Proposal
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
Giri Slamet Santoso (11180110000037)
Dengan ini menyatakan bahwa Proposal Skripsi yang saya buat benar-benar hasil
karya sendiri dan saya bertanggung jawab atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Seminar Proposal.
ii
PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI
PEKERTI KELAS XII SMK MUHAMMADIYAH PARUNG
Proposal Skripsi
Disusun oleh:
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING PROPOSAL SKRIPSI
Proposal skripsi yang berjudul Penerapan Model Problem Based Learning Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung. Yang disusun Giri Slamet Santoso NIM.
11180110000037 Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah melalui
bimbingan proposal skripsi dan berhak untuk diujikan pada Seminar Proposal
ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas dan jurusan.
Yang mengesahkan,
Dosen Pembimbing
iv
ABSTRAK
Giri Slamet Santoso (11180110000037). “Penerapan Model Problem Based
Learning Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti
Kelas XII SMK Muhammadiyah Parung”. Program Studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, dunia pendidikan
mengalami perubahan signifikan, terutama perihal penerapan model pembelajaran,
baik dikelas maupun di luar kelas. Problem Based Learning menjadi satu di antara
banyaknya model pembelajaran yang dinilai sesuai dengan kemajuan dunia
pendidikan saat ini. Model pembelajaran ini dapat memberikan stimulus kepada
siswa untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Model
Pembelajaran Problem Based Learning sangat dibutuhkan baik oleh guru sebagai
pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Hal tersebut dikarenakan model
pembelajaran ini bersifat progresif atau dapat diterapkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Guru dapat melakukan inovasi dan kreatifitas dalam
kegiatan pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning.
Model pembelajaran Problem Based Learning dipandang belum banyak diterapkan
oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti khususnya
pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan. Oleh karena itu, pada skripsi saya ini
akan dijelaskan penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning
khususnya di kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan peneltian
tersebut agar dapat mengetahui proses implementasi model pembelajaran Problem
Based Learning pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode analisis
deskriptif.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat iman, Islam dan ihsan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan sebaik-baiknya dan semoga memberi manfaat bagi yang membaca.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan yang agung
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Proposal skripsi ini disusun dan diajukan untuk mengikuti Seminar Proposal
Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan judul penelitian “Penerapan Model Problem Based Learning Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung”.
Dalam proses penyusunan proposal skripsi ini, banyak tantangan dan
hambatan yang penulis hadapi. Namun, berkat bantuan dan motivasi dari berbagai
pihak, Alhamdulillah proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
sebagai ungkapan rasa hormat yang tulus, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, LC, MA, selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin M. Ag, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abdul Haris M. Ag, Selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam dan Bapak Drs. Rusdi Jamil, M. Ag, selaku sekretaris Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Muhammad Dahlan. Penasehat Akademik yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan.
5. Dr. Abdul Ghofur, MA. Dosen Pembimbing Proposal Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya
untuk memberikan bimbingan kepada penulis, serta senantiasa memberikan
vi
petunjuk, arahan dan nasehat dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen program Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmu dan
pengalamannya kepada penulis selama proses pembelajaran di program
Pendidikan Agama Islam.
7. Kedua Orang Tua penulis, Bapak Sadimin dan Ibu Lasmi. Terimakasih untuk
doa, perhatian, pengetahuan dan kesempatan serta segala sesuatu yang telah
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan satu amanah yang
diberikan.
8. Keluarga PAI angkatan 2018 yang telah bersama berjuang untuk terus
kompak serta menjadi teman di awal perjalanan penulis di jalan yang penuh
perjuangan ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala
bantuan dan dukungannya.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................v
BAB I .....................................................................................................................10
PENDAHULUAN .................................................................................................10
A. Latar Belakang............................................................................................10
F. Manfaat Penelitian......................................................................................21
BAB II ...................................................................................................................22
B. Guru ..........................................................................................................24
D. Pembelajaran ..............................................................................................29
viii
BAB III ..................................................................................................................55
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan untuk
dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.1 Pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2
Dalam pengertian yang luas pendidikan adalah kehidupan.
Dalam pengertian yang luas ini pendidikan adalah proses yang dialami manusia
semenjak ia lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan merupakan proses yang
tidak pernah selesai (never ending proces). Proses pendidikan yang pertama
tentunya adalah keluarga. Dalam keluarga ini seseorang memiliki pengalaman
pertamadalam kehidupannya. Setelah itu manusia memasuki fase schooling, sebuah
fase kehidupan yang dialami seseorang di sekolah atau lembaga formal dan
seterusnya. Pada intinya setiap proses yang dialami seseorang dan
mempengaruhinya maka itu dapat disebut sebagai proses pendidikan, kapan saja
dan dimana saja.3
Manusia sebagai makhluk yang istimewa karena diberikan akal yang dengan
akal tersebut mampu membuat suatu karya luar biasa seperti halnya teknologi
komunikasi, transportasi, infrstruktur dan lain sebagainya. Semua itu didasari oleh
kecerdasan manusia yang berasal dari akal. Agar manusia mampu memanfaatkan
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab I Pasal 1.
2
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: ALMA’ARIF,
1962), hlm. 16
3
Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI, 2012), Cet-2, hlm. 92
10
akalnya dengan baik dan benar maka perlu adanya bimbingan terhadap akal
tersebut. Proses membimbing akal agar berfungsi sesuai dengan tujuan penciptaan
akal adalah dengan pendidikan. Dengan pendidikan, manusia mampu mempelajari
dan memahami apa yang ada di alam dunia ini lalu mampu memanfaatkan sumber
daya yang ada di alam dunia dengan tepat. Dengan pendidikan itu juga, manusia
mampu mendapatkan ilmu yang dengan ilmu tersebut pula, manusia bisa menjadi
makhluk yang sangat mulia.
Pendidikan merupakan substansi dalam membentuk
peradaban. Karena itu sistem pendidikan yang berasal dari kaidah
Islam akan melahirkan masyarakat yang sesuai dengan cita- cita
Islam. Pendidikan adalah sebuah orientasi membentuk paradigma
dan watak manusia. Karena objeknya adalah manusia, maka aspek
paling penting yang perlu diperhatikan adalah jiwa. Karena jiwa
merupakan substansi yang ada dalam diri manusia. Segala sikap dan
tindakan manusia ditentukan oleh jiwanya.4
Dalam lingkup Pendidikan, Islam sangat mengedepankan hal tersebut
dikarenkan pendidikan menjadi ruh kehidupan manusia. Tanpa adanya pendidikan,
manusia layaknya binatang. Itu sebabnya salah satu bukti Islam sangat
mengutamakan pendidikan ialah ayat yang turun pertama kali yakni Q.S Al-‘Alaq
ayat 1-5 merupakan ayat yang memerintahkan manusia untuk menjalankan
pendidikannya melalui hal yang sangat sederhana yaitu membaca.
