Anda di halaman 1dari 78

Analisis Situsasi Ibu dan Anak (ASIA)

Tarakan Provinsi Kalimantan Utara

Disusun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Safe Motherhood & Child Survival

Pengampu : Ernita Prima N, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh
Eneng Siti Fatimah
20210000046

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga proses penyusunan makalah Analisis Situasi Ibu dan Anak
(ASIA) Tarakan Provinsi Kalimantan Utara akhirnya dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Safe Motherhood & Child Survival.
Pembangunan merupakan proses kegiatan yang terus-menerus menuju ke arah
keadilan yang lebih baik. Proses ini membutuhkan modal baik berupa finansial,
teknologi maupun manusia. Di antara ketiga faktor tersebut, sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting. Sumber Daya Manusia (SDM) ini harus benar-benar
dapat diandalkan sebagai modal pembangunan. Oleh karena itu, sumber daya
manusia perlu dibina sedemikian rupa agar mampu menjadi sumber daya yang
berperan aktif dalam setiap pembangunan. Penyiapan SDM yang tangguh dan
berkualitas sejak dini merupakan pilihan tak terelakkan dalam proses pembangunan
di masa yang akan datang.
Menyiapkan SDM-Dini memerlukan keseriusan kerja yang komprehensif dari
berbagain stakeholder. Salah satu upaya penyediaan SDM-Dini adalah dengan
melakukan intervensi yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan mendasar dan
perlindungan bagi kelompok rentan yaitu ibu dan anak, sebagai awal peningkatan
kesejahteraan ibu dan anak.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan untuk
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Tarakan, Mei 2022


Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................6
1.2. Tujuan..................................................................................................................................3
1.3. Proses Penyusunan ASIA....................................................................................................4
1.4. Manfaat................................................................................................................................4

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH


2.1. Keadaan Geografis...............................................................................................................6
2.2. Kependudukan.....................................................................................................................7
2.3 Sumber Daya Daerah..........................................................................................................18
2.4 Anggaran Pembiayaan Kesehatan.......................................................................................27
2.5 Profil Kesehatan Ibu dan Anak...........................................................................................28

BAB III METODOLOGI PENYUSUNAN ASIA


3.1 Maksud..............................................................................................................................41
3.2 Tujuan...............................................................................................................................41
3.3 Manfaat.............................................................................................................................41
3.4 Kelompok sasaran.............................................................................................................42
3.5 Metodologi........................................................................................................................42

BAB IV HASIL ANALISIS SITUASI IBU DAN ANAK


3.5.1 Penilaian Situasi...............................................................................................................45
3.5.2 Analisis Kausalitas...........................................................................................................50
3.5.3 Analisis Pola Peran..........................................................................................................56
3.5.4 Analisis Kesenjangan Kapasitas......................................................................................58
3.5.5 Aksi-aksi kunci................................................................................................................61
3.5.6 Pengembangan Kemitraan...............................................................................................62
3.5.7 Rancangan program/kegiatan...........................................................................................63

BAB V Kesimpulan dan Saran...............................................................................................................72

Daftar Pustaka 3

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kualitas penduduk merupakan kondisi penduduk dalam aspek fisik dan non
fisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat
sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan sebagai ukuran dasar untuk
mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang
bertaqwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak (UU RI No 2
Tahun 2009). Kualitas hidup manusia sangat bergantung pada tingkat kesehatannya.
Kesehatan termasuk salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
produktivitas masyarakat. Sumber daya manusia yang sehat secara mental dan fisik
akan lebih produktif, Secara umum, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik
menjadi masukan (input) penting dalam penurunan kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi, serta pembangunan ekonomi jangka panjang (BPS, 2018).
Menurut Todaro (2017) kesehatan dikatakan sebagai salah satu aspek yang
menentukan tinggi rendahnya standar hidup masyarakat. Oleh sebab itu, status
kesehatan yang relatif baik dibutuhkan untuk menopang semua aktivitas kehidupan
manusia. Sehingga, untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik dibutuhkan pula
sarana kesehatan yang juga baik. Jika kualitas kesehatan baik, maka kualitas SDM
juga akan baik. Kualitas sumber daya manusia merupakan aspek utama dalam
pembangunan suatu negara. Kehidupan manusia yang semakin maju seiring dengan
perkembangan zaman dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan
lambat laun dapat menjelaskan bagaimana status Kesehatan dapat dioptimalkan,
sehingga berbagai upaya dilakukan dengan bantuan IPTEK yang semakin maju.
Kondisi kesehatan di Indonesia masih memprihatinkan, hal ini ditunjukkan
dengan tingginya angka kematian ibu. Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari
pencatatan program kesehatan keluarga di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020

4
menunjukkan 4.627 kematian di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun 2019 sebesar 4.221 kematian. Berdasarkan penyebab, sebagian
besar kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh perdarahan sebanyak 1.330
kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan sistem
peredaran darah sebanyak 230 kasus.(Kemenkes 2020).
Demikian pula pada provinsi Kalimantan Utara, isu kesehatan masih menjadi
salah satu hal yang harus diprioritaskan. Berdasarkan data dari Kantor Statistik
Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara jumlah penduduk Kalimantan Utara
mencapai 627.840 jiwa. Derajat kesehatan di Provinsi Kalimantan Utara digambarkan
melalui Angka Kematian Kasar (AKK), Angka Harapan Hidup (AHH), Angka
Kematian Ibu (AKI), dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut publikasi BPS
(2018), angka kematian kasar provinsi Kalimantan Utara tahun 2015 sebesar 4,5.
Artinya bahwa ada 4 sampai 5 kejadian kematian dari 1000 penduduk di pertengahan
tahun. Angka kematian yang digunakan untuk analisis lebih lanjut mengenai
kualitas kesehatan di provinsi Kalimantan Utara menggunakan GDR. GDR (Gross
Death Rate) adalah angka kematian kasar untuk tiap - tiap 100.000 penderita keluar,
baik hidup/mati
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi merupakan Indikator Kinerja
Utama perangkat daerah Dinas Kesehatan dan bagian dari Indikator Kinerja Kunci
RPJMD kota Tarakan. Angka Kematian Ibu di Tarakan sepanjang 5 (lima) tahun
terakhir tercatat mengalami kenaikan dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2018
AKI mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 158 per 100.000 kelahiran
hidup dibandingkan pada tahun 2017 sebesar 72 per 100.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 2019 AKI mengalami kenaikan 106 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan
capaian AKI tahun 2020 sebesar 42 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu
yang cenderung mengalami peningkatan dapat disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya ibu hamil tidak pernah ANC rutin di Puskesmas, pemeriksaan kehamilan
diduga hanya dilakukan pada saat menjelang melahirkan saja sehingga meningkatkan

5
risiko bagi ibu dan bayi. Selain itu, adanya penyakit menular juga menyebabkan
menurunnya kesehatan ibu, serta Program Perencanaan Pertolongan dan Penanganan
Komplikasi (P4K) yang digerakkan oleh kader belum optimal sehingga masih
memungkinkan adanya ibu hamil yang tidak terpantau kesehatannya.
Angka Kematian Ibu (AKI) dikatakan sebagai salah satu indikator untuk
melihat derajat Kesehatan pada perempuan. Penurunan AKI juga merupakan salah
satu target SDGs yaitu meningkatkan kesehatan ibu dengan mengurangi sampai 3/4
resiko jumlah kematian ibu. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat
merepresentasikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat karena bayi
merupakan kelompok usia yang paling rentan terkena dampak dari perubahan
lingkungan maupun sosial ekonomi. Indikator AKB berhubungan langsung
dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial ekonomi
dan kesehatannya Crude Death Rate (CDR)/Angka Kematian Kasar (AKK)
merupakan indikator yang merepresentasikan kondisi kesejahteraan penduduk di
suatu daerah pada tahun tertentu yang bersangkutan.
Makalah ini menampilkan analisis sebab-akibat kesehatan ibu dan anak di
Tarakan Kalimantan Utara yang bertujuan untuk memahami permasalahan dengan
mengetahui penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah keadaan
ibu dan anak serta untuk mengetahui kualitas penduduk provinsi Kalimantan Utara
berdasarkan indikator kesehatan Ibu dan Anak.

1.2. Tujuan
Tujuan Analisis Kesehatan Ibu dan Anak (ASIA) antara lain :
1. Memperoleh data dan informasi kuantitatif dan kualitatif yang akurat dari
berbagai sumber yang tersedia di daerah menurut indikator yang relevan
2. Mengetahui interpretasi situasi Ibu dan Anak yang berkenaan dengan resiko dan
kebutuhannya menurut kelompok sasaran, jumlah dan sebarannya

6
3. Menganalisis dan menyimpulkan berbagai intervensi atau program yang ada
(telah dan sedang dilakukan) oleh dinas/instansi terkait atau oleh lintas sector
1.3. Proses Penyusunan ASIA
Proses penyusunan Analisis Situasi Ibu dan Anak (ASIA) melalui beberapa
tahap dengan menggunakan tiga kategori yang biasa disebut Tiga T yaitu Tinjauan,
Telaahan dan Tindakan.
Tinjauan atau penilaian situasi dilakukan sebagai dasar analisis dan
pengembangan program selanjutnya yang mencakup tiga kegiatan utama yaitu (1)
merumuskan permasalahan berdasarkan data yang dimiliki, (2) menggambarkan
besarnya permasalahan, dan (3) menentukan indikator kunci.
Telaahan merupakan langkah analisis lanjutan yang dilakukan dalam beberapa
tahapan analisis yaitu analisis kausalitas yang membantu memahami permasalahan
akan hak-hak yang terabaikan dengan mengidentifikasi penyebab langsung, penyebab
tidak langsung, dan akar penyebab dengan membuat pohon masalah. Setelah itu
dilakukan analisis pola peran untuk mengidentifikasi pemegang hak dan pengemban
tugas dengan melihat hubungan kedua pihak, kemudian dilanjutkan dengan analisis
kesenjangan kapasitas dengan melihat tanggung jawab, wewenang, sumberdaya,
pengambilan keputusan, dan komunikasi pengemban tugas terhadap pemegang hak.
Tindakan merupakan cara untuk mengatasi atau menjawab permasalahan yang
telah dianalisis pada proses tinjauan dan telahaan sebelumnya. Tindakan terdiri dari
pengidentifikasian aksi-aksi kunci yang bertujuan untuk mengurangi/mendekatkan
kesenjangan kapasitas pengemban tugas dan pemegang hak, pengembangan
kemitraan dan rancangan program. Salah-satu cara dalam menyusun rancangan
program yaitu dengan membuat pohon tujuan.

1.4. Manfaat
1. Dapat digunakan sebagai masukan untuk penyusunan dokumen perencanaan
daerah;

7
2. Dapat digunakan sebagai sarana penyamaan-persepsi dalam pengambilan
keputusan dan menentukan prioritas program pembangunan SDM-Dini Daerah;
3. Dapat digunakan sebagai informasi dan data yang akurat dalam perencanaan
pembangunan daerah;
4. Dapat digunakan sebagai alat pengendalian perencanaan dan pelaksanaan
program pembangunan SDM-Dini Daerah.

