Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan yang pesat di bidang bioproses telah memberikan banyak manfaat bagi
manusia. Manfaat langsung yang dapat dirasakan antara lain dalam bidang agroindustry
yang diawali dengan pendayagunaan fermentasi microbial untuk menghasilkan bir,
minuman anggur dan pangan terfermentasi

Wine merupakan salah satu minuman yang mengandung alcohol sebagai hasil fermentasi
sari buah. Proses fermentasinya menggunakan suatu jenis khamir tertentu. Khamir yang
biasa digunakan ialah Saccharomyces cerevisiae varietas ellipsodeus.

Minuman wine yang lebih dikenal dengan nama “anggur” bukan saja dibuat dari sari buah
anggur tetapi dapat juga dari beberapa macam buah-buahan seperti nanas,pisang,jambu
klutuk, tomat, dan lain lain . Sehingga hasil fermentasi akan memberikan rasa, aroma yang
khas sesuai dengan bahan baku.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menerapkan bioproses dalam bidang agroindustry dengan melibatkan mikroba jenis
khamir
2. Membuat minuman beralkohol (wine) dari sari buah buahan melalui proses fermentasi
dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae varietas ellipsodeus
3. Menghitung kadar alcohol yang diperoleh dari proses fermentasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wine

Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang
difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur menyebabkan
buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzim, ataupun nutrisi lain.
Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari tipe
tertentu. Yeast tersebut akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah anggur
dan mengubahnya menjadi alkohol. Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang
digunakan, tergantung pada tipe dari wine yang akan diproduksi (Yasa, 2011).

Dalam industri pengolahan makanan, buah-buahan biasanya diolah menjadi manisan dan
jus, buah-buahan juga dapat diekstrak dan difermentasi menjadi wine. Wine adalah
minuman beralkohol yang dibuat dari jus buah, terutama anggur yang difermentasi dengan
bantuan yeast atau khamir. Wine yang dibuat dari buah-buahan dikenal dengan nama fruity
wine atau anggur buah (Rahmadi, 2008).

Selain menggunakan buah anggur, minuman wine juga dapat dibuat dari buah-buahan lain
yang banyak mengandung gula, seperti apel, berry, lengkeng, ataupun nenas. Penamaan
minuman anggur atau wine yang dibuat dari selain buah anggur biasanya menyertakan
nama buah yang digunakan, seperti wine apel, ataupun wine berry dan secara umum disebut
dengan Fruity wine, sedangkan jika wine terbuat dari bahan pangan yang mengandung pati,
seperti beras dan gandum, maka wine tersebut lebih dikenal dengan istilah minuman Sake
(barley wine atau rice wine). Minuman wine yang dibuat dari bahan baku jahe dikenal
dengan sebutan Brandy (Anonim, 2010).

Buah yang baik untuk digunakan dalam pembuatan wine apabila mengandung asam-asam
seperti asam tartat, malat dan sitrat. Asam tartat adalah antioksidan dan menghasilkan rasa
asam. Asam malat juga dikenal sebagai asam buah terutama pada apel. Asam sitrat adalah
pengawet alami dan juga memberi rasa asam. Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh
komposisi bahan baku, proses fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik
alami atau disengaja dalam periode setelah fermentasi selesai (Nuraeni, 2012).

Khamir adalah mikrooorganisme yang melakukan fementasi jus buah menjadi wine.
Khamir yang umum digunakan dalam fermentasi adalah Saccharomyces sp. Khamir ini
akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO2. Dalam perombakan ini diperlukan pula
nutrien yang mendukung pertumbuhan khamir, jika tidak tersedia pada bahan baku. Bahan
yang umum dtambahkan adalah amonium fosfat sebagai sumber nitrogen (Ranizar, 2013).