Dalam struktur kurikulum nasional pendidikan menengah atas mata pelajaran
agama merupakan mata pelajaran wajib yang diberikan di seluruh sekolah, di setiap
jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Halitu menunjukkan bahwa pemerintah memandang penting pendidikan agama
diajarkan di sekolah. Misi utamanya adalah membina kepribadian siswa secara utuh
dengan harapan bahwa siswa kelak akan menjadi siswa yang beriman kepada Allah
SWT, mampu mengabdikan ilmu-Nya untuk kesejahteraan umat manusia.5
4
Miswari, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Bireuen: UNIMAL PRESS, 2018), hlm. 11
5
Syaiful Anwar, Desian Pendidikan Agama Islam Konsempsi dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran di SkeolahI, (Yogyakarta: CV. Idea Sejahtera, 2014), hlm. 11
11
Dalam sistem pendidikan di persekolahan terdapat dua peristilahan, yaitu
“pendidikan” dan “pengajaran”. Terhadap kedua istilah di atas para parktisi
pendidikan lebih cenderung ke arah pengajaran bukan pendidikan. Berkaitan
dengan makna pendidikan dan pengajaran, Harun Nasution menegaskan bahwa
untuk membentuk kepribadian murid sebagai pribadi yang utuh diperlukan
pendidikan agama bukan pengajaran agama. Namun yang berlaku pada umumnya
di sekolah umum termasuk sekolah adalah pengajaran agama bukan pendidikan
agama”.6 Mungkin hal seperti ini merupakan salah satu penyebab kemerosotan
akhlak, khususnya di kalangan para siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Menurut Azyumardi Azra pendidikan lebih dari sekedar pengajaran karena
pendidikan lebih diarahkan kepada pembentukan dan pembinaan seluruh aspek
kepribadian peserta didik, bukan sekedar transfer informasi tentang ilmu
pengetahuan kepada murid. Pendidikan merupakan transformasi nilai dan
pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya sedangkan
pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan “tukang” atau spesialisasi yang
terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit”.7 Berdasarkan dua pendapat di
atas, pemberian materi agama Islam di sekolah semestinya disampaikan melalui
proses pendidikan bukan pengajaran, sesuai dengan namanya yaitu mata pelajaran
Pendidkan Agama Islam (PAI).
Nurcholis Madjid membedakan penyelenggarakan pendidikan Islam kepada
dua bagian. Pertama program pendidikan yang bertujuan untuk mencetak ahli-ahli
agama. Kedua program pendidikan agama yang bertujuan untuk memenuhi
kewajiban setiap pemeluk agama untuk mengetahui dan mengamalkan dasar-dasar
agamanya.8
Bila membahas tentang pendidikan, maka tak bisa lepas dari yang namanya
belajar mengajar atau yang biasa disebut juga dengan pembelajaran. Belajar
6
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), cet.ke
II, hlm. 385
7
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Moderenisasi menuju Milenium, (Jakarta:
Logos, 1999), hlm. 35
8
Nurcholis Madjid, “Masalah Pendidikan Agama Di Sekolah Menengah Umum” dalam
Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi, Editor Fuaduddin & Cik Hasan Basri, (Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm 40
12
mengajar atau boleh dikatakan Proses Pembelajaran adalah sebuah interaksi yang
bemilai normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan
sadar dan bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman ke arah mana akan
dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajarakan berhasil bila hasilnya
mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan
nilai-nilai dalam diri anak didik. Maka dalam buku lain dikatakan bahwa "bila
hakikat belajar adalah "perubahan", maka hakikat mengajar adalah proses
"pengaturan" yang dilakukan oleh guru". Maka dapat dikatakan interaksi belajar
mengajar adalah interaksi antara siswa dan guru dalam melakukan perubahan dan
pengaturan untuk mencapai tujuan.9
Interaksi belajar mengaiar dikatakan bernilai normatif karena di dalamnya
ada sejumlah nilai. ]adi adalah wajar bila interaksi itu dinilai bemilai edukatif.
Karena merupakan interaksi edukatif maka interaksi belajar mengajar harus
membawa hasil yaitu perubahan pemahaman atau dalam bahasa klasik-nya siswa
mendapat ilmu yang dalam hal ini diwujudkan dengan nilai atau prestasi. Namun
untuk dapat melaksanakan hal itu maka semuaunsur harus berperan serta, tidak
boleh pasif.10
Jadi, dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran menjadi
kegiatan interaksi antar guru dan siswa yang saling berperan aktif satu sama lain
dengan menghasilkan suatu perubahan postif yang terjadi pada peserta didik secara
bertahap.
Kegiatan pembelajaran tentunya tidak bisa lepas dari model pembelajaran.
Tidak semua ilmu pengetahuan menerapkan model pembelajaran yang sama.
Karena setiap ilmu memiliki membutuhkan metode yang berbeda agar mampu
diserap oleh peserta didik dengan efektif dan optimal.
Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pendidikan, teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, atau teori-
teori lain. Berdasarkan teori belajar, model pembelajaran dikelompokkan menjadi
9
Muhammad Fathurrohman Dan Sutistyorini, Belajar & Pembelajaran Meningkatkan Mutu
Pembelajamn Sesuai Standar Nasional, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012), hlm. 2
10
Ibid, hlm. 3
13
empat; 1) Model Interaksi Sosial, 2) Model Pemrosesan Informasi, 3) Model
Personal (Personal Models), dan 4) Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral)
Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Weil berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk mernbentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.11
11
Husniyatus Salamah Zainiyati, Model Dan Strategi Pembelajaran Aktif (Teori Dan Praktek
Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam), (Surabaya: Penerbit Putra Media Nusantara
Surabaya & IAIN PRESS Sunan Ampel, 2010), hlm. 67
14
kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mudah terbentuk dan menjadi
kebiasaan bagi siswa dalam kehidupannya. Dalam penerapan strategi ini, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik masalah, walaupun
sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas. Proses
pembelajaran diarahkan agar siswa mampu menyelesaikan masalah secara
sistematis dan logis.12
Dilihat dari aspek psikologis belajar SPMB berdasarkan kepada psikologi
kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses
menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa
akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya
terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui
penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi. Dilihat dari aspek
filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan
anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi yang
memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada
kenyataannya setiap manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dari mulai
masalah yang sederhana sampai kepada masalah keluarga, masalah sosial
kemasyarakatan, masalah negara sampai kepada masalah dunia. SPBM inilah
diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi.13
Berdasarkan pandangan filsafat, Problem Base Learning mengambil aliran
empirisme dimana memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik
pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah.14 Dari segi filsafat pendidikan,
Problem Base Learning mengambil aliran progresivisme, menurutnya pengalaman
sebagai sumber pengetahuan merupakan hal yang bersifat dinamis sehingga akan
terus berkembang karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
12
Ahmad Suriansyah, Aslamiah, dkk, Strategi Pembelajaran, (Depok: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014), hlm 160
13
Ibid, hlm. 162
14
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016), hlm. 8
15
dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan.15 Selain itu, dari segi filsafat
pendidikan Islam, tidak jauh beda dengan filsafat ilmu yakni pendekatan
pengalaman, yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka
penanaman nilai-nilai keagamaan.16 Serta melalui pendekatan psikologi
pendidikan, Problem Base Learning mengambil aliran kontruksivisme yang
menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan dan perkembangan kognitif
terbentuk melalui internalisasi atau penguasaan proses sosial.17
Model pembelajaran Problem Base Learning menitikberatkan pada
pengalaman belajar siswa yang dengan pengalaman tersebut siswa akan
mendapatkan pengetahuan yang berbeda-beda sehingga akan semakin meluas hal
yang didapatkan dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Problem Base
Learning memberikan siswa masalah yang dengan masalah tersebut siswa akan
berfikir untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang berbeda-beda.18
Salah satu hal yang membuat penurusan hasil komtensi belajar sisaw ialah
factor kejenuhan belajar yang dialami siswa. Kejenuhan yang dialami siswa
berdampak pada ketertarikannya untuk mengikuti proses belajar. Penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Walburg menjelaskan bahwa kejenuhan dan
khususnya aspek kehilangan tujuan dan minat pada kegiatan di sekolah dapat
meningkatkan risiko konsumsi ganja di antara siswa sekolah menengah. Dampak
dari kejenuhan belajar yang terjadi pada siswa tidak sama. Masing-masing siswa
mengalami dampak yang berbeda.19
Selain itu, tingkat kemampuan guru dalam menggunakan model
pembelajaran yang variatif pun menurun. Tak sedikit guru yang belum mampu
menggunakan model pembelajaran yang kekininian dan masih menggunakan
model pembelajaran konvensional. Hal itu yang membuat peserta didik merasa
15
Muhammad Kristiawan, Filsafat Pendidikan: h e Choice Is Yours, (Yogyakarta: Penerbit
Valia Pustaka Jogjakarta, 2016), hlm. 233
16
Ahmad Syar'i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 59
17
Halim Purnomo, PSIKOLOGI PENDIIKAN, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Publikasi,
dan Pengabdian Masyarakat, 2019), Hlm. 59
18
Ibid
19
Permata Sari1, Farid Imam Kholidin dan Mahmuddah Dewi Edmawati, “Tingkat
Kejenuhan Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandar Lampung”, Journal of
Guidance and Counseling Inspiration (JGC), , Vol. 01, No. 01 (2020), hlm. 45-52
16
jenuh saat kegiatan pembelajaran. Guru diharapkan mampu menerapkan
ketiga model pembelajaran tersebut pada subtema yang diajarkan. Oleh karena itu,
guru menghadapi berbagai kendala dalam implementasinya. Untuk mengetahui
kendala-kendala yang dihadapi guru diperlukan penelitian-penelitian yang
mendalam. Kendala yang paling sering dihadapi oleh guru dalam menerapkan
kurikulum 2013 adalah pemilihan model pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada
saat mengajar guru harus menyesuaikan dengan pembalajaran tematik yang
diajarkan.20 Dengan guru yang belum mampu menerapkan model pembelajaran
sesuai dengan materi pembelajaran berdampak pada kondisi psikis siswa maka
timbulah rasa jenuh yang dengan rasa jenuh itu membuat peserta didik kurang dapat
memahami materi pembelajaran dengan baik.
Di Indonesia, profesionalisme guru dinilai masih rendah. Hal ini sejalan
dengan pernyataan tentang faktor-faktor penyebab rendahnya profesionalisme guru
di Indonesia antara lain :21
a. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh masih rendahnya gaji guru, khususnya guru honorer.
b. Adanya institusi pencetak guru yang kurang memperhatikan bagaimana
output yang akan dihasilkan. Sehingga sistem pendidikan yang
diselenggarakan selama pendidikan guru berlangsung tidak mencapai hasil
yang maksimal. 3. Kurangnya motivasi guru dalam mengembangkan kualitas
dirinya.
Selain faktor-faktor tersebut, memaparkan hasil penelitian Konsorsium Ilmu
Pendidikan yang menunjukkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA
mengajar bidang studi di luar keahliannya. Hal ini tentu akan berpengaruh pada
proses belajar mengajar yang diampu oleh guru tersebut.22 Dengan guru yang tidak
profesional sesuai bidang studinya maka penerapan model pembelajaran pun akan
20
Indah Fajar Friani, Sulaiman dan Mislinawati, “Kendala Guru Dalammenerapkan Model
Pembelajaran Pada Pembelajaran Tematik Berdasarkan Kurikulum 2013 Di Sd Negeri 2 Kota
Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah, Vol. 2 Nomor 1, 88-
97, 2017
21
Mariana Ulfah Hoesny dan Rita Darmayanti, “Permasalahan dan Solusi Untuk
Meningkatkan Kompetensi dan Kualitas Guru: Sebuah Kajian Pustaka”, Scholaria: Jurnal
Pendidikan dan kebudayaan, Vol. 11 No. 2, 2021: 125
22
Ibid
17
tidak tepat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong model
pembelajaran yang lebih variatif sesuai kompetensi pembelajaran yang ingin
dicapai. Guru sebagai pemeran aktif dalam menerapkan model pembelajaran
tentunya harus senantiasa mengikuti arus perkembangan kondisi sosial dan
tentunya kondisi psikologi peserta didik. Guru sebagai aktor yang memiliki
kompetensi pedagogik harus mampu menerapkan model pembelajaran yang
kekinian sehingga peserta didik tidak jenuh sata mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dengan begitu, kompetensi yang diinginkan bisa tercapai dengan optimal, tak
terkecuali dalam Pendidikan Agama Islam.23
Pada lembaga Pendidikan saat ini, mata pelajaran yang wajib salah satunya
ialah pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang sudah diajarkan
sejak SD/MI sampai SMA/SMK. Namun, bila kita perhatikan tak sedikit di
berbagai sekolah baik negeri maupun swasta guru yang mengajarkan pelajaran
tersebut menerapkan model pembelajaran yang monoton dan membosankan
sehingga berdampak pada kurang tertariknya siswa dalam kegiatan pembelajaran
khsusunya terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Padahal,
pelajaran tersebut merupakan pelajaran inti dari semua pelajaran. Hanya pelajaran
tersebut yang tak hanya berfokus pada nilai kognitif namun juga nilai afektif dan
spiritual. Sebab, materi yang diajarkan tak hanya seputar memahami syariat Islam
seperti wawasan dalam melaksanakan ibadah namun juga mengajarkan tentang
adab dan akhlak. Dengan kurang antusiasnya siswa terhadap pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti akan berdampak pada hasil belajarnya yang tentunya
kurang baik seperti munculnya sikap egois, tidak sabar, tidak mampu bersikap
sesuai situasi dan kondisi serta sikap negatif lainnya tak terkecuali pada jenjang
SMK. Jenjang SMK menjadi fase kritis karena siswa saat itu sedang mengalami
proses mencari jati dirinya dan sedang dalam pembentukan karakter. Apabila pada
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti mendapat hasil yang baik
23
Wahab, “Pelaksanaan Pendidikan Agama Pada SMA Swasta”, Jurnal “Analisa” Volume
XVII, No. 01, 2010, hlm. 149
18
maka hal itu akan berdampak baik juga pada hasil belajarnya dari segala aspek.24
Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut timbulah alasan untuk
dilaksanakannya penelitian ini terkait penerapan model pembelajaran Problem
Base Learning pada pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti jenjang
SMK.