8
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. Keadaan Geografis


Geografis Provinsi Kalimantan Utara merupakan satu dari 13 Provinsi di
Indonesia yang mempunyai wilayah perbatasan antar Negara, yaitu dengan Negara
Malaysia. Selain itu posisi Kalimantan Utara berada pada Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) II dari Laut Sulawesi ke Samudra Hindia melalui selat Makasar
dan Selat Lombok merupakan potensi perekonomian yang strategis. Bagi Kalimantan
Utara posisi AKLI II sangat bernilai strategis baik ditinjau aspek ekonomi maupun
politis, terbuka peluang berkembangnya pelabuhan besar dan berstandar internasional
yang dapat mendorong perkembangan ekonomi daerah dan nasional. Wilayah
Provinsi Kalimantan Utara yang sangat luas menyebabkan semua karakteristik
wilayah terdapat di daerah ini, mulai kawasan perbatasan Kalimantan Utara
pedalaman, terpencil, pegunungan, pesisir dan kepulauan. Wilayah Kalimantan Utara
yang memiliki pantai sepanjang 1.185 KM mempunyai kawasan pesisir yang sangat
luas,merupakan kota yang terletak di pesisir pantai Kalimantan Utara.
Gambar II.1
Peta Provinsi Kalimantan utara

9
Kalimantan Utara mempunyai luas wilayah sekitar 72,595.93 KM² yang terdiri dari
441 Desa, 38 Kelurahan dengan jumlah penduduk 627.840 Jiwa. Provinsi Kalimantan
Utara terbagi menjadi 4(empat) Kabupaten, yaitu Kabupaten Malinau, Kabupaten
Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung dan Kota Tarakan. Adapun
batas wilayah Provinsi Kalimantan Utara dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Malaysia (Sabah)
2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Laut Sulawesi
3. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat, Kutai Timur,
Kutai
4. Kartanegara dan Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur
5. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia

Tabel II.1
Data Luas Wilayah Provinsi Kalimantan Utara

No Kabupaten/Kota Luas Wilayah


(km2)
1 Malinau 40.088,41
2 Nunukan 14.246,96
3 Tarakan
250,08
10
4 Bulungan
13.181,90
5 Tana Tidung
4.828,58
Jumlah
72.595,93
Sumber: *) Kantor Statistik Kabupaten/Kota Prov. Kaltara 2018

2.2. Kependudukan

Penduduk merupakan subyek dan sekaligus obyek dari


pembangunan kesehatan. Berdasarkan data dari Kantor Statistik Kabupaten/Kota
Provinsi Kalimantan Utara jumlah penduduk Kalimantan Utara mencapai
627.840 jiwa. Penduduk Provinsi Kalimantan Utara di setiap kabupaten/kota
tercantum pada tabel II.2 berikut.
Tabel II.2Penduduk Provinsi Kalimantan Utara menurut Kabupaten dan Kepadatan
Penduduk per Kabupaten/Kota Tahun 2018
LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN
JUMLAH
NO KABUPATEN WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK
DESA KELURAHAN PENDUDUK
(KM²) TANGGA TANGGA per km²
1 MALINAU 40,088.41 109 77,492 16,253 4.77 1.93
2 NUNUKAN 14,246.96 232 8 177,607 43,188 4.11 12.47
3 TARAKAN 250.08 20 231,741 44,999 5.15 926.67
4 BULUNGAN 13,181.90 71 10 120,600 29,115 4.14 9.15
5 TANA TIDUNG 4,828.58 29 20,400 6,342 3.22 4.22

JUMLAH (KAB/KOTA) 72,595.93 441 38 627,840 139,897 4.49 8.65

Sumber: Kantor Statistik Kabupaten/Kota Provinsi Kaltara Tahun 2018

2.2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk


Jumlah penduduk suatu wilayah dapat menggambarkan banyaknya kebutuhan
yang diperlukan di wilayah tersebut, sedangkan informasi mengenai laju
pertumbuhan penduduk berguna untuk memperkirakan jumlah penduduk di masa
yang akan datang. Sehingga, berdasarkan informasi jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk suatu wilayah, banyaknya kebutuhan dasar penduduk saat ini dan pada
masa yang akan datang dapat diperkirakan.

11
Perubahan penduduk tidak hanya diakibatkan oleh kelahiran dan kematian,
tetapi juga akibat peristiwa migrasi. Pada era global ini, peristiwa migrasi mulai
mendapatkan perhatian khusus. Terlebih setelah penurunan tingkat kelahiran dan
kematian, meskipun masih berfluktuasi. Sehingga, jika masalah migran tidak atau
belum dapat dikendalikan dengan baik maka keberhasilan dalam penurunan
kematian dan pengendalian kelahiran menjadi kurang berarti dalam penanganan
jumlah dan laju pertumbuhan penduduk.
Salah satu aspek pertumbuhan penduduk yang sulit dipahami adalah
kecenderungannya untuk terus mengalami peningkatan sekalipun tingkat kelahiran
telah mengalami penurunan.
Gambar 1.
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk, 2015-2019

Sumber : Proyeksi Penduduk, Badan Pusat Statistik Kota Tarakan 2019

Jumlah penduduk Kota Tarakan selama kurun waktu beberapa tahun terakhir
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

12
1. Menurut hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Kota Tarakan tahun 2019
sebanyak 270.894 jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan
Tarakan Barat yang mencapai 35,03 persen dari total keseluruhan penduduk Kota
Tarakan. Jika dibandingkan dengan tahun 2018, maka jumlah penduduk pada tahun
2019 bertambah sebanyak hampir 9 ribu jiwa.
Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara
kekuatan yang menambah serta kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk.
Secara terus menerus jumlah penduduk dipengaruhi oleh jumlah bayi yang
dilahirkan, dan di saat yang bersamaan pula akan dipengaruhi oleh kematian
penduduk yang terjadi di setiap kelompok umur penduduk.
Pertumbuhan penduduk di Kota Tarakan cukup tinggi dimana selama kurun
waktu lima tahun terakhir, pertumbuhan penduduk paling tinggi berada pada tahun
2015 dengan nilai pertumbuhan penduduk 3,67 persen. Tingginya pertumbuhan
penduduk Kota Tarakan secara umum disebabkan karena Tarakan menjadi sebuah
kota yang terbuka dan kota transit sehingga secara otomatis menjadi salah satu kota
yang diminati penduduk dari untuk mencari lapangan pekerjaan. Selain itu, sebagai
satu-satunya wilayah administrasi perkotaan di Provinsi Kalimantan Utara, Kota
Tarakan menjadi pusat rujukan kesehatan serta pendidikan dalam regional provinsi.
Hal itulah yang menjadikan tingginya pertumbuhan penduduk Kota Tarakan
sehingga pertumbuhan penduduk ini layak menjadi salah satu isu strategis
pembangunan daerah sebagai modal dasar pembangunan.
Keberhasilan program KB (Keluarga Berencana) merupakan buah dari usaha
pemerintah dan partisipasi seluruh penduduk untuk menyukseskan program
pengendalian penduduk. Berdasarkan proyeksi penduduk, laju pertumbuhan
penduduk Kota Tarakan menurun terus dari tahun 2015 hingga di kisaran 3,38
persen pada tahun 2018. Namun, dengan kenyataan bahwa luas wilayah yang tidak
bertambah, pertumbuhan penduduk sekecil apapun berpotensi menimbulkan
permasalahan serius di berbagai bidang urusan pemerintahan daerah.

13
2.2.2 Sebaran Penduduk

Informasi tentang sebaran penduduk memungkinkan pemerintah dalam


menentukan seberapa banyak kebutuhan yang diperlukan penduduk di suatu
wilayah. Semakin besar jumlah penduduk di suatu wilayah, semakin banyak pula
kebutuhan yang diperlukan, baik itu sandang, pangan maupun papan. Pada Gambar
2 dapat dilihat persebaran penduduk menurut kecamatan di Kota Tarakan tahun
2018.

Gambar 2.
Sebaran Penduduk Kota Tarakan menurut Kecamatan, 2019

Sumber : BPS Kota Tarakan, Susenas 2019 (data diolah)

Berdasarkan Gambar 2 terlihat pola persebaran di Kota Tarakan terlihat belum


merata sehingga terjadi perbedaan kepadatan penduduk yang mencolok antar
kecamatan. Data tahun 2018 menunjukkan sebagian besar penduduk Kota Tarakan
terkonsentrasi di Kecamatan Tarakan Barat dengan persentase mencapai 35,03
persen. Meskipun Kecamatan Tarakan Barat merupakan kecamatan dengan luas

14
wilayah terkecil di Tarakan, namun ini tidak membatasi penduduk untuk tinggal di
kecamatan ini.

2.2.3 Kepadatan Penduduk


Kepadatan penduduk merupakan salah satu indikator yang menggambarkan
tingkat pemerataan penduduk. Informasi ini memungkinkan pemerintah mengatasi
kepadatan penduduk. Kepadatan yang sudah mencapai titik jenuh dapat
memberikan dampak negatif berupa masalah sosial dan kriminalitas akibat
keterbatasan sumber daya pemenuh kebutuhan. Pemerataan penduduk dari wilayah
padat ke wilayah kurang padat yaitu berupa relokasi dalam bentuk migrasi.
Diharapkan dengan pelaksanaan migrasi selain dapat mengatur keseimbangan daya
dukung lingkungan antar wilayah juga dapat menyeimbangkan proporsi antara
jumlah penduduk dengan ketersediaan sumber daya di suatu wilayah.
Secara umum, pada tahun 2019 kepadatan penduduk di Kota Tarakan sebesar
1.080,12 jiwa per km2. Ini berarti bahwa setiap 1 km2 wilayah dihuni oleh 1.080
sampai dengan 1.081 jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan Tarakan Barat yang cukup
tinggi dan luas wilayah yang kecil (11,67 persen dari total wilayah Kota Tarakan)
menjadikan Kecamatan Tarakan Barat sebagai daerah dengan kepadatan penduduk
tertinggi di Kota Tarakan, kepadatan penduduknya pada tahun 2019 mencapai
3.402,58 penduduk per km2. Sedangkan kecamatan Tarakan Utara yang luas
wilayahnya paling besar hanya memiliki kepadatan 282,32 penduduk per km2.
Adanya perbedaan kepadatan penduduk yang terjadi menunjukkan bahwa pola
persebaran penduduk mengelompok pada beberapa daerah tertentu. Penduduk banyak
dijumpai pada daerah-daerah yang mempunyai aktivitas ekonomi tinggi, tersedianya
sarana prasarana sosial, dan sarana transportasi yang memadai serta keadaan sosial
ekonomi yang lebih baik. Sebaliknya kepadatan penduduk yang rendah terdapat pada
daerah-daerah yang mempunyai aktifitas ekonomi yang relative masih rendah dan
sarana transportasi yang masih terbatas. Suatu daerah dengan kepadatan penduduk
yang tinggi adalah indikasi bahwa di daerah tersebut banyak terjadi transaksi
15
ekonomi dengan jenis yang bervariasi. Namun ukuran tingkat kepadatan penduduk
(population density) yang ideal memang sulit untuk ditentukan karena sangat
tergantung terhadap potensi yang dimiliki di suatu wilayah serta kemampuan
penduduk untuk memanfaatkan potensi yang ada.
Umumnya tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sangat rawan terhadap
terjadinya konflik sosial, di samping sangat menyulitkan pemerintah dalam
penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Begitu juga bila
tingkat kepadatan penduduk sangat rendah akan menyebabkan penyediaan fasilitas
yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi relatif mahal.

Tabel 1.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tarakan menurut Kecamatan, 2019

Sumber : Proyeksi Penduduk, Badan Pusat Statistik Kota Tarakan

2.2.4 Komposisi Penduduk


Selain sebagai bahan perencanaan, komposisi penduduk juga dapat digunakan
sebagai salah satu bahan evaluasi kebijakan program pembangunanpemerintah.
Beberapa ukuran yang digunakan dalam komposisi penduduk antara lain struktur
umur, umur median, rasio ketergantungan, dan rasio jenis kelamin.
Komposisi penduduk Kota Tarakan didominasi oleh penduduk muda/dewasa
yang berusia 15-64 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kota Tarakan
16
masih didominasi penduduk usia produktif untuk bekerja. Secara umum jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Hal ini
dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih besar dari 100. Pada tahun 2018,
untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki.

Indikator Kependudukan Kota Tarakan

2.2.5 Piramida Penduduk


Piramida penduduk merupakan refleksi struktur penduduk menurut kelompok
umur dan jenis kelamin. Bentuk piramida penduduk suatu wilayah ditentukan oleh
pertumbuhan alamiah dan migrasi netonya. Pada umumnya, struktur umur penduduk
wilayah berkembang menunjukkan jumlah penduduk usia muda lebih banyak
dibandingkan usia dewasa. Hal ini disebabkan oleh masih tingginya tingkat kelahiran
dan kematian. Berbeda dengan struktur umur penduduk wilayah maju yang pada
umumnya jumlah penduduk usia muda dan usia tuanya hampir seimbang.
17
Piramida Penduduk Kota Tarakan, 2019

Sebagaimana ditunjukkan piramida penduduk pada Gambar di atas, terlihat


bahwa bentuk piramida penduduk Kota Tarakan tahun 2019 masih cenderung
berbentuk limas (expansive). Komposisi ini tidak terlepas dari perkembangan
penduduk di masa lalu yang tingkat kesehatan penduduknya masih cenderung
rendah, sehingga jumlah penduduk menurut kelompok umur semakin berkurang
seiring dengan bertambahnya umur penduduk. Namun demikian, dengan
meningkatnya kualitas kesehatan dan menurunnya tingkat kematian, perbedaan
jumlah penduduk antar kelompok umur semakin berkurang

2.2.6 Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio)


Rasio ketergantungan merupakan angka yang menyatakan perbandingan
antara penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan
penduduk usia produktif (15-64 tahun). Penduduk berumur di bawah 15
tahundianggap sebagai penduduk yang belum produktif secara ekonomis karena
masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya, sedangkan
penduduk berumur 65 tahun ke atas dianggap tidak produktif karena telah melewati
masa pensiun. Semakin tinggi rasio ketergantungan, maka semakin tinggi beban
yang ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk yang
nonproduktif, begitu pula sebaliknya.

