: 2019 Hal 299–302

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing Penyaji

drg. Erliera, Sp. Ort (K) Nurul Ulfa Simanjuntak


NIP. 19800113 200812 2 003 NIM. 210631155
PENGGUNAAN METODE PEMBERSIHAN YANG BERBEDA UNTUK
PIRANTI LEPASAN ORTODONTIK:
SEBUAH STUDI KUESIONER

Disadur dari :
Tsolakis AI, Kakali L, Prevezanos P, Bitsanis I, Polyzois G. Use of Different Cleaning
Methods for Removable Orthodontic Appliances: A Questionnaire Study. Oral Health Prev
Dent 17: 2019 Hal 299–302

ABSTRAK
Tujuan: Tujuan dari penelitian adalah untuk menilai cara dan metode yang
disarankan oleh ahli orthodonsi Yunani kepada pasien mereka dalam membersihkan
piranti lepasan mereka.
Bahan dan Metode: survei kuesioner terhadap 418 ortodontis dari seluruh ortodotis
yang terdaftar di Yunani. Para dokter ditanya tentang cara dan metode pembersihan
harian yang biasanya di sarankan kepada pasien mereka untuk piranti lepasan.
Pertanyaan di kuesioner berkaitan dengan kemungkinan komplikasi, data tentang
penggunaan piranti dan jenis piranti yang digunakan.
Hasil: Dari 418 ortodontis Yunani, sebanyak 279 berpartisipasi dalam penelitian ini
dan mengisi kuesioner. Hampir semua melaporkan bahwa mereka menggunakan
piranti lepasan dalam praktik untuk pasien pada hampir semua usia. Semua ortodontis
merekomendasikan menyikat manual secara rutin, tetapi sebagian besar dari mereka
juga menyarankan pada saat yang sama alat bantu kebersihan mulut lainnya seperti
pencelupan dalam pembersih gigi tiruan (70,06%), larutan desinfektan (12,73%) dan
dalam cuka (36,94%). Sekitar 15% dari semua praktisi menyarankan penggunaan
instrumen ultrasonik untuk membersihkan piranti lepasan ortodontik. Akhirnya,
dokter mendapatkan komplikasi dari penggunaan piranti lepasan di rongga mulut
dengan persentase yang signifikan secara statistik. Paling umum terjadi berupa
trauma mukosa, mikosis dan hiperplasia.
Kesimpulan: Ahli ortodontik Yunani menggunakan peralatan ortodontik lepasan
baik aktif maupun pasif dalam praktiknya. Metode yang lebih disukai untuk
membersihkan piranti lepasan ortodontik yaitu menyikat dengan sikat gigi dan
menggunakan produk pembersih untuk piranti lepasan ortodontik terlepas dari
program spesialisasi ortodontik yang telah mereka selesaikan.

Kata kunci: Desinfeksi, pembersih gigi tiruan, kebersihan mulut, piranti lepasan
ortodontik

LATAR BELAKANG
Removable orthodontic appliances (ROA) sering digunakan dalam praktik
ortodontik sehari-hari, baik sebagai satu-satunya cara perawatan yang diperlukan
atau sebagai intervensi pertama yang akan diikuti oleh peralatan cekat. Perubahan
mikrobiologis yang terjadi di rongga mulut selama penggunaan ROA membenarkan
perlunya instruksi kebersihan mulut yang tepat.
Telah dibuktikan bahwa ROA terkolonisasi oleh mikroorganisme selama waktu
tertentu di dalam mulut.4,8 Kepadatan mikroorganisme terbesar ditemukan pada alat
itu sendiri dan diikuti oleh area palatum yang tertutup. Mikroorganisme terbentuk
sebagai biofilm dan dapat menempel pada komponen ROA. Basis akrilik dapat
mengalami porositas dan memberikan kondisi yang menguntungkan untuk kolonisasi
bakteri.4,8,9 Sebuah studi observasional baru-baru ini membuktikan bahwa selama
tiga bulan pertama perawatan ortodontik dengan ROA dijumpai adanya peningkatan
bakteri aerob dan anaerob pada permukaan gigi.10 Menurut penelitian yang sama,
spesies yang mendominasi (Lactobacilli dan Streptococci) semuanya patogen yang
dapat menyebabkan karies dan penyakit periodontal4. Kandida juga ditemukan
selama perawatan ortodontik dengan peralatan lepasan. Kehadiran peralatan
meningkatkan kepadatan kandida, tidak hanya di sisi yang tertutup tetapi juga di sisi
lain dari mukosa.1
Oleh karena itu, hal yang paling penting bahwa ROA harus dibersihkan dengan
benar sehingga kebersihan mulut yang baik dapat dipertahankan. Pembersihan yang
tepat dari peralatan ortodontik lepasan dapat mengurangi risiko karies, stomatitis,
halitosis terkait Kandida dan menghambat infeksi ulang dari ROA, terutama pada
pasien defisiensi imun sehingga prosedur pembersihan untuk ROA bisa sangat sulit.
Menyikat dengan pasta gigi berfluoride dapat menjadi cara yang efektif untuk
mengontrol biofilm yang terbentuk pada permukaan ROA. Namun, cara yang tidak
tepat dan frekuensi menyikat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kontrol
plak secara mekanis. Kemudian clasps, skrup ekspansi, celah marginal dan lekukan
permukaan seringkali hampir tidak dapat diakses oleh sikat gigi.4 Mikroporositas
resin akrilik juga bertindak sebagai reservoir mikroba dan mencegah desinfeksi
lengkap.7 Selain itu, ada beberapa pasta gigi yang cukup abrasi. Sejak tahun 1989,
telah dilakukan banyak survei3 yang menguji kemanjuran dan peran agen antimikroba
dalam desinfeksi ROA.1,2,8
Diebrich menunjukkan bahwa pembersih gigi menghilangkan sebagian besar
plak, bahkan di tempat yang sulit dijangkau, terutama melalui pelepasan oksigen dan
proteolisis enzimatik.3 Menurut Lessa dkk., perendaman dalam larutan pembersih
gigi dapat menyebabkan perubahan struktur resin akrilik sedangkan semprotan
dengan larutan klorheksidin (Periogard, Colgate Oral Pharmaceu ticals, New York,
NY, USA; Cepacol, Parsippany, NJ, USA) memberikan inaktivasi mikroorganisme
patogen yang cepat tanpa menyebabkan efek samping pada kerangka alat.7
Berdasarkan semua pernyataan di atas, di simpulkan bahwa tidak ada protokol klinis
khusus untuk kontrol biofilm pada peralatan ortodontik hingga saat ini. Kurangnya
protokol khusus dan kepatuhan yang buruk dari pasien dengan ROA mendesak kami
untuk meneliti cara pembersihan yang disarankan oleh ahli ortodontis dalam
pembersihan ROA.

BAHAN DAN METODE


Studi kuesioner berlangsung antara Oktober 2013 dan Juli 2014. Empat ratus
delapan belas (418) kuesioner didistribusikan melalui email dengan surat penjelasan
kepada semua ortodontis Yunani. Surat itu menjelaskan tujuan penelitian dan
menjamin perlindungan jawaban dokter. Para ortodontis memiliki kesempatan untuk
memberikan lebih dari satu jawaban di sebagian besar pertanyaan.
Daftar ortodontis yang berpraktik diperoleh dari daftar Ortodontis terdaftar di
Yunani. Kuesioner berisi informasi tentang saran kebersihan mulut yang secara rutin
direkomendasikan untuk pasien ortodontik dengan peralatan lepasan. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut berkaitan dengan penggunaan peralatan lepasan dalam praktik
klinis sehari-hari, dan jenis serta bahan pembuatan peralatan lepasan. Kuesioner juga
memeriksa kemungkinan komplikasi klinis setelah penggunaan peralatan lepasan dan
frekuensi kejadiannya. Di akhir terdapat pertanyaan terkait program pascasarjana
ortodontik dari responden untuk menilai korelasi antara program spesialis ortodontik
dan pendekatan klinis ortodontis (Gambar 1).

HASIL
Secara keseluruhan, 279 kuesioner dikembalikan. Dari 279 orthodontis, hanya
1 yang tidak menggunakan ROA. Sebagian besar ortodontis (271) yang mengisi
kuesioner menggunakan alat lepasan sebagai retainer setelah perawatan berakhir.
Dua ratus lima puluh empat (254) ortodontis menggunakan peranti lepasan sebagai
peranti fungsional, sedangkan 231 menggunakannya sebagai pelat aktif. Dari seluruh
jawaban di peroleh bahan untuk fabrikasi peranti lepasan yang bersangkutan, 146
dari 278 ortodontis menggunakan resin akrilik polimerisasi panas, 125 resin akrilik
autopolimerisasi dan hanya 7 di antaranya, resin akrilik light-cured. Waktu keausan
harian untuk sebagian besar peralatan melebihi 8 jam per hari. Kelompok usia yang
paling umum untuk penggunaan ROA adalah anak-anak antara usia 9 dan 13 tahun
(254 dari 278 ortodontis). Remaja usia 14 hingga 18 tahun dimasukkan ke dalam
kelompok lain untuk penggunaan ROA untuk 181 dari 278 dokter gigi. Iritasi pada
mukosa mulut selama penggunaan peralatan hanya diketahui oleh 187 ortodontis.
Reaksi mukosa mulut karena pengait alat ditemukan seperti kandidiasis, cedera
mukosa, hiperplasia mukosa, iritasi papila tajam dan cedera mukosa.
Gambar 1 Kuesioner: kebersihan peralatan ortodontik.

Nama praktisi: .......................................................................


Alamat: .......................................................................
Program ortodontik lulus dari .......................................................................

1. Apakah Anda menggunakan peralatan ortodontik lepasan?


(a) Ya
(b) Tidak

2. Apa jenis peralatan ortodontik lepasan yang Anda gunakan?


(a) Retensi
(b) Fungsional
(c) Aktif

3. Manakah dari bahan berikut yang Anda gunakan untuk pembuatan alat ortodontik
lepasan?

(a) Resin akrilik auto polimerisasi


(b) Resin akrilik polimerisasi panas
(c) resin polimerisasi ringan

4. Berapa lama pemakaian harian yang Anda sarankan untuk alat ortodontik lepasan?
(a) 1–8 jam/hari
(b) 8–16 jam/hari
(c) 16–24 jam/hari

5. Di kelompok usia berapa yang Anda temukan paling sering menggunakan peralatan ini?
(a) 4–8 tahun
(b) 9–13 tahun
(c) 14–18 tahun
(d) >18 tahun

6. Pernahkah Anda melihat iritasi atau reaksi lain pada mukosa mulut selama penggunaan
peralatan ini? (jika 'Ya', jelaskan gejala klinisnya, misalnya eritema pada mukosa
palatal pasien)
(a) Tidak
(b) Ya
7. Manakah metode pembersihan/disinfektan yang Anda sarankan untuk peralatan ini? (jika
(g) adalah jawaban Anda, jelaskan kombinasi metode yang disarankan)
(a) Menyikat gigi (misalnya dengan air, pasta gigi, sabun)
(b) Perendaman dalam pembersih gigi tiruan (misalnya tablet effervescent)
(c) Perendaman dalam larutan desinfektan (misalnya klorheksidin, Listerin, hipoklorit)
(d) Perendaman dalam cuka
(e) Penggunaan gelombang mikro
(f) Penggunaan instrumen ultrasonik
(g) Kombinasi metode di atas
(i) Lainnya

8. Seberapa sering Anda menyarankan pasien Anda menggunakan metode pembersihan di


atas?

9. Dalam hal retensi dan stabilitas alat ortodontik lepasan berkurang, apakah Anda
merekomendasikan penggunaan bahan retentif untuk gigi tiruan? (krim, bubuk)

Metode pembersihan untuk semua kecuali dua ortodontis adalah menyikat gigi.
Sebagian besar responden (195) juga menyarankan perendaman dalam pembersih
gigi tiruan, sedangkan hanya 36 responden yang menyarankan perendaman dalam
larutan desinfektan. Perendaman dalam cuka digunakan oleh 103 dari 278 ortodontis.
Empat puluh dua (42) responden menyarankan penggunaan instrumen ultra sonik
untuk pembersihan ROA (Tabel 1). Hampir setengah dari praktisi menyarankan
hanya menyikat setiap hari dari alat lepasan, sementara 48 merekomendasikan
menyikat setiap hari dalam kombinasi dengan perendaman dalam larutan atau cuka
dua hingga tiga kali per minggu. Lima puluh enam (56) ahli ortodonti mendesak
pasien untuk menyikat setiap hari dengan perendaman dalam larutan atau cuka
seminggu sekali. Empat puluh dua (42) praktisi menggunakan secara paralel dengan
metode lain–instrumen ultrasonik untuk membersihkan ROA saat dibutuhkan. Empat
(4) dari 278 ortodontis tidak menjelaskan frekuensi pembersihan ROA (Tabel 2).
Di antara 278 responden yang menggunakan ROA, 130 telah lulus dari
universitas di Eropa Barat. Empat puluh delapan ortodontis (48) adalah lulusan
program khusus ortodontik Yunani . Lima puluh satu (51) responden telah lulus dari
universitas di Amerika Serikat atau Kanada, 26 dari universitas di Eropa Timur dan
23 dari universitas di negara lain. Meskipun ada banyak variasi di antara program
spesialis ortodontik, tidak ada korelasi antara program dan jawaban dokter gigi.

PEMBAHASAN
Telah dilaporkan bahwa penggunaan peralatan ortodontik dapat
mempengaruhi distribusi mikroflora mulut secara kualitatif dan kuantitatif, karena
dapat menghambat pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat. ROA dibuat dari resin
berbasis polymethacrylate self-curing yang mengalami perbedaan reaksi monomer-
polimer. Polimerisasi resin yang tidak memadai akan menghasilkan pembentukan
porositas pada permukaan pelat dasar akrilik, yang akan mencegah pembersihan
peralatan setiap hari dan bahkan menyimpan mikroorganisme berbahaya di pori-pori
resin.7 Aspek penting lainnya yang harus disebutkan adalah bahwa
polymethylmethacrylate menunjukkan penyerapan air jangka panjang karena difusi
molekul air, menyebarkan makromolekul keluar.6 Dengan demikian, dasar akrilik
berperan sebagai reservoir untuk mikroorganisme. Retensi Mutans Streptococci pada
permukaan baseplates akrilik telah dianjurkan dalam beberapa penelitian.10
Selanjutnya, penggunaan ROA telah dikaitkan dengan peningkatan kepadatan
kandida dimukosa.1 Oleh karena itu, ortodontis harus menetapkan standar kebersihan
mulut yang cukup untuk pencegahan reaksi inflamasi.
Dalam penelitian kami, penghilangan (menyikat) plak setiap hari secara
efisien telah terbukti menjadi cara yang lebih disukai untuk mengontrol plak menurut
sebagian besar ahli ortodonsi, dan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.4,5
Meskipun menyikat gigi adalah yang paling metode umum untuk menghilangkan
biofilm yang disimpan pada permukaan ROA, mungkin tidak efektif dalam kasus
lekukan permukaan dan dengan demikian diperlukan tindakan tambahan. Metode
desinfeksi lain yang direkomendasikan oleh banyak ortodontis adalah perendaman
dalam pembersih gigi tiruan dua atau tiga kali seminggu. Namun, berbeda dengan
penelitian lain, yang mendukung bahwa perendaman ini menyebabkan kerusakan
struktural karena penyerapan molekul air.7 Obat kumur direkomendasikan oleh
sejumlah ortodontis yang signifikan secara statistik.
Klorheksidin telah dianggap sebagai standar emas untuk kontrol kimia biofilm
dibandingkan dengan antimikroba lainnya. Pembilasan dengan klorheksidin juga
disarankan bila terjadi iritasi mukosa dari alat pada pasien yang berisiko terkena
endokarditis infektif setiap hari.6 dimana klorheksidin juga dapat mengiritasi mukosa
dan alat setelah penggunaan jangka panjang.5 Berdasarkan literatur, ortodontis
menggunakan perangkat ultrasound dengan dampak yang lebih sedikit untuk
membersihkan ROA.3

Tabel 1. Metode pembersihan yang direkomendasikan untuk peralatan ortodontik


lepasan

Metode Persentase (%) Responden

Penyikatan 99.36
Perendaman Dalam Pembersih Gigi Tiruan 70.06
Perendaman Dalam Larutan Desinfektan 12.73
Perendaman Dalam Cuka 36.94
Penggunaan Instrumen Ultrasonik 15.28

Tabel 2. Frekuensi pembersihan peralatan ortodontik lepasan


Frekuensi pembersihan Persentase (%) responden
Menyikat gigi setiap hari 46.05
Menyikat gigi setiap hari dikombinasikan
dengan perendaman dalam larutan/cuka 2- 17,19
3x seminggu
Menyikat gigi setiap hari dikombinasikan
dengan perendaman dalam larutan/cuka 1x 20.21
seminggu
Penggunaan instrumen ultrasonik saat
15.28
dibutuhkan
Tidak ada klarifikasi 1.27
Meskipun demikian, keterbatasan ada dalam penelitian kami. Sayangnya,
partisipasi dalam penelitian kami terbatas, karena hanya 67% dari ortodontis yang
mengembalikan kuesioner lengkap. Selain itu, kami harus menunjukkan bahwa
penelitian kami menyajikan pendekatan harian ortodontis sejauh menyangkut
kebersihan mulut pada pasien dengan ROA. Tidak ada protokol berbasis bukti yang
disajikan dalam penelitian kami; hasil kami didasarkan pada pengalaman klinis
ortodontis, tercermin dalam kuesioner yang dijawab. Namun, hasil ini mencerminkan
saran yang biasa diterima oleh pasien ortodontik dengan ROA oleh dokter gigi
mereka dalam praktik sehari-hari. Perlu disebutkan bahwa jawaban, dan pendekatan
klinis ortodontis, tidak berkaitan dengan institusi lulusaan program spesialisasi
ortodontik mereka.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki dan menetapkan protokol
klinis untuk kontrol biofilm dalam peralatan ortodontik. Hal menarik yang dapat juga
diteliti seperti membandingkan metode yang diajarkan di berbagai institusi
kedokteran gigi untuk membersihkan ROA.

KESIMPULAN
Peralatan ortodontik lepasan sering digunakan dalam praktik ortodontik
sehari-hari. Penggunaan efektifnya ditentukan oleh desain, pembersihan, dan
penanganan klinis yang tepat. Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien untuk
menerima instruksi kebersihan mulut yang tepat dan mematuhi panduan dokter.
Dari hasil kami, dapat disimpulkan yaitu:
 Setiap ortodontis secara rutin merekomendasikan penyikatan gigi secara
manual.
 Mayoritas ortodontis juga merekomendasikan alat bantu kebersihan mulut
lainnya sebagai pelengkap menyikat gigi. Perendaman dalam pembersih gigi
tiruan (70,06%), larutan desinfektan (12,73%) dan dalam cuka (36,94%).
Sebanyak 15% praktisi menyarankan penggunaan instrumen ultrasonik untuk
membersihkan ROA.
 Pendekatan klinis para ortodontis tidak bergantung pada program spesialisasi
ortodontik yang mereka miliki.

REFERENSI
1. Arendorf A, Addy M. Candidal carriage and plaque distribution before, during and
after removable orthodontic appliance therapy. J Clin Periodontol 1985; 12: 360–
368.
2. Da Silva F, Kimpara T, Kimpara ET, Mancini MN, Balducci I, Jorge AO, Koga-
Ito CY. Effectiveness of six different disinfectants on removing five microbial
species and effects on the topographic characteristics of acrylic resin. J
Prosthodont 2008; 17: 627–633.
3. Diebrich P. Keimbesiedlung und verschiedene Reinigungsverfahren
kieferorthopädischer Geräte Fortschr. Kieferorthopäd 1989; 50: 231–239.
4. Eichenauer J, Serbesis C, Ruf S. Cleaning removable orthodontic appliances.J
Orofac Orthop 2011; 72: 389–395.
5. Hobson RS, Clark JD. How UK orthodontists advise patients on oral hygiene. Br J
Orthod 1998; 25: 64–67.
6. Khurana M, Martin M. Orthodontics and infective endocarditis. Br J Orthod 1999;
26: 295–298.
7. Lessa F, Enoki C, Ito I, Faria G, Matsumoto MA, Nelson-Filho P. In-vivo
evaluation of the bacterial contamination and disinfection of acrylic baseplates of
removable orthodontic appliances. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2007; 131:
705.e11–17.
8. Peixoto I, Enoki C, Ito I, Matsumoto MA, Nelson-Filho P. Evaluation of home
disinfection protocols for acrylic baseplates of removable orthodontic appliances:
A randomized clinical investigation. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2011; 140:
51–57.
9. Pietrzak P, Smiech-Slomkowska G. Evaluation of oral hygiene using OHI in
patients treated with removable appliances. Czas Stomatol 2009; 62: 728–734.
10. Vizitiu TC, Ionescu E. Microbiological changes in orthodontically treated
patients. Therapeutics, Pharmacology and Clinical Toxicology, 2010; 14: 283–
286.
PENGGUNAAN MIKROSENSOR UNTUK MENILAI WAKTU
PENGGUNAAN HARIAN PIRANTI ORTODONTI LEPASAN:
PENELITIAN KOHORT PERSPEKTIF

Disadur dari :
Nahajowski M, Lis J, Sarul M. The Use of Microsensors to Assess the Daily Wear
Time of Removable Of Orthodontic Appliances: A Prospective Cohort Study.
Sensors 2022; 22: 1-10.

Selasa, 17 Mei 2022

Penyaji :
Anisa Fitri
NIM : 210631148

Dosen Pembimbing :
Erliera, drg., Sp. Ort (K)
NIP : 198001132008122003

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGGUNAAN MIKROSENSOR UNTUK MENILAI WAKTU


PENGGUNAAN HARIAN PIRANTI ORTODONTI LEPASAN:
PENELITIAN KOHORT PERSPEKTIF

Disadur dari :
Nahajowski M, Lis J, Sarul M. The Use of Microsensors to Assess the Daily Wear
Time of Removable Of Orthodontic Appliances: A Prospective Cohort Study.
Sensors 2022; 22: 1-10.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing Penyaji

Erliera, drg., Sp. Ort (K) Anisa Fitri


NIP : 198001132008122003 NIM: 210631148

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PENGGUNAAN MIKROSENSOR UNTUK MENILAI WAKTU
PENGGUNAAN HARIAN PIRANTI ORTODONTI LEPASAN:
PENELITIAN KOHORT PERSPEKTIF

Disadur dari :
Nahajowski M, Lis J, Sarul M. The Use of Microsensors to Assess the Daily Wear
Time of Removable Of Orthodontic Appliances: A Prospective Cohort Study.
Sensors 2022; 22: 1-10.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing Penyaji

Erliera, drg., Sp. Ort (K) Anisa Fitri

NIP : 198001132008122003 NIM: 210631148

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PENGGUNAAN MIKROSENSOR UNTUK MENILAI WAKTU PENGGUNAAN
HARIAN PIRANTI ORTODONTI LEPASAN: PENELITIAN KOHORT
PERSPEKTIF

Disadur dari :
Nahajowski M, Lis J, Sarul M. The Use of Microsensors to Assess the Daily Wear Time of
Removable Of Orthodontic Appliances: A Prospective Cohort Study. Sensors 2022; 22: 1-
10.

Abstrak: Perawatan ortodontik dengan piranti lepasan adalah hal yang umum dan banyak
digunakan pada anak-anak dan remaja. Namun, efektivitas alat ini tergantung pada kepatuhan
pasien. Saat ini, dapat dilakukan pemeriksaan waktu pemakaian harian (DWT) dari piranti
lepasan dengan menggunakan mikrosensor khusus. Tujuan penelitian kohort prospektif ini
adalah untuk menilai tingkat kepatuhan pasien tergantung pada jenis piranti lepasan yang
digunakan. Secara total, 167 pasien (87 anak perempuan, 80 anak laki-laki) terdaftar dalam
penelitian ini dan dirawat dengan blok (Klammt, Twin-Block), pelat Schwarz, dan blok di
kombinasi dengan headgear. Semua pasien ditindaklanjuti selama 6 bulan dengan rata-rata
waktu pemakaian harian diperiksa pada saat kunjungan menggunakan sensor mikro
TheraMon® yang dipasang pada piranti lepasan. Hasil menunjukkan bahwa jenis alat
mempengaruhi kepatuhan pasien. DWT untuk piranti twin blok secara signifikan lebih lama
dibandingkan dengan DWT untuk peralatan lainnya. Pada anak perempuan telah terbukti
memakai piranti lepasan lebih baik daripada anak laki-laki. Telah terbukti bahwa sebagian
besar pasien tidak mengikuti rekomendasi ortodontis, memakai piranti lepasan lebih dari
setengah dari waktu yang direkomendasikan. Mikrosensor dapat digunakan untuk verifikasi
objektif kepatuhan pasien, yang memungkinkan untuk penilaian yang andal tentang efektivitas
perawatan dengan alat ortodontik lepasan.
Kata kunci: mikrosensor; kepatuhan; ortodonti

Pendahuluan
Piranti ortodonti lepasan telah banyak digunakan sejak Abad ke-20, ketika Andresen
dan Schwarz memperkenalkan alat monoblok dan plat aktif ke ortodontik. Sejak itu, banyak
peneliti telah meningkatkan peralatan ini, mengadaptasinya untuk perawatan maloklusi yang
berbeda. Sebagai peralatan ortodontik cekat sekarang yang umum digunakan, piranti lepasan
standar mungkin tampak seperti peninggalan masa lalu namun, piranti ini memiliki
keunggulan. Piranti ortodonti lepasan mudah dibuat dan digunakan, lebih tahan terhadap
kerusakan, dan mengurangi risiko perkembangan karies selama perawatan ortodontik. Tidak
hanya itu, alat ortodontik ini juga tidak mahal dan ideal untuk memecahkan berbagai masalah
ortodontik dalam perawatan dini dan interseptif, yaitu, secara umum pengobatan pada anak-
anak dan remaja. Kerugian terbesar terkait dengan penggunaan alat ortodontik lepasan adalah
kesulitan dalam memprediksi dan memantau kepatuhan pasien selama perawatan, sementara
jelas bahwa peralatan ini harus dipakai seperti yang direkomendasikan oleh ortodontis agar
hasilnya menjadi efektif.
Dalam beberapa abad belakangan ini dan bahkan pada awal abad ini, penilaian objektif
tentang kepatuhan pasien ortodonti yang dirawat dengan beragam jenis piranti lepasan masih
tidak mungkin dilakukan. Hal ini tidak hanya mempengaruhi prosedur klinis namun juga
keunggulan beragam penelitian terkait jenis terapi tersebut. Kepatuhan pasien merupakan
faktor yang apabila dihiraukan dapat berefek signifikan terhadap penelitian terkait efektivitas
piranti ortodonti lepasan, sehingga mempengaruhi rekomendasi strategi perawatan berdasarkan
penelitian ini.
Saat ini, masalah tersebut telah ditangani dengan sistem elektronik yang memonitor
waktu pemakaian harian (DWT) piranti ortodonti. TheraMon® (MC Technology GmbH,
Hargelsberg, Austria) merupakan sistem monitor yang sangat efektif secara klinis. TheraMon
terdiri dari (a) sensor dilapisi poliuretan berukuran 12,8 x 8,7 x 4,2mm yang membaca dan
mencatat temperature tiap 15 menit sampai akurasi 0,1oC; (b) docking station yang membaca
data yang tersimpan dalam sensor dan (c) Perangkat lunak yang tidak hanya memudahkan
analisis, visualisasi dan interpretasi data namun juga mengidentifikasi percobaan untuk
tindakan curang yang dilakukan oleh pasien. Terbukti, nilai DWT yang direkam oleh
mikrosensor TheraMon ditemukan hanya sebesar 4%. Oleh karena itu, sensor ini, selain mudah
digunakan, telah terbukti dapat diandalkan dan akurat dalam menilai DWT piranti ortodontik.
Mikrosensor yang dipasang pada piranti lepasan telah terbukti andal sebagai prediktor
koperatif pasien yang baik. Namun, masih ada kekurangan informasi mengenai jenis alat
ortodontik lepasan mana yang paling dapat diterima oleh pasien dan dengan demikian,
memungkinkan koperatif pasien yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah motivasi untuk melanjutkan
perawatan ortodontik dengan alat lepasan yang ditentukan oleh kualitas kepatuhan pasien
bergantung pada jenis alat ortodontik.
BAHAN DAN METODE
Persetujuan Panitia Bioetika No. KB-322/2014 (Panitia Bioetika Universitas
Kedokteran Wroclaw) diperoleh sebelum penelitian.

2.1 Perhitungan Sampel


Penelitian ini melibatkan 167 pasien (80 laki-laki dan 87 perempuan). Usia rata-rata
peserta adalah 9,4-11,8 tahun (rata-rata 10,3 tahun). Ukuran sampel dihitung untuk mencapai
tingkat kekuatan penelitian 80% kekuatan agar mengidentifikasi 20% perbedaan antara
kelompok, p <0,05.

2.2 Desain Penelitian


Kriteria inklusi termasuk pasien sehat tanpa ada celah langit, penyakit sistemik, atau
pernah dirawat ortodontik sebelumnya.
Tergantung maloklusinya, pasien harus memenuhi syarat untuk perawatan dengan alat
ortodontik lepasan yang sepenuhnya bergantung pada kepatuhan pasien, yang merupakan salah
satu dari tiga metode perawatan dibawah ini:
(1) Perawatan fungsional modifikasi pada piranti monoblok;
(2) Perawatan aktif menggunakan piranti Schwarz bawah atau atas (S); atau
(3) Perawatan aktif fungsional menggunakan piranti twin blok yang dikombinasikan dengan
headgear (TB + HG).
Piranti twin blok (TB) atau Klammt (K) secara acak digunakan untuk perawatan
fungsional. Kelompok penelitian berikut diperoleh sesuai dengan jenis alat ortodontik lepasan
yang digunakan: TB (n = 53), K (n = 53), S (n = 39), dan TB + HG (n = 22).
Teknisi gigi yang terlatih memasang sensor TheraMon® ke pelat akrilik dari piranti
lepasan sesuai dengan rekomendasi pabrikan. Sensor seluruhnya ditutupi dengan akrilik, yang
mencegah kontak langsung dengan lingkungan mulut (Gambar 1).
Gambar 1. Piranti ortodonti lepasan dengan sensor TheraMon yang ditanam dalam akrilik
(tanda panah).