2.2 Kandungan Enzim Yang Terdapat Dalam Wine


Dalam proses pembuatan wine, peran beberapa jenis enzim cukup signifikan, khususnya
pada proses penghancuran, fermentasi, dan penjernihan. Enzim-enzim yang memiliki
peranan penting yaitu pektinase, glikosidase, selulase dan hemiselulase, serta beta-
glukanase. Bentuk-bentuk enzim yang ditambahkan dapat berupa bubuk dan cair. Cara
penambahannya dapat dilakukan dengan penyemprotan (liquid enzyme), penambahan
dalam tangki sebelum penjernihan, dan pemompaan saat penghancuran.

2.2.1 Pektinase

Enzim pektinase pada dasarnya sudah ada dalam buah anggur, namun berada dalam
bentuk inaktif pada pH saat pembuatan wine. Oleh karena itu, perlu penambahan
pektinase dari luar. Pektinase secara komersial dihasilkan dari Aspergillus niger.
Pektinase komersial biasanya diaktifkan pada suhu 45 - 55ºC dan bekerja dengan
baik pada pH 4,8 sampai 5.

Dalam pembuatan wine, pektinase berperan dalam menghidrolisis pektin tak larut
(protopektin). Enzim ini bekerja pada proses maceration (penghancuran buah) dan
clarification (penjernihan). Pektin yang terhidrolilis menyebabkan viskositas jus
buah menurun sehingga lebih mudah mengalir dan lebih jernih karena kekeruhan
(cloudiness) pada jus disebabkan karena kandungan pektin dalam jus tersebut.

2.2.2 Glikosidase

Dalam pembuatan anggur (wine), enzim ini berperan dalam melepas residu gula
dari molekul yang lebih kompleks. Beberapa senyawa pembentuk flavor pada
anggur terikat pada residu gula, contohnya monoterpenten dan turunan C13-
norisoprenoid. Senyawa prekursor aroma tidak bersifat volatil. Ketika residu
gula ini dihilangkan, prekursor tersebut menjadi volatil dan berkontribusi terhadap
aroma khas wine. Anggur yang mengandung glikosidase mampu melepaskan
senyawa aromatik terpenol dari prokursor non-aromatik.

Namun, dalam pembuatan wine, enzim ini tidak terlalu efisien karena pH
optimumnya yang berada pada pH 5, sedangkan pH wine antara 3 – 4. Proses
penjernihan pada must juga akan menyebabkan aktivitas glikosidase terhenti.

2.2.3 Beta – glukanase

Enzim beta-glukanase endogenus dihasilkan oleh Trichoderma harzianium.


Penggunaan enzim ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan proses filtrasi wine.

2.2.4 Selulase dan Hemiselulase

Enzim selulase dan hemiselulase berperan untuk menghidrolisis komponen selulosa


dan hemiselulosa di dalam must pada pembuatan wine. Kedua enzim ini bekerja
berbarengan dengan pektinase, penambahannya dilakukan pada saat penghancuran
buah. Proses degradasi selulosa akan menghasilkan cellobiose yang selanjutnya
akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana oleh selulase. Kerja sama
antara selulase, hemiselulase, dan pektinase diharapkan dapat memberikan sinergi
dalam memecah berbagai molekul yang terdapat dalam jus sebelum diolah menjadi
wine. Akibatnya jus akan terdiri dari solid larut dan tidak larut dalam jumlah tinggi,
yang kemudian akan disaring untuk menghasilkan jus jernih (Noer F, 2008).

2.2.5 Protease

Pada proses pembuatan wine, kandungan protein berasal dari proses autolisis sel
yeast dan dari anggur sebagai bahan mentah. Aktivitas enzim proteolitik endogenus
seperti protease, yang dilepaskan dari autolisis yeast akan menyebabkan hidrolisis
komponen protein menjadi asam amino selama proses fermentasi. Enzim ini dapat
dihasilkan oleh Aspergillus oryzae dan memiliki pH maksimum sekitar 2.0 dan stabil
pada suhu sekitar 50°C. Menurut penelitian, penggunaan campuran protease
komersial dari yeast yang diberikan pada pembuatan wine akan memberikan efek
positif pada rasa dan aroma wine.

