Anda di halaman 1dari 20

Makalah

Virtual Learning Environment


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Multimedia

Oleh
Nama : Aditya Sri Nugraha
NIM : 2105559

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
Makalah
Virtual Learning Environment

Abstrak

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi/TIK (Information and


Communication Technology/ ICT) di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0
yang sangat pesat berdampak pada berbagai bidang kehidupan termasuk dalam
bidang pendidikan menyebabkan terjadinya perubahan dalam paradigma
pembelajaran. Sejalan dengan itu, otonomi pendidikan dan globalisasi pendidikan
yang menekankan pada persaingan dan kualitas mulai berlangsung. Keberhasilan
pelaksanaan otonomi dan globalisasi pendidikan hanya mungkin dapat dicapai
dengan memanfaatkan TIK dalam proses pendidikan dan dalam pembelajaran.
Implementasi pembelajaran berbasis Internet atau yang lebih dikenal dengan e-
learning atau virtual learning merupakan salah satu contoh pemanfaatan TIK
dalam pembelajaran. Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian,
kelebihan dan keterbatasan, serta berbagai studi literatur tenang virtual learning
environment. Pembahasan tentang virtual learning tersebut akan diawali dengan
perkembangan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Penggunaan e-learning
sebagai media pembelajaran menjadi salah satu unsur dalam perubahan tersebut
karena e-learning dapat mewujudkan kebebasan interaksi antara siswa dan guru,
atau antar sesama siswa, serta menjadi solusi keterbatasan waktu dan ruang
belajar.

Kata Kunci: teknologi informasi dan komunikasi, virtual learning environment,


e-learning
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan sejarah peradaban manusia, perubahan menjadi suatu


niscaya. Saat ini, era revolusi industri 4.0 sudah tidak asing lagi dan menjadi
perbincangan hangat di kalangan akademisi, pemangku kebijakan publik, serta
para ekonom. Pasalnya, era ini menuntut konektivitas di segala hal (Internet of
Thing), juga diyakini dapat membawa perubahan terhadap perekonomian dunia
dan kualitas kehidupan secara signifikan.

Di awal januari 2019 lalu, telah beredar gagasan baru yang muncul dari peradaban
Jepang sana yaitu Society 5.0 disampaikan dalam Forum Ekonomi Dunia 2019 di
Davos, Swiss. Gagasan ini muncul atas respon revolusi Industri 4.0 sebagai
signifikannya perkembangan teknologi, tetapi peran masyarakat sangat menjadi
pertimbangan atas terjadinya revolusi industri 4.0 ini. Society 5.0 menawarkan
masyarakat yang berpusat pada manusia yang membuat seimbang antara
kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang
sangat menghubungkan melalui dunia maya dan dunia nyata.

Sebenarnya, konsep revolusi industri 4.0 dan society 5.0 tidak memiliki perbedaan
yang jauh. Yaitu revolusi industri 4.0 menggunakan kecerdasan buatan (artificial
intellegent) sedangkan society 5.0 memfokuskan kepada komponen manusianya.
Pada revolusi society 5.0 ini lebih difokuskan pada manusia yang memiliki
paradigma cara berpikir yang lebih kritis.

Banyak orang di seluruh dunia mengakui pendidikan jarak jauh (Distance


Learning) dapat digunakan sebagai salah satu cara yang efektif untuk mengatasi
permasalahan yang sulit diatasi dengan cara konvensional. Permasalahan yang
muncul misalnya banyak anak usia sekolah tetapi tidak dapat mengikuti
pendidikan konvensional karena tinggal di tempat yang jauh dari sekolah.

Virtual Learning adalah salah satu sistem pendidikan jarak jauh yang bertujuan
untuk mengefisiensikan dan mengefektifkan metode pembelajaran dengan
menggunakan internet. Jarak dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam proses
pembelajaran dalam konsep Virtual Learning ini. Dalam sistem pembelajaran
melalui internet isi pembelajaran disampaikan secara online. Dalam sistem
pembelajaran ini siswa berdiskusi, belajar, bertanya dan mengerjakan soal soal
latihan secara online. Semua proses pembelajaran dapat dilakukan tanpa menuntut
siswa hadir di ruang kelas tertentu, tetapi mereka berinteraksi satu sama lain untuk
mendiskusikan pelajaran seperti yang terjadi di kelas biasa.

Seiring dengan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi


(TIK) yang merambah ke berbagai bidang, pendidikanpun tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan TIK, hal ini ditandai dengan banyaknya pemanfaatan
TIK dalam meningatkan kualitas belajar mengajar, bahkan dengan pesatnya TIK,
interaksi seorang pendidik dan peserta didik dapat dilakukan dengan jarak jauh
atau tidak langsung berhadapan. Kelebihan lainnya adalah dapat melaksanakan
proses pembelajaran dengan siswa yang lebih banyak dan tidak mengenal batas
tempat, sehingga proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara bersamaan
dimanapun dan kapanpun sesuai keinginan peserta didik dan pendidiknya.

Pendidikan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya


manusia. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam hal ini. Maka dari itu
perlu ditingkatkannya kualitas pendidikan itu sendiri yang sangat dipengaruhi
oleh sistem pendidikan, termasuk kurikulum, materi, pendidik, metode
pembelajaran, dan juga media yang digunakan dalam pembelajaran. Dalam
pendidikan terdapat proses belajar mengajar, yang pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pesan atau informasi dari pendidik kepada peserta didik. Pesan/
informasi akan sampai kepada peserta didik apabila peserta didik dapat
menangkap dan memahami isi pesan tersebut. Terkadang pesan/informasi tersebut
tidak sampai kepada peserta didik karena faktor-faktor tertentu sehingga
dibutuhkan alat bantu atau media dalam penyampaian pesan tersebut. Selain itu,
proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik jika peserta didik diajak untuk
melibatkan semua alat inderanya, karena semakin banyak alat indera yang
digunakan untuk menerima dan mengolah pesan semakin banyak pula pesan yang
dapat dimengerti dan bertahan lama dalam ingatan peserta didik.

