SUKU ACEH
Bagian B UIN Aceh
USADA BALI.docx
Agung Arinat a
Manuskrip Bali Rukmini Tatwa: Harmonisasi Seksual Suami Istri Melalui Bingkai Sastra
Rempah Dalam Perspektif Linguistik Kognitif
Oleh
Ni Wayan Sumitri1 dan I Wayan Arka2
Universitas Mahadewa Indonesia (wsmitri66@gmail.com)1
Australian National University/Universitas Udayana (wayan.arka@anu.edu.au) 2
Abstrak
Tulisan ini mengkaji aspek estetis sastra dan berbagai aspek etnolinguistik dan kultural terkait
implementasi ramuan rempah dalam manuksrip Bali Rukmini Tatwa yang mendokumentasikan
pengobatan dan perawatan organ keperkasaan pria dan kecantikan wanita. Manuksrip ini
merupakan salah satu khazanah budaya Bali yang mencerminkan kekayaan intelektual orang Bali di
masa silam, yang dituang di atas daun rontal dengan aksara lokal Bali dalam bingkai bahasa sastra.
Kekayaan informasi dan pengetahuan etnobonati lokal yang terdokumentasikan dalam manuskrip ini
mencakup berbagai ramuan rempah utamanya untuk pengobatan dan perawatan organ seksual pria
dan wanita, khsususnya bagi pasangan suami istri. Fokus kajian pada aspek kognitif kultural
linguistik yang terintegrasi dalam analisis tekstual dan kontekstual. Analisis dilakukan secara
deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnobotani sastra, linguistik kognitif dan kognitif-kultural.
Analisis juga didukung oleh temuan penelitian dan sumber-sumber tertulis lainnya yang terkait
dengan kajian ramuan rempah. Kebaruan analisis manuksrip Bali Rukmini Tatwa ini pada kajian
kognitifnya dalam perspektif sosio-kultural-linguistik. Temuan penting diantaranya penggunaan
strategi dan daya etnolinguistik berupa fitur-fitur ragam (genre), majas sastra, dan leksikon simbolik
dalam konteks budaya Hindu Bali untuk augmentasi efek pengalaman rasa estetis dan mistis-
keagamaan, dan mitigasi efek rasa sosial/makna tabu. Diharapkan warisan pengetahuan leluhur
tentang rempah dan pengobatan dalam lontar Rukmini Tatwa ini tetap lestari, dapat diterapkan,
diadaptasikan dan dikembangakan dalam kehidupan modern sehari-hari.
Kata kunci: manuskrip lontar, sastra Bali, harmonisasi seksual, sastra rempah, etnolinguistik
Ultimate Sexual Harmony and Ethnobiology in the Ancient Balinese Literary Manuscript
of Rukmini Tatwa: a Cognitive Linguistic perspective
Abstract
This paper examines the literary and ethnolinguistic aspects of the Balinese lontar (palm leaf)
manuscript of Rukmini Tatwa, which documents the treatment and care of male and female sexual
organs. This manuscript contains rich ancient knowledge of local ethnobotany related to various
spices primarily for the treatment and care of male and female sexual organs to achieve ultimate
sexual harmony for married couples. The study focusses on the textual and contextual analysis of the
linguistic and cultural aspects of the manuscript. The approach of the analysis is descriptive-
qualitative within ethnobotanical literature and cognitive ethnolinguistics. The novelty of the present
study is its integrated interdisciplinary analysis from a socio-cultural-linguistic cognitive perspective.
Significant findings include intriguing uses of ethnolinguistic strategies and resources in the form of
literary features, genres, and symbolic lexicons in Balinese Hindu culture and diglossic multilingual
context to augment aesthetic and mystical-religious experiences and mitigate the effect of negative
social (taboo) meaning closely linked to sexual discourse.
Sumber data utama sebagai kajian analisis adalah salinan naskah manuksrip Bali
Rukmini Tatwa milik Perpustakaan Lontar Fakultas Ilmu Budaya Universitas (Kirtiningrat,
2003). Gambar 1 dan 2 dibawah adalah foto tampilan kulit depan dan dua lembar halaman
berikutnya dari lontar Rukmini Tatwa. Metadata sebagai bagian dari karakteristik lontar
Rukmini Tatwa diuraikan di sub-bagian 3.1. Sumber-sumber data tertulis lainnya yang
terkait dengan ramuan rempah yang merupakan hasil penelitian juga digunakan sebagai
pendukung analisis.
.
Gb. 3 Atas lembar 1b balikan lembar kulit dan bawahan lembar berikutnya 2a dan
seterusnya.
Manuksrip Rukmini Tatwa memiliki karakateristik yang khas pertama terlihat dari
metadatanya, seperti tertuang di atas daun rontal dalam aksara lokal Bali. Naksah memiliki
colophon atau catatan akhir yang berbunyi “puput sinurat ring dina wre, pwa wariga, pang
ping, 5 sasih 6, rah 3, tenggek, 8, Isaka, 1088. Kasurat ring Griya Dlod Pasar Intaran ring
Griya Gdhe Dhawuh Rurung. Iti Rukmini Tatwa, druwen ring Phkalutas’ ‘Selesai ditulis
pada hari Jumat, wuku wariga hari ke lima bulan keenam, angka satuannya 3. angka puluhan
8, tahun Saka 1088 (1166 Masehi). Ditulis di Griya selatan Pasar Intaran Griya Gde Barat
Gang.