2.3 Manfaat Wine

Dilihat dari komposisi gizinya, wine termasuk minuman yang mempunyai kandungan gizi
yang cukup baik. Kandungan energi pada wine sangat bervariasi, tergantung jenisnya, yaitu
antara 50-160 kkal/100 g. Energi pada wine umumnya berasal dari karbohidrat, terutama
gula. Wine tidak mengandung lemak sama sekali, sehingga jangan khawatir menjadi gemuk
akibat konsumsi wine dalam jumlah wajar setiap hari.

Kandungan mineral yang cukup berarti pada wine adalah: kalium (antara 80 – 112 mg/100
g), kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan, dan selenium. Kandungan
natrium pada wine umumnya rendah, kecuali pada cooking wine.

Cooking wine sebaiknya tidak digunakan untuk masakan bagi penderita hipertensi karena
kandungan natriumnya yang cukup tinggi, yaitu 626 mg per 100 g. Kadar vitamin pada
wine umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat rendah,

Di Prancis, jumlah penderita jantung koroner jauh lebih kecil daripada penduduk Amerika
Serikat, bahkan paling kecil dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Padahal,
masyarakat Prancis lebih banyak mengonsumsi lemak dan merokok, serta relatif kurang
bergerak. Para peneliti mengaitkan fenomena tersebut dengan kebiasaan orang Prancis
yang menyukai red wine dalam kehidupan sehari-hari.

Sebuah penelitian di Eropa menunjukkan bahwa wine merah mengandung senyawa fenol
yang lebih tinggi dari wine putih. Fenol atau flavonoid merupakan antioksidan yang sangat
kuat, sehingga mempunyai efek kardioprotektif (melindungi jantung dari serangan radikal
bebas).

Menurut penelitian Agricultural Research Service, US Department of Agriculture,


persenyawaan kedua yang terkandung dalam wine cukup menjanjikan untuk mencegah
kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Agnes Rimando dari Natural Products Utilization
Research Unit, Oxford, Mississippi, menunjukkan bahwa pada wine ditemukan senyawa
pterostilbene (terro-STILL-bien). Senyawa tersebut memiliki kemampuan mencegah
kanker sama kuatnya dengan resveratrol, senyawa antioksidan pada buah anggur yang telah
lebih dahulu ditemukan. Pterostilbene juga menunjukkan daya hambat yang kuat melawan
kanker payudara dalam sel.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gary Meszaros dan Joshua Bomser dari The
Northeastern Ohio Universities College of Medicine, menunjukkan bahwa resveratrol
dapat menghambat angiotensin II, yaitu suatu hormon yang dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi dan serangan jantung.

Dibandingkan dengan wine merah, wine putih kurang begitu populer. Komposisi kimia
wine putih yang bermanfaat bagi tubuh memang tidak sehebat wine merah. Pada wine putih
tidak terdapat resveratrol dan quersetin yang menjadi ciri khas dari buah anggur.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. J. Keul dan Dr. D. König dari University
of Freiburg menunjukkan bahwa konsumsi wine putih secara signifikan dapat mereduksi
kolesterol LDL, fibrinogen, dan gula darah. Berat badan dapat berkurang hingga 1,7 kg jika
mengonsumsi wine putih selama 4 minggu. Menurut Dr. Jung et al dari The University of
Mainz, wine putih lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan wine
merah. Berdasarkan penelitian di University of Buffalo, wine putih sangat bermanfaat
untuk mencegah kanker paru-paru, lebih efektif daripada wine merah.

Meskipun wine mempunyai manfaat yang luar biasa, konsumsinya sebaiknya tidak
berlebihan. Selain menyebabkan ketergantungan, kadar alkohol pada wine juga dapat
menyebabkan gangguan hati dan tekanan darah tinggi. Konsumsi wine berlebihan juga
dapat menyebabkan migrain.

2.4 Jenis Mikroba

Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah adalah dari golongan
khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus Saccharomyces
yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain Saccharomyces
cerevisiae, Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati (Frazier and
Westhoff, 1978).