Sangat beragam variasinya pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran, para


fasilitator hanya tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi belajarnya,
dan tentunya penggunaan TIK dalam proses pembelajaran haruslah bijaksana dan
disesuaikan dengan kemampuan fasilitatornya itu sendiri, dengan kata lain
penguasaan fasilitator atau tenaga pengajar harus memiliki keterampilan lebih di
bidang TIK.

Penerapan virtual learning ditujukan untuk mengatasi masalah keterpisahan ruang


dan waktu antara siswa dan pengajar melalui media komputer. Virtual learning
mengacu pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas maya yang berada dalam
cyberspace melalui jaringan Internet (Pannen, 1999). Siswa dapat memperoleh
bahan belajar yang sudah dirancang dalam paket-paket pembelajaran yang
tersedia dalam situs Internet.

Dengan menerapkan virtual learning, siswa dapat mempelajari bahan belajar


sendiri atau jika diperlukan siswa meminta bantuan dalam bentuk interaksi yang
difasilitasi oleh komputer, seperti belajar berbantuan computer (computer based
learning/CAL) atau interactive web pages, belajar berbantuan pengajar atau tutor
secara synchronous (dalam titik waktu yang sama) dan asynchronous , (dalam titik
waktu yang berbeda) atau belajar berbantuan sumber belajar lain seperti dengan
siswa lain atau pakar, e-mail, dan sebagainya. Penilaian juga dilakukan secara
jarak jauh melalui komputer dan terbuka, dalam arti siswa dapat mengikuti
penilaian kapan saja siswa siap untuk dinilai. Dari penjelasan tersebut, dapat
dicermati bahwa ciri-ciri pembelajaran yang menerapkan konsep virtual learning
adalah:
 adanya keterpisahan antara pendidik dan peserta didik;
 sistem belajar terbuka (akses yang terbuka dan kebebasan memilih ragam
sumber belajar serta alur proses belajar); serta
 berbasis jaringan,

Konsep virtual learning dikembangkan bukan untuk menggantikan pembelajaan


tatap muka. Penggabungan pembelajaran tatap muka dengan konsep virtual
learning akan memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas pembelajaran, di
samping peningkatan efektivitas dan efisiensi pendidikan. Virtual learning
dikembangkan untuk menunjang pembelajaran tatap muka. Virtual learning dapat
diterapkan sebagai satu-satunya proses belajar dalam pendidikan jarak jauh atau
digabungkan dengan pembelajaran langsung (tatap muka di kelas).

Dalam penerapan virtual learning, komponen siswa, guru, dan sumber belajar
difasilitasi oleh TIK untuk mencapai tujuan belajar. Prinsip utama dalam virtual
learning adalah otoritas dan kolaborasi. Otoritas dalam arti, siswa memiliki
tanggung jawab untuk menentukan materi, akses terhadap sumber belajar, waktu
yang dimiliki, media yang akan digunakan, serta tempat dan langkah-langkah
belajar yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kolaboratif dalam
arti, untuk dapat melakukan tanggung jawab tersebut siswa dituntut untuk
berinteraksi dengan siswa lain, guru atau tutor; dan sumber belajar lain yang
tersedia.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya TIK


demikian pesat berpengaruh terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk di
dalamnya pendidikan. Sejalan dengan itu, otonomi pendidikan dan globalisasi
pendidikan yang menekankan pada persaingan dan kualitas mulai berlangsung.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi dan globalisasi pendidikan hanya mungkin
dapat dicapai dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
proses pendidikan. Salah satu upaya dalam peningkatan kualitas pembelajaran
melalui pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.

Penerapan Media pembelajaran berbasis Internet salah satunya adalah


pemanfaatan TIK berbasis virtual learning merupakan salah satu contoh
pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.

Pentingnya pemanfaatan media pembelajaran berbasis ICT Virtual Learning


dalam meningkatkam mutu pendidikan, digagas sebagai bentuk upaya
menumbuhkan minat belajar peserta didik, dan merupakan hal yang sangat urgen
sebagai media antara guru dan siswa sehingga peran dapat terpenuhi dengan
maksimal dan tujuan pendidikan dapat tercapai. Meski tidak dipungkiri bahwa di
balik harapan yang besar akan hadirnya media pembelajaran berbasis ICT Virtual
Learning ini masih tersimpan kekhawatiran dengan keterbatasan dan kekurangan,
namun tentu sebagai pendidik yang profesional akan berusaha mencari solusi
mengubah kelemahan menjadi kekuatan dalam pemanfaatan media tersebut.

Dalam makalah ini akan membahas tentang pengertian, pengertian media


pembelajaran berbasis ICT, pengertian dan hakekat dari Virtual Learning,
pentingnya pemanfaatan media pembelajaran berbasis ICT Virtual Learning
dalam menumbuhkan minat belajar peserta didik, serta kelebihan dan keterbatasan
media pembelajaran berbasis ICT Virtual Learning.
TINJAUAN PUSTAKA

Pendidikan Revolusi Industri 4.0

Ada yang masih ingat kasus Y2K (Year 2 Kilo atau Year 2000)? Kejadian
tersebut akibat adanya perubahan sistem digit tahun pada sistem komputer antara
tahun 1999 ke 2000. Sebelum perubahan tahun 2000, pada tahun 1999 digit tahun
ditulis “hanya 99” sebagai arti tahun 1999. Andai tidak ada kasus Y2K, maka
tahun 2000 menjadi “tahun 00”. Apa yang terjadi bila Anda bertransaksi bulan
Januari tahun 2000 tanpa ada kasus Y2K? Maka transaksi Anda akan menjadi di
Januari 1900. Saat itu terjadi perubahan besar-besaran sistem “century” pada
bahasa pemprograman menjadi 4 digit. Saat itu sistem komputer AS400 digeser
oleh Platinum 2000. Jadi tanpa kita sadari, revolusi industri 4.0 sudah dimulai
sejak kasus Y2K ada.

