Anda di halaman 1dari 90

PENGANTAR

PENGANTA
R
LATAR BELAKANG
 Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya
mengelola risiko K3 untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja secara
komprehensif, terencana dan terstruktur
dalam suatu kesisteman yang baik.
 Manajemen risiko K3 berkaitan dengan
bahaya dan risiko yang ada di tempat bkerja
yang dapat menimbulkan kerugian.
 Jika tidak dikendalikan, risiko K3 dapat
mengancam kelangsungan usaha.
BENCANA INDUSTRI
 Union Carbide, Bhopal India, 3 Desember 1984,
kebocoran gas methyl isocyanat, 2.500 korban;
 Chernobyl, Rusia, reaktor nuklir bocor, pencemaran
radiasi, dampaknya dirasakan 40 tahun kemudian;
 Anjungan Lepas Pantai Piper Alpha, Laut Utara, 6 Juli
1988, peledakan dan kebakaran, 167 meninggal;
 Kapal tanker, Exxon Valdez, ratusan ribu barel minyak
mentah tumpah ke pesisir pantai Alaska, bencana
ekologi dan kerugian finansial mencapai US $ 1 milyar.
 Kasus lumpur panas Lapindo Brantas.
 Peledakan pabrik korek api gas di Binjai Sumatera
Utara.
 Kebakaran pabrik petasan di Tangerang, Banten.
PERKEMBANGAN MANAJEMEN RISIKO
 Manajemen risko K3 telah berkembang sejak lama.
Pada Tahun 1970 British safety Council di Inggris
mendirikan Institute of Risk Management untuk
mengembangkan dan melakukan pembinaan terhadap
ahli-ahli K3 mengenai manajemen risiko.
 Sebelumnya, manajemen risiko K3 telah diaplikasikan
di lingkungan asuransi untuk menentukan tingkat
pertanggungan dan premi asuransi.
 Lembaga asuransi memiliki hubungan dengan
lembaga penilai risiko (Risk Survey) yang melakukan
analisa risiko terhadap perusahaan-perusahaan yang
akan mempertanggungjawabkan assetnya.
 Keberadaan institusi ini turut mendorong
perkembangan manajemen risiko dan K3 di
lingkungan industri.
HUBUNGAN MANAJEMEN RISIKO DAN K3
 Masalah K3 adalah masalah yang bersifat multi
disiplin dan menyangkut berbagai aspek, bukan
hanya operasional, sehingga risiko yang berkaitan
dengan K3 dikelompkkan tersendiri dalam
Manajemen Risiko K3 (Occupational Health and
Safety Risk management).
 Timbulnya K3 dalam manajemen karena adanya
risiko yang mengancam keselamatan pekerja,
sarana, dan lingkungan kerja.
 Keberadaan risiko dalam kegiatan perusahaan
mendorong perlunya upaya keselamatan untuk
mengendalikan semua risiko yang ada.
 Dengan demikian, risiko adalah bagian tidak
terpisahkan dengan manajemen K3.
MANAJEMEN RISIKO DALAM SMK3
 Dalam OHSAS 18001, manajemen risiko
merupakan elemen inti yang terdapat di dalam
Klausul 4.3.1 : The organization shall establish
and maintain procedures for the ongoing
identification of hazards, the assessment of
risks, and determine the control measures.
 Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah
upaya terpadu untuk mengelola risiko yang
ada dalam aktivitas perusahaan.
 Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko
terbagi atas 3 bagian yaitu Hazaed
Identification, Risk Assessment, dan Risk
Control.
Dalam sistem manajemen K3 (SMK3),
terdapat 3 (tiga) unsur yang saling
terkait, yaitu :
 Isu K3 yang berkaitan erat dengan
risiko yang ada dalam perusahaan;
 Elemen atau program untuk menjawab
isu atau risiko yang ada;
 Proses manajemen untuk mengelola
sistem manajemen yang dikenal
dengan PDCA ( Plan-Do-Check-Action),
yaitu proses perencanaan, penerapan,
pengukuran dan pemantauan, serta
tindak lanjut menuju peningkatan
• Manajemen Risiko merupakan unsur pokok dan
merupakan bagian integral dari sistem
manajemen K3.
• Sistem manajemen K3 dimulai dengan
menetapkan komitmen dan kebijakan K3 oleh
manajemen puncak yang merupakan landasan
dan arah penerapan K3 dalam perusahaan.
• Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan
yang baik yang meliputi Identifikasi bahaya,
penilaian dan pengendalian risiko (HIRAC) yang
merupakan bagian dari manajemen risiko.
• Program K3 harus mampu menjawab isu yang
ditemukan dalam HIRAC yang digunakan
sebagai dasar menentukan obyektif dan target
serta program K3 yang jelas dan terukur.
KEBIJAKAN dan KOMITMEN

PENGENDALI INVESTIGAS PERSYARAT


PEMBINAAN
AN I AN
KOMPETENSI
OPERASI KEJADIAN LEGAL

PEMANT
AUAN
H R R TUJUAN
DAN
PROGRA DAN
M KERJA TINJAUA
I A C SASARA
K3 N
RISK N K3
MANAG
MANAGEMENT EMEN

KOMUNIKA DOKUMENT DATA


REGULASI
SI ASI CONTROL
Proses Penerapan Manajemen Risiko Dalam
Manajemen K3
BEBERAPA STANDAR MANAJEMEN RISIKO

• Australia dan New Zeland : AZ/NZS


4360:2004
• Canada : Can/CSA ch850-97
• Jepang : JIS Q 2001
• Amerika Serikat : NFPA 1600 dan
COSO.Firm Integrated Frame Work;
• United Kingdom : BS 6079-3 : 2000
• ISO : 31000 : Risk manajemen-Guidline
principles and implementation of risk
management.
• Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya
mengelola risiko K3 untuk mencegah
terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan
secara komprehensif, terencana, dan
terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik;
• Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya
dan risiko yang ada di tempat kerja yang dapat
menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
• AS/NZS 4360 : Risk Management Standart.
Manajemen Risiko dalah : The culture, process
and structure that are directed toward the
efective management of potential
opportunities and adverse effects”.
• “Penerapan secara sistematis dari kebijakan
manajemen, prosedur, dan aktivitas dalam
kegiatan identifikasi bahaya, analisa,
penilaian, penanganan dan pemantauan,
serta reiew (peninjauan ulang) terhadap
risiko”. (SMK3 Ditjen PPK)

• “Suatu upaya mengelola risiko K3 untuk


mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak
diinginkan secara komprehensif, terencana,
dan terstruktur dalam suatu kesisteman
yang baik”. (Soehatman Ramli).
Manfaat :
• Menjamin kelangsungan usaha dengan
mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang
mengandung bahaya;
• Menekan biaya untuk penanggulangan
kejadian yang tidak diinginkan;
• Menimbulkan rasa aman dikalangan
pemegang saham mengenai kelangsungan
dan keamanan investasi;
• Meningkatkan pemahaman dan kesadaran
mengenai risiko operasi bagin setiap unsur
dalam organisasi/perusahaan;
• Memenuhi persyaratan perundangan yang
berlaku.
Jenis Risiko :
 Risiko finasial;
 Risiko pasar;
 Risiko alam;
 Risiko operasional;
 Rsiko ketenagakerjaan dan sosial;
 Rsiko kemanan;
 Rsiko sosial.
Proses Manajemen Risiko :
Menurut AZ/NZS 4360 tentang Standar
Manajemen Risiko, prosed manajemen
risiko mencakup langkah :
 Menentukan konteks;
 Identifikasi risiko;
 Penilaian risiko (analisa risiko dan
evaluasi risiko);
 Pengendalian risiko;
 Komunikasi dan konsultasi;
 Pemantauan dan tinjau ulang.
PROSES MANAJEMEN
RISIKO
Pemantapan Konteks :
- Konteks Strategi M
- Konteks Organisasi O
- Konteks Pengelolaan N
Risiko I
- Kriteria risiko T
O
Pengembangan R
Identifikasi Risko
Kriteria
D
Analisa Risko, A
Evaluasi dan Penentuan N

R
Penilaian Risko E
V
I
E
Pengendalian Risko W
A. Pemantapan Konteks
1. Konteks strategi (menggunakan analisa situsi SWOT) :
Strength : faktor positif yang ada secara internal pada
suatu unit.
Weakness : Faktor lemah yang ada secara internal
pada suatu unit.
Opportunity : Kesempatan pada suatu unit.
Threats : Tantangan eksternal pada suatu unit.
2. Konteks organisasi
Organisasi yang terlibat dalam kegiatan (proyek), baik
internal maupun eksternal (masyarakat, pemerintah, dll.).
3. Konteks pengelolaan risiko
Gambaran tentang risiko yang akan dihadapi, misalnya
ledakan gas yang kemungkinan berakhir dengan
kebakaran.
B. Identifikasi Bahaya/Risiko
Merupakan tahapan yang dapat memberikan informasi
secara menyeluruh dan mendetail mengenai risiko yang
ditemukan dengan menjelaskan konsekuensi dari yang
paling ringan sampai yang paling berat.

Pada tahap ini harus dapat mengidentifikasi hazard


(bahaya) yang dapat diramalkan yang timbul dari semua
kegiatan yang berpotensi.

Keberhasilan suatu proses manajemen risiko sangat


ditentukan oleh kemampuan dalam menentukan atau
mengidentifikasi semua bahaya yang ada dalam
kegiatan. Jika semua bahaya berhasil diidentifikasi
dengan lengkap berarti perusahaan akan dapat
melakukan pengelolaan secara komprehensif.
C. Penilaian Risiko :
 Hasil identifikasi bahaya selanjutnya
dianalisa dan dievaluasi untuk
menentukan besarnya risiko dan
tingkat risiko, serta menentukan
apakah risiko tersebut dapat diterima
atau tidak.
D. Pengendalian Risiko :
 Semua risiko yang telah diidentifikasi
dan dinilai tersebut harus
dikendalikan, khususnya jika risiko
tersebut dinilai memiliki dampak
signifikan atau tidak dapat diterima.
Dalam tahap ini dilakukan pemilihan
strategi pengendalian yang tepat
ditinjau dari berbagai aspek, sperti
aspek finasial, praktis, manusia, dan
operasi lainnya.
E. Komunikasi dan Konsultasi :
 Langkah berikutnya adalah
mengkomunikasi-kan risiko atau
bahaya kepada semua pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan
organi-sasi atau perusahaan.
 Hasil atau proses mengembangkan
manaje-men risiko juga
dikonsultasikan ke semua pihak
seperti pekerja, pemasok, dan
lainnya yang kemungkinan
terpengaruh oleh penera-pan
F. Pemantauan dan Tinjau Ulang :
• Proses manajemen risiko harus dipantau
untuk menentukan atau mengetahui adanya
penyimpangan atau kendala dalam pelaksa-
naannya. Pemantauan juga diperlukan untuk
memastikan bahwa sistem manajemen risiko
telah berjalan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
• Dari hasil pemantauan diperoleh berbagai
masukan mengenai penerapan manajemen
risiko. Selanjutnya manajemen melakukan
tinjauan ulang untuk menentukan apakah
proses manajemen risiko telag sesuai dan
menentukan langkah-langkah perbaikannya.
Unsafe
Condition
Unsafe
Action
Safe
Action
RISK
PT. SUKA-SUKA SAYA

