Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Penyakit Sparganosis

Sparganosis adalah suatu infestasi tahap kedua larva cacing pita dari genus
Spirometra pada manusia dan hewan. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia,
termasuk Jepang, China, Korea,dan Asia Tenggara. Jumlah kasus sparganosis di
seluruh dunia relatif sedikit. Sparganosis pertama kali dijelaskan oleh Patrick Manson
dari China pada tahun 1882, dan kasus pada manusia pertama dilaporkan oleh Charles
Wardell Stilles dari Florida pada tahun 1908.

B.Penyebab

Penyebab sparganosis adalah larva tahap kedua cacing pita Spirometra sp. Morfologi
Spirometra sp. sulit dibedakan dengan Diphillobothrium sp., yakni cacing pita yang
menyerang bangsa anjing dan kucing.

Beberapa jenis Spirometra sp. yang berkaitan dengan sistem medik adalah
Sm.mansoni, Sm.mansonoides, Sm.erinacei-eurapaei, Sm.theileri, dan Sm.proliferum.

Siklus hidup Sm.mansoni digambarkan sebagai berikut : Cacing dewasa berwarna


merah muda, berada di jejunum anjing, kucing,dan rakun selama beberapa tahun.
Telur cacing dikeluarkan bersama tinja, berkembang menjadi coracidium kemudian
menetas dan masuk kedalam tubuh famili Crustaceae yang hidup di air tawar dari
genus Cyclops,sebagai induk semang antara tahap pertama. Dalam tempo 10-14 hari
akan terbentuk procercoid.

Tahap berikutnya, yakni plerocercoid atau spargana, terjadi pada induk semang antara
tahap kedua, yakni ular air tawar, katak,buaya, burung dan mamalia. Plerocercoid
terlihat berwarna putih dan mempunyai struktur mirip pita yang mencapai panjang
beberapa sentimeter. Siklus perkembangan agen penyakit akan berakhir apabila
kucing atau bangsa kucing memangsa induk semang antara tahap kedua. Masa
prepaten antara 10-30 hari . Kucing, anjing dan rakun dapat ditulari oleh cacing
dewasa atau plerocercoid.

C. Penularan dan Sumber Infeksi

Sumber penular dari penyakit ini adalah bangsa kucing (famili Felidae) dan bangsa
anjing (famili Canidae). Tinja hewan tersebut yang berisi telur Spirometra sp.dapat
mencemari danau, sungai, kolam, atau genangan air lainnya. Di samping itu, katak
dan ular juga berperan sebagai sumber penular ke manusia atau hewan lain.

Manusia terinfeksi spargana dengan minum air yang terkontaminasi procercoid,


makan daging kodok atau ular yang terinfeksi spargana, atau dengan menempatkan
tapal daging kodok atau kulit ular pada mata, luka terbuka dan lesi lainnya yang
kemudian procercoid berkembang menjadi larva plerocercoid di dalam tubuh
manusia.

Pada manusia, spargana bisa menyerang otak, mata, sumsum tulang belakang,
payudara, dan jaringan subkutan, yang menghasilkan kerusakan jaringan lokal,
kebutaan, kelumpuhan, bahkan kematian. Ini merupakan ancaman utama bagi
kesehatan manusia.