Revolusi industri 4.0 adalah proses kelanjutan perubahan tahap automatisasi pada
revolusi industri 3.0 dalam kehidupan yang bertumpu kepada sistem jaringan
internet. Ada beberapa catatan penting untuk dunia pendidikan dalam menyambut
revolusi 4.0 menurut Ahmad (2018), seperti:
A. Era Disrupsi Teknologi Revolusi Industri 4.0
1. Sebagian besar perusahaan menggunakan teknologi untuk menjual produk
mereka secara online (The Economist, 2017).
2. Semakin pentingnya kecakapan sosial (social skills) dalam bekerja (The
Economist, 2017).
3. >55 % organisasi menyatakan bahwa digital talent gap semakin lebar
(LinkedIn, 2017)
4. Indonesia perlu meningkatkan kualitas keterampilan tenaga kerja dengan
teknologi digital (Parray, ILO, 2017).
B. Literasi Era 4.0
Agar lulusan bisa kompetitif, kurikulum perlu orientasi baru, sebab adanya Era
Revolusi Industri 4.0, tidak hanya cukup Literasi Lama (membaca, menulis, &
matematika) sebagai modal dasar untuk berkiprah di masyarakat menurut
Ahmad, I, 2018 (Aoun, MIT, 2017). 3 Kelompok/Jenis literasi era revolusi
industri 4.0:
1. Literasi Data: Kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan
informasi (Big Data) di dunia digital.
2. Literasi Teknologi: Memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (Coding,
Artificial Intelligence, & Engineering Principles).
3. Literasi Manusia: Humanities, Komunikasi, & Desain.
C. Kebijakan Perguruan Tinggi Era Revolusi Industri 4.0
1. Paradigma Tri Darma Perguruan Tinggi harus diselaraskan dengan era
industri 4.0.
2. Reorientasi Kurikulum:
a) Literasi baru (big data, teknologi/coding, humanities) dikembangkan dan
diajarkan.
b) Kegiatan ekstra kurikuler untuk pengembangan kepemimpinan dan
bekerja dalam tim agar terus dikembangkan.
c) Entrepreneurship dan internship agar diwajibkan.
3. Hybrid/Blended Learning, Online Menerapkan sistem pengajaran
Hybrid/Blended Learning & Online.
4. Hibah dan Bimtek dari Belmawa untuk reorientasi kurikulum (GEN-RI 4.0)
untuk 400 PT.

Menurut Muhadjir Effendy (Mendikbud) bidang pendidikan perlu merevisi


kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi dalam memasuki era revolusi
industri 4.0, yakni:
1. Diharapkan peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis.
2. Diharapkan peserta didik memiliki kreatifitas dan memiliki kemampuan yang
inovatif.
3. Perlu adanya kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang dimiliki
peserta didik.
4. Bekerjasama dan berkolaborasi.
5. Peserta didik memiliki kepercayaan diri.

Masyarakat dan ekonomi kita telah mengalami transformasi yang mendalam dari
ketergantungan pada industri berbasis pengetahuan. Peningkatan dorongan global
yang disebut "kompetensi abad ke-21" - termasuk pemahaman yang mendalam,
fleksibilitas dan kapasitas untuk membuat koneksi yang kreatif, yang disebut juga
"soft skill" termasuk tim-kerja. Kuantitas dan kualitas pembelajaran menjadi
pusatnya, dengan keprihatinan yang menyertai bahwa pendekatan pendidikan
tradisional tidak mencukupi [15].

Lingkungan belajar telah berubah secara dramatis dalam 50 tahun terakhir,


sebagian besar karena informasi dan teknologi komunikasi [10]. Lingkungan belajar
yang mengacu pada beragam fisik lokasi, konteks, dan budaya di mana siswa
belajar. Contohnya adalah ruang kelas, tempat kerja, laboratorium, museum, situs
alam, sarana transportasi, dan rumah. Kebanyakan lingkungan belajar yang
sengaja diatur atau disesuaikan untuk merangsang belajar terhadap beberapa
tujuan pembelajaran, misalnya dengan menambahkan bahan belajar, tugas, tes,
umpan balik dan dukungan [7]. Namun begitu hadirnya berbagai macam jenis
teknologi pembelajaran/e-learning seperti pembelajaran multimedia, technology-
enhanced learning (TEL), computer based instruction (CBI), computer based
training (CBT), computer-assisted instruction atau computer-aided instruction
(CAI), internet-based training (IBT), web-based training (WBT), online
education, virtual education [9], memungkinkan adanya perubahan teknik dan cara
dalam proses maupun lingkungan pembelajaran.

Berbagai teknik tersebut dikembangkan karena banyak siswa menggunakan


teknologi hanya untuk kepuasan sosial mereka dan cenderung mengabaikan
pendidikan mereka. Salah satu metode dalam menciptakan strategi menyenangkan
dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan melakukan simulasi virtual ke
dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode ini, dapat
menghasilkan motivasi kepada siswa untuk belajar dan terlibat dalam proses
belajar yang lebih baik [13] dengan memanfaatkan aspek motivasi dalam proses
belajar seperti motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Sebagai bentuk perkembangan dari konsep e-learning, saat ini juga sudah mulai
dikembangkan konsep pembelajaran dengan sistem virtual learning yaitu dengan
menggunakan perangkat lunak berbasis Learning Management System (LMS) dan
3D Virtual World. Konsep virtual learning memiliki kelebihan tersendiri dengan
dikembangkan berdasarkan konsep pembelajaran formal pada umumnya yang
diterapkan ke dalam suatu sistem virtual objek 3 dimensi sehingga konsep e-
learning yang terkesan membosankan serta terkait dengan kendala tadi yang sudah
dibahas mungkin akan berubah. Karena pada konsep virtual learning pihak
pengajar dan siswa harus bersama-sama melakukan kegiatan pembelajaran
meskipun melalui ruang virtual.

