KELOMPOK 28
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyusun laporan ini dengan tepat waktu. Laporan ini dibuat dalam rangka
Penyusunan laporan ini tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat
kerjasama teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terkait dengan hal ini, penyusun
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan tugas
laporan ini. Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga dapat
memperbaiki penulisan karya tulis selanjutnya. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
Pemanfaatan Teledentistry Untuk Deteksi Karies Gigi Di Masa Pandemi COVID-19 : A Scoping
Review
PENDAHULUAN
Masa pandemi COVID-19 menyebabkan jumlah kunjungan ke dokter gigi menurun dikarenakan
masyarakat merasa takut untuk pergi ke dokter gigi. PDGI mengeluarkan Surat Edaran No.4072/PB-
PDGI/VII-2/2021 yang menghimbau praktik dokter gigi hanya dilakukan untuk kasus-kasus darurat saja
dan menganjurkan dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada pasien
melalui teledentistry. Hal ini diperkuat dengan keluarnya Peraturan KKI Nomor 74 Tahun 2020,
telemedicine.
Teledentistry merupakan gabungan dari bidang kedokteran gigi dengan teknologi dan komunikasi
yang meliputi pertukaran informasi klinis dan gambar jarak jauh dengan tujuan untuk konsultasi gigi serta
kepuasan kepada pasien. Penelitian Amtha R, et al. (2021) menunjukkan tingkat kepuasan pasien sebesar
98% dalam menggunakan metode teledentistry. Salah satu pemanfaatan teledentistry yaitu untuk
mendeteksi karies gigi. Penelitian yang dilakukan oleh Daniel SJ, et al.(2016), mengatakan bahwa
teledentistry dapat digunakan untuk mendeteksi karies gigi dalam upaya memberikan perawatan secara
dini untuk mencegah keparahan lebih lanjut. Selain itu, hasil systematic review oleh Estai M, et al. (2016)
dikatakan bahwa teledentistry efektif mendiagnosis karies gigi secara akurat dengan pendekatan deteksi
karies gigi, dimana berdasarkan RISKESDAS tahun 2018 prevalensi karies gigi di Indonesia masih
Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif melalui scoping review. Peneliti menggunakan
kriteria Population, Concept, and Context (PCC) untuk mengidentifikasi jurnal-jurnal yang terdapat
dalam basis data yang digunakan. Population pada penelitian ini yaitu seluruh orang yang berpotensi
mengalami karies gigi dan dapat menggunakan teknologi komunikasi serta dilakukan pemeriksaan
menggunakan teledentistry. Concept yang digunakan pada penelitian ini adalah deteksi karies gigi dan
Kriteria inklusi pada penelitian ini terdiri dari jurnal dengan desain studi randomized control trial dan
cross-sectional, jurnal yang membahas tentang penggunaan teledentistry untuk mendeteksi karies gigi
yang diterbitkan tahun 2016–2021 dan ditulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris. Sedangkan, untuk kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu jurnal yang tidak dapat diakses.
Penelitian ini diawali dengan pencarian jurnal melalui basis data yaitu Google Scholar dengan boolean
search “teledentistry and screening caries”. Jurnal yang didapatkan akan diseleksi apabila terdapat
duplikasi dan dilanjutkan seleksi pada judul dan abstrak yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi.
Selanjutnya, jurnal yang ada ditinjau dengan membaca secara keseluruhan dan ditentukan apakah jurnal
HASIL
Hasil pencarian melalui basis data yaitu Google Scholar dengan boolean search “teledentistry and
screening caries” didapatkan sebanyak 539 jurnal. Dari 539 jurnal, ditemukan sebanyak 22 jurnal yang
merupakan jurnal duplikasi. Total jurnal yang ditemukan setelah dilakukan penghapusan duplikasi yaitu
sebanyak 517 jurnal. Jurnal tersebut ditinjau dengan membaca judul dan abstraknya kemudian
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ditemukan sebanyak 24 jurnal. Dari 24 jurnal, terdapat 6 jurnal
yang tidak dapat diakses secara lengkap sehingga total jurnal lengkap yang memenuhi syarat yaitu
sebanyak 18 jurnal. Kemudian, 18 jurnal tersebut ditinjau kembali secara lengkap dan ditemukan
sebanyak 12 jurnal yang tidak memenuhi kriteria inklusi, dimana 9 jurnal memiliki desain studi selain
randomized control trial dan cross-sectional dan 3 jurnal menggunakan bahasa selain Bahasa Indonesia
dan Bahasa Inggris. Dengan demikian, total jurnal yang dapat disertakan pada penelitian ini yaitu
sebanyak 6 jurnal.
