Anda di halaman 1dari 67

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI


PEKERTI KELAS XII SMK MUHAMMADIYAH PARUNG

Proposal
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:
Giri Slamet Santoso (11180110000037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU


TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H /2022 M
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2020
FORM (FR)
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Giri Slamet Santoso


TTL : Bogor, 5 Maret 2000
Jurusan/Prodi : 11180110000037
NIM : Pendidikan Agama Islam
Judul Proposal Skripsi : Penerapan Model Problem Based Learning Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti
Kelas XII SMK Muhammadiyah Parung
Dosen Pembimbing : Dr. Abdul Ghofur, MA

Dengan ini menyatakan bahwa Proposal Skripsi yang saya buat benar-benar hasil
karya sendiri dan saya bertanggung jawab atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Seminar Proposal.

Bogor, 21 Mei 2022


Mahasiswa Ybs

Giri Slamet Santoso


11180110000037

ii
PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI
PEKERTI KELAS XII SMK MUHAMMADIYAH PARUNG

Proposal Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan


Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

Giri Slamet Santoso


11180110000037

Dosen Pembimbing Akademik Dosen Pembimbing Proposal Skripsi

Muhammad Dahlan Dr. Abdul Ghofur, MA


NIP. 196803131999031006 NIP. 196812081997031003

iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING PROPOSAL SKRIPSI
Proposal skripsi yang berjudul Penerapan Model Problem Based Learning Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung. Yang disusun Giri Slamet Santoso NIM.
11180110000037 Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah melalui
bimbingan proposal skripsi dan berhak untuk diujikan pada Seminar Proposal
ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas dan jurusan.

Ciputat, 21 Mei 2022

Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing

Dr. Abdul Ghofur, MA


NIP. 196812081997031003

iv
ABSTRAK
Giri Slamet Santoso (11180110000037). “Penerapan Model Problem Based
Learning Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti
Kelas XII SMK Muhammadiyah Parung”. Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, dunia pendidikan
mengalami perubahan signifikan, terutama perihal penerapan model pembelajaran,
baik dikelas maupun di luar kelas. Problem Based Learning menjadi satu di antara
banyaknya model pembelajaran yang dinilai sesuai dengan kemajuan dunia
pendidikan saat ini. Model pembelajaran ini dapat memberikan stimulus kepada
siswa untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Model
Pembelajaran Problem Based Learning sangat dibutuhkan baik oleh guru sebagai
pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Hal tersebut dikarenakan model
pembelajaran ini bersifat progresif atau dapat diterapkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Guru dapat melakukan inovasi dan kreatifitas dalam
kegiatan pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning.
Model pembelajaran Problem Based Learning dipandang belum banyak diterapkan
oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti khususnya
pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan. Oleh karena itu, pada skripsi saya ini
akan dijelaskan penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning
khususnya di kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan peneltian
tersebut agar dapat mengetahui proses implementasi model pembelajaran Problem
Based Learning pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode analisis
deskriptif.

Kata Kunci: PBL, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat iman, Islam dan ihsan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan sebaik-baiknya dan semoga memberi manfaat bagi yang membaca.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan yang agung
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Proposal skripsi ini disusun dan diajukan untuk mengikuti Seminar Proposal
Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan judul penelitian “Penerapan Model Problem Based Learning Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung”.
Dalam proses penyusunan proposal skripsi ini, banyak tantangan dan
hambatan yang penulis hadapi. Namun, berkat bantuan dan motivasi dari berbagai
pihak, Alhamdulillah proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
sebagai ungkapan rasa hormat yang tulus, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, LC, MA, selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin M. Ag, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abdul Haris M. Ag, Selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam dan Bapak Drs. Rusdi Jamil, M. Ag, selaku sekretaris Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Muhammad Dahlan. Penasehat Akademik yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan.
5. Dr. Abdul Ghofur, MA. Dosen Pembimbing Proposal Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya
untuk memberikan bimbingan kepada penulis, serta senantiasa memberikan

vi
petunjuk, arahan dan nasehat dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen program Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu dan
pengalamannya kepada penulis selama proses pembelajaran di program
Pendidikan Agama Islam.
7. Kedua Orang Tua penulis, Bapak Sadimin dan Ibu Lasmi. Terimakasih untuk
doa, perhatian, pengetahuan dan kesempatan serta segala sesuatu yang telah
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan satu amanah yang
diberikan.
8. Keluarga PAI angkatan 2018 yang telah bersama berjuang untuk terus
kompak serta menjadi teman di awal perjalanan penulis di jalan yang penuh
perjuangan ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala
bantuan dan dukungannya.

Jazakumullah khairan, semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan


kebaikan-Nya untuk kita dan semoga Allah SWT juga senantiasa memberikan
nikmat iman, Islam, kasih sayang serta petunjuk-Nya kepada kita. Penulis menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, dengan kerendahan hati, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak yang membaca
laporan ini. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua
pihak.

Bogor, 21 Mei 2022

Giri Slamet Santoso

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING PROPOSAL SKRIPSI ............ iv

ABSTRAK ..............................................................................................................v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I .....................................................................................................................10

PENDAHULUAN .................................................................................................10

A. Latar Belakang............................................................................................10

B. Identifikasi Masalah ...................................................................................19

C. Pembatasan Masalah ..................................................................................19

D. Perumusan Masalah ...................................................................................20

E. Tujuan Penelitian .......................................................................................20

F. Manfaat Penelitian......................................................................................21

BAB II ...................................................................................................................22

KAJIAN TEORITIS ............................................................................................22

A. Pengertian Pendidikan ...............................................................................22

B. Guru ..........................................................................................................24

C. Peserta Didik ...............................................................................................27

D. Pembelajaran ..............................................................................................29

E. Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pembelajaran


Berbasis Masalah).......................................................................................31

F. Pendidikan Agama Islam ...........................................................................48

G. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah ....................................50

H. Hasil Penelitian yang Relevan ...................................................................53

viii
BAB III ..................................................................................................................55

METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................55

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................55

B. Latar Penelitian (Setting) ...........................................................................55

C. Metodologi Penelitian .................................................................................56

D. Instrumen Penelitian ..................................................................................57

E. Sumber Data ...............................................................................................59

F. Keabsahan Data ..........................................................................................60

G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................61

H. Teknik Analisis Data ..................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................64

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan untuk
dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.1 Pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2
Dalam pengertian yang luas pendidikan adalah kehidupan.
Dalam pengertian yang luas ini pendidikan adalah proses yang dialami manusia
semenjak ia lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan merupakan proses yang
tidak pernah selesai (never ending proces). Proses pendidikan yang pertama
tentunya adalah keluarga. Dalam keluarga ini seseorang memiliki pengalaman
pertamadalam kehidupannya. Setelah itu manusia memasuki fase schooling, sebuah
fase kehidupan yang dialami seseorang di sekolah atau lembaga formal dan
seterusnya. Pada intinya setiap proses yang dialami seseorang dan
mempengaruhinya maka itu dapat disebut sebagai proses pendidikan, kapan saja
dan dimana saja.3
Manusia sebagai makhluk yang istimewa karena diberikan akal yang dengan
akal tersebut mampu membuat suatu karya luar biasa seperti halnya teknologi
komunikasi, transportasi, infrstruktur dan lain sebagainya. Semua itu didasari oleh
kecerdasan manusia yang berasal dari akal. Agar manusia mampu memanfaatkan

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab I Pasal 1.
2
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: ALMA’ARIF,
1962), hlm. 16
3
Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI, 2012), Cet-2, hlm. 92

10
akalnya dengan baik dan benar maka perlu adanya bimbingan terhadap akal
tersebut. Proses membimbing akal agar berfungsi sesuai dengan tujuan penciptaan
akal adalah dengan pendidikan. Dengan pendidikan, manusia mampu mempelajari
dan memahami apa yang ada di alam dunia ini lalu mampu memanfaatkan sumber
daya yang ada di alam dunia dengan tepat. Dengan pendidikan itu juga, manusia
mampu mendapatkan ilmu yang dengan ilmu tersebut pula, manusia bisa menjadi
makhluk yang sangat mulia.
Pendidikan merupakan substansi dalam membentuk
peradaban. Karena itu sistem pendidikan yang berasal dari kaidah
Islam akan melahirkan masyarakat yang sesuai dengan cita- cita
Islam. Pendidikan adalah sebuah orientasi membentuk paradigma
dan watak manusia. Karena objeknya adalah manusia, maka aspek
paling penting yang perlu diperhatikan adalah jiwa. Karena jiwa
merupakan substansi yang ada dalam diri manusia. Segala sikap dan
tindakan manusia ditentukan oleh jiwanya.4
Dalam lingkup Pendidikan, Islam sangat mengedepankan hal tersebut
dikarenkan pendidikan menjadi ruh kehidupan manusia. Tanpa adanya pendidikan,
manusia layaknya binatang. Itu sebabnya salah satu bukti Islam sangat
mengutamakan pendidikan ialah ayat yang turun pertama kali yakni Q.S Al-‘Alaq
ayat 1-5 merupakan ayat yang memerintahkan manusia untuk menjalankan
pendidikannya melalui hal yang sangat sederhana yaitu membaca.
Dalam struktur kurikulum nasional pendidikan menengah atas mata pelajaran
agama merupakan mata pelajaran wajib yang diberikan di seluruh sekolah, di setiap
jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Halitu menunjukkan bahwa pemerintah memandang penting pendidikan agama
diajarkan di sekolah. Misi utamanya adalah membina kepribadian siswa secara utuh
dengan harapan bahwa siswa kelak akan menjadi siswa yang beriman kepada Allah
SWT, mampu mengabdikan ilmu-Nya untuk kesejahteraan umat manusia.5

4
Miswari, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Bireuen: UNIMAL PRESS, 2018), hlm. 11
5
Syaiful Anwar, Desian Pendidikan Agama Islam Konsempsi dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran di SkeolahI, (Yogyakarta: CV. Idea Sejahtera, 2014), hlm. 11

