Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP T.A.

2021/2022
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS - FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA

MATA KULIAH : PERENCANAAN SOSIAL


HARI/TANGGAL : 13 April 2022
WAKTU : 75 MENIT
BEBAN SKS : 2 SKS
SEMESTER : IV
DOSEN : Dr. Untoro Hariadi, M.Si.
SIFAT : Online
KELAS : A
DIKIRIM KE : untorohariadi67@gmail.com

SOAL:

1. Berkaitan dengan permasalahan sosial, deskripsikan gambar di bawah ini menurut


pemahaman saudara. (Minimal 4 paragraf).

(Skor: 50)

2. Untuk menangani masalah sosial, bagaimanakah peran Negara?. (Minimal 4


paragraf).

(Skor: 50)

SELAMAT MENGERJAKAN
1. Kemacetan

Saat ini, kemacetan masih menjadi salah satu masalah yang belum
terselesaikan di beberapa kota di Indonesia. INRIX resmi merilis hasil penelitian
bertajuk Global Traffic Scorecard 2021 yang merilis daftar 5 kota di Indonesia
dengan tingkat kemacetan lalu lintas paling tinggi. Penelitian perusahaan analisis
data lalu lintas tersebut dilakukan di 1000 kota di dunia untuk menemukan kota
paling macet di dunia.
Surabaya Geser Jakarta dari Posisi Pertama
Berdasar penelitian yang dilakukan INRIX, berikut 5 kota termacet di Indonesia
versi Global Traffic Scorecard 2021:
1. Surabaya
2. Jakarta
3. Denpasar
4. Malang
5. Bogor
Surabaya memiliki level kemacetan tertinggi dan dinyatakan sebagai kota
termacet di Indonesia. Surabaya menempati posisi pertama kota termacet di
Indonesia sekaligus nomor 41 termacet di dunia. Padahal di tahun 2020,
Surabaya masih menempati posisi 361 dari hasil penelitian yang dirilis pada
tahun sebelumnya. Dari rangking tersebut, diketahui hours lost in congestion
atau waktu yang hilang karena menghadapi kemacetan di Surabaya mencapai 62
jam, dari tahun sebelumnya yang hanya 58 jam.
Sementara Jakarta yang tahun lalu menempati urutan 55 kini turun ke urutan
222 dunia dan jadi kota termacet kedua di Indonesia. Jumlah waktu yang hilang
karena menghadapi kemacetan di Jakarta turun dari mencapai 409 jam di tahun
sebelumnya menjadi hanya 28 jam.
Di urutan ketiga adalah Denpasar yang juga turun peringkat dari urutan 142
tahun lalu menjadi 291 tahun ini, dengan jumlah waktu yang hilang karena
menghadapi kemacetan turun dari 359 jam di tahun sebelumnya menjadi hanya
31 jam.
Berikutnya di urutan keempat adalah Malang yang juga turun peringkat dari
urutan 46 tahun lalu menjadi 334 tahun ini, dengan jumlah waktu yang hilang
karena menghadapi kemacetan turun dari 394 jam di tahun sebelumnya menjadi
hanya 29 jam.
Terakhir di urutan kelima adalah Bogor yang naik peringkat dari urutan 1014
tahun lalu menjadi 821 tahun ini, dengan jumlah waktu yang hilang karena
menghadapi kemacetan turun dari 861 jam di tahun sebelumnya menjadi hanya
7 jam saja.
Data dan Metodologi Penelitian dalam Penentuan Peringkat Hasil survei Global
Traffic Scorecard pada tahun 2021 yang dirilis INRIX ini diolah dari gabungan data
anonim mulai dari ponsel, mobil, truk, dan kota yang menghasilkan data yang
kuat dan akurat. Dalam penyusunan Global Traffic Scorecard 2021 data yang
digunakan adalah status kemacetan atau tidak macet dari setiap segmen jalan
untuk setiap menit dalam sehari seperti yang digunakan oleh jutaan pengemudi
di seluruh dunia yang menggunakan layanan lalu lintas berbasis INRIX.
Sementara metodologi penelitian yang digunakan Global Traffic Scorecard 2021
diadopsi dari penelitian dua tahun lalu dengan mengidentifikasi beberapa area
perjalanan di dalam kota dan menangkap profil mobilitas unik pada masing-
masing kota.
Dari pendekatan ini, Global Traffic Scorecard 2021 dapat menghitung waktu
yang hilang dalam kemacetan dengan menggunakan data lalu lintas di beberapa
sub area perjalanan di dalam kota. Sub area perjalanan juga diidentifikasi
berdasarkan konsentrasi perjalanan yang berakhir dalam area yang ditentukan.
Tak hanya sebatas itu, analisis ekonomi dilakukan untuk memperkirakan total
biaya untuk pengemudi rata-rata di kota, serta total biaya untuk penduduk kota.
2. Penjelasan
Ada banyak masalah sosial yang ada di negara tercinta kita ini, Indonesia. Salah
satunya ialah kemiskinan. Kemiskinan adalah masalah sosial terbesar di dunia
dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya.
Terdapat masyarakat
yang berkembang dan berbahagia jika kebanyakan penduduknya berada dalam
kemiskinan serta kesengsaraan, maka dari itu kemiskinan tidak sekedar hanya
masalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup masyarakat melainkan juga
menjabarkan situasi pendidikan dan kesehatan yang tidak
baik, penurunan di bidang ilmu pengetahuan
dan komunikasi, ketidakmampuan menegakkan hak-hak asasi manusia dan
politik, dan belum terdapatnya kehormatan, kepercayaan dan harga diri.
Kemiskinan membuat seseorang belum bisa melengkapi keperluan dasar dirinya
dan keluarganya yang mencangkup kebutuhan fisik, mental dan sosial. Dengan
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan berimplikasi pada
keterlantaran anggota keluarga dan ketunaan sosial.
Lalu bagaimana tindakan pemerintah/negara mengenai hal ini? Ada 2 hal yang
saya ketahui, yaitu dengan membuat Program Beras untuk Masyarakat Miskin
(RASKIN) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Program Beras untuk Masyarakat Miskin (RASKIN)