Setelah mendapatkan 6 jurnal yang dapat disertakan, jurnal-jurnal tersebut dimasukkan ke dalam tabel
ekstraksi. Tabel ini memuat nama jurnal, nama peneliti dan tahun, wilayah penelitian, desain studi,
jumlah sampel, dan hasil penelitian. Jurnal pertama dan kedua menyatakan bahwa penggunaan
teledentistry dengan kamera intraoral dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi dan menjadi sarana untuk
mendiagnosis karies gigi anak. Pada jurnal ketiga dan keempat dikatakan bahwa pendeteksian karies gigi
anak dapat dilakukan melalui teledentistry dengan metode pengambilan foto menggunakan kamera
smartphone. Jurnal kelima menunjukkan bahwa teledentistry dengan memanfaatkan fitur video pada
smartphone dapat digunakan untuk mendeteksi karies gigi dan secara efektif dapat diaplikasikan untuk
konsultasi jarak jauh serta perencanaan pengobatan antara dokter gigi dengan pasien. Pada jurnal keenam
dikatakan bahwa pendeteksian karies gigi melalui teledentistry dengan metode pengambilan foto
menggunakan kamera smartphonemjuga dapat dilakukan pada dewasa serta lansia (0-65 tahun.
PEMBAHASAN
menggunakan kamera intraoral untuk mendeteksi serta mendiagnosis karies gigi pada anak dengan
rentang usia 3-6 tahun. Penelitian yang lainnya juga meneliti teledentistry menggunakan kamera intraoral
untuk mendeteksi serta mendiagnosis karies gigi pada anak berusia 6-8 tahun. Dari kedua penelitian
diatas dapat disimpulkan bahwa teledentistry dengan menggunakan kamera intraoral terbukti dapat
dimanfaatkan untuk mendeteksi dan menjadi sarana untuk mendiagnosis karies gigi anak.
Pengambilan foto menggunakan kamera intraoral dapat dilakukan dari kelima bagian yaitu anterior,
lateral kanan dan kiri serta oklusal rahang atas dan bawah. Kamera intraoral memiliki kapabilitas untuk
membesarkan gambar dan jika disertai dengan pencahayaan yang baik, maka hasil foto intraoral dapat
menjadi lebih jelas. Selain itu, hasil foto intraoral yang diperoleh dapat disimpan dan dievaluasi meskipun
dari jarak jauh. Kamera intraoral diketahui memiliki keterbatasan dalam mendeteksi karies di daerah yang
sulit seperti pit dan fissure dan interproksimal gigi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan radiografi untuk
Selain kamera intraoral, penggunaan teledentistry untuk mendeteksi karies gigi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan kamera smartphone. Penelitian yang dilakukan oleh Daniel SJ, et al. menunjukkan
bahwa pemeriksaan secara langsung sebanding dengan pemeriksaan melalui teledentistry menggunakan
kamera smartphone sehingga pendeteksian karies gigi pada anak dapat dilakukan.Selain dapat mengambil
foto intraoral, smartphone juga memiliki fitur video yang dapat merekam keadaan intraoral sehingga
Smartphone memiliki kemampuan untuk menyimpan, memproses, dan mengirimkan data dari satu
orang ke orang lain. Sama seperti kamera intraoral, pengambilan foto intraoral menggunakan kamera
smartphone juga dapat dilakukan dari kelima bagian sedangkan jika pendeteksian dilakukan dengan
menggunakan metode videografi. Pengambilan gambar bisa menjadi lebih jelas jika dibantu oleh lampu
senter pada smartphone. Smartphone juga memiliki harga yang lebih terjangkau, mudah dioperasikan
serta dapat meminimalsir waktu dan peralatan. Metode pengambilan gambar intraoral untuk mendeteksi
karies gigi lebih mudah dilakukan pada anak-anak dengan gigi sulung dikarena anak-anak mempunyai
daerah interproksimal serta gigi-gigi posterior yang lebih sedikit. Pendeteksian karies gigi melalui
teledentistry dengan kamera smartphone juga dapat dilakukan pada dewasa dan lansia (0-65 tahun
keatas).
Kamera smartphone memiliki keterbatasan dalam mendeteksi karies gigi pada daerah permukaan akar
dan interproksimal terutama gigi molar dikarenakan hasil gambar yang didapatkan yaitu tampilan dua
dimensi dimana bagian yang tampak yaitu bagian oklusal, bukal dan lingual saja sehingga pemeriksaan
pendukung seperti radiografi juga perlu dilakukan. Keterbatasan lainnya adalah apabila tidak terdapat
perubahan warna pada permukaan email gigi, maka kavitas sulit untuk dibedakan.