Seperti yang dijelaskan dalam EC-Declaration of Conformity of Medical Device,


Medical DevicDirective 2007/47/EG, sensor TheraMon® tidak mempersulit desain alat
ortodontik dan tidak memengaruhi kenyamanan penggunaan. Sensor merekam suhu setiap 15
menit hingga 18 bulan. Waktu yang tercatat ketika suhu yang terdeteksi oleh sensor melebihi
35 °C sesuai dengan waktu ketika piranti aktivator digunakan. Perangkat lunak khusus dengan
memori internal read-only 16-kilobyte, yang dapat dihapus secara elektrik, dan dapat
diprogram digunakan untuk merekam data. Data ini dibaca menggunakan Theramon station
untuk menghasilkan diagram dengan informasi DWT (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik contoh yang mengilustrasikan DWT rata-rata piranti ortodontik, yang dicatat
oleh sensor TheraMon® dan secara otomatis dihasilkan oleh perangkat lunak: tolerance:
deviasi dari waktu penggunaan rata-rata; target h/day: waktu penggunaan yang
direkomendasikan; Comparison: sebuah pilihan untuk membandingkan hasil pasien yang
berbeda, tidak digunakan disini; hours/day: grafik yang menunjukkan waktu penggunaan, dan
average: waktu penggunaan harian rata-rata.
Setiap sensor TheraMon® diaktifkan saat alat ortodontik diberikan kepada pasien.
Pasien dan orang tua mereka menandatangani persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian
setelah menerima informasi tentang: (a) penggunaan mikrosensor pada piranti nantinya, (b)
sensor tidak berbahaya sama sekali, dan (c) aturan untuk sukarela berpartisipasi dalam
penelitian dan kemungkinan untuk berhenti berpartisipasi kapan saja.
Semua peserta disarankan untuk memakai alat ortodontik mereka terus menerus untuk
minimal 12 jam per hari dan melakukan pemeriksaan rutin bulanan. Terapi diberikan oleh
ortodontis yang sebelumnya dilatih dalam penggunaan program komputer yang digunakan
untuk membaca data sensor. Data sensor dibaca pada setiap kunjungan kontrol. Perangkat
lunak TheraMon® secara otomatis menghitung DWT untuk setiap pasien.

2.3. Analisis statistik


Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Statistica v.13.3
(Perangkat Lunak TIBCO Inc., Palo Alto, CA, AS). Tes Shapiro-Wilk digunakan untuk menilai
normalitas distribusi empiris, sedangkan uji Brown-Forsythe digunakan untuk menentukan
homogenitas varians dalam subkelompok, dengan asumsi tingkat signifikansi uji p < 0,05.
Hubungan antara DWT dan jenis kelamin pasien/jenis alat yang digunakan dianalisis
menggunakan uji t independen dan ANOVA.

HASIL PENELITIAN
Distribusi DWT empiris dalam subkelompok individu tidak berbeda secara signifikan
dari distribusi normal (p > 0,05). Syarat penerapan analisis varians BrownForsy terpenuhi
dalam kelompok yang diteliti.
Waktu kontrol rata-rata adalah 6 bulan. DWT bervariasi antara 0,34 jam/hari (pasien
wanita yang dirawat dengan TB + HG) dan 21,9 jam/hari (pasien laki-laki yang dirawat dengan
TB). Tujuh pasien dirawat dengan alat Klammt dan empat pasien dirawat dengan alat Schwarz
tidak menghadiri kunjungan kontrol, sehingga tidak mungkin untuk membaca sensor. Hanya
tujuh pasien (enam perempuan dan satu laki-laki) mematuhi rekomendasi medis (minimal 12
jam pemakaian terus menerus per hari). Rata-rata DWT di setiap kelompok berdasarkan jenis
kelamin ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Statistik deskriptif DWT aktual piranti ortodontik.
Ada korelasi yang signifikan secara statistik antara kepatuhan pasien dan jenis kelamin.
DWT aktual piranti ortodontik lebih lama pada anak perempuan dibandingkan pada anak laki-
laki dengan selisih rata-rata 1,3 jam (7,1 vs 5,8 jam; p = 0,014; Gambar 3).

Gambar 3. DWT actual piranti ortodontik pada anak perempuan dan laki-laki serta hasil dari
uji signifikansi. DWT: Waktu Penggunaan Harian

Ditemukan juga bahwa jenis alat ortodontik berpengaruh pada kepatuhan pasien. DWT
TB secara signifikan lebih lama dibandingkan dengan DWT tiga jenis piranti ortodontik
lainnya (p <0,05; Gambar 4). DWT K, S, dan TB dengan HG tidak berbeda signifikan (p >
0,05).
Gambar 4. Analisis univariat perbedaan DWT actual piranti ortodonti dalam kelompok pasien
yang berbeda jenis piranti ortodonti, dan hasil analisis varian univariat dan uji post hoc (least
significant difference test; uji LSD). K: Piranti Klammt, S: piranti Schwarz; TB: piranti twin
blok, TB+HG: piranti twin blok dengan headgear.

PEMBAHASAN
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan mikrosensor telah memungkinkan dokter
untuk secara objektif memantau DWT peralatan ortodontik lepasan selama perawatan.
Penelitian menggunakan Sistem TheraMon® menunjukkan bahwa kepatuhan pasien jauh lebih
rendah daripada yang direkomendasikan oleh ortodontis. Selain itu, dalam penelitian ini
didapat DWT rata-rata 7,1 jam per hari pada anak perempuan dan 5,8 jam pada anak laki-laki,
dengan minimal 12 jam DWT yang direkomendasikan. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh
peneliti lain dimana kepatuhan pasien tidak pernah melebihi 7-9 jam yang mana
direkomendasikan untuk digunakan 8-15 jam perhari, mengindikasikan bahwa hanya dapat
percaya bahwa pasien menggunakan piranti ortodontiknya semalaman. Pada penelitian lain
terkait kepatuhan pasien selama perawatan dengan piranti ortodonti lepasan, terbukti bahwa
walaupun DWT rata-rata hanya sebesar 63-67% dari 14-15jam perhari yang
direkomendasikan, persentase ini sangat beragam pada tiap individual; 0,0-89,3%. Schaefer
dkk, menemukan bahwa kepatuhan pasien hampir mendekati nilai yang diperlukan (yaitu lebih
dari 12 jam perhari) pada 7% pasien, sementara Schott dan Ludwig menekankan bahwa 25%
pasien menggunakan piranti ortodontinya kurang dari 7 jam perhari, yang secara signifikan
mengurangi kemungkinan keberhasilan klinis, atau keberhasilan perawatan maloklusi.
Schott dkk. menemukan kepatuhan pasien yang relatif rendah pada pasien yang dirawat
dengan piranti fungsional dan pasien yang memakai retainer. Meskipun Sergl dan Zentner
menemukan bahwa tingkat kepatuhan pasien tergantung pada jenis alat ortodontik, DWT tidak
diverifikasi secara objektif dalam penelitian mereka. Pemantauan kepatuhan pasien berbasis
sensor meningkatkan keunggulan hasil penelitian ini. Tidak ada perbedaan secara statistik yang
signifikan dalam hal kepatuhan pasien yang dirawat dengan K, S, dan TB dengan HG. Namun,
DWT TB secara signifikan lebih lama (Gambar 4), yang mungkin menunjukkan bahwa pasien
menjadi mudah terbiasa dengan alat ini; sehingga, dapat disimpulkan bahwa TB berpotensi
menjadi alat ortodontik yang sangat efektif dalam hal hasil perawatan. Dapat juga diasumsikan
bahwa gigitan buatan tidak menghalangi penerimaan pasien terhadap alat ortodontik mereka;
sehingga tidak mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien yang juga dibuktikan dengan DWT
yang relatif panjang.
Pasien yang paling tidak patuh adalah mereka yang dirawat menggunakan TB
kombinasi HG (kelompok TB + HG). Perbedaan yang signifikan dalam hal DWT dibandingkan
dengan kelompok TB mungkin menunjukkan keengganan pasien untuk memakai HG.
Penelitian sebelumnya mengenai kepatuhan pasien yang dirawat dengan HG
mengungkapkan bahwa DWT rata-rata adalah 5-7 jam per hari dibandingkan dengan DWT
yang direkomendasikan yaitu 12 jam. Nilai ini tidak berubah meskipun pasien sadar bahwa
mereka sedang dipantau. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini (5,8 ± 1,1 jam/hari untuk
anak perempuan dan 5,2 ± 0,9 jam/hari untuk anak laki-laki, yang sesuai dengan 43–48% dari
rekomendasi 12 jam per hari) sangat mirip dengan nilai yang dilaporkan dalam literatur dan
rata-rata DWT = 5,8 jam, yang diidentifikasi dalam tinjauan sistematis oleh Al-Moghrabi et al.
Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata DWT piranti ortodontik melebihi 7
jam/hari pada kelompok K dan TB, sekitar 6,5 jam pada kelompok S, dan tidak melebihi 5,5
jam/hari pada kelompok TB + HG. Hanya tujuh pasien dari semua kelompok yang sepenuhnya
mematuhi rekomendasi dokter. Hasil ini mirip dengan yang diperoleh dalam penelitian serupa
oleh Al-Kurwi dkk. Ada beberapa penjelasan yang masuk akal untuk hasil ini. Penelitian
sebelumnya menemukan bahwa penurunan kualitas hidup karena maloklusi dan penampilan
gigi mempengaruhi kooperatif pasien remaja. Motivasi pasien, selain pengaruh rekan-rekan
mereka dan figur otoritas, ditemukan menjadi faktor yang menentukan kepatuhan terhadap
rekomendasi perawatan. Ditemukan bahwa pasien yang dirawat di fasilitas medis swasta
mengikuti rekomendasi DWT jauh lebih ketat daripada mereka yang dirawat di bawah asuransi
kesehatan wajib.
Ada pendapat yang bertentangan mengenai pengaruh jenis kelamin pada kepatuhan
pasien. Penelitian saat ini melaporkan kepatuhan yang lebih baik secara statistik pada anak
perempuan. Meskipun pasien tahu bahwa kepatuhan mereka dipantau dengan mikrosensor,
kebanyakan dari mereka tidak mencapai DWT yang direkomendasikan yaitu selama 12 jam.
Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa
kepatuhan pasien belum cukup baik, bahkan ketika pasien dan orang tua mengetahui bahwa
DWT direkam. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti lain.
Dalam penelitian lain, pasien biasanya tidak merubah perilaku mereka selama perawatan. Oleh
karena itu, karena motivasi pasien selama terapi tidak berhasil, penting di awal memilih pasien
yang hanya akan mematuhi rekomendasi dengan baik.
Disarankan bahwa DWT peralatan ortodontik lepasan adalah 12-14 jam. Sayangnya,
penelitian ini membuktikan bahwa DWT yang diverifikasi secara obyektif tersebut kurang dari
7 jam rata-rata. Selain itu, bahkan dalam kelompok yang paling patuh anak perempuan yang
dirawat dengan TB, DWT rata-rata yang didapat adalah 8,1 jam/hari (Tabel 1). Fakta bahwa
hampir 7% pasien dalam penelitian ini benar-benar tidak patuh juga membahayakan prognosis
keberhasilan perawatan dengan piranti ortodontik lepasan.
Hal ini membuktikan bahwa asumsi sebelumnya terkait efektivitas perawatan terlalu
tinggi, karena pengukuran dan pemantauan DWT memiliki risiko bias yang tinggi. Asumsi ini
bertentangan dengan hasil penelitian ini, yang dengan jelas membenarkan kebutuhan untuk
mengevaluasi kembali keefektifan piranti ortodontik lepasan untuk memperbarui rekomendasi
lama tentang DWT. Namun, evaluasi tersebut hanya membutuhkan pasien kooperatif yang
memenuhi syarat untuk penelitian. Pemilihan sederhana pasien difasilitasi oleh kesimpulan
yang ditarik dalam penelitian ini sebelumnya tentang pengaruh kebutuhan perawatan dan
persepsi individu pasien tentang daya tarik senyum terhadap kepatuhan mereka selama
pengobatan.
Analisis tingkat kepatuhan pasien selama perawatan merupakan masalah kompleks,
yang merupakan masalah berbatasan antara psikologi dan kedokteran; definisi kepatuhan juga
kontroversial. Tidak ada kesepakatan penuh tentang arti dari istilah itu sendiri. Namun, terlepas
dari definisi, kepatuhan pasien sangat penting untuk keberhasilan perawatan ortodontik,
terutama dengan piranti lepasan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan
pasien. Oleh karena itu, banyak peneliti berfokus pada penentuan faktor-faktor ini, yang
memungkinkan untuk memprediksi kepatuhan pasien sebelum piranti ortodontik dirancang dan
diproduksi. Penelitian kami sebelumnya dan juga penelitian oleh Amado et al. menemukan
bahwa tingkat kepatuhan pasien bergantung pada ciri-ciri kepribadian pasien dan, yang lebih
penting adalah orang tua pasien.
Di sisi lain, penelitian oleh Daniels et al. menekankan motivasi pasien dan orang tuanya
untuk berobat, karena ini merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepatuhan pasien
berikutnya. Pada setidaknya dua tahapan terapi, Bos mengungkapkan bahwa keberhasilan fase
pertama terapi ortodontik memainkan peran penting dalam kecenderungan pasien untuk patuh
pada tahapan selanjutnya. Contoh spesifik dari perawatan ortodontik fase 1 adalah terapi
fungsional. Menurut data ilmiah yang tersedia perawatan maloklusi tertentu, misalnya, Kelas
II, paling efektif selama periode percepatan pertumbuhan, yaitu pubertas. Sayangnya, Albino
dkk. mengkonfirmasi dari pengamatan klinis pada banyak ortodontis bahwa jauh lebih sulit
untuk memotivasi pasien remaja daripada orang dewasa. Selain itu, Dinwiddie dan Müller
membuktikan bahwa kepatuhan anak melemah dengan munculnya pubertas . Menurut Tsomos
et al., penelitian skala besar diperlukan untuk membangun korelasi antara usia pasien dan
kepatuhan. Dalam perspektif tersebut, evaluasi objektif metode penilaian kepatuhan pasien
yang murni berasal dari motivasi pasien untuk menggunakan piranti ortodontik lepasan
tampaknya cukup relevan.
Kurangnya evaluasi objektif saat ini berarti bahwa derajat modifikasi pertumbuhan
tulang kraniofasial yang dilaporkan dalam penelitian yang melibatkan pasien yang dirawat
dengan terapi fungsional bisa jadi kontroversial. Muncul pertanyaan apakah hasilnya akan
berbeda? jika pemantauan kepatuhan pasien sepenuhnya dapat diandalkan. Penilaian subjektif
dan medis berbasis wawancara tentang tingkat kepatuhan pasien selama terapi fungsional
adalah keterbatasan utama tidak hanya dari penelitian orisinal sederhana atau penelitian
komparatif tetapi juga dari uji coba secara acak. Penelitian oleh Ghafari et al. dan O'Brien dkk.
Menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal pengukuran sefalometrik
pasien yang dirawat dan tidak dirawat maloklusi kelas II. Profit mempertanyakan relevansi dari
hasil penelitian tersebut terhadap efektivitas klinis terapi fungsional. Dia menekankan bahwa
dalam hal ketidakmungkinan evaluasi objektif kepatuhan pasien, semua penelitian yang ada
mengenai efektivitas terapi fungsional, yang menunjukkan potensi keseluruhan dari pilihan
terapi piranti fungsional, tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Penelitian ini membuktikan
bahwa hasil sangat memuaskan dari perawatan fungsional dapat dicapai pada pasien yang
patuh.
Derajat kepatuhan pasien sedikit bergantung pada tingkat keparahan maloklusi yang
diukur dengan IOTN (Indeks Kebutuhan Perawatan Ortodontik). Dengan perencanaan
perawatan ortodontik dini menggunakan piranti lepasan, dapat diasumsikan bahwa pasien
dengan maloklusi ringan akan kurang patuh, yang seharusnya mempengaruhi keputusan
penyedia layanan kesehatan untuk membatasi dana publik yang dihabiskan untuk mengobati
gangguan tersebut. Sayangnya, kepatuhan pasien tidak dapat diprediksi pada mereka dengan
maloklusi parah, yang berarti bahwa perawatan harus dipantau secara hati-hati dan obyektif
dan dihentikan jika rekomendasi ortodontis tidak diikuti.
Artikel ini adalah ringkasan dari penelitian percontohan; Namun, dikarenakan
penelitian ini dilanjutkan dalam universitas kami, hal ini dapat memberikan bukti penting
apakah pasien dengan konfirmasi tingkat kepatuhan mereka kemungkinan akan mempengaruhi
hasil terapi yang dicapai. Penting juga bahwa semua peserta penelitian yang mendapat manfaat
dari perawatan ortodontik diganti dananya oleh Dana Kesehatan Nasional.
Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan penelitian sebelumnya, bahwa besarnya
variasi DWT individu menekankan kebutuhan pasien remaja untuk terlibat aktif dalam
pengobatan. Pencatatan DWT piranti ortodontik lepasan menggunakan mikrosensor adalah alat
yang berguna dalam deteksi dini pasien yang tidak patuh, yang memungkinkan intervensi cepat
untuk meningkatkan kepatuhan pasien.