D. Gejala Klinik
Manusia tertular sparganosis melewati tiga cara, yakni :
1.Secara tidak sengaja memakan kepiting yang mengandung procercoid. Procercoid
tersebut akan migrasi ke jaringan sub-kutis atau ke otot dan berkembang menjadi
plerocercoid.
2.Memakan daging babi yang mengandung procercoid. Di Australia dan Asia, babi
hutan banyak terinfeksi oleh Sm. erinacei. Plerocercoid atau spargana dapat
ditemukan di jaringan ikat pada otot terutama otot abdomen, kaki belakang, dibawah
peritoneum, percardium, dan pleura.
3. Di daerah tertentu, urat daging katak atau ular digunakan untuk mengobati luka
atau sakit mata. Pada keadaan seperti ini, spargana dapat berpindah ke otot atau ke
mata.
Masa inkubasi yang diperoleh dari 10 kasus orang yang memakan katak mentah,
bervariasi antara 20 hari hingga 14 bulan. Tempat yang disukai larva parasit ini
(predileksi) adalah jaringan ikat di bawah kulit dan urat daging yang terletak di dekat
kulit (superficial). Luka berbentuk benjolan, menyerupai lipoma atau fibroma, atau
kista sebaceous. Benjolan berkembang secara perlahan dan dapat ditemukan di
berbagai tempat dalam tubuh.
Gejala klinik yang mencolok adalah kegatalan (pruritus), kadang-kadang disertai
urticaria. Luka atau lesi terkadang terasa nyeri apabila disertai radang..
Lesi pada mata ditemukan di Vietnam, Thailand, dan China. Gejala klinik yang
menonjol adalah nyeri pada kelopak mata, disertai lakrimasi dan pruritus. Ada
oedema pada kelompak mata.
Setelah 3-5 bulan dapat ditemukan benjolan pada kelompak mata, umunya di bagian
kelopak mata atas.

E.Pencegahan dan Pengobatan


1.Pencegahan
Dengan memperhatikan cara terjadinya infeksi, maka tindakan pencegahan yang
dilakukan dengan cara memasak atau menyaring air minum untuk mencegah
tertelannya cyclops yang terinfeksi, memasak dengan sempurna daging yang akan
dimakan. Selain itu perlu dilakukan pendidkan kesehatan pada masyarakat tentang
bahaya makan daging mentah atau menggunakan daging hewan mentah untuk
pengobatan lokal, misalnya untuk obat luka.
2.Pengobatan
Pengobatan/penyembuhan pada manusia dilakukan melalui tindakan operatif, yaitu
dengan cara pembedahan. Apabila memungkinkan,untuk mengeluarkan parasit
penyebab penyakit ini, di samping terapi simtomatik untuk mengurangi demam dan
keluhan penderita lainnya.

Abstrak
Sparganosis merupakan parasit zoonosis yang disebabkan oleh larva plerocercoid dari
cacing pita Pseudophyllidea terutama yang berasal dari genus Spirometra seperti
Spirometra mansoni, S. ranarum, S. mansonoides, S. erinacei. Parasit ini ditemukan
di Asia Timur dan Asia Tenggara, Jepang, Indo-Cina, Afrika, Eropa, Australia,
Amerika Utara-Selatan dan Indonesia. Manusia terinfeksi spargana dengan minum air
yang terkontaminasi procercoid, makan daging kodok atau ular terinfeksi spargana,
atau dengan menempatkan tapal daging kodok atau kulit ular pada mata, luka terbuka
dan lesi lainnya. Foodborne zoonosis cestoda oleh Spirometra sp. relatif jarang di
Indonesia. Sejauh ini, hanya satu kasus diphyllobothriasis dan empat kasus
sparganosis yang dikonfirmasi pada tahun 2004 di Jakarta. Sparganosis di Indonesia
terjadi di daerah yang memiliki kebiasaan memakan daging katak. Spargana sering
ditemukan di katak yang tinggal di ladang di sekitar Jakarta. Untuk itu pengawasan
yang ketat perlu dilakukan untuk meminimalisir dan menjauhkan risiko penularan
kepada manusia dan juga dengan menghentikan konsumsi katak dan ular mentah atau
kurang matang, jangan meminum air yang terkontaminasi, dan menghentikan
penggunaan daging atau kulit katak untuk luka terbuka.