Karateristik khas yang kedua adalah elemen isi/topik, ontologi dan fenomenologinya
manuksrip lontar ini mengungkap dan mendokumentasikan pengetahuan pengobatan dan
perawatan utamanya tentang organ reproduksi pria dan wanita khusus pasangan suami istri.
Berdasarkan ontologi pengklasifikasian lontar yang ada di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Udayana, naskah Rukmini Tatwa termasuk kelompok tutur. Jika dilihat dari ontologi isinya
naskah Rukmini Tatwa lebih dekat ke kelompok Usada dan Tatwa. Kata Tatwa berdasarkan
kamus Bahasa Jawa Kuna berarti ‘kesejatian’, yang memuat sesuatu ada, hakikat yang
sebenarnya (Zoetmulder, 2004:1223). Kajian elemen isi fenomenologi ini akan dibahas lebih
lanjut pada bagian 3.2 di bawah.
Kekhasan lain yang menjadi obyek kajian sentral tulisan ini adalah sejumlah aspek
estetika sastra (literary) dan linguistik yang mengemuka, misalnya, lewat ranah (genre)
dialog-naratif tokoh Rukmini dan Bhatari Saci, yang pemaknaanya harus dipahami dalam
konteks epistemologi dan filosofi sosial-budaya Hindu di Bali. Analisis estetika sastra dan
linguistik akan dibahas pada subbagian 3.2.
Sub-bagian ini menelisik isi Rukmini Tatwa dari sudut fenomenologinya, yakni kajian
bagaimana butir-butir pengetahuan/informasinya menjadi bagian dari pengalaman kita (how
we experience; lihat 3.2.1) terkait dengan konstruksi realita, kualitas, nuansa dan apresiasi
seni lewat (sastra) bahasa. Untuk ini, terlebih dahulu akan disampaikan isi pengetahuan
etnobotani rempahnya seperti uraian berikut.
(2) Jangu, atal, tabya bun sama bhaga pipis mayeh anget, pupur muka
maglilangang daywat, kukula mwang tuhu tuhwaya gunaning panapel muka,
dayot, kukula, tuha-tuhwa, saprakaraning halaning muka ilang denya. (lbr
4a)
‘jarangan atal, lada, dalam porsi yang sama, dihaluskan, dicampur dengan air
hangat, dipakai bedak muka untuk menghilangkan jerawat, keriput, dan untuk
melenturkan kulit wajah. Manfaat dari masker wajah jerawat besar, keriput
wajah terlihat tua, segala penyakit di wajah hilang’
(3) Ta, rasa manuh nanah getih, kna tuju bgang sa, jajangutan, kulanggeyan isin
drong,sarinagasari, sarine padi, manyan, madhu, majakane, gith sana,
majakling, jalawe, jangan ulam,, nanah kabeh, yehnya nyuh daha, ulig inum
(lbr 10a)
‘Obat merasa air sendi bercampur nanah dan darah, sarana jajanggutan,
kulangeyan, sindrong, sari nagasari, sari bunga padi, menyan, madhu,
majakane, getah pohon sana, majakling, jalawe, daun salam, air kelapa muda,
digerus kemudian diminum
(4) Pangundang kama, sa. skar jeruju.kasuna manunggal, ma.” Dhananjaya
gigilutaning hulun, rasanya den kadi dewi mijil, saking kapurusing hulun”
gigiluakna
‘ Menyuburkan sperma sarana bunga jeruju, bawang putih tunggal, disertai
mantra Sangyang Dhananjaya dikunyah hamba, rasanya seperti dewi muncul,
dari kemaluan hamba, kemudian dikunyah’
(5) Singa sanggama, sa jahe pahit, kencur, bangle, lawos, tmu pepet, tmu buruh,
daringo,sami socanya, sowing-sowang, mrica, 1 cengkeh, 1, pipis kabeh,
banyuning cungor, kang jnar lepakning ngu-pasta surasa denyarasa nikang
istri (lbr 17b)
‘tidak mampu melakukan persetubuhan, sarana, jahe pahit, kencur, bangle,
laos, temu pepet, temu buruh jerangan, semua tunasnya masing-masing
merica 1, cengkeh 1, dilumatkan semua, diberi air terung pahit yang
berwarna
kuning, dipoleskan pada kelamin diarasakan nikmat oleh istri.