18
Persentase Penduduk dan Rasio Ketergantungan
Kota Tarakan, 2015-2019

Selama tahun 2015 sampai 2019, proporsi penduduk usia 0-14 tahun terus
mengalami penurunan hingga mencapai 28,52 persen pada tahun 2019 Perubahan
komposisi penduduk dengan semakin rendahnya proporsi penduduk 0-14 tahun
merupakan salah satu indikator yang menunjukkan keberhasilan pembangunan di
bidang kependudukan, khususnya dalam pengendalian penduduk. Sedangkan
proporsi penduduk usia 65+ tahun mengalami peningkatan selama 5 tahun terkahir
hingga proporsinya pada tahun 2019 menjadi sebesar 3,12 persen. Hal ini
mengindikasikan semakin baiknya kualitas kesehatan dan menurunnya tingkat
kematian.
Suatu struktur penduduk dikatakan “muda” apabila proporsi penduduk usia
di bawah 15 tahun sekitar 40 persen. Penduduk usia di bawah 15 tahun hanya
mencapai 28,84 persen. Hal ini berarti penduduk Kota Tarakan tahun 2019 berada
pada transisi dari kategori penduduk intermediate ke penduduk tua. Komposisi
tersebut tidak terlepas dari sifat kependudukan di Kota Tarakan sebagai daerah
terbuka dengan potensi pembangunan menjanjikan yang menyebabkan pengaruh
mobilitas penduduk cukup tinggi.
Rasio ketergantungan tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 46,28
persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 46,57 persen. Artinya
bahwa pada tahun 2019 setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 46-47

19
penduduk usia nonproduktif (anak-anak atau orang tua). Rasio ketergantungan
diperlukan sebagai informasi/dasar pertimbangan dalam penetuan kebijakan
ataupun kajian ekonomi dengan orientasi perbaikan kesejahteraan masyarakat dari
sektor ekonomi.

Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)


Rasio jenis kelamin didefinisikan sebagai angka yang menyatakan
perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan di suatu
daerah pada waktu tertentu. Rasio ini dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-
laki per 100 perempuan. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi besarnya rasio
jenis kelamin, antara lain diduga karena rasio jenis kelamin saat lahir, pola
mortalitas, dan pola migrasi penduduk laki-laki dan perempuan.
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari tahun 2015 sampai 2019 jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2019 rasio
jenis kelamin Kota Tarakan tercatat 109,54 yang berarti bahwa dari setiap 100
penduduk perempuan di Kota Tarakan terdapat tidak kurang dari 109 penduduk
laki-laki. Nilai rasio jenis kelamin Kota Tarakan yang lebih besar dari 100 ini
menunjukkan bahwa Kota Tarakan didominasi oleh penduduk laki-laki. Hal ini
diduga karena Kota Tarakan merupakan daerah tujuan migrasi. Kecenderungan
laki-laki untuk melakukan migrasi untuk mendapatkan pekerjaan menyebabkan
jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibanding perempuan.
Tabel 4.
Rasio Jenis Kelamin menurut Kelompok Umur Kota Tarakan, 2015-2019

20
Pada periode tahun 2015-2019 rasio jenis kelamin kelompok umur produktif
di Kota Tarakan merupakan rasio jenis kelamin tertinggi dibandingkan dengan
kelompok umur lainnya. Pada kelompok umur muda dan kelompok umur tua nilai
rasio jenis kelamin berfluktuasi. Pada tahun 2019, rasio jenis kelamin kelompok
umur produktif di Kota Tarakan tercatat 112,26, lebih tinggi dibandingkan
kelompok umur muda yang mencapai 103,17 dan kelompok umur tua yang
mencapai 110,78.

Tabel 5.
Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan serta Rasio Jenis
Kelamin Kota Tarakan, 2019

Tabel 5 menyajikan rasio jenis kelamin Kota Tarakan tahun 2019


menurutkecamatan. Pada tahun 2019, semua kecamatan di Kota Tarakan memiliki
rasio jenis kelamin diatas 100. Meskipun Kecamatan Tarakan Utara memiliki
jumlah penduduk paling rendah diantara kecamatan yang lain, tetapi secara

21
keterbandingan jenis kelamin, daerah ini memiliki rasio jenis kelamin tertinggi,
yaitu sebesar 114,68. Sedangkan rasio jenis kelamin terendah tercatat berada di
Kecamatan Tarakan Tengah, yaitu sebesar 106,83.

2.3 Sumber daya daerah


2.3.1 Pendidikan
Keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM)
khususnya di bidang pendidikan berkaitan erat dengan ketersediaan fasilitas
pendidikan. Pada jenjang pendidikan sekolah dasar di Kota Tarakan untuk tahun
ajaran 2018/2019 seorang guru rata-rata mengajar 22 siswa SD. Semakin tinggi
jenjang pendidikan maka beban seorang guru semakin sedikit, dimana untuk jenjang
pendidikan SLTP rata-rata seorang guru mengajar 18 siswa dan di jenjang SLTA
beban seorang guru mengajar 16 siswa. Pada tahun 2018, BPS menggunakan
metode baru dalam perhitungan IPM. Salah satu yang berbeda dari metode
sebelumnya adalah dengan tidak digunakannya lagi angka melek huruf, melainkan
diganti dengan harapan lama sekolah. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain
di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), ternyata penduduk Kota Tarakan bersekolah
lebih lama, dimana indikator ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah 9,94
tahun atau memutuskan berhenti sekolah ketika duduk di kelas 1 SMA. Sedangkan
secara rata-rata pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Kota Tarakan
adalah sampai jenjang SMP.

Banyaknya Sekolah menurut Kecamatan dan Jenjang Pendidikan, 2018

22
Indikator Pendidikan Kota Tarakan

23
Pembangunan bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pembangunan sumber daya manusia suatu negara akan menentukan
karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial, karena manusia merupakan pelaku
aktif dari seluruh kegiatan tersebut. Dari tahun ke tahun partisipasi seluruh
masyarakat dalam dunia pendidikan semakin meningkat, hal berkaitan dengan
berbagai program pendidikan yang dicanangkan pemerintah untuk lebih
meningkatkan kesempatan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Peningkatan partisipasi pendidikan tentunya harus diikuti dengan berbagai
peningkatan penyediaan sarana fisik pendidikan dan tenaga pendidik yang memadai.

24
25
Tabel 3.1 Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Karakteristik
dan Kemampuan Membaca dan Menulis, 2018

Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Tarakan 2018

Tabel 3.2 Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas menurut


Karakteristik dan Status Pendidikan, 2018

26
Tabel 3.3 Persentase Penduduk Berumur 7-24 Tahun menurut Karakteristik
dan
Status Pendidikan, 2018

Tabel 3.6 Angka Partisipasi Kasar (APK) Formal dan Nonformal Penduduk
menurut Karakteristik dan Jenjang Pendidikan, 2018

27
2.3.2 Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu tolok ukur suksesnya pembangunan sumber
daya manusia (SDM) Indonesia yang madani. Hal ini dapat terwujud dengan cara
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan yang juga harus
diimbangi dengan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan.
Salah satu upaya pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas kesehatan terutama
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu karena kedua fasilitas tersebut dapat
menjangkau segala lapisan masyarakat. Pada Tahun 2018, jumlah rumah sakit di
Kota Tarakan adalah sebanyak 4 unit, Puskesmas sebanyak 7 unit dan Puskesmas
Pembantu sebanyak 1 unit. Adapun jumlah dokter sebanyak 95 orang, perawat
sebanyak 584 orang, bidan sebanyak 105 orang dan tenaga farmasi sebanyak 64
orang. Sebagai ukuran untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan, salah satu indikatornya
adalah angka harapan hidup, dimana pada tahun 2018 sebesar 73,88 tahun, dan
trend angka harapan hidup di Kota Tarakan yang selalu meningkat dari tahun ke
tahun

Banyaknya Sarana Kesehatan, 2017-2018

28
Statistik Kesehatan Kota Tarakan

29
30
2.3.3. Perlindungan Anak
Provinsi Kalimantan Utara sebagai Provinsi termuda di Indonesia telah
mencatat beberapa prestasi pembangunan namun tidak dipungkiri masih terdapat
berbagai macam permasalahan pembangunan yaitu keterbatasan lembaga
perlindungan anak karena masih rendahnya pelayanan dan perlindungan ibu dan
anak serta penyandangan masalah kesejahteraan sosial lainnya dan faktor penentu
keberhasilannya Menumbuhkembangkan lembaga perlindungan ibu dan anak serta
masalah sosial lainnya

2.4 Anggaran Pembiayaan Kesehatan


Pembiayaan pembangunan kesehatan se-Provinsi Kalimantan Utara tahun
2018 diperoleh dari berbagai sumber yaitu APBD kabupaten/kota se-Kalimantan

31
Utara, APBD Provinsi Kalimantan Utara, APBN (Dana Dekonsentrasi, Tugas
Pembantuan (TP) dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Jaminan Kesehatan
Nasional, Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), sumber pemerintah lainnya, swasta
dan masyarakat. Pada tahun 2018 anggaran kesehatan se-Provinsi Kalimantan Utara
tercatat sebanyak Rp.583.945.490,586 atau Rp. 930.086,47 perkapita/tahun. Jika
dibandingkan dengan penyataan WHO bahwa anggaran kesehatan yang ideal untuk
menjamin terselenggaranya program/pelayanan kesehatan esensial adalah sebesar
US$ 34/kapita atau sekitar Rp.442.000/kapita (1 US$ = Rp. 13.000), berarti
anggaran kesehatan di kabupaten/kota sudah jauh diatas patokan tentang kecukupan
anggaran kesehatan di kabupaten/kota.
Anggaran kesehatan berasal dari APBD kabupaten/kota sebanyak
Rp.501.721.410,651,- (85,92 %) dari total anggaran kesehatan se-Provinsi
Kalimantan Utara. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 mengamanatkan bahwa
anggaran untuk bidang kesehatan adalah 10% dari anggaran daerah di luar gaji. Jika
Belanja Langsung dari APBD kabupaten/kota dan Provinsi berjumlah
Rp.294.470.401.853,- dan total APBD kabupaten/kota dan provinsi tahun 2018
adalah Rp.501.721.410.651,- berarti anggaran untuk bidang kesehatan di luar gaji
sekitar 53.83%.

2.5 Profil Kesehatan Ibu dan Anak


Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat antara lain dari angka kematian,
angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan di Provinsi
Kalimantan Utara digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka
kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa penyakit dan status gizi.

2.5.1 Angka Kematian Kasar


Menurut publikasi BPS (2018), angka kematian kasar provinsi Kalimantan
Utara tahun 2018 sebesar 4,5. Artinya bahwa ada 4 sampai 5 kejadian kematian
dari 1000 penduduk di pertengahan tahun. Angka kematian yang digunakan untuk
32
analisis lebih lanjut mengenai kualitas kesehatan di provinsi Kalimantan Utara
menggunakan GDR.
GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian kasar untuk tiap - tiap
100.000 penderita keluar, baik hidup/mati. Angka kematian kasar Provinsi
Kalimantan Utara sebesar 15,1. Artinya, ada 15 sampai 16 kematian dari 100,000
pasien yang keluar rumah sakit. Angka tersebut sudah cukup rendah dibandingkan
dengan standar ideal GDR menurut Depkes dalam Kusuma (2015) yakni di bawah
45. Rendahnya angka GDR ini salah satunya didukung oleh program kesehatan
pemerintah Provinsi Kalimantan Utara yakni berupa program Dokter Terbang.
Program ini dicanangkan sejak tahun 2014 demi melayani penduduk di Daerah
Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DPTK). Layanan tersebut mendatangkan
dokter, seperti spesialis kandungan, jantung, anak, dan spesialis gigi untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kalimantan Utara yang
memerlukan pengobatan atau perawatan.

Tabel 1. Angka Kematian Kasar Menurut Jenis Kelamin Provinsi


Kalimantan Utara Tahun 2016

Jenis Kelamin Angka Kematian Kasar

Laki-Laki 27.3

Perempuan 16.4

Rata-rata 15.1

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara 2016 (diolah)

Menurut jenis kelaminnya, angka kematian kasar pada penduduk laki-laki


lebih besar daripada angka kematian kasar penduduk perempuan, secara berturut-
turut sebesar 27,3 dan 16,4. Lebih rendahnya GDR pada perempuan

33
menunjukkan bahwa penduduk perempuan di Kalimantan Utara secara umum
memiliki derajat kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

2.5.2 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian di suatu wilayah dari waktu ke waktu dapat digunakan


sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan kesehatan
dan perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS), AKI di Provinsi Kalimantan Utara ditunjukkan
pada tabel 2.