Keterbatasan teledentistry tidak mengurangi efektivitas penggunaannya dalam mendeteksi karies gigi
terutama di masa pandemi COVID-19 dimana pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan menggunakan
teledentistry. Selain itu, diketahui teledentistry sudah digunakan oleh sebagian dokter gigi sebagai metode
alternatif untuk mendeteksi awal karies gigi sebelum menentukan rencana perawatan selanjutnya.
KESIMPULAN
Di masa pandemi COVID-19, pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan menggunakan teledentistry
yang terbukti efektif untuk mendeteksi karies gigi sebelum pasien dilakukan perawatan lebih lanjut oleh
Setiap dokter gigi harus mempertahankan postur dan bentuk yang ideal untuk menjaga struktur,
kapasitas, dan kesehatan yang baik. Pekerjaan gigi membutuhkan konsentrasi fisik dan mental yang tinggi
serta jam kerja yang panjang dapat menyebabkan postur tubuh yang buruk. Professional gigi rentan
terhadap berbagai penyakit dan gangguan akibat kerja, yang paling sering adalah Musculoskeletal
Disorders (MSDs), yang dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang. Berdasarkan penelitian, cedera
yang paling umum adalah pada pergelangan tangan, siku, bahu, leher, serta punggung dan tulang
belakang. Dokter gigi semakin sering dikaitkan dengan sindrom carpal tunnel, linu panggul, tendinitis,
Ergonomi berasal dari dua kata Yunani: Ergon, yang berarti "tenaga kerja", dan Nomo's, yang
berarti "prinsip atau hukum". Ini adalah metode bekerja lebih cerdas dengan menyediakan alat, peralatan,
dan workstation yang memungkinkan praktisi untuk beroperasi seefisien dan seaman mungkin. Desain
Oleh karena itu, sangat penting bagi calon dokter gigi untuk mempraktikkan kedokteran gigi dengan
desain ergonomis yang sesuai. Prinsip-prinsip ergonomis dimaksudkan untuk memberikan para praktisi
lingkungan kerja yang aman dan sehat secara umum, yang menghasilkan peningkatan produktivitas.
perkembangan progresif kronis yang melibatkan ligamen, cakram tulang belakang, otot, tulang rawan,
saraf, sendi dan tendon. MSD juga dikenal sebagai Repetitive Motion Injuries/RMI atau Cumulative
Trauma Disorders/CTD. MSD adalah penyebab kecacatan nomor dua di dunia dan dengan cepat menjadi
masalah kesehatan global. Menurut ulasan jurnal kedokteran gigi di seluruh dunia, sekitar 65% dokter
gigi mengalami manifestasi otot luar seperti rasa sakit, gelisah, hambatan praktis, dan durasi bekerja yang
lebih lama. Pada tahun 1998, Bramson menemukan bahwa hingga delapan puluh satu persen dari operator
gigi menderita nyeri punggung, leher, bahu, atau lengan. Menurut analisis Biro Tenaga Kerja, ahli
kesehatan gigi mendapat skor pertama di antara semua profesi dalam hal jumlah kasus carpal tunnel
- Penyakit leher: Spondylosis serviks, Tension Neck Syndrome, cervical disc disease, kompresi
pleksus brakialis.
- Penyakit bahu: Trapezius myalgia, Rotator cuff tendonitis, Rotator cuff tear, dan adhesive
capsulitis.
- Penyakit Lengan Bawah, Siku dan Pergelangan Tangan: penyakit de Quervains, Epicondylitis,
Tendonitis, Tenosinovitis.
- Penyakit punggung : Low Back Pain (LBP), Nyeri punggung bagian atas.
Dokter gigi memakai sikap tidak nyaman untuk mendapatkan pandangan yang baik tentang gigi
pasien dan untuk menjaga ritme dokter gigi dan asistennya. Cakram tulang belakang berada di
bawah tekanan yang lebih tinggi saat punggung ditekuk atau dipelintir. Saat duduk dengan posisi
membungkuk dan memutar ke depan, tekanan cakram akan meningkat dengan cepat. Jika
dilakukan berulang kali dan dalam jangka waktu yang lama, tindakan berulang dapat
menyebabkan kelelahan dan ketegangan otot. Semakin lama waktu kerja, semakin lama waktu
Penerangan yang tidak memadai di tempat kerja dapat secara tidak sengaja menyebabkan postur
tubuh yang tidak tepat. Selain faktor risiko yang disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain yang
berkontribusi terhadap MSDs, seperti stres, kurangnya fleksibilitas, istirahat yang tidak memadai,
dan penyesuaian peralatan yang buruk. Menurut survei tahun 2016, 44 persen dokter gigi
sebagian besar mengenai saraf median pergelangan tangan. Pekerjaan berulang dan berat telah
dikaitkan dengan CTS. CTS telah dikaitkan dengan persalinan yang sangat berulang, baik sendiri
MSDs dapat menyebabkan kelelahan dini, pegal, dan sikap pesimistis terhadap pekerjaan.
