Antropologi Nisaa
Antropologi Nisaa
ANTROPOLOGI KESEHATAN
Disusun oleh :
Pipit Wulansari
1
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dangan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
matakuliah konsep dasar keperawatan dalam waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini di buat untuk matakuliah konsep dasar keperawatan dengan judul
Antropologi Kesehatan. Semua ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang
mendukung, oleh karna itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya.
Penulis berharap makalah ini dapat dipahami dam bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun orang lain yang membacanya serta dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan dan pengetahuan kita.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih belum sempurna. Oleh sebab itu mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritik dan saran untuk
kesempurnaan penulisan makalah di masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................. 1
Kata Pengantar............................................................................................... 2
Daftar isi......................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................................................4
Rumusan Masalah............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk
beluk manusia dan juga budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1981 : 11)
antropologi berarti “ilmu tentang manusia.” Ilmu antropologi telah
berkembang dengan luas, ruang lingkup dan batas lapangan perhatiannya
yang luas.Terdapat macam-macam antropologi seperti antropologi fisik,
antropologi budaya, antropologi biologi antropologi sosial, antropologi
kesehatan. Ilmu antropologi memberi sumbangan bagi ilmu kesehatan.
Anderson (2006 : 247) menyatakan bahwa kegunaan antropologi bagi ilmu-
ilmu kesehatan terletak dalam 3 kategori utama :
a. Ilmu antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang
masyarakat secara keseluruhan maupun para anggota individual mereka.
Ilmu antropologimenggunakan pendekatan yang menyeluruh atau
bersifat sistem, dimana peneliti secara tetap menanyakan, bagaimana
seluruh bagian dari sistem itu saling menyesuaikan dan bagaimana
sistem itu bekerja.
b. Ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara operasional
berguna untuk menguraikan proses-proses perubahan sosial dan buaya
dan juga untuk membantu memahami keadaan dimana para warga dari
“kelompok sasaran” melakukan respon terhadap kondisi yang berubah
dan adanya kesempatan baru.
c. Ahli antropologi menawarkan kepada ilmu-ilmu kesehatan suatu
metodologi penelitian yang longgar dan efektif untuk menggali
serangkaian masalah teoritis dan praktis yang sangat luas, yang dihadapi
dalam berbagai program kesehatan.
Antropologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan
pada pengemban pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya obstetri
ginekologi sosial. Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa pola
pemikiran, cara pandang atau bahkan membantu dengan paradigma untuk
4
menganalisis suatu situasi kesehatan, berdasarkan perspektif yang berbeda
dengan sesuatu yang telah dikenal para petugas kesehatan saat ini.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, berbagai ilmu yang
menunjang profesi sangat diperlukan guna mendukung tenaga kerja yang
profesional. di dalam bidang kesehatan itu sendiri, khususnya perawat
berbagai bidang ilmu yang mencakup bidangnya sangat penting untuk
dikuasai dan dipahami. salah satunya yaitu antropologi kesehatan.
Di dalam antropologi kesehatan itu sendiri tercakup materi mengenai
perkembangan antropologi kesehatan dimana di dalam perkembangannya
menyangkut hal-hal yang penting untuk dipelajari, yaitu : hubungan antara
sosial budaya dan biologi yang merupakan dasar dari perkembangan antro
kesehatan, perkembangan antro kesehatan dari sisi biological pole,
perkembangan antro kesehatan darsi sisi sosiocultural pole, beda antara
perkembangan antro kesehatan biological pole dan sosiocultural pole, dan
kegunaan antro kesehatan. Maka dari itu kami membuat makalah yang
menyangkut tentang antropologi kesehatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian antropologi kesehatan.
2. Mengetahui kebudayaan antropologi kesehatan.
3. Mengetahui masyarakat rumah sakit dan kebudayaan
4. Mengetahui etiologi penyakit antropologi kesehatan.
5. Mengetahui presepsi sehat sakit antropologi kesehatan.
6. Mengetahui peran dan prilaku pasien antropologi kesehatan.
7. Mengetahui contoh prilaku budaya yang berhubungan dengamn
kesehatan
8. Mengetahui peran budaya dan antropologi kesehatan. Dalam
keperawatan transkutural
5
9. .
BAB II
PENDAHULUAN
6
Menurut Foster/Anderson, Antropologi Kesehatan mengkaji masalah masalah
kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan
kutub sosial budaya.
B. Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan antropologi. Secara pasti,
antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini.
Seniman seperti penari atau pelukis dan lain-lain juga memakai istilah ini atau
diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen
untuk ini. Konsep ini memang sangat sering digunakan oleh antropologi dan telah
tersebar ke masyarakat luas bahwa antropologi bekerja atau meneliti apa yang
sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh antropologi
dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli antropolgi mempunyai
7
pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Semua manusia perlu makan, tetapi
kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya menyebabkan manusia
melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya adalah cara
makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan
menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya,
tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat yang
sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang
alat tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana manusia itu
makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-
tempat khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia
mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilaku kan oleh generasi sebelumya atau
lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya.
Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut-semut yang
dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan, walaupun mereka
mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi pekerjaannya, membuat
sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya dilakukan tanpa pernah
diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain. Pola kelakuan seperti ini
diwarisi secara genetis.
8
yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering
disebut dengan norma-norma. Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang
dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang telah mereka patokkan
bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu
mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak
akan ada apa yang disebut dengan pembatasan - pembatasan kebudayaan. Sebagian
dari pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku
sebenarnya karena pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang
dibiasakan oleh masyarakat.
9
Pembentukan masyarakat, Max menggunakan peran konflik. Menurut perspektif
ini, sejarah masyarakat ditandai pertentangan kelas. Klasifikasi Lenski ataskelima
jenis masyarakat yang didasarkan pengaruh teknologi (material) atas cara produksi,
membuat analisis masyarakat lewat perspektif konflik lebih mudah dipahami. Marx
adalah teoretisi konflik paling terkemuka, dan bahkan sejak awal telah
meringkasperubahan masyarakat versi Lenski ke dalam konsepnya: Materialisme
historis. Konsep ini menjelaskan bahwa sejarah masyarakat tidak lain tersusun
berdasarkan cara-cara produksi material. Konsep ini menjelaskan bahwa sejarah
masyarakat tidak lain tersusun berdasarkan cara-caraproduksi material.
Materialisme historis beroperasi dalam kaidah materialis medialektis. Masyarakat
dapat mempunyai arti yang luas dan sempit.Dalam arti luas masyarakat adalah
keseluruhan hubungan- hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh
lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain kebulatan dari semua
perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat adalah
sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial,
bangsa, golongan dan sebagainya. Masyarakat harus mempunyai syarat- syarat
berikut:
a. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu
c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk
menuju pada kepentingan dan tujuan bersama.
WHO (1957) memberi batasan tentang pengertian rumah sakit adalah bagian
menyeluruh atau (integral) dari organisasi sosial dan medis, berfungsi memberikan
pelayanan kesehatan yang lengkap pada masyarakat, baik kuratif, maupun
rehabilitatif, dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan,
dan rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta untuk
penelitian bio-sosial. Pengertian lain dari rumah sakit menurut SK Menkes No.983
Tahun 1992, rumah sakit mempunyai tugas penting guna melaksanakan upaya
kesehatan secara berhasil dengan mengutamakan usaha penyembuhan dan
pemulihan yang di laksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Berdasarkan pengertian-
pengertian tersebut, maka sebagai sarana pelayanan kesehatan, rumah sakit juga
rentan terhadap kejadian yang tidak diharapkan (KTD) khususnya pada pasien
sebagai aspek utama dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Untuk mencegah
kejadian KTD pada pasien, maka diharapkan adanya perpaduan pendekatan
10
(holistic approach) dan budaya untuk mengatasi KTD perlu dipergunakan.
Pendekatan sistem lazim dikenal sebagai hard approach sedang pendekatan
budaya/manusia lazim dikenal sebagai soft approach. Sebagai hard approach,
pendekatan sistem dapat dipergunakan untuk membudayakan nilai-nilai. Sedangkan
soft approach dapat melalui budaya-budaya yang ada di rumah sakit, sebagai
contoh yaitu budaya organisasi.