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
Peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini agar lebih terarah dan
fokus, pada point-point berikut :
24
Ibid
19
D. Perumusan Masalah
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, peneliti
merumuskan masalah dalam beberapa pertanyaan di bawah ini:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Budi Pekerti di kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung?
2. Apa saja kendala guru Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti dalam
menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas XII SMK
Muhammadiyah Parung?
3. Bagaimana solusi guru Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti agar
mampu menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas
XII SMK Muhammadiyah Parung?
E. Tujuan Penelitian
2. Untuk menganalisis kendala guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
dalam menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas XII
SMK Muhammadiyah Parung
3. Untuk menjelaskan solusi guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
agar mampu menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning di
kelas XII SMK Muhammadiyah Parung.
20
F. Manfaat Penelitian
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan bagi kepala sekolah
sebagai sarana evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
sekolah, umumnya bagi seluruh guru dan khususnya bagi guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMK
Muhammadiyah Parung.
b. Bagi Guru
Sebagai bahan evaluasi diri untuk menjadi guru yang profesional dalam
upaya peningkatan mutu, proses dan hasil belajar siswa khususnya pada
mata Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti jenjang sekolah menengah.
c. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan upaya
meningkatkan minat belajar siswa pada pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti jenjang sekolah menengah.
d. Bagi Peneliti
Menjadi motivasi agar senantiasa meningkatkan kreatifitas dan inovasi
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan kemampuan
dalam membuat skripsi untuk memperoleh gelar sarjana
pendidikan.
21
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Pendidikan
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan
nilai-nilai dan norma-norma tersebut, serta mewariskannya kepada generasi
berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam
suatu proses pendidikan. Karena itu, bagaimana pun peradaban suatu masyarakat,
di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha
manusia untuk melestarikan hidupnya.25
Dengan kata lain, pendidikan dapat diartikan sebagai hasil peradaban bangsa
yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma
masyarakat), yang berfungsi sebagai ilsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita
dan pernyataan tujuan pendidikannya. Sekaligus menunjukkan cara, bagaimana
warga negara bangsanya berpikir dan berperilaku secara turun temurun, hingga
kepada generasi berikutnya. Dalam perkembangannya, akan sampai pada tingkat
peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupan dan pembinaan
kehidupan yang lebih sempurna.26
Sasaran pendidikan adalah manusia, yang mengadung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sangatkompleks tersebut, tidak ada satu batasan
yang bisa menjelaskan Hakikat pendidikan secara lengkap. Batasan yang diberikan
para ahli beranekaragam, karena orientasi, konsep dasar yang digunakan, aspek
yang menjadi tekanan atau falsafah yang mendasarinya juga berbeda.
25
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: KENCANA, 2017), Cet-2, hlm. 20
26
Ibid, hlm 21
22
1. Pengertian Pendidikan Menurut KBBI
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usahan mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan.27
2. Pengertian Menurut Para Ahli
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang Hakikat
pendidikan :
a. Ki Hadjar Dewantara
Hakikat pendidikan ialah proses penanggulangan masalah-masalah
serta penemuan dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat
yang berlangsung seumur hidup. Pada tingkat permulaan pendidik lebih
menentukan dan mencampuri pendidikan peserta didik. Setelah itu
pendidik hanya sebagai pengasuh yang mendorog, membimbing, memberi
teladan, menuntun serta menyediakan dan mengatur kondisi untuk
membelajarkan peserta didik sehingga dapat menghasilkan peserta didik
yang mampu memperbaharui diri secara terus menerus dan aktif
menghadapi lingkungan hidupnya. Semua itu terlihat pada semboyan dan
perlambangan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu, ing
ngarso sung tuludo artinya kalau pendidik berada dimuka, ia memberi
tauladan kepada pendidiknya; ing madya mangun karso artinya kalau
pendidik berada di tengah, dia membangun semangat berswakarya dan
berkreasi pada peserta didiknya dan tut wuri handayani artinya kalau
pendidik berada di belakang, dia mengikuti dan mengarahkan peserta
didiknya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab serta
mencari jalan sendiri.28
27
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), hlm. 204
28
Muhammad Kristiawan, Op.Cit., hlm. 92
23
b. Plato
Filsuf Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 mengatakan
bahwa: “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari
jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya
kesempurnaan.”29
c. Aristoteles
Filsuf terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan
pada tahun 384 SM-322 SM mengatakan bahwa: “Pendidikan itu ialah
menyiapkan akal untuk pengajaran.”30
B. Guru
1. Pengertian Guru
29
Muhammad Anwar, Op.Cit., hlm 95
30
Ibid
31
Rusydi Ananda, Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, (Medan: Lembaga Peduli
Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI), 2018), hlm 20
24
3) Ahmad D, Marimba; guru adalah orang yang memikul tanggung jawab
untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan
kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan si terdidik.
4) Hadari Nawawi; guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau
memberikan pelajaran di kelas atau di sekolah.
5) Ahmad Janan Asifuddin; guru adalah orang yang mengajar dan
mentransformasikan ilmu serta menanamkan nilai-nilai terhadap peserta
didik.
6) Sutari Imam Barnadib; guru adalah setiap orang yang sengaja
mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaannya.
7) Zakiah Daradjat; guru secara implisit telah merelakan dirinya
menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang
dipikulkan di pundak para orang tua.