Raskin merupakan beras yang disubsidikan oleh pemerintah yang dijual dengan
harga yang lebih murah jika dibandingkan harga beras dipasaran. Keberhasilan
Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat
sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat
administrasi. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran
Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan
pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan
protein. Program raskin ini adalah program nasional lintas sektoral yang baik
vertical (Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah) maupun
horizontal (Lintas Kemmenterian/Lembaga), sehingga semua pihak yang berkait
bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing untuk
kelancaran pelaksanaan dan pencapaian tujuan program raskin.

Program Keluarga Harapan (PKH)

Sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Keluarga


Harapan (PKH). Program serupa telah dilaksanakan dan cukup berhasil di
beberapa negara yang dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT) atau
bantuan tunai bersyarat. PKH bukan kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai
(BLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin
mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian
harga BBM. PKH lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem
perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.
Bantuan dana tunai PKH diberikan kepada ibu atau perempuan dewasa (nenek,
bibi atau kakak perempuan) dan selanjutnya disebut Pengurus Keluarga. Dana
yang diberikan kepada pengurus keluarga perempuan ini bertujuan
meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan penerima bantuan.
Pengecualian dari ketentuan diatas dapat dilakukan pada kondisi tertentu,
misalnya bila tidak ada perempuan dewasa dalam keluarga maka dapat
digantikan oleh kepala keluarga. Sebagai bukti kepesertaan PKH, KSM diberikan
Kartu Peserta PKH. Uang bantuan dapat diambil oleh Pengurus Keluarga di Kantor
Pos terdekat dengan membawa Kartu Peserta PKH dan tidak dapat diwakilkan.
Sebagian peserta PKH menerima bantuan melalui rekening bank (BRI).
Pemanfaatan Program Keuarga Harapan penerima bantuan tunai bersyarat ini
dijamin kesejahteraannya dimulai dari kesehatan, pendidikan, biaya hidup, ibu
hamil, anak balita, anak sekolah, lansia terlantar, kecacatan, rastra (beras
sejahtera), rumah, KUBE (Kelompok Usaha Bersama), subsidi gas, subsidi listrik,
dan subsidi pupuk dengan dipantau pelaksanaanya oleh setiap pendamping
untuk melancarkan target dari tujuan Program Keluarga Harapan dan
meminimalisir penyimpangan atau kesalahgunaan data yang diberikan.
Dua hal di atas merupakan contoh peranan yang dilakukan oleh
pemerintah/negara mengenai salah satu masalah sosial diantara sekian
banyaknya masalah sosial di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, ada banyak hal yang bisa dikritik mengenai terlaksana
atau tidaknya peranan-peranan pemerintah di Indonesia. Pemerintah masih
perlu terus meningkatkan kepeduliannya akan kesejahteraan masyarakat karena
hingga saat ini masyarakat masih belum merasakan peningkatan kesejahteraan
yang signifikan. Akan tetapi, dibanding harus mengkritik, mungkin alangkah
baiknya kita sebagai masyarakat perlu lebih berinisiatif untuk meningkatkan
kualitas diri demi keberlangsungan hidup dan kemajuan negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai