DI SUSUN OLEH:
(KELOMPOK 5)
HESTIH
(NH0420013)
MAULINDAH
(NH0420014)
MAYLANI LINGLING BELA
(NH0420015)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “GANGGUAN PADA SISTEM REPRODUKSI” dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah KESEHATAN REPRODUKSI DAN
PERENCANAAN KELUARGA. Kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi
masyarakat.
Kami menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Kami terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun
konten, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Gangguan pada Sitem Reproduksi............................................................................................5
1. Keputihan..................................................................................................................................5
2. Inveksi vagina............................................................................................................................7
3. Bartolonitis..............................................................................................................................10
4. Vulvovaginitis.........................................................................................................................13
5. Fibroadenoma..........................................................................................................................16
6. Mastitis....................................................................................................................................19
7. Mioma Uteri............................................................................................................................23
8. Endometritis............................................................................................................................28
9. Sindrom ovarium polikistik.....................................................................................................33
10. Radang panggul...................................................................................................................36
11. Kanker serviks.....................................................................................................................38
12. Kanker payudara..................................................................................................................45
13. Penyakit menular seksual.....................................................................................................47
BAB III...............................................................................................................................................53
KESIMPULAN..................................................................................................................................53
A. Kesimpulan............................................................................................................................53
B. Saran.......................................................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................54
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organ reproduksi pada wanita terdiri atas ovarium, tuba Fallopi, uterus dan
vagina. Ovarium terletak di bawah perut, dan berfungsi sebagai tempat produksi
ovum (Sel Telur). Tuba Fallopi (saluran telur atau oviduk) berbentuk seperti pipa dan
ujungnya berbentuk corong dengan rumbai-rumbai. Rumbai ini berfungsi untuk
menangkap ovum yang mendengarkan ovarium. Rahim atau rahim merupakan tempat
tumbuh dan berkembangnya janin. Vagina merupakan tempat keluarnya bayi saat
dilahirkan. Proses reproduksi pada manusia diawali dengan pembentukan sel kelamin
pada laki-laki dan perempuan. Pembentukan sel kelamin pada laki-laki (sperma)
disebut spermatogenesis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gangguan pada sistem reproduksi manusia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja gangguan pada sistem reproduksi manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
b. Gejala Keputihan
Keputihan yang tergolong normal akan terlihat dari cairan yang keluar dengan
tanda sebagai berikut:
1) Tidak berwarna atau berwarna putih.
2) Tidak berbau atau tidak mengeluarkan bau menyengat.
3) Meninggalkan bercak kekuningan di celana dalam.
4) Tesktur cairan keputihan dapat berubah tergantung siklus menstruasi.
c. Penyebab Keputihan
Keputihan yang dialami setiap wanita berbeda-beda, mulai dari jumlah cairan
yang keluar hingga warna dan tekstur cairan. Keputihan normal terjadi
setidaknya 6 bulan sebelum seorang wanita mengalami menstruasi untuk
pertama kalinya. Kondisi ini dipengaruhi oleh perubahan hormon di dalam
tubuh. Selain karena perubahan hormon, keputihan juga akan normal keluar
saat wanita mendapatkan rangsangan seksual, sedang menyusui, atau stres.
d. Pengobatan keputihan
Keputihan yang tergolong normal tidak memerlukan penanganan medis secara
khusus. Kondisi ini dapat ditangani dengan membersihkan area kewanitaan
secara rutin untuk menghilangkan lendir atau cairan. Sementara, cara
mengatasi keputihan yang tergolong abnormal dilakukan berdasarkan
penyebab yang mendasari keputihan. Dokter akan memberikan terapi obat
untuk mengobati keputihan abnormal, seperti:
1) Obat antibiotik, seperti clindamycin, untuk menghilangkan bakteri
penyebab keputihan. Antibiotik tersedia dalam bentuk pil atau krim
oles.
2) Obat antijamur, seperti clotrimazole dan miconazole, untuk mengatasi
infeksi jamur yang menyebabkan keputihan. Obat ini tersedia dalam
bentuk krim atau gel yang dioleskan di bagian dalam vagina.
3) Metronidazole atau tinidazole, jika keputihan disebabkan oleh parasit
penyebab penyakit trikomoniasis.
e. Pencegahan Keputihan
Langkah utama untuk mencegah keputihan abnormal adalah menjaga
kebersihan area kewanitaan agar terhindar dari risiko infeksi. Cara yang bisa
dilakukan yaitu:
1) Bersihkan vagina dengan sabun dan air hangat setelah buang air kecil
atau besar serta berhubungan seks, kemudian keringkan. Cara ini
dilakukan untuk mencegah bakteri masuk ke dalam vagina dari dubur.
2) Hindari menyiram atau membersihkan vagina dengan semprotan air.
Cara ini berisiko menghilangkan bakteri baik yang melindungi vagina
dari infeksi.
3) Gunakan celana dalam berbahan katun untuk menjaga kelembapan
pada area kewanitaan. Hindari menggunakan celana dalam yang terlalu
ketat.
4) Hindari menggunakan sabun atau produk kewanitaan yang
mengandung parfum, karena dapat mengganggu keseimbangan bakteri
baik pada vagina.
5) Jagalah kebersihan vagina selama menstruasi dengan mengganti
pembalut setidaknya setiap 3-5 jam sekali.
6) Tidak berganti pasangan seksual atau menggunakan kondom agar
terhindar dari risiko infeksi menular seksual.
7) Lakukan pemeriksaan kesehatan vagina secara rutin kepada dokter
kandungan.
(HaloDoc, 2019)
2. Inveksi vagina
b. Gejala Vaginitis
Gejala vaginitis sangat beragam, namun yang sering kali muncul adalah:
1) Keputihan berwarna putih atau kuning kehijauan yang berbau tidak
sedap
2) Gatal di area vagina atau di sekitarnya, misalnya pada vulva atau labia
mayora.
3) Kemerahan dan nyeri di sekitar vagina (vulvitis).
4) Flek atau perdarahan dari vagina.
5) Nyeri saat buang air kecil dan berhubungan seks.
c. Penyebab vaginitis
Banyak faktor yang bisa menyebabkan vaginitis. Tetapi pada sebagian besar
kasus, vaginitis disebabkan oleh infeksi bakteri. Keberadaan bakteri di vagina
sebenarnya adalah hal yang normal, selama jumlahnya seimbang. Vaginitis
terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara jumlah bakteri ‘baik’ dan bakteri
‘jahat’ di vagina. Selain karena infeksi bakteri, penyebab lain vaginitis adalah:
1) Infeksi jamur, akibat perkembangan jamur yang berlebihan di vagina.
2) Infeksi cacing kremi yang menjalar dari anus
3) Iritasi atau reaksi alergi pada vagina, misalnya akibat penggunaan
pembersih kewanitaan.
4) Penyakit menular seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, dan herpes
genital.
5) Penipisan dinding vagina akibat penurunan kadar estrogen, misalnya
setelah menopause atau setelah operasi pengangkatan rahim
(histerektomi).
e. Pengobatan Vaginitis
Pengobatan vaginitis tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Secara
umum, pengobatan tersebut meliputi:
1) Pemberian obat antibiotik
Metronidazole dan clindamycin adalah antibiotik yang paling sering
digunakan pada vaginitis yang disebabkan oleh bakteri.
2) Pemberian obat antijamur
Vaginitis akibat infeksi jamur dapat diatasi dengan obat antijamur,
seperti miconazole, clotrimazole, atau fluconazole.
3) Terapi pengganti hormone
Terapi pengganti hormon digunakan untuk mengatasi vaginitis yang
dipicu oleh penurunan hormon estrogen.
Sedangkan untuk mengatasi vaginitis yang disebabkan oleh iritasi atau alergi,
dokter akan menganjurkan pasien untuk menghindari pemicunya, misalnya
sabun pembersih vagina atau kondom berbahan dasar lateks. Selain itu, dokter
juga dapat memberikan obat-obatan untuk meredakan peradangan dan gatal.
f. Pencegahan Vaginitis
Vaginitis dapat dicegah dengan melakukan sejumlah langkah sederhana di
bawah ini:
1) Bersihkan vagina dengan air tanpa menggunakan sabun, dan hindari
membasuh bagian dalam vagina.
2) Selalu bersihkan vagina dari arah depan ke belakang setiap kali selesai
buang air, dan pastikan menyeka vagina hingga benar-benar kering.
3) Hindari penggunaan benda yang bisa menyebabkan iritasi atau alergi
pada vagina, seperti pembalut yang mengandung pewangi atau sabun
pembersih vagina.
4) Lakukan hubungan seks yang aman dengan menggunakan kondom dan
tidak bergonta-ganti pasangan.
5) Gunakan air hangat bila ingin berendam, jangan air yang terlalu panas.
6) Pilih celana dalam yang tidak ketat dan berbahan katun.
7) Kontrol kadar gula darah bila menderita diabetes.
(HaloDoc, 2019)
3. Bartolonitis
Pada beberapa kasus, kista Bartholin juga dikaitkan dengan infeksi menular
seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
trachomatis. Selain itu, infeksi Escherichia coli juga sering dikaitkan dengan
munculnya kista Bartholin. Kista Bartholin dapat timbul pada semua usia.
Namun, kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita berusia antara 20–30 tahun
yang aktif secara seksual. Kista jarang terjadi pada wanita yang telah
menopause karena kelenjar Bartholin telah menyusut.
Jika kista mengalami infeksi dan berkembang menjadi abses, akan muncul
beberapa gejala lainnya, yaitu:
1) Benjolan terasa nyeri dan lunak
2) Vagina terlihat membengkak
3) Keluar nanah benjolan
4) Demam
b. Penyebab vulvovagonitis
Ada banyak hal yang bia menyebabkan peradangan atau iritasi pada vulva dan
vagina, diantaranya:
1) Vaginosis bakterialis
Vaginosis bakterialis merupakan salah satu penyebab vulvovaginitis yang
paling banyak ditemui. Kondisi ini terjadi akibat pertumbuhan bakteri jahat di
dalam vagina yang dapat menyebabkan infeksi. Vulvovaginitis akibat infeksi
bakteri ini dapat menimbulkan gejala vagina perih dan gatal, nyeri saat buang
air kecil dan berhubungan seksual, serta keputihan berwarna kelabu dan
berbau amis.
2) Infeksi jamur vagina
Vulvovaginitis juga dapat disebabkan oleh infeksi jamur, yaitu jamur
Candida albicans. Infeksi jamur pada vagina ini umumnya ditandai dengan
keputihan yang menggumpal dan bertekstur seperti keju, serta vagina dan
bibir vagina yang terasa gatal atau perih.
3) Infeksi virus
Vulvovaginitis akibat infeksi virus biasanya ditularkan melalui hubungan
seksual. Beberapa contoh penyakit infeksi virus yang dapat menimbulkan
vulvovaginitis adalah herpes kelamin dan HPV. Pada wanita, penyakit herpes
dapat menimbulkan vulvovaginitis yang ditandai dengan adanya luka dan
lepuhan berisi cairan bening serta nyeri dan bengkak di area kelamin.
Sementara itu, infeksi virus HPV yang menyerang area kewanitaan dapat
menyebabkan tumbuhnya kutil kelamin.