Tabel 2.
Angka Kematian Ibu di Provinsi Kalimantan Utara
Tahun 2016

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara 2016 (diolah)

Berdasarkan tabel tersebut, didapatkan bahwa AKI sepanjang tahun 2016


di Provinsi Kalimantan Utara adalah sebesar 173. Angka ini menunjukkan bahwa
terdapat 173 kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai
42 hari setelah melahirkan pada periode tersebut per seratus ribu kelahiran hidup
di Provinsi Kalimantan Utara. Sementara itu kematian ibu dari dengan angka
tertinggi di Kabupaten Bulungan, yaitu sebesar 291, dan yang terendah ada pada
Kabupaten Tana Tidung yaitu sebesar 0. Angka tersebut tidak mutlak menandakan
bahwa di Kabupaten Tana Tidung tidak ada kasus kematian ibu, tetapi mungkin
saja ada kasus yang belum dicatat atau dilaporkan. Sedangkan apabila dilihat dari
jumlahnya, kasus dengan angka kejadian terbesar terdapat pada Kabupaten
Bulungan dan Kabupaten Nunukan yaitu sebanyak 7 kematian. Angka Kematian
Ibu di Tarakan sepanjang 5 (lima) tahun terakhir tercatat mengalami kenaikan dari
target yang ditetapkan. Pada tahun 2018 AKI mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yaitu 158 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan pada tahun 2017
sebesar 72 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2019 AKI mengalami kenaikan
106 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan capaian AKI tahun 2020 sebesar 42
per 100.000 kelahiran hidup.
34
Namun, jumlah kematian ibu maupun jumlah lahir hidup di Kabupaten
Nunukan memungkinkan untuk lebih besar dari yang tercatat. Hal ini karena
cakupan antenatal care (ANC) kunjungan keempat (K4) pada tahun 2016 hanya
mencapai 83.1% dari seluruh jumlah ibu hamil di Kabupaten Nunukan, sedikit
lebih rendah dari cakupan K4 Indonesia yang mencapai 85.06% (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Sedangkan target kunjungan ibu hamil K4
dalam Standar Pelayanan Minimal adalah 95% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2008). Ketidaktercapaian target kunjungan ibu hamil K4 di
Kabupaten Nunukan dimungkinkan karena Kabupaten Nunukan merupakan
kabupaten daerah perbatasan yang susah dalam menjangkau fasilitas kesehatan.
Dengan demikian minat Ibu untuk memeriksakan kesehatannya masih rendah.
Secara umum, AKI di provinsi Kalimantan Utara masih cukup tinggi.
Informasi mengenai AKI berguna untuk pengembangan program peningkatan
kesehatan reproduksi, utamanya dalam pelayanan kehamilan serta untuk
menciptakan kehamilan yang aman bebas risiko tinggi, program peningkatan
jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan
dalam penanganan komplikasi kehamilan, dan penyiapan keluarga serta suami
siaga dalam menyongsong kelahiran. Keseluruhan dari hal tersebut bertujuan untuk
mengurangi AKI dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan angka yang menampilkan
banyaknya kejadian kematian bayi usia 0 tahun dari setiap seribu kelahiran hidup
pada tahun tertentu, sehingga dapat disebut juga sebagai kemungkinan bayi
meninggal dunia sebelum bayi itu berusia genap satu tahun (Badan Pusat
Statistik, 2020). AKB adalah indikator vital untuk menunjukkan keadaan
derajat kesehatan di suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena bayi yang baru
lahir amat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua dari bayi
bertempat tinggal dan juga berkaitan erat dengan status sosial maupun ekonomi
orang tua dari bayi. Kemajuan dalam pencapaian di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit-penyakit yang bisa mengakibatkan kematian akan
tercermin pada penurunan AKB. Sehingga AKB merupakan tolok ukur sensitif
dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, utamanya di bidang
kesehatan.
Berdasarkan data yang telah dihimpun, diperoleh hasil seperti yang
telah disajikan dalam tabel 3. sebagai berikut:

Tabel 3. Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan


Utara Tahun 2016
35
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara 2016 (diolah)

AKB sepanjang tahun 2016 di Provinsi Kalimantan Utara diperoleh


sebesar 23. Artinya di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2016 di antara 1000
kelahiran hidup terdapat 23 bayi yang meninggal sebelum usia tepat 1 tahun. AKB
tertinggi di provinsi ini ada pada Kabupaten Bulungan, yaitu sebesar 30.
Sementara AKB terendah ada pada Kota Tarakan dengan besaran 16. Data
tersebut menunjukkan adanya ketimpangan yang cukup besar antara AKB
di perkotaan dan AKB di pedesaan. Secara pendidikan, sosial dan ekonomi,
masyarakat kota Tarakan memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada masyarakat
di kabupaten lainnya. Tingkat sosial ekonomi yang tinggi ditambah dengan
ketersediaan sarana prasarana kesehatan yang memadai di Kota Tarakan
menyebabkan AKB dapat ditekan lebih rendah.
AKI dan AKB salah satunya dikarenakan adanya perbedaan dalam
penggunaan layanan kesehatan. Perbedaan ini utamanya disebabkan oleh
ketimpangan sosial-ekonomi di masyarakat, misalnya kesejahteraan dan
pendapatan keluarga, serta tingkat pendidikan ibu. AKB pada rumah tangga
miskin dua kali lipat lebih tinggi daripada AKB pada rumah tangga paling
sejahtera. Demikian pula pengaruh pendidikan, selama kurun waktu 1998-2007
AKB pada ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per seribu kelahiran hidup,
sedangkan pada ibu yang berpendidikan menengah keatas adalah 24 per seribu
kelahiran hidup. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat sosial

36
ekonomi seseorang, maka akan semakin tinggi pula penggunaan akan pelayanan
kesehatan (United Nation Children's Fund, 2012).

2.5.3 Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka Kematian Balita adalah jumlah anak yang meninggal sebelum
usia 5 tahun. AKABA dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat
permasalahan kesehatan anak termasuk status gizi, sanitasi dan angka
kesakitan lainnya. Laporan rutin (pencatatan) petugas kesehatan di Provinsi
Kalimantan Utara mencatat bahwa kasus kematian balita pada tahun 2016
menurun menjadi 172 kasus kematian balita (terdiri dari 127 kasus kematian bayi
dan 45 kasus kematian anak balita) dari 12.144 kelahiran hidup.
AKB di Provinsi Kalimantan Utara dan Indonesia
Tahun 2018

Sumber : Dinkes Kab/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2018

Gambar ini memperlihatkan bahwa AKB Provinsi cukup tinggi dan


diperlukan upaya yang sangat keras menurunkan AKB untuk mencapai target.
Menurunkan AKB berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan Umur harapan
Hidup (UHH) suatu Negara.
Gambar 1 di bawah ini menunjukkan balita menurut penolong persalinan di
provinsi Kalimantan Utara. Persentase balita menurut penolong kelahiran terakhir
di Kalimantan Utara sebagian besar ditangani oleh bidan, besarnya mencapai 60,01
persen. Dokter kandungan menempati urutan kedua dengan 29,59 persen, dan
persentase terbesar ketiga adalah dukun beranak/paraji yang mencapai 6,69 persen.
37
Dengan demikian persentase balita menurut penolong persalinan terakhir di
Kalimantan Utara oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, tenaga kesehatan lainnya)
pada tahun 2016 sebesar 92,63 persen. Hal tersebut menunjukkan kesadaran
masyarakat akan kesehatan sudah baik, yang secara langsung juga akan menekan
angka kematian Ibu maupun anak. Meskipun demikian, terdapat
peningkatan penolong kelahiran oleh dukun beranak/ paraji dibanding tahun
sebelumnya (BPS, 2016).

Gambar 1. Diagram Persentase Balita menurut Penolong Persalinan Terakhir


Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Utara, Susenas 2016

2.5.4 Angka Harapan Hidup


Angka Harapan Hidup (AHH) dijadikan indikator dalam mengukur
kesehatan masyarakat di suatu daerah. AHH diartikan sebagai rata-rata tahun hidup
yang dijalani seseorang yang baru saja dilahirkan. Semakin tinggi AHH berarti
semakin lama pula kesempatan seseorang untuk dapat bertahan hidup. Tabel 4.
menunjukkan angka harapan hidup di provinsi Kalimantan Utara menurut jenis
kelaminnya, yakni AHH laki-laki dan perempuan secara berturut turut sebesar
70,49 dan 74,30. Artinya perempuan memiliki harapan hidup setelah lahir sekitar
74 tahun 3 bulan, sedangkan laki-laki memiliki harapan hidup setelah lahir
38
sekitar 70 tahun 5 bulan. Angka tersebut sudah melebihi angka harapan hidup
Nasional di tahun yang sama, yakni AHH Nasional laki-laki 69,09 dan AHH
perempuan masih 72,80. Cukup tingginya angka harapan hidup di Kalimantan
Utara menunjukkan keberhasilan program pembangunan sosial ekonomi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Supriatna, dkk (2006) yang menyatakan bahwa tinggi
rendahnya angka harapan hidup menjadi pertimbangan dalam menggambarkan
kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Di samping itu juga menunjukkan adanya
kualitas dan kuantitas kesehatan yang sudah semakin baik di provinsi Kalimantan
Utara.
Tabel 4. Angka Harapan Hidup Provinsi Kalimantan
Utara Tahun 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)


Perempuan memiliki angka harapan hidup yang lebih lama dibandingkan
laki-laki. Hal ini disebabkan karena secara biologis, laki-laki memiliki tingkat
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan tingkat mortalitas perempuan pada
setiap jenjang kehidupannya dengan tingkat kerentanan yang sama (Migeon,
2007). Namun bukan berarti bahwa perbedaan kelamin yang mendasari perbedaan
angka mortalitas antara pria dan wanita. Faktor-faktor pendukung, baik perilaku,
sosial, ekonomi, seperti yang tercermin dalam aktivitasnya selama hidup,
secara umum laki-laki memiliki tugas yang lebih berat untuk mencari nafkah,
sehingga rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu atau lebih beresiko mengalami
kecelakaan saat bekerja yang kemudian akan berpengaruh terhadap risiko
kejadian mortalitas. Selain itu, angka harapan hidup erat kaitannya dengan
kematian bayi. Menurut Danasari dan Wibowo (2017) menurunnya angka kematian
bayi dapat meningkatkan angka harapan hidup di suatu wilayah. Hal ini relevan
39
dengan kondisi kematian bayi perempuan di provinsi Kalimantan Utara yang lebih
rendah daripada kematian bayi laki-lakinya (tabel 3).
Angka Harapan Hidup (AHH) provinsi Kalimantan Utara selain dilihat dari
jenis kelaminnya juga dilihat dari setiap kabupaten/kota. Berdasarkan gambar 2
dapat diketahui bahwa AHH tertinggi ada di Kota Tarakan, yakni mencapai 73,69;
lalu diikuti oleh Kabupaten Bulungan sebesar 72,36; Kabupaten Tana Tidung
sebesar 71,31; Kabupaten Malinau sebesar 71,24 dan terendah Kabupaten Nunukan
sebesar 71,23.
Gambar 2. Grafik AHH Per Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


Tingginya AHH di Kota Tarakan salah satunya dipengaruhi oleh
dukungan sarana prasarana kesehatan yang sudah memadai daripada di kabupaten
lainnya, mengingat secara administratif Tarakan adalah wilayah perkotaan. Hal
tersebut dapat diketahui dari jumlah fasilitas kesehatan, baik rumah sakit atau
puskesmas maupun jumlah tenaga kesehatan yang lebih banyak. Berdasarkan Profil
Kesehatan BPS (2016), Dinas Kesehatan kabupaten/kota Tahun 2016 menyatakan
bahwa rumah sakit di Kota Tarakan ada sebanyak 3, sedangkan kabupaten lain rata-
rata hanya ada 1 rumah sakit, bahkan di Kabupaten Tana Tidung tidak memiliki
fasilitas rumah sakit. Dengan demikian, penyebaran rumah sakit di provinsi
Kalimantan Utara belum merata. Padahal keberadaan rumah sakit yang terjangkau
akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas kesehatan di daerah yang

40
bersangkutan, dan secara langsung juga akan berpengaruh terhadap peningkatan
angka harapan hidup.
Terbatasnya jumlah rumah sakit berpengaruh terhadap preferensi penduduk
untuk melakukan pengobatan. Berdasarkan gambar 3, penduduk paling banyak
melakukan pengobatan di puskesmas atau puskesmas pembantu. Hal ini karena
keberadaan puskesmas sudah ada di setiap desa dengan jumlah yang memadai.
Menurut profil kesehatan provinsi Kalimantan Utara 2016, jumlah puskesmas di
Provinsi Kalimantan Utara tahun 2016 berjumlah 49 buah yang terdiri dari 26
buah puskesmas rawat inap dan 23 buah puskesmas non rawat inap. Selain itu,
posisi puskemas relatif lebih terjangkau oleh masyarakat. Keterjangkauan
lokasi layanan kesehatan akan berpengaruh terhadap kecepatan dalam penanganan
kesehatan penduduknya.

