Anda di halaman 1dari 20

TRANSKULTURAL NURSING

TUGAS MAKALAH
PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

TRANSKULTURAL NURSING PADA PERILAKU IBU DALAM


PEMBERIAN MPASI PADA BAYI USIA 0-12 BULAN

Dosen Pengampu : Liliek Pratiwi, S.Kep., M.KM

Disusun oleh :
1. Halimatus Sa’diyah (200711112)
2. Nurjanah Agustin (200711099)
3. Maftuha (200711096)
4. Siska Widiyaningsih (200711115)
5. Wanda Nisya Freseptriani (200711103)

20-E1A-R5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2022
LEMBAR PENGESAHASAN

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

TRANSKULTURAL NURSING PADA PERILAKU IBU DALAM


PEMBERIAN MPASI PADA BAYI USIA 0-12 BULAN

Nama Kelompok :
1. Halimatus Sa’diyah (200711112)
2. Nurjanah Agustin (200711099)
3. Maftuha (200711096)
4. Siska Widiyaningsih (200711115)
5. Wanda Nisya Freseptriani (200711103)

Ketua Kelompok Dosen Pengampu

Wanda Nisya Freseptriani Liliek Pratiwi, S.Kep., M.KM


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................2
1.1 Latar Belakang..............................................................................................2
1.2 Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................4
2.1 Pengertian Transcultural Nursing.................................................................4
2.1 Paradigma dan Ruang Lingkup.....................................................................7
2.2 Penelitian – Penelitian tentang transcultural nursing....................................9
BAB III PAPARAN KASUS.............................................................................12
3.1 Simulasi Kasus.............................................................................................12
3.2 Diagnosis keperawatan dan Intervensi.........................................................13
3.3 Pembahasan..................................................................................................13
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................18
4.1 Kesimpulan.................................................................................................18
4.2 Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19

1
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan pendamping air
susu ibu sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan seperti yang disebutkan
Depkes RI (2006). Menurut WHO (World Health Organization), bayi yang
mendapatkan makanan pendamping ASI sebelum berusia enam bulan akan
mempunyai resiko 17kali lebih besar terkena beberapa penyakit diantaranya
diare dan 3 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan Asi Eksklusif dan
mendapatkan MPASI dengan tepat waktu.

Teori Transcultural Nursingdapat digunakan untuk mengetahui faktor-


faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian MPASI yang
tepat. Teori tersebut menekankan peran signifikan keperawatan di dalam
melaksanakan intervensi keperawatan dengan berbasis budaya. Menurut teori
Transcultural Nursing, terdapat faktor yang mempengaruhi keyakinan dan
praktik individu atau kelompok budaya yang berpengaruh terhadap keyakinan
dan praktik individu atau kelompok budaya yang berpengaruh terhadap
praktik keperawatan spesifik dan universal untuk kesehatan dan kesejahteraan
individu atau kelompok budaya (Leiningier, 2002). Tujuh faktor itu terdiri dari
faktor pendidikan, ekonomi, peraturan dan kebijakan, nilai budaya dan gaya
hidup, sosial dan keluarga, religius dan filosofi, dan teknologi. Dalam sunrise
model yang dikenalkan oleh Leininger tahun 1978 ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku. Faktor tersebut ialah dukungan sosial dan keluarga,
nilai budaya dangaya hidup, latar belakang pendidikan, faktor teknologi,
faktor politik dan hukum, faktor ekonomi, dan faktor religius (Nursalam,
2013). Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meingkatkan pemberian ASI
Eksklusif adalah Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
dalam pasal 128 dan 129Kepmenkes No 450 Tahun 2004 tentang pemberian
Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Namun, faktor
yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian MPASI pada bayi
usia 0-12 bulan di Puskesmas Pucang Sewu Surabaya belum dapat dijelaskan.