Berikut adalah beberapa jenis ramuan rempah dan tanaman obat yang terdapat dalam
manuskrip Rukmini Tatwa pada data di atas yang mengacu pada kata atau kelompok kata
misalnya kulit juuk purut ‘kulit jeruk purut’ (Curus hysteix D), jahe kling ‘jahe hitam’
(Zingiber officinale), phala raja ‘buah pala’ (Myristica fragrans Hoult), babakan kamaloko
(phyllantus emblica L) ‘kulit pohon kamaloka ’ (phyllantus emblica L), akah tabya bun ‘lada
panjang’ (Piper retrofactum), babakan sotong ‘kulit pohon jambu biji’ (Psidium guajava),
mica ‘ merica atau lada’ (Piper nigrum), inan kunyit, rimpang kunyir’ (Curcuma domestica),
cekuh ‘kencur ( Kaempferia galanga L.) , laos
lengkuas(Alpinia galanga L.), deringo (Acorus
calamus L, dan bawang putih (Alliumsativum L).
Jenis ramuan rempah tersebut memiliki makna
sebagai bahan ramuan obat. Selain itu, digunakan
pula penggunaan bahan-bahan lain yang
merupakan kombinasi bahan seperti bagian
binatang, air, madu, telor, madu, garam, dan
kapur.
Bagian tanaman rempah yang paling
banyak dimanfaatkan adalah dari jenis daun (42
jenis), buah/biji (35 jenis), umbi 21 jenis) bunga 14 Gbr 4. Lada/Merica
Sumber:https://www.bukalapak.com/p/hobi-
jenis, kulit kayu dan batang 7 jenis, akar (7 jenis), koleksi/berkebun/bibit-tanaman tanaman/971pve-
jual--merica
getah (3 jenis), dan duri (1 jenis) (bdk Suryadarma
2010). Frekuensi penggunaan jenis rempah yang paling tinggi adalah lada atau merica (50)
kali, kencur (12 kali), kunyit (10 kali), dan jahe (8 kali). Keempat jenis rempah tersebut
memiliki khasiat tinggi sebagai material untuk obat karena memiliki berbagai kandungan
untuk kesehatan. Salah satu rempah dengan frekuensi penggunaan paling tinggi adalah lada
atau mrica (Piper nigrum) yang kaya akan kandungan Pyridoxine, riboflavin, thiamin dan
niacin. Lada adalah sumber penting dari vitamin antioksidan, seperti vitamin C dan vitamin A.
Lada juga kaya akan anti oksidan flavonoid polyphenolic seperti carotenes, cryptoxanthin,
zeaxanthin dan lycopene.
Komponen-komponen ini dapat membantu tubuh untuk menghilangkan radikal bebas
dari tubuh dan melindungi tubuh dari kanker dan aneka penyakit (Hakim, 2015:85). Selain
biji, bagian akar lada juga memiliki kasiat untuk pengobatan perut kembung, pencernaan
teragnggu, tidak dapat hamil karena dingin, membersihkan rahim setelah melahirkan, badan
terasa lemah, stroke, rematik, gout, dan nyeri pinggang. http://blog.unnes.ac.id/antosupri/cabe-
jawa-dan-khasiatnya/
Pemanfaatan berbagai ramuan rempah dan tanaman obat tersebut menggambarkan
keadaan ekologi yang melingkupi kehidupan masyarakat Bali Hindu terdahulu. Alam yang
diakrabi dan didayagunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Peranan tumbuhan
rempah dan tumbuhan obat serta
keterkaitannya dengan kehidupan dan budaya
manusia cukup besar pemanfaatannya secara
berkelanjutan. Oleh sebab itu, sikap hormat
terhadap alam tetap dijaga dengan
memandnag bahwa manusia mempunyai
kewajiban moral untuk untuk mengharagi
alam. Sikap demikian didasari atas kesadaran
manusia merupakan bagian dari alam karena
anuskrip Rukmini Tatwa ini juga menguraikan cara meramu obat secara sederhana dengan
memanfaatkan beraneka ragam rempah dikombinasi dengan bahan herbal dan bahan lainnya
(lihat tabel 1). Cara meramu ramuan rempah dan tanaman herbal dalam teks manuskrip
Rukmini Tatwa dengan dikombinasi dengan bahan lainnya sebagai material tambahan berupa
bagian-bagian hewan seperti tikus, lembu dan kambing. Bahan tambahan berupa: madu,
garam arang alkohol, cuka, gula merah, telur ayam, kapur, dan minyak ular sawah.
Bahan-bahan yang sudah diramu itu diolah dengan cara sederhana seperti dikunyah,
ditumbuk sampai halus, dan jenis obat dalam bentuk jamu, dan lulur. Cara penggunaanya
(diminum dan dioleskan). Perawatan dan pengobatan juga disertai dengan mantra serta
reajahan yang bersifat magis menggarisbawahi salah satu aspek khas ethno-botani-medis
dalam manuksrip ini sebagai pengobatan alternatif tradisional, yang mengandalkan
keampuhan performatif (performative efficacy) (Tambiah 1990), yakni kekuatan kepercayaan
(belief), imaginasi, simbol, dan harapan. Adapun cara-cara meramu obat secara tradisional
tersebut sesuai dengan jenis penyakit yang diderita dapat disimak pada kutipan pada
beberapa data (1), (2), (3), (4) dan 5 di atas.