Workstation yang dibangun dengan buruk memiliki dampak terbesar pada leher. Penglihatan rongga
mulut pasien yang tidak tepat bisa menjadi salah satu alasan di balik ini. Operator memiliki
kecenderungan untuk membungkuk ke posisi yang tidak wajar, mengakibatkan pergeseran dari sikap
seimbang. Selain itu, postur leher yang salah dapat menjalar ke punggung, menyebabkan sakit punggung.
Studi tahun 2018 tentang postur ergonomis selama tipikal menemukan bahwa tidak ada operator yang
memiliki posisi leher optimal. Sejumlah besar dokter gigi juga menyebutkan sakit punggung bawah dan
atas. Sakit punggung bagian bawah dapat terganggu oleh kekakuan di sekitar korset panggul, serta
kekurangan relatif otot perut dan gluteal. Aktivitas fleksi dan augmentasi yang konsisten pada tangan dan
pergelangan tangan tanpa istirahat menghasilkan beban mekanis pada saraf lanjut. MSD dapat dihindari
- Tanda
Hilangnya koordinasi.
- Gejala
Hipersensitivitas pada tangan dan jari
Tujuan Ergonomi
"Pencegahan lebih baik daripada pengobatan." Setiap penyakit dapat dicegah, yang menghemat
waktu, uang, dan rasa sakit. Gangguan muskuloskeletal (MSDs) adalah kondisi umum (penyakit) di
kalangan dokter gigi, dan Ergonomi adalah solusi untuk masalah tersebut. Mempertahankan postur dan
simetri yang tepat membutuhkan hubungan yang kuat antara dokter gigi dan zona kerja intraoral.
Ergonomi harus dipertimbangkan saat membangun instrumen dan merencanakan ruang kerja, serta dalam
praktik klinis. Selalu disarankan untuk memberikan jarak 35-40 cm antara bidang kerja dan mata dokter
gigi.
- Postur
Penyelarasan postur tubuh yang tidak tepat memberikan tekanan pada saraf dan pembuluh darah,
menghasilkan ketegangan otot yang tidak perlu dan keausan pada persendian. Mempertahankan
postur tegak harus menjadi prioritas setiap saat. Gunakan kursi dengan penyangga yang tepat,
serta sandaran kaki yang dapat disesuaikan. Ketinggian kursi harus disesuaikan dengan tingkat
yang nyaman. Gerakan pergelangan tangan yang berlebihan harus dihindari. Kursi gigi harus
dinaikkan cukup tinggi agar paha administrator dapat berputar tanpa hambatan di bawahnya.
- Pemilihan instrumen
Saat tepi yang bekerja tidak tumpul, perangkat melakukan sebagian besar pekerjaan,
membutuhkan lebih sedikit tenaga. Saat menggunakan perangkat dengan tepi tumpul, diperlukan
kekuatan ekstra. Selain itu, alih-alih menggunakan instrumen tangan manual, penggunaan hand
Penerangan bebas bayangan disediakan oleh penjajaran paralel berkas cahaya dalam arah
pengamatan, yang meningkatkan kualitas pekerjaan. Dental loupe dan mikroskop dengan
berbagai tingkat pembesaran memungkinkan postur tubuh lebih tegak, mengurangi nyeri
Sering-seringlah beristirahat untuk mengendurkan bagian tubuh Anda. Memindahkan beban kerja
otot dari satu lokasi ke lokasi lain harus dilakukan secara teratur. Seorang dokter gigi dapat
- Penjadwalan
Janji temu harus dijadwalkan untuk memungkinkan waktu pemulihan yang memadai dan untuk
menghindari kelelahan otot. Dengan interval penyangga di antaranya, situasi menantang harus
ditangani.
Setiap situasi perawatan kesehatan membutuhkan pelatihan. Ini memastikan bahwa personel
mendapat informasi yang baik tentang bahaya di tempat kerja dan mampu secara sukarela
Kursi dokter gigi atau dudukan secara bergantian terlalu tinggi atau terlalu rendah.
- Pembesaran pengaturan gigi yang ideal: Pembesaran memungkinkan dokter untuk beroperasi
pada jarak yang lebih jauh dari pasien, memperbaiki postur leher dengan meminimalkan condong
ke depan, dan meningkatkan penglihatan. Sistem pembesaran termasuk pembesar gigi, teleskop
operasional, dan mikroskop. Menggunakan teknologi tersebut memungkinkan dokter gigi untuk
memusatkan pandangannya hanya pada bidang kerja. Untuk lebih mengembangkan persepsi,
tidak ada alasan bagus untuk meregangkan kepala dan tulang punggung Anda.
- Kursi pasien: Tujuan utamanya adalah memberikan pasien akses terbaik sekaligus memastikan
kenyamanan mereka.
Carilah:
Konsistensi.
- Bangku operator: Idenya adalah untuk meningkatkan pergerakan dan akses pasien sambil
Carilah:
Bangku sadel, bangku operator Brewer, bangku Posiflex, dan kursi Kobo adalah beberapa
pilihannya. Dengan memperluas sudut panggul 130 derajat dan memposisikan sakrum pada posisi
netral, bangku tipe pelana mempertahankan kelengkungan punggung bawah. Ini sempurna untuk
- Ergonomi dalam kedokteran gigi: kemajuan dan strategi Kedokteran gigi empat tangan: Ini
adalah metode di mana dokter gigi dan bawahannya bekerja sama untuk melaksanakan prosedur
yang dirancang dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik pasien. Asisten yang terampil
selama perawatan gigi apa pun yang dilakukan dalam praktik gigi mendukung dokter gigi dalam
melakukan prosedur teknis. Dalam pengaturan kedokteran gigi empat tangan, penggunaan yang
tepat dari sepasang tangan tambahan gigi secara luas diakui sebagai cara optimal dalam
memberikan layanan gigi. Persyaratan berikut harus dipenuhi untuk dapat mempraktikkan
Tim bedah dan pasien harus duduk dalam peralatan yang dirancang secara ergonomis.
Berdasarkan persyaratan negara bagian, dokter gigi harus mendelegasikan semua tugas yang
dapat didelegasikan secara hukum ke asisten sertifikasi. Perawatan untuk pasien harus
- Zona aktivitas: Area kerja di sekitar pasien dibagi menjadi 4 "zona aktivitas". Untuk mendeteksi
zona aktivitas, wajah pasien digunakan untuk mensimulasikan wajah jam. Keempat zona aktivitas
tersebut adalah Operator’s zone, Transfer Zone, Static Zone, Assistant’s Zone.
Anda dapat meredakan tekanan punggung dengan berdiri. Tetapi selama beberapa
prosedur, praktisi gigi diharuskan duduk. Saat seseorang duduk, seluruh berat badannya
Dengan berputar di antara 2 postur, satu set otot mendapat jeda sementara upaya
dipindahkan ke yang lain. Bergantian antara duduk dan berdiri mungkin merupakan
lentur sangat penting. Sindrom carpal tunnel dapat menjadi lebih buruk dengan sarung tangan
yang tidak pas, hal ini menyebabkan ketidaknyamanan pada tangan, terutama pada titik di dekat
- Suhu yang tepat: Untuk menjaga ketangkasan dan kekuatan cengkeraman agar tidak memburuk,
tangan dan jari harus dijaga pada suhu minimal 25°C (77°F). Suhu, di sisi lain, tidak diatur.
- Peregangan dan latihan: Latihan, peregangan, dan latihan relaksasi (meditasi, biofeedback, dan
yoga) dapat membantu Anda menghindari cedera dan mengurangi stres, sehingga meningkatkan
Menjaga kesehatan fisik otot-otot yang menopang leher dan punggung, serta yang
menopang lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan, dengan meregangkan dan
memperkuatnya.
Salah satu hal terpenting dalam mencegah CTS adalah mengistirahatkan tangan secara
teratur.
Beristirahatlah dari aktivitas Anda dan fokuskan mata Anda pada jarak tertentu selama 20
detik untuk menghilangkan kelelahan mata yang disebabkan oleh fokus yang keras pada
Turunkan kepala secara bertahap dan biarkan lengan dan kepala jatuh di antara kedua
lutut; berhenti selama beberapa detik sebelum perlahan mengangkat kepala dengan
dalam rentang gerakan yang nyaman dari depan dan belakang, kanan dan kiri.
Penggulingan bahu dapat membantu meregangkan otot bahu yang lelah akibat memegang
Tarik bahu ke arah telinga lalu gulung membentuk lingkaran ke depan dan ke belakang.
Kesimpulan
Produktivitas tinggi, pencegahan cedera, dan kepuasan pasien yang lebih besar adalah semua manfaat
ergonomi yang berhasil dalam operasi gigi. MSD dapat dihindari dengan mengikuti beberapa prinsip
dasar dan menjaga postur tubuh yang sehat. Seminar dan ceramah pendidikan kedokteran gigi yang
berkelanjutan harus dipromosikan untuk meningkatkan kesadaran di kalangan praktisi gigi. Kedokteran
gigi empat tangan harus digunakan secara teratur untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan. Oleh
COVID-19
Abstrak
Abstak beisi ringkasan artikel tentang analisis berbagai faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan penggunaan APD oleh dokter gigi di RSIGM Sultan Agung Semarang. Dari penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa hubungan kejelasan informasi dan faktor kepemimpinan dengan kepatuhan
penggunaan APD, sedangkan umur, masa kerja, dan jenis kelamin tidak ada hubungan dengan kepatuhan
penggunaan APD.
Pendahuluan
Virus Covid-19 saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia yang telah
berlangsung cukup lama. Kelompok yang rentan tertular virus ini meliputi, lansia, orang yang mempunyai
penyakit komorbid, serta petugas kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan memiliki risiko potensial
penularan virus Covid-19. Potensi tertular dan menularkan dapat terjadi antara petugas kesehatan dengan
pasien dan antara petugas kesehatan. Mekanisme pencegahan penularan Covid-19, yang diatur
pemerintah, di tempat kerja yaitu, menjaga higienisitas semua ruangan (lantai, dinding, dan barang-
barang di dalamnya), tenaga medis wajib mematuhi semua prosedur kewaspadaan standar (menjaga
kebersihan diri melalui prosedur cuci tangan yang benar, menggunakan APD, membatasi kontak yang
tidak perlu dengan pasien, mengatur jam kerja, menata ulang ruangan dan meningkatkan daya tubuh
masing-masing).
Standar Keselamatan Pasien menurut Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah rumah
sakit harus merancang atau memperbaiki proses layanan, secara rutin memonitor dan mengevaluasi
kinerja, menganalisis insiden secara intensif dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja dan
keselamatan pasien. Rumah sakit harus mempunyai program yang melindungi tenaga kesehatan dan
pasien dari bahaya infeksi, dengan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit.
Dokter gigi dan perawat gigi berisiko tinggi tertular virus karena harus melakukan kontak
langsung dengan pasien ketika memberikan pelayanan gigi dan mulut, menggunakan aerosol dan
berhubungan dengan droplet serta cairan liur dan membran mukosa pada hidung dan mulut. Pada masa
adaptasi kebiasaan baru, dokter gigi wajib memenuhi Juknis Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang dikeluarkan Kemenkes dan SE No.2776 Tahun 2020 tentang
dokter gigi dan perawat gigi memberikan layanan (sehingga membatasi, menjaga jarak dan berimplikasi
pada ketidakpuasan masyarakat ketika mendapatkan layanan), serta menyebabkan banyak pasien yang
Berbagai studi membuktikan bahwa dokter, dokter gigi dan perawat masih belum optimal dalam
melaksanakan kewaspadaan standar terutama dalam penggunaan alat pelindung diri (APD). Survei
pendahuluan menunjukkan beberapa dokter gigi di RSIGM Sultan Agung kurang mematuhi penggunaan
APD sesuai standar dengan berbagai alasan. Tujuan penelitian pada artikel ini untuk mengetahui factor-
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dokter gigi dalam penggunaan APD ketika memberikan
pelayanan.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan metode kuantitatif dengan
pendekatan potong lintang (Cross Sectional). Populasi penelitian semua dokter gigi yang memberikan
pelayanan di RSIGM Sultan Agung Semarang sebanyak 51 orang (termasuk dokter gigi muda). Sampel
penelitian adalah total populasi. Sehingga jumlah sampel dan populasi sama yaitu sebanyak 51 orang. Hal
tersebut dikarenakan situasi pandemi dan adanya pembatasan, pengumpulan data primer dilakukan secara
online menggunakan google-form melalui kuesioner yang dikirimkan melalui Whats-App (WA).
Kuesioner telah diuji validitas dan reliabilitasnya dalam uji coba pada tenaga dokter di RSGM
Muhammadiyah Semarang. Penelitian dilaksanakan bulan Juni sampai dengan Desember 2021. Kriteria
inklusi penelitian ini adalah semua dokter gigi RSIGM yang memberikan pelayanan langsung dan kriteria
eksklusinya adalah mereka yang menolak berpartisipasi. Semua responden telah menyatakan persetujuan
berpartisipasi pada penelitian ini melalui dokumen informed-consent yang telah disampaikan sebelumnya.