Definisi Virtual Learning

Virtual Learning adalah salah satu sistem pendidikan yang bertujuan untuk
mengefisiensikan dan mengefektifikan metode pembelajaran dengan
menggunakan internet. Jarak dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam proses
pembelajaran dalam konsep Virtual Lerning ini.

Secara filosofis, dapat dijelaskan:


 Virtual learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan,
pelatihan secara online;
 Virtual learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai
belajar secara konvensional, sehingga dapat menjawab tantangan
perkembangan globalisasi;
 Virtual learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan
konten dan pengembangan teknologi pendidikan;
 Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung kepada bentuk konten dan alat
penyampaiannya.

Sajap Maswan memaknai pembelajaran virtual (virtual learning) dengan


pembelajaran maya. Maswan mengemukakan bahwa terdapat berbagai pengertian
tentang pembelajaran maya dan berubah-ubah mengikuti perspektif dimana
pembelajaran maya tersebut dilaksanakan. Pembelajaran maya menurut beliau
sering juga dikaitkan dengan istilah-istilah dan konsep-konsep lain seperti e-
pembelajaran, pembelajaran secara talian (online learning), pembelajaran jarak
jauh, pembelajaran berbasis web dan sebagainya.

Model pembelajaran virtual yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan


pengembangan dari pembelajaran berbasis komputer dan sekolah virtual, yakni
pembelajaran melalui media komputer berupa program pembelajaran yang
menyajikan materi-materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku di
sekolah. Program pembelajaran ini dapat meliputi aspek penyajian materi
pelajaran, praktik dan latihan, tutorial, simulasi, dan permainan, yang dapat
dipelajari oleh peserta didik kapan dan dimana saja tanpa menggunakan jaringan
internet.

Pentingnya Pemanfaatan Virtual Learning dalam Meningkatkan Minat


Belajar Peserta Didik

Perkembangan TIK yang baru menjanjikan banyak manfaat dan keuntungan


dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Penerapan TIK dalam pendidikan
menyediakan lingkungan belajar yang baru dan cara belajar yang baru pula. Pada
mulanya, TIK dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Namun seiring dengan
perkembangannya, seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa TIK dapat
dimanfaatkan untuk mencari beragam sumber belajar, sebagai alat bantu interaksi
pembelajaran, sebagai wahana penyediaan materi pembelajaran, dan untuk
pengembangan profesionalitas guru.

Media pembelajaran berbasis TIK sangat erat kaitannya dengan kreativitas anak,
dan anak yang mempunyai kreativitas tentunya anak yang perkembangannya baik
dan mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik pula dan mereka tidak
ingin mempermasalahkan berlarut-larut dan secepatnya diselesaikan.

Kreativitas yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengaktualkan dirinya


dalam pergaulan dan juga dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini yang
diharapkan agar dengan adanya media pembelajaran atau dengan menggunakan
media pembelajaran berbasis TIK anak dapat kreatif dan berkembang sesuai yang
diinginkan. Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai kreativitas tinggi menurut
Asep H. Hermawan ( 997 : 50 ):
 selalu ingin mengetahui sesuatu yang benar
 selalu ingin mengubah sesuatu yang telah ada
 mencoba hal-hal yang baru

Adapun Pemanfaatan virtual learning dalam pembelajaran melalui kegiatan:


1. Virtual Experiment
Maksud dari virtual eksperimen di sini adalah suatu kegiatan laboratorium
yang dipindahkan di depan komputer. Anak bisa melakukan beberapa
eksperimen dengan memanfaatkan software virtual eksperimen misalnya
Crocodile Clips. Software ini bisa di-download di http://www.crocodileclips.
com/s3_1.jsp, tetapi kita harus register dulu untuk mendapatkan active code
yang berlaku untuk satu bulan. Metode ini bisa digunakan jika kita tidak
mempunyai laboratorium IPA yang lengkap atau digunakan sebelum
melakukan eksperimen yang sesungguhnya.

2. Kelas virtual
Maksud kelas virtual di sini adalah siswa belajar mandiri yang berbasiskan
web, kita sebagai guru memperoleh kemudahan dalam memeriksa tugas dan
menilai hasil ujian siswa. Terutama hasil ujian siswa akan dinilai secara
otomatis. Sebenarnya banyak bentuk pemanfaatan TIK lainnya yang dapat
digunakan untuk membantu siswa dalam proses belajar mengajar. Tetapi
semua itu tergantung kepada kita bagaimana cara memanfaatkannya

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran

Perkembangan TIK yang baru menjanjikan banyak manfaat dan keuntungan


dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Penerapan TIK dalam pendidikan
menyediakan lingkungan belajar yang baru dan cara belajar yang baru pula. Pada
mulanya, TIK dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Namun seiring dengan
perkembangannya, seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa TIK dapat
dimanfaatkan untuk mencari beragam sumber belajar, sebagai alat bantu interaksi
pembelajaran, sebagai wahana penyediaan materi pembelajaran, dan untuk
pengembangan profesionalitas guru.

Dalam perkembangannya, TIK telah berlangsung dalam beberapa generasi.