Dari pemaparan di atas maka dapatlah dimaknai bahwa guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina
anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal, di sekolah maupun di
luar sekolah. Dalam penjelasan tersebut terkandung makna bahwa guru
merupakan tenaga professional yang memiliki tugas-tugas professional dalam
pendidikan dan pembelajaran.33
Peran guru sesungguhnya sangat luas yang meliputi besar yaitu :34empat hal
a. Guru sebagai Pengajar (teacher as instructor).
32
H. Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2005), Hlm.31
33
Rusydi Ananda, Op.Cit. hlm. 21
34
Ibid, hlm. 22
25
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas) yaitu
menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua
pengetahuan yang telah disampaikan itu. Selain dari itu, guru juga berusaha
agar terjadi perubahan pada diri peserta didik pada aspek sikap,
keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi dan sebagainya melalui
pengajaran yang diberikannya secara sistematis dan terencana.
b. Guru sebagai Pembimbing (teacher as counsellor).
Guru berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta didik agar mampu
menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri,
mengenal dirinya sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Peserta didik membutuhkan guru dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan
pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam
hubungan sosial, dan interpersonal. Karena itu setiap guru perlu memahami
dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual,
teknik mengumpulkan keterangan, teknik evaluasi dan psikologi belajar.
c. Guru sebagai Ilmuwan (teacher as scientist).
Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan. Guru bukan
saja berkewajiban untuk menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya
kepada peserta didik, tetapi juga berkewajiban mengembangkan
pengetahuan dan terus menerus memupuk pengetahuan yang telah
dimilikinya. Pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang dengan pesat,
guru harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
tersebut. Banyak cara yang dapat dilakukan, misalnya belajar sendiri,
mengadakan penelitian, mengikuti pelatihan, menulis buku, menulis karya
ilmiah sehingga perannya sebagai ilmuwan terlaksana dengan baik.
d. Guru sebagai Pribadi (teacher as person).
Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh
peserta didiknya, oleh orang tua dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat
diperlukan agar dapat.35
35
Ibid
26
C. Peserta Didik
1. Peserta Didik Berdasarkan Perspektif Psikologi
Peserta didik perspektif psikologi merupakan individu yang sedang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis.
Menurut fitrahnya mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Perkembangan
peserta didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan psikologi
perkembangan yang secara khusus mempelajarai aspek-aspek perkembangan
individu yang berada pada tahap usia sekolah dan sekolah menengah. Sebagai
individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal
kemampuan fitrahnya.36
Pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai
objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai
subjek pendidikan dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan
masalah belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat
dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan, bimbingan dan
pengarahan. Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara
kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini dapat
dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam
kehidupannya.37
36
Halim Purnomo, Psikologi Peserta Didik, (Yogyakarta: K-Media, 2020), hlm. 31
37
Ibid
38
Ibid, hlm 32
27
3. Aliran-Aliran Perkembangan Peserta Didik
a. Nativisme
Nativisme merupakan sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar
terhadap aliran psikologi. Schopenhoeur merupakan tokoh utama aliran ini
(1788-1860) adalah filsuf Jerman. Aliran nativisme ini dijuluki sebagai
aliran pesimistis yang memandang segalasesuatu dengan kacamata hitam
karena para ahli penganut ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia
ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan
tidak ada pengaruhnya. Ilmu pendidikan memandang ini sebagai pesimisme
pedagogis.39
b. Empirisisme
Aliran empirisisme (empiricism) tokoh utamanya adalah John Locke (1632-
1704). Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empiricism”
(aliran empirisisme inggris). Doktrin aliran empirisisme yang amat mashur
ialah “tabula rasa” yang berarti lembaran kosong. Doktrin ini menekankan
arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Perkembangan
manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidiknya sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak
ada pengaruhnya.40
c. Konvergensi
Tokoh utama aliran ini bernama Louis William Stern, seorang filosof dan
psycholog Jerman. Aliran ini menurutnya gabungan antara aliran
empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti
penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor
yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.41
39
Ibid, hlm 39
40
Ibid
41
Ibid, hlm 40
28
D. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Menurut KBBI, Pembelajaran adalah segala aktifitas yang bertujuan
untuk memberikan petunjuk kepada orang lain agar dapat mengetahui suatu
hal.42 Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses membelajarkan siswa atau
membuat siswa belajar (make student learn).43
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003
menyatakan bahwa: “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.44
2. Tujuan Pembelajaran
Tujuannya ialah membantu siswa belajar dengan memanipulasi
lingkungan dan merekayasa kegiatan serta menciptakan pengalaman belajar
yang memungkinkan siswa untuk melalui, mengalami atau melakukannya.
Dari proses melalui, mengalami dan melakukan itulah pada akhirnya siswa
akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, pembentukan sikap dan
keterampilan. Dalam konteks ini, siswalah yang aktif melakukan aktivitas
belajar. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud di sini adalah aktivitas
jasmaniah maupun aktivitas mental.45
Oleh karena itu, pembelajaran ialah suatu kegiatan timbal balik yang
terjadi antara guru dengan murid serta lingkungan di sekitarnya untuk
melakukan proses berfikir secara terstuktur agar dapat mendapatkan suatu
pemahaman sekaligus menghaslikan karya yang bisa bermanfaat bagi diri
sendiri maupun orang lain.
42
KBBI, Op.Cit., hlm. 13
43
Hj. Helmiati, MODEL PEMBELAJARAN, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012), hlm. 5
44
Ibid, hlm. 8
45
Ibid
29
3. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran ialah suatu kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Model pembelajaran biasanya digunakan sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian kegiatan/proses
pembelajaran yang dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah,
benar-benar merupakan suatu kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola
yang bisa dipergunakan dalam pengembangan kurikulum, merancang
materi pembelajaran, dan membimbing pembelajaran.46
Dalam pengertian lain, model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai
tujuan pendidikannya.47
46
Rusydi Ananda dan Abdillah, Pembelajaran Terpadu (Karakteristik, Landasan, Fungsi,
Prinsip Dan Model), (Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI, 2018),
hlm. 63
47
Husniyatus Salamah Zainiyati, Model Dan Strategi Pembelajaran Aktif (Teori Dan Praktek
Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam), (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 67
48
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni, INOVASI MODEL PEMBELAJARAN Sesuai
Kurikulum 2013, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), hlm. 25
30
2. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar
mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk
memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
3. Memiliki bagian–bagian model yang dinamakan: (1) urutan
langkah–langkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip–
prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem pendukung.
Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru
akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
4. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
Dampak tersebut meliputi : (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil
belajar yang dapat diukur, (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajr
jangka panjang.
5. Membuat persipan mengajar (desain instruksional) dengan
pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
49
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 117
31
baru. PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan pembelajaran model ini,
peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah
kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus
dari bangku sekolah.50
50
Marhamah Saleh, “STRATEGI PEMBELAJARAN FIQH DENGAN PROBLEM-BASED
LEARNING”, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. XIV NO. 1, (Agustus 2013), hlm. 203.
