Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATITIS

Dosen Pembimbing
Sri Lestari, S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun Oleh
Nama: Rio Deva Efendi
No: 20062
Kelas: 2A

POLITEKNIK INSAN HUSADA SURAKARTA


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
2021/2022
A. Pengertian
Hepatitis adalah salah satu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan
kimia yang disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Putri,2015)
Hepatitis merupakan peradangan luas pada jaringan hati yang menyebabkan
nekrosis dan degenerasi sel yang mengenai parenkim, sel-sel kuffer, ductus empedu,
dan pembuluh darah ( Prastika, 2016)
Klasifikasi hepatitis menurut Prastika (2016):
 Hepatitis Virus :
1. Hepatitis A
Penyebabnya adalah virus hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis di
beberapa negara berkembang. Selain itu hepatitis A merupakan hepatits yang
ringan, bersifat akut, sembuh spontan/sempurna tanpa gejala sisa dan tidak
menyebabkan infeksi kronik. Penularan penyakit ini melalui fekal oral. Sumber
penularannya umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang
tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal
hygiene yang rendah. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya IgM antibody
serum penderita. Gejalanya bersifat akut, tidak khas bisa berupa demam, sakit
kepala, mual dan muntah, sampai icterus, bahkan sampai menyebabkan
pembengkakan hati. Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini tetapi hanya
pengobatan pendukung dan menjaga keseimbangan nutrisi. Pencegahan penyakit
ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan, terutama terhadap
makanan dan minuman serta melakukan PHBS.

2. Hepatitis B akut
Penyebab penyakit hepatitis B ini adalah HBV yaitu virus hepatitis B dari
golongan virus DNA. Masa inkubasinya 60-90 hari. Penularannya vertical terjadi
pada masa perinatal dan 5% intra uterine. Penularan horizontal melalui transfuse
darah, jarum suntik tercemar, pisau cukur, tattoo, dan transplantasi organ. Gejala
hepatitis B akut tidak khas, seperti rasa terlalu lesu, nafsu makan berkurang,
demam ringan, nyeri abdomen sebelah kanan, dapat timbul icterus, dan air
kencing warna teh. Diagnosis diteggakkan dengan tes fungsi hati serum
transaminase (ALT meningkat), serologi HBsAg dan IgM anti HBC dalam serum.
Pengobatan tidak diperlukan antiviral, pengobatan umumnya bersifat simtomasis.
Pencegahannya : telah dilakukan penapisan darah sejak tahun1992 terhadap bank
darah melalui PMI, Imunisasi yang sudah masuk dalam program nasional : HBO
(<12 jam), DPT/HB1 (2 bulan), DPT/HB2 (3 bulan) DPT/HB3 (4 bulan), dan
menghindari faktor resiko yang menyebabkan terjadinya penularan.

3. Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut. Usia saat terjadinya
ifeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi maka
95% akan menjadi hepatitis B kronik. Sedangkan bila penularan terjadi pada usia
balita, maka 20-30% menjadi hepatitis B kronik dan bila penularan saat dewasa
maka hanya 5% yang menjadi penderita hepatitis B kronik. Hepatitis B kronik
ditandai dengan HBsAG (Hepatitis B surface antigen) positif (> 6 bulan). Selain
HBsAG, perlu diperiksa HBeAG (hepatitis B E-Antigen, anti-HBe dalam serum,
kadar ALT (Alanin Amino Transferase), HBV-DNA (hepatitis B
virusDeoxyribunukleic Acid) serta biopsy hati. Biasanya tanpa gejala. Sedangkan
untuk pengobatannya saat ini telah tersedia 7 macam obat untuk hepatitis B.
prinsip pengobatan tidak perlu terburu buru tapi jangan terlambat. Adapun tujuan
pengobatan memperpanjang harapan hidup, menurunkan kemungkinan terjadinya
sirosis hepatis atau hepatoma .