4) Penyakit menular seksual
Salah satu penyakit menular seksual yang dapat menyebabkan vulvovaganitis
adalah trikomoniasis. Penyakit ini umumnya ditandai dengan keputihan
berwarna kuning kehijauan dan berbau amis, serta rasa gatal dan perih di area
vagina. Selain trikomoniasis, chlamydia dan gonore juga dapat memicu
peradangan pada organ intim wanita dan menimbulkan gejala keputihan yang
berbau tajam serta rasa nyeri dan perih saat berhubungan intim atau buang air
kecil.
5) Infeksi parasite
Beberapa contoh infeksi parasit yang menyebabkan vagina dan vulva
meradang adalah infeksi cacing kremi, kudis, dan kutu kemaluan. Gejala
vulvovaganitis yang disebabkan infeksi parasit ini umumnya berupa rasa
gatal dan iritasi di sekitar alat kelamin.
6) Reaksi alergi
Iritasi dan peradangan pada vagina dan vulva juga bisa terjadi akibat paparan
zat kimia seperti paraben, sodium sulfate, triclosan, dan dioxane. Zat kimia
ini biasanya terdapat pada sabun mandi, detergen, sabun kewanitaan, bedak,
parfum, hingga kondom. Reaksi iritasi atau alergi terhadap benda-benda
tersebut bisa membuat vulva dan vagina terasa gatal, bengkak, dan
kemerahan. Selain kondisi medis di atas, vulvovaginitis juga dapat terjadi
pada wanita menopause dan wanita setelah melahirkan. Hal ini disebabkan
oleh kadar hormon estrogen yang menurun pada fase tersebut.
Vulvovaginitis juga bisa terjadi karena pengaruh faktor lainnya, seperti:
1) Membersihkan organ intim dengan cara yang tidak benar atau
kurang terjaganya kebersihan vagina selama menstruasi
2) Mengenakan pakaian dalam yang bukan berbahan katun dan
terlalu ketat
3) Menggunakan pembalut atau tampon terlalu lama saat
menstruasi
4) Membiarkan area kelamin dalam keadaaan lembap dan basah,
misalnya tidak segera berganti pakaian setelah berenang
5) Menahan buang air kecil terlalu sering
5. Fibroadenoma
a. Pengertian fibroadenoma
Fibroadenoma atau fibroadenoma mammae (FAM) adalah jenis tumor jinak di
payudara. Fibroadenoma ditandai dengan benjolan kecil di salah satu atau
kedua payudara, yang teraba padat dan mudah digerakkan. Fibroadenoma
merupakan salah satu jenis tumor jinak payudara yang paling sering dialami
oleh wanita berusia antara 15–35 tahun. Tumor ini berukuran kecil dengan
tekstur yang padat dan mudah digerakkan. Fibroadenoma bisa hilang dengan
sendirinya, tetapi pada beberapa kasus dapat membesar dan harus diangkat
melalui operasi.
b. Jenis Fibroadenoma
Fibroadenoma terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
1) Simple fibroadenoma
Simple fibroadenoma adalah jenis fibroadenoma yang paling sering
terjadi. Jenis ini sering terjadi pada wanita yang berusia muda. Jenis ini
tidak memiliki risiko berubah menjadi ganas.
2) Complex fibroadenoma
Complex fibroadenoma mengandung sel-sel yang dapat tumbuh
dengan cepat. Fibroadenoma jenis ini biasanya terjadi pada wanita
lanjut usia.
3) Juvenile fibroadenoma
Juvenile fibroadenoma biasanya dialami wanita berusia 10–18 tahun.
Fibroadenoma ini dapat membesar, namun biasanya menyusut seiring
waktu.
4) Giant fibroadenoma
Fibroadenoma jenis ini dapat membesar hingga berukuran 5 cm,
sehingga harus diangkat agar tidak menekan jaringan payudara di
sekitarnya.
5) Phyllodes tumor
Tumor phyllodes biasanya bersifat jinak, namun juga dapat berubah
menjadi ganas. Dokter akan menyarankan tumor ini untuk diangkat.
c. Penyebab Fibroadenoma
Belum diketahui penyebab pasti dari fibroadenoma, tetapi kondisi ini diduga
terkait dengan aktivitas hormon estrogen. Dugaan ini timbul karena
fibroadenoma sering kali muncul pada saat wanita berada pada usia
reproduksi. Fibroadenoma sering terjadi pada wanita yang memiliki faktor-
faktor berikut:
1) Berusia 15–30 tahun
2) Mengonsumsi pil KB sebelum usia 20 tahun
3) Sedang hamil
4) Menjalani terapi penggantian hormon
d. Gejala Fibroadenoma
Fibroadenoma kadang tidak disadari oleh penderitanya. Pada beberapa kasus,
penderita baru menyadari ada fibroadenoma di payudaranya ketika melakukan
pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), atau saat menjalani pemeriksaan
mamogram atau USG. Fibroadenoma ditandai dengan benjolan di satu atau
kedua payudara. Biasanya, benjolan fibroadenoma berdiameter 1–5 cm, tetapi
ada juga yang sampai 15 cm. Benjolan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Tidak terasa sakit
2) Terasa kenyal dan padat
3) Berbentuk bundar dengan tepi benjolan yang mudah dirasakan
(batasnya terasa tegas)
4) Mudah digerakkan
Meski umumnya tidak terasa sakit, benjolan fibroadenoma bisa terasa nyeri
menjelang memasuki masa menstruasi. Benjolan juga bisa membesar saat
penderita sedang hamil atau menyusui dan mengecil setelah memasuki usia
menopause.
e. Pengobatan Fibroadenoma
Fibroadenoma umumnya tidak perlu diobati. Meski demikian, pasien tetap
harus memeriksakan diri ke dokter secara berkala agar perubahan pada
benjolan dapat dideteksi sejak dini. Pada beberapa kasus, ada kondisi tertentu
yang dapat dijadikan pertimbangan oleh dokter untuk mengangkat
fibroadenoma. Kondisi tersebut antara lain pasien merasa cemas, benjolan
berkembang menjadi kanker, atau pasien memiliki keluarga dengan riwayat
penyakit kanker.