KETERBATASAN
Usia saat dimulai pengobatan dan keparahan maloklusi tidak diacak dalam berbagai
kelompok pasien yang dirawat dengan berbagai jenis peralatan ortodontik, yang mungkin
menyebabkan bias data yang diperoleh dan, dengan demikian, secara negatif mempengaruhi
hasil.
Karena periode pengamatan dilakukan selama musim panas, penurunan khas kepatuhan
pasien dapat diamati selama liburan (terutama pada bulan Juli dan Agustus). Tidak
mengherankan bahwa pasien secara signifikan kurang termotivasi untuk mematuhi
rekomendasi perawatan selama liburan. Beberapa dari mereka benar-benar menghentikan
pengobatan, terutama pasien yang dirawat dengan headgear (HG). Oleh karena itu, pemantauan
pasien dalam jangka waktu yang lebih lama dapat mengurangi masalah ini.

KESIMPULAN
(1) Anak-anak yang dirawat di bawah asuransi kesehatan wajib memakai pirantiortodontik
lepasan dengan jangka waktu yang jauh lebih pendek dari yang direkomendasikan; tingkat
kepatuhan pasien yang sangat rendah, hampir 54% dari 12 jam yang diperlukan per hari,yang
kemungkinan secara signifikan mengurangi efektivitas perawatan ortodontik.
(2) Karena pasien yang dirawat dengan piranti lepasan paling banyak bersedia menggunakan
twin blok (TB), alat ini paling sering dipilih untuk perawatan fungsional dalam orthodonsia.
(3) Penelitian lebih lanjut harus fokus pada cara terbaik untuk mendorong pasien untuk
mematuhi rekomendasi perawatan untuk meningkatkan efektivitas perawatan ortodontik
dengan piranti lepasan.
(4) Mikrosensor adalah alat berharga yang memungkinkan verifikasi penelitian yang dilakukan
sebelumnya dan kesimpulan yang dihasilkan darinya tetapi juga dapat digunakan untuk
melaksanakan penelitian yang dulunya tidak mungkin, yang merupakan kunci penting untuk
pengembangan ortodontik di masa depan.

REFERENSI
1. Proffit, W.R. Contemporary Orthodontics, 5th ed.; Elsevier/Mosby: St. Louis, MO, USA,
2013; ISBN 9780323083171.
2. Koretsi, V.; Zymperdikas, V.F.; Papageorgiou, S.N.; Papadopoulos, M.A. Treatment Effects
of Removable Functional Appliances in Patients with Class II Malocclusion: A Systematic
Review and Meta-Analysis. Eur. J. Orthod. 2015, 37, 418–434. [CrossRef] [PubMed]
3. Tausche, E.; Luck, O.; Harzer, W. Prevalence of Malocclusions in the Early Mixed Dentition
and Orthodontic Treatment Need. Eur. J. Orthod. 2004, 26, 237–244. [CrossRef] [PubMed]
4. Bernas, A.J.; Banting, D.W.; Short, L.L. Effectiveness of Phase I Orthodontic Treatment in
an Undergraduate Teaching Clinic. J. Dent. Educ. 2007, 71, 1179–1186. [CrossRef] [PubMed]
5. Franchi, L.; Pavoni, C.; Faltin, K.; McNamara, J.A.; Cozza, P. Long-Term Skeletal and
Dental Effects and Treatment Timing for Functional Appliances in Class II Malocclusion.
Angle Orthod. 2013, 83, 334–340. [CrossRef] [PubMed]
6. Schott, T.C.; Göz, G. Die Einstellung Junger Patienten Zu Tragezeit, Tragezeitverordnung
Und Elektronischer Tragezeitmessung von Herausnehmbaren Apparaturen—Ergebnisse Einer
Fragebogenstudie. J. Orofac. Orthop. 2010, 71, 108–116. [CrossRef] [PubMed]
7. Brierley, C.A.; Benson, P.E.; Sandler, J. How Accurate Are TheraMon® Microsensors at
Measuring Intraoral Wear-Time? Recorded vs. Actual Wear Times in Five Volunteers. J.
Orthod. 2017, 44, 241–248. [CrossRef]
8. Schott, T.C.; Ludwig, B. Microelectronic Wear-Time Documentation of Removable
Orthodontic Devices Detects Heterogeneous Wear Behavior and Individualizes Treatment
Planning. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2014, 146, 155–160. [CrossRef] [PubMed]
9. Schott, T.C.; Schlipf, C.; Glasl, B.; Schwarzer, C.L.; Weber, J.; Ludwig, B. Quantification
of Patient Compliance with Hawley Retainers and Removable Functional Appliances during
the Retention Phase. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2013, 144, 533–540. [CrossRef]
10. Schäfer, K.; Ludwig, B.; Meyer-Gutknecht, H.; Schott, T.C. Quantifying Patient Adherence
during Active Orthodontic Treatment with Removable Appliances Using Microelectronic
Wear-Time Documentation. Eur. J. Orthod. 2015, 37, 73–80. [CrossRef]
11. Tsomos, G.; Ludwig, B.; Grossen, J.; Pazera, P.; Gkantidis, N. Objective Assessment of
Patient Compliance with Removable Orthodontic Appliances: A Cross-Sectional Cohort
Study. Angle Orthod. 2014, 84, 56–61. [CrossRef]
12. Pauls, A.; Nienkemper, M.; Panayotidis, A.; Wilmes, B.; Drescher, D. Effects of Wear
Time Recording on the Patient’s Compliance. Angle Orthod. 2013, 83, 1002–1008. [CrossRef]
[PubMed]
13. Bartsch, A.; Witt, E.; Sahm, G.; Schneider, S. Correlates of Objective Patient Compliance
with Removable Appliance Wear. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 1993, 104, 378–386.
[CrossRef]
14. Sergl, H.G.; Zentner, A. A Comparative Assessment of Acceptance of Different Types of
Functional Appliances. Eur. J. Orthod. 1998, 20, 517–524. [CrossRef] [PubMed]
15. Brandão, M.; Pinho, H.S.; Urias, D. Clinical and Quantitative Assessment of Headgear
Compliance: A Pilot Study. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2006, 129, 239–244. [CrossRef]
16. Bos, A.; Kleverlaan, C.J.; Hoogstraten, J.; Prahl-Andersen, B.; Kuitert, R. Comparing
Subjective and Objective Measures of Headgear Compliance. Am. J. Orthod. Dentofac.
Orthop. 2007, 132, 801–805. [CrossRef]
17. Cureton, S.L.; Regennitter, F.J.; Yancey, J.M. Clinical versus Quantitative Assessment of
Headgear Compliance. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 1993, 104, 277–284. [CrossRef]
18. Al-Moghrabi, D.; Salazar, F.C.; Pandis, N.; Fleming, P.S. Compliance with Removable
Orthodontic Appliances and Adjuncts: A Systematic Review and Meta-Analysis. Am. J.
Orthod. Dentofac. Orthop. 2017, 152, 17–32. [CrossRef]
19. Al-Kurwi, A.S.A.; Bos, A.; Kuitert, R.B. Overjet Reduction in Relation to Wear Time with
the van Beek Activator Combined with a Microsensor. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2017,
151, 277–283. [CrossRef]
20. Miguel, J.A.M.; Sales, H.X.; Quintão, C.C.; Oliveira, B.H.; Feu, D. Factors Associated
with Orthodontic Treatment Seeking by 12–15-Year-Old Children at a State University-
Funded Clinic. J. Orthod. 2010, 37, 100–106. [CrossRef]
21. El-Huni, A.; Colonio Salazar, F.B.; Sharma, P.K.; Fleming, P.S. Understanding Factors
Influencing Compliance with Removable Functional Appliances: A Qualitative Study. Am. J.
Orthod. Dentofac. Orthop. 2019, 155, 173–181. [CrossRef]
22. Daniels, A.S.; Seacat, J.D.; Inglehart, M.R. Orthodontic Treatment Motivation and
Cooperation: A Cross-Sectional Analysis of Adolescent Patients’ and Parents’ Responses. Am.
J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2009, 136, 780–787. [CrossRef] Sensors 2022, 22, 2435 10 of 10
23. Agar, U.; Doruk, C.; Altu ˇ g Biçakçi, A.; Bükü¸so ˇ glu, N. The Role of Psycho-Social
Factors in Headgear Compliance. ˇ Eur. J. Orthod. 2005, 27, 263–267. [CrossRef]
24. Clemmer, E.J.; Hayes, E.W. Patient Cooperation in Wearing Orthodontic Headgear. Am.
J. Orthod. 1979, 75, 517–524. [CrossRef]
25. Hyun, P.; Preston, C.B.; Al-Jewair, T.S.; Park-Hyun, E.; Tabbaa, S. Patient Compliance
with Hawley Retainers Fitted with the SMARTH Sensor: A Prospective Clinical Pilot Study.
Angle Orthod. 2015, 85, 263–269. [CrossRef] [PubMed]
26. Chen, J.Y.; Will, L.A.; Niederman, R. Analysis of Efficacy of Functional Appliances on
Mandibular Growth. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2002, 122, 470–476. [CrossRef]
27. Sarul, M.; Kawala, B.; Kozanecka, A.; Łyczek, J.; Antoszewska-Smith, J. Objectively
Measured Compliance during Early Orthodontic Treatment: Do Treatment Needs Have an
Impact? Adv. Clin. Exp. Med. 2017, 26, 83–87. [CrossRef] [PubMed]
28. Sarul, M.; Antoszewska-Smith, J.; Park, H.S. Self-Perception of Smile Attractiveness as a
Reliable Predictor of Increased Patient Compliance with an Orthodontist. Adv. Clin. Exp. Med.
2019, 28, 1633–1638. [CrossRef] [PubMed]
29. Woolass, K.F.; Shaw, W.C.; Viader, P.H.; Lewis, A.S. The Prediction of Patient Co-
Operation in Orthodontic Treatment. Eur. J. Orthod. 1988, 10, 235–243. [CrossRef]
30. Albino, J.E.N.; Lawrence, S.D.; Lopes, C.E.; Nash, L.B.; Tedesco, L.A. Cooperation of
Adolescents in Orthodontic Treatment. J. Behav. Med. 1991, 14, 53–70. [CrossRef]
31. Amado, J.; Sierra, A.M.; Gallón, A.; Álvarez, C.; Baccetti, T. Relationship between
Personality Traits and Cooperation. Angle Orthod. 2008, 78, 688–691. [CrossRef]
32. Dinwiddie, R.; Müller, W.G. Adolescent Treatment Compliance in Asthma. J. R. Soc. Med.
2002, 95, 68–71. [CrossRef] [PubMed]
33. O’Brien, K.; Wright, J.; Conboy, F.; Sanjie, Y.W.; Mandall, N.; Chadwick, S.; Connolly,
I.; Cook, P.; Birnie, D.; Hammond, M.; et al. Effectiveness of Early Orthodontic Treatment
with the Twin-Block Appliance: A Multicenter, Randomized, Controlled Trial. Part 1: Dental
and Skeletal Effects. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2003, 124, 234–243. [CrossRef]
34. O’Brien, K.; Wright, J.; Conboy, F.; Chadwick, S.; Connolly, I.; Cook, P.; Birnie, D.;
Hammond, M.; Harradine, N.; Lewis, D.; et al. Effectiveness of Early Orthodontic Treatment
with the Twin-Block Appliance: A Multicenter, Randomized, Controlled Trial. Part 2:
Psychosocial Effects. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2003, 124, 488–494. [CrossRef]
35. O’Brien, K.; Wright, J.; Conboy, F.; Sanjie, Y.W.; Mandall, N.; Chadwick, S.; Connolly,
I.; Cook, P.; Birnie, D.; Hammond, M.; et al. Effectiveness of Treatment for Class II
Malocclusion with the Herbst or Twin-Block Appliances: A Randomized, Controlled Trial.
Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2003, 124, 128–137. [CrossRef]
36. Sarul, M.; Nahajowski, M.; Gawin, G.; Antoszewska-Smith, J. Does Daily Wear Time of
Twin Block Reliably Predict Its Efficiency of Class II Treatment? J. Orofac. Orthop. 2021, 1–
10. [CrossRef]
37. Schott, T.C.; Ludwig, B. Quantification of Wear-Time Adherence of Removable
Appliances in Young Orthodontic Patients in Relation to Their BMI: A Preliminary Study.
Patient Prefer. Adherence 2014, 8, 1587–1595. [CrossRef]
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENILAIAN TOKSIKOLOGI DARI ALAT ORTODONTIK LEPASAN AKRILIK


MENGGUNAKAN METODE 2D DAN 3D IN VITRO

Disadur dari:
Dinu S, et al. Toxicological Assessment of an Acrylic Removable Orthodontic Appliance
Using 2D and 3D In Vitro Methods. Materials 2022; 15: 1-14.

Selasa, 17 Mei 2022

Penyaji:
Nurhalijah
NIM: 210631135

Dosen Pembimbing:
Erliera, drg., Sp.Ort (K)
NIP: 198001132008122003

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENILAIAN TOKSIKOLOGI DARI ALAT ORTODONTIK LEPASAN AKRILIK


MENGGUNAKAN METODE 2D DAN 3D IN VITRO

Disadur dari:
Dinu S, et al. Toxicological Assessment of an Acrylic Removable Orthodontic Appliance
Using 2D and 3D In Vitro Methods. Materials 2022; 15: 1-14.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing: Penyaji:

Erliera, drg., Sp.Ort (K) Nurhalijah


NIP: 198001132008122003 NIM: 210631135

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENILAIAN TOKSIKOLOGI DARI ALAT ORTODONTIK LEPASAN AKRILIK


MENGGUNAKAN METODE 2D DAN 3D IN VITRO

Disadur dari:
Dinu S, et al. Toxicological Assessment of an Acrylic Removable Orthodontic Appliance
Using 2D and 3D In Vitro Methods. Materials 2022; 15: 1-14.

Selasa, 17 Mei 2022

Dosen Pembimbing: Penyaji:

Erliera, drg., Sp.Ort (K) Nurhalijah


NIP: 198001132008122003 NIM: 210631135

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PENILAIAN TOKSIKOLOGI DARI ALAT ORTODONTIK LEPASAN
AKRILIK MENGGUNAKAN METODE 2D DAN 3D IN VITRO

Abstrak: Maloklusi merupakan masalah kesehatan global, terutama


menyerang anak-anak dan remaja. Untuk alasan ini, perawatan ortodontik harus, di
satu sisi, aman, tidak beracun, dan efektif, di sisi lain, harus memiliki profil estetik
terbaik. Dengan demikian, penggunaan peralatan ortodontik ditujukan untuk semua
kelompok umur, termasuk anak-anak untuk jangka waktu yang lama, itulah
sebabnya profil keamanan mereka menjadi perhatian yang nyata. Untuk alasan ini,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keamanan dan
biokompatibilitas alat ortodontik lepasan akrilik yang terbuat dari
polimetilmetakrilat dan stainless steel alloy yang dibuat oleh tim peneliti kami.
Untuk memverifikasi biokompatibilitas perangkat medis, bahan itu direndam dalam
saliva buatan dengan tiga pH yang berbeda (3, 7, dan 10) selama sepuluh hari.
Kemudian, ketiga jenis saliva diuji pada keratinosit manusia (HaCaT cell line)
dalam hal viabilitas dan modifikasi morfologi sel. Akhirnya, penggunaan epidermis
manusia yang direkonstruksi 3D memverifikasi potensi sitotoksik dan iritasi
perangkat medis, sehingga memberikan informasi yang relevan mengenai
biokompatibilitasnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dengan
mempertahankan perangkat ortodontik dalam saliva tidak ada pelepasan zat dengan
efek toksik pada keratinosit manusia dan pada epidermis manusia yang
direkonstruksi 3D. Perubahan morfologi sel juga tidak signifikan. Sebagai
kesimpulan, disarankan agar alat lepasan akrilik memiliki profil keamanan yang
direkomendasikan untuk penggunaan in vivo. Penggunaan epidermis manusia yang
direkonstruksi 3D memverifikasi potensi sitotoksik dan iritasi perangkat medis,
sehingga memberikan informasi yang relevan mengenai biokompatibilitasnya.

Kata kunci: alat lepasan akrilik; orthodonsi; in vitro; Epidermis manusia yang
direkonstruksi 3D; biokompatibilitas; sitotoksisitas
1. Pendahuluan

Meskipun tidak dianggap sebagai penyakit, maloklusi dianggap


sebagai masalah kesehatan global. Perkembangan perawatan ortodontik
untuk merawat maloklusi yang berdampak signifikan pada kualitas hidup
telah menarik perhatian para profesional kesehatan [1]. Definisi lengkap
maloklusi melibatkan pertumbuhan gigi yang tidak teratur atau hubungan
yang rusak antara lengkung gigi di luar batas normal. Selain berdampak pada
mengunyah, berbicara, dan estetika gigi, masalah kesehatan ini juga
mempengaruhi keadaan psikologis seseorang [2]. Terjadinya maloklusi
didasarkan pada faktor genetik dan faktor lingkungan yang berhubungan
dengan nutrisi bayi [3].

Mengingat fakta bahwa maloklusi terjadi pada masa kanak-kanak,


perawatan ortodontik harus aman, dalam arti toksisitas, dan kepatuhan pasien
harus tinggi, mengingat itu adalah perawatan jangka panjang [4]. Perhatian
utama para spesialis di lapangan adalah pengembangan peralatan ortodontik
yang menggabungkan karakteristik estetika yang sesuai dan kinerja teknis
yang diperlukan untuk perawatan yang efektif. Salah satu pilihan terapi untuk
maloklusi adalah dengan menggunakan braket yang lebih kecil yang terbuat
dari stainless steel [5], tetapi, meskipun mereka efektif secara terapeutik,
mereka tidak memenuhi kriteria estetika [6]. Di sisi lain, ortodontik lingual,
pendekatan terapeutik lain untuk maloklusi, memiliki keuntungan estetika,
tetapi tidak seefektif dan menimbulkan beberapa masalah bagi terapis dan
pasien [7]. Alternatif lain untuk peralatan ortodontik cekat adalah clear
aligner system. Ini dibagi menjadi dua kategori, tergantung pada bagaimana
mereka diperoleh, yaitu sebagai berikut: (i) perangkat yang terbuat dari
bahan termoplastik dengan pengaturan manual; dan (ii) aligner yang
dihasilkan oleh teknologi CAD-CAM [8]. Contoh clear aligner system
adalah Clear Aligner CA System (Scheu Dental, Jerman) [9]. Jenis perangkat
ortodontik ini menawarkan beberapa keuntungan, seperti pembuatan aligner
yang mudah dalam kondisi laboratorium dengan biaya yang efektif dan
fasilitasi proses tindak lanjut perawatan dan intervensi dari ortodontis untuk
membuat perubahan yang diperlukan dalam perawatan [8]. Invisalign, salah
satu clear aligner system yang paling terkenal dan digunakan, termasuk
dalam kategori aligner yang dibuat oleh teknologi CAD-CAM [10]. Jenis
perangkat ortodontik ini memiliki keuntungan dalam menangani kasus-kasus
ringan tanpa ekstraksi lebih cepat, tetapi, bagaimanapun, penelitian telah
menunjukkan bahwa itu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada
peralatan cekat untuk perawatan kasus-kasus yang lebih kompleks [11].
Meskipun jenis perangkat ini menawarkan estetika yang baik untuk pasien,
mereka memiliki beberapa kelemahan, seperti waktu perawatan yang lama,
risiko resorpsi, atau masalah biokompatibilitas karena bahan dari mana
mereka dibuat [12].
Tergantung pada tingkat keparahan kondisinya, terapi ortodontik
mencakup dua pendekatan utama, yaitu penggunaan peralatan cekat atau yang
dapat dilepas [13]. Meskipun peralatan cekat ortodontik konvensional telah
terbukti berguna dalam perawatan maloklusi, peralatan tersebut bukannya
tanpa efek samping. Masalah paling umum yang dapat terjadi selama
perawatan ortodontik termasuk perubahan pH mulut dan perkembangan
gigi berlubang, gingivitis, dan periodontitis [14]. Penyebab utama dari efek
samping ini adalah kebersihan pasien ortodontik yang buruk. Dalam hal ini,
jenis alat ortodontik yang digunakan, serta bahan braket, teknik bonding, dan
juga waktu perawatan, merupakan faktor kunci yang dapat mempengaruhi
terwujudnya kebersihan mulut yang baik [15].
Peralatan ortodontik lepasan telah lama digunakan dalam praktik
medis. Meskipun penelitian telah menunjukkan bahwa jenis peralatan
ortodontik ini tidak seefektif yang diperbaiki, mereka masih dalam
penggunaan terapeutik untuk beberapa masalah gigi, seperti pengurangan
overbite, gigi tipping, atau gerakan blok [16,17]. Para peneliti telah
memusatkan perhatian mereka pada pengembangan peralatan ortodontik baru
yang terbuat dari bahan dengan sifat mekanik yang lebih baik dan tidak
membuat pasien berisiko melepaskan bisphenol A (BPA). BPA adalah
senyawa beracun dengan dampak sistemik pada tubuh, terutama pada sistem
endokrin [18]. Toksisitas BPA pada sistem endokrin terutama disebabkan
oleh kemampuan zat ini untuk berinteraksi dengan berbagai reseptor, seperti
reseptor estrogen, reseptor androgen, dan reseptor hormon tiroid [19]. Selain
efek berbahaya dari BPA pada berbagai sistem, seperti reproduksi [20] atau
sistem saraf [21], penelitian terbaru menunjukkan korelasi antara paparan
BPA dan perkembangan tumor [22]. Studi in vitro telah menunjukkan bahwa
BPA merangsang kelangsungan hidup sel kanker payudara dan meningkatkan
stres [23]. Mengenai pelepasan BPA dari peralatan ortodontik, diamati
bahwa nilai pelepasan BPA maksimum yang diukur, baik in vitro dan in vivo,
dicatat pada minggu pertama setelah penerapan biomaterial [23].
Salah satu bahan yang paling banyak digunakan untuk membuat
peralatan ortodontik lepasan akrilik adalah polimetilmetakrilat (PMMA) [17].
PMMA (nama IUPAC: poli [1-(metoksi karbonil)-1-metil etilen]) adalah
polimer sintetik yang dibuat dengan reaksi polimerisasi metil metakrilat
(C5HAI2H8) menjadi polimetil metakrilat (C5HAI2H8)n. Reaksi
polimerisasi dapat dimulai baik secara kimia atau dengan energi. Tergantung
pada mode inisiasi reaksi polimerisasi, ada tiga jenis utama polimer (I, II,
dan III), yang berbeda satu sama lain tergantung pada reaksi dan
komposisi polimerisasi. Selain tiga jenis utama PMMA ini, dua lagi
dimasukkan, tipe IV (polimer teraktivasi cahaya) dan tipe V (polimer
teraktivasi gelombang mikro) [24]. PMMA juga harus memiliki sifat
fisik yang baik untuk aplikasi ortodontik. Salah satu sifat fisik yang paling
penting adalah penyerapan air atau cairan oral lainnya. Hal ini disebabkan
oleh polaritas molekulnya, sehingga molekul air dapat menyusup ke dalam
rantai polimer dan berperan sebagai plasticizer [25]. Properti lain yang layak
dipertimbangkan adalah kelarutan. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas
dimensi. Dengan demikian, baik penyerapan cairan dan kelarutan yang
terkait harus dikontrol dan dijaga agar tetap minimum [24].
Fitur utama dari PMMA yang berguna untuk aplikasi dalam
kedokteran gigi dan ortodontik adalah kepadatannya yang rendah dan
sifat fisik dan mekanik yang luar biasa [26]. Saat menggunakan perangkat
medis, biokompatibilitas sangat penting. Mengenai PMMA, penelitian
menunjukkan bahwa jenis bahan ini memiliki biokompatibilitas yang baik
[27–29]. Namun, karena kesalahan selama pembuatan, itu dapat
menyebabkan adanya monomer yang mengeras atau sisa yang bertanggung
jawab atas peradangan dan iritasi pada mukosa mulut [24]. Selain itu,
kesalahan ini dapat mempengaruhi sifat penting lainnya dari bahan,
seperti penurunan sifat mekanik, perubahan warna, dan bahkan
munculnya reaksi alergi [17].
Karena sangat penting bahwa bahan yang digunakan dalam ortodontik
harus biokompatibel dan memiliki sifat yang tepat untuk menjadi efektif,
memperoleh PMMA adalah sangat penting. Dengan demikian, beberapa
metode untuk mendapatkan polimer gigi telah dijelaskan dalam literatur.
Salah satu metode adalah dengan microwave postpolymerize resin untuk
menyelaraskan dasar gigi [30]. Selain itu, dalam literatur telah dijelaskan
metode postcuring dengan cara berkas elektron atau postpolimerisasi panas
[24], kedua metode meningkatkan sifat mekanik dari bahan yang diperoleh.
Pendekatan lain untuk mereduksi monomer yang tidak bereaksi adalah
dengan menerapkan perlakuan panas sekunder, tetapi metode ini memiliki
kelemahan yaitu dapat menyebabkan perubahan warna selama proses [17].
Perhatian sekunder pada peralatan ortodontik konvensional adalah
bagian logamnya, yang sering kali terdiri dari stainless steel atau paduan
nikel-titanium. Bahan-bahan tersebut memungkinkan pelepasan ion logam,
terutama ion krom dan nikel yang dapat diserap oleh email atau dapat
mencapai saluran cerna melalui saliva [31]. Pada pasien dengan kebersihan
mulut yang buruk, plak dapat menumpuk di permukaan vestibular gigi di
sekitar braket, menyebabkan demiliterisasi email. Dalam hal ini terjadi
biodegradasi braket dan pelepasan ion logam yang dapat masuk ke email
gigi, suatu proses yang disebut metalosis [32]. Mengenai penyerapan ion
oleh email, Keinan et al. [33] mengamati bahwa nikel diserap dalam jumlah
yang jauh lebih kecil oleh gigi yang utuh, dibandingkan dengan
penyerapan dari saliva. Penelitian telah menunjukkan bahwa dengan
menyerap ion logam dalam email, mereka menyebabkan efek samping
lokal, seperti perubahan warna pada email. Sebaliknya, dengan melepaskan
ion ke dalam saliva, mereka dapat mencapai saluran pencernaan dan
menyebabkan reaksi toksik pada tingkat sistemik [31].
Untuk alasan ini, arah penelitian di bidang ortodontik difokuskan
pada pengembangan peralatan ortodontik yang inovatif dengan sifat biologis
dan mekanik yang lebih baik. Salah satu pendekatan terbaru untuk
perawatan ortodontik adalah penggunaan peralatan akrilik. Bahan dari
mana perangkat ortodontik ini dibuat memiliki keunggulan penanganan
yang mudah dan, di samping itu, memiliki sifat mekanik yang telah
menarik perhatian para ahli di bidangnya [34].
Dengan demikian, penelitian ini berfokus pada pengembangan alat
ortodontik akrilik lepasan (ARA). Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode in vitro 2D dan 3D untuk memberikan gambaran
yang lebih komprehensif tentang biokompatibilitas perangkat medis.

2. Bahan dan metode


2.1.Reagen

Sampel (ARA) dibuat oleh Klinik Gigi Keluarga (Dumbravita, Rumania)


bekerja sama dengan Docs Lab dari Timisoara, Rumania. Reagen berikut
digunakan untuk kultur sel: buffer salin fosfat (PBS), larutan tripsin-EDTA,
dimetil sulfoksida (DMSO), serum janin sapi (FBS), penisilin/streptomisin,
dan reagen Resazurin, yang dibeli dari Sigma Aldrich, Merck KgaA
(Darmstadt, Jerman), dan media kultur sel, Media Elang Modifikasi
Dulbecco (DMEM–ATCC®30-2002™), dibeli dari ATCC (American Type
Cell Collection, Lomianki, Polandia). Semua reagen memiliki kemurnian
analitis dan untuk penggunaan kultur sel. Reagen berikut digunakan untuk
menyiapkan saliva buatan menurut artikel sebelumnya [35]: CaCl2×2H2O
(kemurnian > 99,5%) dari Honeywell Fluka™ (Charlotte, NC, USA); NaCl
(kemurnian > 99,5%) dari Chimopar SA (Bucharest, Rumania);
CO(NH2)2(kemurnian > 99,5%) dari Sigma-Aldrich (St. Louis, MO, USA);
KCl (kemurnian > 99,8%), pelet NaOH (kemurnian > 99,3%) dari
Chimreactiv (Bucharest, Rumania); dan 37% HCl dari Honeywell FlukaTM
(Charlotte, NC, AS).
2.2 Pengembangan Acrylic Removable Appliance (ARA)

Alat ortodontik yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat lepasan
akrilik yang dibuat oleh Docs Lab dari Timisoara, Romania. Cetakan model
terbuat dari pencetakan 3D resin sensitif UV Anycubic dengan printer SLA
3D Printer Photon-S berbasis LCD (HONGKONG ANY-CUBIC
TECHNOLOGY CO., LIMITED, Shenzhen, China), berdasarkan kesan digital
(Gambar1) yang diambil dengan pemindai intraoral 3D terbaru dan
tercanggih, MEDIT i700 (Medit corp, Seoul, Korea) (Gambar2) di Klinik
Gigi Keluarga.