Variabel bebas penelitian meliputi umur, masa kerja, jenis kelamin, kejelasan informasi, dan
kepemimpinan, sedangkan variabel terikat yaitu kepatuhan dalam menggunakan APD. Data dianalisis
secara univariat dengan tabel distribusi frekuensi dan bivariat menggunakan uji Chi-square dengan
menggunakan aplikasi SPSS untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Penelitian ini telah memenuhi kaji etik penelitian melalui sertifikat No.1291/UN25.8/KEPK/DL/2021
yang dikeluarkan oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa informasi yang diterima terkait penggunaan APD
sudah baik dan 54,9% menyatakan kepemimpinan selama ini sudah baik. Sebanyak 51% responden
memiliki kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sudah baik dan sisanya masih kurang
baik kepatuhannya. Kejelasan informasi dan kepemimpinan secara statistik berhubungan signifikan
dengan kepatuhan penggunaan APD. Hasil uji hubungan menunjukkan tidak ada hubungan antara umur,
masa kerja dan jenis kelamin dengan kepatuhan penggunaan APD. Hasil ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD
pada perawat rawat jalan dan rawat inap serta umur dan masa kerja tidak berhubungan dengan kepatuhan
perawat menggunakan APD, kecuali dukungan teman sejawat. Variabel yang juga berhubungan dengan
kepatuhan penggunaan APD antara lain sikap, fasilitas yang tersedia, pelatihan dan pengawasan
pengendalian.
Umur masih muda dan masa kerja yang belum terlalu lama secara psikologis belum terlalu
memahami karakteristik pekerjaan profesional yang harus dilakukan, termasuk semua risiko bahaya
pekerjaannya yang mungkin dialami, termasuk kemungkinan mengalami kecelakaan kerja maupun infeksi
nosokomial atau infeksi lain akibat kelalaian penggunaan APD. Namun berdasarkan ebberapa penelitian
terdahulu, mereka yang berumur lebih tua ataupun yang masa kerjanya lama juga cenderung kurang
mematuhi penggunaan APD. Beberapa alasan yang diduga berkontribusi terhadap keengganan
penggunaan APD karena perasaan gerah, panas, repot dan ketidaknyamanan yang dirasakan tenaga medis
ketika harus menggunakan APD secara lengkap. Penelitian yang dilakukan oleh Hajjij dkk menunjukkan
penggunaan APD menimbulkan rasa sakit kepala dari nyeri ringan sampai dengan nyeri kepala berat
bilamana bekerja lebih dari 12 jam bagi tenaga kesehatan. Selain itu juga mengakibatkan rasa
tidaknyaman, penglihatan kabur dan konsentrasi berkurang. Kinerja profesional tenaga kesehatan terasa
Kejelasan informasi yang diterima berhubungan positif dengan kepatuhan penggunaan APD.
Semakin jelas informasi maka kepatuhan akan semakin baik. Pengetahuan dan pemahaman mengenai
pentingnya APD dan manfaat APD menjadi faktor penting seseorang mau patuh dalam menggunakan
APD. Kejelasan informasi menjadi prediktor untuk peningkatan persepsi tentang risiko bahaya. Beberapa
upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kejelasan informasi sekaligus pengetahuan petugas kesehatan
tentang APD yaitu melalui sosialisasi secara terus menerus, diseminasi informasi dan pelatihan standar
yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menggunakan APD sesuai
ketentuannya.
terhadap kepatuhan penggunaan APD. Pemimpin harus mampu membangun iklim kerja dan budaya
partisipatif guna menjamin keselamatan dan kesehatan semua stafnya agar tidak terjadi suatu kondisi
yang dapat merugikan baik kerugian personal maupun institusional. Menjamin semua petugas kesehatan
di rumah sakit disiplin menggunakan APD ketika melayani pasien menjadi peran sentral pimpinan
(manajemen) melalui implementasi fungsi pemantauan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang
harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Menerapkan metode reward dan punishment dari hasil evaluasi yang
dilaksanakan menjadi salah satu strategi yang dapat diterapkan. Perubahan rutinitas kerja di rumah sakit
selama pandemi juga menjadi tanggung jawab manajemen seperti perubahan jam kerja, jadwal, tugas,
kewajiban memakai APD dengan kriteria tertentu dan pengaturan jam kerja, termasuk pembagian beban
kerja yang merata karena adanya peningkatan beban kerja dalam memberikan pelayanan selama pandemi
Covid-19.
Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang
efektif terutama dari risiko penularan virus selama pandemi Covid-19 yang secara global menimbulkan
rasa kekuatiran dan ketakutan bagi tenaga kesehatan. kemudahan akses mendapatkan APD dan
penggunaan yang benar dari jenis, ukuran dan kecocokan APD yang tepat sangat penting diperhatikan
guna menjaga keselamatan para tenaga kesehatan. Kejelasan prosedur penggunaan APD mulai dari
pengadaan, distribusi, pemakaian dan penglepasannya harus diperhatikan seksama oleh manajemen.
Dalam sosialisasi penggunaan APD juga dijelaskan semua risiko dan efek yang mungkin akan dirasakan
ketika menggunakan APD tersebut, sekaligus bagaimana upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
mengatasi berbagai kendala tersebut agar dapat mengurangi potensi keengganan menggunakan APD dan
keputusan tidak menggunakan APD karena faktor ketidaknyamanan. Kebingungan dan ambiguitas adalah
alasan umum yang dipakai untuk ketidakpatuhan terhadap pedoman dan ketidakpatuhan meningkatkan
risiko bahaya.
Seseorang dikatakan patuh apabila norma-norma atau nilai-nilai suatu peraturan diwujudkan
dalam perbuatan. Terdapat 3 (tiga) aspek kepatuhan yaitu: a) sikap mental (mental attitude), b)
pemahaman yang baik, dan c) sikap kelakuan. Ketika tenaga kesehatan mau menggunakan alat pelindung
diri (APD), menjadi indikasi bahwa kepatuhan untuk menjaga keselamatan telah muncul pada sikap
pekerja, baik sikap mental maupun sikap kelakuannya. Dalam konteks pelayanan kesehatan di rumah
sakit, upaya menjaga keselamatan selalu berkaitan dengan pencegahan infeksi nosokomial dan infeksi
lainnya. Aspek penting dalam meningkatkan kepatuhan adalah konformitas dan kontrol diri.
Konformitas adalah perilaku seseorang karena orang lain juga melakukan hal yang sama atau
dengan kata lain konformitas adalah upaya perubahan perilaku yang dihasilkan tekanan kelompok. Aspek
a) kekompakan, yang berkaitan dengan kemampuan penyesuaian diri dan perhatian dari kelompok;
b) kesepakatan, yang berkaitan dengan persamaan pendapat, penyimpangan terhadap pendapat
c) ketaatan, yang berkaitan dengan harapan orang lain dan adanya penghargaan (reward) dan sanksi
(punishment).
Kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol dirinya supaya tidak berperilaku
yang dianggap melanggar ketentuan. Dari pemahaman tersebut maka, pengaruh variabel kepemimpinan
terhadap kepatuhan penggunaan APD pada penelitian ini merupakan penjabaran dari konsep konformitas
yang mengarah pada ketaatan dokter gigi karena adanya pengawasan manajemen dalam bentuk reward
dan punishment yang akan diterima ketika tidak mematuhi peraturan. Sedangkan variabel kejelasan
informasi berkaitan dengan kemampuan dokter gigi melakukan kontrol diri melalui kemampuan
menerima, mengelola dan memahami berbagai informasi yang diterima sehingga mampu
mengidentifikasi semua risiko positif ataupun negatif bilamana tidak menggunakan APD. Jadi,
manajemen RS perlu melakukan berbagai upaya tentang cara meningkatkan sosialisasi manfaat
penggunaan APD dan melakukan pengawasan melalui mekanisme penghargaan dan saknsi jika terjadi
Penutup
Sebanyak 51% dokter gigi di RSIGM Sultan Agung mempunyai kepatuhan baik dalam
penggunaan APD. Sebagian besar ternyata berumur muda (≤25 tahun), dengan masa kerja <3 tahun dan
berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 52,9% menyatakan informasi yang diterima baik dan 54,9%
menyatakan kepemimpinan baik. Secara parsial diketahui kejelasan informasi dan kepemimpinan secara
statistik terbukti berhubungan signifikan dengan kepatuhan penggunaan APD, sedangkan umur, masa
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu, penyebaran kuesioner hanya melalui Google Form
sehingga kurang dapat menggali informasi yang lebih lengkap dari responden serta responden hanya
dokter gigi di RSIGM Sultan Agung Semarang saja sehingga tidak dapat dilakukan generalisasi.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel penelitian dokter gigi rumah sakit lainnya sehingga
dapat dijadikan perbandingan dalam penelitian ini, juga bisa menggunakan penelitian kualitatif untuk
dapat menggali lebih banyak data dari responden sehingga dapat menjadi pelengkap dalam penelitian ini.