Kondisi lain yang dapat dijadikan pertimbangan untuk dilakukan
pengangkatan adalah benjolan membesar dan menimbulkan nyeri, serta hasil
pemeriksaan atau biopsi pada benjolan pasien tidak normal. Prosedur
pengangkatan fibroadenoma dapat dilakukan dengan:
1) Lumpektomi, yaitu operasi pengangkatan benjolan fibroadenoma.
Selain untuk mengatasi fibroadenoma, sampel jaringan dari prosedur
ini juga bisa diperiksa lebih lanjut guna mengetahui jenis sel dan
jaringan yang tumbuh pada benjolan
2) Krioterapi, yaitu prosedur untuk membekukan dan menghancurkan
jaringan fibroadenoma dengan menggunakan gas argon atau nitrogen
cair
Perlu diketahui, fibroadenoma masih bisa muncul kembali walaupun sudah
diangkat. Jika kondisi tersebut terjadi, pemeriksaan lanjutan dan biopsi perlu
dilakukan untuk memastikan apakah benjolan baru tersebut fibroadenoma atau
kanker.
f. Pencegahan Fibroadenoma
Seperti disebutkan di atas, belum diketahui apa yang menyebabkan
fibroadenoma. Oleh sebab itu, cara pencegahannya juga belum dapat
diketahui. Namun, Anda bisa mendeteksi perubahan pada payudara dengan
melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). SADARI sebaiknya
dilakukan antara hari ke-7 sampai ke-10 setelah menstruasi. Caranya adalah
sebagai berikut:
1) Berdiri tegak di depan cermin dan amati apakah ada perubahan bentuk
atau permukaan kulit payudara, serta pembengkakan atau perubahan
pada puting.
2) Angkat kedua lengan ke atas dengan menekuk siku dan meletakkan
tangan di belakang kepala, kemudian dorong siku ke depan dan ke
belakang sambil mengamati bentuk dan ukuran payudara.
3) Letakkan kedua tangan di pinggang dan condongkan bahu ke depan
sambil mendorong kedua siku ke depan, kemudian kencangkan otot
dada Anda dan cermati kedua payudara.
4) Angkat lengan kanan ke atas dan tekuk siku sampai tangan kiri
menyentuh bagian atas punggung, lalu raba dan tekan seluruh bagian
payudara kanan sampai ke area ketiak dengan menggunakan ujung jari
tangan kiri. Lakukan perabaan secara melingkar, vertikal dan
horisontal.
5) Cubit pelan kedua puting payudara dan cermati apakah ada cairan yang
keluar.
6) Letakkan bantal di bawah pundak kanan dalam posisi berbaring.
Lakukan perabaan pada payudara kanan seperti di langkah nomor 4
sambil terus mengamati payudara. Ulangi langkah yang sama pada
payudara kiri.
(HaloDoc, 2020)
6. Mastitis
a. Pengertian mastitis
Mastitis atau infeksi payudara adalah peradangan di jaringan payudara.
Kondisi ini umumnya terjadi pada ibu menyusui, terutama pada 6–12 minggu
pertama setelah persalinan. Mastitis biasanya hanya menyerang salah satu
payudara, tetapi juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada kedua
payudara. Mastitis menyebabkan penderitanya sulit menyusui sehingga
aktivitas menyusui menjadi terhambat atau terhenti.
b. Penyebab Mastitis
Mastitis biasanya dialami oleh ibu menyusui. Meski begitu, kondisi ini juga
bisa dialami oleh wanita yang tidak menyusui dan wanita yang telah
menopause. Bahkan, pada kasus yang jarang terjadi, mastitis juga bisa terjadi
pada pria.
Berikut ini adalah penjelasan penyebab mastitis pada ibu menyusui dan pada
wanita yang tidak menyusui:
c. Gejala Mastitis
Pada tahap awal, gejala mastitis umumnya timbul pada salah satu payudara
dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Gejala tersebut berupa:
1) Pembengkakan pada payudara
2) Payudara kemerahan dan terasa hangat
3) Payudara terasa nyeri ketika disentuh
4) Nyeri atau sensasi terbakar pada payudara yang terjadi terus-menerus
atau saat menyusui
Selain gejala tersebut, ada beberapa keluhan lain yang dapat menyertai, yaitu:
1) Demam
2) Menggigil
3) Tubuh terasa lelah dan lemas
4) Tubuh terasa pegal
5) Mual
6) Keluarnya cairan yang mengandung nanah dari putting
7) Muncul benjolan di payudara
8) Pembesaran kelenjar getah bening di area ketiak atau leher
d. Pengobatan Mastitis
Pada pasien ibu menyusui dengan gejala ringan, mastitis sebaiknya ditangani
dengan pengobatan mandiri terlebih dahulu. Ada beberapa tindakan yang
dapat dilakukan di rumah untuk meredakan gejala yang dialami, yaitu:
1) Berikan kompres hangat pada area payudara yang mengalami infeksi
untuk meredakan nyeri. Lakukan selama 15 menit, sebanyak 4 kali
sehari.
2) Konsumsi obat pereda nyeri, seperti iburofen dan paracetamol, untuk
membantu meredakan nyeri.