51
Ibid, hlm. 117
52
Ibid, hlm. 117
32
Dengan demikian, maka harapan dari strategi SPBM adalah bisa
meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam hal penyelesaian masalah
yang selama ini kurang diperhatikan guru, sehingga manakala siswa
menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa
yang tidak bisa menyelesaikannya dengan baik.53
Menurut John Dewey, belajar berbasis masalah adalah interaksi antara
stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan
menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta
bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya. Pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah
berpusat berarti menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar.54
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.55
53
Ibid, hlm. 117
54
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni, Op.Cit. hlm. 82
55
Ibid
33
Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah
proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian
masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.56
56
Marhamah Saleh, Op.Cit., hlm 205
57
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana
Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakata: KENCANA, 2009), hlm. 22
34
a. Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan
kehidupan, khususnya dengan dunia kerja;
b. Dapat membiasakan para mahasiswa menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat
menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak;
c. Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para mahasiswa
banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari
berbagai aspek.58
58
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009) hlm. 250.
35
c. Mendorong untuk Berpikir
Pemelajar dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan,
mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang
mendukung alasan. Nalar pemelajar dilatih, dan kemampuan berpikir
ditingkatkan. Tidak sekadar tahu, tapi juga dipikirkan.
f. Memotivasi Pemelajar
Dengan PBL, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari
dalam diri pemelajar, karena kita menciptakan masalah dengan konteks
pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, mereka walaupun tidak
36
semua merasa bergairah untuk menyelesaikannya. Tetapi tentu saja,
sebagian di antara mereka akan ada yang justru merasa kebingungan dan
menjadi kehilangan minat. Di sini peran pendidik menjadi sangat
menentukan.59
59
Ibid, hlm. 27-29
37
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat mahasiswa untuk
secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal
telah berakhir.60
60
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 210.
38
memberikan kesempatan pada siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal sudah berakhir.61
61
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 124
62
Marhamah Saleh, Op.Cit., hlm 210
39
Selain itu juga, terdapat kekurangan Model PBL diantaranya :
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untukdipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.63
63
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 125
64
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009, hlm. 250.
40
7. Media Pembelajaran Problem Based Learning
Setiap hal yang dilakukan apabila ingin mendapat kemudahan untuk
mendapatkankan suatu yang diinginkan maka diperlukan alat atau media
sebagai perantara kemudahan kegiatan tersebut. Dalam hal pendidikan
terutama perihal pembelajaran dibutuhkan alat atau media untuk memudahkan
guru dan peserta didik dalam menjalankan proses belajar mengajar. Semua
media pembelajaran pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni
memberikan kemudahan bagi pelaku pendidikan baik guru maupun siswa agar
tercapainya tujuan pembelajaran. Dari Segi murid, media digunakan untuk
memudahkan peserta didika untuk memahami ilmu yang diberikan serta
mendapatkan kemudahakan untuk melakukan suatu kemampuan tertentu yang
tercipta dari hasil pembelajaran.
a. Pengertian Media
Kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius yang secara
harfiahnya berarti ’tengah’, ‘pengantar’ atau ‘perantara’. Dalam bahasa
Arab, media disebut ‘wasail’ bentuk jama’ dari ‘wasilah’ yakni sinonim
al-wasth yang artinya juga ‘tengah’. Kata ’tengah’ itu sendiri berarti
berada di antara dua sisi, maka disebut juga sebagai ’perantara’ (wasilah)
atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Karena posisinya berada di
tengah ia bisa juga disebut sebagai pengantar atau penghubung, yakni yang
mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari
satu sisi ke sisi lainnya.65
Asal-usul kata “media” itu sendiri berasal dari bahasa Latin, yang
mana ia sebenarnya merupakan bentuk jamak dari kata “medium” dengan
arti harfiahnya “perantara” atau “pengantar”. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang dapat menjadi
perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.66
65
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru), (Ciputat: 2008), hlm 6-7
66
Evi Fatimatur Rusydiyah, MEDIA PEMBELAJARAN Problem Based Learning, (Surabaya:
UIN SUNAN AMPEL PRESS, 2020), hlm. 6
41
b. Pengertian Media Menurut Ahli
Sedangkan untuk pengertiannya, terdapat beberapa pengertian
media sebagaimana uraian berikut ini :
1) Santoso S. Hamijaya
Media merupakan segala bentuk perantara yang dapat digunakan
oleh seseorang untuk menyebarkan ide, sehingga ide tersebut dapat
sampai pada penerima.67
2) McLuahan
Media dapat disebut juga sebagai channel (saluran), sebab pada
hakikatnya ia dapat memperluas atau memperpanjang kemampuan
manusia untuk merasakan, mendengar, juga melihat dalam batasbatas
jarak, ruang dan waktu tertentu. Media dalam hal ini memberikan
bantuan untuk mengatasi batas-batas ini.
5) Brigg
Media merupakan alat yang dapat menyajikan pesan dimana dalam
waktu bersamaan dapat pula merangsang penerima pesan untuk
tertarik kepada pesan tersebut.
67
Ibid
42
6) Donald P Ely & Vernon S. Gerlach\
Secara sempit media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang biasa
digunakan untuk menangkap, memroses dan menyampaikan
informasi, seperti grafik, foto, atau alat mekanik serta elektronik.
Sedangkan secara luas media dapat berupa kegiatan yang dapat
menciptakan kondisi tertentu, dimana melalui kondisi tersebut siswa
dapat dengan mudah memperoleh informasi berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap baru.68
68
A. Rohani, Media Instruksional Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm 2
69
Evi Fatimatur Rusydiyah, Op.Cit. hlm. 29
70
Ibid, hlm. 34
43
individu bisa berbentuk modul pembelajaran, buku pengajaran, mesin
pengajaran dan lain sebagainya. Sedangkan yang penggunanya adalah
kelompok bisa berbentuk slide bersuara, cassette tape recorder, video dan
lain sebagainya. Dan yang media yang digunakan secara massal bisa
berbentuk televisi dan radio.
71
Ibid, hlm. 35
72
M. Taufiq Amir, Op.Cit., 24
44
Langkah 3: Menganalisis masalah
Anggota mengeluarkan pengztahuan terkait apa yang sudah dimiliki
anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi
faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam
pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini.
Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana
menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
Langkah 6: Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi
kelompok)
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah
punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi
tambahan itu, dan menentukan di mana hendak dicarinya. Mereka harus
mengatur jadwal, menentukan sumber informasi. Setiap anggota harus
73
Ibid, hlm. 25
45
mampu belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan
informasi yang relevan, seperti misalnya menentukan kata kunci dalam
pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber
pembelajaran. Pemelajar harus: memilih, meringkas sumber pembelajaran
itu dengan kalimatnya sendiri (ingatkan mereka untuk tidak hanya
memindahkan kalimat dari sumber), dan mintalah menulis sumbernya
dengan jelas. Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang
harus disampaikan oleh setiap individu/subkelompok yang bertanggung
jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan ini harus disampai- kan
dan dibahas di pertemuan kelompok berikutnya (langkah 7).
74
Ibid, hlm. 26
46
Ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan
kelompok. Tergantung kondisi dan konteks yang ada pada setiap kelas, ada
yang menjalankannya dengan 3 atau 4 pertemuan. Untuk tiga kali pertemuan,
kira-kira pembagiannya seperti berikut :
Pertemuan I :(Langkah 1 - 5) di kelas, dengan difasiitasi pendidik.
Pertemuan II :(Langkah 6 - 7) di luar kelas, pemelajar, mandiri/
berkelompok.
Pertemuan III : Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum
diskusi didahului dengan pengklarifikasian pekerjaan
pemelajar oleh pendidik.75
9. Tahapan-Tahapan SPBM
Beberapa ahli menjelasakan bentuk penerapan SPBM. Jonh Dewey
seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah
SPBM, dia namakan metode memecahkan masalah (problem solving) yaitu :
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan.
f. Merumuskan rekomondasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomondasi yang dapat dilakukan sesuai hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.76
75
Ibid
76
Husniyatus Salamah Zainiyati, Op.Cit., hlm. 122-123
47
F. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan
Pencarian esensi dari pendidikan seperti ini pada prinsipnya telah
dilakukan oleh para ahli pendidikan sejak dahulu hingga sekarang, dan ini
telah banyak melahirkan pengertian-pengertian pendidikan yang
fundamental. Di antaranya adalah apa yang dike-mukakan oleh M.J.
Langeveld yang mengatakan bahwa “pendidikan atau pedagogi itu adalah
kegiatan membimbing anak manusia menuju kepada kedewasaan dan
kemandirian”.77
b. Pengertian Agama
Dalam Bahasa Sansekerta disebutkan pula arti agama terdiri dari dua
kata, yaitu: a = tidak; gama = kacau. Jadi, agama dimaksudkan sebagai
ajaran yang datang dari Tuhan untuk diamalkan manusia supaya terhindar
dari kekacauan. Ajaran agama memang menjamin jika manusia
mengamalkan ajaran Tuhan-Nya, mereka akan aman tenteram dan
sejahtera.79
77
Sembodo Ardi Widodo, PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN
FILSAFAT, (Yogyakarta: Idea Press, 2015), hlm. 15
78
Ibid
79
Rusmin Tumanggor, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: KENCANA, 2016), hlm. 3 - 4
48
c. Pengertian Islam
Secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari bahasa
Arab, terambil dari kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Dari
kata ini kemudian dibentuk menjadi kata aslama yang berarti
memeliharakan dalam keadaan selamat, sentosa, dan berarti pula
berserah diri, patuh, tunduk dan taat. Dari kata aslama ini dibentuk kata
Islam (aslama yuslmu islaman), yang mengandung arti sebagaimana
terkandung dalam arti pokoknya, yaitu selamat, aman, damai, patuh,
berserah diri dan taat.80
80
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2018), Cet-3, hlm. 11
81
Ibid, hlm. 12
82
H. Ahmad Syar’i, Op.Cit. hlm. 20
49
sumber kekuaan dan keteguhan, landasan kerja, sumber peraturan dan/atau
sumber kebenaran penyelenggaraan pendidikan Islam.83
1. Pengertian Kurikulum
83
Ibid, Hlm. 23
84
H.A. Yunus dan E.Kosmajadi, Filsafat Pendidikan Islam, (Majalengka: Penerbitan
Universitas Majalengka, 2015), Hlm. 138-139
85
Ibid, Hlm. 149-150
86
Muhammad Hatim, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, Jurnal Kajian
Dan Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 12, No. 2, Desember 2018, Hlm 140
50
2. Pengertian Kurikulum PAI di Sekolah
87
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm 1
51
c. Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa
dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan
psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
d. Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan
Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri
masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-
nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya
dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus
mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.88
Kurikulum PAI di sekolah umum terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek
Al-Qur’an Hadits, Keimanan atau Aqidah, Akhlak, Fiqih (Hukum Islam), dan
aspek Tarikh (Sejarah).89
88
Ibid, hlm 145
89
Ibid
90
Muhammad Hatim, Op.Cit., Hlm 143
52
baik, menghayati dan mengamalkan ajaran serta nilai Islam dalam
kehidupannya. Dan kemudian PAI tidak hanya dipahami secara teoritis,
namun dapat diamalkan secara praktis. Pendidikan Agama Islam di sekolah
pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar
peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompetensi (competence),
tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam
mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.91
91
Ibid
53
3. Penellitian yang dilakukan oleh Tasmin A Jacub, Hasia Marto dan Arisa Darwis
(2020) dalam jurnal yang berjudul “Model Pembelajaran Problem Based
Learning Dalam Peningkatan Hasil Belajar IPS (Studi Penelitian Tindakan Kelas
Di SMP Negeri 2 Tolitoli)” menyimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS
siswa kelas IX A SMPN 2 Tolitoli tahun pelajaran 2018/2019. Hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa juga mengalami peningkatan
yaitu sebelum Tindakan sebesar 70,88 pada siklus I sebesar 74,80 dan pada
siklus II sebesar 85,37.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
55
C. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan metode deskriptif. Mengutip dari buku yang berjudul “Metodologi
Penelitian” oleh Drs. Salim, M.Pd. dan Drs. Syahrun, M.Pd bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian tentang kehidupan seseorang, cerita, perilaku dan juga
tentang fungsi, dan juga tentang fugsi organisasi, gerakan sosial atau hubungan
timbal balik.92
92
Salim dan Syahrun, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Citapustaka Media,
2012), hlm. 41
93
Dede Rosyada, Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Kencana,2020),
hlm.30
94
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.26.
95
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.158.
56
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian ialah peneliti
itu sendiri. Maka dari itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa
jauh peneliti siap melakukan penelitian yang nantinya akan terjun kelapangan.
Validasi dalam penelitian kualitatif meliputi pemahaman metode penelitian
kualitatif, penguasaan tentang objek yang akan diteliti, kesiapan untuk memasuki
lapangan.96 Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memperoleh data yang
valid, dengan menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:
96
Ibid
57
c. Apakah pada
pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan
Budi Pekerti sudah
diterapkan model
pembelajaran
Problem Base
Learning?
d. Bagaimana
penerapan model
pembelajaran
Problem Based
Learning pada mata
pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan
Budi Pekerti di SMK
Muhammadiyah
Parung?