4. Hepatitis C
Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati. Etiologi virus hepatitis C
termasuk golongan virus RNA (ribo nucleic acid). Masa inkubasi 2-24 minggu.
Penularan hepatitis C melalui darah dan cairan tubuh, penularan masa perinatal
sangat kecil melalui jarum suntik (IDUs, tattoo) transpaltasi organ, kecelakaan
kerja (petugas kesehatan), hubungan seks dapat menularkan tetapi sangat kecil.
Kronisitasnya 80% penderita akan menjadi kronik. Pengobatan hepatitis C:
kombinasi pegylated interferon dan ribavirin. Pencegahan hepatitis C dengan
menghindari faktor resiko karena sampai saat ini belum tersedianya vaksin untuk
hepatitis C.

5. Hepatitis D
Virus hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling berbahaya. Hepatitis
D juga disebut virus delta, virus ini memerlukan virus hepatitis B untuk
berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang telah terinfeksi
virus hepatitis B. tidak ada vaksin tetapi secara otomatis orang akan terlindungi
jika telah diberikan imunisasi hepatitis B.

6. Hepatitis E
Dahulu dikenal sebagai hepatitis non A-non B. etiologi virus hepatitis E
termasuk virus RNA. Masa inkubasi 2-9 minggu. Penularan melalui fecal oral
seperti hepatitis A. diagnosis dengan didapatkannya IgM dan IgG antiHEV pada
penderita yang terinfeksi. Gejalanya ringan menyerupai gejala flu, sampai icterus.
Pengobatannya belum ada pengobatan antivirus. Pencegahannya dengan menjaga
kebersihan lingkungan, terutama kebersihan makanan dan minuman. Vaksinasi
hepatitis E belum tersedia.

7. Hepatitis F dan G
Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai
kemungkinan adanya virus hepatitis F. Sedangkan virus hepatitis G adalah suatu
flavivirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminant. HGV ditularkan
terutama melalui air namun juga dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Kelompok yang beresiko adalah individu yang telah menjalani transfuse darah,
tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja, pengguna obat melalui intravena, atau
pasien hemodialisis. Beberapa peneliti meyakini bahwa HGV tidak menyebabkan
hepatitis yang bermakna secara klinis sehingga mereka tidak lagi
mempertimbangkan virus ini sebagai virus hepatitis.

 Hepatitis Kronik
Jika penyakit pasien menetap tidak sembuh secara klinik labolatorik atau
gambaran patologik anatomi dalam waktu 4 bulan. Dikatakan hepatitis kronik
jika kelainan menetap lebih dari 6 bulan. Ada 2 jenis hepatitis kronik, yaitu:
a. Hepatitis kronik persisten biasa yang akan sembuh sempurna
b. Hepatitis kronik aktif yang umumnya berakhir menjadi sirosis hepatis

 Hepatitis Fulminan
Hepatitis yang perjalanan penyakitnya berjalan dengan cepat, icterus
menjadi hebat, kuning seluruh tubuh, timbul gejala neurologi/ensefalopati dan
masuk ke dalam keadaan koma dan kegagalan hati dan ditemukan tandatanda
perdarahan. Biasanya penderita meninggal 1 minggu sampai 10 hari.

B. Etiologi
Menurut Putri (2015) hepatitis yaitu:
 Infeksi virus
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode Fekal-oral Parenteral, Parenteral, Parenteral, Fekal oral
transmisi melalui seksual, seksual
perinatal,
orang lain perinatal jarang,
orang ke memelukan
orang, koinfeksi
perinatal dengan type B

Keparahan Tak ikterik Parah Menyebar Peningkatan Peningkatan


dan luas, dapat
insiden kronis insiden kronis
asimtomatik berkembang
sampai dan gagal dan gagal
kronis
hepar akut hepar akut

Sumber Darah, Darah, Terutama Melalui darah Darah, feses,


Virus feses, saliva saliva, melalui saliva

semen, darah
sekresi
vagina

 Reaksi toksik terhadap obat-obatan: menyebabkan toksik untuk hati, sehingga


sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut
 Alkohol: menyebabkan alcohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alcohol sirosis
 Bahan-bahan kimia.

C. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah
sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar
terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan
nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang
menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel
hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis
sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan
menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati (Putri, 2015).

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah


billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi
karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi
kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui
duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi
pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin
yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini
terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi
bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus (Putri, 2015) .
D. Pathways

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Prastika (2016) terdiri dari:
 Masa tunas
a. Virus A: 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
b. Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
c. Virus non A dan non B: 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
 Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi
virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali
timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit.
Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas
capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung
selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok
pada hepatitis virus B.
 Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan
suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang
terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang
setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pada seluruh badan,
rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
 Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa
sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari
setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita
mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

F. Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh
akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati
hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis
hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik (Prastika, 2016).
Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis
hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik. Komplikasi yang sering
adalah serosis, pada serosis kerusakan sel hati akan diganti oleh jaringan parut (sikatrik)
semakin parah kerusakan, semakin besar jaringan parut yang terbentuk dan semakin
berkurang jumlah sel hati yang sehat (Putri, 2015).

G. Penatalaksanaan
 Medis
a. Pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan tetapi banyak pasien
akan merasakan lebih baik dengan pembatas aktivitas fisik, kecuali diberikan
pada mereka dengan umur orang tua dan keadaan umum yang buruk
b. Obat-obatan
1) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan
bilirubin darah. Pemberian bila untuk menyelamatkan nyawa dimana ada
reaksi imun yang berlebihan.
2) Berikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati. Contoh obat: Asam
glukoronat/ asam asetat, Becompion, kortikosteroid.
3) Vitamin K pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Obatobatan
yang memetabolisme hati hendaknya dihindari.
4) Antibiotik, misalnya Neomycin 4 x 1000 mg / hr peroral.
5) Lactose 3 x (30-50) ml peroral.
6) Interferon α, Lamivudin, dan Ribavirin
7) Glukonal kalsikus 10% 10 cc intavena (jika ada hipokalsemia)
8) Infus glukosa 10% 2 lt / hr.
9) Jika penderita tidak nafsu makan atau muntah-muntah sebaiknya di
berikan infus glukosa. Jika nafsu makan telah kembali diberikan makanan
yang cukup
10) Bila penderita dalam keadaan prekoma atau koma, berikan obatobatan
yang mengubah susunan feora usus, misalnya neomisin atau kanamycin
sampai dosis total 4-6 mg / hr. Laktosa dapat diberikan peroral, dengan
pegangan bahwa harus sedemikian banyak sehingga Ph feces berubah
menjadi asam.
 Non Medis
a. Istirahat, pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat.
b. Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka penekanan lebih
dialirkan pada pencegahan hepatitis, termasuk penyediaan makanan dan air
bersih dan aman. Higien umum, pembuangan kemih dan feses dari pasien
yang terinfeksi secara aman, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit sekali
pakai akan menghilangkan sumber infeksi. Semua donor darah perlu disaring
terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


 PENGKAJIAN
1) Riwayat Keperawatan
a. Data demografi: apakah pasien tinggal/bekerja di lingkungan yang
terpapar dengan infeksi virus dan bahan-bahan kimia ?
b. Riwayat kesehatan sekarang: pasien bisa datang dengan keluhan demam,
sakit kepala, nyeri pada kuadran kanan atas, mual, muntah, ikterik,
lemah, letih, lesu, dan anoreksia
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit apa yang pernah diderita pasien ?
2) Apakah pasien memiliki kebiasaan minum alkohol ?
3) Apakah pasien pernah menjalani operasi batu empedu ?
d. Riwayat kesehatan keluarga: apakah ada keluarga pasien yang menderita
penyakit hepatitis dan penyakit infeksi lain ?
(Prastika, 2016)

2) Pemeriksaan Fisik
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien
mengenai:
1) Apakah pasien menjaga kesehatan kebersihan diri dan
lingkungannya?
2) Apakah pasien mengetahui tentang penyakit hepatitis ?
3) Bagaimana cara pasien menjaga kesehatanya selama sakit ?
b. Pola nutrisi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola nutrisi kaji
pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami kehilangan nafsu makan (anoreksia) ?
2) Apakah pasien mengalami penurunan atau peningkatan berat badan ?
3) Apakah pasien mangalami mual muntah ?
4) Apakah terjadi penimbunan cairan di perut pasien ?
c. Pola eliminasi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola eliminasi kaji
pasien mengenai:
1) Apakah urine pasien berwarna gelap ?
2) Apakah pasien mengalami konstipasi atau diare ?
3) Bagaimana konsistensi dari feses pasien ?
4) Apakah feses pasien berwarna seperti tanah liat ?
d. Aktivitas dan Latihan
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola aktivitas dan
latihan kaji pasien mengenai:
Aktivitas sehari-hari:
1) Bagaimanakah pasien beraktifitas dalam pekerjaannya?
2) Apakah tanda gejala dari penyakit hepatitisnya mengganggu
aktifitasnya ?
3) Apakah pasien mengalami kelemahan, kelelahan dan malaise
umum selama beraktifitas ?
Olah raga:
1) Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga?
2) Jika iya, jenis olah raga apa yang dilakukan pasien?
e. Tidur dan Istirahat
Dalam pola ini kaji pasien mengenai :
1) Apakah penyakit hepatitisnya mengganggu pola tidurnya ?
2) Apakah selama sakit pasien cenderung ingin tidur ?
f. Sensori, Presepsi dan Kognitif
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji pasien
mengenai:
1) Bagaimanakah tingkat ansietas pasien selama sakit hepatitis?
2) Apakah pasien mengalami nyeri?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
a) P (provoking atau pemacu): faktor yang memperparah atau
meringankan nyeri
b) Q (quality atau kualitas): kualitas nyeri (misalnya, tumpul,
tajam, merobek)
c) R (region atau daerah): daerah penjalaran nyeri
d) S (severity atau keganasan): intensitasnya
e) T (time atau waktu): serangan, lamanya, frekuensi, dan sebab
g. Konsep diri
h. Pola Peran Hubungan
Pada pola peran hubungan kaji pasien mengenai:
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien Selama sakit ?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain selama
sakit?
i. Manajemen Koping Setress
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pada pola ini kaji pasien
mengenai:
1) Apakah pasien mengalami stres sejak selama hepatitis ?
2) Bagaimana pasien menghadapi stres yang dimilikinya ?
j. Sistem Nilai Dan Keyakinan
Pola ini tidak menjadi fokus pengkajian, pola ini menggambarkan
bagaimana keyakinan serta spiritual pasien terhadap penyakitnya

k. Seksual dan Repruduksi


Pola ini tidak menjadi fokus pengkajian
3) Analisa Data
Data Analisa Data Masalah
DS (data subjektif) : Virus hepatitis Nyeri akut
a. Klien
mengatakan Inflamasi pada sel-sel hati
nyeri didaerah
perut sebelah Hepatomegaly
kanan
b. Klien Tidak nyaman di perut
mengatakan kuadran kanan
sakit kepala
DO (data objektif) : Nyeri
a. Nyeri tekan pada
kuadran kanan
bawah
b. Splenomegali
DS (data subjektif) : Virus hepatitis Keletihan
a. Klien
mengatakan Inflamasi pada sel-sel hati
badan terasa
lemah Peradangan meluas,
b. Klien nekrosis
mengatakan
merasa cepat Gangguan metabolisme
lelah
DO (data objektif) : Glikogen dlm hepar
a. KU : letargi berkurang