Budaya organisasi berasal dari kata Inggris, organizational culture; budaya
organisasi secara resmi diperkenalkan oleh Pettigrew pada tahun 1979 dalam
tulisannya di Administrative Science Quarterly. Menurut Martin (2002), pada
dasarnya konsep budaya organisasi mengacuh pada tiga paradigma:
a. Integrated approach menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai satu jenis
budaya yang mewarnai semua nilai dan perilaku para anggotanya.
b. Differentiation approach menekankan pada konsensus subbudaya. Pada
pendekatan ini dimungkinkan bahwa setiap organisasi mempunyai satu atau lebih
sub-budaya yang dibedakan menjadi tiga yaitu: enhancing sub culture yaitu sub-
budaya yang sejalan dan sama dengan budaya organisasi, orthogonal sub culture
yaitu sub-budaya yang berbeda dengan budaya organisasi namun tidak bertentangan
dan encounter sub culture yaitu sub-budaya yang berlawanan dengan budaya
organisasi. Suatu contoh di RS JHX terdapat beberapa sub-budaya. Sub-budaya
divisi ICU berbeda dengan sub-budaya divisi Radiologi.
c. Fragmentation approach menyatakan bahwa budaya organisasi tersebut
sebenarnya tidak ada; yang ada adalah nilai-nilai pribadi anggota organisasi.
Budaya organisasi adalah suatu realita asumsi dasar, nilai- nilai, kebiasaan-
kebiasaan yang hidup dan dihayati dan dilakukan oleh para anggotanya (culture-in-
practice). Budaya bukan sekadar slogan-slogan yang mencantumkan nilai-nilai
yang diinginkan (espoused culture). Karena itu dalam mengkaji budaya organisasi,
harus difokuskan pada kebiasaan, perilaku dan nilai-nilai yang dianut dan
dijalankan oleh para anggotanya (das Sein) dan bukan mengkaji budaya yang
diinginkan (das Sollen). Pada umumnya pembentukan budaya organisasi ditentukan
oleh para pendiri organisasi. Mengacu pada filosofi, visi, misi, nilai-nilai yang
dianutnya, pendiri organisasi memilih orang-orang yang mempunyai relatif
menganut hal-hal yang sama. Drennan (1999) mengemukakan bahwa pembentukan
budaya organisasi dipengaruhi oleh pemimpin, sejarah dan tradisi organisasi,
teknologi, produk dan layanan, industri dan persaingan, pelanggan, ekspektasi
organisasi, system informasi dan kendali, aturan-aturan dan lingkungan organisasi,
prosedur dan kebijaksanaan, sistem penggajian, organisasi dan sumber daya,
11
sasaran serta nilai-nilai perlu dipertimbangkan untuk melakukan penanaman dan
sosialisasi budaya organisasi. Pembudayaan patient safety culture perlu
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut serta diawali tahap pertama yang
mengidentifikasi nilai.
Budaya keselamatan merupakan bagian penting dalam keseluruhan budaya
organisasi yang diperlukan dalam institusi kesehatan. Budaya keselamatan
didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, norma, perilaku, peran, dan praktek
sosial maupun teknis dalam meminimalkan pajanan yang membahayakan atau
mencelakakan karyawan, manajemen, pasien, atau anggota masyarakat lainnya.
Budaya keselamatan pasien dikembangkan dari konsep-konsep budaya keselamatan
di dunia industri. Walaupun memiliki karakteristik yang berbeda, berbagai
penelitian budaya keselamatan di industri lain menjadi dasar pengembangan konsep
keselamatan pasien di rumah sakit. Salah satu perbedaan konsep budaya
keselamatan yang ada di rumah sakit adalah focus untuk melindungi asien yang
lebih besar daripada perlindungan terhadap personel sendiri. AHQR menilai budaya
keselamatan pasien melalui tiga aspek:
a. Tingkat unit, mencakup: supervisor/manager action promoting safety,
organizational learning, perbaikan berkelanjutan, kerjasama dalam unit di RS,
komunikasi yang terbuka, umpan balik dana komunikasi mengenai kesalahan,
respon tidak mempersalahkan terhadap kesalahan manajemen ketenagakerjaan
b. Tingkat rumah sakit, mencakup: dukungan manajemen terhadap upaya
keselamatan pasien, kerjasama antar unit di RS, perpindahan dan transisi pasien
c. Keluaran, mencakup: persepsi keseluruhan staf di RS terkait keselamatan pasien,
frekuensi pelaporan kejadian, peringkat keselamatan pasien, jumlah total laporan
kejadian dalam 12 bulan terakhir.