2
1.2 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian Transcultural Nursing
2) Untuk mengetahui Paradigma Transcultural Nursing
3) Untuk mengetahui Proses Transcultural Nursing
4) Untuk mengetahui Transcultural terkait pemeberian mpasi pada bayi 0-12
bulan di indonesia
5) Untuk mengetahui pengetahuan orang tua di Indonesia

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Transcultural Nursing


Trancultural nursing adalah suatu ilmu budaya yang mempunyai cakupan luas
dalam keperawatan yang meliputi proses belajar dan praktik keperawatan yang
berfokus pada perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan tetap
menghormati nilai keperawatan, ekspresi, kepercayaan sehat-sakit dan pola
kebiasaan mereka, dan bertujuan untuk mengembangkan landasan pengetahuan
ilmiah dan humanistik guna menyiapkan praktik asuhan keperawatan pada
kebudayaan yang spesifik dan universal (Leininger, 2017; Cristensen & Kenney,
2019). Kebudayaan yang spesifik yaitu kebudayaan dengan nilai-nilai, keyakinan,
pola perilaku tertentu yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, kebudayaan
universal yaitu kebudayaan dengan kesamaan nilai-nilai, norma-norma perilaku,
dan pola hidup yang dilakukan atau diyakini oleh semua kebudayaan (Swanson &
Nies, 2020).

Adapun teori komponen trans cultural nursing menurut (Leininger.2017)


adalah :

1. Care
Sesuatu yang abstrak dan menunjukkan kejadian atau ekspresi yang
berhubungan dengan bantuan, mendukung, memungkinkan, untuk
memfasilitasi dalam membantu orang lain sesuai dengan kebutuhan atau
mengantisipasi kebutuhan dalam rangka meningkatkan kesehatan, keadaan
manusia, cara hidup atau untuk menghadapi kematian.
2. Culture
Pandangan hidup dari seseorang individu atau kelompok dengan
mengacu pada nilai-nilai keyakinan, norma, pola dan praktik yang
dipelajari, dibagikan dan diwariskan antar generasi.
3. Culture care
Kebudayaan yang berasal dari tindakan membantu, mendukung,
memfasilitasi individu lain atau kelompok dengan kebutuhan untuk
mengantisipasi masalah yang membutuhkan pedoman dalam pengambilan
keputusan atau tindak keperawatan dan diaggap bermanfaat bagi kesehatan
atau kesejahteraan orang, atau untuk menghadapi kecacatan, kematian atau
kondisi manusia lainnya.
4. Culture care diversity
Keanekaragaman budaya atau perbedaan dalam mengartikan
perawatan, pola, nilai-nilai, simbol dan adat istiadat dalam suatu budaya.
4
5. Worldview
Cara individu atau kelompok untuk meninjau dan memahami dunia
mereka untuk memberikan penilaian terhadap sikap, gambar, atau
perspektif tentang kehidupan mereka dan dunia.
6. Cultural and social structure dimension
Suatu pola yang dinamis, holistik, dan saling terkait atau budaya
yang menonjol yang berhubungan dengan agama atau spiritualitas,
keluarga (sosial) peraturan dan kebijakan, ekonomi, pendidikan, teknologi,
nilai-nilai budaya, bahasa dan faktor ethnichistory dalam perbedaan
budaya.
7. Environment context
Gabungan dari suatu peristiwa, situasi atau pengalaman hidup,
terkait yang memberikan makna dan untuk membimbing pernyataan dan
keputusan manusia terutama dalam lingkungan, situasi atau wilayah
geografis.
8. Ethnohistory
Urutan fakta, peristiwa, atau perkembangan dari waktu ke waktu
sebagaimana diketahui atau diskusikan menurut orang-orang yang
mempelajarinya.
9. Emic
Mengacu pada pandangan lokal atau pandangan dari dalam dan
nilai-nilai tentang peristiwa.
10. Etic
Mengacu pada pandangan luar dan nilai-nilai tentang peristiwa.
11. Health
Sebuah negara yang sejahtera atau negara yang sehat dapat
diketahui dari budaya yang ditetapkan, dinilai, dan dipraktikan oleh
individu atau kelompok yang memungkinkan mereka untuk digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
12. Nursing
Mempelajari humanistik dan berdasarkan keilmiahan dan disiplin
yang difokuskan pada perawatan budaya, pengetahuan holistik dan
kompetensi untuk membantu individu atau kelompok untuk
mempertahankan atau mendapatkan kembali kesehatan mereka.