Taylor (2001: 2-3) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan jarak jauh
(PJJ) TIK telah melampaui lima generasi, yaitu The Correspondence Model
(generasi pertama), The Multi-Media Model (generasi kedua), The Telelearning
Model (generasi ketiga), The Flexible Learning Model (generasi keempat), dan
The Intelligent Flexible Learning Model (generasi kelima). Sementara itu,
Connolly & Stansfield (2006: 463) menyatakan bahwa penerapan TIK dalam
pendidikan (tidak hanya pendidikan jarak jauh) telah memasuki generasi keenam,
yang merupakan generasi ketiga dari e-learning.
1) Generasi Pertama: The Correspondence Model. Pada generasi ini,
pelaksanaan pembelajaran dalam PJJ didasarkan teknologi cetak (print).
Bahan ajar yang disampaikan kepada peserta didik disajikan dalam bentuk
tercetak. Model ini dicirikan dengan produksi masal bahan belajar. Kesulitan
dalam berkorespondensi menyebabkan jarangnya dan tidak efektifnya
komunikasi antara siswa dan guru dalam penggunaan model ini.
2) Generasi kedua: The Multi-Media Model, yang didasarkan pada teknologi
cetak, audio, dan video. Pada era ini, penyajian bahan ajar dan interaksi
pembelajaran difasilitasi di antaranya melalui bahan ajar tercetak, kaset audio,
kaset video, program belajar berbasis komputer (Computer-based
Learning/CBL), dan video interaktif (cakram dan kaset).
3) Generasi Ketiga: The Telelearning Model, ditandai dengan penerapan
teknologi telekomunikasi untuk menyediakan kesempatan melakukan
komunikasi sinkronus (dalam titik waktu yang sama). Pada model ini,
penyajian bahan ajar dan interaksi pembelajaran dapat dilakukan melalui
audioteleconferencing, videoconferencing, audiographic communication, dan
siaran radio/TV (broadcast TV/radio).
4) Generasi Keempat: The Flexible Learning Model, yang didasarkan pada
penyampaian online melalui Internet secara pasif, yang meliputi pengubahan
materi pelajaran ke dalam bentuk online, sedikit yang dipadukan dengan
audio/video, dan melakukan mentoring melalui e-mail. Teknologi
penyampaian bahan ajar dan interaksi pembelajaran adalah interactive
multimedia (IMM) online, Internet-based access to WWW resources,
dan/atau Computer Mediated Communication (CMC).
5) Generasi Kelima: The Intelligent Flexible Learning Model, merupakan
kelanjutan dari generasi keempat, yang bertujuan untuk lebih memanfaatkan
keistimewaan Internet dan jaringan (web). Model ini sudah banyak
memadukan media, asesmen online (e-assessment), dan virtual learning
environment yang menyediakan akses kepada materi pelajaran, fasilitas
komunikasi, dan layanan siswa. Model-model teknologi yang diterapkan pada
generasi ini interactive multimedia (IMM) online, Internet based access to
WWW resources, Web based courses (integrated multimedia), Computer
Mediated Communication (CMC) dengan sistem tanggapan otomatis,
Campus portal access to institutional processes and resources.
6) Generasi Keenam, generasi ketiga e-learning. Pada generasi ini
dikembangkan lingkungan belajar yang lebih kolaboratif yang didasarkan
pada epistimologi konstruktivisme yang mendorong praktek refleksi melalui
alat-alat seperti e-portfolio, online communities, dan menggunakan teknologi
interaktif seperti online visualization, games, simulations.

2. Kelebihan dan Kekurangan Virtual Learning

Penerapan virtual learning dalam pembelajaran memberikan sumbangan terhadap


upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Simonson, dkk. (2003: 243)
mengemukakan beberapa keuntungan penggunaan Internet dalam pembelajaran
sebagai berikut:
1) Apabila akses terhadap Internet bukan merupakan masalah, siswa dapat
belajar di mana saja sesuai dengan kecepatan belajar dan kondisi yang
dimiliki karena mata pelajaran akan selalu tersedia dalam jaringan komputer
dan Internet. Selain itu, dengan memafaatkan TIK, siswa memiliki akses yang
luas terhadap berbagai sumber belajar yang tersedia.
2) Belajar dengan memanfaatkan TIK memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi dengan siswa lainnya, dengan tutor, dan atau dengan
masyarakat belajar dan sumber belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa
virtual learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
berbagai interaksi dan berkolaborasi dengan siswa lainnya.
3) Dengan memanfaatkan Internet sebagai sumber belajar, siswa dapat
menggunakan cara yang seragam dan sesuai untuk mengakses sumber yang
sangat banyak di Internet. Di samping siswa menguasai informasi yang
disajikan dalam berbagai sumber belajar dalam Internet, siswa juga akan
memiliki keterampilan dalam menggunakan berbagai sumber belajar tersebut.
4) Materi yang disajikan secara online mudah untuk diperbaharui dan
dimodifikasi. Oleh karena itu, siswa akan selalu memperoleh informasi yang
terkini.
5) Internet mendorong belajar aktif dan memfasilitasi keterlibatan siswa secara
intelektual dengan materi pembelajaran.
6) Penggunaan Asyncronuos Learning Networks menyediakan berbagai
pengalaman belajar dan mengakomodasi gaya belajar siswa yang berbeda.
7) Secara ekonomis, siswa dapat tetap tinggal di rumah tanpa harus
mengeluarkan biaya untuk transportasi dan akomodasi. Selain itu, siswa juga
dapat tetap bekerja, tidak perlu kehilangan pekerjaan, sambil menyelesaikan
studinya sesuai dengan kecepatan belajarnya dan waktu yang dimilikinya.

Selain itu, pembelajaran dengan memanfaatkan Internet akan mendorong


tumbuhnya keterampilan belajar mahasiswa (learning how to learn), keterampilan
bernalar (higher order thinking skills), keterampilan berkomunikasi (lisan dan
tertulis), kemampuan menemukan beragam sumber belajar, meningkatkan
keaktifan siswa, serta meningkatkan keterampilan sosial (Depdiknas, 2004: 72).
Anderson (2006: 222) mengemukakan bahwa dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang tersedia
melaui internet, keterampilan siswa dalam belajar sepanjang hayat akan
meningkat dan melalui diskusi online siswa akan menguasai keterampilan
komunikasi yang bertanggung jawab dan profesional. Sementara itu, hasil
penelitian yang dilakukan Jerram (2006: 115) menunjukkan bahwa siswa yang
pendiam di kelas lebih sering merasa nyaman untuk memberikan sumbangan
pemikiran dalam diskusi yang dilakukan secara online.