Khamir yang biasa dan banyak digunakan untuk fermentasi buah anggur adalah
Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae varietas
ellipsoideus biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini
mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30
o
C. Selain itu dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir jenis
ini juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa, glukosa,
fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa (Fardiaz, 1989). Fermentasi etanol
oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35
0
C, proses ini dapat berlangsung 35 – 60 jam. Taksonomi Saccharomyces cerevisiae adalah
sebagai berikut:
Divisi : Eumycophyta

Kelas : Ascomycetes

Ordo : Sacharomycetales

Famili : Sacharomycetaceae

Genus : Sacharomyces

Species : Sacharomyces cerevisiae

Fermentasi wine adalah proses dimana juice anggur bersama-sama dengan bahan yang lain
yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk
proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2.
CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di
fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai
sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau dihentikan.

2.5 Kerusakan

Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari warna, rasa, dan bau. Penyebab
kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan
penyajian yang keliru. Wine yang disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan
wine terasa seperti dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya sudah hilang
dan aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan kerusakan
karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia
oksigenyang cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena sumbat botol (cork) yang
dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga memungkinkan udara masuk
kedalam botol.

Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine adalah :

1. Bau sayuran busuk

2. Bau belerang

3. Bau apel busuk

4. Bau telur busuk

5. Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL)
dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat
memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa
senyawa yang menyebabkan pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara
alami akan terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi
ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan
kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Setelah proses MLF
selesai, maka kehidupan dari BAL tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine
ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri
BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab kebusukan.
BAB III

DATA PENGAMATAN

3.1 Alat & Bahan


Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan percobaan adalah :

No Alat Bahan
1 Tabung reaksi Sari buah nanas
2 Autoclaf Air minum konsumssi
3 Leher Angsa H2SO4 2N
4 Jarum OSE
5 Pembakar spirtus
6 Pisau
7 Blender Saccharomyces cerevisae
8 Kain saring
9 Biakan murni
10 Erlenmeyer

3.2 Diagram Alir


3.2.1 Pembuatan starter

Pengambilan sari buah


nanas 20 ml

Pasteurisasi larutan pada


suhu 85-90 oC selama 10-15
menit

Menambahkan mikroba
Saccharomyces cerevisae

Simpan & aduk dalam


incubator shaker selama 30
menit
3.2.2 Proses Fermentasi

Mempersipakan sari nanas


230 mL yang telah sesuai
kadar brix nya

Pasteurisasi larutan pada


suhu 85-90 oC selama 10-15
menit

Menambahkan starter pada


reactor fermentasi yang
berisi sari buah

Memasangkan leher angsa


yang telah di isi H2SO4 2N
pada leher erlenmeyer

Biarkan proses fermentasi


berjalan selama 5 hari

Hitung kadar brix & buat


grafik hubungan konsentrasi
vs % brix
3.3 Pengolahan Data
3.3.1 Hasil Pengamatan
Reaksi yang terjadi saat fermentasi
C12H22O11 + H2O → 2C6H12O6 → 4C2H5OH + 4CO2 ↑

Konsentrasi sari nanas awal : 8.5 % brix


Konsentrasi sari nanas akhir : 5.0 % brix
Indeks bias sari nanas akhir : 1.3389
pH fermentasi sari nanas :3

Tabel Test Organoleptik

Test Organoleptik
Proses
Rasa Aroma Viskositas Warna
Sebelum Manis sedikit
Buah segar Encer Kuning jernih
Fermentasi asam
Sedikit tercium Sedikit lebih Kuning keruh
Setelah
Asam alkohol dan masih kental dari dengan sedikit
Fermentasi
ada aroma nanas sebelumnya endapan

3.3.2 Grafik & Konsentrasi


Tabel Kurva Kalibrasi

Konsentrasi Indeks
No
Gula bias
1 5,9% 1.3344
2 6,9% 1.3348
3 8% 1.3351
4 8.80% 1.3353
5 10.18% 1.3354
Grafik Kurva Kalibrasi Hubungan Antara Konsentrasi Gula vs Indeks Bias

Kurva Kalibrasi
1.3356
1.3354
1.3352
Indeks bias

1.3350
1.3348
1.3346
y = 0.0003x + 1.3343
1.3344 R² = 0.947
1.3342
1.3340
5,9% 6,9% 8% 8.80% 10.18%
Konsentrasi Gula