5
Kesejahteraan yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan
kematian yang bermakna dengan baik.
13. Culture care prevention and/or maintenance
Bantuan, dukungan, fasilitas, atau memungkinkan tindakan
profesional dan keputusan yang membantu orang dari budaya tertentu
untuk mempertahankan dan/atau melestarikan nilai-nilai perawatan yang
relevan sehingga mereka dapat mempertahankan kesejahteraan mereka,
sembuh dari penyakit, atau menghadapi kecacatan dan/atau kematian.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Tindakan keperawatan diberikan sesuai dengan nilai
yang relevan sehingga klien dapat mengoptimalkan status kesehatannya.
14. Culture care accomodaton and/or negotiations
Bantuan, dukungan, fasilitas, atau memungkinkan tindakan
profesional yang kreatif dan keputusan yang membantu orang dari budaya
yang ditunjuk atau kultur untuk beradaptasi atau bernegosiasi untuk hasil
kesehatan yang menguntungkan atau memuaskan dengan penyedia
layanan profesional. Negosiasi budaya yaitu intervensi keperawatan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya. Perawat membantunya agar dapat memilih
budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan.
15. Culture care repatterning and/or restructuring
Bantuan, dukungan, fasilitas, atau memungkinkan tindakan
profesional yang kreatif dan keputusan yang membantu klien untuk
meyusun ulang, mengubah, atau memodifikasi pandangan hidup mereka
untuk pola kesehatan yang baru, berbeda, dan menguntungkan tetapi
masih menghormati nilai-nilai budaya dan keyakinan klien dan
memberikan pandangan hidup mengenai kesehatan yang lebih
menguntungkan daripada sebelum adanya perubahan pada klien.
Restrukturisasi budaya, dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatannya. Tindakan keperawatan dirancang sesuai latar
belakang budaya sehingga budaya tetap dindang sebagai rencana hidup
yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuai keyakinan yang dianut.
16. Culture competent nursing care
Merupakan kompetensi keperawatan budaya yang digunakan
berdasarkan perawatan budaya dan pengetahuan tentang kesehatan,
kreatif, dan kebiasaan yang berarti memutuskan kebiasaan hidup seperti

6
pada umumnya dan dibutuhkan untuk manfaat kesehatan yang baik bagi
individu atau kelompok untuk menghadapi kesakitan, cacat atau kematian.

2.1 Paradigma dan Ruang Lingkup


Leininger (2016) menggartikan paradigma keperawatan trasnkultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan, dan keperawatan (Andrew
and Boyle, 2017).

1. MANUSIA
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilai dan normanorma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan
pilihan dan melakukan pilihan Menurut Leininger (1984) manusia
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap
saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
Setiap budaya manusia memiliki pengetahuan & praktik
keperawatan tradisional & biasanya pengetahuan dan praktik perawatan
profesional, yg berbeda-beda secara transkultural atau individual Nilai-
nilai asuhan budaya, keyakinan, dan praktik dipengaruhi oleh & cenderung
terikat dgn pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama (spiritualitas),
kekerabatan, sosial, politik, hukum, pendidikan, ekonomi, teknologi,
riwayat etnis, dan lingkungan dri konteks budaya.
2. SEHAT
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat
yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat
dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
Perawatan yg bermanfaat, menyehatkan, dan memuaskan secara
budaya dpt mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas di dlm konteks lingkungan mereka Askep yg
sesuai budaya & dpt dirasakan manfaatnya hanya dpt terjdi ketika nilai2
perawatan, ekspresi, atau pola tlh diketahui & digunakan scra eksplisit utk
perawatan yg sesuai, aman, & bermakna Terdpt persamaan & perbedaan
culture care antara perawatan profesional & tradisional dri klien dlm
budaya manusia di slrh dunia

7
3. LINGKUNGAN
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan
yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
4. BENTUK LINGKUNGAN
Lingkungan fisik Lingkungan alam atau lingkungan yang
diciptakan oleh manusia. Mis: pegunungan, iklim Lingkungan sosial
Keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi keluarga
atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Lingkungan simbolik
Keseluruhan bentuk atau simbol yang membuat keluarga atau kelompok
merasa bersatu. Mis: musik, seni, riwayat hidup, bahasa atau atribut yang
digunakan.
5. KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik perawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan atau mempertahankan
budaya, mengakomodasi/ negosiasi dan mengubah mengganti
budaya klien (Leininger, 2019).
A. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya menggunakan
obat-obat tradisionil berupa herbal
B. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
C. Cara III : Restrukturisasi budaya