Di samping janji positif yang ditawarkan virtual learning, terdapat beberapa


keterbatasan, di antaranya sebagai berikut:
 Masalah akses terhadap internet, khususnya di daerah terpencil secara
geografis dan masyarakat dengan tingkat sosial-ekonomi yang rendah.
 Menuntut siswa untuk bertanggung jawab atas proses belajar. Siswa akan
berhasil dalam belajar apabila siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk
belajar, kemampuan untuk belajar mandiri, dan disiplin diri untuk
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
 Dalam pembelajaran online yang asynchronous, balikan mungkin
disampaikan setelah lebih dari satu jam atau bahkan berhari-hari.
 Menuntut adanya pelatihan dan bantuan teknis baik bagi guru maupun siswa
serta dukungan rancangan pembelajaran selama pengembangan konsep dan
mata pelajaran yang akan disajikan dalam bentuk online.
 Tidak ada mekanisme yang mengontrol kualitas untuk meyakinkan bahwa
informasi yang tersedia dalam Internet adalah akurat dan tanpa bias
(Simonson, dkk., 2003: 237).
 Teknologi informasi tidak dapat menggantikan kehadiran pendidik dalam
interaksi pembimbingan.
 Virtual learning belum terlalu efektif untuk keterampilan produktif dan
pengembangan sikap.

3. Kondisi untuk Menerapkan Virtual Learning

Keberhasilan penerapan virtual learning dalam pembelajaran sangat dipengaruhi


oleh berbagai faktor. Untuk dapat menerapkan virtual learning atau pembelajaran
berbasis ICT, diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut.
1) Perubahan paradigma belajar
Pembelajaran berdasarkan TIK akan berhasil apabila paradigma yang
berorientasi pada guru diubah menjadi paradigma yang berorientasi pada siswa.
Simonson, dkk. (2003: 241) mengemukakan bahwa dengan menerapkan TIK
dalam pembelajaran guru yang semula berperan a sage on the stage menjadi a
guide on the side. Dalam pembelajaran tatap muka, biasanya guru menyajikan
semua materi pelajaran kepada siswa. Dengan menerapkan paradigma yang
berpusat pada siswa, pembelajaran tidak lagi tergantung pada guru tetapi siswa
memiliki tanggung jawab terhadap proses belajarnya. Siswa belajar secara
mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia. Guru
bukan lagi satu-satunya sumber informasi. Dalam pembelajaran yang
menerapakn ICT, guru dituntut untuk berperan sebagai fasilitator yang
membantu siswa. Bahkan A Workshop on Competencies for Online Teaching
di United Kingdom (Herrington & Oliver, 2006: 287-288) mengidentifikasi
delapan peran guru dalam pembelajaran online, yaitu sebagai fasilitator proses
belajar siswa (the process facilitator), pembimbing dan konselor (the advisor
counselor), penilai (the assessor), peneliti (the researcher), fasilitator bagi
penguasaan materi pembelajaran oleh siswa (the contentfacilitator), ahli
teknologi (the technologist), perancang pembelajaran (the designer), dan
administrator manager (the manager-administrator).

Dengan melakukan virtual learning siswa memiliki akses informasi secara luas
dengan memanfaatkan the world wide web (www). Siswa dapat memperoleh
apapun yang diinginkan, dimanapun diinginkannya, dan kapan pun
menginginkannya (to give what people want, where they want it, and when
they want it – www). Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki sumber
belajar yang tidak terbatas untuk melakukan proses belajar. Barr & Tagg
(dalam Simonson, dkk., 2003: 241) menambahkan bahwa perubahan
paradigma yang terjadi dengan penggunaan TIK dalam pembelajaran adalah
perubahan dari penyajian pembelajaran dan mata pelajaran, belajar pasif, serta
persaingan atau kompetisi menuju pada penciptaan lingkungan belajar, belajar
aktif, dan kerja sama.

2) Perubahan sistem operasional kerja dan struktur organisasi


Dalam sistem pembelajaran tatap muka, segala kegiatan mulai dari merancang,
melakukan, dan mengevaluai proses belajar siswa dilakukan oleh seorang guru.
Hal ini tidak berlaku dalam sistem pembelajaran yang menerapkan konsep
virtual learning. Dalam penyelenggaraan virtual learning, perancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dilakukan oleh orang yang berbeda-
beda. Ahli materi akan menentukan materi yang perlu disajikan dalam bentuk
online. Perancang pembelajaran akan merancang penyajian materi dan ahli
teknisi akan mengembangkan materi dalam bentuk online. Guru akan
berhadapan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran secara online. Karena
guru tidak terlalu banyak terlibat dalam pengembangan bahan belajar, waktu
yang dimiliki guru digunakan untuk berinteraksi dengan siswa yang belajar
secara individual.
Dalam penerapan virtual learning, siswa dituntut untuk belajar mandiri. Untuk
membantu siswa berhasil dalam belajar mandiri, lembaga penyelenggara
pendidikan hendaknya menyediakan layanan siswa. Layanan tersebut
disediakan untuk mendukung keberhasilan belajar siswa seperti penyediaan
katalog, jadwal, registrasi, bantuan biaya, beasiswa, toko buku, pengumuman
nilai, transkrip nilai, bimbingan konseling, tutorial, laboratorium, perpustakaan,
dan lain sebagainya. Layanan tersebut dapat dilakukan oleh unit internal dalam
lembaga yang bersangkutan atau pihak luar. Memanfaatkan pihak luar,
misalnya bekerja sama dengan toko buku online dalam penyediaan bahan
belajar atau ahli teknisi dari lembaga lain untuk penanganan teknik online.
Oleh karena itu, kerja sama merupakan kunci dalam keberhasilan pelaksanaan
virtual learning.

Dengan adanya penggunaan sumber daya internal dan eksternal, diperlukan


adanya prosedur administrasi yang baru atau bahkan perlu dikembangkan
struktur organisasi yang baru (Levy, 2003: 10). Di samping perubahan struktur
organisasi, Levy (2003) mengemukakan lima faktor lainnya yang perlu
dipertimbangkan dalam merancang program belajar jarak jauh melalui online.
Kelima faktor tersebut adalah visi dan perencanaan, kurikulum, pelatihan dan
dukungan staf, layanan siswa, pelatihan dan dukungan siswa, serta hak cipta
dan kepemilikan intelektual.