Kata kunci : pengawasan, sparganosis, spirometra, zoonosis

Kejadian di Indonesia
Foodborne zoonosis cestoda oleh Spirometra sp. relatif jarang di Indonesia. Sejauh
ini, hanya satu kasus diphyllobothriasis dan empat kasus sparganosis yang
dikonfirmasi pada tahun 2004 di Jakarta. Morfologi telur dan proglottids gravid
mengungkapkan kasus pertama yang disebabkan oleh spesies Diphyllobothrium.
Namun, identifikasi molekuler spesies tidak berhasil. Sparganosis tidak mungkin
sangat langka di Indonesia, karena spesies Spirometra sering ditemukan pada kucing
dan hewan lainnya.

Spirometra erinacei terdeteksi dari kucing dan anjing oleh de Hartogh dan Meijer
pada tahun 1932 dan 1937. Sejak itu ada beberapa laporan tentang infeksi
eksperimental Diphyllobothrium sp. pada hewan domestik, terutama kucing. Kasus
pertama sparganosis manusia terjadi pada seorang perwira angkatan laut yang
menetap di Ambon. Sparganum ditemukan dalam kandung kemih oleh Von Römer.
Sebuah laporan tentang kasus otopsi di Institut Patologi di Batavia (Jakarta)
ditemukan sparganum yang sangat besar pada arteri paru kanan dari orang Melayu
(Indonesia) yang meninggal di rumah sakit jiwa. Pemeriksaan histologik
mengungkapkan suatu infark hemoragik yang luas dari paru-paru kanan. Infark juga
ditemukan pada ginjal, serta pendarahan di korteks serebral dan ganglia basal, dan
sedikit peritonitis fibrinosa colon ascending. Pada awal 1970, kasus pertama
sparganosis okular didiagnosis di Purwodadi, Semarang oleh Lokollo dan Wilardjo.
Pemeriksaan menunjukan bahwa konjungtiva berwarna kemerahan dan ketajaman
mata kiri agak menurun. Organisme bergerak sekitar 1 cm terdeteksi di ruang mata
anterior. Organisme memanjang menjadi fragmen yang di diagnosis sebagai oculi
sparganosis. 

 Seroprevalensi sparganosis di Papua, Sumatera Utara dan Bali :

Provinsi Jumlah sampel Seroprevalensi (%)


Papua 257 2,7 (7/257)
Sumatera Utara 105 2,9 (3/105)
Bali 29 6,9 (2/29)
Total 391 3,1 (12/391)

Sparganosis di Indonesia terjadi di daerah yang memiliki kebiasaan memakan daging


katak. Spargana sering ditemukan di katak yang tinggal di ladang di sekitar Jakarta
(dulu Batavia). Seroprevalensi kejadian sparganosis terdeteksi di beberapa wilayah
Indonesia. Di Indonesia, dua dari tiga kasus sparganosis terjadi pada penderita
gangguan mental. Keberadaan spargana diduga terkait dengan perilaku yang tidak
higienis seperti air minum yang tercemar cyclops atau memakan daging katak yang
mentah atau kurang matang, atau binatang lain yang terinfeksi dengan spargana.
Kebiasaan memakan daging katak dan ular terutama di kalangan keturunan China di
Indonesia. Informasi risiko infeksi dari katak dan daging ular yang terkontaminasi
spargana tidak begitu banyak. Kadang-kadang darah segar ular kobra diminum
sebagai afrodisiak. Namun, lebih dari 90% orang di Indonesia adalah muslim, yang
dilarang untuk mengonsumsi amphibians dan reptil serta daging babi. Oleh karena
itu, kemungkinan besar sparganosis diperoleh dari meminum air yang terkontaminasi
cyclops dan terinfeksi procercoid.
Daftar Pustaka

Soeharsono. 2005. Zoonosis Volume 2 Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia.


Yogyakarta: Kanisius.

Soedarto. 2003. Zoonosis Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.

Trisnadi, Giyono. 2015.” Kejadian Sparganosis pada Manusia Ditinjau dari


Pengawasan Pemerintah” dalam https://karyadrh.blogspot.com/2015/03/kejadian-
sparganosis-pada-manusia.html (dikutip pada tanggal 11 Maret 2015).

Anda mungkin juga menyukai