Glikogenolisis menurun

Glukosa dlm darah


berkurang

Cepat lelah

Keletihan
DS (data subjektif) Virus hepatitis Ketidakseimban
a. Klien mengatakan gan nutrisi:
tidak nafsu Inflamasi pada sel-sel hati kurang dari
makan kebutuhan tubuh
b. Klien mengatakan Hepatomegaly
bahwa dirinya
merasa mual DO Anoreksia Mual
(data objektif) :
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
a. BB menurun
DS (data subjektif) : Virus hepatitis Kerusakan
• Klien mengatakan integritas kulit .
tubuh terasa gatal Inflamasi pada sel-sel hati
DO (data objektif) :
• Pruritus Peradangan meluas, nekrosis
• Bradikardi
• Ikterik pada sclera Perubahan sirkulasi sel hati
kulit, membrane
mukosa Peningkatan tekanan dalam
• Peningkatan edema sirkulasi hati
• Ascites
Odem saluran empedu
• SB meningkat
• Urtikaria Kolestasis kronis

Peningkatan bilirubin

Pruritus Ikterik

Kerusakan integritas kulit

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi
dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2.2.1 Definisi
2.2.2 Batasan Karakterisktik
2.2.3 Faktor Yang Berhubungan

2.3 PERENCANAAN
Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi
dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil


Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
2.3.2 Intervensi dan Rasional
a. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit
tapi sering dan tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro
intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c. Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan
sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru
dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
d. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
meningkatkan pemasukan
e. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan
energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme
sehingga akan membebani hepar.

Diagnosa 2: Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan


pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena
porta.
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri
(tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
2.3.4 Intervensi dan Rasional
a. Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang
dapat digunakan untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak
nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati,
melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan
kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b. Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap
nyeri, akui adanya nyeri, dengarkan dengan penuh perhatian
ungkapan klien tentang nyerinya.
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan
kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
c. Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri, tunjukkan
berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui
penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung
lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak
terdapat penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak
mengandung efek hepatotoksi.
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik
untuk mengurangi nyeri.

Diagnosa 3: Hipertermia berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi


darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil
Tidak terjadi peningkatan suhu
2.3.6 Intervensi dan Rasional
a. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat
(sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari
buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang
memicu timbulnya dehidrasi
c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.

Diagnosa 4: Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis


sekunder terhadap hepatitis
2.3.7 Tujuan dan Kriteria Hasil Klien tidak merasa
letih
2.3.8 Intervensi dan Rasional
a. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien
cenderung lebih tenang
b. Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan
sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan
penyakit.
c. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan,
kemampuankemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-
kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran
energi untuk kegiatan yang kurang penting
d. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi
waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang
berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi
kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan
e. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif
(bersikap asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

Diagnosa 5: Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan dengan


faktor resiko pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam
garam empedu
2.3.9 Tujuan dan Kriteria Hasil
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
2.3.10 Intervensi dan Rasional
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering seperti:
1) Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun
ringan
(kadtril, lanolin)
2) Keringkan kulit, jangan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan
merangsang ujung syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu
ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu
tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus
dengan
meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan
tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan
lebih banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin R/
pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban
kekeringan

Diagnosa 6: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan


cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
2.3.11 Tujuan dan Kriteria Hasil Pola napas adekuat
2.3.12 Intervensi dan Rasional
a. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau
akumulasi cairan dalam abdomen
b. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c. Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran sekret
d. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia

Diagnosa 7: Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi dengan faktor resiko


sifat menular dari agent virus 2.3.13 Tujuan dan Kriteria Hasil
Tidak ada tanda-tanda penyebaran infeksi
2.3.14 Intervensi dan Rasional
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat
untuk menangani semua cairan tubuh seperti:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien
atau specimen
2) Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan
cairan tubuh
3) Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada
wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau
memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi
virus hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan
tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan
permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak
dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit
c. Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien,
keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak
rantai transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen
kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber
pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi

Anda mungkin juga menyukai