Anda di halaman 1dari 3

Penulis : Hernindya Tyas Rahmawati

Konflik China dan Filipina di Laut China Selatan

Konflik antara China dan Filipina diawali dari sengketa kepemilikan lima puluh pulau
di Kepulauan Spratly di kawasan Laut China Selatan. Sengketa tersebut tidak hanya terjadi
antara China dan Filipina, melainkan juga melibatkan Taiwan, Vietnam, Malaysia, dan
Brunei Darussalam. Kedaulatan terhadap pulau-pulau tersebut penting bagi negara bukan
karena nilai intrinsiknya, melainkan karena sumber daya laut yang ada di kawasan tersebut,
seperti perikanan dan hidrokarbon (minyak dan gas) (Shiying, 1993 dalam Storey, 1999).
Dalam hal ini, China mengklaim kepulauan tersebut sebagai bagian dari territorial China
berdasarkan peta yang digambar pada masa Dinasti Han (206 SM – 220) yang menunjukkan
bahwa Kepulauan Spratly adalah bagian dari kekuasaan Dinasti Han dan banyak ditemukan
artefak bersejarah di kepulauan tersebut yang menunjukkan bahwa China pernah tinggal di
Kepulauan Spratly. Di sisi lain, klaim yang diberikan Filipina berdasar pada klaim Thomas
Cloma, seorang pengusaha asal Filipina, terhadap Kalayaans1. Pada tahun 1974,
kepemilikanatas Kalayaans “diberikan” kepada pemerintah Filipina dan pada tahun 1978,
Kalayaans ditetapkan sebagai bagian dari teritori Filipina berdasarkan atas dekrit presiden.
Walaupun Filipina baru menetapkan Kalayaans sebagai bagian dari teritori negaranya pada
1978, Filipina sudah memposisikan personil militernya di delapan pulau di Kalayaans sejak
1956 (Storey, 1999).
Hubungan antara China dan Filipina pada tahun 2010-an didominasi oleh sengketa
wilayah di kawasan Laut Filipina Barat yang semakin meningkat sejak adanya pendudukan
ilegal, pembangunan infrastruktur, dan pelanggaran batas wilayah ZEE Filipina yang
dilakukan oleh Tiongkok. Filipina kemudian melayangkan permintaan arbitrase terhadap
China di bawah UNCLOS (United National Convention on the Law of the Sea) pada Januari
2013 untuk menentang klaim China atas wilayah perairan Laut Tiongkok Selatan (FSI, n.d.).
Namun, sengketa tersebut tidak menghalangi kerjasama kedua negara di bidang lain, seperti
perdagangan, pariwisata, dan pertukaran budaya. Bahkan, sejak masa pemerintahan Presiden
Rodrigo Duterte pada tahun 2016, Filipina menunjukkan kebijakan yang anti-Amerika
Serikat (AS) dan pro-Tiongkok. Bahkan, Duterte juga menyampaikan dukungannya terhadap
investasi Belt Road Initiative China, menghentikan pelatihan militer bersama dengan AS, dan
1
Kalayaans merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan lima puluh pulau yang diklaim oleh Filipina,
terletak 240 mil di bagian barat Pulau Palawan. Istilah tersebut digunakan untuk membedakan Kalayaans
dengan Kepulauan Spratly secara keseluruhan.
menyebut China sebagai “teman baik” (Grossman, 2021). Akan tetapi, pada 3 Mei 2021,
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr. mengunggah tweet dengan menggunakan
bahasa yang eksplisit yang berisi tuntutan kepada China untuk menghentikan aktivitasnya di
Laut Tiongkok Selatan yang terkesan agresif (Safitri, 2021). Hal tersebut menandai
berakhirnya upaya resolusi konflik secara damai, dimana sejak tahun 2016, Filipina sudah
melayangkan 78 protes diplomatis kepada China terkait aktivitas China di Laut China
Selatan, mulai dari jumlah, frekuensi, dan jarak gangguan yang dilakukan (Reuters, 2021).
Komentar Locsin juga dilihat sebagai respon terhadap kebijakan yang dikeluarkan
oleh China untuk melarang nelayan non-China memancing di kawasan Laut China Selatan
yang dianggap sebagai bagian dari teritori China terhitung sejak 1 Mei hingga 16 Agustus
2021. Filipina menyatakan bahwa larangan unilateral di kawasan Asia Tenggara tersebut
seharusnya tidak berlaku bagi negara-negara Asia Tenggara, terlebih karena kawasan tersebut
jauh dari teritori daratan China. Selain itu, kebijakan China dalam melarang nelayan untuk
memancing di area perairan Laut China Selatan dinilai mengganggu kedaulatan negara-
negara Asia Tenggara dan melebihi batas wilayah laut China berdasarkan UNCLOS dan
hukum internasional (Yap, 2021). Menanggapi hal tersebut, Filipina beserta negara-negara
Asia Tenggara lainnya sepakat untuk melaksanakan patroli dan pelatihan militer maritime
secara bergantian dalam ZEE Asia Tenggara, serta menolak maneuver berbahaya yang
dilakukan oleh Chinese Coast Guard di Sabina Shoal, 130 mil dari Pulau Palawan. Namun,
Menteri Luar Negeri China Wang Wenbin justru menuntut Filipina untuk menghormati
kedaulatan dan yurisdiksi China, serta berhenti melakukan aktivitas yang dapat memperburuk
situasi di antara keduanya (The Japan Times, 2021).
Adanya sikap China yang agresif di Laut China Selatan menyebabkan tensi politik
domestik di Filipina. Masyarakat menuntut pemerintah Filipina untuk secara jelas menolak
larangan China karena dua juta penduduk Filipina bergantung pada industry perikanan dalam
kehidupannya. Pemerintah pun memberi timbal balik dalam bentuk pengiriman kapal penjaga
secara transparan dan mendorong nelayan untuk melanjutkan aktivitasnya di laut (Jennings,
2021). Walaupun demikian, Duterte menyatakan bahwa Filipina akan tetap membina
hubungan bilateral dengan China karena kebijakan China untuk memberikan investasi,
bantuan, dan pinjaman senilai miliaran dollar AS.

Referensi
FSI. (n.d.). Philippines-China Relations: Beyond the Territoral Disputes. Retrieved May 20,
2021, from https://www.fsi.gov.ph/philippines-china-relations-beyond-the-territoral-
disputes/
Grossman, D. (2021, May 6). China Has Lost the Philippines Despite Duterte’s Best Efforts.
RAND. https://www.rand.org/blog/2021/05/china-has-lost-the-philippines-despite-
dutertes-best.html
Holley, D. (1988, April 17). Aquino Heads Home With China Vow of Support. Los Angeles
Times. https://www.latimes.com/archives/la-xpm-1988-04-17-mn-2134-story.html
Jennings, R. (2021, May 14). Philippines Ignores China Fishing Ban in Disputed Waters.
Voice of America. https://www.voanews.com/east-asia-pacific/philippines-ignores-
china-fishing-ban-disputed-waters
Reuters. (2021, May 4). Philippines foreign minister issues expletive-laced tweet over China
sea dispute. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/philippines-foreign-minister-
issues-expletive-laced-tweet-over-china-sea-dispute-2021-05-03/
Safitri, E. (2021, May 4). China Respons Sumpah Serapah Menlu Filipina soal Kapal di LCS.
Detik News. https://news.detik.com/internasional/d-5558044/china-respons-sumpah-
serapah-menlu-filipina-soal-kapal-di-lcs?_ga=2.131390732.265447689.1620222900-
488701574.1608082268
Storey, I. J. (1999). Assertiveness: China, the Philippines and the South China Sea Dispute.
Contemporary Southeast Asia, 21(1), 95–118. https://jstor.org/stable/25798443
The Japan Times. (2021, May 5). Philippines rejects China fishing ban and wards off
Chinese vessels. https://www.japantimes.co.jp/news/2021/05/05/asia-pacific/philippines-
china-fishing-ban/
Yap, C. (2021, May 19). Philippines Protests China’s Fishing Ban in South China Sea.
Bloomberg. https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-05-19/philippines-protests-
china-s-fishing-ban-in-south-china-sea

Anda mungkin juga menyukai