Isi teks manuksrip Rukmini Tatwa juga menjelaskan adanya dua jenis terapi
pengobatan dan perawatan, yaitu untuk penyakit luar dan penyakit dalam. Ramuan obat luar
antara lain berupa urap, parem, boreh, dan bedak. Cara pengobatan obat luar dengan cara
dibalurkan dan dilumurkan serta berendam dalam air. Pengobatan dan perawatan untuk obat
penyakit dalam dibuat jamu serta kombinasinya. Pengobatan penyakit dalam ada yang
disertai dengan sarana mantra1 bersifat sugesti memiliki dampak positif terhadap kesembuhan
yang lebih cepat sembuh akibat dari ketenangan pikiran dan kedamaian. Hal tersebut
misalnya obat untuk menyuburkan sperma yang tampak pada data (4) di atas. Pengobatan
penyakit dalam di samping disertai dengan mantra juga disertai rerajahan2 yang mengandung
kekuatan magis untuk menimbulkan sugesti ketenangan jiwa pasien seperti memperbesar dan
memperpanjang penis yang dapat dimakani untuk mengembangkan kekuatan supra pada diri
manuisa pikiran yang luar biasa dapat muncul misalnya dari obat-obatan yang akan
digunakan (Titib, 2003:464).
1
Mantra adalah gabungan aksara tertentu yang memiliki kekuatan magis, atau sebuah pola gabungan kata-kata sansekerta
yang bersumber dari kitab suci Weda sebagai simbol bunyi. Mantra diucapkan berulang-ulang dalam berbagai kombinasi
dan konteks, dapat membuat sebuah pola vibrasi, dan getaran tertentu. Mantra harus diucapkan dengan tepat, penuh
keyakinan, sesuai ritme suara dan warna bunyi dengan tautan yang sudah ditentukan (Nala, 2006:160). Lebih lanjut
dijelaskan Nala bahwa dalam dunia usada (pengobatan) hanya balian (dukun) tertentu yang memiliki kemmapuan agar
vibrasi mantranya dapat merasuk serta meresap di dalam hati dan pikiran pasiennya (2006:163).
2
Rerajahan berasal dari kata rajah, yang bermakna suratan atau gambar yang mengandung makna magis religius. Rerajahan
adalah salah satu sarana proses pengobatan berbentuk lukisan atau gambar yang mengandung kekuatan gaib atau magis
religius, yang biasanya digunakan untuk sarana pengobatan (tamba) kuratif maupun pencegahan (preventif). Bentuk
rerajahan yang biasa dipergunakan untuk pengobatan oleh para balian (dukun) kombinasi antara aksara biasa dan akasar suci
dengan berbagai bentuk gambar dan lukisan magis misalnya dengan benda langit, seperti matakhari, binatang, bhuta kala,
raksasa, tokoh pewayangan, Dewa atau Bhatara, senjata dewa, dan lain sebagainya (Nala, 2006:175).
Cara meramu dan pengobatan dengan ramuan yang dilumat dan dihaluskan kemudian
dioleskan dalam istilah modern disebut salep seperti nampak pada data (1) di atas yakni nihan
pamahayun-ari kulit juuk purut, jahe kling, phalaraja, babakan kamaloko sama bhaga, pipis
pahalit, lepana yoni, uttama, wyadining yoni ngaranya, abwa mangrah, malyud, yatika
hilang dening lepana mwang amuhara ‘demikian cara mempercantik diri, kulit jeruk purut,
jahe hitam, buah phala, kulit batang kamuloka, setiap bagian sama banyaknya, dilumatkan
sampai halus, oleskan pada bagian vagina sangat baik menghilangkan vagina berbau,
berdarah, berlendir’, itu semua hilang karena salep’, tampak pula pada data (2) dan (5).
Cara meramu bahan obat dengan cara digerus yaitu proses mengubah bahan untuk
menjadi serbuk dan cara pengobatannya diminum seperti terlihat pada data (3) di atas yakni
sa jajangutan, kulanggeyan isin drong, sarinagasari, sarine padi, manyan, madhu, majakane,
gith sana, majakling, jalawe, jangan ulam,, nanah kabeh, yehnya nyuh daha, ulig inum
(termuat pada lbr 10a) ‘sarana jajanggutan, kulangeyan, isi drong, sari nagasari, sari bunga
padi, menyan, madhu, majakane, getah pohon sana, majakling, jalawe, daun salam, air kelapa
muda, digerus kemudian diminum tampak pada sata (3) di atas. Sedangkan cara meramu obat
dengan proses mengunyah tampak pada data (4) yakni pangundang kama, sa. skar
jeruju.kasuna manunggal, ma.” Dhananjaya gigilutaning hulun, rasanya den kadi dewi mijil,
saking kapurusing hulun” gigiluakna (lembar 11a) ‘ Menyuburkan sperma sarana bunga
jeruju, bawang putih tunggal, disertai mantra Sangyang Dhananjaya dikunyah hamba,
rasanya seperti dewi muncul, dari kemaluan hamba, kemudian dikunyah’. Proses pengolahan
obat yang disebutkan itu dengan tujuan untuk mempermudah cara pengobatannya.