3) Perbanyak istirahat dan minum cairan.
4) Konsumsi makanan sehat dan mengandung nutrisi yang seimbang.
5) Hindari mengenakan pakaian dan bra yang terlalu ketat.
6) Pijat payudara untuk melancarkan penyumbatan, terutama dengan
memijat area benjolan atau yang terasa nyeri. Pemijatan dilakukan
perlahan ke arah puting untuk melancarkan aliran ASI.
Selain itu, gejala mastitis juga dapat diredakan dengan beberapa teknik
menyusui, seperti:
1) Mulai menyusui dengan payudara yang mengalami pembengkakan.
2) Pastikan posisi mulut bayi benar dan bayi dapat menyedot ASI dengan
baik.
3) Lakukan aktivitas menyusui secara teratur setiap 2 jam sekali dengan
posisi yang berbeda-beda.
4) Perah ASI dari payudara menggunakan pompa ASI atau tangan saat
payudara terasa penuh.
5) Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan pengetahuan tentang
teknik dan posisi menyusui yang baik.
Jika mastitis pada ibu menyusui tidak dapat diatasi dengan pengobatan
mandiri, atau terjadi pada wanita yang tidak menyusui, dokter dapat
memberikan antibiotik untuk dikonsumsi selama 10–14 hari. Mastitis
umumnya akan membaik dalam waktu 2–3 hari sejak awal pengobatan. Meski
demikian, antibiotik sebaiknya tetap dikonsumsi sampai habis agar infeksi
tidak muncul kembali. Penting untuk diingat bahwa menyusui saat menderita
mastitis aman untuk dilakukan meski ibu sedang mengonsumsi antibiotik. ASI
mengandung antibakteri yang dapat membantu bayi melawan infeksi. Selain
itu, menyusui dapat membantu mengatasi infeksi karena membantu
melancarkan penyumbatan. Sebaliknya, menyapih bayi secara tiba-tiba dapat
memperburuk infeksi.
e. Komplikasi Mastitis
Mastitis yang terlambat ditangani dapat menimbulkan beberapa komplikasi,
yaitu:
1) Abses payudara
Abses yaitu benjolan bernanah yang terbentuk di payudara dan terasa
nyeri. Pada kondisi ini, tindakan operasi kecil diperlukan untuk
mengeluarkan nanah dari dalam payudara.
2) Infeksi jamur
Penggunaan antibiotik secara berlebihan bisa memicu pertumbuhan
jamur secara berlebihan di dalam tubuh. Kondisi ini dapat
menyebabkan infeksi jamur pada payudara, yang ditandai dengan
puting kemerahan, serta nyeri dan panas di payudara.
f. Pencegahan Mastitis
Ada beberapa tindakan perawatan payudara yang dapat dilakukan untuk
mencegah mastitis, yaitu:
1) Kompres payudara dengan handuk hangat untuk meningkatkan aliran
ASI.
2) Gunakan teknik atau posisi yang berbeda ketika menyusui.
3) Gunakan payudara secara bergantian ketika sedang menyusui.
4) Kosongkan payudara sepenuhnya ketika sedang menyusui untuk
mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran ASI.
5) Gunakan alat pompa ASI untuk mengosongkan payudara jika bayi
sudah berhenti menyusu dan payudara belum sepenuhnya kosong.
6) Jangan mengubah jadwal menyusui secara mendadak.
7) Hindari penggunaan sabun ketika membersihkan puting.
8) Pijat payudara secara teratur untuk memperlancar saluran ASI.
9) Pastikan payudara selalu kering dengan mengganti bra atau bantalan
payudara bila sudah basah.
10) Perbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi.
11) Hindari penggunaan bra yang terlalu ketat.
12) Cuci tangan dan bersihkan puting sebelum dan setelah menyusui.
7. Mioma Uteri
a. Pengertian mioma uteri
1) Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri,
bulat, keras, berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar
terdiri atas otot polos dengan beberapa jaringan ikat. Kira-kira 95%
berasal dari korpus uteri dan 5% dari serviks. Hanya kadang-kadang
saja berasal dari tuba fallopi atau ligamentum rotundum. Mioma uteri
adalah tumor pelvis yang paling sering terjadi pada kira-kira 25%
wanita kulit putih dan 50% kulit hitam pada umur 50 tahun (Benson &
Pernoll, 2008: 548).
2) Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium dan
merupakan tumor jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun.
Angka kejadiannya diperkirakan 3 dari 10 wanita berusia > 30 tahun
menderita mioma uteri ( Endjun, 2008 : 271).
3) Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari selsel
jaringan otot polos jaringan fibroid dan kolagen (Nurarif & Hardi,
2013: 445).
4) Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot
polos rahim. Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan di usia
reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti
(Anwar, 2011 :274).
5) Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menopangnya (Unicef, 2013).
6) Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang
disebut juga dengan mioma uteri atau uterin fibroid. Mioma uteri
umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun (Marmi, 2010).
7) Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih
sering muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis
tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim,
pada otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim
sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada
wanita di atas usia 30 tahun (Irianto, 2015)
(unismuh, 2017)
8. Endometritis
a. Pengertian endometriosis
Secara klasik pada awal defenisi endometriosis adalah terdapat jaringan
endometrium, baik kelenjar maupun stroma, di luar uterus. Pada dekade
berikutnya endometriosis digambarkan sebagai penyakit yang
menyebabkannyeri dan membutuhkan tindakan oprasi. Introduksi alat
endoskopik pada tahun 1960 membawa perubahan gambaran endometriosis
dan kemudian dikenal lesi endometriosis black-puckered yang banyak
didapatkan pada perempuan dengan keluhan nyeri dan infertilitas. Di tahun
1980 istilah non-pigmented atau subtle endometriosis diperkenalkan, yaitu lesi
endometriosis kecil, superfisial, tanpa warna hitam hemosiderin, tidak
dikelilingi sklerosis tetapi aktif, misal white vesicle, flame like lesion dan
selanjutnya dikenal dengan istilah endometriosis mikroskopis. Tahun 1990
perhatian mulai tertuju pada deep infiltrating endometriosis yaitu lesi
endometriosis yang infiltrasi masuk dalam di bawah peritoneum dan tidak
selalu ditemukan dengan laparoskopi.