3) Melek Teknologi Informasi dan Komunikasi


Keberhasilan dalam virtual learning sangat tergantung pada disiplin diri dan
tanggung jawab siswa terhadap proses belajarnya. Untuk itu, siswa diharapkan
memiliki keterampilan kognitif tinggi seperti negosiasi makna, belajar
sepanjang hayat, analisis refleksi, dan meta kognisi. Di samping itu, siswa juga
dituntut untuk memiliki keterampilan dasar dalam virtual learning, seperti
penggunaan teknologi komputer (computer-mediated technology),
keterampilan sosial online, etika online, navigasi web, dan penelusuran web
(McPherson & Nunes, 2004: 83). Menurut Nunes et al. (McPherson & Nunes,
2004: 83) keterampilan tersebut dinamakan networked information and
communication literacy skills (NICLS).

NICLS merupakan keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa agar berhasil


dalam belajar dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut McPherson & Nunes (2004: 84) NICLS terdiri atas keterampilan
komunikasi dengan menggunakan komputer (computer-mediated
communication/CMC) dan keterampilan informasi. Keterampilan CMC
berkaitan dengan interaksi siswa dengan masyarakat belajar. Sementara itu,
keterampilan informasi berkaitan dengan masalah kecemasan informasi dan
beban kerja yang berlebih, serta akses terhadap sumber belajar.

McPherson & Nunes (2004: 84) mengemukakan tiga topik utama yang perlu
dikuasai siswa berkenaan dengan NICLS sebagai berikut.
1. Kolaborasi dan kerja sama secara online
Dalam hal ini siswa dituntut untuk menyadari faktor sosial yang terlibat
dalam penggunaan teknologi CMC seperti pengabaian batas-batas,
mengatasi penyingkapan diri (self-disclosure), etika online, dan sebagainya.
2. Mencari dan menemukan kembali informasi
Keterampilan ini berkaitan dengan keterampilan siswa dalam
mengeksplorasi dan menemukan informasi yang tersedia dalam Internet
atau Intranet. Dengan banyaknya informasi yang tersedia dalam Internet,
siswa harus dapat mencari dan menemukan kembali informasi dari sumber-
sumber online dengan menggunakan mesin-mesin pencari informasi
(searching engine) di internet.
3. Menilai sumber informasi dalam internet
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan siswa mengevaluasi secara
kritis sumber informasi dan mengaitkan informasi yang dipilih dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.

Semua keterampilan tersebut harus dikuasai siswa sebelum benar-benar terlibat


dalam kegiatan virtual learning. Apabila siswa tidak menguasai keterampilan
tersebut ia akan mengalami frustrasi dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat
keberhasilan siswa dalam belajar.

Untuk membantu siswa berhasil dalam virtual learning, di samping menguasai


disiplin ilmu (materi pelajaran) dan keterampilan-keterampilan teknik, tutor juga
dituntut untuk menguasai keterampilan TIK untuk mengelola dan memfasilitasi
virtual learning. Berge (McPherson & Nunes, 2004: 80-81) mengemukakan
empat peran utama tutor online sebagai berikut:
1. Pedagogical/intellectual roles
Dalam menjalankan peran ini, tutor dituntut untuk mampu mendorong siswa
terlibat aktif dalam kegiatan diskusi tentang konsep dan prinsip serta
keterampilan yang harus dikuasai, seperti membuka diskusi, memfokuskan
pada materi dan topik yang didiskusikan, mengintervensi diskusi untuk
mendorong pembicaraan yang menarik dan produktif, membantu dan
memelihara keterlibatan siswa dalam diskusi, serta merangkum hasil diskusi.
2. Social roles
Peran ini menuntut tutor untuk mengembangkan lingkungan belajar yang
bersahabat dan menyenangkan sehingga siswa merasa yakin bahwa mereka
dapat menguasai pengetahuan.
3. Managerial/organizational roles
Peran ini menuntut tutor untuk mampu menata tujuan belajar, merancang
kegiatan belajar, menyusun jadwal kegiatan belajar dan tugas-tugas, serta
menjelaskan aturan-aturan prosedural dan norma-norma pembuatan keputusan.
4. Technical roles
Dalam menjalankan peran ini, tutor dituntut untuk mengenal, nyaman, dan
menguasai sitem dan perangkat lunak TIK yang membentuk lingkungan belajar
online.

Di samping ketiga kondisi tersebut, Errington (2001) menyatakan bahwa


kompetensi atau kemampuan pengguna, dukungan sarana, dan kecukupan
infrastruktur merupakan faktor yang menentukan penerapan flexible learning
dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandalaria (2003) yang
mengemukakan bahwa tiga masalah utama yang menghambat partisipasi
mahasiswa dalam belajar online. Pertama, dispositional problems, yaitu masalah
yang mengacu pada pribadi mahasiswa, seperti sikap, rasa percaya diri, dan gaya
belajar. Kedua, circumstantial problems, yaitu masalah yang berkaitan dengan
kondisi khusus seperti lokasi geografis, ketersediaan waktu, dan sebagainya.
Ketiga, technical problems, yaitu masalah yang berkaitan dengan hardware dan
program software yang digunakan dalam belajar online.
4. Penggunaan teori pembelajaran yang tepat

Teori Belajar Konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) ini


menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori ini, satu
prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak
hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus
membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Berkaitan dengan hal ini, Nur
sebagaimana dikutip oleh Trianto mengemukakan bahwa guru dapat memberi
siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

Bertolak dari kaidah-kaidah dan anggapan yang dianut teori belajar konstrukti-
visme di atas, maka dipilihlah dan diterapkan beberapa sistem dalam
implementasi model pembelajaran virtual, di antaranya melalui pembelajaran
individual (self-instruction); yang diwujudkan dalam bentuk belajar mandiri (self-
learning) dengan menggunakan program pembelajaran virtual berbasis komputer.
Dengan demikian peserta didik yang berkemampuan tinggi dapat lebih cepat
menuntaskan pembelajarannya, sedangkan peserta didik berkemampuan rendah
atau yang lambat belajarnya dapat mengulangi pembelajaran sampai mencapai
kriteria ketuntasan tanpa terikat dengan waktu dan tempat.

Teori Belajar Kognitif

Tokoh teori belajar kognitif adalah Jerome Bruner dan Jean Piaget. Teorinya
didasarkan pada asumsi bahwa:
(1) individu mempunyai kemampuan memroses informasi;
(2) kemampuan memroses informasi tergantung kepada faktor kognitif yang
perkembangannya berlangsung secara bertahap sejalan dengan tahapan
usianya;
(3) belajar adalah proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi;
(4) hasil belajar adalah berupa perubahan struktur kognitif;
(5) cara belajar pada anak-anak dan orang dewasa berbeda sesuai tahap
perkembangannya.
Pembelajaran berbasis komputer sangat dipengaruhi oleh teori belajar kognitif
model pemrosesan informasi (information processing model), yang mulai
berkembang pada tahun 60 dan 70-an, yang dipelopori oleh Robert Gagne.
Asumsinya adalah “pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan”. Model ini menampilkan konseptualisasi dari sistem memori pada
manusia yang mirip dengan sistem memori pada komputer. Model pemrosesan
informasi ini menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali
pengetahuan dari otak. Peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transformasi
informasi dari input (stimulus) ke output (respons).

Mencermati teori belajar kognitif model pemrosesan informasi di atas yang


menampilkan konseptualisasi dari sistem memori pada manusia yang mirip
dengan sistem memori pada komputer, maka sistem memori dalam model
pembelajaran virtual yang dikembangkan dengan menggunakan program
pembelajaran berbasis komputer mirip pula dengan sistem memori pada manusia.
KESIMPULAN

 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dipercaya akan


dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, dengan terbukanya akses
informasi secara luas bagi pendidik dan peserta didik.
 Virtual learning, salah satu bentuk pemanfaatan TIK dalam pembelajaran,
yang mengacu pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas maya melalui
jaringan Internet.
 Untuk dapat menerapkan virtual learning perlu ada perubahan paradigma dari
yang berorientasi pada guru menjadi berorientasi pada siswa.
 Keberhasilan virtual learning juga dipengaruhi oleh keterampilan komunikasi
dengan menggunakan komputer dan keterampilan informasi baik yang
dimilikain siswa maupun guru atau tutor.
 Dukungan sarana dan kecukupan infrastruktur serta perubahan sistem
operasional kerja dan struktur organisasi perlu mengalami perubahan untuk
mencapai keberhasilan penerapan virtual learning dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahmad, I. (2018). Pendidikan Tinggi “4.0” Yang Mampu Meningkatkan


Daya Saing Bangsa. Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI.
Makassar, 16 Februari 2018. Bahan Presentasi.

[2] Anderson, K. (2006). Using Online Discussions to Provide an Authentic


Learning Experience for Professional Recordkeepers. Dalam Tony
Herrington & Jan Herrington, Authentic Learning Environment in Higher
Education, Hershey, PA: Information Science Publishing. Hal. 214-223.

[3] Bandalaria, M.dP. (2003). Shifting to online tutorial support system: A


synthesis of experience. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 4(1),
32-41.

[4] Connolly, T. & Stansfield, M. (2006). Using Games-Based eLearning


Technologies in Overcoming Difficulties in Teaching Information Systems.
Journal of Information Technology Education, 6, 459-476. Tersedia dalam
http://www.jite.org/document/vol5/v5p459-476.Connolly170.pdf, 5
Desember 2006.

[5] Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Peningkatan Kualitas


Pembelajaran. Jakarta: Dit. P2TK dan KPT, Ditjen. Dikti, Depdiknas.

[6] Errington, E.P. (2001). The influence of teacher beliefs on flexible learning
innovation in traditional university setting. Dalam Innovation in open and
distance learning.

[7] H. Jin, ""The Design of Combined Platform for Web-Based Cooperative


Learning," in Scalable Computing and Communications," in Scalable
Computing and Communications; Eighth International Conference on
Embedded Computing, 2009. SCALCOM-EMBEDDEDCOM'09.
International Conference on, Dalian, 2009.

[8] Herrington, J. & Oliver, R. (2006). Professional Development for the Online
Teacher: An Authentic Approach. Dalam Tony Herrington & Jan
Herrington, Authentic Learning Environment in Higher Education, Hershey,
PA: Information Science Publishing. Hal.283 – 295.

[9] I. Simonics, "Changing of multimedia elements in eLearning development,"


in Emerging eLearning Technologies and Applications (ICETA), 2013
IEEE 11th International Conference on, Stara Lesna,Slovakia, 2013.

[10] J. M. Spector, Conceptualizing the emerging field of mart learning


environments, Texas: Springer, 2014.

[11] Jerram, C. (2006). Applying Adult Education Principles to an


Undergraduate Subject. Dalam Tony Herrington & Jan Herrington,
Authentic Learning Environment in Higher Education. Hershey, PA:
Information Science Publishing. Hal. 107-119.

[12] Levy, S. (2003). Six Factors to Consider when Planning Online Distance
Learning Programs in Higher Education. Online Journal of Distance
Learning Administration, Vol. VI (1).

[13] M. B. Ibanez, "Gamification for Engaging Computer Science Students in


Learning Activities: A Case Study," IEEE TRANSACTIONS ON
LEARNING TEHNOLOGIES, vol. 7, no. 3, pp. 291-301, 2014.

[14] McPherson, M. & Nunes, M.B. (2004). Developing Innovation in Online


Learning: An Action Research Framework. London: Routledge-Falmer.

[15] OECD, The Nature of Learning Using Research to inspire Practice, H.


Dumont, D. Istance and F. Benavides, Eds., OECD, 2010.

[16] Pannen, P. (1999). Pengertian Sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh.
Dalam Tian Belawati, dkk. (Ed.), Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh.
Jakarta: Universitas Terbuka. Hal. 11 – 29.

Anda mungkin juga menyukai