Anda di halaman 1dari 5

PPOK

A. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronis yang ditandai
dengan adanya hambatan aliran udara di saluran napas, bersifat kronis progresif, dan
berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang
disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. 1
■ Hambatan jalur pernapasan pada penderita disebabkan oleh penyakit pada saluran
napas dan rusaknya parenkim paru. 2
■ Penyebab utama: rokok, asap polusi hasil pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
■ Obstruksi pada PPOK bersifat irreversible dan reversible sebagian karena adanya
perubahan struktural pada saluran napas seperti inflamasi terhadap gas atau partikel
iritan dalam udara
B. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pengukuran FEV1 (Forced Expiratory Volume in one
second atau kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama) dibanding FVC
(Forced Vital Capacity atau kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari titik
inspirasi maksimal) dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator atau
berdasarkan tingkat keparahan GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive
Lung Disease), PPOK dibagi menjadi

C. Signifikansi
Berdasarkan Combined COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
Assessment pada efek PPOK terhadap gejala yang dialami penderita, klasifikasi
spirometri berdasarkan GOLD, dan kejadian eksaserbasi.
- Kelompok A – Rendah Risiko, Sedikit Gejala
■ Klasifikasi GOLD 1 atau 2
■ Eksaserbasi minimal 1x pertahun dan tidak pernah mengalami perawatan rumah
sakit
■ Hasil asesmen CAT Score
- Kelompok B – Rendah Risiko, Banyak Gejala
■ Sama seperti Kelompok A, namun hasil asesmen CAT score ≥10 atau mMRC
grade ≥2
- Kelompok C – Tinggi Risiko, Sedikit Gejala
■ Klasifikasi GOLD 3 atau 4
■ Mengalami eksaserbasi ≥2 kali pertahun atau ≥1 kali mengalami perawatan
rumah sakit akibat eksaserbasi
■ Hasil asesmen CAT Score
- Kelompok D – Tinggi Risiko, Banyak Gejala
■ Sama seperti Kelompok C, namun hasil asesmen CAT score ≥10 atau mMRC
grade ≥2
Di Indonesia, prevalensi PPOK mencapai 3,7% atau sekitar 9,2 juta penduduk dan
menempati peringkat kedua PTM di Indonesia.
■ Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di NTT (10%), Sulawesi Tengah (8%),
Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan sebesar masing-masing 6,7%.
■ Prevalensi PPOK tertinggi berada pada kelompok usia >75 tahun (9,4%).
■ Prevalensi PPOK di perdesaan lebih tinggi (4,5%) karena adanya faktor tingkat
pendidikan [pada kelompok tingkat pendidikan tidak sekolah (7,9%), tidak tamat SD
(6%), dan tamat SD (4,2%)], jenis pekerjaan [petani/nelayan/buruh (4,7%)], dan
kuintil kepemilikan terbawah (7%).
■ Prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan (4,2%)
D. Patofisiologi
Hambatan aliran udara akibat adanya inflamasi dan perubahan struktural pada paru
(penebalan mukosa saluran napas) dan air trapping → FEV1 dan rasio FEV1 /FVC
menurun → hiperinflasi (mengurangi kapasitas inspirasi paru).
■ Ketidakseimbangan pertukaran gas.
■ Hipersekresi lendir → batuk produktif kronik.
■ Hipertensi pulmonal sebagai akibat dari hilangnya/pecahnya kapiler paru. Akan
mengarah ke hipertrofi ventrikel kanan dan gagal jantung.
■ Kakeksia (hilangnya massa otot rangka), osteoporosis, depresi, dan enemia kronik.
■ Eksaserbasi = kondisi saat PPOK memburuk akibat adanya infeksi bakteri, virus,
atau polutan dan iritan. Ditandai dengan sesak napas (kadang disertai mengi), batuk
berdahak, dahak mengandung nanah/purulen (eosinofil).
E. Kelompok risiko
Kebiasaan merokok atau perokok pasif.
■ Riwayat PPOK dalam keluarga.
■ Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4 dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak
≥ 2 kali per tahun atau ≥ 1 kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi,
serta hasil penilaian CAT score
F. Distribusi geografis
Angka prevalensi bervariasi di berbagai daerah di dunia. Kota Cape Town di Afrika
Selatan memiliki angka prevalensi tertinggi, yaitu 22.2% pada pria dan 16.7% pada
wanita. Kota Hannover di Jerman memiliki angka prevalensi terendah, yaitu 8,6%
pada pria dan 3.7% pada wanita. 10
■ Lebih dari 95% kematian karena PPOK terjadi pada Negara berpenghasilan rendah
dan sedang. 10
■ Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukan bahwa prevalensi PPOK