Rasa sakit saat buang air besar dan kecil juga dirasakan sebagian pengidap
endometriosis saat buang air besar dan kecil, maupun saat berhubungan intim.
Selain itu, perdarahan di urine atau tinja dan perdarhan menstruasi yang
berlebihan juga bisa terjadi pada pengidap endometriosis. Pengaruh
endometriosis berbeda-beda pada setiap wanita, bahkan pada beberapa kasus
ada yang tidak merasakan gejala sama sekali. Hal yang perlu diperhatikan
adalah rasa sakit luar biasa saat datang bulan. Jika muncul rasa sakit yang
tidak biasa, sebaiknya langsung menghubungi dokter.
(HaloDoc, 2019)
c. Penyebab endometriosis
Belum diketahui apa yang menyebabkan endometriosis. Namun, ada dugaan
endometriosis dipicu oleh beberapa kondisi berikut:
1) Retrograde menstruation
Retrograde menstruation adalah kondisi ketika darah menstruasi tidak
mengalir keluar tubuh melalui vagina, tetapi berbalik arah dan masuk
ke rongga panggul melalui saluran indung telur (tuba falopi). Kondisi
tersebut menyebabkan sel endometrium menempel ke dinding panggul
dan permukaan organ panggul. Sel-sel tersebut kemudian akan terus
tumbuh, menebal, dan menyebabkan perdarahan selama siklus
menstruasi.
2) Gangguan sistem kekebalan tubuh
Pada kondisi ini, sistem kekebalan tubuh gagal mengenali dan
menyerang sel endometrium yang secara keliru tumbuh di luar rahim.
3) Perubahan sel yang belum matang
Sel-sel yang belum matang dapat berubah menjadi sel endometrium
selama masa pubertas. Hal tersebut dapat terjadi akibat perubahan
hormon di dalam tubuh, salah satunya hormon estrogen.
4) Perubahan sel peritoneum
Peritoneum adalah selaput yang melapisi bagian dalam perut. Ada
dugaan bahwa sel peritoneum bisa berubah menjadi sel endometrium
bila dipengaruhi hormon atau sistem kekebalan tubuh.
5) Perpindahan sel endometrium
Pada kondisi ini, sel endometrium dapat berpindah ke bagian tubuh
lain melalui darah, serta sistem getah bening, yaitu bagian utama dalam
sistem kekebalan tubuh.
6) Operasi
Prosedur seperti operasi caesar dan histerektomi, dapat menyebabkan
sel endometrium menempel di area bekas sayatan sehingga terjadi
endometriosis.
(HaloDoc, 2021)
d. Pencegahan endometriosis
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencegah atau menurunkan resiko
seorang wanita terkena endometriosis sejak usia dini.
1) Menurunkan Tingkat Estrogen
Saat orang terkena endometriosis dokter akan memberikan resep untuk
menurunkan kadar estrogen. Nah agar bisa mencegah terjadinya
kondisi tersebut artinya perlu menurunkan tingkat estrogen. Dokter
biasanya akan menggunakan pil KB atau cincin vagina dengan
estrogen yang rendah. Biasanya juga akan memberikan terapi
hormonal untuk meredakan nyeri. Rasa nyeri tersebut biasanya
merupakan efek dari tubuh yang sedang mengkonsumsi hormone.
2) Olahraga dan Menjaga Pola Hidup Sehat
Cara pencegahan endometriosis lain adalah dengan rutin melakukan
olahraga. Olahraga adalah salah satu cara sehat untuk menjaga
kesehatan tubuh. Olahraga yang bisa dilakukan seperti lari, bersepeda,
sejenis latihan cardio exercise dan yoga. Jika tubuh sudah dibiasakan
melakukan olahraga sejak usia dini, paling tidak 30 menit setiap
harinya, resiko tubuh terkena endometriosis bisa ditekan bahkan bisa
dihindari. Tidak hanya itu, pola hidup sehat juga sangat dianjurkan
untuk diterapkan. Dengan asupan makanan yang bernutrisi dan sehat,
istirahat yang cukup, minum air putih yang cukup, dan olahraga, tubuh
bisa menjadi lebih sehat dan bugar. Akibatnya, penyakit seperti
endometriosis pun juga bisa dicegah dengan lebih optimal.
3) Menghindari Alkohol
Alkohol adalah salah satu jenis minuman yang tidak baik untuk
kesehatan tubuh seseorang terutama wanita. Sebab, minuman ini bisa
meningkatkan jumlah estrogen yang ada dalam tubuh. Semakin sering
mengkonsumsi alkohol maka semakin besar peluang tubuh untuk
terkena endometriosis.
4) Mengurangi Kafein
Cara mencegah endometriosis yang terakhir adalah dengan
mengurangi kafein. Bukan hanya minuman beralkohol saja, minuman
yang mengandung banyak kafein juga tidak baik untuk kesehatan
rahim pada wanita. Minuman dengan kafein ini memperbesar
seseorang terkena endometriosis karena sama dengan alkohol, kafein
membuat produksi esterogen dalam tubuh jadi lebih tinggi. Lebih baik
untuk mencegah endometriosis perbanyak minum air putih atau jus
buah segar saja yang jauh lebih menyehatkan.