11
Dalam sistem pendidikan di persekolahan terdapat dua peristilahan, yaitu
“pendidikan” dan “pengajaran”. Terhadap kedua istilah di atas para parktisi
pendidikan lebih cenderung ke arah pengajaran bukan pendidikan. Berkaitan
dengan makna pendidikan dan pengajaran, Harun Nasution menegaskan bahwa
untuk membentuk kepribadian murid sebagai pribadi yang utuh diperlukan
pendidikan agama bukan pengajaran agama. Namun yang berlaku pada umumnya
di sekolah umum termasuk sekolah adalah pengajaran agama bukan pendidikan
agama”.6 Mungkin hal seperti ini merupakan salah satu penyebab kemerosotan
akhlak, khususnya di kalangan para siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Menurut Azyumardi Azra pendidikan lebih dari sekedar pengajaran karena
pendidikan lebih diarahkan kepada pembentukan dan pembinaan seluruh aspek
kepribadian peserta didik, bukan sekedar transfer informasi tentang ilmu
pengetahuan kepada murid. Pendidikan merupakan transformasi nilai dan
pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya sedangkan
pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan “tukang” atau spesialisasi yang
terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit”.7 Berdasarkan dua pendapat di
atas, pemberian materi agama Islam di sekolah semestinya disampaikan melalui
proses pendidikan bukan pengajaran, sesuai dengan namanya yaitu mata pelajaran
Pendidkan Agama Islam (PAI).
Nurcholis Madjid membedakan penyelenggarakan pendidikan Islam kepada
dua bagian. Pertama program pendidikan yang bertujuan untuk mencetak ahli-ahli
agama. Kedua program pendidikan agama yang bertujuan untuk memenuhi
kewajiban setiap pemeluk agama untuk mengetahui dan mengamalkan dasar-dasar
agamanya.8
Bila membahas tentang pendidikan, maka tak bisa lepas dari yang namanya
belajar mengajar atau yang biasa disebut juga dengan pembelajaran. Belajar

6
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), cet.ke
II, hlm. 385
7
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Moderenisasi menuju Milenium, (Jakarta:
Logos, 1999), hlm. 35
8
Nurcholis Madjid, “Masalah Pendidikan Agama Di Sekolah Menengah Umum” dalam
Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi, Editor Fuaduddin & Cik Hasan Basri, (Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm 40

12
mengajar atau boleh dikatakan Proses Pembelajaran adalah sebuah interaksi yang
bemilai normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan
sadar dan bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman ke arah mana akan
dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajarakan berhasil bila hasilnya
mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan
nilai-nilai dalam diri anak didik. Maka dalam buku lain dikatakan bahwa "bila
hakikat belajar adalah "perubahan", maka hakikat mengajar adalah proses
"pengaturan" yang dilakukan oleh guru". Maka dapat dikatakan interaksi belajar
mengajar adalah interaksi antara siswa dan guru dalam melakukan perubahan dan
pengaturan untuk mencapai tujuan.9
Interaksi belajar mengaiar dikatakan bernilai normatif karena di dalamnya
ada sejumlah nilai. ]adi adalah wajar bila interaksi itu dinilai bemilai edukatif.
Karena merupakan interaksi edukatif maka interaksi belajar mengajar harus
membawa hasil yaitu perubahan pemahaman atau dalam bahasa klasik-nya siswa
mendapat ilmu yang dalam hal ini diwujudkan dengan nilai atau prestasi. Namun
untuk dapat melaksanakan hal itu maka semuaunsur harus berperan serta, tidak
boleh pasif.10
Jadi, dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran menjadi
kegiatan interaksi antar guru dan siswa yang saling berperan aktif satu sama lain
dengan menghasilkan suatu perubahan postif yang terjadi pada peserta didik secara
bertahap.
Kegiatan pembelajaran tentunya tidak bisa lepas dari model pembelajaran.
Tidak semua ilmu pengetahuan menerapkan model pembelajaran yang sama.
Karena setiap ilmu memiliki membutuhkan metode yang berbeda agar mampu
diserap oleh peserta didik dengan efektif dan optimal.
Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pendidikan, teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, atau teori-
teori lain. Berdasarkan teori belajar, model pembelajaran dikelompokkan menjadi

9
Muhammad Fathurrohman Dan Sutistyorini, Belajar & Pembelajaran Meningkatkan Mutu
Pembelajamn Sesuai Standar Nasional, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hlm. 2
10
Ibid, hlm. 3

13
empat; 1) Model Interaksi Sosial, 2) Model Pemrosesan Informasi, 3) Model
Personal (Personal Models), dan 4) Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral)
Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Weil berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk mernbentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.11

Dengan semakin berkembangnya zaman, pendidikan sebagai wadah


mendapatkan ilmu mengalami dampak yang cukup signifikan. Mulai dari
kurikulum, model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan
lain sebagainya yang terus berubah agar senantiasa relevan. Model pendidikan yang
dulunya hanya menggunakan prinsip satu arah alias Teacher Center Learning kini
mulai berubah perlahan-lahan menjadi prinsip dua arah yakni Student Center
Learning. Proses belajar mengajar tak lagi menjadikan guru sebagai pusat media
untuk mendapatkan ilmu, namun murid itu sendiri yang akan mendapatkan ilmu
dengan pengalaman proses belajar yang ia alami. Salah satu model pembelajaran
yang menjadikan murid sebagai pemeran utama dalam kegiatan belajar mengajar
ialah Problem Base Learning atau pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran
yang dapat membawa siswa pada pembentukan kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Pembelajaran berbasis masalah ini berupaya menyuguhkan berbagai
situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa. Dengan pendekatan
ini memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan penelitian dengan
berbasis masalah nyata dan autentik. Apabila terbentuk kebiasaan ini, maka

11
Husniyatus Salamah Zainiyati, Model Dan Strategi Pembelajaran Aktif (Teori Dan Praktek
Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam), (Surabaya: Penerbit Putra Media Nusantara
Surabaya & IAIN PRESS Sunan Ampel, 2010), hlm. 67

14
kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mudah terbentuk dan menjadi
kebiasaan bagi siswa dalam kehidupannya. Dalam penerapan strategi ini, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik masalah, walaupun
sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas. Proses
pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara
sistematis dan logis.12
Dilihat dari aspek psikologis belajar SPMB berdasarkan kepada psikologi
kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses
menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa
akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya
terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui
penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi. Dilihat dari aspek
filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan
anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi yang
memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada
kenyataannya setiap manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dari mulai
masalah yang sederhana sampai kepada masalah keluarga, masalah sosial
kemasyarakatan, masalah negara sampai kepada masalah dunia. SPBM inilah
diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi.13
Berdasarkan pandangan filsafat, Problem Base Learning mengambil aliran
empirisme dimana memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik
pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah.14 Dari segi filsafat pendidikan,
Problem Base Learning mengambil aliran progresivisme, menurutnya pengalaman
sebagai sumber pengetahuan merupakan hal yang bersifat dinamis sehingga akan
terus berkembang karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu

12
Ahmad Suriansyah, Aslamiah, dkk, Strategi Pembelajaran, (Depok: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014), hlm 160
13
Ibid, hlm. 162
14
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016), hlm. 8

15
dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan.15 Selain itu, dari segi filsafat
pendidikan Islam, tidak jauh beda dengan filsafat ilmu yakni pendekatan
pengalaman, yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka
penanaman nilai-nilai keagamaan.16 Serta melalui pendekatan psikologi
pendidikan, Problem Base Learning mengambil aliran kontruksivisme yang
menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan dan perkembangan kognitif
terbentuk melalui internalisasi atau penguasaan proses sosial.17
Model pembelajaran Problem Base Learning menitikberatkan pada
pengalaman belajar siswa yang dengan pengalaman tersebut siswa akan
mendapatkan pengetahuan yang berbeda-beda sehingga akan semakin meluas hal
yang didapatkan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Problem Base
Learning memberikan siswa masalah yang dengan masalah tersebut siswa akan
berfikir untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang berbeda-beda.18
Salah satu hal yang membuat penurusan hasil komtensi belajar sisaw ialah
factor kejenuhan belajar yang dialami siswa. Kejenuhan yang dialami siswa
berdampak pada ketertarikannya untuk mengikuti proses belajar. Penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Walburg menjelaskan bahwa kejenuhan dan
khususnya aspek kehilangan tujuan dan minat pada kegiatan di sekolah dapat
meningkatkan risiko konsumsi ganja di antara siswa sekolah menengah. Dampak
dari kejenuhan belajar yang terjadi pada siswa tidak sama. Masing-masing siswa
mengalami dampak yang berbeda.19
Selain itu, tingkat kemampuan guru dalam menggunakan model
pembelajaran yang variatif pun menurun. Tak sedikit guru yang belum mampu
menggunakan model pembelajaran yang kekininian dan masih menggunakan
model pembelajaran konvensional. Hal itu yang membuat peserta didik merasa

15
Muhammad Kristiawan, Filsafat Pendidikan: h e Choice Is Yours, (Yogyakarta: Penerbit
Valia Pustaka Jogjakarta, 2016), hlm. 233
16
Ahmad Syar'i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 59
17
Halim Purnomo, PSIKOLOGI PENDIIKAN, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Publikasi,
dan Pengabdian Masyarakat, 2019), Hlm. 59
18
Ibid
19
Permata Sari1, Farid Imam Kholidin dan Mahmuddah Dewi Edmawati, “Tingkat
Kejenuhan Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandar Lampung”, Journal of
Guidance and Counseling Inspiration (JGC), , Vol. 01, No. 01 (2020), hlm. 45-52

