Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

ASUHANKEPERAWATAN GAWAT DARURAT GIGITAN BINATANG


RSPAL DR. RAMELANSURABAYA

DISUSUN OLEH:
ERLINA PUJIAWATI
(2111012)

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TA 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta

hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita, Rasulullah

Muhammad SAW. Puji syukur dan shalawat selalu menagawali penulis dalam setiap

langkah, sehingga dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini yang berjudul “Asuhan

Keperawatan pada Pasien Askep Gigitan Binatang”

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis bukanlah manusia yang sempurna sehingga

menyadari adanya kekurangan dalam penulisan karya tulis asuhan keperawatan ini.

Terselesaikannya karya tulis asuhan keperawatan ini tidak terlepas dari bimbingan,

dukungan, serta bantuan dari semua pihak yang terlibat.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka yang telah

berjasa. Semoga karya tulis asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 30 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
ASKEP GIGITAN BINATANG................................................................................................. 1
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................... 1
A. PENGKAJIAN..................................................................................................... 1
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................ 2
C. INTERVENSI...................................................................................................... 3

GIGITAN ANJING, MONYET, KUCING................................................................................. 8


KONSEP DASAR MEDIS....................................................................................................... 8
A. DEFENISI........................................................................................................... 9
B. ETIOLOGI........................................................................................................... 8
C. MASA INKUBASI................................................................................................ 8
D. CARA PENULARAN........................................................................................... 9
E. PATOFISIOLOGI................................................................................................ 10
F. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................... 10
G. STADIUM LAMANYA (% KASUS) MANIFESTASI KLINIS............................... 11
H. KOMPLIKASI...................................................................................................... 11
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................... 13
J. PENATALAKSANAAN........................................................................................ 14
KONSEP DASAR KEPERAWATAN...................................................................................... 16
A. PENGKAJIAN..................................................................................................... 16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................ 18
C. INTERVENSI...................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 21

iii
ASKEP GIGITAN BINATANG

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian pasien,

yaitu:

1. Aktivitas dan Istirahat

Gejala : Malaise.

2. Sirkulasi

Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah jantung

tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik),

lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).

3. Integritas Ego

Gejala : Perubahan status kesehatan.

Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,

menarikdiri.

4. Eliminasi

Gejala : Diare.

5. Makanan/cairan

Gejala: Anoreksia, mual/muntah.

Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).

6. Neorosensori

Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.

1
7. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.

8. Pernapasan

Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.

Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang

subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.

9. Seksualitas

Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.

10. Integumen.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.

2. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, respon

fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh

kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek

langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur,

proses infeksi.

4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur

isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi

infeksi, jaringan traumatik luka.

2
III. INTERVENSI

1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan : Menunjukkan bunyi napas jelas,

frekuensi pernapasan dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis.

Intervensi:

a. Pertahankan jalan napas klien.

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru

b. Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi

endotoksin.

c. Auskultasi bunyi napas.

Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator

dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.

d. Sering ubah posisi.

Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi

ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.

e. Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.

Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan

saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan : Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol,

menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan

tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

3
a. Kaji tanda-tanda vital.

Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya.

b. Kaji karakteristik nyeri.

Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui penyebab nyeri.

c. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang

d. Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.

Rasional: Menurunkan spasme otot.

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu penyembuhan

luka.

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek

langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur,

proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan : Mendemonstrasikan suhu dalam batas

normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.

Intervensi :

a. Pantau suhu klien.

Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.

b. Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk mempertahankan

keseimbangan antara asupan dan haluaran.

Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu tubuh.

c. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.

4
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu

mendekati normal.

d. Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.

Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit

kering.

e. Berikan selimut pendingin.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

f. Berikan Antiperitik sesuai program.

Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur

isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan : Menyatakan kesadaran perasaan dan

menerimanya dengan cara yang sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai

tingkat dapat ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan penggunaan

sumber yang efektif.

Intervensi:

a. Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.

Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,

memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.

b. Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas

dari nyeri.

Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia

dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka.

c. Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.

5
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk

menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan tenang

dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan

mekanisme perlindungan.

d. Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.

Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat

beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.

e. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan

jawaban terbuka/jujur.

Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu

pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi

infeksi, jaringan traumatik luka.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan : Mencapai penyembuhan luka tepat

waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.

Intervensi:

a. Kaji tanda-tanda infeksi.

Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.

b. Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme infeksius.

c. Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.

Rasional: Mencegah kontaminasi luka.

d. Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.

Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

6
e. Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.

Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan memberikan

deteksi dini infeksi luka.

f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.

Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

7
GIGITAN ANJING, MONYET, KUCING

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFENISI

Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang

berakibat fatal.

B. ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih Rhabdoviridae

dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada gigitan binatang atau ditularkan

melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah

hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut (Jerman), atau di

Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.

Adapun penyebab dari rabies adalah :

1. Virus rabies.

2. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.

3. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

C. MASA INKUBASI

Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi

penyakit rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari – 14 hari). Pada manusia

2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi

bias bervariasi antara 7 hari – 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena

lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada

anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek dari pada orang dewasa. Lamanya inkubasi

dipengaruhi oleh dalam dan besarnya gigitan, lokasi gigitan (jauh dekatnya kesistem saraf pusat),

8
derajat pathogenesis virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48

hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.

D. CARA PENULARAN

Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama dua minggu virus menetap pada tempat

masuk dan jaringan otot didekatnya. Virus berkembang biak atau lansung mencapai ujung-ujung

serabut saraf perifer tampa menunjukan perubahan-perubahan fungsinya. Selubung virus

menjadi satu dengan membrane plasma dan protein ribonukleus dan memasuki sitoplasma.

Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-kolin post-sinaptik pada neuromuscular

junction di susunan saraf pusat (SSP). Dari saraf perifer virus menyebar secara sentripetal

melalui endoneurium sel-sel Schwan dan melalui aliran aksoplasma mencapai ganglion dorsalis

dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak. Selanjutnya virus menyebar dengan kecepatan 3

mm/jam kesusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Melalui cairan serebrospinal.

Diotak virus menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam semua bagian neuron,

kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun pada

saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk saraf otonom, otot

skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal (medula), ginjal, mata, dan pankreas. Pada tahap

berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, sistem respirasi. Virus

juga tersebar pada air susu dan urin. Pada manusia hanya dijumpai kelainan pada midbrain dan

medula spinalis pada rabies tipe furious (buas) dan pada medula spinalis pada tipe paralitik.

Perubahan patolgi berupa degenerasi sel ganglion, infiltrasi sel mononuklear dan perivaskular,

neuronovagia dan pembentukan nodul pada glia pada otak dan medula spinalis.

Dijumpai Negri bodies yaitu benda intrasitoplasmik yang berisi komponen virus terutama protein

ribonuklear dan fragmen organela seluler seperti ribosomes. Negri bodies dapat ditemukan pada

seluruh bagian otak, terutama pada korteks serebri, batang otak, hipothalamus, sel purkinje

9
serebrum, ganglia dorsalis dan medula spinalis. Pada 20% kasus rabies tidak ditemukan Negri

bodies. Adanya miokarditis menerangkan terjadinya aritmia pada pasien rabies.

E. PATOFISIOLOGI

Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya

atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk

melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka

berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui

saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.

Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke

seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi

mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi

kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.Kejang otot

tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.

Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan

pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini.

Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air).

Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot

pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.

F. MANIFESTASI KLINIS

Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya

sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:

1. Gejala prodromal non spesifik

2. Ensefalitis akut

3. Disfungsi batang otak

10
4. Koma dan kematian

G. STADIUM LAMANYA (% KASUS) MANIFESTASI KLINIS

1. Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1 tahun (5%) Tidak ada

2. Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual

dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi.

Neurologik Akut

3. Furious (80%)

4. Paralitik

5. Koma

2-7 hari

2-7 hari

0-14hari

Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit, hidropobia,

hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring, aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia,

kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma abnormalitas ADH.

H. KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase koma.

Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada

hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD);

disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan

henti jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia

dan gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan

depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif,

dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

11
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan

JENIS KOMLIKASI PENANGANANNYA

Neurologi Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine

Hidrofobia Tidak diberi apa-apa lewat

mulut

Kejang fokal Karbamazepine, fenitoin

Gejala neurologi local Tak perlu tindak apa-apa

Edema serebri Mannitol, galiserol

Aerofobia Hindari stimulasi

Pituitary SAHAD Batasi cairan

Diabetes insipidus Cairan, vasopressin

Pulmonal Hiperventilasi Tidak ada

Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP

Atelektasis Ventilator

Kardiovaskular Aritmia Oksigen, obat anti aritmia

Hipotensi Cairan, dopamine

Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan

Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia

Obstruksi vena kava superior Cairan, dopamine

12
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:

1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari

kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk

mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan

lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah

otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang

membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah

dalam otak.

5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl

g. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro

toksik akibat dari pemberian obat.

h. Elektrolit : K, Na

i. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

j. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

13
k. Natrium ( N 135 –)

J. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan Pengobatan

a. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit

hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang

digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan

pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi

bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan

lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.

b. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera

mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam

disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum

pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan

immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

c. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan

pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan

pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi

yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.

d. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan

berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin

(pada hari 0 dan 2).

e. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.

Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang,

kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat

14
dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang

perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan

otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat

penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.

2. Pencegahan

Ada dua cara pencegahan rabies yaitu:

a. Penanganan Luka

Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies

melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus dilakukan

perawatan luka yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin.

Vaksinasi rabies perlu pula dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular

rabies.

b. Vaksinasi

Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau

segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang

yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :

1) Dokter hewan

2) Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi

3) Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies

pada anjing banyak ditemukan

4) Para penjelajah gua kelelawar

Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun,

sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus

mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.

15
A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian mengenai :

1. Status Pernafasan

a. Peningkatan tingkat pernapasan

b. Takikardi

c. Suhu umumnya meningkat (37,9º C)

d. Menggigil

2. Status Nutrisi

a. kesulitan dalam menelan makanan

b. berapa berat badan pasien

c. mual dan muntah

d. porsi makanan dihabiskan

e. status gizi

3. Status Neurosensori

Adanya tanda-tanda inflamasi

4. Keamanan

a. Kejang

b. Kelemahan

5. Integritas Ego

a. Klien merasa cemas

b. Klien kurang paham tentang penyakitnya

Pengkajian Fisik Neurologik :

16
1. Tanda – tanda vital:

a. Suhu

b. Pernapasan

c. Denyut jantung

d. Tekanan darah

e. Tekanan nadi

2. Hasil pemeriksaan kepala Fontanel :

a. menonjol, rata, cekung

b. Bentuk Umum Kepala

Reaksi pupil

• Ukuran

• Reaksi terhadap cahaya

• Kesamaan respon

d. Tingkat kesadaran Kewaspadaan :

• respon terhadap panggilan

• Iritabilitas

• Letargi dan rasa mengantuk

• Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

e. Afek

• Alam perasaan

• Labilitas

f. Aktivitas kejang

• Jenis

• Lamanya

17
g. Fungsi sensoris

• Reaksi terhadap nyeri

• Reaksi terhadap suhu

h. Refleks

• Refleks tendo superficial

• Reflek patologi

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnose yang pada penyakit rabies yaitu:

1) Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia

2) Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan

3) Demam berhubungan dengan viremia

4. INTERVENSI

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia Setelah diberikan tindakan keperawatan,

diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil:

• pasien bernafas,tanpa ada gangguan.

• pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas

• respirasi normal (16-20 X/menit)

Intervensi:

1) Obsevasi tanda-tanda vital pasien terutama respirasi.

R/: Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.

2) Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2

R/: O2 membantu pasien dalam bernafas.

18
3) Beri posisi yang nyaman.

R/: Posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.

b. Gangguan pola nutrisi berhubungn dengan penurunan refleks menelan Setelah dilakukan

tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil :

• pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.

Intervensi:

1) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.

R/: Untuk menetapkan cara mengatasinya.

2) Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.

R/: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien

3) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.

R/: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan.

4) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.

R/: Untuk menghindari mual.

5) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.

R/: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.

6) Kaloboras pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.

R/: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan nutrisi pasien

meningkat.

7) Ukur berat badan pasien setiap minggu.

R/: Untuk mengetahui status gizi pasien

19
c. Demam berhubungan dengan viremia Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

demam pasien teratasi, dengan criteria hasil :

• Suhu tubuh normal (36 – 370C).

• Pasien bebas dari demam.

Intervensi:

1) Kaji saat timbulnya demam

R/: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

2) Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam

R/: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

3) Berikan kompres hangat

R/: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat Penurunan suhu

badan.

4) Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.

R/: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

20
DAFTAR PUSTAKA

• Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadbrata, Siti Setiati; Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV
• Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
• http://www.rusari.com
• Siregar RS. Prof. Dr. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Indonesia. Jakarta : EGC ; 2000 p. 174-175
• Rohmi Nur. Insect Bites. [online] 2006 [cited 2008 June 04] : [ 3 screens]. Available from :
http://www.fkuii.org/tiki-index.php?page=Insect+Bites7
• Bites and Sting. In: Bolognia JL Lorizzo JL, Rapini RP,eds. Dermatology Volume.1. London: Mosby;
2003.p.1333-35
• Ngan Vanessa. Insect Bites and Stings. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [4 screnns]. Available from :
http://www.dermnet.com/image.cfm?imageID=1875
• Rube J. Parasites, Arthropods And Hazardous Animals Of Dermatologic Significance. In: Moschella SL,
Hurley HJ, eds. Dermatology Volume 1. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1985.p.1923-88
• Wilson C.Arthropod Bites And Sting. In: Fitzpetrick TB Eisen AZ, Wolf K, Freedberg IM, Austen KF.eds.
Dermatology in General Medicine, 4th ed.USA: McGraw-Hill; 1993.p.2685-95
• Burns.D.A. Dissease Caused by Arthropoda and other Noxious Animals. In: Rook, Wilkinson, Ebling.eds.
Textbook of Dermatology 7 th ed. London: Blackwell Science.1998.p.1085-1125.
• Elston Dirk M. Insect Bites. [Online] 2007. [cited 2008 June 4] : [16 screens]. Available from :
http://emedicine.com/derm/topic467.htm#section~Treatment.
• Habif TP,ed.Clinical Dermatology: A. Color Guide To Diagnosis and therapy. 4th ed. Edinburgh; Mosby;
2004.p.531-36
• Hardin MD. Fire Ant Bite. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [1 screen]. Available from :
http://www.lib.uiowa.edu/HARDIN/MD/tamu/fireants5.html
• Hardin MD. Bee Sting Picture. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [1 screen]. Available from :
http://www.lib.uiowa.edu/HARDIN/MD/dermnet/beesting1.html
• New Zealand Dermatological Society Incorporated. Prurigo Nodularis. [Online] 2008 [cited 2008 june 4] :
[4 screens]. Availablel from : http://www.dermnet.com/image.cfm?
imageID=1875&moduleID=8&moduleGroupID=216&groupindex=0&passedArrayIndex=2
• Wiryadi Be. Prurigo. In : Djuanda Adhi: Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 3th ed.

21
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1999.p.272-275
• Kucenic MJ. Contact Dermatitis. [Online] 2007 [cited 2008 june 4] : [8 screens]. Available from :
http://www.umm.edu/imagepages/2387.htm
• E. Duldner, Jr., MD. Insect Bites And Stings. [online] 2008 [cited 2008 june 4] : [5 screens]. Available from
: http://about.com/adam_health_tropic:79/12.pages/342.htm
1990

22

Anda mungkin juga menyukai