(HaloDoc, 2021)
e. Penanganan endometriosis
Pengobatan endometriosis bertujuan untuk meredakan gejala, memperlambat
pertumbuhan jaringan endometrium di luar rahim, meningkatkan kesuburan,
dan mencegah endometriosis kambuh. Metode pengobatan endometriosis akan
dilakukan berdasarkan usia, tingkat keparahan gejala dan penyakit, serta
keinginan pasien untuk memiliki anak atau tidak. Beberapa metode
pengobatannya adalah:
1) Obat-obatan
Dokter dapat memberikan obat pereda nyeri untuk meredakan nyeri
akibat endometriosis. Obat yang dapat diberikan adalah
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti diclofenac atau
ibuprofen.
2) Terapi Hormon
Terapi hormon bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan jaringan
endometriosis, dengan membatasi atau menghentikan produksi hormon
estrogen. Meski demikian, terapi hormon tidak dapat meningkatkan
kesuburan dan mencegah komplikasi seperti adhesi atau perlengketan.
Beberapa terapi hormon yang digunakan untuk mengobati
endometriosis adalah:
a) Kontrasepsi hormonal, seperti pil KB, KB implan, KB suntik,
atau spiral (IUD), untuk menghambat proses penebalan
jaringan endometrium dan meredakan nyeri
b) Obat untuk menurunkan kadar estrogen, seperti anastrozole,
letrozole, dan exemestane
c) Analog hormon pelepas gonadotropin (Gn-RH), seperti
goserelin, untuk memicu kondisi yang menyerupai menopause
dengan menghambat produksi hormon
d) Progestogen, seperti norethisterone, untuk mencegah proses
ovulasi, yaitu keluarnya sel telur dari ovarium ke tuba falopi,
sehingga memicu penyusutan endometriosis
e) Danazol, untuk menurunkan produksi hormon yang dihasilkan
indung telur, yaitu estrogen dan progesteron, sehingga
mewujudkan kondisi serupa menopause
3) Operasi
Operasi dilakukan bila metode di atas sudah tidak efektif dalam
mengobati endometriosis. Operasi bertujuan untuk mengangkat
jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim. Selain itu, operasi
juga dapat meningkatkan kesuburan pasien. Sejumlah prosedur operasi
untuk mengatasi endometriosis adalah:
a) Laparoskopi
Pada pasien yang masih ingin memiliki keturunan tetapi
merasakan nyeri parah, dokter akan menyarankan laparoskopi
atau operasi lubang kunci. Melalui laparoskopi, dokter akan
mengangkat jaringan endometriosis dan membakar jaringan
tersebut menggunakan laser atau arus listrik.
b) Laparotomi
Laparotomi dilakukan bila endometriosis sudah sangat parah
dan ukurannya cukup besar. Pada prosedur ini, dokter akan
membuat sayatan lebar di area perut untuk mengakses organ
yang terkena dan mengangkat jaringan endometriosis.
c) Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim, leher rahim
(serviks), dan kedua ovarium. Histerektomi dapat memicu
menopause dini dan menyebabkan pasien tidak bisa hamil lagi.
Oleh sebab itu, prosedur ini hanya dilakukan sebagai pilihan
terakhir.
(HaloDoc, 2021)
d. Penyebab PCOS
Penyebab utama PCOS sampai saat ini masih belum diketahui. Namun,
beberapa faktor seperti faktor genetik dikaitkan oleh para ahli sebagai salah
satu penyebabnya. Faktor genetik ini dikaitkan dengan terjadinya peningkatan
androgen yang tinggi pada perempuan pengidap PCOS. Androgen sering
disebut hormon laki-laki karena merupakan hormon yang dominan pada laki-
laki, sedangkan pada perempuan hormon ini hanya diproduksi dalam jumlah
yang sedikit. Androgen bertugas untuk mengendalikan perkembangan fitur-
fitur maskulin, seperti kebotakan androgen atau pola kebotakan laki-laki.
Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan hormon bisa terjadi, ketika
seorang perempuan mengidap PCOS. Ketidakseimbangan hormon tersebut
terjadi karena produksi androgen menjadi lebih banyak dari kadar androgen
normal dalam tubuh perempuan. Hormon androgen yang tidak seimbang
tersebut menyebabkan pertumbuhan rambut tidak normal dan jerawat, selain
kondisi tersebut, perempuan juga tidak dapat melepaskan ovum dari ovarium
setiap menstruasi.
Selain kadar androgen yang tinggi, perempuan dengan PCOS juga cenderung
memiliki kadar insulin yang tinggi, terutama ia dengan berat badan lebih atau
memiliki riwayat diabetes mellitus pada keluarga. Insulin merupakan hormon
yang bertugas untuk mengatur karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh untuk
dijadikan energi. Sementara resistensi insulin adalah kondisi di mana tubuh
tidak dapat merespon insulin secara normal, sehingga terjadi peningkatan
kadar glukosa dan insulin dalam darah. Kelebihan insulin mengakibatkan
produksi hormon androgen meningkat, hal ini dapat mengganggu proses
ovulasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan PCOS
memiliki sebuah tipe dari peradangan derajat ringan yang menyebabkan
ovarium untuk memproduksi androgen, serta menyebabkan masalah jantung
dan pembuluh darah.
e. Pencegahan PCOS
Terjadinya PCOS tidak dapat dicegah karena belum diketahui secara pasti
penyebab utamanya. Sementara pengendalian faktor risiko bisa dilakukan agar
komplikasi PCOS bisa dicegah.
f. Pengobatan PCOS
Tidak ada tatalaksana yang diketahui dapat menyembuhkan PCOS, tetapi
tatalaksana berfokus pada meredakan gejala serta menghindarkan pengidap
dari konsekuensi jangka panjang seperti diabetes dan penyakit jantung.