di Indonesia sebanyak 3,7%.
G. Trend waktu
Lebih dari 3 juta orang meninggal akibat PPOK pada tahun 2005, yang merupakan
5% dari kematian global di seluruh dunia.
■ Tahun 2030 diperkirakan PPOK menjadi penyebab kematian peringkat ke-1 di
dunia.
■ Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat lebih dari 30% pada
10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua dekade mendatang
diperkirakan di negara-negara Asia dan Afrika karena peningkatan pemakaian
tembakau
H. Faktor risiko
- Jenis Kelamin. Merokok merupakan faktor risiko terbesar terjadinya PPOK.
Laki-laki lebih banyak merokok dibandingkan perempuan, sehingga angka
kejadian PPOK lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
- Usia Faktor risiko untuk terkena PPOK meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Fungsi paru mengalami kemunduran dengan semakin bertambahnya usia
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang
sehingga sulit bernapas.
- Status Merokok PPOK lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding
bukan perokok usia lebih dari 40 tahun dibanding pada usia di bawah 40 tahun
dan prevalensi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
- Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan
tentang bahaya merokok bagi kesehatan.
- Pekerjaan Beberapa pekerjaan yang berisiko terhadap kejadian PPOK antara lain
pekerja tambang emas, batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu
silika atau pekerja yang terpapar debu gandum dan asbes. Hal ini diakibatkan
karena debu yang dihirup dalam pekerjaan tersebut akan mengendap dan dalam
kurun waktu tertentu dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru.
I. Pencegahan dan pengendalian PTM
Menurut Keputusan Menkes RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI/2008 Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif dapat dilakukan dengan cara:
■ Penyuluhan KIE sebagai upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pencegahan PPOK.
■ Kemitraan untuk meningkatkan ketersediaan informasi dan kerjasama aktif dari
pemerintah dan masyarakat untuk menekan kecenderungan peningkatan kejadian
PPOK dan keterpaparan dari faktor risiko.
■ Perlindungan khusus sebagai upaya menurunkan jumlah kelompok masyarakat
yang terpapar faktor risiko PPOK.
■ Penemuan dan tatalaksana kasus untuk mendeteksi dini pada masyarakat berisiko
PPOK, menegakan diagnosis dan tatalaksana pasien PPOK sesuai standar dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PPOK.
■ Surveilans epidemiologi.
■ Upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pencegahan PPOK mwlalui
kajian aspek sosial budaya dan perilaku masyarakat.
■ Pemantauan dan penilaian.
J. Area penelitian dan pengembangan
Berdasarkan haril data rekam medis di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun
2014 didapatkan jumlah kasus lama PPOK pada 1 Januari-31 Desember 2014
sebanyak 650 orang dengan rata-rata tiap kunjungan per bulannya adalah 54 orang. 12
■ Hasil penelitian Setiyanto di ruang rawat inap RS Persahabatan Jakarta selama
April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 penderita PPOK, usia
termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok,
hampir semua pasien adalah bekas perokok sebanyak 109 penderita dengan proporsi
sebesar (90,83%). 14
■ Menurut hasil penelitian Shinta di RSU dr Soetomo Surabaya pada tahun 2006
menunjukkan bahwa dari 46 penderita PPOK, 29 orang diantaranya (63%) adalah
perokok
K. Metode pencegahan dan pengendalian
- Pencegahan primer: pencegahan yang dilakukan sebelum penyakit terjadi.
■ Pemberian edukasi kepada masyarakat
■ Menghindari asap rokok serta berhenti merokok
■ Menghindari iritan yang dapat menyebabkan PPOK seperti polusi udara, asap
kimia, dan debu.
■ Menjaga kebersihan udara di lingkungan.
■ Memperhatikan asupan nutrisi
- Pencegahan sekunder: pencegahan yang dilakukan untuk deteksi dini penyakit.
Dapat dilakukan dengan pemberian terapi pengurangan faktor penyebab terjadinya
PPOK. Misalnya dengan spirometri untuk mengukur kemampuan bernanfas dan
rotgen atau CT scan dada untuk memberikan gambaran struktur organ dalam dada.
- Pencegahan tersier: pencegahan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan
transplantasi paru apabila PPOK sudah semakin parah.

Anda mungkin juga menyukai