2. Apa saja kendala b. Apakah Guru a. Observasi a. Wakil Kepala
guru Pendidikan Pendidikan Agama b. Wawancara sekolah bidang
Agama Islam dan Islam mengalami kurikulum SMK
Budi pekerti dalam kesulitan dalam Muhammadiyah
menerapkan model menerapkan model Parung.
pembelajaran pembelajaran b. Kepala Sekolah
Problem Based Problem Based SMK
Learning di kelas Learning? Muhammadiyah
XII SMK c. Apakah kesulitan Parung.
Muhammadiyah tersebut berdampak c. Guru mata
Parung? pada peserta didik pelajaran
dalam pembelajaran? Pendidikan
Bila ada, apa saja Agama Islam dan
58
dampak tersebut? Budi Pekerti
E. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer yang dimaksud adalah data yang didapat dari sumber pertama
baik dari individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner.97 Adapun sumber data primer dari penelitian ini dapat
diperoleh dari :
a. Siswa-siswi SMK Muhammadiyah Parung kelas 12
b. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
c. Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah Parung
97
Ma’ruf Abdullah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 246
59
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain, data primer
disajikan antara lain dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data
sekunder ini digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut agar
mendapatkan data yang lebih valid.98
Maka berdasarkan pengertian tersebut, data sekunder dalam penelitian ini
adalah data-data yang didapatkan dari buku-buku, jurnal dan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
F. Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data dalam penelitian ini diperlukan teknik
pemeriksaan dan pelaksanaan, teknik pelaksanaan didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu. Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah
berdasarkan teknik yang dikemukakan oleh Moleong yaitu:99
a. Ketekunan pengamatan yaitu peneliti hendaknya melakukan pengamatan
dengan teliti, rinci serta kesinambungan terhadap yang diteliti.
b. Triangulasi (pengecekan kembali) yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding hasil wawancara terhadap data itu.
98
Ibid. hlm. 247
99
Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010),
hlm. 178
60
G. Teknik Pengumpulan Data
Berhubung penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Observasi
Observasi adalah kegiatan yang meliputi proses pencatatan secara sistematik
kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.100. Adapun
jenis observasi yang peneliti lakukan adalah observasi partisipatif, yaitu peneliti
terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati yakni siswa-siswi
kelas 12 yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran. Observasi ini dilakukan
untuk memudahkan penelitian dan melihat secara nyata proses pembelajaran
menggunakan model Problem Based Learning.
b. Wawancara
Wawancara ialah percakapan yang bertujuan, biasanya antara dua orang
(tetapi kadang-kadang lebih) yang diarahkan oleh salah seorang dengan maksud
memperoleh keterangan.101 Wawancara berdasarkan strukturnya dapat
diklasifikasikan atas wawancara tertutup dan terbuka. Wawancara tertutup
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang difokuskan pada
topik tertentu sedangkan wawancara terbuka peneliti memberikan kebebasan
dan mendorong subyek untuk berbicara secara luas serta isi pembicaraan lebih
banyak ditentukan oleh subyek.102 Pada penelitian ini, peneliti mengadakan
wawancara tertutup yang hanya berfokus pada topik model pembelajaran
Problem Based Learning untuk diajukan kepada guru mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti kelas 12 dan kepala sekolah.
100
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: GRAHA
ILMU, 2006), hlm. 224
101
Salim dan Syahrum, Op.Cit., hlm. 119
102
Ibid, hlm. 122
61
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain, maka
metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber
datanya masih tetap, belum berubah.103
a. Reduksi Data
103
Sandu Siyoto, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Publishing,
2015), hlm. 66
104
Ismail Suardi Wekke, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Gawe Buku, 2019), Hlm. 89
62
diolah itu merupakan data yang tercakup dalam scope penelitian.105
b. Penyajian Data
105
Sandu Siyoto, Op.Cit, Hlm. 100
106
Ibid
107
Ibid, hlm. 101
63
DAFTAR PUSTAKA
64
J. Lexy dan Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda
Karya. 2010.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: GRAHA ILMU. 2006.
Kristiawan, Muhammad. Filsafat Pendidikan: h e Choice Is
Yours.Yogyakarta: Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta. 2016.
Madjid, Nurcholis. “Masalah Pendidikan Agama Di Sekolah Menengah
Umum” dalam Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi, Editor Fuaduddin &
Cik Hasan Basri. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 1999.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara. 2007.
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Marimba, Ahmad D.. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
ALMA’ARIF. 1962. Hermawan, Heris. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Cet-2. 2012
Miswari. Filsafat Pendidikan Agama Islam. Bireuen: UNIMAL PRESS. 2018.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005.
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Ciputat: 2008.
Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.
1995. Cet.ke II.
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni. INOVASI MODEL
PEMBELAJARAN Sesuai Kurikulum 2013. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
2016.
Nata. Abuddin. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2009.
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana. 2018. Cet-3
Purnomo, Halim. PSIKOLOGI PENDIIKAN. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat. 2019.
Purnomo, Halim. Psikologi Peserta Didik, Yogyakarta: K-Media. 2020.
Rohani, A.. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. 1997.
65
Rosyada, Dede. Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan. Jakarta:
Kencana. 2020.
Rusydiyah, Evi Fatimatur. MEDIA PEMBELAJARAN Problem Based
Learning. Surabaya: UIN SUNAN AMPEL PRESS. 2020.
Saleh, Marhamah, “STRATEGI PEMBELAJARAN FIQH DENGAN
PROBLEM-BASED LEARNING”. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. Vol. XIV NO. 1.
2013.
Salim dan Syahrun. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka
Media. 2012.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Sari, Permata, Farid Imam Kholidin dan Mahmuddah Dewi Edmawati.
“Tingkat Kejenuhan Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandar
Lampung”. Journal of Guidance and Counseling Inspiration (JGC). Vol. 01, No.
01. 2020.
Siyoto, Sandu. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media
Publishing. 2015.
Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press. 2016.
Suriansyah, Ahmad, Aslamiah, dkk, Strategi Pembelajaran. Depok: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA. 2014.
Syar'i, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1.
Wahab. “Pelaksanaan Pendidikan Agama Pada SMA Swasta”. Jurnal
“Analisa” Volume XVII. No. 01. 2010.
Wekke, Ismail Suardi. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gawe Buku. 2019.
Yunus, H.A. dan E. Kosmajadi. Filsafat Pendidikan Islam. Majalengka:
Penerbitan Universitas Majalengka. 2015.
66
Zainiyati, Husniyatus Salamah. Model Dan Strategi Pembelajaran Aktif
(Teori Dan Praktek Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam). Surabaya:
Putra Media Nusantara. 2010.
67