Tatalaksana juga ditujukan pada usaha terjadinya konsepsi. Seperti yang sudah
dijelaskan, kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan risiko PCOS dan
memperburuk PCOS yang sudah terjadi. Maka, perempuan dengan PCOS
sangat dianjurkan untuk olahraga sebagai salah satu metode terapi.
Menurunkan berat badan sebanyak 5-10 persen dapat meringankan gejala dan
membantu siklus menstruasi lebih teratur, serta membantu mengendalikan
kadar gula darah dan ovulasi.
2) Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan kanker yang menggunakan
sinar X atau sinar proton dengan radiasi tinggi untuk membunuh sel
kanker. Pada kanker serviks stadium awal, radioterapi bisa dilakukan
sebagai terapi tunggal atau dijalankan bersama prosedur bedah.
Radioterapi juga dapat dikombinasikan dengan kemoterapi untuk
mengendalikan nyeri dan perdarahan pada kanker serviks stadium
lanjut. Radioterapi bisa diberikan dengan 3 cara, yaitu:
Menembakkan gelombang berenergi tinggi ke area panggul
pasien untuk menghancurkan sel kanker (radioterapi eksternal
atau external beam radiation therapy; ERBT)
Memasukkan implan radioaktif melalui vagina untuk
ditempatkan langsung di sel kanker atau di dekatnya
(radioterapi internal atau brakiterapi)
Mengombinasikan EBRT dan brakiterapi
EBRT umumnya dilakukan 5 hari selama 5 minggu. EBRT bisa
diberikan sebagai terapi tunggal pada pasien yang tidak dapat
menjalani kemoterapi dan bedah, tapi juga dapat dikombinasikan
dengan pemberian obat kemoterapi dosis rendah, seperti cisplatin.
3) Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat antikanker dalam bentuk minum
atau suntik. Obat ini dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke
seluruh tubuh sehingga sangat efektif dalam membunuh sel kanker di
berbagai area tubuh. Umumnya, kemoterapi dikombinasikan dengan
radioterapi. Metode ini disebut juga kemoradiasi. Contoh obat yang
digunakan dalam kemoradiasi adalah cisplatin. Obat ini dapat
diberikan setiap minggu sebagai obat tunggal. Cisplatin bisa juga
diberikan bersama 5-fluorouracil tiap 4 minggu selama pasien
menjalani radioterapi.
Perlu diketahui, obat kemoterapi dapat merusak ginjal. Oleh sebab itu,
penting bagi pasien yang menjalani kemoterapi untuk melakukan tes
darah secara berkala agar kondisi ginjal selalu terpantau.
4) Terapi Target
Terapi target adalah pemberian obat kemoterapi yang dapat secara
spesifik menghambat pertumbuhan tumor tanpa memberikan efek
samping pada jaringan yang sehat. Jenis obat yang digunakan dalam
terapi target memiliki fungsi yang berbeda dengan obat kemoterapi
biasa. Salah satu contoh obat terapi target adalah bevacizumab yang
tergolong dalam obat-obatan penghambat angiogenesis. Obat ini
bekerja dengan menghalangi proses pembentukan pembuluh darah
pada tumor, sehingga pertumbuhan tumor dapat terhambat dan tumor
bisa mengecil.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Reproduksi manusia secara vivipar dan fertilisasi secara internal (di dalam
tubuh), oleh karena itu memiliki alat-alat reproduksi yang mendukung fungsi tersebut.
Alat-alat reproduksi tersebut dibagi menjadi alat-alat reproduksi bagian dalam dan
alat-alat reproduksi bagian luar yang masing-masing alat reproduksi telah disebutkan
dan dijelaskan dalam makalah ini.
Untuk itu memiliki gangguan atau gangguan pada salah satu sistem
Reproduksi dapat berakibat buruk pada hidup dan keturunan kita. Selain itu dalam
makalah ini juga membahas sedikit tentang proses terjadinya dan penyebab kelainan
dan gangguan sistem Reproduksi.
B. Saran
Dalam pembelajarn ini mahasiswa perlu memberikan perhatian yang lebih lagi
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang gangguan pada sistem reproduksi
dan dalam menyusun makalah ini kami berharap dapat memberikan semua pihak atau
setiap manfaat bagi setiap kelompok. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu, saran dan kritik dari semua
kelompok kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendarto, Hendi. 2015. ENDOMETRIOSIS dari aspek teeori sampai penanganan klinis.
Surabaya: Airlangga University Press
Alam Syamsir, Hadi Broto Iwan. 2007. ENDOMETRIOSIS. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/172/jtptunimus-gdl-anggunnusa-8560-3-5.babi-y.pdf
https://www.pacificcross.co.id/wp-content/uploads/2020/12/Mioma-Uteri-Website.pdf
https://www.halodoc.com/kesehatan/mioma-uteri
https://www.halodoc.com/kesehatan/sindrom-polikistik-ovarium
https://www.halodoc.com/kesehatan/radang-panggul
https://www.alodokter.com/keputihan
https://www.alodokter.com/vaginitis
https://www.alodokter.com/kista-bartholin
https://www.alodokter.com/mengenal-penyebab-vulvovaginitis-beserta-gejala-dan-
pengobatannya
https://www.alodokter.com/fibroadenoma
https://www.alodokter.com/infeksi-payudara
https://www.alodokter.com/penyakit-menular-seksual-pms