D. Etiologi Penyakit
Para ahli antropologi kesehatan, yang definisinya berorientasi ke ekologi,
menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan
alamnya, tingkah lakunya, penyakitnya, cara-cara dimana tingkah laku dan
12
penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya. Pandangan ekologi
terutama berguna dalam mempelajari masalah-masalah kesehatan pada
permasalahan pembangunan dan modenisasi. Seperti yang dilihat, proyek
perubahan teknologi yang kurang dipahami namun telah dilaksanakan, tanpa
disadari bahwa perubahan itu akan menghasilkan suatu rangkaian perubahan
lain, yang banyak mempengaruhi kesehatan. Penyakit dipandang sebagai suatu
unsur dalam lingkungan manusia, dan telah mempengaruhi evolusi manusia,
contohnya pada kecepatan reproduksi ciri sel sabit (sikle cell) di kalangan
penduduk Afrika Barat, suatu perubahan evolusi yang adaptif, yang
memberikan kepada individu yang mempunyai sel itu suatu imunitas yang
relatif terhadap malaria. Contoh yang lain yaitu adalah nutrisi. Nutrisi
dipandang sebagai lingkungan biobudaya dan biasanya didefinisikan sebagai
“makanan”. Misalnya seorang ayah makan lebih dahulu dan menerima makanan
yang lebih kaya protein, sedangkan ibu dan anaknya memperoleh sisa, sehingga
sering kali mengakibatkan mereka kekurangan nutrisi. Penyakit-penyakit infeksi
merupakan faktor penting dalam evolusi manusia selama 2 juta tahun atau lebih,
melalui mekanisme evolusi dari “proteksi generatik” maka nenek moyang kita
dapat mengatasi ancaman-ancaman penyakit dalam kehidupan individu dan
kelompok (Armelagos dan Dewey 1970). Contohnya penyakit anemia sel sabit
(sickle cell anemia), di Afrika Barat. Penyakit ini ditandai oleh sel darah merah
yang bentuk sabit, tidak bulat dan bersifat genetik. Sebagian individu yang
terkena akan mati muda dan diwariskan dan penyembuhannya belum diketahui.
Sehingga merupakan ancaman bagi penduduk kulit hitam. Di lingkungan lain,
sel sabit sama sekali bukan ancaman, malahan menjadi karakteristik yang
diinginkan, karena di daerah malaria ciri ini memberikan priteksi yang tinggi
bagi individu yang terkena gigitan nyamuk Anopheles.
13
mengkaji masalah-masalah kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang
berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial budaya(Djoht, 2002).
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan
kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara
dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada
peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap
sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya
paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang
bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan
alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap
mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut
menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan
daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian tentang
penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural (Soejoeti,
2005).
Konsep Sehat
14
Konsep “Sehat” dapat diinterpretasikan orang berbeda-beda,
berdasarkan komunitas. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa orang Papua
terdiri dari keaneka ragaman kebudayaan, maka secara kongkrit akan
mewujudkan perbedaan pemahaman terhadap konsep sehat yang dilihat
secara emik dan etik. Sehat dilihat berdasarkan pendekatan etik,
sebagaimana yang yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet
(1992) adalah sebagai beriku:
(1) Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling
nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh;
(2) Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan
jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial
walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya;
(3) Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk
mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan
untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat;
(4) Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk membuat
dan mempertahankan hubungan dengan orang lain;
(5) Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaitu berkaitan dengan
kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik,
secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai kedamaian
dan merasa damai dalam kesendirian;
(6) Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan
pada tingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik,
ekonomi dan budaya yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak
mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yang tidak dapat
menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan
emosional(Dumatubun, 2002).
Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalam dengan pendekatan
etik yang dikemukakan oleh Wold Health Organization (WHO) maka itu
berarti bahwa:
merely the absence of disease or infirmity” (WHO,1981:38) Dalam dimensi
ini jelasterlihat bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik,
melainkan juga kondisimental dan sosial seseorang. Rumusan yang
relativistic mengenai konsep inidihubungkan dengan kenyataan akan adanya
pengertian dalam masyarakat bahwa idekesehatan adalah sebagai
15
kemampuan fungsional dalam menjalankan peranan-peranansosial dalam
kehidupan sehari-hari (Wilson, 1970:12) dalam Kalangie (1994:38).
Namun demikian bila kita kaitkan dengan konteks sehat
berdasarkanpendekatan secara emik bagi suatu komunitas yang menyandang
konsepkebudayaan mereka, ada pandangan yang berbeda dalam
menanggapikonsep sehat tadi. Hal ini karena adanya pengetahuan yang
berbedaterhadap konsep sehat, walaupun secara nyata akan terlihat
bahwaseseorang secara etik dinyatakan tidak sehat, tetapi masih dapat
melakukanaktivitas sosial lainnya. Ini berarti orang tersebut dapat
menyatakan dirinyasehat. Jadi hal ini berarti bahwa seseorang berdasarkan
kebudayaannyadapat menentukan sehat secara berbeda seperti pada
kenyataan pendapat dibawah ini sebagai berikut:
Adalah kenyataan bahwa seseorang dapat menentukan kondisi
kesehatannya baik (sehat) bilamana ia tidak merasakan terjadinya suatu
kelainan fisik maupun psikis. Walaupun ia menyadari akan adanya kelainan
tetapi tidak terlalu menimbulkan perasaan sakit, atau tidak dipersepsikan
sebagai kelainan yang memerlukan perhatian medis secara khusus, atau
kelainan ini tidak dianggap sebagai suatu penyakit. Dasar utama penetuan
tersebut adalah bahwa ia tetap dapat menjalankan peranan-peranan sosialnya
setiap hari seperti biasa. Standard apa yang dapat dianggap “sehat” juga
bervariasi. Seorang usia lanjut dapat mengatakan bahwa ia dalam keadaan
sehat pada hari ketika Broncitis Kronik berkurang sehingga ia dapat
berbelanja di pasar. Ini berarti orang menilai kesehatannya secara subyektif,
sesuai dengan norma dan harapan-harapannya. Inilah salah satu harapan
mengapa upaya untuk mengukur kesehatan adalah sangat sulit. Gagasan
orang tentang “sehat” dan merasa sehat adalah sangat bervariasi.
Gagasangagasan itu dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai, norma
dan harapanharapan(Dumatubun, 2002).
Konsep Sakit
Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan
pengetahuan secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara
budaya dari masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini berarti
dapat dilihat berdasarkan pemahaman secara “etik” dan “emik”. Secara
konseptual dapat disajikan bagaimana sakit dilihat secara “etik” yang
dikutib dari Djekky (2001: 15) sebagai berikut :
16
Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan fungsi
fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan
dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit (illness)
adalah penilaian individu terhadappengalaman menderita suatu penyakit
(Sarwono, 1993:31). Fenomena subyektif ini ditandai dengan perasaan tidak
enak. Di negara maju kebanyakan orang mengidap hypo-chondriacal, ini
disebabkan karena kesadaran kesehatan sangat tinggi dan takut terkena
penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka
akan langsung ke dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang nyata.
Keluhanpsikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan di negara maju
daripada kalangan masyarakat tradisional. Umumnya masyarakat tradisional
memandang seseorang sebagai sakit, jika orang itu kehilangan nafsu
makannya atau gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya
sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatannya sehingga harus
tinggal di tempat tidur.
Sedangkan secara “emik” sakit dapat dilihat berdasarkan
pemahaman konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya
sebagaimana dikemukakan di bawah ini:
Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease) pada
masyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan
mengenai etnomedisin, bahwa konsep penyakit masyarakat non barat, dibagi
atas dua kategori umum yaitu:
(1) Personalistik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi
dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural (mahluk
gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, atau roh
jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
(2) Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang
sistematik dan bukan pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model
keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh
seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut
usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan
sosialnya, apabila keseimbangan terganggu, maka hasilnya adalah penyakit
(1986;63-70)
Sehat dapat di definisikan, kemampuan seseorang (individu) dalam
menggerakkan sumber daya baik fisik, mental maupun spiritual, untuk
pemeliharaan dan keuntungan dirinya sendiri di masyarakat dimanapun ia
17
berada.WHO mengatakan bahwa “Health is not everything, but without it,
Everything is nothing”.Memang kita perlu memelihara kesehatan kita
masing-masing. Sehat dilihat berdasarkan pendekatan etik, sebagaimana
yang yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet (1992) adalah
sebagai berikut:
(1) Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling
nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh;
(2) Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan
jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial
walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya;
(3) Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk
mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan untuk
mengekspresikan emosi-emosi secara cepat;
(4) Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk membuat
dan mempertahankan hubungan dengan orang lain;
(5) Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaitu berkaitan dengan
kepercayaan dan praktek keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik, secara
pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai kedamaian dan merasa
damai dalam kesendirian;
Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan pada
tingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi
dan budaya yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi
sehat dalam masyarakat yang “sakit” yang tidak dapat menyediakan sumber-
sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan emosional.
18
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan,
sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan
penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah raga
dan makanan bergizi.
Dimensi sehat
Tingkat Psikologi
Medis Sosial
s
Normally well Baik Baik Baik
Pessimistic Sakit Baik Baik
Socially ill Baik Baik Sakit
Hypochondrica Sakit Baik Sakit
l
Medically Baik Sakit Baik
Martyr Sakit Sakit Baik
Optimistic Baik Sakit Sakit
Seriously ill Sakit Sakit Sakit
19
mereka tergolong sehat. Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini
merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, perilaku sehat jika
menganggap dirinya sehat dan perilaku sakit jika menganggap dirinya sakit.
20
Bertambahnya cairan ekstra seluler di paru-paru akan menimbulkan kelainan
ventilasi perfusi. Nyeri didaerah dada atau abdomen akan menimbulkan
peningkatan otot tonus di daerah tersebut sehingga muncul risiko hipoventilasi,
kesulitan bernafass dalam
mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah hipoksia dan atelektasis c. Efek
nyeri terhadap sistem oragan lain Peningkatan aktifitas simpatis akibat nyeri
menimbulkan inhibisi fungsi saluran cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi
pada penderita nyeri. Terhadap fungsi immunologik, nyeri akan menimbulkan
limfopenia, dan leukositosis sehingga menyebabkan resistensi terhadap kuman
patogen menurun.
21
Contoh seorang ibu mengetahui manfaat bahwa imunisasi dapat mencegah suatu
penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke Puskesmas
untuk diimunisasi. Contoh lain seorang yang menganjurkan orang lain untuk
mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga
berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa si ibu telah tahu guna
imunisasi dan ber KB tetapi belum melakukan secara konkrit terhadap kedua
hal. Contohnya adalah ibu sudah membawa anaknya ke Puskesmas atau fasilitas
kesehatan lain untuk imunisasi karena perilaku ibu terbentuk akibat dorongan
kebudayaan.
1978). Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang
atau kajian. Jadi antropologi adalah kajian tentang manusia dan masyarakat,
baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati yang sedang berkembang
atau pun yang sudah punah.antropologi memiliki minat yang luas, lebih luas
22
berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Anthropologi
keanekaragaman manusia.
dan kesehatan.
23
h. Menurut Lieban : Antropologi Kesehatan adalah studi tentang fenomena
medis
budaya.
24
teori tentang penyakit-penyakit yang berkembang pada masa lampau,
di permukaan bumi.
masyarakat.
25
mereka dengan masyarakat-masyarakat lain yang melakukan kontak
membangun.
ada di masyarakat
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos
yang berarti ilmu.Menurut Koentjaraningrat dalam buku (1981 : 11)
antropologi berarti “ilmu tentang manusia.” Antropologi kesehatan adalah studi
tentang pengaruh unsur-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat
tentang penyakit dan kesehatan. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari
kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Budaya adalah kata
yang sering dikaitkan dengan antropologi. Secara pasti, antropologi tidak
mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti
penari atau pelukis dan lain-lain juga memakai istilah ini atau diasosiasikan
dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini.
Konsep ini memang sangat sering digunakan oleh antropologi dan telah
tersebar ke masyarakat luas bahwa antropologi bekerja atau meneliti apa yang
sering disebut dengan kebudayaan.
27
B. DAFTAR PUSTAKA
28
http://www.google.co.id/url?q=https://juke.kedokteran.unila.ac.id/
index.php/majority/article/download/
1458/1293&sa=U&ved=2ahUKEwj99OmEi4jwAhVD7nMBHc0HBD8Q
FjAHegQIBhAB&usg=AOvVaw3eZWZeNA3IqzhIW_J-Qk_T
http://www.google.co.id/url?q=https://www.academia.edu/31687908/
ANTROPOLOGI_KESEHATAN_Oleh_Kelompok_2&sa=U&ved=2ah
UKEwj4xq7Ul4jwAhUF6XMBHUcbCvcQFjACegQICBAB&usg=AOv
Vaw13mMbBvX9ctURjdtDGEACG
29