Gambar 1. Pemindaian digital lengkung rahang atas


dan Bawah dan pencatatan gigitan.

Gambar 2. Pemindai intraoral MEDIT i700 (Klinik


Gigi Keluarga).
Pelat dasar alat lepasan terbuat dari polimetilmetakrilat (PMMA,
Orthocryl®). ortokril® disiapkan menurut teknik mengadaptasi, sehingga
bubuk dan cairan monomer (2,5 bagian bubuk menjadi 1 bagian cairan)
dicampur. Setelah mencapai konsistensi yang ideal, dengan cepat dihapus,
disesuaikan dengan model, dan dicetak secara manual dengan cepat ke
bentuk yang diinginkan. Curing diselesaikan dalam panci bertekanan pada
2,2 bar, 40◦C selama 15 menit.
Klem logam terbuat dari kawat keras pegas bulat LEOWIRE C0400-
07 dan C0400-08 dan stainless steel alloy, dibuat untuk mencegah reaksi
alergi nikel (Cr 16,5%, Mn 11%, Mo 2,7% N 0,5%, keseimbangan: Fe)
diproduksi oleh DENTAURUM GmbH & Co. KG, (Ispringen, Jerman).
Sekrup utama yang digunakan adalah sekrup ekspansi standar dengan
stop ekspansi dan bor untuk kontrol gesekan yang juga diproduksi oleh
DENTAURUM GmbH & Co. KG, (Ispringen, Jerman). Gambar 3
menunjukkan alat lepasan akrilik (ARA) yang diperoleh.

2.3 Persiapan Saliva Buatan

Saliva buatan dibuat dengan tiga pH berbeda sebagai berikut: (i)


asam-3 (at 30.7◦C); (ii) netral-7 (pada 29,6◦C); dan (iii) basa-10 (pada
29,5◦C). Metode persiapan telah dijelaskan di atas [35]. Untuk
mendapatkan saliva dengan pH netral, reagen berikut dilarutkan dalam air
suling: 0,40 mg/L NaCl, 0,40 mg/L KCl, 0,80 mg/L CaCl2×2H2O, dan 1 mg/
L CO(NH2)2. Akhirnya, 37% HCl digunakan untuk mendapatkan saliva
buatan yang asam, dan 10N NaOH digunakan untuk mendapatkan saliva
buatan dasar. Pengukur pH portabel Thermo Scientific Eutech pH 150
dengan elektroda (Thermo Scientific, Waltham, MA, USA) digunakan
untuk menentukan pH larutan.

2. 4 Mempertahankan Alat Akrilik Lepasan dalam saliva Buatan


Perangkat ortodontik difragmentasi menjadi tiga fragmen berbeda
menggunakan pemotong kawat keras dan bur akrilik untuk pelat dasar.
Kemudian, ketiga fragmen direndam dalam saliva buatan (asam, basa, dan
netral) dan dipelihara selama sepuluh hari dalam inkubator dengan orbital
shaker (ES20/60 Biosan, Riga, Latvia) pada suhu 37◦C. Setelah periode ini,
ARA dihilangkan dari saliva, dan tiga jenis saliva (ARAa—saliva asam;
ARAn—saliva netral; dan ARAb—saliva basa) selanjutnya digunakan
dalam uji in vitro untuk menilai sitotoksisitas perangkat dan
biokompatibilitas.

2. 5 kultur sel

Penelitian ini dilakukan menggunakan keratinosit manusia yang


diabadikan, cell line HaCaT, dibeli dari CLS Cell Lines Service GmbH
(Eppelheim, Jerman) sebagai botol beku. Sel-sel dikultur dalam medium
spesifiknya (DMEM) yang dilengkapi dengan 10% FCS dan 1% antibiotik
(100 U/mL penisilin/100µg / mL streptomisin) dan diinkubasi dalam
atmosfer yang dilembabkan (37◦C, 5% CO2) selama percobaan.

Gambar 3. Gambar alat lepasan akrilik (ARA)


buatan Docs Lab dari Timisoara.

2.6 Penilaian Sitotoksisitas

Efek sitotoksik ARA dinilai dengan menggunakan uji viabilitas 3-


(4,5-dimethylthiazol-2- yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) sesuai
dengan teknik yang dijelaskan di atas [36]. Singkatnya, sel HaCaT
diunggulkan dalam pelat 96-well plate (1×104sel/well) dan dirawat selama
24 jam dan 72 jam dengan lima pengenceran (1:16, 1:8, 1:4, 1:2, 1:1) dari
tiga jenis saliva di mana ARA disimpan. Pada akhir periode stimulasi, 100µL
media segar dan 10µL reagen MTT ditambahkan ke masing-masing well
plate, diikuti dengan inkubasi 3 jam piring pada 37◦C. Akhirnya, 100µL
larutan solubilisasi ditambahkan, pelat diinkubasi selama 30 menit pada
suhu kamar, terlindung dari cahaya, dan nilai absorbansi dibaca
menggunakan Cytation 5 (BioTek Instruments Inc., Winooski, VT, USA).
Hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai persentase (sel hidup%).

2.7 Morfologi Sel dan Evaluasi Pertemuan

Morfologi dan pertemuan sel HaCaT dievaluasi dengan memotret sel


pada akhir periode pengobatan 24 jam menggunakan mikroskop terbalik
Olympus IX73 (Olympus, Tokyo, Jepang). Gambar yang diambil dianalisis
menggunakan cellSens Dimensions v.1.8. Perangkat Lunak (Olympus, Tokyo,
Jepang). Pengenceran tertinggi (1:16) dan terendah (1:1) dipilih untuk evaluasi
ini.

2.8 Pengujian Biokompatibilitas dalam Epidermis Manusia yang


Direkonstruksi 3D

Biokompatibilitas ARA dinilai menggunakan Tes Iritasi Kulit


EpiDerm™ untuk Ekstrak Perangkat Medis yang dibuat oleh MatTek
Corporation (Ashland, MA, USA). Negatif kontrol (NC) untuk pengujian ini
adalah Dulbecco's phosphate-buffered saline (DPBS), sedangkan kontrol
positif (PC) adalah 1% sodium dodecyl sulfate (SDS). Dulbecco's phosphate-
buffered saline (DPBS), sodium dodecyl sulfate (SDS), dan media uji (EPI-100-
NMM) dipasok oleh pabrikan (MatTek Corporation, Ashland, MA, USA).
Pengujian dilakukan sesuai dengan rekomendasi pabrikan [37]
sebagai berikut: (i) jaringan dikeluarkan dari 24-well plate, menghilangkan
semua sisa agarosa untuk memudahkan pemeriksaannya; (ii) jaringan
kemudian ditempatkan di piring berisi 6 lubang dengan media 0,9 mL dan
ditempatkan di inkubator selama 1 jam; (iii) setelah waktu ini, jaringan
dipindahkan ke well plate yang telah diisi sebelumnya dengan media segar
dan diinkubasi semalaman; (iv) keesokan harinya, volume 100µL ekstrak
perangkat medis murni (saliva buatan) diterapkan, bersama-sama dengan NC
dan PC, dan jaringan diinkubasi selama 18 jam; (v) setelah 18 jam, uji MTT
diterapkan. Jaringan dicuci dan ditempatkan di piring 24 gouges yang telah
diisi sebelumnya dengan larutan MTT 0,3 mL/well dan kemudian
ditempatkan dalam inkubator selama 3 jam; (vi) setelah waktu inkubasi
MTT, jaringan dipindahkan ke piring 24-well plate yang telah diisi dengan 2
mL isopropanol (larutan ekstraktan MTT-100-EXT) per piring; (vii) pelat
ditutup dengan parafilm dan ditempatkan dalam pengocok pelat selama 2
jam; (viii) setelah periode ini, 2µL×200µL sampel/well per jaringan
dipindahkan ke 96-well plate, dan pengukuran absorbansi (pada 570 nm)
dilakukan menggunakan Cytation 5 (BioTek Instruments Inc., Winooski, VT,
USA). Nilai viabilitas dihitung dengan menggunakan Persamaan (1) berikut:

Viabilitas% = OD sample/ OD NC x 100%

% viabilitas-(sampel OD)/(NC OD)×100, di mana OD-densitas optik dan


NC-kontrol negatif [38].

3. Hasil
3. 1 Penilaian Sitotoksisitas

Langkah pertama dalam memverifikasi biokompatibilitas dan potensi


toksik ARA adalah untuk menentukan efek dari ketiga jenis saliva pada
keratinosit manusia setelah 24 jam stimulasi. Hasil penelitian menunjukkan
aktivitas yang rendah untuk ketiga jenis saliva yang diuji. Jadi, pada Gambar
3, ada penurunan yang sangat kecil dalam viabilitas sel tergantung pada
konsentrasi yang diuji dan pH saliva. Akibatnya, viabilitas sel terendah
tercatat untuk saliva asam pada pengenceran 1: 1 pada 88% (Gambar 4A).
Untuk sampel lain yang diuji, viabilitas sel tidak menurun di bawah 91,55%
untuk saliva netral (Gambar 4B) dan 89,25% untuk saliva dasar (Gambar4C).
Mengenai viabilitas sel yang tercatat setelah stimulasi keratinosit
manusia selama 72 jam, ada sedikit penurunan persentase sel yang viabel
dibandingkan dengan viabilitas yang tercatat pada 24 jam. Jadi, pada
Gambar 5 , ada penurunan viabilitas sel, tergantung pada konsentrasi dan
pH saliva. Dalam kasus saliva asam di mana ARA dipertahankan, viabilitas
sel terendah tercatat, sekitar 79% (Gambar 5A). Dalam kasus air liur netral
dan basa, viabilitas sel sedikit dipengaruhi pada pengenceran tertinggi
yang diuji, persentase sel yang layak menjadi sekitar 85% dalam kasus
saliva netral (Gambar 5B) dan sekitar 82% dalam kasus saliva basa
(Gambar 5C).

3.2 Morfologi Sel dan Evaluasi Pertemuan

Sebagai komponen profil toksikologi ARA, evaluasi mikroskopis


morfologi dan pertemuan sel HaCaT dilakukan. Menurut Gambar 6, pada
pengenceran 1:16, tidak ada perubahan signifikan dalam pertemuan sel HaCaT
yang terdeteksi jika dibandingkan dengan sel kontrol. Namun, pengobatan sel
dengan DM pada pengenceran 1:1 menyebabkan penurunan pertemuan sel.
Efek yang paling menonjol terlihat setelah pengobatan dengan ARA
tersuspensi dalam saliva asam.

3.3 Pengujian Biokompatibilitas dalam Rekonstruksi Epidermis Manusia

Perlakuan insert EpiDerm dengan ARAa, ARAn, dan ARAb 1:1


menyebabkan penurunan viabilitas masing-masing menjadi 88,77%, 96,68%,
dan 82,20%. Perlakuan dengan 1% SDS (PC) secara signifikan menurunkan
viabilitas jaringan menjadi 1,95%. Menurut protokol pabrikan, sampel
dianggap mengiritasi jika viabilitas jaringan pasca perawatan lebih rendah
dari 50% dibandingkan dengan NC. Oleh karena itu, ARA yang diuji dapat
diklasifikasikan sebagai non-iritan, karena viabilitasnya melebihi 50%
terlepas dari jenis saliva yang digunakan untuk preparasinya (Gambar 7).
Gambar 4.Evaluasi in vitro dari efek yang diberikan oleh DM ditangguhkan
dalam (A) saliva asam (pH = 3), (B) saliva netral (pH = 7), dan (C) saliva basa
(pH = 10) pada viabilitas keratinosit manusia - sel HaCaT setelah perawatan 24
jam dengan melakukan uji 3-(4,5-dimethylthiazol-2- yl)-2,5-
diphenyltetrazolium bromide (MTT). Lima pengenceran yang berbeda diuji
(1:16, 1:8, 1:4, 1:2, 1:1). Data disajikan sebagai persentase viabilitas (%) yang
dinormalisasi untuk mengontrol dan dinyatakan sebagai nilai rata-rata±SD dari
tiga percobaan independen dilakukan dalam rangkap tiga. Perbedaan statistik
antara kontrol dan kelompok perlakuan diverifikasi dengan menerapkan
analisis one way ANOVA diikuti dengan Dunetts multiple comparisons post-
test (*p<0,1).

Gambar 5.Evaluasi in vitro dari efek yang diberikan oleh DM ditangguhkan


dalam (A) saliva asam (pH = 3), (B) saliva netral (pH = 7), dan (C) saliva basa
(pH = 10) pada viabilitas sel HaCaT setelah pengobatan 72 jam dengan
melakukan uji MTT. Lima pengenceran yang berbeda diuji (1:16, 1:8, 1:4, 1:2,
1:1). Data disajikan sebagai persentase viabilitas (%) yang dinormalisasi untuk
mengontrol dan dinyatakan sebagai nilai rata-rata±SD dari tiga percobaan
independen dilakukan dalam rangkap tiga. Perbedaan statistik antara kontrol dan
kelompok perlakuan diverifikasi dengan menerapkan analisis one way ANOVA
diikuti dengan Dunetts multiple comparisons post-test (*p<0,1, **p<0,01, dan
****p<0,0001).

Gambar 6.Morfologi dan pertemuan sel HaCaT setelah stimulasi 24 jam


dengan ARA tersuspensi dalam saliva buatan yang asam, netral, dan basa.
Pengenceran tertinggi (1:16) dan terendah (1:1) dipilih untuk evaluasi ini. Bilah
skala mewakili 100µm.

Gambar 7.Persentase viabilitas sisipan model kulit EpiDerm (EPI-200 SIT) pada
18 jam pasca perawatan dengan sampel uji (ARAa, ARAn, dan ARAb) pada
pengenceran 1:1. Analisis one way ANOVA dan post-test Dunett dilakukan
untuk menentukan perbedaan statistik antara sisipan yang diberi perlakuan
sampel dan sisipan yang diberi perlakuan kontrol negatif (**p<0,01;
****p<0,0001). Kontrol positif (PC) adalah 1% SDS, sedangkan kontrol
negatif (NC) adalah DPBS.
4. Diskusi

Tidak ada definisi formal maloklusi sebagai penyakit, tetapi fakta


bahwa maloklusi merupakan masalah di antara anak-anak prasekolah telah
menjadikannya masalah kesehatan utama. Ciri utama perawatan ortodontik
adalah usia pasien yang rendah dan durasi perawatan yang cukup lama, yaitu
dapat melebihi 2-3 tahun [39]. Karena beberapa efek samping yang terkait
dengan terapi ortodontik klasik, seperti hilangnya jaringan keras gigi dan
munculnya sensitivitas gigi, penelitian terbaru berfokus pada pengembangan
alternatif ortodontik baru untuk perawatan [40]. Perhatian utama spesialis
ortodontik adalah keselamatan pasien, terutama karena dalam praktik
ortodontik kebanyakan pasien adalah anak-anak atau remaja. Untuk alasan ini,
aspek yang sangat penting adalah biokompatibilitas alat ortodontik yang
digunakan [41].

Berdasarkan pertimbangan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah


untuk mengevaluasi keamanan dan biokompatibilitas alat lepasan akrilik yang
dikembangkan oleh Family Dental Clinic bekerja sama dengan Docs Lab dari
Timisoara. Untuk tujuan ini, perangkat medis disimpan dalam saliva buatan
selama sepuluh hari, dan kemudian saliva diuji secara in vitro, menggunakan
model 2D—cell line keratinosit manusia (HaCaT)—dan model 3D (epidermis
manusia yang direkonstruksi 3D) .

Alat lepasan dibuat di Docs Lab dari Timisoara menggunakan bahan


seperti polymethylmethacrylate (PMMA, Orthocryl®) untuk pelat dasar, dan
klem logam terbuat dari kawat keras dengan pegas bundar, LEOWIRE C0400-
07 dan C0400-08. Klasifikasi menurut struktur kimia bahan yang digunakan
untuk membuat peralatan ortodontik lepasan meliputi dua kelompok penting:
(i) resin akrilik metakrilat; dan (ii) resin komposit Bis-akril dan Bis-GMA. Dari
jenis bahan tersebut, yang paling banyak digunakan saat ini adalah resin akrilik
polimetilmetakrilat (PMMA) [42].

Polimer telah menarik perhatian ahli ortodonti karena sifat mekanik dan
estetiknya. Meskipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir peringatan telah
diberikan mengenai pelepasan zat yang berpotensi beracun dari polimer
sintetik. Salah satu zat tersebut adalah bisphenol A, dengan implikasi untuk
beberapa patologi, termasuk perkembangan kanker ovarium [18]. Orthocryl
adalah akrilik cold-cured yang diproduksi oleh Dentaurum; ini terdiri dari
polimer dengan partikel besar yang mencegah menetesnya akrilik dan
monomer. Ini memiliki waktu kerja yang lebih lama dan siklus curing yang
lebih pendek di bawah 40◦C [43].

Karena kemampuannya untuk mencegah pembentukan monomer,


Orthocryl®dianggap sebagai bahan yang lebih aman, tidak memiliki potensi
iritasi dan alergi.44]. Selain itu, wire keras pegas bulat LEOWIRE C0400-07
dan C0400-08 digunakan untuk membuat klem logam. Dengan demikian,
penggunaan paduan stainless steel mencegah efek samping alergi [45].

Langkah pertama dari penelitian ini adalah menyiapkan saliva buatan


dan menyimpan alat ortodontik di dalamnya selama sepuluh hari. Dengan cara
ini, ditentukan apakah zat yang berpotensi beracun dapat dilepaskan ke
dalam saliva. Selain itu, untuk meniru lingkungan biologis sedekat mungkin,
tiga pH saliva yang berbeda dipilih, satu asam, satu netral, dan satu basa.
Setelah waktu ini, tiga jenis saliva diterapkan pada keratinosit manusia, dan
epidermis manusia yang direkonstruksi 3D. Di rongga mulut, di bawah
pengaruh pH saliva, peralatan ortodontik dapat mengalami proses korosi dan
pelepasan zat dan ion beracun. Tiga nilai pH telah digunakan dalam penelitian
ini, asam, netral, dan basa, karena pH saliva dapat sangat berfluktuasi di
rongga mulut sebagai akibat dari diet [46].

Sepuluh hari untuk mempertahankan perangkat medis dalam saliva


dipilih karena penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa ion logam
utama, Co, Cr, dan Ni, dilepaskan dari peralatan ortodontik pada hari-hari
pertama perawatan [47]. Sebagai bagian dari penelitian kami sebelumnya
untuk memverifikasi biokompatibilitas dua jenis perangkat ortodontik,
saliva buatan berhasil digunakan, memungkinkan kami untuk melakukan
studi pendahuluan dengan perangkat medis selama sepuluh hari [35].
Lingkungan saliva buatan serupa telah digunakan dalam penelitian ortodontik
lainnya. Dengan demikian, Schiff et al. melakukan studi banding terhadap
tiga peralatan ortodontik yang terbuat dari stainless steel, kobalt- kromium,
dan titanium. Para peneliti telah menganalisis efek obat kumur pada korosi
alat, mencatat efek utama pada braket stainless steel dan titanium [48].

Selanjutnya, studi eksperimental terdiri dari verifikasi profil


toksikologi dan biokompatibilitas perangkat medis dengan menguji tiga
jenis saliva di mana perangkat disimpan selama sepuluh hari. Saliva diuji
dalam lima pengenceran yang berbeda (1:16, 1:8, 1:4, 1:2, dan 1:1) pada
keratinosit manusia yang dipantau untuk kelangsungan hidup sel untuk
jangka waktu 24 dan 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada jenis saliva yang memberikan efek sitotoksik yang nyata pada 24 dan
72 jam. Namun, viabilitas sel terendah tercatat untuk saliva dengan pH
asam yang digunakan dalam pengenceran 1:1, nilai viabilitas sekitar 89%
pada 24 jam dan sekitar 79% pada 72 jam. Selain itu, dalam hal ini terjadi
perubahan pertemuan dan penurunan jumlah sel yang diamati setelah 24
jam. Penelitian serupa sebelumnya telah dilakukan untuk mengetahui
biokompatibilitas dua jenis peralatan ortodontik. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa penggunaan jenis saliva buatan dan cell line
keratinosit manusia cocok untuk evaluasi awal perangkat profil toksikologi
ortodontik [35]. Aspek penting dalam melakukan studi sitotoksisitas adalah
memilih jenis cell line. Jadi, menurut penelitian terbaru pada jenis cell line
yang cocok untuk mengevaluasi biokompatibilitas peralatan ortodontik,
keratinosit manusia (HaCaT) adalah salah satu model in vitro yang paling
cocok untuk jenis penilaian ini [49]. HaCaT memiliki tingkat proliferasi
yang meningkat tetapi tetap mempertahankan karakteristik jaringan aslinya,
menjadikannya salah satu cell line yang paling banyak digunakan dalam
penelitian ilmiah [50].

Dalam penelitian serupa pada keratinosit manusia, beberapa jenis


resin akrilik yang digunakan dalam ortodontik dievaluasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa tidak satu pun dari 28 jenis bahan yang menyebabkan
penurunan nyata dalam viabilitas keratinosit manusia [51]. Tanis dkk. [52]
melakukan studi tentang sitotoksisitas resin akrilik terpolimerisasi di bawah
siklus panas yang berbeda, dua bahan pelapis berbasis akrilik keras dan
bahan lunak jangka panjang. Hasil yang diperoleh mengungkapkan bahwa
bahan yang diperoleh dalam kondisi yang sama dengan yang diuji dalam
penelitian ini (dengan polimerisasi di bawah tekanan pada suhu 40-45◦C)
memiliki biokompatibilitas yang baik cocok untuk penggunaan klinis.
Peningkatan biokompatibilitas bahan jenis ini dapat dijelaskan dengan
proses polimerisasi tekanan yang menghilangkan pembentukan porositas.
Jika bahan memiliki porositas, pelepasan zat beracun lebih mudah dicapai
[53]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kurangnya porositas material
mungkin menjadi faktor penyebab kurangnya toksisitasnya. Selain alas
datar, yang terbuat dari polimetilmetakrilat, ARA juga terdiri dari penjepit
logam yang terbuat dari kawat keras pegas bulat LEOWIRE C0400-07 dan
C0400-08 (paduan baja tahan karat). Penelitian sebelumnya telah
mempelajari pengaruh pH terhadap pelepasan ion logam dari paduan
ortodontik [54]. Dengan demikian, Kao et al. [55] telah menunjukkan
bahwa stainless steel memiliki efek sitotoksik bila dipertahankan dalam
saliva dengan pH asam. Galeotti dkk. [56] juga mengevaluasi efek stainless
steel pada keratinosit manusia setelah mempertahankannya dalam saliva pH
asam dan memperoleh hasil yang serupa mengenai sitotoksisitas bahan.
Sebagaimana diuraikan, penelitian ini mendukung hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini dan menjelaskan sedikit penurunan viabilitas sel yang
diamati pada saliva asam buatan.

Akhirnya, untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang profil


toksikologi ARA, model 3D in vitro yang diwakili oleh epidermis manusia
yang direkonstruksi 3D digunakan di mana metode Uji Iritasi Kulit EpiDerm
™ untuk Ekstrak Perangkat Medis diterapkan. Pengenceran tertinggi yang
sebelumnya diuji dalam keratinosit manusia dipilih untuk pengujian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satu pun dari ketiga sampel yang
menunjukkan efek iritasi, viabilitas terendah sekitar 82% pada saliva buatan
dengan pH basa, dan biokompatibilitas terbaik diamati pada saliva dengan pH
netral, di mana viabilitas sel adalah sangat dekat dengan kontrol negatif
(sekitar 97%). Penggunaan model 3D in vitro memungkinkan evaluasi
toksisitas dan efek iritasi, memberikan hasil dengan peningkatan
reproduktifitas in vivo [57]. Sebelumnya, dalam sebuah penelitian oleh Vannet
et al. [58], toksisitas beberapa jenis kawat lengkung ortodontik dinilai
menggunakan model 3D in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tiga jenis kawat


ortodontik, stainless steel memiliki toksisitas terendah, dianggap
biokompatibel. Sejauh pengetahuan kami, efek sitotoksik resin akrilik
terpolimerisasi pada epidermis manusia yang direkonstruksi 3D belum diuji
hingga saat ini.

Tujuan utama dari penelitian in vitro yang mendasar adalah untuk


memperoleh informasi sekompleks mungkin tentang perilaku suatu zat atau
psd
perangkat medis secara in vitro sehingga nantinya dapat dikorelasikan dengan
efek in [59]. Oleh karena itu, sangat penting untuk memasukkan sebanyak
mungkin parameter dalam studi in vitro yang dapat memengaruhi perilaku zat
secara in vivo. Jadi, dalam penelitian ini, parameter yang dipertimbangkan
adalah pH saliva. PH rongga mulut dapat bervariasi tergantung pada makanan
yang tertelan, berbagai patologi, seperti refluks gastrointestinal, atau adanya
mikroorganisme [60]. Dengan demikian, dengan memvariasikan pH, perangkat
ortodontik dapat menghasilkan zat yang berbeda dengan efek yang diinginkan
pada tingkat sistemik [61]. Untuk alasan ini, diputuskan untuk menggunakan
tiga jenis saliva dengan pH berbeda sehingga hasilnya dapat dikorelasikan
dengan kemungkinan perilaku yang dimiliki perangkat secara in vivo.
Epidermis manusia yang direkonstruksi 3D juga merupakan alternatif dari tes
iritasi mata dan kulit kelinci Draize in vivo [62].

Metode ini telah distandarisasi untuk mengevaluasi toksisitas ekstrak


obat-obatan perangkat [63]. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini,
penelitian ini berusaha menciptakan kondisi in vivo yang paling akurat
sehingga hasilnya dapat diterapkan pada penelitian selanjutnya. Keterbatasan
utama dari penelitian ini adalah ukuran sampel yang kecil. Pada penelitian
selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi biokompatibilitas ARA pada beberapa
cell line. Hal ini juga diperlukan untuk memperpanjang waktu perendaman
ARA dalam saliva buatan, serta untuk memperpanjang waktu paparan sel
untuk saliva buatan. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi
pelepasan ion dan zat yang berpotensi toksik dari ARA serta mekanisme
kerjanya di cell line. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah bahwa
penelitian in vitro tidak memperhitungkan faktor in vivo tertentu, seperti
diet atau mikroflora pasien.

5. Kesimpulan

Peralatan lepasan akrilik (ARA) memiliki stabilitas yang baik di lingkungan


biologis, karena bahan dari mana ia dibuat. Sebagai bukti stabilitas ARA, hasil
uji in vitro menunjukkan bahwa ARA cocok untuk penggunaan klinis. Setelah
evaluasi in vitro dari cell line keratinosit manusia, saliva buatan di mana ARA
dipertahankan tidak menyebabkan penurunan yang signifikan dalam viabilitas
sel dan tidak menghasilkan perubahan morfologi yang signifikan.
Namun, sedikit penurunan viabilitas sel diamati dalam kasus saliva
buatan dengan pH asam. Selain itu, dalam model 3D in vitro, epidermis
manusia yang direkonstruksi 3D, pada pengenceran terbesar dari saliva buatan,
tidak menghasilkan efek toksik atau iritasi.

Referensi
1. Elyaskhil, M.; Shafai, N.A.A.; Mokhtar, N. Effect of malocclusion severity on
oral health related quality of life in Malay adolescents. Health Qual. Life
Outcomes 2021, 19, 71. [CrossRef] [PubMed]
2. Tefera, A.T.; Bekele, B.G.; Derese, K.; Andualem, G. Prevalence of Occlusal
Features and Their Relation to Sociodemographic Variables in Northwest
Ethiopia: A Cross-Sectional Study. Clin. Cosmet. Investig. Dent. 2021, 13, 459–
468. [CrossRef] [PubMed]
3. Mistry, P.; Moles, D.R.; O’Neill, J.; Noar, J. The occlusal effects of digit sucking
habits amongst school children in Northamptonshire (UK). J. Orthod. 2010, 37,
87–92. [CrossRef] [PubMed]
4. Yao, J.; Li, D.-D.; Yang, Y.-Q.; McGrath, C.P.J.; Mattheos, N. What are
patients’ expectations of orthodontic treatment: A systematic review. BMC
Oral Health 2016, 16, 19. [CrossRef]
5. Katepogu, P.; Balagangadhar; Patil, C.D.; Jakati, S.V. A Comparative
Evaluation of Frictional Resistance of Conventional, Teflon and Epoxy Coated
Stainless Steel Archwires in Metal, Ceramic Brackets—An In vitro Study. J.
Adv. Med. Med. Res. 2020, 32, 307–315. [CrossRef]
6. Alajmi, S.; Shaban, A.; Al-Azemi, R. Comparison of Short-Term Oral Impacts
Experienced by Patients Treated with Invisalign or Conventional Fixed
Orthodontic Appliances. Med. Princ. Pract. 2019, 29, 382–388. [CrossRef]
7. Huh, H.; Chaudhry, K.; Stevens, R.; Subramani, K. Practice of lingual
orthodontics and practitioners’ opinion and experience with lingual braces in the
United States. J. Clin. Exp. Dent. 2021, 13, 789–794. [CrossRef]
8. Tamer, I.; Oztas, E.; Marsan, G. Orthodontic Treatment with Clear Aligners
and The Scientific Reality Behind Their Marketing: A Literature Review. Turk.
J. Orthod. 2019, 32, 241–246. [CrossRef]
9. Elkholy, F.; Schmidt, S.; Amirkhani, M.; Schmidt, F.; Lapatki, B.G. Mechanical
Characterization of Thermoplastic Aligner Materials: Recommendations for Test
Parameter Standardization. J. Health Eng. 2019, 2019, 8074827. [CrossRef]
10. Weir, T. Clear aligners in orthodontic treatment. Aust. Dent. J. 2017, 62, 58–62.
[CrossRef]
11. Papadimitriou, A.; Mousoulea, S.; Gkantidis, N.; Kloukos, D. Clinical
effectiveness of Invisalign® orthodontic treatment: A systematic review.
Prog. Orthod. 2018, 19, 37. [CrossRef] [PubMed]
12. Hosny, M.A.A.; Alasmari, F.S.; Alsaidi, N.M.; Alsharif, H.M.; Alshareef,
S.A.; Aldwyyan, N.F.; Alahmadi, R.Y.; Almutairi, R.A.; Almutairi, B.M.;
Alhemaidi, G.S.; et al. Indications, advantages, disadvantages and
effectiveness of Invisalign aligners. Int. J. Community Med. Public Health
2021, 8, 5064. [CrossRef]
13. Baseer, M.A.; Almayah, N.A.; Alqahtani, K.M.; Alshaye, M.I.; Aldhahri,
M.M. Oral Impacts Experienced by Orthodontic Patients Undergoing Fixed or
Removable Appliances Therapy in Saudi Arabia: A Cross-Sectional Study.
Patient Prefer. Adherence 2021, 15, 2683–2691. [CrossRef] [PubMed]
14. Longoni, J.N.; Lopes, B.M.V.; Freires, I.A.; Dutra, K.L.; Franco, A.;
Paranhos, L.R. Self-ligating versus conventional metallic brackets on
Streptococcus mutans retention: A systematic review. Eur. J. Dent. 2017, 11,
537–547. [CrossRef] [PubMed]
15. Gorbunkova, A.; Pagni, G.; Brizhak, A.; Farronato, G.; Rasperini, G. Impact
of Orthodontic Treatment on Periodontal Tissues: A Narrative Review of
Multidisciplinary Literature. Int. J. Dent. 2016, 2016, 4723589. [CrossRef]
[PubMed]
16. E Kettle, J.; Hyde, A.C.; Frawley, T.; Granger, C.; Longstaff, S.J.; E Benson, P.
Managing orthodontic appliances in everyday life: A qualitative study of young
people’s experiences with removable functional appliances, fixed appliances and
retainers. J. Orthod. 2020, 47, 47–54. [CrossRef] [PubMed]
17. Faltermeier, A.; Rosentritt, M.; Müssig, D. Acrylic removable appliances:
Comparative evaluation of different postpolymerization methods. Am. J. Orthod.
Dentofac. Orthop. 2007, 131, 301.e16–301.e22. [CrossRef]
18. Hassan, R.; Aslam Khan, M.U.; Abdullah, A.M.; Abd Razak, S.I. A
Review on Current Trends of Polymers in Orthodontics: BPA-Free and
Smart Materials. Polymers 2021, 13, 1409. [CrossRef]
19. Ma, Y.; Liu, H.; Wu, J.; Yuan, L.; Wang, Y.; Du, X.; Wang, R.; Marwa, P.W.;
Petlulu, P.; Chen, X.; et al. The adverse health effects of bisphenol A and
related toxicity mechanisms. Environ. Res. 2019, 176, 108575. [CrossRef]
20. Siracusa, J.S.; Yin, L.; Measel, E.; Liang, S.; Yu, X. Effects of bisphenol A
and its analogs on reproductive health: A mini review.Reprod. Toxicol. 2018,
79, 96–123. [CrossRef]
21. Naderi, M.; Kwong, R.W. A comprehensive review of the neurobehavioral
effects of bisphenol S and the mechanisms of action: New insights from in
vitro and in vivo models. Environ. Int. 2020, 145, 106078. [CrossRef]
[PubMed]
22. Dumitrascu, M.C.; Mares, C.; Petca, R.-C.; Sandru, F.; Popescu, R.-I.;
Mehedintu, C.; Petca, A. Carcinogenic effects of bisphenol A in breast and
ovarian cancers (Review). Oncol. Lett. 2020, 20, 1. [CrossRef] [PubMed]
23. Sabour, A.; El Helou, M.; Roger-Leroi, V.; Bauer, C. Release and toxicity of
bisphenol-A (BPA) contained in orthodontic adhesives: A systematic review.
Int. Orthod. 2021, 19, 1–14. [CrossRef] [PubMed]
24. Zafar, M.S. Prosthodontic Applications of Polymethyl Methacrylate (PMMA):
An Update. Polymers 2020, 12, 2299. [CrossRef]
25. Chen, K.; Zhang, T.; Bao, S. Water Absorption Rate Prediction of PMMA and
Its Composites Using BP Neural Network. MATEC Web Conf. 2016, 67, 6017.
[CrossRef]
26. Hassan, M.; Asghar, M.; Din, S.U.; Zafar, M.S. Thermoset polymethacrylate-
based materials for dental applications. In Materials for Biomedical
Engineering; Elsevier: Amsterdam, The Netherlands, 2019; pp. 273–308.
27. Pituru, S.M.; Greabu, M.; Totan, A.; Imre, M.; Pantea, M.; Spinu, T.; Tancu,
A.M.C.; Popoviciu, N.O.; Stanescu, I.-I.; Ionescu, E. A Review on the
Biocompatibility of PMMA-Based Dental Materials for Interim Prosthetic
Restorations with a Glimpse into their Modern Manufacturing Techniques.
Materials 2020, 13, 2894. [CrossRef]
28. Saruta, J.; Ozawa, R.; Hamajima, K.; Saita, M.; Sato, N.; Ishijima, M.;
Kitajima, H.; Ogawa, T. Prolonged Post-Polymerization Biocompatibility of
Polymethylmethacrylate-Tri-n-Butylborane (PMMA-TBB) Bone Cement.
Materials 2021, 14, 1289. [CrossRef]
29. Vasiliu, M.P.; Sachelarie, L.; Romila, L.E.; Folescu, E.; Atanase, L.; Zaharia,
A. Surface State Studies and Biocompatibility of PMMA. J. Biomim.
Biomater. Biomed. 2016, 28, 57–65. [CrossRef]
30. Ozkir, S.E.; Yilmaz, B.; Unal, S.M.; Culhaoglu, A.; Kurkcuoglu, I. Effect of
heat polymerization conditions and microwave on the flexural strength of
polymethyl methacrylate. Eur. J. Dent. 2018, 12, 116–119. [CrossRef]
31. Sifakakis, I.; Eliades, T. Adverse Reactions to Orthodontic Materials. Aust.
Dent. J. 2017, 62, 20–28. [CrossRef]
32. Maia, L.H.E.G.; Filho, H.L.D.L.; Araújo, M.V.A.; Ruellas, A.C.D.O.; Araújo,
M.T.D.S. Incorporation of metal and color alteration of enamel in the presence
of orthodontic appliances. Angle Orthod. 2012, 82, 889–893. [CrossRef]
[PubMed]
33. Keinan, D.; Mass, E.; Zilberman, U. Absorption of Nickel, Chromium, and
Iron by the Root Surface of Primary Molars Covered with Stainless Steel
Crowns. Int. J. Dent. 2010, 2010, 326124. [CrossRef] [PubMed]
34. Pourhajibagher, M.; Salehi-Vaziri, A.; Noroozian, M.; Akbar, H.; Bazarjani,
F.; Ghaffari, H.; Bahador, A. An orthodontic acrylic resin containing seaweed
Ulva lactuca as a photoactive phytocompound in antimicrobial photodynamic
therapy: Assessment of anti-biofilm activities and mechanical properties.
Photodiagnosis Photodyn. Ther. 2021, 35, 102295. [CrossRef] [PubMed]
35. Dinu, S.; Buzatu, R.; Macasoi, I.; Popa, M.; Vlad, C.S.; Marcovici, I.;
Pinzaru, I.; Dehelean, C.A.; Moacă, E.-A.; Barbu-Tudoran, L.; et al.
Toxicological Profile of Biological Environment of Two Elastodontic Devices.
Processes 2021, 9, 2116. [CrossRef]
36. Hut, E.-F.; Radulescu, M.; Pilut, N.; Macasoi, I.; Berceanu, D.; Coricovac, D.;
Pinzaru, I.; Cretu, O.; Dehelean, C. Two Antibiotics, Ampicillin and
Tetracycline, Exert Different Effects in HT-29 Colorectal Adenocarcinoma
Cells in Terms of Cell Viability and Migration Capacity. Curr. Oncol. 2021,
28, 2466–2480. [CrossRef]
37. Skin Irritation for Medical Device Extracts (ISO 10993–23:2021). MatTek Life
Sciences. Available online: https://www.mattek. com/application/medical-device-
extracts-skin-irritation-iso-10993/ (accessed on 15 December 2021).
38. Pinzaru, I.; Tanase, A.; Enatescu, V.; Coricovac, D.; Bociort, F.; Marcovici, I.;
Watz, C.; Vlaia, L.; Soica, C.; Dehelean, C. Proniosomal Gel for Topical
Delivery of Rutin: Preparation, Physicochemical Characterization and In Vitro
Toxicological Profile Using 3D Reconstructed Human Epidermis Tissue and
2D Cells. Antioxidants 2021, 10, 85. [CrossRef]
39. Vaida, L.; Mutiu, G.; Tara, I.G.; Bodog, F. An Algorithm of Ethical Approach
to The Orthodontic Patient. Iran. J. Public Health 2015,44, 1296–1298.
40. Sulewska, M.E.; Baczewska, A.; Bugała-Musiatowicz, B.; Waszkiewicz-
Sewastianik, E.; Pietruski, J.K.; Pietruska, M. Long-Term Assessment of
Periodontal Tissues after Corticotomy-Assisted Orthodontic Arch Expansion.
J. Clin. Med. 2021, 10, 5588. [CrossRef]
41. Sharma, M.R.; Chaturvedi, T. An Overview of Biocompatibility of
Orthodontic Materials. J. Indian Orthod. Soc. 2008, 42, 27–32. [CrossRef]
42. Cardoso, R.M.; Godinho, J.; Jardim, L. Bond strength of orthodontic brackets
to polymethylmethacrylate: Effect of the surface treatment and adhesive
system. Rev. Port. Estomatol. Med. Dent. Cir. Maxilofac. 2021, 62, 2.
[CrossRef]
43. Dentaurum. Orthodontics Catalog, 22nd ed.; Dentaurum: Ispringen, Germany,
2020; pp. 377–385.
44. Nik, T.H.; Shahroudi, A.S.; Eraghihzadeh, Z.; Aghajani, F. Comparison of
residual monomer loss from cold-cure orthodontic acrylic resins processed by
different polymerization techniques. J. Orthod. 2014, 41, 30–37. [CrossRef]
[PubMed]
45. Chakravarthi, S.; Padmanabhan, S.; Chitharanjan, A.B. Allergy and
orthodontics. J. Orthod. Sci. 2012, 1, 83–87. [CrossRef][PubMed]
46. Viwattanatipa, N.; Pataijindachote, J.; Juntavee, N. Corrosion Analysis of
Orthodontic Wires: An Interaction Study of Wire Type, pH and Immersion
Time. Adv. Dent. Oral Health 2018, 10, 555780. [CrossRef]
47. Wendl, B.; Wiltsche, H.; Lankmayr, E.; Winsauer, H.; Walter, A.;
Muchitsch, A.; Jakse, N.; Wendl, M.; Wendl, T. Metal release profiles of
orthodontic bands, brackets, and wires: An in vitro study. J. Orofac. Orthop.
2017, 78, 494–503. [CrossRef]
48. Schiff, N.; Dalard, F.; Lissac, M.; Morgon, L.; Grosgogeat, B. Corrosion
resistance of three orthodontic brackets: A comparative study of three fluoride
mouthwashes. Eur. J. Orthod. 2005, 27, 541–549. [CrossRef]
49. Jacoby, L.S.; Junior, V.D.S.R.; Campos, M.; de Menezes, L.M. Cytotoxic
outcomes of orthodontic bands with and without silver solder in different cell
lineages. Am. J. Orthod. Dentofac. Orthop. 2017, 151, 957–963. [CrossRef]
50. Wataha, J.C.; Hanks, C.T.; Sun, Z. Effect of cell line on in vitro metal ion
cytotoxicity. Dent. Mater. 1994, 10, 156–161. [CrossRef]
51. Bonatto, L.D.R.; Goiato, M.C.; Silva, E.; Oliveira, S.H.P.; Haddad, M.F.;
Chaves-Neto, A.H.; Brito, V.G.B.; dos Santos, D.M. Biocompatibility of
primers and an adhesive used for implant-retained maxillofacial prostheses: An in
vitro analysis. J. Prosthet. Dent. 2017, 117, 799–805. [CrossRef]
52. Çakırbay Tanış , M.; Akay, C.; Sevim, H. Cytotoxicity of long-term denture
base materials. Int. J. Artif. Organs 2018, 41, 677–683.[CrossRef]
53. Lung, C.; Darvell, B. Minimization of the inevitable residual monomer in
denture base acrylic. Dent. Mater. 2005, 21, 1119–1128. [CrossRef]
54. Huang, H.-H. Corrosion resistance of stressed NiTi and stainless steel
orthodontic wires in acid artificial saliva. J. Biomed. Mater. Res. 2003, 66A,
829–839. [CrossRef] [PubMed]
55. Kao, C.-T.; Ding, S.-J.; He, H.; Chou, M.Y.; Huang, T.-H. Cytotoxicity of
Orthodontic Wire Corroded in Fluoride Solution In Vitro.Angle Orthod. 2007,
77, 349–354. [CrossRef]
56. Galeotti, A.; Uomo, R.; Spagnuolo, G.; Paduano, S.; Cimino, R.; Valletta, R.;
D’Antò, V. Effect of pH on in vitro biocompatibility of orthodontic miniscrew
implants. Prog. Orthod. 2013, 14, 15. [CrossRef] [PubMed]
57. Baruffaldi, D.; Palmara, G.; Pirri, C.; Frascella, F. 3D Cell Culture: Recent
Development in Materials with Tunable Stiffness. ACS Appl. Bio Mater. 2021,
4, 2233–2250. [CrossRef]
58. Vannet, B.V.; Mohebbian, N.; Wehrbein, H. Toxicity of used orthodontic
archwires assessed by three-dimensional cell culture. Eur. J. Orthod. 2006, 28,
426–432. [CrossRef]
59. Lu, Y.; Kim, S.; Park, K. In vitro–in vivo correlation: Perspectives on model
development. Int. J. Pharm. 2011, 418, 142–148. [CrossRef]
60. Bechir, F.; Pacurar, M.; Tohati, A.; Bataga, S.M. Comparative Study of
Salivary pH, Buffer Capacity, and Flow in Patients with and without
Gastroesophageal Reflux Disease. Int. J. Environ. Res. Public Health 2021,
19, 201. [CrossRef]
61. Fróis, A.; Evaristo, M.; Santos, A.C.; Louro, C.S. Salivary pH Effect on
Orthodontic Appliances: In Vitro Study of the SS/DLC System. Coatings
2021, 11, 1302. [CrossRef]
62. Lee, M.; Hwang, J.-H.; Lim, K.-M. Alternatives to In Vivo Draize Rabbit
Eye and Skin Irritation Tests with a Focus on 3D Reconstructed Human
Cornea-Like Epithelium and Epidermis Models. Toxicol. Res. 2017, 33, 191–
203. [CrossRef]
63. Hayden, P.J.; Bachelor, M.; Ayehunie, S.; Letasiova, S.; Kaluzhny, Y.;
Klausner, M.; Kandárová, H. Application of MatTek In Vitro Reconstructed
Human Skin Models for Safety, Efficacy Screening, and Basic Preclinical
Research. Appl. In Vitro Toxicol. 2015, 1, 226–233. [CrossRef]

Anda mungkin juga menyukai