A B C D

E F G H

I J K L

Identifikasi semua jenis jabatan atau


pekerjaan pada setiap unit, Contoh Unit A :
1. Montir;
2. Operator Computer;
3. Cleaning Service
Contoh : HOTEL
CLARA
Jl. AP. Pettarani Alauddin

Fly Over

H
I
B
BALL
U
ROOM
R
A
N

HOTEL
Langkah I .
Identifikasi semua jenis Jabatan / Pekerjaan di Clara
Hotel :
1. Security I;
2. Petugas Tiket Parkir;
3. Tukang Parkir;
4. Security / Petugas Valet;
5. Security /Petugas “Metal Detector”;
6. Dor Boy/Girl;
7. Petugas Informasi;
8. Bell Boy/Girl
9. Resepsionis;
10.House Keeper;
11.Loundry;
12.Juru masak;
13.dst…
Semua yang teridentifikasi dituangkan ke dalam Matriks
“HIRAC” secara berurutan. (lihat matriks HIRAC).
Langkah II :
Identifikasi semua “Sumber Potensi Bahaya” pada setiap
Jabatan/pekerjaan tersebut, Misalnya “Hazard” pada pekerjaan
Security I, yakni :
 Alat kerja :
a. Sempritan
b. Pentungan
c. Lampu tangan / Hand Light..
d. dll.
 Bahan kerja : tidak ada
 Cara kerja : Mengatur lalu lintas
 Lingkungan kerja :
a. Emisi Gas Carbon
b. dll
 Manusia (security-nya) :
a. Over Confidence
b. Kelelalahan
c. dll.
Langkah III :
Identifikasi akibat yang ditimbulkan jika potensi
bahaya di atas berubah menjadi peristiwa
kecelakaan / PAK., misalnya :
 Untuk pekerjaan security I
a. Alat kerja “Sempritan” akibat yang bisa
ditimbulkan adalah terkena “jamur”
b. Lingkungan kerja “Emisi Gas Carbon” akibat
yang ditimbulkan adalah mengalami “ISPA”.
c. Cara kerja “Mengatur Lalu Lintas” bahaya yang
ditimbulkan adalah “Tertabrak”, akibatnya
“Meninggal dunia”.
Langkah IV :
Hasil identifikasi pada langkah III disandingkan dengan
matriks pengukuran peluang, akan diperoleh nilai untuk
“P”, yakni :
 Alat kerja “Sempritan” meskipun secara teori bisa kena
jamur karena pemakaian yang lama tanpa upaya
pembersihan, namun secara empiris tidak pernah ada
yang terkena “jamur”. Sehingga sesuai skala, diperoleh
“P” = 1
 Lingkungan kerja “Emisi Gas Carbon”, 3 tahun yang
lalu ada security mengalami “ISPA”. Sehingga sesuai
skala, diperoleh “P” = 4.
 Cara kerja “Mengatur Lalu Lintas” 1 bulan yang lalu
terdapat security yang “Tertabrak”, kemudian
“Meninggal dunia”. Sehingga diperoleh “P” = 5.
Hasil di atas kemudian dituangkan ke dalam Matriks
HIRAC, pada masing-masing kolom Peluang (P).
Untuk mengisi kolom “ƩK”, terlebih dahulu harus
menghitung nilai masing-masing dari 5 variabel
Konsekuensi, yakni :

Menghitung K1.
K1 adalah dampak yang ditimbulkan terhadap
pekerja/buruh (tenaga kerja). Cukup dengan
memperhatikan akibat yang ditimbulkan sebagaimana
pada Langkah IV saat menghitung Peluang, lalu
sandingkan dengan skala pada Tabel 2, maka diperoleh :
 Untuk terkena “jamur”, karena tidak ada peristiwanya,
maka nilai K1-nya adalah 1.
 Untuk yang mengalami “ISPA”. Harus mendapat
perawatan medis, sehingga K1 adalah 2.
 Untuk peristiwa “Tertabrak”, yang menyebabkan 1
(satu) orang “Meninggal dunia”, K1 adalah 5.
Menghitung K2.
K2 adalah dampak yang ditimbulkan terhadap pendapatan
Pekerja/buruh (tenaga kerja) yang mengalami peristiwa
kecelakaan/PAK.
Pendapatan ≠ Upah.
Pendapatan adalah Upah ditambah penghasilan lainnya
pada bulan bersangkutan.
Misalnya :
 Upah sebulan = Rp 3.000.000,-
 Lembur pada bulan rata-rata setiap bulan = Rp
2.500.000,-
 Insentif kinerja setiap bulan = Rp 1.000.000,-
 Maka Pendapatan sebulan adalah = Rp 6.500.000,-

Berdasarkan uraian di atas :


 Untuk peristiwa terkena jamur, karena peristiwanya
tidak pernah ada, maka K2-nya = 1.
 Untuk peristiwa mengalami “ISPA”, karena yang bersangkutan
dirawat selama 8 (delapan) hari, sementara di perusahaan tempat ia
bekerja menganut waktu kerja 5 hari kerja perminggu, maka korban
tidak masuk kerja selama 6 (enam) hari. Ia tetap memperoleh
penghasilan pada bulan tersebut Upah sebesar Rp 3.000.000,-, untuk
Lembur dan Insentif kinerja mengalami pengurangan, karena kedua
kompenen upah ini merupakan komponen tunjangan tidak tetap.
Kekurangannya dihitung sebagai berikut :
a. Untuk lembur, dengan asumsi setiap hari ia memperoleh upah
lembur sebesar Rp 125.000,-. Sementara ia tidak masuk kerja
selama 6 (enam) hari, maka ia kehilangan upah lembur sebesar
Rp750.000,-
b. Untuk Insentif kinerja, dengan asumsi setiap hari ia memperoleh
insentif sebesar Rp 50.000,-. Sementara ia tidak masuk kerja selama
6 (enam) hari, maka ia kehilangan upah lembur sebesar Rp300.000,-
Dengan demikian ia kehilangan pendapatan sebesar Rp 1.050.000,-
atau sebesar 16,2%. Maka sesuai tabel konsekuensi K2 = 3
 Untuk peristiwa “Tertabrak”, yang menyebabkan 1 (satu) orang
“Meninggal dunia”, karena meninggal dunia mengakibat seluruh
pendapat hilang, maka sesuai tabek konsekuensi K2 = 5.
Menghitung K3
K3 adalah dampak/kerugian/kehilangan yang ditimbulkan
terhadap asset perusahaan. Maka penting mengetahui total
asset pada sub unit yang menjadi obyek HIRAC.
Diasumsikan total asset pada unit/sub unit yang menjadi
obyek HIRAC adalah sebesar Rp 7 Milyar.
 Untuk peristiwa terkena jamur, karena peristiwanya tidak
pernah ada, maka K3-nya = 1.
 Untuk peristiwa mengalami “ISPA”, karena yang
bersangkutan dirawat selama 8 (delapan) hari. Ia adalah
peserta program Jamsostek, maka perusahaan tidak
mengeluarkan biaya perawatan. Namaun, perusahaan telah
kehilangan jam kerja orang (Lost Time) selama 64 jam. Jika
satu jam kerja orang tersebut setara dengan Rp 142.857,-
maka kerugian perusahaan adalah sebesar Rp 9.142.848,-.
Sehingga asset perusahaan yang hilang akibat ISPA adalah
sebesar Rp 9.142.848,-. dibagi Rp 7.000.000.000,- dikali
100% adalah sebesar 1,3%, maka K3-nya = 1
Untuk 1 orang security yang meninggal :
Terdapat 1 orang security meninggal dunia karena tertabrak. Maka
perlu menghitung nilai asset seorang security, yakni :
 Upah sebulan security yang bersangkutan adalah Rp
3.000.000,-. Sehingga dalam setahun total upahnya adalah
sebesar Rp 36.000.000,-
 Perusahaan telah mengeluarkan anggaran pelatihan bagi yang
bersangkutan sebesar Rp 100.000.000,-
 Dengan demikian, perusahaan telah menanam investasi sebesar
Rp 136.000.000,- terhadap security yang bersangkutan (Input).
 Sesuai konsep Investasi, diharapkan output yang dihasilkan
adalah sebesar 300% dari Input, yakni Rp 408.000.000,-
 Dengan demikian nilai security sebagai asset perusahaan
adalah input ditambah dengan output yang diharapkan, yakni
sebesar Rp 544.000.000,-
 Sehingga asset perusahaan yang hilang akibat meninggalnya
security tersebut adalah sebesar Rp 544.000.000,- dibagi Rp
7.000.000.000,- dikali 100% adalah sebesar 7%, maka K3-nya =
2
Menghitung K4
K4 adalah dampak/kerugian/kehilangan yang ditimbulkan
terhadap lingkungan.
Pada peristwa di atas, baik terkena jamur, ISPA, maupun
tertabrak tidak menyebabkan kerusakan lingkungan,
sehingga masing K4-nya adalah 1.

Menghitung K5
K5 adalah dampak/kerugian/kehilangan yang ditimbulkan
berupa gangguan usaha.
Untuk menghitung ini, penting mengetahui pengaturan waktu
kerja di perusahaan yang bersangkutan.
Diketahui bahwa secara umum pengaturan waktu kerja
adalah :
 5 hari kerja perminggu, 8 jam perhari dan 40 jam
perminggu; dan
 6 hari kerja perminggu, 7 jam perhari dan 40 jam
perminggu.
Pada tabel 2 : Konsekuensi, cara membaca keterangan kolom
adalah “Dalam 2 x 24 jam terjadi gangguan usaha sebesar…”
Jika waktu kerja di perusahaan adalah 6 hari per minggu, maka
:
 Untuk 1 shift, 100 % adalah 14 jam
 Untuk 2 shift, 100 % adalah 28 jam
 Untuk 3 shift, 100 % adalah 42 jam atau 48 jam
Jika waktu kerja di perusahaan adalah 6 hari per minggu, maka
:
 Untuk 1 shift, 100 % adalah 16 jam
 Untuk 2 shift, 100 % adalah 32 jam
 Untuk 3 shift, 100 % adalah 48 jam

Sehingga K5 untuk :
 Kena Jamur, karena peristiwanya tidak ada, maka K5 adalah
1.
 Mengalami ISPA, meskipun dirawat di RS, namun tidak
menimbulkan gangguan usaha, maka K5 adalah 1
 Meninggal dunia karena tertabrak, akibatnya oleh
polisim dipasangi “Police Line” berakibat aktifitas,
akses ke hotel CLARA terhalang selama 7 jam.
 Bahwa hotel CLARA menerapkan waktu kerja 5 hari
kerja perminggu dan 40 jam perminggu dengan
sistem waktu kerja 3 shift, maka terjadi gangguan
usaha selama 7 dibagi 48 dikali 100% adalah sebesar
14,5 %.
 Dengan demikian gangguan usaha yang terjadi
adalah 2.

Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh ƩK


untuk :
 Terkena “Jamur” adalah sebesar 5
 Meninggal karena “Tertabrak” adalah sebesar 8
 Mengalami “Ispa” adalah sebesar 15
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh Risiko untuk :
 Terkena jamur adalah sebesar R : 1 x 5 = 5;
 Meninggal karena tertabrak adalah sebesar R : 5 x
15 = 75; dan
 Terkena ISPA adalah sebesar R : 4 x 8 = 32

Sehingga diperoleh Rating Risiko sebagai berikut :


 Terkena jamur adalah A;
 Meninggal karena tertabrak adalah D; dan
 Terkena ISPA adalah B.

Anda mungkin juga menyukai