3.3.3 Perhitungan Konsentrasi


Y = 0.0003x + 1.3343
Indeks bias setelah fermentasi = 1.3389 maka,
1.3389 = 0.0003x + 1.3343
1.3389 - 1.3343 = 0.0003x
X = 0.0046
0.0003
X = 15.33 %

Kadar alcohol (etanol) yang dihasilkan oleh proses fermentasi pada sari buah nanas
sebesar 15,33 %
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Thomas Adi Cahyono NIM 161411093

Dalam penerapan bioproses di bidang agroindustri dengan melibatkan mikroba jenis khamir
yang salah satunya adalah pembuatan wine. Dalam percobaan pembuatan wine yang dilakukan
praktikan adalah pembuatan wine yang berasal dari sari buah nanas. Mikroba yang digunakan
adalah Saccharomyces cereviceae varietas ellipsoideus.

Nanas yang dapat digunakan untuk dijadikan wine adalah nanas yang memiliki minimal kadar
gula 5%-15% brix dan jika kurang dari nilai tersebut dapat ditambahkan guka. Namun, jika
kadar gulanya belebih maka dapat dilakukan pengenceran. Sedangkan nanas yang kami
gunakan mengandung kadar gula 8.5% brix sehingga tidak perlu dilakukan pengenceran atau
pun penambahan gula terhadap nanas.

Nanas yang akan difermentasi adalah nanas yang sudah dihancurkan sehingga menjadi jus
nanas. Proses fermentasi nanas ini dilakukan dengan dua tahap yaitu pembuatan starter
(inokulum) dan fermentasi di media. Nanas yang sudah halus tadi diambil sebanyak 250 ml,
20ml untuk digunakan sebagai inokulum dengan mikroba awal sebanyak 1,25 gram dan 230
ml untuk media pembuatan wine.

Proses yang dibutuhkan sebelum penanaman bakteri, yaitu proses pasteurisasi dengan tujuan
untuk membunuh bakteri patogen yang terdapat dalam sari nanas yang dapat menganggu
berlangsungnya proses fermentasi. untuk proses fermentasi dilakukan penanaman mikroba
secara bertahap, yaitu dengan pembuatan starter terlebih dahulu. Proses fermentasi secara
anaerob dilakukan dengan menggunakan erlenmeyer dengan leher angsa yang telah
diisidengan larutan H2SO4 terlebih dahulu. Pemberian Larutan Asam Sulfat ini bertujuan agar
tidak ada udara yang masuk serta mencegah mikroba atau benda lainnya masuk ke dalam
erlenmeyer.

Pengujian yang dilakukan pada wine adalah dengan mengukur nilai Brix dan kadar alkohol
yang terkandung dengan memplot nilai indeks bias sampel pada kurva kalibrasi indeks bias
terhadap konssentrasi alkohol. Tidak hanya itu dilakukan pula pengujian secara organoleptic
untuk mengetahui rasa dari wine yang dihasilkan.
Pada pengujian alkohol secara organoleptic diketahui bahwa rasa dari wine yang dihasilkan
adalah rasa alkohol yang masih bercampur rasa asam yang tersisa dari buah nanas. Juga dari
aromanya memang sudah ada aroma alkohol tapi tetap masih ada aroma dari buah nanas.

Pada pengujian kadar alkohol dan nilai Brix setelah fermentasi didapat nilai Brixnya sebesar
5% brix, indeks bias sampel 1,3389 dan pH 3. Sehingga kadar alkohol diketahui yaitu 15,33 %
dengan menggunakan kurva kalibrasi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
kadar glukosa akan berkurang karena digunakan oleh mikroba untuk metabolisme dan diubah
menjadi alkohol.

4.2 Tiwi Sigita Nuraeni NIM 161411094

Wine merupakan salah satu produk di bidang agroindustry yang menggunakan bantuan
mikroba berupa ragi. wine yang terbaik biasanya dibuat menggunakan buah anggur, dengan
beberapa alasan di antaranya terdapat bercak putih pada permukaan kulit buah yang
menunjukan bahwa bercak putih tersebut merupakan Saccharomyces cerevisae sehingga pada
pembuatan wine dari buah anggur tidak perlu ada penambahan ragi kembali. Selain itu
anggur mempunyai asam-asam yang terkandung dalam sari buah yang bermanfaat seperti
asam tartrat yang berfungsi sebagai antioksidan, asam malat sebagai asam buah, dan asam
sitrat sebagai pengawet alami. Namun, pembuatan wine juga dapat dibuat dari berbagai
macam buah selama terkandung glukosa sebagai bahan baku yang akan di fermentasi oleh
Saccharomyces cerevisae menjadi alkohol (etanol) sehingga produk yang dihasilkan berupa
produk minuman beralkohol.

Pada percobaan pembuatan wine, buah yang digunakan adalah nanas yang harus memenuhi
syarat yakni kadar gula berkisar 5-15% brix. Jika nilai brix kurang dari nilai tersebut maka
harus ditambahkan gula. Sedangkan, jika nanas memiliki kadar brix yang lebih dari nilai
tersebut maka harus dilakukan pengenceran agar mikroba dapat tumbuh karena pada kadar
pekat mikroba tidak dapat tumbuh. Nanas yang praktikan gunakan mengandung kadar gula
8,5% brix sehingga tidak perlu dilakukan pengenceran atau penambahan gula terhadap nanas.

Sebelum dilakukannya proses fermentasi, terlebih dahulu dibuat inokulum dari sari buah
nanas sebanyak 20 mL yang telah di pasteurisasi pada suhu 75-85oC selama 10 hingga 15
menit. Begitu pula pada media fermentasi sebanyak 230 mL. Media inokulum ditanamkan
Saccharomyces cerevisae sebanyak 1,25 gram. Fungsi dari pasteurisasi itu sendiri sebagai
salah satu metode sterilisasi untuk membunuh bakteri patogen yang berpotensi mengganggu
proses fermentasi.

Inokulum yang telah terbentuk dimasukan pada media fermentasi secara aseptis, lalu
dibutuhkan waktu fermentasi agar menjadi minuman beralkohol dengan pemasangan leher
angsa yang diisi H2SO4 untuk membuat kondisi fermentasi secara anaerob.Kondisi tersebut
memungkinkan ragi untuk merubah jalur metabolit sehingga menghasilkan alkohol. Untuk
mengetahui kadar alkohol dalam wine dilakukan dengan mengukur indeks bias pada variasi
larutan standar gula dengan sampel sehingga didapatkan kadar alkohol sesungguhnya dalam
wine. Pengujian tersebut meruapaka pengujian secara kuantitatif. Pada pengujian secara
kuantitas yaitu nilai brix didapat sebesar 5% brix, indeks bias 1,3389 dan pH 3. Sehingga
didapat kadar alkohol 15,33%. Hasil ini sesuai dengan literatur dimana setelah fermentasi,
kadar glukosa akan berkurang karena digunakan oleh mikroba untuk metabolisme dan
menghasilkan produk yaitu alkohol

Pengujian kualitatif pada wine dilakukan dengan mengamati aroma, rasa, kekentalan serta
warna yang dihasilkan. Data yang didapatkan sebagai berikut :

Test Organoleptik
Proses
Rasa Aroma Viskositas Warna
Sebelum Manis sedikit
Buah segar Encer Kuning jernih
Fermentasi asam
Sedikit tercium Sedikit lebih Kuning keruh
Setelah
Asam alkohol dan masih kental dari dengan sedikit
Fermentasi
ada aroma nanas sebelumnya endapan
4.3 Vini Rahma Insani NIM 161411095

Pembuatan wine merupakan penerapan bioproses di bidang agroindustri dengan menggunakan


mikroba Saccharomyces cerevisae varietas ellipsoideus dari sari buah nanas. Nanas yang
digunakan harus memenuhi syarat yakni kadar gula 5-15% brix. Jika nilai brix kurang dari nilai
tersebut maka harus ditambahkan gula. Sedangkan, jika nanas memiliki kadar brix yang lebih
dari nilai tersebut maka harus dilakukan pengenceran agar mikroba dapat tumbuh karena pada
kadar pekat mikroba tidak dapat tumbuh. Nanas yang praktikan gunakan mengandung kadar
gula 8,5% brix sehingga tidak perlu dilakukan pengenceran atau penambahan gula terhadap
nanas.