16
jenuh saat kegiatan pembelajaran. Guru diharapkan mampu menerapkan
ketiga model pembelajaran tersebut pada subtema yang diajarkan. Oleh karena itu,
guru menghadapi berbagai kendala dalam implementasinya. Untuk mengetahui
kendala-kendala yang dihadapi guru diperlukan penelitian-penelitian yang
mendalam. Kendala yang paling sering dihadapi oleh guru dalam menerapkan
kurikulum 2013 adalah pemilihan model pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada
saat mengajar guru harus menyesuaikan dengan pembalajaran tematik yang
diajarkan.20 Dengan guru yang belum mampu menerapkan model pembelajaran
sesuai dengan materi pembelajaran berdampak pada kondisi psikis siswa maka
timbulah rasa jenuh yang dengan rasa jenuh itu membuat peserta didik kurang dapat
memahami materi pembelajaran dengan baik.
Di Indonesia, profesionalisme guru dinilai masih rendah. Hal ini sejalan
dengan pernyataan tentang faktor-faktor penyebab rendahnya profesionalisme guru
di Indonesia antara lain :21
a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh masih rendahnya gaji guru, khususnya guru honorer.
b. Adanya institusi pencetak guru yang kurang memperhatikan bagaimana
output yang akan dihasilkan. Sehingga sistem pendidikan yang
diselenggarakan selama pendidikan guru berlangsung tidak mencapai hasil
yang maksimal. 3. Kurangnya motivasi guru dalam mengembangkan kualitas
dirinya.
Selain faktor-faktor tersebut, memaparkan hasil penelitian Konsorsium Ilmu
Pendidikan yang menunjukkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA
mengajar bidang studi di luar keahliannya. Hal ini tentu akan berpengaruh pada
proses belajar mengajar yang diampu oleh guru tersebut.22 Dengan guru yang tidak
profesional sesuai bidang studinya maka penerapan model pembelajaran pun akan

20
Indah Fajar Friani, Sulaiman dan Mislinawati, “Kendala Guru Dalammenerapkan Model
Pembelajaran Pada Pembelajaran Tematik Berdasarkan Kurikulum 2013 Di Sd Negeri 2 Kota
Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah, Vol. 2 Nomor 1, 88-
97, 2017
21
Mariana Ulfah Hoesny dan Rita Darmayanti, “Permasalahan dan Solusi Untuk
Meningkatkan Kompetensi dan Kualitas Guru: Sebuah Kajian Pustaka”, Scholaria: Jurnal
Pendidikan dan kebudayaan, Vol. 11 No. 2, 2021: 125
22
Ibid

17
tidak tepat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong model
pembelajaran yang lebih variatif sesuai kompetensi pembelajaran yang ingin
dicapai. Guru sebagai pemeran aktif dalam menerapkan model pembelajaran
tentunya harus senantiasa mengikuti arus perkembangan kondisi sosial dan
tentunya kondisi psikologi peserta didik. Guru sebagai aktor yang memiliki
kompetensi pedagogik harus mampu menerapkan model pembelajaran yang
kekinian sehingga peserta didik tidak jenuh sata mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dengan begitu, kompetensi yang diinginkan bisa tercapai dengan optimal, tak
terkecuali dalam Pendidikan Agama Islam.23
Pada lembaga Pendidikan saat ini, mata pelajaran yang wajib salah satunya
ialah pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang sudah diajarkan
sejak SD/MI sampai SMA/SMK. Namun, bila kita perhatikan tak sedikit di
berbagai sekolah baik negeri maupun swasta guru yang mengajarkan pelajaran
tersebut menerapkan model pembelajaran yang monoton dan membosankan
sehingga berdampak pada kurang tertariknya siswa dalam kegiatan pembelajaran
khsusunya terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Padahal,
pelajaran tersebut merupakan pelajaran inti dari semua pelajaran. Hanya pelajaran
tersebut yang tak hanya berfokus pada nilai kognitif namun juga nilai afektif dan
spiritual. Sebab, materi yang diajarkan tak hanya seputar memahami syariat Islam
seperti wawasan dalam melaksanakan ibadah namun juga mengajarkan tentang
adab dan akhlak. Dengan kurang antusiasnya siswa terhadap pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti akan berdampak pada hasil belajarnya yang tentunya
kurang baik seperti munculnya sikap egois, tidak sabar, tidak mampu bersikap
sesuai situasi dan kondisi serta sikap negatif lainnya tak terkecuali pada jenjang
SMK. Jenjang SMK menjadi fase kritis karena siswa saat itu sedang mengalami
proses mencari jati dirinya dan sedang dalam pembentukan karakter. Apabila pada
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti mendapat hasil yang baik

23
Wahab, “Pelaksanaan Pendidikan Agama Pada SMA Swasta”, Jurnal “Analisa” Volume
XVII, No. 01, 2010, hlm. 149

18
maka hal itu akan berdampak baik juga pada hasil belajarnya dari segala aspek.24
Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut timbulah alasan untuk
dilaksanakannya penelitian ini terkait penerapan model pembelajaran Problem
Base Learning pada pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti jenjang
SMK.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dikatakan bahwa identifikasi


masalahnya sebagai berikut:
1. Banyaknya peserta didik yang jenuh dengan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam Budi Pekerti.
2. Kurangnya minta siswa terhadap Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Budi Pekerti.
3. Banyaknya siswa yang jenuh pada pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Budi Pekerti.
4. Banyaknya guru pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang
belum mampu menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning.

C. Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini agar lebih terarah dan
fokus, pada point-point berikut :

1. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada Mata pelajaran


Pendidikan Agama Islam Budi Pekerti.

2. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning hanya diterapkan


pada peserta didik kelas XII.

24
Ibid

19
D. Perumusan Masalah
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, peneliti
merumuskan masalah dalam beberapa pertanyaan di bawah ini:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Budi Pekerti di kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung?
2. Apa saja kendala guru Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti dalam
menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung?
3. Bagaimana solusi guru Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti agar
mampu menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas
XII SMK Muhammadiyah Parung?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dari


penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning


pada Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Budi Pekerti di kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung.

2. Untuk menganalisis kendala guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
dalam menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas XII
SMK Muhammadiyah Parung

3. Untuk menjelaskan solusi guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
agar mampu menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di
kelas XII SMK Muhammadiyah Parung.

20
F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah


penelitian selesai. Adapun manfaat dnari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan khususnya bagi jenjang pendidikan
menengah. Kontribusi tersebut berkaitan dengan problematika yang dihadapi
oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan model
Problem Base Learning pada pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
kelas XII SMK Muhammadiyah Parung.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan bagi kepala sekolah
sebagai sarana evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
sekolah, umumnya bagi seluruh guru dan khususnya bagi guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMK
Muhammadiyah Parung.
b. Bagi Guru
Sebagai bahan evaluasi diri untuk menjadi guru yang profesional dalam
upaya peningkatan mutu, proses dan hasil belajar siswa khususnya pada
mata Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti jenjang sekolah menengah.
c. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan upaya
meningkatkan minat belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti jenjang sekolah menengah.
d. Bagi Peneliti
Menjadi motivasi agar senantiasa meningkatkan kreatifitas dan inovasi
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan kemampuan
dalam membuat skripsi untuk memperoleh gelar sarjana
pendidikan.

21
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Pendidikan
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan
nilai-nilai dan norma-norma tersebut, serta mewariskannya kepada generasi
berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam
suatu proses pendidikan. Karena itu, bagaimana pun peradaban suatu masyarakat,
di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha
manusia untuk melestarikan hidupnya.25
Dengan kata lain, pendidikan dapat diartikan sebagai hasil peradaban bangsa
yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma
masyarakat), yang berfungsi sebagai ilsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita
dan pernyataan tujuan pendidikannya. Sekaligus menunjukkan cara, bagaimana
warga negara bangsanya berpikir dan berperilaku secara turun temurun, hingga
kepada generasi berikutnya. Dalam perkembangannya, akan sampai pada tingkat
peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupan dan pembinaan
kehidupan yang lebih sempurna.26
Sasaran pendidikan adalah manusia, yang mengadung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sangatkompleks tersebut, tidak ada satu batasan
yang bisa menjelaskan Hakikat pendidikan secara lengkap. Batasan yang diberikan
para ahli beranekaragam, karena orientasi, konsep dasar yang digunakan, aspek
yang menjadi tekanan atau falsafah yang mendasarinya juga berbeda.

25
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: KENCANA, 2017), Cet-2, hlm. 20
26
Ibid, hlm 21

22
1. Pengertian Pendidikan Menurut KBBI
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usahan mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.27
2. Pengertian Menurut Para Ahli
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang Hakikat
pendidikan :
a. Ki Hadjar Dewantara
Hakikat pendidikan ialah proses penanggulangan masalah-masalah
serta penemuan dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat
yang berlangsung seumur hidup. Pada tingkat permulaan pendidik lebih
menentukan dan mencampuri pendidikan peserta didik. Setelah itu
pendidik hanya sebagai pengasuh yang mendorog, membimbing, memberi
teladan, menuntun serta menyediakan dan mengatur kondisi untuk
membelajarkan peserta didik sehingga dapat menghasilkan peserta didik
yang mampu memperbaharui diri secara terus menerus dan aktif
menghadapi lingkungan hidupnya. Semua itu terlihat pada semboyan dan
perlambangan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu, ing
ngarso sung tuludo artinya kalau pendidik berada dimuka, ia memberi
tauladan kepada pendidiknya; ing madya mangun karso artinya kalau
pendidik berada di tengah, dia membangun semangat berswakarya dan
berkreasi pada peserta didiknya dan tut wuri handayani artinya kalau
pendidik berada di belakang, dia mengikuti dan mengarahkan peserta
didiknya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab serta
mencari jalan sendiri.28

27
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), hlm. 204
28
Muhammad Kristiawan, Op.Cit., hlm. 92

23
b. Plato
Filsuf Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 mengatakan
bahwa: “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari
jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya
kesempurnaan.”29

c. Aristoteles
Filsuf terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan
pada tahun 384 SM-322 SM mengatakan bahwa: “Pendidikan itu ialah
menyiapkan akal untuk pengajaran.”30

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa pendidikan adalah


proses membangun, mengarahkan, membimbing potensi manusia baik secara
individu maupun sosial yang memiliki akal dan kecerdasan agar dipergunakan
sebaik mungkin demi mencapai kemashlahatan serta kesejahteraan hidup seluruh
makhluk.

B. Guru

1. Pengertian Guru

a. Pengertian Menurut Ahli :31


1) Ahmad Tafsir; guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta
didik, baik potensi kognitif maupun pptensi psikomotorik.
2) Imam Barnadib; guru adalah setiap orang yang dengan sengaja
mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan.

29
Muhammad Anwar, Op.Cit., hlm 95
30
Ibid
31
Rusydi Ananda, Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, (Medan: Lembaga Peduli
Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI), 2018), hlm 20

24
3) Ahmad D, Marimba; guru adalah orang yang memikul tanggung jawab
untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan
kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan si terdidik.
4) Hadari Nawawi; guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau
memberikan pelajaran di kelas atau di sekolah.
5) Ahmad Janan Asifuddin; guru adalah orang yang mengajar dan
mentransformasikan ilmu serta menanamkan nilai-nilai terhadap peserta
didik.
6) Sutari Imam Barnadib; guru adalah setiap orang yang sengaja
mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaannya.
7) Zakiah Daradjat; guru secara implisit telah merelakan dirinya
menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang
dipikulkan di pundak para orang tua.

Dalam Pengertian lain, Guru adalah orang yang memikul


pertanggungjawaban untuk mendidik yaitu manusia dewasa yang karena hak dan
kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.32

Dari pemaparan di atas maka dapatlah dimaknai bahwa guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina
anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal, di sekolah maupun di
luar sekolah. Dalam penjelasan tersebut terkandung makna bahwa guru
merupakan tenaga professional yang memiliki tugas-tugas professional dalam
pendidikan dan pembelajaran.33

2. Peran dan Fungsi Guru

Peran guru sesungguhnya sangat luas yang meliputi besar yaitu :34empat hal
a. Guru sebagai Pengajar (teacher as instructor).

32
H. Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2005), Hlm.31
33
Rusydi Ananda, Op.Cit. hlm. 21
34
Ibid, hlm. 22

25
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas) yaitu
menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua
pengetahuan yang telah disampaikan itu. Selain dari itu, guru juga berusaha
agar terjadi perubahan pada diri peserta didik pada aspek sikap,
keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi dan sebagainya melalui
pengajaran yang diberikannya secara sistematis dan terencana.
b. Guru sebagai Pembimbing (teacher as counsellor).
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta didik agar mampu
menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri,
mengenal dirinya sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Peserta didik membutuhkan guru dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan
pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam
hubungan sosial, dan interpersonal. Karena itu setiap guru perlu memahami
dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual,
teknik mengumpulkan keterangan, teknik evaluasi dan psikologi belajar.
c. Guru sebagai Ilmuwan (teacher as scientist).
Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Guru bukan
saja berkewajiban untuk menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya
kepada peserta didik, tetapi juga berkewajiban mengembangkan
pengetahuan dan terus menerus memupuk pengetahuan yang telah
dimilikinya. Pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang dengan pesat,
guru harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
tersebut. Banyak cara yang dapat dilakukan, misalnya belajar sendiri,
mengadakan penelitian, mengikuti pelatihan, menulis buku, menulis karya
ilmiah sehingga perannya sebagai ilmuwan terlaksana dengan baik.
d. Guru sebagai Pribadi (teacher as person).
Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh
peserta didiknya, oleh orang tua dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat
diperlukan agar dapat.35

35
Ibid

26
C. Peserta Didik
1. Peserta Didik Berdasarkan Perspektif Psikologi
Peserta didik perspektif psikologi merupakan individu yang sedang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis.
Menurut fitrahnya mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Perkembangan
peserta didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan psikologi
perkembangan yang secara khusus mempelajarai aspek-aspek perkembangan
individu yang berada pada tahap usia sekolah dan sekolah menengah. Sebagai
individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal
kemampuan fitrahnya.36
Pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai
objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai
subjek pendidikan dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan
masalah belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat
dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan, bimbingan dan
pengarahan. Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara
kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini dapat
dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam
kehidupannya.37

2. Karakteristik Peserta Didik


Karateristik peserta didik meliputi perkembangan fisik, perkembangan sosio-
emosional dan perkembangan intelektual/mental. Perkembangan intelektual
peserta didik melalui empat tahap yaitu: sensorimotor, pra operasi, operasi
konkrit, dan operasi formal.38

36
Halim Purnomo, Psikologi Peserta Didik, (Yogyakarta: K-Media, 2020), hlm. 31
37
Ibid
38
Ibid, hlm 32

27
3. Aliran-Aliran Perkembangan Peserta Didik
a. Nativisme
Nativisme merupakan sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar
terhadap aliran psikologi. Schopenhoeur merupakan tokoh utama aliran ini
(1788-1860) adalah filsuf Jerman. Aliran nativisme ini dijuluki sebagai
aliran pesimistis yang memandang segalasesuatu dengan kacamata hitam
karena para ahli penganut ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia
ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan
tidak ada pengaruhnya. Ilmu pendidikan memandang ini sebagai pesimisme
pedagogis.39

b. Empirisisme
Aliran empirisisme (empiricism) tokoh utamanya adalah John Locke (1632-
1704). Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empiricism”
(aliran empirisisme inggris). Doktrin aliran empirisisme yang amat mashur
ialah “tabula rasa” yang berarti lembaran kosong. Doktrin ini menekankan
arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Perkembangan
manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidiknya sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak
ada pengaruhnya.40
c. Konvergensi
Tokoh utama aliran ini bernama Louis William Stern, seorang filosof dan
psycholog Jerman. Aliran ini menurutnya gabungan antara aliran
empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti
penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor
yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.41

39
Ibid, hlm 39
40
Ibid
41
Ibid, hlm 40

28
D. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Menurut KBBI, Pembelajaran adalah segala aktifitas yang bertujuan
untuk memberikan petunjuk kepada orang lain agar dapat mengetahui suatu
hal.42 Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses membelajarkan siswa atau
membuat siswa belajar (make student learn).43
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003
menyatakan bahwa: “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.44

2. Tujuan Pembelajaran
Tujuannya ialah membantu siswa belajar dengan memanipulasi
lingkungan dan merekayasa kegiatan serta menciptakan pengalaman belajar
yang memungkinkan siswa untuk melalui, mengalami atau melakukannya.
Dari proses melalui, mengalami dan melakukan itulah pada akhirnya siswa
akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, pembentukan sikap dan
keterampilan. Dalam konteks ini, siswalah yang aktif melakukan aktivitas
belajar. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud di sini adalah aktivitas
jasmaniah maupun aktivitas mental.45
Oleh karena itu, pembelajaran ialah suatu kegiatan timbal balik yang
terjadi antara guru dengan murid serta lingkungan di sekitarnya untuk
melakukan proses berfikir secara terstuktur agar dapat mendapatkan suatu
pemahaman sekaligus menghaslikan karya yang bisa bermanfaat bagi diri
sendiri maupun orang lain.

42
KBBI, Op.Cit., hlm. 13
43
Hj. Helmiati, MODEL PEMBELAJARAN, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012), hlm. 5
44
Ibid, hlm. 8
45
Ibid

29
3. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran ialah suatu kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Model pembelajaran biasanya digunakan sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian kegiatan/proses
pembelajaran yang dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah,
benar-benar merupakan suatu kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola
yang bisa dipergunakan dalam pengembangan kurikulum, merancang
materi pembelajaran, dan membimbing pembelajaran.46
Dalam pengertian lain, model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai
tujuan pendidikannya.47

b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri–ciri lainnya sebagai berikut :48


1. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir
induktif

46
Rusydi Ananda dan Abdillah, Pembelajaran Terpadu (Karakteristik, Landasan, Fungsi,
Prinsip Dan Model), (Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI, 2018),
hlm. 63
47
Husniyatus Salamah Zainiyati, Model Dan Strategi Pembelajaran Aktif (Teori Dan Praktek
Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam), (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 67
48
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni, INOVASI MODEL PEMBELAJARAN Sesuai
Kurikulum 2013, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), hlm. 25

30
2. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar
mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk
memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
3. Memiliki bagian–bagian model yang dinamakan: (1) urutan
langkah–langkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip–
prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung.
Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru
akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
4. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
Dampak tersebut meliputi : (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil
belajar yang dapat diukur, (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajr
jangka panjang.
5. Membuat persipan mengajar (desain instruksional) dengan
pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

E. Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis


Masalah)
1. Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu strategi dari
sekian banyak Model pembelajaran. PBL ini merupakan pembelajaran yang
lebih menitik beratkan pada penyelesaian masalah. Dalam penerapan strategi
ini, guru memberikan stimulus kepada siswa dengan mengangkat suatu
permasalahan yang itu nantinya akan di jadikan sebagai topik masalah yang
akan dikaji secara bersamasama, sehingga dari hal itu murid diberi kesmpatan
untuk menentukan topik pembahasan, walaupun pada dasarnya guru telah
mempersiapkan apa yang harus dibahas.49
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning
(PBL) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip
menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan

49
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 117

31
baru. PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan pembelajaran model ini,
peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah
kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus
dari bangku sekolah.50

a. PBL Berdasarkan Aspek Psikologi


Dilihat dari aspek psikologi belajar, PBL berdasarkan kepada
psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-
mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara
sadar antara individu dengan lingkungannya. melalui proses ini sedikit-
demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh, tidak hanya pada aspek
kognitif, tetapi juga aspek afektif dan prikomotor melalui penghanyatan
secara internal akan problema yang dihadapi.51

b. PBL Berdasarkan Aspek Filosofis


Dilihat dari aspek filosofisnya, PBL merupakan strategi yang
memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini
disebabkan karena setiap manusia tidak bisa lepas dari masalah. Dari mulai
masalah yang sederhana sampai pada masalah yang komplek, dari mulai
masalah pribadi sampai pada masalah keluarga, samapai pada masalah
sosial masyarakat. Oleh karena itu dengan SPBM ini diharapakan setiap
siswa bisa menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan sering
berlatih menyelesaikan masalah.52

50
Marhamah Saleh, “STRATEGI PEMBELAJARAN FIQH DENGAN PROBLEM-BASED
LEARNING”, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. XIV NO. 1, (Agustus 2013), hlm. 203.
51
Ibid, hlm. 117
52
Ibid, hlm. 117

32
Dengan demikian, maka harapan dari strategi SPBM adalah bisa
meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam hal penyelesaian masalah
yang selama ini kurang diperhatikan guru, sehingga manakala siswa
menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa
yang tidak bisa menyelesaikannya dengan baik.53
Menurut John Dewey, belajar berbasis masalah adalah interaksi antara
stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan
menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta
bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. Pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah
berpusat berarti menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar.54
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.55

2. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


Pertama, strategi PBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya
dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan mahasiswa hanya sekedar
mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi
melalui strategi PBM mahasiswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan
mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
Strategi PBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.

53
Ibid, hlm. 117
54
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni, Op.Cit. hlm. 82
55
Ibid

33
Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah
proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian
masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.56

3. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)


a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang (ill-structured).
c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective).
Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari
beberapa bab perkuliahan (atau SAP) atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
d. Masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran
di ranah pembelajaran yang baru.
e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber
saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci
penting.
g. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar
bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching),
dan melakukan presentasi.57

4. Manfaat Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah


Model pembelajaran Problem Based Learning dinilai memiliki berbagai
kelebihan sebagai berikut:

56
Marhamah Saleh, Op.Cit., hlm 205
57
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana
Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakata: KENCANA, 2009), hlm. 22

34
a. Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan
kehidupan, khususnya dengan dunia kerja;
b. Dapat membiasakan para mahasiswa menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat
menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak;
c. Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para mahasiswa
banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari
berbagai aspek.58

Manfaat lain dari Model Pembelajara Berbasis Masalah diantaranya :

a. Menjadi Lebih Ingat dan Meningkat Pemahamannya atas Materi Ajar


Kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan konteks
praktiknya, maka kita akan lebih ingat. Inilah yang menjelaskan. mengapa
kita, kalau berada di dekat ATM, seialu lebih mudah mengingat nomor
PIN kita, ketimbang kita tidak berada di sekitar ATM. Pemahaman juga
begitu. Dengan konteks yang dekat, dan sekaligus melakukan deep learing
(karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface
learning (yang sekadar hafal saja), maka pemelajar akan lebih memahami
materi. Kita membutuhkan pemelajar yang seperti ini apapun bidang yang
mereka pelajari.

b. Meningkatkan Fokus pada Pengetahuan yang Relevan


Banyak kritik pada dunia pendidikan kita, bahwa apa yang diajarkan
di kelas-kelas sama sekali jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. PBL
yang baik mencoba menutupi kesenjangan ini. Dengan kemampuan
pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik,
pemelajar bisa “merasakan” lebih baik konteks operasinya di lapangan.

58
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009) hlm. 250.

35
c. Mendorong untuk Berpikir
Pemelajar dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan,
mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang
mendukung alasan. Nalar pemelajar dilatih, dan kemampuan berpikir
ditingkatkan. Tidak sekadar tahu, tapi juga dipikirkan.

d. Membangun Kerja Tim, Kepemimpinan, dan Keterampilan Sosial


Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka PBL
yang baik dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim
dan kecakapan sosial. Pemelajar diharapkan memahami perannya dalam
kelompok, menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian
bahkan untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi.
Keterampilan yang sering disebut bagian dari “soft skills” ini, seperti juga
hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal tertentu,
pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka
mempertimbangkan strategi, memutuskan, dan persuasif dengan orang
lain.

e. Membangun Kecakapan Belajar (Life-Long Learning Skills)


Pemelajar perlu dibiasakan untuk mamnpu belajar terus-menerus.
Ilmu, keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang,
apa pun bidang pekerjaannya. Jadi mereka harus mengembangkan
bagaimana kemampuan untuk belajar (learn how to learn). Bahkan dalam
beberapa pilihan karier, seseorang harus sangat independen. Dengan
struktur masalah yang agak mengambang, merumuskannya, serta dengan
tuntutan merncari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka
untuk manfaat ini.

f. Memotivasi Pemelajar
Dengan PBL, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari
dalam diri pemelajar, karena kita menciptakan masalah dengan konteks
pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, mereka walaupun tidak

36
semua merasa bergairah untuk menyelesaikannya. Tetapi tentu saja,
sebagian di antara mereka akan ada yang justru merasa kebingungan dan
menjadi kehilangan minat. Di sini peran pendidik menjadi sangat
menentukan.59

5. Keunggulan Pembelajaran Berbasis Masalah


Sebagai suatu strategi pembelajaran, model PBL memiliki beberapa
keunggulan di antaranya:
a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup
bagus untuk lebih memahami is pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan mahasiswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
mahasiswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
mahasiswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga dapat
mendorong mahasiswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil
maupun proses belajarnya.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada mahasiswa
bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya),
pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti
oleh mahasiswa, bukan hanya sekedar belajar dari dosen atau dari buku-
buku saja.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai
mahasiswa.

59
Ibid, hlm. 27-29

37
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk
secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal
telah berakhir.60

Selain itu juga, terdapat keunggulan Model PBL diantaranya :


a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Memecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan mereka
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
e. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajara ( matematika, IPA, sejarah, dan lainnya), pada
dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh
siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari bukubuku saja.
f. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru. Pemecahan masalah dapat

60
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 210.

38
memberikan kesempatan pada siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal sudah berakhir.61

6. Kelemahan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


Beberapa kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah antara lain :
a. Manakala mahasiswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang
ingin mereka pelajari.
d. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian
dosen berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah.
e. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman mahasiswa yang tinggi
akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
f. PBM kurang cocok untuk diterapkan di Sekolah Dasar karena masalah
kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk
mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.
g. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.
h. Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja
mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memilki
kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik. Adakalanya sumber
yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.62

61
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 124
62
Marhamah Saleh, Op.Cit., hlm 210

39
Selain itu juga, terdapat kekurangan Model PBL diantaranya :
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untukdipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.63

Sedangkan kekurangan PBL lainnya: a). Sering terjadi kesulitan


dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir para
mahasiswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan
berpikir pada para mahasiswa. b). Sering memerlukan waktu yang lebih
banyak dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional. Hal ini
terjadi antara lain karena dalam memecahkan masalah tersebut sering
keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang efisien; c).
Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang
semula belajar dengan mendengar, mencatat dan menghafal informasi
yang disampaikan dosen, menjadi belajar dengan cara mencari data,
menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri.64

63
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 125
64
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009, hlm. 250.

40
7. Media Pembelajaran Problem Based Learning
Setiap hal yang dilakukan apabila ingin mendapat kemudahan untuk
mendapatkankan suatu yang diinginkan maka diperlukan alat atau media
sebagai perantara kemudahan kegiatan tersebut. Dalam hal pendidikan
terutama perihal pembelajaran dibutuhkan alat atau media untuk memudahkan
guru dan peserta didik dalam menjalankan proses belajar mengajar. Semua
media pembelajaran pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni
memberikan kemudahan bagi pelaku pendidikan baik guru maupun siswa agar
tercapainya tujuan pembelajaran. Dari Segi murid, media digunakan untuk
memudahkan peserta didika untuk memahami ilmu yang diberikan serta
mendapatkan kemudahakan untuk melakukan suatu kemampuan tertentu yang
tercipta dari hasil pembelajaran.

a. Pengertian Media
Kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius yang secara
harfiahnya berarti ’tengah’, ‘pengantar’ atau ‘perantara’. Dalam bahasa
Arab, media disebut ‘wasail’ bentuk jama’ dari ‘wasilah’ yakni sinonim
al-wasth yang artinya juga ‘tengah’. Kata ’tengah’ itu sendiri berarti
berada di antara dua sisi, maka disebut juga sebagai ’perantara’ (wasilah)
atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Karena posisinya berada di
tengah ia bisa juga disebut sebagai pengantar atau penghubung, yakni yang
mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari
satu sisi ke sisi lainnya.65
Asal-usul kata “media” itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yang
mana ia sebenarnya merupakan bentuk jamak dari kata “medium” dengan
arti harfiahnya “perantara” atau “pengantar”. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang dapat menjadi
perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.66

65
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru), (Ciputat: 2008), hlm 6-7
66
Evi Fatimatur Rusydiyah, MEDIA PEMBELAJARAN Problem Based Learning, (Surabaya:
UIN SUNAN AMPEL PRESS, 2020), hlm. 6

41
b. Pengertian Media Menurut Ahli
Sedangkan untuk pengertiannya, terdapat beberapa pengertian
media sebagaimana uraian berikut ini :
1) Santoso S. Hamijaya
Media merupakan segala bentuk perantara yang dapat digunakan
oleh seseorang untuk menyebarkan ide, sehingga ide tersebut dapat
sampai pada penerima.67

2) McLuahan
Media dapat disebut juga sebagai channel (saluran), sebab pada
hakikatnya ia dapat memperluas atau memperpanjang kemampuan
manusia untuk merasakan, mendengar, juga melihat dalam batasbatas
jarak, ruang dan waktu tertentu. Media dalam hal ini memberikan
bantuan untuk mengatasi batas-batas ini.

3) Blake & Haralsen


Media merupakan medium yang fungsinya adalah membawa atau
menyampaikan suatu pesan, dan melalui medium inilah suatu pesan
dapat berjalan dari komunikator ke komunikan.

4) Association for Educational Communication and Technology


Media merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk proses
penyaluran informasi.

5) Brigg
Media merupakan alat yang dapat menyajikan pesan dimana dalam
waktu bersamaan dapat pula merangsang penerima pesan untuk
tertarik kepada pesan tersebut.

67
Ibid

42
6) Donald P Ely & Vernon S. Gerlach\
Secara sempit media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang biasa
digunakan untuk menangkap, memroses dan menyampaikan
informasi, seperti grafik, foto, atau alat mekanik serta elektronik.
Sedangkan secara luas media dapat berupa kegiatan yang dapat
menciptakan kondisi tertentu, dimana melalui kondisi tersebut siswa
dapat dengan mudah memperoleh informasi berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap baru.68

Pada model pembelajaran Problem Base Learning cukup banyak media


yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Terdapat beberapa
klasifikasi media pembelajaran yang digunakan, diantaranya sebagai berikut :

a. Media Berdasarkan Persepsi Indera


Jika dilihat dari sudut pandang indera, maka media pembelajaran
dapat diklasifikasikan menjadi tiga k99elas, antara lain; media audio,
media visual, dan terakhir media audio-visual.69

b. Media Berdasarkan Penggunaannya


Berdasarkan penggunaannya, klasifikasi media pembelajaran dapat
dilihat dari dua sudut pandang sebagai berikut :70

c. Berdasarkan Sasaran Penggunanya


Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain;
media pembelajaran yang penggunanya adalah individu, media
pembelajaran yang penggunanya adalah kelompok baik kelompok kecil
atau besar, dan media pembelajaran yang penggunanya adalah secara
massal. Untuk contoh media pembelajaran yang penggunanya adalah

68
A. Rohani, Media Instruksional Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm 2
69
Evi Fatimatur Rusydiyah, Op.Cit. hlm. 29
70
Ibid, hlm. 34

43
individu bisa berbentuk modul pembelajaran, buku pengajaran, mesin
pengajaran dan lain sebagainya. Sedangkan yang penggunanya adalah
kelompok bisa berbentuk slide bersuara, cassette tape recorder, video dan
lain sebagainya. Dan yang media yang digunakan secara massal bisa
berbentuk televisi dan radio.

d. Berdasarkan Cara Pengunaannya


Media pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan cara
penggunaannya, yaitu (1) tradisional/konvensional (sederhana) dan (2)
modern/kompleks.71

8. 7 Langkah Proses Penerapan PBL


Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala
perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain
Pemalajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk
kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses
yang sering dikenal dengan Proses 7 Langkah.72

Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas


Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang
ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang
membuat setiap peserta berangkat dari cara meman- onsep yang ada dalam
dang yang sama atas istilah-istilah atau masalah.

Langkah 2: Merumuskan masalah


Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-
hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada
hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang
sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu.

71
Ibid, hlm. 35
72
M. Taufiq Amir, Op.Cit., 24

44
Langkah 3: Menganalisis masalah
Anggota mengeluarkan pengztahuan terkait apa yang sudah dimiliki
anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi
faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam
pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini.
Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana
menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.

Langkah 4: Menata gagasan Anda dan secara sistematis meng- analisisnya


dengan dalam
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain,
dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang berten-tangan,
dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-memilah sesuatu menjadi
bagian-bagian yang membentuknya.

Langkah 5: Memformulasikan tujuan pembelajaran


Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok
sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih
bclum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan de- ngan analisis
masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan
dibuat di laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar
penugasan-penugasan individu di setiap kelompok. 73

Langkah 6: Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi
kelompok)
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah
punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi
tambahan itu, dan menentukan di mana hendak dicarinya. Mereka harus
mengatur jadwal, menentukan sumber informasi. Setiap anggota harus

73
Ibid, hlm. 25

45
mampu belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan
informasi yang relevan, seperti misalnya menentukan kata kunci dalam
pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber
pembelajaran. Pemelajar harus: memilih, meringkas sumber pembelajaran
itu dengan kalimatnya sendiri (ingatkan mereka untuk tidak hanya
memindahkan kalimat dari sumber), dan mintalah menulis sumbernya
dengan jelas. Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang
harus disampaikan oleh setiap individu/subkelompok yang bertanggung
jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan ini harus disampai- kan
dan dibahas di pertemuan kelompok berikutnya (langkah 7).

Langkah 7: Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan


membuat laporan untuk dosen/kelas
Dari laporan-laporan individu/subkelompok, yang dipresentasikan di
hadapan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-
informasi baru. Anggota yang mendengar laporan haruslah kritis tentang
laporan yang disajikan (laporan diketik, dan diserahkan ke setiap anggota).
Kadang-kadang laporan-laporan yang dibuat menghasilkan pertanyaan-
pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.
Pada langkah 7 ini kelompok sudah dapat membuat sintesis; dibuat
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh
kelompok. menggabungkannya dan mengombinasikan hal-hal yang
relevan. Sebagian bagus tidaknya aktivitas PBL kelompok, akan sangat
ditentukan pada tahap ini (untuk kondisi kelas-kelas yang ada di Indonesia,
umumnya proses ini harus terjadi di luar kelas).
Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas,
mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan
dalam bentuk paper/makalah.74

74
Ibid, hlm. 26

46
Ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan
kelompok. Tergantung kondisi dan konteks yang ada pada setiap kelas, ada
yang menjalankannya dengan 3 atau 4 pertemuan. Untuk tiga kali pertemuan,
kira-kira pembagiannya seperti berikut :
Pertemuan I :(Langkah 1 - 5) di kelas, dengan difasiitasi pendidik.
Pertemuan II :(Langkah 6 - 7) di luar kelas, pemelajar, mandiri/
berkelompok.
Pertemuan III : Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum
diskusi didahului dengan pengklarifikasian pekerjaan
pemelajar oleh pendidik.75

9. Tahapan-Tahapan SPBM
Beberapa ahli menjelasakan bentuk penerapan SPBM. Jonh Dewey
seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah
SPBM, dia namakan metode memecahkan masalah (problem solving) yaitu :
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan.
f. Merumuskan rekomondasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomondasi yang dapat dilakukan sesuai hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.76

75
Ibid
76
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 122-123

47
F. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan
Pencarian esensi dari pendidikan seperti ini pada prinsipnya telah
dilakukan oleh para ahli pendidikan sejak dahulu hingga sekarang, dan ini
telah banyak melahirkan pengertian-pengertian pendidikan yang
fundamental. Di antaranya adalah apa yang dike-mukakan oleh M.J.
Langeveld yang mengatakan bahwa “pendidikan atau pedagogi itu adalah
kegiatan membimbing anak manusia menuju kepada kedewasaan dan
kemandirian”.77

Sementara itu, Kingsley mengemukakan bahwa pendidikan adalah


proses di mana kekayaan budaya non fisik dipelihara atau dikembangkan
dalam mengasuh anak-anak atau mengajar orang-orang dewasa. (Education
is the process by which the nonphysical possessions of a culture are
preserved or increased in the rearing of the young or in the instruction of
adults).78

b. Pengertian Agama

Dalam Bahasa Sansekerta disebutkan pula arti agama terdiri dari dua
kata, yaitu: a = tidak; gama = kacau. Jadi, agama dimaksudkan sebagai
ajaran yang datang dari Tuhan untuk diamalkan manusia supaya terhindar
dari kekacauan. Ajaran agama memang menjamin jika manusia
mengamalkan ajaran Tuhan-Nya, mereka akan aman tenteram dan
sejahtera.79

77
Sembodo Ardi Widodo, PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN
FILSAFAT, (Yogyakarta: Idea Press, 2015), hlm. 15
78
Ibid
79
Rusmin Tumanggor, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: KENCANA, 2016), hlm. 3 - 4

48
c. Pengertian Islam

1) Pengertian dari Segi Bahasa

Secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari bahasa
Arab, terambil dari kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Dari
kata ini kemudian dibentuk menjadi kata aslama yang berarti
memeliharakan dalam keadaan selamat, sentosa, dan berarti pula
berserah diri, patuh, tunduk dan taat. Dari kata aslama ini dibentuk kata
Islam (aslama yuslmu islaman), yang mengandung arti sebagaimana
terkandung dalam arti pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh,
berserah diri dan taat.80

Dari keterangan singkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dari segi


bahasa, Islam adalah berserah diri, patuh dan tunduk kepada Allah SWT
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.81

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pengertian pendidikan Agama Islam adalah Pengajaran dan pembelajaran


yang identik dengan dasar ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur'an dan al-Hadis.
Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah konsep, rumusan atau produk pikiran
manusia dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Potensi
Peserta didik tidak bersifat baku dan mudak, tetapi bersifat relatif sesuai dengan
ketetbatasan kemampuan pikir dan daya nalar manusia mengkaji kandungan,
nilai dan makna wahyu Allah.82

3. Dasar Pendidikan Agama Islam


Dasar pendidikan Islam bersifat mutlaq dan permanen yaitu al-Qur'an dan al-
Hadis dengan berbagai fungsinya antara lain; sebagai ruiukan final. Fundamen

80
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2018), Cet-3, hlm. 11
81
Ibid, hlm. 12
82
H. Ahmad Syar’i, Op.Cit. hlm. 20

49
sumber kekuaan dan keteguhan, landasan kerja, sumber peraturan dan/atau
sumber kebenaran penyelenggaraan pendidikan Islam.83

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam


Tujuan Pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim. Namun,
sebelum mencapai tujuan akhir, terlebih dahulu harus mencapai tujuan
sementara, di antaranya adalah kecakapan jasmaniah, pengetahuan dan ilmu-
ilmu masyarakat, kesusilaan dan keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan
sebagainya. Lebih jauh lagi, tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan
seorang Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah SWT, mengandung implikasi
dan penyerahan diri secara kaafah kepada-Nya.84

5. Fungsi Pendidikan Agama Islam


Fungsi Pendidikan Islam adalah untuk mengarahkan dan memberikan
landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan mendasar
terhadap berbagai masalahmasalah dalam bidang pendidikan Islam dengan
mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadits.85

G. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah

1. Pengertian Kurikulum

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan


nasional dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.86

83
Ibid, Hlm. 23
84
H.A. Yunus dan E.Kosmajadi, Filsafat Pendidikan Islam, (Majalengka: Penerbitan
Universitas Majalengka, 2015), Hlm. 138-139
85
Ibid, Hlm. 149-150
86
Muhammad Hatim, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, Jurnal Kajian
Dan Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 12, No. 2, Desember 2018, Hlm 140

50
2. Pengertian Kurikulum PAI di Sekolah

Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan


mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap
kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau
sekelompok siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam. Termasuk juga didalam-
nya segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih
yang berdampak pada tertanamnya ajaran Islam dan atau tumbuh
kembangnya nilai-nilai Islam pada salah satu atau beberapa pihak, pada yang
terakhir ini biasanya terwujud dalam bentuk penciptaan suasana religius di
sekolah.87

3. Dasar Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah


Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan
dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus
mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi
dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum. Dasar-
dasar kurikulum PAI sebagai berikut :
a. Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan
segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas
harus berdasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang
bersifat furu’ lainnya.
b. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan
Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum
mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai
yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology,
epistemologi, maupun aksiologi.

87
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm 1

51
c. Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa
dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan
psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
d. Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan
Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri
masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-
nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya
dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus
mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.88

4. Ruang Lingkup Kurikulum PAI Sekolah

Kurikulum PAI di sekolah umum terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek
Al-Qur’an Hadits, Keimanan atau Aqidah, Akhlak, Fiqih (Hukum Islam), dan
aspek Tarikh (Sejarah).89

5. Tujuan Kurikulum PAI Sekolah

Pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengantarkan peserta didik agar


memiliki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, keunggulan akhlak,
wawasan pengembangan dan keluasan iptek, dan kematangan profesional.
Secara normatif Pendidikan Islam (PAI) di sekolah umum sebagai refleksi
pemikiran pendidikan Islam, sosialisasi, internalisasi, dan rekontruksi
pemahaman ajaran dan nilai-nilai Islam. Secara praktis PAI bertujuan
mengembangkan kepribadian muslim yang memiliki kemampuan kognitif,
afektif, normatif, dan psikomotorik, yang kemudian diejawantahkandalam
cara berfikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupannya.90

Sehingga diharapkan dengan pembelajaran PAI dapat menjadikan


peserta didik mampu mengembangkan kepribadian sebagai muslim yang

88
Ibid, hlm 145
89
Ibid
90
Muhammad Hatim, Op.Cit., Hlm 143

52
baik, menghayati dan mengamalkan ajaran serta nilai Islam dalam
kehidupannya. Dan kemudian PAI tidak hanya dipahami secara teoritis,
namun dapat diamalkan secara praktis. Pendidikan Agama Islam di sekolah
pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar
peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompetensi (competence),
tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam
mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.91

H. Hasil Penelitian yang Relevan


1. Penellitian yang dilakukan oleh Indri Anugraheni (2018) dalam jurnal yang
berjudul “Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar” menyimpulkan
bahwa model pembelajaran Problem Based Learning mampu meningkatkan
kemampuan berpikir Siswa mulai dari yang terendah 2,87% sampai yang
tertinggi 33,56% dengan rata-rata 12,73%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Suci Aldila dan Riki Mukhaiyar (2020) dalam
jurnal yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pada Mata Pelajaran Dasar Listrik Dan Elektronika Di Kelas X SMK Negeri 1
Bukittinnggi” menyimpulkan bahwa terdapat efektivitas penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Dasar Listrik dan Elektronika di kelas X TKL 1 SMK Negeri 1
Bukittinggi. Hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata pretest sebelum
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning sebesar 62,59 dan
nilai rata-rata posttest sebesar 82,76. Dari perhitungan Effect Size, dimana nilai
Effect Size antara pretest dengan posttest sebesar 1,28 dengan kategori besar.

91
Ibid

53
3. Penellitian yang dilakukan oleh Tasmin A Jacub, Hasia Marto dan Arisa Darwis
(2020) dalam jurnal yang berjudul “Model Pembelajaran Problem Based
Learning Dalam Peningkatan Hasil Belajar IPS (Studi Penelitian Tindakan Kelas
Di SMP Negeri 2 Tolitoli)” menyimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS
siswa kelas IX A SMPN 2 Tolitoli tahun pelajaran 2018/2019. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa juga mengalami peningkatan
yaitu sebelum Tindakan sebesar 70,88 pada siklus I sebesar 74,80 dan pada
siklus II sebesar 85,37.

54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Muhammadiyah Parung. Yang berlokasi
di Jalan. H. Mawi No. 292 Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kode Pos : 16330.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dimulai dari bulan Mei-
Juni 2022. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti melakukan observasi dan
eksperimen langsung di lapangan yakni berperan sebagai guru atau pengajar di
sekolah tersebut dengan tujuan mendapatkan data penelitian secara konkrit.
Selain itu, peneliti juga melakukan kegiatan wawancara kepada guru dan
kepala sekolah untuk mendapatkan data penguat hasil penelitian sekaligus
dokumentasi yang dibutuhkan.

B. Latar Penelitian (Setting)


Latar penelitian ini dilakukan di Jalan. H. Mawi No. 292 Desa Bojong
Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alasan peneliti
memilih lokasi tersebut karena SMK Muhammadiyah Parung merupakan salah satu
sekolah menengah kejuruan yang sedang menuju sekolah keunggulan untuk
wilayah se-Kabupaten Bogor, sehingga tepat jika peneliti mencoba tuk menerapkan
model pembelajaran yang baru di sekolah tersebut. Selain itu juga, karena lokasi
tempat tinggal peneliti tidak jauh dengan lokasi sekolah yang akan akan diteliti
sehingga bagi peneliti sekolah tersebut ideal untuk dijadikan tempat penelitian ini.

55
C. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan metode deskriptif. Mengutip dari buku yang berjudul “Metodologi
Penelitian” oleh Drs. Salim, M.Pd. dan Drs. Syahrun, M.Pd bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang, cerita, perilaku dan juga
tentang fungsi, dan juga tentang fugsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan
timbal balik.92

Lalu, dalam buku “Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan” juga


didefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah studi mengamati, mengeksplorasi,
dan memahami berbagai artefak yang digunakan oleh masyarakat yang
berpartisipasi dalam penelitian mereka, bahkan jika data itu ada dalam bentuk
dokumen tertulis dalam bentuk teks, peneliti harus memahami dan
menafsirkannya.93 Oleh karena itu, diharapkan proses penelitian dapat berjalan
dengan baik, menghasilkan hasil yang sempurna, dan mampu memberikan
penjelasan berupa pernyataan-pernyataan teoretis yang akurat, kredibel,
transferable, dan mudah dipahami oleh para pengguna.43

Mardalis (2018) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif deskriptif


bertujuan untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi dan apa yang sedang
terjadi, dan berusaha untuk menggambarkan, mencatat, menganalisis dan
menjelaskan kondisi yang terjadi atau ada.94 Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk menggambarkan secara sistematis, jujur dan akurat hubungan antara
fakta dan fenomena yang diteliti.95 Dari penelitian di atas penulis dapat memberi
kesimpulan bahwa metode deskriftif adalah metode yang mencoba menggambarkan
fakta atau objek dengan cara yang sistematis.

92
Salim dan Syahrun, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Citapustaka Media,
2012), hlm. 41
93
Dede Rosyada, Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Kencana,2020),
hlm.30
94
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.26.
95
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.158.

56
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian ialah peneliti
itu sendiri. Maka dari itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa
jauh peneliti siap melakukan penelitian yang nantinya akan terjun kelapangan.
Validasi dalam penelitian kualitatif meliputi pemahaman metode penelitian
kualitatif, penguasaan tentang objek yang akan diteliti, kesiapan untuk memasuki
lapangan.96 Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memperoleh data yang
valid, dengan menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

No Rumusan Masalah Indikator Teknik Sumber Data


1. Bagaimana a. Apakah guru-guru di a. Observasi a. Wakil Kepala
penerapan model SMK b. Wawancara sekolah bidang
pembelajaran Muhammadiyah kurikulum SMK
Problem Based Parung sudah Muhammadiyah
Learning pada Mata menerapkan Model Parung.
pelajaran Pembelajaran b. Kepala Sekolah
Pendidikan Agama Problem Based SMK
Islam Budi Pekerti Learning? Muhammadiyah
di kelas XII SMK b. Seperti apa contoh Parung.
Muhammadiyah penerapan model c. Guru mata
Parung? pembelajaran pelajaran
Problem Based Pendidikan
Learning oleh guru- Agama Islam dan
guru di SMK Budi Pekerti.
Muhammadiyah
Parung?

96
Ibid

57
c. Apakah pada
pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan
Budi Pekerti sudah
diterapkan model
pembelajaran
Problem Base
Learning?
d. Bagaimana
penerapan model
pembelajaran
Problem Based
Learning pada mata
pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan
Budi Pekerti di SMK
Muhammadiyah
Parung?
2. Apa saja kendala b. Apakah Guru a. Observasi a. Wakil Kepala
guru Pendidikan Pendidikan Agama b. Wawancara sekolah bidang
Agama Islam dan Islam mengalami kurikulum SMK
Budi pekerti dalam kesulitan dalam Muhammadiyah
menerapkan model menerapkan model Parung.
pembelajaran pembelajaran b. Kepala Sekolah
Problem Based Problem Based SMK
Learning di kelas Learning? Muhammadiyah
XII SMK c. Apakah kesulitan Parung.
Muhammadiyah tersebut berdampak c. Guru mata
Parung? pada peserta didik pelajaran
dalam pembelajaran? Pendidikan
Bila ada, apa saja Agama Islam dan

58
dampak tersebut? Budi Pekerti

3. Bagaimana solusi a. Apa yang harus a. Observasi a. Wakil Kepala


guru Pendidikan dilakukan oleh guru b. Wawancara sekolah bidang
Agama Islam dan Pendidikan Agama kurikulum SMK
Budi pekerti agar Islam di SMK Muhammadiyah
mampu menerapkan Muhammadiyah Parung.
model pembelajaran Parung agar mampu b. Kepala Sekolah
Problem Based menerapkan model SMK
Learning di kelas pembelajaran Muhammadiyah
XII SMK Problem Based Parung.
Muhammadiyah Learning dengan c. Guru mata
Parung? efektif? pelajaran
Pendidikan
Agama Islam dan
Budi Pekerti

E. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yang dimaksud adalah data yang didapat dari sumber pertama
baik dari individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner.97 Adapun sumber data primer dari penelitian ini dapat
diperoleh dari :
a. Siswa-siswi SMK Muhammadiyah Parung kelas 12
b. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
c. Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah Parung

97
Ma’ruf Abdullah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 246

59
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain, data primer
disajikan antara lain dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data
sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut agar
mendapatkan data yang lebih valid.98
Maka berdasarkan pengertian tersebut, data sekunder dalam penelitian ini
adalah data-data yang didapatkan dari buku-buku, jurnal dan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

F. Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data dalam penelitian ini diperlukan teknik
pemeriksaan dan pelaksanaan, teknik pelaksanaan didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu. Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah
berdasarkan teknik yang dikemukakan oleh Moleong yaitu:99
a. Ketekunan pengamatan yaitu peneliti hendaknya melakukan pengamatan
dengan teliti, rinci serta kesinambungan terhadap yang diteliti.
b. Triangulasi (pengecekan kembali) yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding hasil wawancara terhadap data itu.

98
Ibid. hlm. 247
99
Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010),
hlm. 178

60
G. Teknik Pengumpulan Data
Berhubung penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Observasi
Observasi adalah kegiatan yang meliputi proses pencatatan secara sistematik
kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.100. Adapun
jenis observasi yang peneliti lakukan adalah observasi partisipatif, yaitu peneliti
terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati yakni siswa-siswi
kelas 12 yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran. Observasi ini dilakukan
untuk memudahkan penelitian dan melihat secara nyata proses pembelajaran
menggunakan model Problem Based Learning.

b. Wawancara
Wawancara ialah percakapan yang bertujuan, biasanya antara dua orang
(tetapi kadang-kadang lebih) yang diarahkan oleh salah seorang dengan maksud
memperoleh keterangan.101 Wawancara berdasarkan strukturnya dapat
diklasifikasikan atas wawancara tertutup dan terbuka. Wawancara tertutup
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang difokuskan pada
topik tertentu sedangkan wawancara terbuka peneliti memberikan kebebasan
dan mendorong subyek untuk berbicara secara luas serta isi pembicaraan lebih
banyak ditentukan oleh subyek.102 Pada penelitian ini, peneliti mengadakan
wawancara tertutup yang hanya berfokus pada topik model pembelajaran
Problem Based Learning untuk diajukan kepada guru mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti kelas 12 dan kepala sekolah.

100
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: GRAHA
ILMU, 2006), hlm. 224
101
Salim dan Syahrum, Op.Cit., hlm. 119
102
Ibid, hlm. 122

61
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka
metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber
datanya masih tetap, belum berubah.103

H. Teknik Analisis Data


Teknik Analisis Data adalah merupakan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian data.104
Teknik analisis data terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data,
penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Berikut penjelasannya :

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,


memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Reduksi data bisa dilakukan dengan jalan
melakukan abstrakasi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang
inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
dalam data penelitian. Dengan demikian, tujuan dari reduksi data ini adalah
untuk menyederhanakan data yang diperoleh selama penggalian data di
lapangan. Data yang diperoleh dalam penggalian data sudah barang tentu
merupakan data yang sangat rumit dan juga sering dijumpai data yang tidak
ada kaitannya dengan tema penelitian tetapi data tersebut bercampur baur
dengan data yang ada kaitannya dengan penelitian. Maka dengan kondisi data
seperti, maka peneliti perlu menyederhanakan data dan membuang data yang
tidak ada kaitannya dengan tema penelitian. Sehingga tujuan penelitian tidak
hanya untuk menyederhanakan data tetapi juga untuk memastikan data yang

103
Sandu Siyoto, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing,
2015), hlm. 66
104
Ismail Suardi Wekke, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Gawe Buku, 2019), Hlm. 89

62
diolah itu merupakan data yang tercakup dalam scope penelitian.105

b. Penyajian Data

Menurut Miles dan Hubermen bahwa: Penyajian data adalah sekumpulan


informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
Langkah ini dilakukan dengan menyajikan sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. hal ini
dilakukan dengan alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian
kualitatif biasanya berbentuk naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan
tanpa mengurangi isinya. Penyajian data dilakukan untuk dapat melihat
gambaran keseluruhan atau bagianbagian tertentu dari gambaran keseluruhan.
Pada tahap ini peneliti berupaya mengklasifikasikan dan menyajikan data
sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan pengkodean pada
setiap subpokok permasalahan.106

c. Kesimpulan atau Verifikasi


Kesimpulan atau verifikasi adalah tahap akhir dalam proses analisa data.
Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah
diperoleh. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang
dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan, atau perbedaan.
Penarikan kesimpulan bisa dilakukan dengan jalan membandingkan
kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang terkandung
dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut.107
Data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi dan dokumentasi serta
melalui sumber-sumber bacaan yang telah direduksi maka langkah selanjutnya
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi data yang disajikan secara
sistematik untuk menjawab pertanyaan terkait hasil penerapan model
pembelajaran Problem Base Learning pada mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam kelas 12.

105
Sandu Siyoto, Op.Cit, Hlm. 100
106
Ibid
107
Ibid, hlm. 101

63
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ma’ruf. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Aswaja


Pressindo. 2015.
Amir, M. Taufiq. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning:
Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakata:
KENCANA. 2009.
Ananda, Rusydi. Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Medan:
Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI). 2018.
Ananda, Rusydi dan Abdillah. Pembelajaran Terpadu (Karakteristik,
Landasan, Fungsi, Prinsip Dan Model). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia (LPPPI). 2018.
Anwar, Muhammad. Filsafat Pendidikan. Jakarta: KENCANA. 2017. Cet-2.
Anwar, Syaiful. Desian Pendidikan Agama Islam Konsempsi dan Aplikasinya
dalam Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: CV. Idea Sejahtera. 2014.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Moderenisasi menuju
Milenium. Jakarta: Logos. 1999
Fathurrohman, Muhammad dan Sutistyorini. Belajar & Pembelajaran
Meningkatkan Mutu Pembelajamn Sesuai Standar Nasional. Yogyakarta: Penerbit
Teras. 2012.
Friani, Indah Fajar, Sulaiman dan Mislinawati. “Kendala Guru
Dalammenerapkan Model Pembelajaran Pada Pembelajaran Tematik
Berdasarkan Kurikulum 2013 Di Sd Negeri 2 Kota Banda Aceh”. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah. Vol. 2 No. 1. 2017.
Hatim, Muhammad. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum.
Jurnal Kajian Dan Penelitian Pendidikan Islam. Vol. 12, No. 2, Desember 2018
Helmiati. MODEL PEMBELAJARAN. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2012.
Hoesny, Mariana Ulfah dan Rita Darmayanti. “Permasalahan dan Solusi
Untuk Meningkatkan Kompetensi dan Kualitas Guru: Sebuah Kajian Pustaka”,
Scholaria: Jurnal Pendidikan dan kebudayaan. Vol. 11 No. 2. 2021.

64
J. Lexy dan Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda
Karya. 2010.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: GRAHA ILMU. 2006.
Kristiawan, Muhammad. Filsafat Pendidikan: h e Choice Is
Yours.Yogyakarta: Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta. 2016.
Madjid, Nurcholis. “Masalah Pendidikan Agama Di Sekolah Menengah
Umum” dalam Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi, Editor Fuaduddin &
Cik Hasan Basri. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 1999.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara. 2007.
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Marimba, Ahmad D.. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
ALMA’ARIF. 1962. Hermawan, Heris. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Cet-2. 2012
Miswari. Filsafat Pendidikan Agama Islam. Bireuen: UNIMAL PRESS. 2018.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005.
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Ciputat: 2008.
Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.
1995. Cet.ke II.
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni. INOVASI MODEL
PEMBELAJARAN Sesuai Kurikulum 2013. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
2016.
Nata. Abuddin. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2009.
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana. 2018. Cet-3
Purnomo, Halim. PSIKOLOGI PENDIIKAN. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat. 2019.
Purnomo, Halim. Psikologi Peserta Didik, Yogyakarta: K-Media. 2020.
Rohani, A.. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. 1997.

65
Rosyada, Dede. Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan. Jakarta:
Kencana. 2020.
Rusydiyah, Evi Fatimatur. MEDIA PEMBELAJARAN Problem Based
Learning. Surabaya: UIN SUNAN AMPEL PRESS. 2020.
Saleh, Marhamah, “STRATEGI PEMBELAJARAN FIQH DENGAN
PROBLEM-BASED LEARNING”. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. Vol. XIV NO. 1.
2013.
Salim dan Syahrun. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka
Media. 2012.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Sari, Permata, Farid Imam Kholidin dan Mahmuddah Dewi Edmawati.
“Tingkat Kejenuhan Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandar
Lampung”. Journal of Guidance and Counseling Inspiration (JGC). Vol. 01, No.
01. 2020.
Siyoto, Sandu. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media
Publishing. 2015.
Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. 2016.
Suriansyah, Ahmad, Aslamiah, dkk, Strategi Pembelajaran. Depok: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA. 2014.
Syar'i, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1.
Wahab. “Pelaksanaan Pendidikan Agama Pada SMA Swasta”. Jurnal
“Analisa” Volume XVII. No. 01. 2010.
Wekke, Ismail Suardi. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gawe Buku. 2019.
Yunus, H.A. dan E. Kosmajadi. Filsafat Pendidikan Islam. Majalengka:
Penerbitan Universitas Majalengka. 2015.

66
Zainiyati, Husniyatus Salamah. Model Dan Strategi Pembelajaran Aktif
(Teori Dan Praktek Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam). Surabaya:
Putra Media Nusantara. 2010.

67

Anda mungkin juga menyukai