8
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2.2 Penelitian – Penelitian tentang transcultural nursing


Dalam penelitian tentang pencarian Tabel Keaslian Penelitian yang didapatkan
dari google scholar , Penelitian menggunakan kepercayaan mpasi dari zaman
turun temurun , pencarian diantara lain sebagai berikut :

N Judul karya Metode ( desain , sample , Hasil


O llmiah variable, instrument, analisis)
1. Faktor yang D: Deskriptif analitik Ibu yang mempunyai
berhubungan dengan pendekatan cross Bayi usia usia 0-6
dengan sectional bulan di Kelurahan
Tindakan S: Ibu yang mempunyai anak usia 0- Mulyorejo sebagian
6 bulan. besar telah
Ibu V: Independen memberikan
dalam 1. Dukungan sosial MPASI.Dan faktor
Pemberian 2. Nilai budaya dan gaya hidup yang yang
MPASI pada 3. Latar belakang pendidika berhubungan dengan
Bayi usia Faktor ekonomi pemberian MPASI
0-6 4. faktor teknologi Dependen adalah faktor sosial,
Bulan Tindakan ibu dalam pemberian faktor ekonomi, faktor
Berdasarkan MPASI pada bayi usia 0-6 bulan teknologi dan nilai
Teori I:Kuiosioner kebudayaan.
Transcultura A:ChiSquare
l Nursing
Didesa
mulyo rejo
tahun 2019.
Penulis :
rahayu 2018

2. Faktor D: Deskriptif dengan pendekatan Ibu yang MPASI dini


Pemberian cross sectional di Puskesmas proppo
MPASI S: Ibu suku madura yang memiliki Pamekasan hampir
Dini bayi usia 0-6 bulan seluruhnya
pada Bayi V: berpendidikan dasar
Usia 0-6 dan menengah dan
Bulan Independen memiliki status
9
Berdasarkan 1. Latar belakang pendidikan Ekonomi yang
Teori 2. Faktor ekonomi kurang.
Transcultura 3. Peraturan & Kebijakan Faktor yang
l Nursing 4. Nilai budaya & gaya hidup berhubungan dengan
di 5. Faktor sosial &keluarga pemberian MPASI
Puskesmas 6. Religius &Filosofi dini di Puskesmas
Proppo 7. Faktor Teknologi Proppo Pamekasan
Pamekasan. adalah faktor
Penulis: Dependen kebudayaan, faktor
syaltut 2016 dukungan sosial dan
Pemberian MPASI dini pada bayi 0- keluarga
6 bulan
I: Wawancara

A: Univariat tipe
distribusi frekuensi dan
presentase
3. Analisis D: Explanatory research Faktor-faktor yang
Faktor yang S: Ibu yang tidak meberikan ASI mempengaruhi
Mempengar eksklusif. pemberianMPASImeli
uhi Ibu V: puti faktor
dalam Independen: predisposisi(umur,
Pemberian 1. Faktor predisposisi paritas, pendidikan
MPASI Dini 1) Umur pengetahuan, sikap,
di 2) Paritas dan pekerjaan); faktor
Kecamatan 3) Pendidikan pendukung (jarak ke
Pandan 4) Pengetahuan pelayanan kesehatan,
Kabupaten 5) Sikap keterpaparan terhadap
Tapanuli 6) Pekerjaan media); faktor
Tengah 2. Faktor pendukung pendorong
Tahun 2017. 1) Jarak ke layanan (petugas, keluarga,
Padang ,201 kesehatan kebiasaan
8 2) Media memberi
3. Faktor pendorong makan pada bayi < 6
1) Dukungan keluarga bulan)
dan masyarakat
2) Kebiasaan makan
bayi
Dependen

Pemberian MPASI dini


I: Kuisioner
A: Uji logistik

10
BAB III PAPARAN KASUS

3.1 Simulasi Kasus


Ny.Y umur 23 tahun, agama islam, pendidikan SMP, pekerjaan sebagai
ibu rumah tangga, klien menikah dengan Tn. S 26 tahun, agama islam, pendidikan
SMA, pekerjaan wiraswasta (penjaga toko), suku Sunda dan tinggal bersama
mertuanya. Ny.Y memiliki bayi yang baru lahir usia baru 1 minggu , pada saat
malam hari bayi Ny.Y menangis terus dan asi Ny.Y masi keluar sedikit dan
karena nangis terus nenek memberikan Makanan Pendamping ASI (MP- ASI)
terlalu dini dengan alasan karena bayi menangis terus meskipun telah
diberikan ASI maupun susu formula. Ibu tidak mengetahui bahwa pemberian
MP-ASI terlalu dini dapat mengganggu kesehatan bayi, namun mereka
beranggapan bahwa jika tidak mengalami gangguan maka pemberian MP- ASI
dapat dilanjutkan, dan kebiasan ini telah dilakukan turun temurun dan tidak
pernah menimbulkan masalah, nenek menganggap bahwa pengenalan makanan
padat harus dimulai sebelum bulan keenam kehidupan. (Young et al., 2018).

Nenek adalah sebutan untuk ibu kandung maupun ibu mertua dari ibu
bayi. Seseorang mendapatkan sebutan nenek jik a dari usianya yang memang
sudah tua ataupun karena sudah memiliki cucu. Seorang nenek, karena dari segi
usia, dan pengalaman hidup lebih banyak, maka mereka dianggap sebagai
seseorang yang serba tahu dan serba bisa dibandingkan anak-anaknya. Selain itu
juga power atau pengaruhnya dalam pengambilan keputusan sangat besar dalam
sebuah keluarga. Termasuk dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengasuhan,
perawatan cucu-cucunya. Nenek sebagai orang tertua dalam sebuah keluarga akan
berusaha untuk memberikan saran dan perintah kepada anaknya perihal perawatan
bayinya. Termasuk dalam praktek pemberian makan pada bayi. Nenek yang
menyarankan pemberian minuman atau Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
sejak awal kelahiran akan berdampak pada kegagalan praktik pemberian ASI
secara eksklusif .( (Junarti et al., 2020).

Praktek pengasuhan anak biasanya diajarkan secara turun temurun dari


orangtua kepada anaknya. Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian yang
mnyampaiakan bahwa terdapat pengaruh intergenerasi, dimana praktek pemberian
makan pada bayi diturunkan dan dicontohkan dari generasi-generasi sebelumnya
kepada generasi berikutnya. Hanya, banyak dari nenek yang memiliki persepsi
yang salah perihal bayi yang mendapatkan ASI. Dasheka & Rala, 2020).

Persepsi lain adalah bahwa pemberian makanan dan susu formula sebelum
bayi berusia 6 bulan akan membuat bayi lebih cepat besar dan sehat dibandingkan
11
bayi yang hanya mendapatkan ASI saja. Selain itu juga kebiasaan dan budaya dari
nenek. semisal pemberian bubur dilakukan beberapa hari setelah bayi lahir Akibat
dari persepsi-persepsi nenek yang salah tersebut dan juga karena adanya budaya
terkait pemberian makanan pada bayi segera beberapa hari setelah bayi lahir akan
menyebabkan nenek memerintahkan pada ibu bayi untuk segera memberikan
makanan lain selain ASI. Pernyataan tersebut juga terbukti berdasarkan salah satu
hasil penelitian, disebutkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi pada
pemberian formula pada bayi kurang dari 6 bulan adalah pengaruh dari nenek,
dimana nenek dianggap sebagai orang yang berpengalaman dan sebagai sumber
saran utama perihal pemberian makan bayi. (Nsiah-Asamoah et al., 2020).

Secara medis pemberian mpasi pada bayi yang kurang dari 6 bulan itu
dapat menyebabkan pembengakakan pada saluran pencernaan karena bayi itu usus
masih rentan dan tidak kuat.

3.2 Diagnosis keperawatan dan Intervensi


diagnosa keperawatan :

1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kepercayaan dan sistem nilai


yang dianut
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan disorientasi sosiokultur

Intervensi :

1. Melakukan pendekatan dengan Cultural Care Preserventation


Memberitahu pada pasien bahwa bayi yang belum berusia kurang dari 6
bulan tidak boleh diberikan mpasi.
2. Melakukan pendekatan dengan cara Cultural Care
Accomodation/Negoitation.

3.3 Pembahasan
Dari kasus yang telah kelompok kami sampaikan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa budaya dan kepercayaan terhadap hal-hal yang menjadi tradisi
turun-menurun. Tradisi ini masih melekat erat pada kehidupan masyarakat.
Kepercayaan terhadap budaya yang sangat erat tersebut mengakibatkan
masyarakat melakukan hal-hal yang dianggap membahayakan bagi kesehatan
bayi. Seperti Nenek yang menyarankan pemberian minuman atau Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) sejak awal kelahiran akan berdampak pada kegagalan
praktik pemberian ASI secara eksklusif. Persepsi lainnya juga adalah bahwa
pemberian makanan dan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan akan
membuat bayi lebih cepat besar dan sehat dibandingkan bayi yang hanya
12
mendapatkan ASI saja. Selain itu juga kebiasaan dan budaya dari nenek. semisal
pemberian bubur dilakukan beberapa hari setelah bayi lahir Akibat dari
persepsi-persepsi nenek yang salah tersebut dan juga karena adanya budaya terkait
pemberian makanan pada bayi segera beberapa hari setelah bayi lahir akan
menyebabkan nenek memerintahkan pada ibu bayi untuk segera memberikan
makanan lain selain ASI. Pernyataan tersebut juga terbukti berdasarkan salah satu
hasil penelitian, disebutkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi pada
pemberian formula pada bayi kurang dari 6 bulan adalah pengaruh dari nenek,
dimana nenek dianggap sebagai orang yang berpengalaman dan sebagai sumber
saran utama perihal pemberian makan bayi.

Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa budaya yang terus turun menurun
ini memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan bayi. Karena pemberian
makanan dan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan bayi berumur nol sampai
enam bulan yang diberi susu formula akan mengalami masalah kesehatan. Bayi
bisa diare karena susu formula terus tidak bisa terserap sempurna oleh sistem
pencernaannya. Jika terus menerus dibiarkan, maka dikhawatirkan akan
berdampak pada tumbuh kembang hingga dewasa nanti. Oleh sebab itu, bayi
berumur nol sampai enam bulan harus diberi air susu ibu (ASI) secara eksklusif.

Maka dari itu peran perawat terhadap kondisi ini adalah:

a. Educator, sebagai pendidik klien perawat membantu klien


meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang
terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang sesuai.
b. Konsultan, elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang
diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber
informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik lain.

Sesuai dengan teori Leininger, asuhan keperawatan adalah suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai
dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan adalah perlindungan/ mempertahankan budaya, mengakomodasi/
negoasiasi budaya dan mengubah/ mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

1) Jurnal pendukung
a. jurnal pertama “ PRAKTEK PEMBERIAN MAKANAN
PENDAMPING ASI DINI DITINJAU DARI PERAN NENEK

13
“Volume 12 No 4, Hal 757 - 766, Desember 2020, Dian Nur
Adkhana Sari.
Pemberian cairan atau makanan selain ASI pada bayi selama 6
bulan pertama yaitu kesehatan bayi (Kristiana, 2016). Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa salah satu faktor dominan yang berpengaruh
dengan pemberian MP-ASI pada bayi adalah dukungan keluarga. Ibu
yang berada di lingkungan dukungan keluarga yang baik (tidak
mendukung MP-ASI) mempunyai kecenderungan 1,6 kali lebih besar
untuk tidak memberi MP-ASI dini kepada bayinya (Lupiana, 2012).
Dalam penelitian disebutkan bahwa sebanyak (90,5%) responden
memberikan makanan pendamping ASI pada saat bayi berusia kurang
dari 6 bulan dan (82,8%) responden patuh terhadap budaya (Suwarsih,
2016).
Anjuran orang tua terutama nenek dalam pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP- ASI) terlalu dini biasanya terjadi dengan alasan
karena bayi menangis terus meskipun telah diberikan ASI maupun
susu formula. Walaupun ibu mengetahui bahwa pemberian MP-ASI
terlalu dini dapat mengganggu kesehatan bayi, namun mereka
beranggapan bahwa jika tidak mengalami gangguan maka pemberian
MP- ASI dapat dilanjutkan, dan kebiasan ini telah dilakukan turun
temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah (Nurafifah dalam
Maharani, 2016).
Penelitian Daiana menyampaikan bahwa nenek menganggap
bahwa pengenalan makanan padat harus dimulai sebelum bulan
keenam kehidupan (Daiana et al., 2018). Bayi yang mendapatkan
makanan pendamping ASI sebelum berusia enam bulan akan
mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare dan 3 kali lebih
besar kemungkinan terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan
mendapatkan MP-ASI dengan tepat waktu (Maharani, 2016).
Hal ini juga disampaikan penelitian lain bahwa dalam jangka panjang,
pemberian ASI tanpa tambahan cairan atau makanan lain dapat
mengurangi risiko penyakit kronis, seperti obesitas, hipertensi,
dislipidemia, diabetes mellitus tipe 1, dan alergi. Diperkirakan, dalam
kasus diabetes, 30% kejadian dapat dicegah jika 90% jika dalam 3
bulan tidak menerima makanan selain ASI (Oliveira, C.,et al 2015).
Pemberian MP-ASI dianjurkan pada bayi setelah umur 6 bulan karena
setelah bayi umur 6 bulan, sistem pencernaannya sudah baik dan siap

14
menerima makanan pendamping ASI. Menjelang 6 bulan umumnya
bayi menjadi kurang mendapatkan energi dan zat gizi dari ASI semata
(Conkle et al., 2016). Pemberian MP ASI pada saat yang tepat akan
sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh
kembang bayi. Periode ini dikenal pula sebagai masa penyapihan
(weaning) yaitu suatu proses dimulainya pemberian makanan khusus
selain ASI secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi maupun tekstur dan
konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh
makanan (Maharani, 2016). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan peran nenek dengan praktek pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP- ASI) pada bayi yang berusia < 6
bulan di Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta.
b. Jurnal kedua “ PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI
PADA BAYI DI KARANGPETE RT. 01 RW. 06 SALATIGA”
Volume 18 Nomor 2 Agustus 2018, Sanfia Tesabela.
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- ASI) adalah makanan
bergizi yang diberikan kepada anak di usia enam sampai dua puluh
empat bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan
makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pemberian MP-ASI
secara tepat sangat dipengaruhi perilaku ibu yang memiliki bayi. Pada
pemberian makanan bayi juga perlu diperhatikan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) berdasarkan kelompok umur dan tekstur makanan yang
sesuai dengan perkembangan usia balita, serta ketepatan waktu
pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan dan cara
pembuatannya. Pemberian MP-ASI kurang dari enam bulan berpotensi
pada gangguan sistem pencernaan bayi, seperti sulit buang air besar,
obesitas, gangguan pertumbuhan, infeksi saluran napas dan alergi.
Pada kenyataannya, di beberapa negara berkembang seperti
Indonesia masih saja terdapat praktik pemberian MP-ASI oleh ibu
kepada bayi yang berusia dibawah enam bulan Padahal diusia tersebut
bayi belum siap untuk menerima makanan tambahan lainnya.
Pemberian MP-ASI yang sering ditemukan di kalangan masyarakat
seperti; pisang, madu, air tajin, air gula, susu formula dan makanan
lainnya sebelum bayi berusia enam bulan. Hal ini merupakan pemicu
banyaknya bayi mengalami penyakit diare yang disebabkan dari tidak
tepatnya pemberian MP-ASI kepada bayi. Menurut Data dari Pusat
Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan, lebih dari

15
50% bayi di Indonesia mendapatkan MP-ASI pada usia kurang dari 1
bulan.
Menurut World Health Organization bayi yang mendapatkan
makanan pendamping ASI sebelum berusia enam bulan akan
mempunyai resiko tujuh belas kali lebih besar mengalami diare dan
tiga kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI eksklusif
dan mendapatkan MPASI dengan tepat waktu. Angka pemberian ASI
Eksklusif di dunia hanya sekitar 38% (dari 100 bayi usia 0-6 bulan
hanya 38 bayi yang mendapat ASI eksklusif), artinya terdapat 62%
praktek pemberian MP- ASI yang tidak tepat.vi Berdasarkan hasil
RISKESDAS tahun 2013 diketahui bahwa 44,7% bayi usia 0-5 bulan
telah diberi MP-ASI berupa susu formula 82,6%, madu 11,7%, air gula
3,7%, air putih 11,9%, bubur 2,2%, pisang 3,7%, nasi 1,5%, dan
sisanya 3,7% diberi air gula, air tajin, air kelapa, kopi, dan teh manis
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
juga menunjukkan 50,1% ibu telah memberikan MP-ASI berupa
air putih, sari buah, makanan padat atau setengah padat dan susu
formula kepada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.viii Berdasarkan
survei yang dilakukan oleh Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
tahun 2011 terdapat 32,3% bayi usia 0-6 bulan telah diberi MP-ASI.ix
Di samping itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Terang Ayudani
(2012)x di lingkungan Posyandu Permata Kabupaten Sukoharjo
menunjukkan bahwa 83,6% ibu yang telah memberikan MP-ASI
sebelum bayi usia 6 bulan.

16
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trancultural nursing adalah suatu ilmu budaya yang mempunyai cakupan
luas dalam keperawatan yang meliputi proses belajar dan praktik keperawatan
yang berfokus pada perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan tetap
menghormati nilai keperawatan, ekspresi, kepercayaan sehat-sakit dan pola
kebiasaan mereka, dan bertujuan untuk mengembangkan landasan pengetahuan
ilmiah dan humanistik guna menyiapkan praktik asuhan keperawatan pada
kebudayaan yang spesifik dan universal (Leininger, 2017; Cristensen & Kenney,
2019). Kebudayaan yang spesifik yaitu kebudayaan dengan nilai-nilai,
keyakinan, pola perilaku tertentu yang tidak dimiliki oleh kelompok lain,
kebudayaan universal yaitu kebudayaan dengan kesamaan nilai-nilai, norma-
norma perilaku, dan pola hidup yang dilakukan atau diyakini oleh semua
kebudayaan (Swanson & Nies, 2020).

Leininger menggartikan paradigma keperawatan trasnkultural sebagai cara


pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan, dan keperawatan
(Andrew and Boyle, 2017).

4.2 Saran
Bagi petugas kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat melakukan
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan transkultural dengan benar. Walaupun
dalam kenyataanya mungkin konsep keperawatan transkultural efektif digunakan
pada klien, namun pengkajian lebih lanjut juga sangat diperlukan untuk mencapai
hasil yang maksimal dalam proses penyembuhan.

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperluas daerah


penelitian terkait perilaku budaya tertentu karena setiap wilayah memiliki
kebudayaan tertentu yang berbeda dengan budaya tradisi di wilayah

17
DAFTAR PUSTAKA

Kristina, Y (2020). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan , sikap dan


perilaku keluarga tentang Asi Esklusif Dalam upaya Mendukung Pemberian Asi Esklusif.
Di Banyumas

Maharani, O. (2018). Pemberiai Makanan Pendamping ASI Dni Berhubuwngandengan


Kejadian Diare pada Bayi umur 012 bulan di Kecamatan Dampal 0-12 months in the
District of North Dampa. Tolitoli, Central Sulawesi.

Nababan, L., & Widyaningsih, S. (2018) Pemberian MPASI dini pada bayi ditinjaudari
Pendidikan pengetahum ibu Earhy Breastfeeding Supplemental Food n Babyliewed From
Maternal Education and Knowledge.

Nsiah-Asamoah, C., Doku, D. T., & Agblorti, S. (2020). Mothers and Grandmothers
socio-cultural factors as barriers to exclusive breastfeeding: A qualitative study involving
Health Workers in two rural districts of Ghana.

18

Anda mungkin juga menyukai