Proses fermentasi meliputi dua tahap yaitu pembuatan inokulum (starter) dan fermentasi di
media. Nanas dihaluskan dengan blender kemudian diambil sarinya sebanyak 250 mL, 20 mL
digunakan sebagai inokulum dengan mikroba awal sebanyak 1,25 gram dan 230 mL untuk
media pembuatan wine.

Sebelum penanaman, harus dilakukan pasteurisasi terlebih dahulu untuk membunuh bakteri
patogen yang berpotensi mengganggu proses fermentasi. Setelah itu dilakukan penanaman
mikroba. Penanaman ini dilakukan secara bertahap yaitu dengan pembuatan starter terlebih
dahulu. Fermentasi dilakukan secara anaerob dimana udara didapat dari udara yang melewati
leher angsa.

Setelah proses fermentasi, akan didapat wine. Wine tersebut diukur secara kuantitas dan
kualitas. Kuantitas diuji kadar brix dan alkoholnya dengan cara memplot nilai indeks bias
sampel pada kurva kalibrasi indeks bias terhadap konsentrasi alkohol. Sedangkan, kualitas
yaitu dengan cara pengujian secara organoleptic untuk mengetahui aroma dan rasa wine yang
dibuat.

Pengujian secara kuantitas yaitu nilai brix didapat sebesar 5% brix, indeks bias 1,3389 dan pH
3. Sehingga didapat kadar alkohol 15,33%. Hasil ini sesuai dengan literatur dimana setelah
fermentasi, kadar glukosa akan berkurang karena digunakan oleh mikroba untuk metabolisme
dan menghasilkan produk yaitu alkohol. Sedangkan, pengujian kualitas secara organoleptic
didapat rasa alkohol yang sudah beraroma, rasa yang khas (asam), namun masih ada sedikit
rasa dari buah nanas.
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dengan menerapkan bioproses di


bidang agroindustry menggunakan mikroba Saccharomyces cerevisiae varietas
ellipsodeus yang menghasilkan wine dari sari buah nanas didapatkan kadar etanol yang
terkandung dalam wine sebanyak 15,33 %

DAFTAR PUSTAKA

E.Gumbira Sa’id, “BioIndustri Penerapan Teknologi Fermentasi “, PAU


Bioteknologi IPB, 1987
Gray, H Nathan. https://rirdc.infoservices.com.au/downloads/09-033/. [ diakses pada
Senin, 31 Oktober 2017 ]

Hernindyaningrum Anisa, dkk. Aplikasi Enzim dalam Pembuatan Wine. 2010.


http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/09/aplikasi-enzim-dalam-pembuatan-
wine.html. [ diakses pada Senin, 31 Oktober 2017 ]

Lourens, Karien dan Patrice Pellerin. 2000.


http://www.wynboer.co.za/recentarticles/0411enzymes.php3. [ diakses pada
Senin, 31 Oktober 2017 ]

P.F Stanbury & A. Whitaker, “Principles of Fermentation Technology,” Pergamon


Press, 1984

SIR OSSIRIS HOME SITE. 2010. Pembuatan Wine.


http://lordbroken.wordpress.com/2010/06/14/pembuatan-wine/. [ diakses pada
Senin, 31 Oktober 2017 ]
PEMBUATAN WINE DARI SARI BUAH NANAS

LAPORAN PRAKTIKUM BIOPROSES

PEMBIMBING :
BAPAK BINTANG IWHAN M

DISUSUN OLEH :

THOMAS ADI CAHYONO NIM 161411093


TIWI SIGITA NURAENI NIM 161411094
VINI RAHMA INSANI NIM 161411095

2C - TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BANDUNG
2017

Anda mungkin juga menyukai