Gambar 3. Grafik Persentase Penduduk yang Berobat Jalan menurut Tempat Berobat di
Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2016
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Utara, Susenas 2016

Puskesmas rawat inap atau puskesmas perawatan merupakan puskesmas


yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat
darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun rawat inap sementara.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, puskesmas dibantu oleh jaringannya
yaitu puskesmas keliling dan puskesmas pembantu. Puskesmas keliling di
41
Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2016 sebanyak 33 buah dan puskesmas
pembantu sebanyak 228 buah (BPS, 2016). Semakin banyaknya jumlah fasilitas
kesehatan di provinsi Kalimantan Utara akan berpengaruh terhadap semakin
baiknya derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut.

2.5.5 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


1. AFP Non Polio
Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah semua anak yg berusia kurang dari
15 tahun dengan kelumpuhan yg sifatnya flaccid (layuh), terjadi secara akut
(mendadak) dan bukan disebabkan oleh ruda paksa. Pada tahun 2016 di Provinsi
Kalimantan Utara ditemukan 1 kasus AFP non Polio dari Kabupaten Bulungan.
Data terinci di setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran table

Gambar III.10
Trend Kasus dan Rate AFP Non Polio di Provinsi Kalimantan Utara
Tahun 2016

Sumber: Profil Kesehatan Dinas Kesehatan kabupaten/kota Tahun 2016


2. Tetanus Neonatorum (TN)
Tetanus neonatorum (TN) merupakan penyakit tetanus yang
terjadi pada bayi berusia di bawah 28 hari. Penyakit ini merupakan
penyakit yang berbahaya dan memiliki tingkat morbiditas yang
tinggi. Untuk mencegah tetanus neonatorum diberikan imunisasi TT
pada semua wanita subur atau wanita hamil trimester III, selain

42
memberikan penyuluhan, bimbingan dan pendampingan pada dukun
beranak dalam perawatan tali pusat.
Pada tahun 2016 tidak terdapat kasus Tetanus Neonatorum
yang terjadi di Provinsi Kalimantan Utara. Tidak ada kasus kematian
akibat Tetanus Neonatorum yang terjadi pada tahun 2016

3. Campak
Campak atau nama lainnya Measles atau Rubeola merupakan
penyakit akut yang sangat menular dan dapat mendatangkan
komplikasi serius. Umumnya menyerang anak-anak, anak remaja atau
dewasa muda yang tidak terlindungi dengan imunisasi. Pencegahan
campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur
9 bulan atau lebih. Pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 236 kasus dan
tidak ada kasus kematian akibat campak, Penyebaran kasus campak
di setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran tabel 20.

4 Polio

Penyakit polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis


atau kelumpuhan yang disebabkan oleh virus. Virus polio sangat menular
dan tak bisa disembuhkan. Penyakit polio lebih banyak menyerang anak-
anak, namun bukan berarti orang dewasa bisa bebas dari penyakit polio.
Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
polio pada saat bayi atau anak-anak. Pada tahun 2016 tidak terdapat
kasus polio di provinsi Kalimantan utara.

5 Hepatitis B

Hepatitis B bisa diberantas dan bukan merupakan persoalan


kesehatan masyarakat lagi. Prioritas program vaksinasi hepatitis B adalah
bayi serta anak-anak, karena jika bayi terkena infeksi misalnya sewaktu
43
persalinan karena ibunya menderita hepatitis B maka lebih dari 90% akan
menjadi hepatitis kronik. Apabila yang terkena anak-anak yang lebih
besar maka keadaan kronisitas menurun hanya menjadi 20-30% saja.
Sedangkan jika orang dewasa yang terkena maka keadaan kronik
hanya terjadi pada 4-50% saja. Pada tahun 2015 tidak terdapat kasus
Hepatitis B di Provinsi Kalimantan Utara

2.5.6 Status Gizi Masyarakat

Status gizi masyarakat biasanya digambarkan oleh masalah gizi


yang dialami oleh golongan penduduk yang rawan gizi terutama balita.
Status gizi balita juga dapat menjadi salah satu indikator untuk
mengetahui kesejahteraan masyarakat, disamping juga menunjukkan
kualitas fisik penduduk.
Status gizi sebagai hasil interaksi asupan makanan dan kebutuhan
tubuh. Jika keseimbangan ini terganggu, maka ada gangguan pada
pertumbuhan tubuh. Gangguan ini tercermin dengan mudah dari
perubahan pada berat badan (BB) atau tinggi badan (TB).
Prevalensi gizi kurang di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2016
juga mengalami peningkatan .Balita gizi kurang terbanyak adalah di
Kabupaten Bulungan.
Berdasarkan klasifikasi WHO tentang masalah gizi sebagai
masalah kesehatan masyarakat, sebagian besar wilayah di
Kalimantan Utara di tahun 2016 berada pada kondisi kurang dan
buruk. Kerawanan gizi yang ditunjukkan oleh 3 parameter
(underweight, stunting dan wasting) menggambarkan bahwa
persoalan gizi di Kalimantan Utara bersifat kronis dan akut.

44
BAB III
METODOLOGI PENYUSUNAN ASIA

Metodologi Analisis Situasi Ibu dan Anak (ASIA) ini hasilnya dapat
digunakan sebagai acuan untuk penyusunan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian program-program Daerah untuk meningkatkan kualitas SDM.

3.1 Maksud ASIA

ASIA merupakan upaya penyediaan data dan informasi kuantitatif dan


45
kualitatif tentang resiko, kebutuhan, dan hak-hak kelompok rentan, sebaran budaya
dan sosio ekonomi yang mempengaruhinya, sehingga dapat digunakan sebagai
acuan perencanaan programprogram peningkatan kualitas SDM di daerah.

3.2 Tujuan ASIA

a. Memperoleh data dan informasi kuantitatif dan kualitatif yang akurat dari
berbagai sumber yang tersedia di daerah menurut indikator yang relevan.
b. Menyusun interpretasi Situasi Ibu dan Anak yang berkenaan dengan resiko dan
kebutuhannya menurut kelompok sasaran, jumlah dan sebarannya.
c. Menganalisis dan menyimpulkan berbagai intervensi atau program yang ada
(telah dan sedang dilakukan) oleh dinas/instansi terkait atau oleh lintas sektor.

3.3 Manfaat ASIA

a. Menganalisis dan menyimpulkan berbagai intervensi atau program yang ada


(telah dan sedang dilakukan) oleh dinas/instansi terkait atau oleh lintas sektor.
b. Dapat digunakan sebagai alat pengendalian perencanaan dan pelaksanaan
program pembangunan SDM-Dini Daerah.
c. Dapat digunakan sebagai sarana penyamaan persepsi dalam pengambilan
keputusan dan menentukan prioritas program pembangunan.

3.4 Kelompok Sasaran dalam ASIA

a. Remaja wanita dan pria, usia 15-21 tahun;


b. Wanita usia subur dan pasangan usia subur (usia 15-49 tahun);
c. Ibu hamil, bersalin dan nifas (15-49 tahun), janin dan bayi baru lahir (0-28
hari);
d. Ibu menyusui (15-49 tahun) dan bayi (0-12) bulan;
e. Balita dan anak prasekolah, usia 12-83 bulan;
f. Anak usia sekolah. Usia 7-15 tahun;

46
g. Anak perempuan dan remaja wanita, usia 10-19 tahun;
h. Rumah tangga, masyarakat, dan para lanjut usia (lansia).

3.5 Metodologi Penyusunan ASIA

a. Penilaian Situasi

Mencakup: perumusan masalah, menentukan besarnya masalah, pilih


indikator (dengan mempertimbangkan sasaran daerah) Dilaks dg metode
partisipatif & lintas sektor (stakeholders termasuk kel sasaran ibu & anak.

b. Analisis Kausalitas

1. Permasalahan ibu dan anak diidentifikasi dengan menentukan penyebab


langsung, penyebab tidak langsung, & Akar penyebab:
1) Penyebab langsung: hal-hal yang terkait dengan dampak langsung
2) Penyebab tidak langsung: terkait penyampaian pelayanan, akses,
perilaku masyarakat
3) Akar Penyebab: masalah struktural (kondisi sosek, kebijakan,
ketidakmerataan sumber daya, tata kelola,& situasi politik.
2. Buat pohon masalah

c. Analisis Pola Peran

1. Mengidentifikasi dua peran : pemegang hak dan pengemban kapasitas


serta memahami hubungan keduanya.
2. Hubungan antara pemegang hak dan pengemban tugas mencakup Peran
untuk: menghormati hak, melindungi hak, melindungi hak

d. Analisis Kesenjangan Kapasitas

1. Analisis ini akan menunjukkan adanya kesenjangan kapasitas pengemban


tugas dalam melaksanakan perannya untuk memenuhi hak
47
2. Untuk setiap pemegang hak, ditelaah juga kapasitasnya dalam menuntut
hak
3. Dibuatkan matrik analisis untuk setiap permasalahan dan setiap
pengemban tugas serta pemegang hak

e. Aksi-aksi kunci

1. Diarahkan utk meningkatkan kapasitas pemegang hak dlm menuntut


haknya dankapasitas pengemban tugas dlm menjalankan tugas utk
memenuhi hak
2. Usulan aksi harus mengarah pada aksi yg dpt meningkatkan tanggung
jawab, wewenang, sumber daya, dan kapasitas utk mengambil keputusan
dan komunikasi
3. Sasaran usulan aksi ada pada setiap tingkat pengemban tugas dan
pemegang hak, yaitu dari keluarga, masyarakat, sampai pemerintah
4. Aksi kunci dikelompokkan ke 5 hal:
1) Advokasi dan mobilisasi sosial,
2) Penyampaian informasi,
3) Pelatihan dan pendidikan,
4) Penyediaan layanan,
5) Perumusan kebijakan dan peraturan, dan lain-lain

f. Pengembangan Kemitraan

1. Diperlukan utk mengimplementasikan aksi-aksi kunci


2. Diperlukan karena sumber daya pemerintah terbatas
3. Proses pengembangan dg identifikasi mitra potensial, dan menemukan
strategi untuk mengembangkan kemitraan dengan mereka
4. Proses pemetaan pemangku kepentingan harus melalui diskusi dengan
pemegang hak dan pemangku kepentingan

48
g. Rancangan program/kegiatan

1. Mengidentifikasi sasaran (goal/impact):


2. Mengidentifikasi sasaran (goal/impact):
3. Menguraikan input/masukan untuk setiap kegiatan yang perlu dilakukan
untuk mencapai setiap keluaran/output.
4. Membuat alur yang berurutan mulai dari input hingga output, termasuk
bagaimana output suatu kegiatan menjadi input bagi kegiatan lain. Hal ini
dapat digambarkan dalam bentuk rantai hasil (result chain) yang
menggambarkan rangkaian Input Proses-Output-Outcome-Impact/Goal.

49
BAB IV
HASIL ANALISIS SITUASI IBU DAN ANAK

4.1. Penilaian Situasi


Penilaian situasi dilakukan sebagai dasar analisis dan pengembangan program
selanjutnya. Penilaian situasi mencakup tiga kegiatan utama, yaitu:
1. Perumusan masalah pada bidang kesehatan, antara lain sebagai berikut:
a. Angka Kematian Ibu di Tarakan sepanjang 5 (lima) tahun terakhir tercatat
mengalami kenaikan dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2018 AKI
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 158 per 100.000
kelahiran hidup dibandingkan pada tahun 2017 sebesar 72 per 100.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2019 AKI mengalami kenaikan 106 per
100.000 kelahiran hidup dibandingkan capaian AKI tahun 2020 sebesar 42
per 100.000 kelahiran hidup.
b. Pelayanan Kesehatan Balita. Capaian indikator ini masih sangat rendah
selama tiga tahun terakhir. Masing-masing capaian per tahun indikator ini
yaitu sebesar 37,4% pada tahun 2018, mengalami penurunan pada tahun
2019 sebesar 30,5% dan pada tahun 2020 mengalami penurunan yang
signifikan sebesar 28,1 %.
c. Masih banyak ibu melahirkan dalam persalinan tidak ditolong oleh bidan
Persentase balita menurut penolong kelahiran terakhir di Kalimantan Utara
yang ditangani oleh bidan, besarnya mencapai 60,01 persen. Dokter
kandungan menempati urutan kedua dengan 29,59 persen, dan persentase
terbesar ketiga adalah dukun beranak/paraji yang mencapai 6,69 persen.
d. AKB sepanjang tahun 2016 di Provinsi Kalimantan Utara diperoleh
sebesar 23. Artinya di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2016 di
antara 1000 kelahiran hidup terdapat 23 bayi yang meninggal sebelum usia
tepat 1 tahun. AKB tertinggi di provinsi ini ada pada Kabupaten Bulungan,

50
yaitu sebesar 30. Sementara AKB terendah ada pada Kota Tarakan dengan
besaran 16.
e. Pelayanan Kesehatan Warga Negara Usia 60 tahun ke atas. Capaian
indikator ini masih sangat rendah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018
capaian indikator ini sebesar 45,9%. Sedangkan pada tahun 2019
mengalami penurunan sebesar 42,4%.
Penggambaran Besarnya Permasalahan Berdasarkan permasalahan-permasalahan
tersebut diatas maka dapat ditentukan prioritas masalah situasi ibu dan anak
digambarkan dengan Tabel berikut:
Tabel 4.1 Prioritas Masalah Situasi Ibu dan Anak
No Masalah Masalah Melibatkan Masalah Urgensi Jumlah Urutan
Strategis lintas bersama nilai Peringkat
sektor

1 Angka Kematian Ibu di Tarakan 5 Kesehatan 5 5 18 1


sepanjang 5 (lima) tahun terakhir BKKBN
tercatat mengalami kenaikan dari target
BPP &
KB Sosial
yang ditetapkan. Pada tahun 2018 AKI
mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yaitu 158 per 100.000
kelahiran hidup dibandingkan pada
tahun 2017 sebesar 72 per 100.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2019 AKI
mengalami kenaikan 106 per 100.000
kelahiran hidup dibandingkan capaian
AKI tahun 2020 sebesar 42 per 100.000
kelahiran hidup.

Pelayanan Kesehatan Balita. Capaian kesehatan


2 3 BPMD 5 3 14 2
indikator ini masih sangat rendah
selama tiga tahun terakhir. Masing-
masing capaian per tahun indikator ini
yaitu sebesar 37,4% pada tahun 2018,
mengalami penurunan pada tahun 2019
sebesar 30,5% dan pada tahun 2020
mengalami penurunan yang signifikan
sebesar 28,1 %.

51
Masih banyak ibu melahirkan dalam
persalinan tidak ditolong oleh bidan
Kesehatan
Persentase balita menurut penolong
3 kelahiran terakhir di Kalimantan Utara 3 BPMD 5 3 14 2
yang ditangani oleh bidan, besarnya
mencapai 60,01 persen. Dokter
kandungan menempati urutan kedua
dengan 29,59 persen, dan persentase
terbesar ketiga adalah dukun
beranak/paraji yang mencapai 6,69
persen.

AKB sepanjang tahun 2016 di Provinsi


Kalimantan Utara diperoleh sebesar 23. Kesehatan
Artinya di Provinsi Kalimantan Utara
4 5 Pertanan 5 5 18 1
pada tahun 2016 di antara 1000
kelahiran hidup terdapat 23 bayi yang Capil
meninggal sebelum usia tepat 1 tahun. Sosial
AKB tertinggi di provinsi ini ada pada
Kabupaten Bulungan, yaitu sebesar 30.
Sementara AKB terendah ada pada
Kota Tarakan dengan besaran 16.

Pelayanan Kesehatan Warga Negara


Usia 60 tahun ke atas. Capaian Kesehatan
indikator ini masih sangat rendah dari
Pertanian
5 tahun ke tahun. Pada tahun 2018 5 5 5 18 1
capaian indikator ini sebesar 45,9%. Capil
Sedangkan pada tahun 2019 mengalami
Sosial
penurunan sebesar 42,4%.

Keterangan:

 Masalah strategis
1 = Kurang strategis
3 = Strategis
5 = Sangat strategis
 Melibatkan lintas sektor yang tinggi
1 = Tidak melibatkan
3 = Melibatkan
52
5 = Sangat melibatkan
 Merupakan masalah bersama
3 = Bukan masalah bersama
5 = Masalah bersama
 Menunjukkan urgensi
1 = Tidak urgen
3 = Urgen
5 = Sangat Urgen

Dari tabel 4.1 di atas terilhat bahwa masalah yang paling prioritas ada 4 (empat),
yaitu :
a. Angka Kematian Ibu di Tarakan sepanjang 5 (lima) tahun terakhir tercatat
mengalami kenaikan dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2018 AKI mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 158 per 100.000 kelahiran hidup
dibandingkan pada tahun 2017 sebesar 72 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun
2019 AKI mengalami kenaikan 106 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan
capaian AKI tahun 2020 sebesar 42 per 100.000 kelahiran hidup.
b. Pelayanan Kesehatan Balita. Capaian indikator ini masih sangat rendah selama
tiga tahun terakhir. Masing-masing capaian per tahun indikator ini yaitu sebesar
37,4% pada tahun 2018, mengalami penurunan pada tahun 2019 sebesar 30,5%
dan pada tahun 2020 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 28,1 %.
c. Masih banyak ibu melahirkan dalam persalinan tidak ditolong oleh bidan
Persentase balita menurut penolong kelahiran terakhir di Kalimantan Utara yang
ditangani oleh bidan, besarnya mencapai 60,01 persen. Dokter kandungan
menempati urutan kedua dengan 29,59 persen, dan persentase terbesar ketiga
adalah dukun beranak/paraji yang mencapai 6,69 persen.
d. AKB sepanjang tahun 2016 di Provinsi Kalimantan Utara diperoleh sebesar 23.
Artinya di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2016 di antara 1000 kelahiran
hidup terdapat 23 bayi yang meninggal sebelum usia tepat 1 tahun. AKB tertinggi
di provinsi ini ada pada Kabupaten Bulungan, yaitu sebesar 30. Sementara AKB
terendah ada pada Kota Tarakan dengan besaran 16.
3. Pemilihan Indikator
Tabel 3.1 Penilaian Situasi Kematian Maternal Masih Tinggi
di Provinsi Kalimantan Utara
Masalah Kelompok Besarnya masalah Hak yang Indikator
kunci sasaran tidak
terpenuhi
Kematian 1.Ibu hamil Pada tahun 2018 AKI Hak akan Angka
ibu yang 2.Ibu mengalami kesehatan kematian

53
masih bersalin peningkatan dari dan ibu
tinggi 3.Ibu nifas tahun sebelumnya kesejahteraan
4.Menyusui yaitu 158 per 100.000 Indikator
5.Pasangan kelahiran hidup Angka
usia subur dibandingkan pada kematian ibu
tahun 2017 sebesar
72 per 100.000
kelahiran hidup. Pada
tahun 2019 AKI
mengalami kenaikan
106 per 100.000
kelahiran hidup
dibandingkan capaian
AKI tahun 2020
sebesar 42 per
100.000 kelahiran
hidup

Angka kematian ibu yang cenderung mengalami peningkatan dapat


disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya ibu hamil tidak pernah ANC rutin di
Puskesmas, pemeriksaan kehamilan diduga hanya dilakukan pada saat menjelang
melahirkan saja sehingga meningkatkan risiko bagi ibu dan bayi. Selain itu,
adanya penyakit menular juga menyebabkan menurunnya kesehatan ibu, serta
Program Perencanaan Pertolongan dan Penanganan Komplikasi (P4K) yang
digerakkan oleh kader belum optimal sehingga masih memungkinkan adanya ibu
hamil yang tidak terpantau kesehatannya.

4.2. Telaahan/Analisis Kausalitas


Berdasarkan penentuan prioritas masalah kesehatan yaitu masalah masih
tinggi kematian ibu, rendahnya pelayanan kesehatan balita, masih tingginya
persalinan yang di tolong dukun/paraji dan masih tingginya AKB di Kalimantan
Utara. Maka berikut ini hasil analisis kausalitas (sebab-akibat).

54
Gambar 4.1 Analisis Kausalitas Kematian Ibu karena pendarahan, disebabkan
oleh 4 faktor yang berkontribusi langsung (penyebab Langsung) terhadap terjadinya
pendarahan yang dapat mengakibatkan kematian. Keempat faktor itu adalah:
1) Faktor Genetik
Faktor Genetik yang dimaksud adalah kelainan genetik yang terjadi pada ibu
seperti adanya kelainan pada darah sehingga darah ibu tidak dapat mengalami
pembekuan darah, adanya kelainan pada sum-sum tulang belakang ibu sehingga
tidak dapat memproduksi sel-sel darah merah dengan baik.

Gambar 4.1 Analisis Kausalitas Kematian Ibu

2) Faktor Petugas Kesehatan


Beberapa faktor pada petugas kesehatan yang menyebabkan kematian pada ibu
akibat pendarahan yaitu :
a. Kualitas dan kuantitas petugas kesehatan rendah

55
Faktor kualitas petugas kesehatan rendah yang dimaksud seperti Petugas
Kesehatan terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dalam
penanganan masalah obstetri, Kemampuan Petugas Kesehatan dalam menangani
masalah kesehatan obstetri masih sangat minim, Sikap petugas kesehatan yang
tidak menyenangkan. Sedangkan secara kuantitas masih banyaknya daerah-
daerah terpencil yang jumlah penduduknya cukup banyak tetapi hanya memiliki
1 petugas kesehatan
b. Jarak antara rumah petugas kesehatan dengan fasilitas kesehatan jauh

3) Faktor Ibu, Keluarga dan Lingkungan Tempat Tinggal


Faktor-faktor yang menyebabkan angka kematian ibu karena pendarahan yang
berasal dari diri ibu sendiri, keluarga maupun lingkungan tempat tinggal yaitu :
a. Ibu memiliki salah satu faktor 4T (Terlalu Tua, Terlalu Muda, Terlalu Sering,
Terlalu dekat).
b. Ibu terlambat mengambil keputusan.
Terlambatnya pengambilan keputusan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
adanya bias gender, tidak adanya pengetahuan ibu dan keluarga tentang faktor
resiko, ibu tidak memiliki dana untuk berobat ke fasilitas kesehatan.
c. Adanya penyakit tertentu yang diderita oleh ibu

4) Faktor Fasilitas Kesehatan


Fasilitas kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya kematian pada ibu akibat pendarahan. Beberapa faktor yang terdapat di
fasilitas kesehatan, antara lain :
a. Sarana dan prasarana fasilitas kesehatan tidak lengkap
Ketidaklengkapan sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan seperti: tidak
tersedianya air dan listrik yang memadai di fasilitas kesehatan, kondisi bangunan
fasilitas kesehatan yang tidak memadai, fasilitas kesehatan tidak memiliki

56
peralatan penanganan komplikasi obstetri, serta tidak adanya stok darah di
fasilitas kesehatan.
b. Akses menuju fasilitas kesehatan sulit
Kondisi jalan ke fasilitas kesehatan yang sulit dilewati oleh kendaraan dan Letak
fasilitas kesehatan jauh dari lingkungan masyarakat menjadi salah satu penyebab
tidak langsung meningkatnya angka kematian ibu.

Gambar 4.2 Analisis Kausalitas Kematian Bayi

Pada Gambar 4.2 Analisis Kausalitas Kematian Bayi yang masih ditemukan
tinggi di Provinsi Kalimantan Utara, akar permasalahan dari kematian bayi terdiri
dari dua faktor yang saling mempengaruhi yaitu kurangnya partsipasi serta
pemberdayaan masyarakat dan keluarga di bidang kesehatan dan Kurangnya
perhatian pemerintah dalam memfungsikan serta memotivasi masyarakat dan
keluarga dalam bidang kesehatan.
Didasarkan laporan penyebab kematian bayi ada 3 faktor penyebab
langsung kematian bayi yang selalu ditemukan tiap tahunnya, ketiga faktor
penyebab langsung itu adalah:
1. BBLR ( Berat Bayi Lahir Rendah)
Penyebab Tidak Langsung dari BBLR terdiri dari 2 faktor yaitu :

57
a. Ibu Hamil Kekurangan Gizi
Ada 3 penyebab utama yang dapat menyebabkan seorang ibu hamil mengalami
kekurangan gizi yaitu :
1) Masalah ekonomi
Daya beli ibu yang kurang dan kurangnya ketersediaan pangan dipasar dapat
menjadi factor dasar masalah ekonomi yang dihadapi oleh seorang ibu hamil
yang mengalami masalah kekurangan gizi.
2) Masalah Kesehatan Ibu
Hiperemesis dan adanya parasit didalam tubuh ibu hamil dapat mempengaruhi
masalah kesehatan ibu sehingga ibu hamil mengalami kekurangan gizi.
3) Kurangnya Pengetahuan Ibu
Tingkat pendidikan menjadi faktor yang sangat mendasar seorang ibu mengalami
pengetahuan yang rendah sehingga berdampak pada keadaan kekurangan gizi
disaat hamil.
b. Gangguan Penyerapan Zat Makanan Oleh Janin
Ada dua penyebab utama gangguan penyerapan zat makanan oleh janin, yaitu:
1) Adanya kelainan gen
Masalah kelainan gen selalu diturunkan melalui DNA sel-sel di dalam tubuh
tanpa pengecualian.
2) Adanya parasit di dalam tubuh ibu hamil
Parasit yang paling sering ditemui dan menjadi penyebab masalah kesehatan
maupun kematian di Provinsi Sulawesi barat yaitu malaria. Cacingan pada ibu
hamil juga dapat menyebabkan gangguan penyerapan zat makanan oleh janin.
2. ASFIKSIA
Bayi Baru Lahir (BBL) tidak bernapas secara spontan dan teratur (Asfiksia)
dikategorikan sebagai bayi dengan Asfiksia, sering dapat menyebabkan kematian
bayi, terjadi karena beberapa keadaan pada ibu selama hamil atau ketika hendak
melahirkan. Tiga hal yang menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu:
a. Ibu menderita hipertensi
58
Penyebab Ibu menderita hipertensi ada dua hal yaitu :
1) Pola makan selama hamil
Pola makan yang sehat dan seimbang menjadi kunci utama untuk menghindari
hipertensi pada kehamilan.
2) Penyakit bawaan
Kelainan genetik dapat menyebabkan seorang ibu juga mengalami hipertensi
pada kehamilan
b. Anemia Pada Ibu Hamil
1) Pola makan selama hamil
Pola makan yang sehat dan seimbang menjadi kunci utama untuk
menghindari anemia pada kehamilan.
2) Penyakit bawaan
Kelainan genetik dapat menyebabkan seorang ibu juga mengalami
anemia pada kehamilan.
c. Partus Lama

3) Kelainan
Kelainan letak janin, kelainan panggul dan kelainan congenital mempengaruhi
terjadinya partus lama dan menyebabkan terjadinya kematian pada bayi.
4) Ibu belum siap menghadapi persalinan
Beberapa hal yang menyebabkan seorang ibu belum siap menghadapi persalinan,
yaitu: Ibu 4T (Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering, Terlalu Dekat),
Pimpinan Partus yang salah, ibu memikirkan biaya persalinan, ibu tidak
didampingi oleh suami atau keluarga.
3. Penyakit infeksi berbasis lingkungan.
Diare, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) merupakan beberapa penyakit infeksi
berbasis lingkungan yang prevalensi kesakitannya masih sangat tinggi, apabila
menginfeksi bayi dan bayi yang terinfeksi tidak ditangani dengan baik maka

59
dapat mengakibatkan kematian. Penyebab penyakit infeksi pada bayi ini antara
lain :
a. Water Source Disease
Water Source Disease atau penyakit-penyakit yang timbul akibat sumber air yang
digunakan oleh rumah tangga. Kelangkaannya air yang memenuhi syarat-syarat
agar dapat digunakan oleh masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor sumber
mata air yang tercemar dan terjadinya kekeringan yang menyebabkan kelangkaan
sumber mata air.
b. Higiene Bumil
1) Cakupan Jamban Masih Rendah
Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya memiliki jamban dan
membuang kotoran di jamban menjadi faktor yang cukup mempengaruhi
terjadinya water source disease apalagi jika pemerintah kurang peduli terhadap
permasalahan jamban yang terjadi di masyarakat.
2) Tingkat Pendidikan Ibu Rendah
Pengetahuan seorang ibu sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan. Bias
gender yang terjadi dimasyarakat dapat menjadi pemicu utama rendahnya tingkat
pendidikan seorang ibu.
3) Pendapatan keluarga rendah
Pekerjaan seorang kepala keluarga dan jumlah tanggungan atau jumlah keluarga
yang harus ditanggung juga mempengaruhi pendapatan keluarga yang rendah.
c. Penyakit IMS Pada Bumil
TORCH, STREPTOKOKUS GRUP B, TBC, HERPES SIMPLEX, HEPATITIS
B/C, HIV/AIDS merupakan faktor terbanyak yang menyebabkan seorang ibu
hamil menderita IMS. Bila hal ini terjadi dan tidak segera disembuhkan maka
kematian bayi dapat terjadi.

60
4.3 Analisis Pola Peran

Tabel 4.4 Pola Peran antara Pengemban Tugas terhadap Pemegang Hak
(Klaim) Untuk Masalah Belum Terpenuhinya Hak Ibu, Bayi dan Balita Atas
Kesehatan dan Kesejahteraan
Pemegang
Klaim
Ibu, Bayi dan Keluarga dan Poskesd RSUD
Balita Masyarakat es/ Puskesmas
Pengemban Bidan
Tugas Desa

Memperhatikan Melibatkan
bayi dari dalam keluarga dan Selalu Selalu control
IBU kontrol kehamilan Siap dirujuk
kandungan masyarakat
sampai lahir kehamilan

Menjamin Berpartisipasi
ORANG TUA SIAGA ke
kebutuhan gizi dalam pelayanan
(BAPAK) Suami Siaga Puskesmas SIAGA ke RSUD
dan kesehatan kebidanan dan
keluarga SIAGA

Memotivasi dan
ORGANISASI Mengfasilitasi Bermitra Mempermudah
kegiatan ibu- ibu mengfungsikan Bermitra dengan akses terhadap
MASYARAKAT
keluarga daan dengan bidan Puskes pelayanan
desa RSUD
masyarakat

Melakukan Memberikan
PETUGAS Mendampingi
Memberikan Pembinaan dan pembinaan ke pelayanan Ibu dalam
KESEHATAN desa dan kesehatan di
pelayanan pemberdayaan pelayanan
daerah- daerah Puskesmas rujukan
terpencil
Membantu
Mengfasilitasi
ibu-ibu dalam Menetapkan ibu sebagai Integrasi puskesmas
PEMERINTAH mempermudah
kegiatan PKK prioritas pembangunan dalam dalam
DESA system rujukan
desa pembanguna pembangunan
n kesehatan kesehatan desa
desa

Menetapkan ibu Mengfungsikan Menetapkan Mengalokasika Mengembangkan


PEMKAB RSU sebagai pusat
sebagai prioritas dan memotifasi dan menin n anggaran
(BAPPEDA/ rujukan
DINKES) keluarga dan gkatkan fungsi yang
masyarakat poskesdes sesuai
kebutuhan

61
Mendorong Mengembangkan
PEMPROV Menetapkan ibu Mengfungsikan dan
sebagai prioritas memotifasi Menetapkan Alokasi RSU Regional
(BAPPEDA/ dan
pembangunan keluarga dan anggaran yang sebagai
DINKES) meningkatkan
masyarakat pro ibu dan pusat
fungsi anak rujukan dari
poskesdes seluruh
Mendorong daerah
Menetapkan ibu Mengfungsikan dan
sebagai prioritas memotifasi Alokasi
DPRD
PROVINSI pembangunan keluarga dan anggaran yang
PROVINSI masyarakat pro ibu dan
anak

Catatan :
Pola peran antara pengemban tugas terhadap pemegang hak untuk masalah kematian
ibu, bayi dan balita dijadikan satu, dibuat satu matriks. Satu alasan yang penting
adalah jika perhatian telah dilakukan terhadap ibu, dalam hal ini ibu hamil, secara
otomatis perhatian telah ditujukan pula pada bayi dalam kandungan sampai bayi
tersebut dilahirkan dan hidup sampai batas usia 1 tahun.

Dari Tabel 4.4 di atas, yang termasuk pemegang hak (klaim) yaitu komponen yang
harus dipenuhi haknya dalam masalah terpenuhinya kesehatan dan kesejahteraan
adalah:
1. Ibu, bayi dan balita
2. Keluarga dan masyarakat
3. Poskesdes/Polindesa/Bidan Desa
4. Puskesmas
5. Rumah Sakit
Sementara dari komponen pengemban tugas yaitu komponen yang harus
bertanggungjawab dalam masalah terpenuhinya kesehatan dan kesejahteraan adalah
1. Ibu ( sebagai Ibu Rumah Tangga)
2. Orang Tua ( sebagai kepala Keluarga)
3. Organisasi Masyarakat
4. Petugas Kesehatan sebagai provider (Pemberi pelayanan kesehatan)

62
5. Pemerintahan Desa/Kelurahan
6. Pemerintahan Kabupaten diantaranya Bappeda dan Dinas Kesehatan
Kabupaten
7. Pemerintahan Provinsi diantaranya Bappeda dan Dinas Kesehatan Provinsi
8. DPRD Provinsi.

4.4. Analisis Kesenjangan Kapasitas Pemegang Hak (Klaim)


Analisis kesenjangan kapasitas pemegang hak (klaim) yaitu komponen yang
harus dipenuhi haknya dalam masalah terpenuhinya kesehatan dan kesejahteraan,
Ibu bayi dan balita, Keluarga dan masyarakat, Poskesdes/Polindesa/Bidan Desa,
Puskesmas dan Rumah Sakit, kepada pengemban tugas berikut disajikan pada
matriks-matriks sebagai berikut :

63
Tabel 4.5
Analisis Kesenjangan Kapasitas Ibu, Bayi dan Balita Sebagai Pemegang Hak dalam rangka Menuntut Hak-
haknya Kepada Pengemban Tugas dalam Kaitannya dengan Hak Ibu, Bayi dan Balita Atas Kesehatan dan
Kesejahteraan

Pengemban
Pemerintah PEMKAB PEMPRO DPR
Tugas Orang Tua
Ibu ORMAS Kesehatan Desa (BAPPED V D
(bapak)
(PEMDES) A/ (BAPPED PROVIN
Kapasitas
DINKES) A/ SI
TANGGUNG Ibu tidak Ibu tidak Ibu tidak tahu Ibu tidak Ibu tidak DINKES)
Ibu tidak PROVIN
Ibu tidak
JAWAB mempunyai tahu bahwa bahwa ada digayomi oleh tahu bahwa tahu bahwa tahu bahwa
WEWENANG kemampuan ada orang- pelayanan pemerintah ia bersama ia bersama ia bersama
membuat orang yang kesehatan desa/kel, tidak ibu-ibu ibu-ibu ibu-ibu yang
SUMBERDAY keputusan peduli gratis, ibu tidak diikutkan yang lain yang lain lain masuk
A dan tidak terhadapnya dapat dalam masuk masuk dalam target
punya berkomunikasi kegiatan desa dalam dalam pelayanan
kemampuan dengan orang- terutama yang target target kesehatan
membagi orang kesehatan berhubungan pelayanan pelayanan ibu dan anak
tugas dengan baik dan dengan kesehatan kesehatan
benar tentang
merawat bayi Kesehatan Ibu ibu dan ibu dan
kehamilan dan
dan anak dan Anak anak anak
merawat bayi
kepada
bapak

64
Analisis Kesenjangan Kapasitas Pengemban Tugas

Kesenjangan Kapasitas Ibu sebagai Pengemban Tugas terhadap Pemegang Hak (Klaim) dalam Masalah Terpenuhinya Hak Ibu, Bayi
dan Balita Atas Kesehatan dan Kesejahteraan
PEMEGANG
HAK
Ibu, bayi dan Poskesdes/polindes/bidan
balita Keluarga dan masyarakat desa Puskesmas RSUD

KAPASITAS

TANGGUNG Ibu kurang mampu melaksanakan Ibu tidak mengantar bayi Ibu tidak selalu ke Puskesmas Ibu tidak siap di
JAWAB tugas sebagai ibu rumah tangga untuk memeriksakan diri dan periksa dan
bayinya dirawat di RSUD

WEWENANG

Ibu kadang melaksanakan kegiatan Ibu tidak terlibat dalam Ibu tidak mampu menindak
lanjuti arahan-arahan
Puskesmas

SUMBERDAYA diluar wewenangnya kegiatan poskesdes

PENGAMBILAN Kurang dapat mengambil keputusan


KEPUTUSAN

KOMUNIKASI
Balita

65
4.5 Tindakan/Aksi Kunci
Untuk mengimplementasikan aksi-aksi kunci perlu dilakukan analisis pengembangan kemitraan yang bertujuan
untuk mengembangkan kapasitas dan sumberdaya diluar pemerintah. Untuk menganalisis pengembangan kemitraan
perlu dilakukan identifikasi mitra potensial dan strategi pengembangan untuk dapat mengetahui apa yang mereka
dapat lakukan dan apa saja yang mereka butuhkan dalam mengatasi masalah ibu dan anak.
Pemetaan pemangku kepentingan
Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pemetaan pemangku kepentingan, yang dimaksudkan untuk
memetakan pemangku kepentingan yang dapat menjadi mitra potensial
Pemetaan Pemangku Kepentingan Hak Atas Kesehatan dan Kesejahteraan
(Ibu, Bayi dan Balita)

Berdasarkan arti penting


Kurang Pengaruh Penting atau bahkan sangat penting

Kurang/tidak - Masyarakat sekitar - Ibu hamil, Ibu bersalin, ibu nifas dan ibu
ada/tidak menyusui
diketahui - Keluaga

- Petugas Kesehatan
Berdasarkan (Bidan, Gizi,
Pengaruh Perawat dan - DPRD PROVINSI
dokter) - Bupati,
Besar atau bahkan
- Kadis Kesehatan,
sangat besar - ORMAS
- Kades, dan Ka.lingkungan
- Kader
- Para pelaksana
lapangan non
medik

66
4.6. Identifikasi dan Analisis Potensi Kemitraan
Strategi Pengemban Kemitraan
Berdasarkan matriks pemetaan pemangku kepentingan di atas, maka selanjutnya dirumuskan strategi pengembangan
kemitraan seperti yang terlihat pada tabel berikut untuk Hak Kesehatan dan Kesejahteraan Ibu, Bayi dan Balita
Pengembangan Kemitraan Atas Hak Kesehatan dan Kesejahteraan
Ibu, Bayi dan Balita

Mitra Potensial Apa Yang Dapat Mereka Lakukan Apa Yang Mereka Butuhkan Strategi Pengembangan
Kemitraan Yang Perlu Dilakukan
A. Janin dan bayi Hidup dalam lingkungan yang aman, Tumbuh-kembang yang Menciptakan hubungan yang baik
sehat dan gizi yang terpenuhi normal
B. Ibu hamil, Ibu bersalin, ibu Aktif dalam Kegiatan Kesehatan Perhatian dan Perlindungan Dimotifasi dan difungsikan dalam
nifas dan ibu menyusui, akan Kesehatan Ibu, bayi dan berbagai kegiatan KIA
Keluarga dan masyarakat balita
sekitar
C. Petugas Kesehatan (Bidan, - Memberikan pelayanan - Sarana-prasarana Menjalin kemitraan,
Gizi, Perawat dan dokter), kesehatan ibu dan anak pelayanan kesehatan - Bidan-dukun
ORMAS, Kader - memberikan informasi secara ibu dan anak - Bidan –bidan
Para pelaksana lapangan akurat mengenai pentingnya gizi - Melibatkan dalam - Tim Kerja KIA
non medic dan KIA pengumpulan informasi - ORMAS
dan data yang akurat. - Pelaksana non medic lainnya
- Pengembangan Skill Kerja sama Triparti ORMAS Lokal,
dan Pengetahuan Kelompok Masyakarakt dan
Provider Kesehatan
D. DPRD PROVINSI, Bupati, - Memantau kebijakan mengenai - Dukungan semua pihak - Berkoordinasi dengan
Kadis Kesehatan, Perbub pelayanan kesehatan - Dukungan semua pihak pemerintah kabupaten
Kades, dan Ka.lingkungan gratis bagi masyarakat miskin dan dan dana untuk - Koordinasi dan komunikasi
menganggarkan dana sosialisasi menu sosialisasi yang baik dengan semua unsur
makanan bergizi dan pola hidup sehat masyarakat
Mensosialisasikan mengenai pelayanan
kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan
mensurvei jumlah anak kurang gizi
-

67
Pohon Tujuan
Dari berbagai tahapan analisis di atas maka langkah selanjutnya adalah membuat pohon tujuan yang menunjukkan
hirarki hasil.
Adapun pohon tujuan dari 3 (tiga) pohon masalah yang dirumuskan sebelumnya, dapat dilihat pada Gambar
4.3 dan 4.4.
Gb.4.3 Pohon Tujuan Mencegah Kematian Ibu Karena Pendarahan

68
Gb.4.4 Pohon Tujuan Masalah Kematian Bayi

4.7 Rancangan Program/ Kegiatan

Berdasarkan kegiatan dan program yang teridentifikasi pada pohon tujuan di atas, maka langkah selanjutnya adalah
menyusun perencanaan program dengan mengacu pada Renja SKPD Kesehatan. Adapun perencanaan program dari
pohon tujuan (gambar 4.3 dan 4.4) dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut ini.

69
Logframe Hak Atas Kesehatan dan Kesejahateraan Ibu, Bayi dan Balita

Waktu SKPD yang


Perkiraan Risiko dan
Hirarki hasil Indikator 2022 2023 2024 2025 2026 Cara verifikasi bertanggung
anggaran asumsi
jawab

Tujuan 1 Presentase
Laporan Rutin Dinas
Menurunkan kematian Ibu karena kematian ibu
Kematian Kesehatan
Pendarahan karena pendarahan
turun
Presentase Desa
Output 1.1
mempunyai alat Laporan
Ibu tidak memiliki salah satu faktor BKKBN
transport rujukan Kegiatan BKKBN
4T
desa
Aktifitas
- Penyuluhan/kampanye 4T
- Penyuluhan/kampanye
menggunakan alat kontrasepsi     
jangka panjang (spiral)
- Penyuluhan/kampanye faktor
resiko di usia matang
Output 1.2
Ibu dan keluarga cepat mengambil
Presentase Ibu
keputusan Laporan Rutin Dinas
hamil dengan
KIA Kesehatan
amanah persalinan

70
Aktifitas
1.2.1. Penyuluhan/
Sosialisasi gerustamaan
gender     
1.2.2. Penyuluhan/
sosialisasi kepada semua
lapisan masyarakat
tentang kesehatan ibu Presentase
Output 1.3. Laporan rutin DInas
kematian dengan
Ibu Sehat KIA Kesehatan
retensio plasenta
Aktifitas
1.3.1. Pemeriksaan secara berkala
bagi ibu hamil dari keluarga     
tidak mampu
1.3.2. Antenatal care
Output 2.1
Laporan Dinas Dinas
Kualitas dan kuantitas petugas
Kesehatan Kesehatan
kesehatan baik
Aktifitas
2.1.1 Berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan
petugas kesehatan     
2.1.2 Menempatkan petugas
kesehatan sesuai dengan
latar belakang pendidikannya
Output 1.4
Dinas PU,
Jarak antara tempat tinggal
Laporan Desa Perangkat
petugas kesehatan dan fasilitas
Desa
kesehatan dekat

71
Aktifitas
1.4.1 Mengadakan perumahan
dinas bagi bidan desa
    
ditempat tugasnya

Output 1.5 Dinas PU,


Akses menuju fasilitas kesehatan Laporan Desa Perangkat
mudah Desa
Aktifitas
1.5.1 Membuat atau memperbaiki
    
akses jalan menuju fasilitas
kesehatan
Output 1.6
Laporan Dinas Dinas
Sarana dan Prasarana Fasilitas
Kesehatan Kesehatan
kesehatan lengkap
Aktifitas
1.6.1 Mengadakan penyaluran air
dan listrik sesuai dengan
kebutuhan fasilitas
kesehatan     
1.6.2 Mengadakan atau
memperbaiki peralatan dan
bangunan sesuai kebutuhan
pasien
Tujuan 2 Laporan Rutin Dinas
Menurunnya angka kematian bayi Kematian Kesehatan
Output 2.1 Dinas
- Laporan Gizi
Ibu Hamil Cukup Gizi Kesehatan
Aktifitas

72
1.1.1 Mensosialisasikan kelas ibu
hamil
1.1.2 Pelatihan penggunaan buku
KIA bagi kader
1.1.3 Memberikan makanan
tambahan bagi ibu hamil     
1.1.4 Pemeriksaan ibu hamil secara
berkala

Output 2.2
Menurunnya angka gangguan Dinas
Laporan KIA
penyerapan zat makanan oleh Kesehatan
janin
Aktifitas
3.2.1 Sosialisasi penggunaan
kelambu     
3.2.2 Sosialisasi Perilaku hidup
bersih dan sehat
Output 2.3
Hipertensi dan anemia ibu hamil Dinas
Laporan KIA
Kesehatan
menurun
Aktifitas
2.3.1 Mensosialisasikan makan
    
makanan yang sehat dan
seimbang
Output 2.4 Dinas
Laporan KIA
Partus cepat Kesehatan
Aktifitas

73
2.4.1 Meningkatkan kapasitas
petugas kesehatan.
2.4.2 Mensosialisasikan program
    
pencegahan 4T
2.4.3 Mensosialisasikan program
suami dan keluarga siaga
Output 2.5
Laporan Dinas Dinas
Kesehatan Kesehatan
disease
Aktifitas
2.5.1 Mensosialisasikan hidup     
bersih dan sehat
Output 2.6
Meningkatnya hygiene ibu hamil Laporan Dinas
Promkes Kesehatan

74
BAB V
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
Secara umum, berbagai permasalahan pada kelompok rentan yang
menyangkut ibu dan anak, apabila dianalisis, dapat membentuk sebuah kerangka
pemikiran melalui penyiapan data dan informasi yang akurat. Beberapa permasalahan
ibu dan anak di kota Tarakan antara lain yaitu:
a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil. Persentase capaian indicator ini Pada tahun 2018
capaian pelayanan kesehatan ibu hamil sebesar 79,98% dan mengalami kenaikan
pada tahun 2019 yaitu sebesar 83,2. Pada tahun 2020 indikator ini mengalami
peningkatan dibanding tahun sebelumnya dengan capaian 92,40%.
b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin. Penurunan capaian indicator ini terjadi pada
tahun 2018 yaitu sebesar 84,6% dibanding capaian pada tahun 2019 dengan
Persentase sebesar 89,9%. Sedangkan Capaian 2020 mengalami peningkatan
97,21% .
c. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir. Tren capaian indicator ini mengalami
kenaikan pada tahun 2018 100,4% dan tahun 2019 mengalami penurunan dengan
capaian sebesar 96,4% pada tahun 2020 sebesar 97,9%.
d. Pelayanan Kesehatan Balita. Capaian indikator ini masih sangat rendah selama
tiga tahun terakhir. Masing-masing capaian per tahun indikator ini yaitu sebesar
37,4% pada tahun 2018, mengalami penurunan pada tahun 2019 sebesar 30,5%
dan pada tahun 2020 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 28,1 % .
Rendahnya capaian ini disebabkan oleh beberapa hal diantara nya yaitu tidak
semua balita mendapat Vitamin A d an dilakukan SDIDTK sebanyak dua kali,
penimbangan rutin seti ap bulan tidak dilaksanakan, dan balita yang ditimbang
setiap bulan tidak semuanya mengalami kenaikan berat badan.
e. Pelayanan Kesehatan Warga Negara Usia 60 tahun ke atas. Capaian indikator ini
masih sangat rendah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 capaian indikator ini

75
sebesar 45,9%. Sedangkan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar
42,4%.1) Pada tahun 2019 AKI mengalami kenaikan 106 per 100.000 kelahiran
hidup dibandingkan capaian AKI tahun 2020 sebesar 42 per 100.000 kelahiran
hidupTahun 2020 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 21,5% hal ini
disebabkan karna pada maret 2020 terjadi pandemic covid 19 bukan hanya terjadi
di Indonesia tapi seluruh dunia.

5.2 Saran
Berdasarkan data yang diperoleh, ada beberapa saran yang dapat
diimplementasikan oleh pemerintah setempat untuk meningkatkan kesehatan
penduduk, antara lain :
a. Distribusi tenaga kesehatan yang belum merata dan mencukupi baik dalam
jumlah maupun jenis tenaga terutama dokter spesialis, dokter umum, dokter
gigi, dan tenaga Kesehatan lainnya. Selain itu, kompetensi tenaga Kesehatan
yang juga perlu ditingkatkan sehingga sesuai dengan standard keahlian yang
harus dimiliki.
b. Memperluas cakupan antenatal care di Provinsi Kalimantan Utara,
terutama di kunjungan keempat (K4).
c. Mengembangkan dan memperluas program Dokter Terbang di provinsi
Kalimantan Utara agar bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas disertai
dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga medis.

76
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2022). Retrieved 30 May 2022, from


https://tarakankota.bps.go.id/publication/2020/04/27/7d134a8f87e039619149e9e2/
kota-tarakan-dalam-angka-2020.html

Utara, B. (2022). Aplikasi Database Kesra Provinsi Kalimantan Utara. Retrieved 29


May 2022, from http://simkesra.kaltaraprov.go.id/web/fdata-kesra/fdt-kesehatan

Sehat di rumah (2022). Retrieved 29 May 2022, from


https://sehatdirumah.com/data/24_Kaltara

Analisis Tingkat Kesehatan Berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Provinsi


Kalimantan Utara Tahun 2019. Diakses 30 Mei 2022 dari
https://www.researchgate.net/publication/344778835_Analisis_Tingkat_Kesehatan_B
erdasarkan_Indeks_Pembangunan_Kesehatan_Provinsi_Kalimantan_Utara_Tahun_2
019

Profil Kesehatan Indonesia 2020 Kemkes.Go.Id, 2022, diakses 21 mei 2022 dari
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf. Accessed 29 May 2022

Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Tarakan 2019. Retrieved 29 May 2022,
from http://dinkes.tarakankota.go.id/wp-content/uploads/2022/03/RENSTRA-
DINKES-2019-2024.pdf

Badan Pusat Statistik. (2020). Angka Kematian Bayi (AKB). Badan


Pusat Statistik. Diakses pada Oktober 7, 2020, dari
https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/79

77
Badan Pusat Statistik. (2018). Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Kalimantan
Utara 2018. Kalimantan Utara: BPS

Danasari, L. S., & Wibowo, A. (2017). Analisis Angka Harapan Hidup di Jawa
Timur Tahun 2015. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 6(1), 17-25.

Herti Maryani dan Lusi Kristiana. 2018. Pemodelan Angka Harapan Hidup (Ahh)
Laki-Laki Dan Perempuan Di Indonesia Tahun 2016. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Vol 21 No 2. 2018.

78

Anda mungkin juga menyukai