3) Sasaran Terapi
Manuskrip Rukmini Tatwa menguraikan bagian tubuh yang menjadi sasaran terapi
dan macam ramuannya, seperti yang diterapkan dalam pengobatan modern. Sasaran
pengobatan itu terutama pengobatan dan perawatan pada pria dan wanita khusus pasangan
yang sudah berumah tangga seperti uraian berikut.
Sasaran terapi ramuan rempah dalam manuskrip Rukmini Tatwa khusus pada wanita
yaitu khusus ditujukan pada pasangan yang sudah berumah tangga. Pengobatan pada wanita
meliputi pengobatan vagina yang dalam bahasa lontar disebut dengan istilah yoni.
Pengobatan vagina yang disasar yakni vagina yang berbau, vagina berdarah, dan vagina
berlendir, (2) pengobatan vagina jika paruh baya untuk menjadi gadis, (3) pengobatan
lubang vagina, (4) menambah rasa nikmat saat senggama; (5) obat tidak punya ketururnan,
(6) menghilangkan penyakit keputihan. Sedangkan untuk Perawatan pada wanita yaitu (1)
perawatan lubang vagina untuk menjadi lentur, (2) perawatan wajah yaitu untuk
menghilangkan jerawat, menghilangkan keriput dan memperhalus kulit seperti terlihat pada
data (2) di atas.
Tabel 1. Contoh Sasaran Terapi dan Cara Meramu atau Pengolahan Ramuan Rempah
dan Tanaman obat dalam Teks Rukmini Tatwa
Teks manuksrip lontar Rukmini Tatwa memiliki kekhasan tersendiri terletak pada
ranahnya (genre), sebagai teks sastra berbentuk prosa dengan estetika sastra gaya narasi dan
dialog. Manuaskrip ini tidak menampilkan cerita secara utuh sebagai satuan narasi. Cerita-
cerita yang ditampilkan dirangkai bersama ramuan-ramuan rempah untuk obat yang
diceritakan oleh Sang Rukmini dengan Bhatari Saci. Melalui media narasi dan dialog cerita
yang ditampilkan dikemas dengan apik tidak menoton serta variatif. Hal itu dapat
memberikan kesan realistis dengan penekanan terhadap cerita yang dituturkan dalam konteks
situasi yang dicipta dan dikisahkan yang dapat menggiring pembaca untuk mengikuti alur
cerita.
Manuksrip Rukmini Tatwa ditulis sebagai karya sastra bukan hanya berdasarkan
imajinasi pengarang melainkan juga kenyataan yang disampaikan melalui cerita/mitos yang
diperani oleh dewa-dewi untuk membuat orang percaya, meyakini serta untuk diteladani. Hal
ini dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang ditampilkannya merupakan rekaan atau imajinasi
pengarang bukan merupakan tokoh nyata yang ada dalam kehidupan. Unsur pengobatan dan
perawatan seperti jenis penyakit, ramuan rempah dan tanaman obat, cara meramu obat serta
cara pengobatannya merupakan realitas yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Teks Manuksrip Rukmini Tatwa yang alur ceritanya ditampilkan menggunakan bahasa
Jawa Kuna bercampr bahasa Bali sebagai media untuk mengungkap nilai sastra yang memilik
fungsi komunikaif. Fungsi komunikatif itu terekspresi melalui dialog antartokoh Sang
Rukmini dengan Bhatari Saci tentang perawatan diri melalui pemnafaatan ramuan rempah
dan tanaman berkhasiat obat untuk menjaga keharmonisan hubungan suami istri. Fungsi
komunikatf itu, memuat informasi yang dilontarkan dengan modus kalimat pertanyaan yaitu
menggunakan kata sebab sebagai penggambaran suasana kejiwaan pembicara seperti tampak
pada data (1) di atas yakni Sang Rukmini matakawn ri Bhatara Saci, prastawaniran
kinasihan de Sang Hyang Indra, ‘Sang Rukmini bertanya kepada Bhatara Saci, sebab bagimu
dikasihi oleh Sanghyang Indra’. Selanjutnya reaksi dari Bhatari Saci menjawab dengan
kalimat pernyataan seperti tampak pada data (1) yakni Sumahur Bhatara Saci, ling nira
ndhak warah kita Sang Rukmini, matangnyan ghara ring kendran Hanung tang mahala ring
nganakebi, tan wruh ring lapena, matangyan tan kinasihan, ndening lakinya ‘ menjawab
Bhatara Saci, kata beliau, aku akan menasihati kamu Sang Rukmini, sebagai seorang istri di
istana, adapun halangan dalam hidup bersuami istri tidak tahu merawat diri sebabnya tidak
dikasihi oleh suami’ dan kemudian dilanjutkan dengan memberikan resep untuk
mempercantik diri yang tampak juga pada data (1) nihan pamahayun-ari kulit juuk purut,
jahe kling, phalaraja, babakan kamaloko sama bhaga, pipis pahalit, lepana ‘ Ini obat
mempercantik diri, kulit jeruk purut, jahe hitam, buah phala, kulit batang kamuloka, setiap
bagian sama banyaknya, dilumatkan sampai halus, oleskan pada bagian vagina.
Tokoh Bhatara Saci (Bulan) yang dihadirkan sering dikenal dengan sebutan Dewi
Ratih sebagai istri dari Sanghyang Indra yang dilukisakan sangat cantik diangkat dari
kakawin Semarandhana karangan Mpu Darmaja. Dewi Ratih dikisahkan sangat setia kepada
suaminya yaitu Dewa Kama yang terbunuh oleh Dewa Siwa ketika mengobarkan hati Dewa
Siwa dengan rasa asmara terhadap Dewi Uma yang dilambangkan dengaan dewa cinta kasih
(Zoetmulder, 1985: 369-376). Dalam mitologi Hindu Dewi Ratih dan dewa Kama sering
disebut dengan Sanghyang Semara
Ratih yang merupakan sepasang
dewa-dewi sebagai simbol cinta
kasih yang penuh dengan keinginan,
kesetiaan serta pengorbanan.
Sedangkan Tokoh Rukmini
yang dihadirkan dalam teks
manuskrip ini diangkat dari ceritera
dalam kakawin Hariwangsa
karangan Mpu Panuluh, dan Ganbar 4 Yoni
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/36/Yoni_
kakawin Krsnayana karangan Mpu Gambar_atau_Yoni_Sedah.jpg
Triguna. Dalam cerita tersebut dikisahkan pula bahwa Dewi Rukmini adalah reinkarnasi dari
permaisuri Wisnu yaitu Dewi Sri yang sangat cantik dan mulia sebagai Dewi kesuburan, dan
Kresna adalah reinkarnasi dari Dewa Wisnu (Zoetmulder, 1985:354-362). Rukmini adalah
wanita sejati dan wanita sempurna tidak hanya fisik namun juga memiliki sifat yang mulia
dan terpuji. Dalam konsepsi masuarakat Bali Hindu Dewi Sri dipahami sebagai manifestasi
Tuhan sebagai lambang kemakmuran dan kesuburan. Sedangkan Wisnu adalah manifestasi
Tuhan sebagai pemelihara alam semesta. Mitos Dewi Sri ini tersebar di nusantara khususnya
di Jawa dan Bali yang sampai kini tetap diyakini sebagai asal mula dari dewi padi oleh
komunitas petani.
Penggunaan nama Rukmini sebagai tokoh dalam Rukmini Tatwa karena berkaitan
dengan kecantikan, pengobatan, dan perawatan yang menjadi sumber inspirasi pengarang
yang merujuk pada simbol kecantikan dan kesuburan. Sang Rukmini memiliki cita-cita selalu
ingin dikasihi oleh suaminya yakni Kresna. Sebagai pasangan suami istri tentu ingin
membahagiakan pasangan dalam menjaga hubungan yang harmonis.
3.2.3 Rukmini Tatwa sebagai Karya Sastra dari Perspektif Linguistik Kognitif dan Kajian
Budaya
Dari perspektif linguistik kognitif dan kajian budaya, Rukmini Tatwa memperlihatkan
penggunaan bahasa yang tipikal dalam majas (gaya bahasa) sastra, misalnya untuk
menimbulkan efek kognitif ‘penghalusan’ dan ‘kesucian/magis’ terkait dengan
topik/fenomena pengalaman seks yang dibahas. Ini terlihat utamanya dalam pemilihan
leksikal terkait dengan simbol, metonimia dan eufemisme dengan memanfaatkan fitur
sosiolinguistik diglosia dan simbol-simbol budaya Hindu (Bali). Ini tidak mengherankan,
karena fenomena seks terkait dengan pengalaman manusia yang bersifat sangat intim dan
pribadi, yang terlalu tabu dan vulgar jika dibahas langsung tanpa majas dalam
pengungkapannya.
Efek kesucian dan magis dicapai dalam teks manuskrip Rukmini lewat manipulasi
sumber daya bahasa (linguistic resource) yang besifat diglosia, yakni penggunaan dua bahasa
(bahasa Jawa Kuna bercampur bahasa Bali). Situasi diglosia itu terkait dengan pembagian
fungsi penggunaan bahasa dalam konteks kedwibahasaan. Istilah diglosia oleh Ferguson
(1959) mengacu pada dua (ragam) bahasa yang berada berdampingan yang masing-masing
mempunyai fungsi sosial tertentu. Dalam Manuksrip ini, bahasa Jawa Kuna befungsi sebagai
ragam tinggi. Oleh karena bahasa ini yang dipakai sebagai ragam sastra dan ragam untuk
ekspresi mantra-mantra yang secara sosial keagamaan adalah ragam tinggi serta memiliki
makna simbolik. Sedangkan penggunaan bahasa Bali kebanyakan digunakan dalam nama-
nama tumbuhan rempah dan tanaman berkhasiat obat namun keterangan khasiat obat atau
cara penggunaannya cenderung diguakan bahasa Jawa Kuna.
Secara semantik-kultural, teks manuksrip lontar Rukmini Tatwa menunjukkan
tingginya penggunaan bahasa secara simbolik sosial yang sarat dengan lambang dan isi
pengetahuan yang terkait dengan kebugaran, kekuatan, dan kesehatan bagian-bagian tubuh
yang bersifat pribadi (private) orang dewasa untuk kepentingan keharmonisan seksual suami-
istri. Simbolisasi terlihat dalam naskah mansukrip Rukmini Tatwa dibungkus dalam narasi
dialog simbolik antartokoh yakni tokoh Sang Rukmini dengan Bhatari Saci sebagai simbol
kecantikan, kesetiaan, dan kemuliaan yang patut diteladani. Dialog diawali dengan curhatan
Sang Rukmini kepada Bhatari Saci. Isi curhatannya tentang apa sebab agar bisa lebih
disayang oleh suami dalam membina kehidupan rumah tangga yang bahagia. Bhatari Saci
memberikan nasihat untuk bisa disayang oleh suami yakni dengan perawatan diri. Perawatan
diri yang terimplementasi melalui pemanfaatan ramuan rempah untuk pengobatan dan
perawatan organ kecantikan terutama pada organ reproduksi seperti vagina dalam bahasa
lontar manuskrip Rukmini tatwa disebut yoni, dan penis disebut dengan sebutan yakni
panglanang, purus, dan pasta sudah diuraikan di depan.
Dari perspektif linguisitik kognitif, penggunaan istilah yoni seperti disebut di atas
besifat skematis-simbolis, yang memunyai makna kultural, mesti dipahami dalam konteks
budaya Hindu Bali. Yoni merupakan representasi simbolis wanita; kata yoni secara leksikal
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti rahim atau tempat lahir, bagian atau tempat
kandungan untuk melahirkan (Zoetmulder, dan Robson, 2004:1494). Sedangkan organ
seksual pada laki-laki disebut dengan berbagai istilah, panglanang, purus, dan pasta. Semua
istilah ini diambil dari bahasa Jawa Kuna, yang secara kognitif dalam konteks diglosia,
mempunyai efek eufemisme/penghalusan. Kata panglanang berasal dari kata bahasa Jawa
kuna, akar katanya lanang ‘laki-laki’, dan panglanang berarti ‘alat untuk menambah
kekuatan’ (Zoetmulder dan Robson, 2004:567), atau ‘yang menyebabkan/menimbukan
kelaki-lakian’ (karena prefiks pa(N)- adalah kausatif). Kata purus berarti kelamin laki-laki
atau penis (Zoetmulder, 2004:886).
Sedangkan kata pasta berasal dari
bahasa Sansekrta yang berarti
‘bagian yang dalam’, ‘bagian
terdalam’, ‘tempat yang tertutup
rapat ‘dan kelamin’. Penggunaan
ragam/bahasa tinggi dalam konteks
diglosia bisa dianggap bagian dari
penghalusan/eufemisme. Lebih jauh,
Gbr 4. Lingga-yoni
dalam konsepsi budaya masyarakat Sumber: http://gamabali.com/lingga-yoni/lingga-yoni-2/
4 Kesimpulan
3
http://phdi.or.id/artikel/lingga-yoni.
dalam bentuk jamu, dan lulur. Cara penggunaanya (diminum dan dioleskan). Perawatan dan
pengobatan juga disertai dengan mantra serta reajahan.
Pemanfaatan ramuan rempah itu terimplementasi pada pengobatan dan perawatan
pada pria dan wanita yang sudah berumah tangga seperti organ reproduksi baik laki-laki
maupun wanita, dan perawatan wajah khusus untuk pasangan yang sudah berumah tangga
dan pasangan yang belum punya keturunan. Pengobatan pada wanita yang sudah berumah
tangga misalnya pengobatan vagina yang berbau, berdarah, dan berlendir, keputihan,
perawatan lubang vagina, dan mengobati jerawat dan keriput, serta perawatan pada wajah
suaya tetap halus. Sedangkan untuk pengobatan psds pria ysng sudsh berumah tsnggs
misalnya menegangkan penis, memperpanjang penis, memperbesar penis, menyuburkan
sperma, mengobati penis yang kena ilmu hitam, mengobatai ejakulasi dini, mengobati penis
keluar nanah, mengobati impotensi, mengobati kencing menetes terus menerus. Sedangkan
untuk perawatan yaitu perawatan wajah seperti memperhalus kulit, dan meningkatkan
vitalitas dalam bersenggama. Oleh karena itu, kearifan lokal Bali Hindu tentang pengobatan
tradisonal Bali yang terekam dalam manuskrip lontar Rukmini Tatwa dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan pengobatan sehari-hari masyarakat Bali.
Analisis manuksrip lontar Rukmini Tatwa dari sudut etnolinguistik dan sastra secara
perspektif kognitif linguistik mengungkapkan beberapa butir temuan. Pertama, dari aspek
fenomenologi, fokus isi manuksrip lontar ini terkait dengan tema seks, yang bersifat privasi,
intim, yang ‘tabu’. Kedua, terkait erat dengan yang pertama, dari sudut strategi
penyampainnya, teks lontar Rukmini tatwa menunjukkan fitur-fitur bahasa ragam (genre)
sastra yang secara linguistik terlihat dari penggunaan berbagai majas dan eksploitasi sumber
daya linguistik diglosia (bahasa Jawa Kuna dan bahasa Bali. Penggunaan leksikon terkait
dengan simbol-simbol religi dan budaya Hindu Bali (seperti yoni, untuk representasi
(kelamin) wanita, dan dialog dua tokoh Rukmini dan Bhatara Saci), serta adanya mantra-
mantra magis, bisa dianalisis dari perspektif kognitif komunikatif dalam linguistik untuk
argumentasi efek pengalaman (rasa) estetika religius sekaligus mitigasi ‘tabu’ dalam
eksposisi masalah seks dan kebahagiaan seksual yang ada dalam manuksrip lontar Rukmini
Tatwa sangat penting, tetapi tampaknya informasi ini masih terpendam dalam lontar yang
belum terdesiminasi secara luas, dan karenanya belum termanfaatkan secara optimal.
Pengetahuan tradisional ini tidak bisa dipungkiri merupakan nilai-nilai budaya warisan
leluhur yang masih sangat relevan dalam dunia modern, dan perlu diketahui dan transmisinya
dipertahankan untuk generasi yang akan datang. Makalah ini hanya membahas satu jenis
manuksrip. Penelitian lebih lanjut diharapkan bisa membuka lebih banyak lagi pengetahuan
etnobiologi Bali yang tercecer pada ribuan lontar di Bali.
Daftar Pustaka
Ferguson, Charles A. (1959/2000). “Diglosia”. In L. Wei, The Bilingual Reader.
London & New York: Routledge.
Hakim, Luchman, 2015. Rempah dan Herba Kebun Pekarangan Rumah Masyarakat :
Keragaman Sumber Fitofarmaka dan Wisata Kesehatan Kebugaran.
Yogyakarta: Diandara Creative (Kelompok Penerbiat Diandra) Anggota
IKAPI.
Hartati, Sri. 2011. Pengobatan dengan Herbal dan Pijat Refleksi. Cara Mudah Hidup Sehat
Alami. Surabaya:Bintang Usaha.
Kirtiningrat, Putu Adi. 2003. Rukmini Tatwa: Kajian Struktur dan Fungsi. Skripsi Pada
Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Langacker, R. W. 1990. Concept, Image, and Symbol: The Cognitive Basis of Grammar
Berlin: Mouton de Gruyter.
Muhlisah, F, 2008. Tanaman Obat Keluarga. Penerbit Swadatya. Jakarta
Nala, Ngurah. 2006. Aksara Bali dalam Usada. Surabaya.Penerbit Paramita.
Quinn, N. . 2011. "The History of the Cultural Models School Reconsidered: A Paradigm
Shift in Cognitive Anthropology." In A Companion to Cognitive Anthropology,
edited by D. B. Kronenfeld, G. Bennardo, V. C. de Munck and M. D. Fischer, 30–46.
New York: Wiley- Blackwell.
Paryadi, Deky. 2017. Konsumsi Tanaman Obat. Dalam Info Komoditi Tanaman Obat.
Zamroni Salim Ph.D dan Ernawati, Ph.D (ed). Ditrebitkan oleh Badan Pengkajian
dan Pengembangan Perdagangan Kementreian Perdagangan Republik Indonesia.
Rahman, Fadly. 2019. "Negeri Rempah-Rempah" Dari Masa Bersemi Hingga
Gugurnya Kejayaan Rempah-Rempah. Jurnal Patanjala Vol. 11 No. 3
September 2019: 347-362. Diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya
Jawa Barat
Rema, I Nyoman dan rai Putra, IB. 2018. Sumber Daya Alam sebagai Media Literasi di bali.
Denpasar: Balai Arkeologi (dalam Jurnal Forum Arkeologi.
Suryadarma, IGP. 2010. Keanekaragaman Tumbuhan Bahan Kebugaran dalam Naskah
Lontar Rukmini Tatwa Masyarakat Bali. Dalam Jurnal Biodata, Volume 15, No. 2.
Diterbitkan oleh Fakultas Teknologi Universitas Atmajaya Yogyakarta
Tambiah, S.J. 1990. Magic, Science, Religion, and the Scope of Rationality. Cambridge:
Cambridge University Press
Tierra Lesley. 2000. Penyembuhan dengan Ramuan Cina. Prestasi Pustakaraya.
Jakarta.
Titib, I Made.2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Hindu. Surabaya. Penerbit
Paramita.
Zoetmuler, P.J. 1985. Kalnagwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang.. Penerbit
Djambatan.
Zoetmulder, P.J, dan Robson. 2004. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Jakarta. Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama