Anda di halaman 1dari 36

Nama: Irma Yani Qushay Barus

Nim: 200140139

OPERASI TEKNIK KIMIA-A3

ANALISIS KELEMBABAN UDARA PADA PROSES DEHUMIDIFIKASI KENTANG


MENGGUNAKAN SISTEM REFRIGERASI

1. Refrigerasi
Refrigerasi Bmerupakan sebuah sistem yang digunakan untuk proses pendinginan dengan
mengurangi kadar uap air yang berada di dalam udara. Air conditioning (pendingin) adalah
penerapan refrigerasi untuk menjaga suhu ruang sebuah ruangan menjadi dingin selama bulan
panas. Refrigerasi memindahkan panas ke dalam struktur dari luar dan menyimpannya di luar
struktur tempat asalnBya (Whitman dkk, 2009).
Komponen utama sistem refrigerasi terdiri dari 4, yaitu:
a. Compressor
b. Condenser
c. Expansion Valve
d. Evaporator

2. Kelembaban Relatif dan KeleBmbaban Spesifik


Kelembaban relatif (RH), dinyatakan dalam persen (%), adalah perbandingan antara
tekanan parsial aktual yang diterima uap air dalam suatu volume udara tertentu dengan tekanan
parsial udara yang diterBima uap air pada kondisi saturasi pada suhu udara saat itu (Widodo,
Sapto, dkk 2008)B
Kelembaban spesifik atau rasio kelembaban (w), dinyatakan dalam besaran massa uap
air yang terkandung di udara per satuan massa udara kering yang diukur dalam gram per
kilogram dari udara kering (gr/kg) atau (kg/kg) (Widodo, Sapto, dkk 2008).
Pada tekanan barometer tertentu, kelembaban spesifik merupakan fungsi dari suhu titik
embun. Tetapi karena penurunan tekanan barometer menyebabkan volume per satuan masa udara
naik, maka kenaikan tekanan barometer akan menyebabkan kelembaban spesifik menjadi turun
(Widodo, Sapto, dkk 2008).
3. Psikrometrik
Ilmu yang mempelajari tentang udara dan sifat-sifatnya disebut psikrometrik. Ketika kita
bergerak melalui sebuah ruangan, kita tidak menyadari udara di dalam ruangan, tetapi udara
memiliki berat dan menempati ruang seperti air di kolam renang. Air dalam kolam lebih padat
dari udara di dalam ruangan, beratnya lebih per satuan volume (Whitman, dkk. 2013)
Psikrometrik juga mempelajari tentang sifat termodinamika udara basa. Secara umum
digunakan untuk mengilustrasikan dan menganalisa perubahan sifat termal dan karakteristik dari
proses dan siklus sistem penyegaran udara. Komposisi dari udara kering berbeda-beda
tergantung dari letak geografis dan perubahan waktu ke waktu. Menurut (Widodo, Sapto, dkk
2008),
komposisi udara kering diperkirakan berdasarkan volumenya teridiri dari : 79.08 %
Nitrogen, 20.95 % Oksigen, 0.93 % Argon, 0.03 % Karbon Dioksida, 0.01 % lain-lain gas
(seperti neon, sulfur dioksida). Dalam psikrometrik kita dapat mengetahui beberapa karakteristik
udara (Whitman, dkk 20B13)

PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KONSENTRASI PB DIUDARA


KOTA PONTIANAK
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya
pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.
Perubahan lingkungan udara umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat
pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat pencemar
ke dalam udara dapat secara alamiah, juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia,
diantaranya adalah misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik
akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga (Sudomo, 1999).
Pencemaran udara khususnya di perkotaan, umumnya bersumber dari sektor transportasi
yang merupakan bagian dari aktivitas manusia seharihari. Pembakaran bahan bakar dalam mesin
kendaraan mengakibatkan pelepasan berbagai zat yang dapat mengakibatkan pencemaran udara.
Salah satunya adalah Timbal (Pb) yang dapat menyebabkan keracunan sistemik. Pb ditambahkan
ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktannya, berupa tetraetil Pb (TEL), atau tetrametil
Pb. Sumber inilah yang saat ini paling banyak memberi kontribusi pada kadar Pb dalam
atmosfer. (Soemirat, 1994).
Kasus keracunan Pb hanya dilaporkan sebagai bertambahnya kasus Encephalitis Pb
ringan di antara penduduk daerah urban. Pb dari atmosfer ini tidak selalu mengakibatkan
keracunan secara langsung, tetapi keracunan dapat juga terjadi secara tidak langsung karena Pb
masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan. (Soemirat, 1994).

SISTEM PENGENDALI SUHU,KELEMBABAN DAN CAHAYA DALAM RUMAH


KACA
Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman dengan pengaturan
beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang tanaman yang
sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel pokok yang perlu diatur dalam rumah kaca
yaitu temperatur, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Penanganan lain yang diberikan
kepada obyek tanam dalam rumah kaca antara lain penyiraman, pemupukan, dan pemberantasan
hama dan penyakit.
Kebutuhan pokok tanaman untuk hidup dan berkembang secara normal yang berasal dari
luar tubuhnya adalah cahaya matahari, unsur hara, dan air. Karenanya ketiga hal itu disebut
faktor esensial untuk kehidupan tanaman.
Bagian cahaya matahari yang terlihat oleh mata manusia adalah yang berpanjang
gelombang 400 nm hingga 700 nm. Bagian cahaya yang terlihat oleh mata manusia itulah yang
diubah oleh tanaman menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis, sehingga disebut cahaya
fotosintesis atau Photosynthetically Active Radiation (PAR), (Kania, 2002).
Suhu udara mempengaruhi aktifitas kehidupan tanaman, antara lain pada proses
fotosintesis, respirasi, transpirasi, pertumbuhan, penyerbukan, pembuahan, dan keguguran buah.
Besar kecilnya pengaruh ini terkait dengan faktor yang lain seperti kelembaban, tersedianya air,
dan jenis tanaman. Rata-rata suhu udara yang dibutuhkan untuk aktifitas tanaman berkisar pada
15°C hingga 40°C (Mardjuki, 1990).
Beberapa contoh struktur rumah kaca seperti konstruksi ridge and furrow merupakan
struktur yang mudah perawatannya dan bersuhu panas. Permasalahan yang muncul pada struktur
tersebut adalah sirkulasi udaranya yang kurang baik apabila dibangun dalam skala besar dan
besarnya beban saluran air pada sambungan atap bangunan satu dengan lainnya.

PENGARUH SUHU PERENDAMAN TERHADAP KOEFISIEN DIFUSI AIR


DAN SIFAT FISIK KEDELAI
Kedelai merupakan komoditi pertanian yang dalam pemanfaatannya dapat dikonsumsi
dalam kondisi lunak. Prosesnya sering dilakukan dalam industri rumah tangga, seperti misalnya
industri tempe. Pengusaha tempe menggunakan kedelai sebagai salah satu bahan baku dalam
produksinya dimana kedelai sebelum diolah direndam terlebih dahulu. Perendaman kedelai
untuk pembuatan tempe umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 24 - 48
jam. Perendaman yang terlalu lama dapat terkontaminasi mikroba serta dapat berpengaruh
terhadap sifat fisik dan kualitas produk, misalnya warna, rasa, dan bau (Kashaninejad dkk.,
2009).
Salah satu metode yang digunakan untuk mempersingkat waktu perendaman dengan
menggunakan air hangat. Suhu air yang lebih hangat dalam proses perendaman mampu
meningkatkan difusi air pada kedelai dan mempercepat pelunakan. Difusi merupakan peristiwa
mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke
bagian berkonsentrasi rendah.
Proses difusi air di dalam biji kedelai selama perendaman adalah proses yang kompleks
yang memungkinkan melibatkan difusi molekul serta difusi permukaan. Difusi akan terus terjadi
hingga seluruh partikel air tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan.
Berdasarkan konsep difusi dan pemanfaatan biji kedelai pada kondisi lunak, penelitian ini
dilakukan dengan merendam biji kedelai pada variasi suhu untuk mengetahui pengaruh suhu
terhadap koefisien difusi. Pengetahuan tentang seberapa cepat absorpsi air yang dicapai dapat
digunakan untuk memprediksi laju difusivitas air pada biji kedelai.
PENGARUH KONSENTRASI GELLING AGENT TERHADAP DIFUSI
SEDIAANGEL VITAMIN C DENGAN METODE SEL DIFUSI FRANZ
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan molekul karena adanya perbedaan
kosentrasi molekul melalui suatu membran semipermeable. Uji difusi sediaan gel vitamin C
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jumlah gelling agent terhadap difusi vitamin C.
Pengembangan sediaan-sediaan obat yang telah ada maupun penemuan baru untuk dijadikan
suatu produk obat yang lebih berkualitas baik dari segi efek terapi maupun kestabilan terus
dilakukan. Dari keseluruhan sifat serta reaksi dari suatu obat yang penting untuk diketahui,
pengembangan formulasi obat dan juga kontrol kualitas, perlu juga diketahui bahwa
konsistensi serta stabilitas suatu produk obat dalam suatu terapi. Suatu sediaan akan terus
mengalami difusi hingga partikel obat tersebar secara merata dan mencapai keadaan
setimbang yaitu tetap terjadinya perpindahan molekul atau partikel obat meskipun tidak
terjadi perbedaan konsentrasi. Parameter klinik dalam uji transfer obat secara in vitro serta
pengaruh komponen lain dalam formulasi dapat diketahui melalui uji difusi (Deferme et al.,
2008).
Gel vitamin C berperan sebagai antioksidan dan efektif mengatasi radikal bebas yang
merusak sel atau jaringan (Putridan Setiawati, 2015).
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649

ANALISIS KELEMBABAN UDARA PADA PROSES DEHUMIDIFIKASI


KENTANG MENGGUNAKAN SISTEM REFRIGERASI
Blank
10
Baiti Hidayati1)*, Baharuddin2), Reza Wahyudi1)
1)
Teknik pendingin dan Tata Udara, Politeknik Sekayu,
2)
Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jambi
Jl.Kolonel Wahid Udin, Lk.I Kelurahan Kayuara Kecamatan Sekayu
*Email: bayy10@ymail.com
Blank
9

Abstrak
Blank 9
Sistem refrigerasi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk
mengkondisikan suhu udara baik dengan cara pemanasan ataupun pendinginan,
pada umumnya refrigerasi biasa digunakan untuk kebutuhan kenyamanan
manusia dan juga untuk proses pembekuan. Pada penelitian ini refrigerasi
digunakan untuk proses pengeringan kentang dengan menggunakan metode
dehumidifikasi, yaitu pengurangan kelembaban uap air pada udara. Kentang
akan didinginkan menggunakan proses refrigerasi kemudian akan dipanaskan
menggunakan heater, pengambilan data dilakukan dengan suhu pada heater
600C, dengan pengambilan data masing-masing 60 menit, 120 menit dan 180
menit. Dari hasil yang didapat, metode dehumidifier menggunakan sistem
refrigerasi mampu mengeringkan kentang hingga susut 60% dan kelembaban
udara mampu berkurang hingga 83,3%.
9
Kata Kunci : Dehumidifikasi, Refrigerasi, Kentang, Kelembaban Udara
Blank 9
Blank 1 Arial 9
Abstract
Blank 9
The refrigeration system is one of the technologies used to condition the
temperature of the air either by heating or cooling, in general refrigeration is
commonly used for human comfort needs and also for the freezing process. In
this research, refrigeration is used for the process of drying potatoes using a
dehumidification method, which is the reduction of moisture in the air vapor.
Potatoes will be cooled using a refrigeration process and then will be heated
using a heater, data collection is carried out at a temperature of 600C heater, with
data collection each of 60 minutes, 120 minutes and 180 minutes. From the
results obtained, the dehumidifier method using a refrigeration system can dry
potatoes to shrink 60% and humidity can be reduced to 83.3%.

Keywords: Dehumidification, Refrigeration, Potatoes, Specific humidity


Blank 1 10
10Blank 1 Arial 10
1. PENDAHULUAN mesin pemanas atau bahkan menggunakan
metode lainnya.
Refrigerasi pada umumnya adalah sebuah Menurut (Forkosh dkk 2003) Kentang pada
proses memindahkan panas dari satu tempat ke dasarnya memiliki jumlah kandungan air hingga
tempat yang lain(1). Di indonesia, Sistem refrigerasi 80% dari kentang itu sendiri yang mana jika
pada umumnya digunakan untuk proses dibiarkan maka mampu mengalami pembusukan
pendinginan sesuai dengan kebutuhan untuk yang sangan signifikan, sedangkan kentang saat
kenyamanan manusia, bahkan sistem refrigerasi ini banyak digunakan dunia industri berupa
digunakan untuk proses pembekuan untuk makanan, dan kentang perlu perlakuan khusus
mengawetkan sebuah produk. untuk dikeringkan sementara dalam jangka waktu
Dengan seiring berkembangnya dunia tertentu (Ma’rufatin, Anies, 2011)
penelitian, sistem refrigerasi banyak digunakan Pada penelitian ini, pengeringan kentang
untuk proses pengurangan kadar uap air yang akan dilakukan denganm metode dehumidifikasi,
nantinya akan dikondisikan untuk berbagai macam sehingga kentang mendapatkan perlakuan
jenis produk. Salah satunya yaitu untuk pengeringan untuk menghambat tumbuh kembang
pengeringan kentang. bakteri. Proses dehumidifikasi ini dilakukan
Pengeringan kentang dapat dilakukan menggunakan gabungan metode yanitu refrigerasi
dengan berbagai macam cara mulai dari dan heater. Udara yang digunakan untuk
pengeringan manual menggunakan matahari,

1
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649

mengeringkan kentang terlebih dahulu akan 1.3. Psikrometrik


diturunkan lembaban uap air nya, dan dipanaskan.
Ilmu yang mempelajari tentang udara dan
1.1. Refrigerasi sifat-sifatnya disebut psikrometrik. Ketika kita
bergerak melalui sebuah ruangan, kita tidak
Refrigerasi merupakan sebuah sistem yang menyadari udara di dalam ruangan, tetapi udara
digunakan untuk proses pendinginan dengan memiliki berat dan menempati ruang seperti air di
mengurangi kadar uap air yang berada di dalam kolam renang. Air dalam kolam lebih padat dari
udara. Air conditioning (pendingin) adalah udara di dalam ruangan, beratnya lebih per satuan
penerapan refrigerasi untuk menjaga suhu ruang volume (Whitman, dkk. 2013)
sebuah ruangan menjadi dingin selama bulan
panas. Refrigerasi memindahkan panas ke Psikrometrik juga mempelajari tentang sifat
dalam struktur dari luar dan menyimpannya di luar termodinamika udara basa. Secara umum
struktur tempat asalnya (Whitman dkk, 2009) digunakan untuk mengilustrasikan dan
Refrigerasi memiliki sifat mengurangi kadar menganalisa perubahan sifat termal dan
uap air pada udara, sehingga dengan metoda ini karakteristik dari proses dan siklus sistem
banyak penelitian yang dilakukan untuk proses penyegaran udara. Komposisi dari udara kering
pengeringan bahan baku salah satunya adalah berbeda-beda tergantung dari letak geografis dan
pengeringan kentang. Metoda ini menggunakan perubahan waktu ke waktu. Menurut (Widodo,
proses dehumidifikasi. Sapto, dkk 2008), komposisi udara kering
Komponen utama sistem refrigerasi terdiri diperkirakan berdasarkan volumenya teridiri dari :
dari 4, yaitu: 79.08 % Nitrogen, 20.95 % Oksigen, 0.93 % Argon,
a. Compressor 0.03 % Karbon Dioksida, 0.01 % lain-lain gas
b. Condenser (seperti neon, sulfur dioksida). Dalam psikrometrik
c. Expansion Valve kita dapat mengetahui beberapa karakteristik
d. Evaporator udara (Whitman, dkk 2013), antara lain:
a. Dry-bulb temperature (temperatur bola kering)
1.2. Kelembaban Relatif dan Kelembaban b. Wet-bulb temperature (temperatur bola
Spesifik basah)
c. Relative humidity (kelembaban relatif)
Kelembaban relatif (RH), dinyatakan dalam d. Specific volume (volume spesifik)
persen (%), adalah perbandingan antara tekanan e. Moisture content ( kelembaban spesifik)
parsial aktual yang diterima uap air dalam suatu f. Heat content
volume udara tertentu dengan tekanan parsial
udara yang diterima uap air pada kondisi saturasi
pada suhu udara saat itu (Widodo, Sapto, dkk
2008)
Kelembaban spesifik atau rasio kelembaban
(w), dinyatakan dalam besaran massa uap air yang
terkandung di udara per satuan massa udara
kering yang diukur dalam gram per kilogram dari
udara kering (gr/kg) atau (kg/kg) (Widodo, Sapto,
dkk 2008).
Pada tekanan barometer tertentu,
kelembaban spesifik merupakan fungsi dari suhu
titik embun. Tetapi karena penurunan tekanan
barometer menyebabkan volume per satuan masa
udara naik, maka kenaikan tekanan barometer
akan menyebabkan kelembaban spesifik menjadi
turun (Widodo, Sapto, dkk 2008). Hal ini
dinyatakan dengan formula: Gambar 2. Psikrometric chart

1.4. Dehumidifikasi
(1)
Dehumidifikasi merupakan proses
pengurangan uap air pada udara. (Forkosh dkk,
Dimana: 2003) telah meneliti dehumidifier pada temperatur
w = Ratio kelembaban dalam kg/kg operasi rendah. Hasil penelitian (Lowrey, S, dkk.
Pw = Tekanan parsial uap air pada suhu titik 2014) menunjukkan bahwa perlakuan peningkatan
embun (Pa) dehumidifikasi pada dehumidifier domestik dengan
P = Tekanan barometer (Pa) kapasitas lebih besar dibandingkan terhadap
sistem konvensional sekitar 10% pada kondisi

2
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649

udara lembab 15,4oC dan 70% RH tanpa terjadi Alat yang digunakan adalah alat
pembekuan pada bagian evaporator. dehumidifier dengan kapasitas kompressor 4 Hp, 3
Proses pengeringan kentang menggunakan phase powe source, dengan tegangan 380 VAC,
dehumidifikasi ini dilakukan dengan mengurangi refrigeran yang digunakan R-134a.
kandungan uap air yang berada di udara
menggunakan sistem refrigerasi dan kemudian
dipanaskan kembali menggunakan heater dan
selanjutnya udara yang telah dikondisikan
sedemikian rupa ini akan digunakan untuk
pengeringan kentang tersebut. Nilai RH rata-rata
udara sekitar 50-75% sedangkan nilai RH rata-rata
pada sistem refrigerasi berkisaran antara 90-98%.
Artinya udara yang telah terkontaminasi dengan
sistem refrigerasi akan mengalami pengurangan
kelembaban uap air yang besar sehingga udara
tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengeringan
kentang. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
pengeringan kentang dengan metode
dehumidifikasi ini tergantung dengan suhu pada
evaporator dan juga suhu pada hetaer.

1.5. Kentang
Gambar 3. skematik pengujian
Kentang (Solanum tuberosum L.) 10
merupakan salah satu tanaman pangan terpenting 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
ketiga di dunia setelah beras dan gandum untuk 10
konsumsi manusia. Kebutuhan kentang Berdasarkan dari hasil penelitian perlakuan
mengalami peningkatan yang pesat. Tahun 1991 kentang menggunakan metode dehumidifier yaitu
produksi kentang dunia mencapai 267 juta ton dan dengan menggunakan sistem refrigerasi dan juga
tahun 2007 meningkat menjadi 320 juta ton heater, didapat beberapa data sebagai beikut:
(Ma’rufatin, Anies, dkk 2011)
Kelembaban rata-rata tanaman kentang Tabel 1. Perolehan data
yakni sekitar 80-90%. Kelembaban berpengaruh Parameter Waktu pengujian
terhadap evapotranspirasi yaitu tenaga pengisap (menit)
untuk mengangkat air dan hara (nutrisi) dari akar 60 120 180
ke tajuk tanaman. Bila kelembaban udara terlalu DBudara masuk (0C) 30 30 30
tinggi maka evapotranspirasi akan kecil. RHuadra masuk(%) 71,45 71,45 71,45
Kelembaban yang tinggi dapat disebabkan oleh DBsetelah evaporator (0C) 24 20 18
jarak tanam yang terlalu rapat dan tajuk tanaman RHsetelah evaporator(%) 80 82 88
yang terlalu rimbun, sehingga akan mengundang DB udara keluar(0C) 22,7 22,8 23
penyakit cendawan. Apabila kelembaban terlalu RHudara keluar(%) 22,07 22 21
rendah, maka evapotranspirasi akan meningkat.
Air yang menguap akan lebih banyak diserap oleh Parameter yang didapat pada penelitian
akar. Hal tersebut berakibat sel tanaman awal yaitu Dry Bulb (DB) dan Relative Humidity
kehilangan tekanan turgor, jaringan mengkerut dan (RH). Dari data diatas, akan didapat nilai
tanaman akan menjadi layu (Ma’rufatin, Anies, dkk kelembaban spesifik udara (w) dengan
2011). menggunakan psicrometric chart seperti pada
gambar 2 diatas.
10 10
2. BAHAN DAN METODA 3.1 Hasil Penelitian
Blank 1 Arial 10 10
Pada proses dehumidifikasi kentang ini, Berdasarkan penelitian ini maka didapat
udara akan melewati evporator pada sistem bahwa:
refrigerasi, kemudian setelah udara melewati a. Dengan menggunakan sistem refrigerasi
evaporator, udara tersebut akan dipanaskan dengan metode dehumidifikasi, maka kentang
menggunakan heater dengan suhu 600C, mampu mengalami penyusutan kadar air
kemudian udara yang dikondisikan ini akan hingga 87% yang terjadi pada menit ke 180.
digunakan untuk mengeringkan kentang telah b. Kandungan uap air (w) dengan sistem
dipotong dengan ukuran lebih kurang 5mm x 5mm refrigerasi mampu berkurang sebanyak 83%.
x 5mm. Ketang tersebut akan diproses dengan Blank 1
variasi waktu 60 menit, 120 menit dan 180 menit. 10

3
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649

3.1.1 Percobaan di laboratorium perlakuan dehumidifikasi akan mengalami


10 penyusutan berat, hasil signifikan terjadi pada
Berdasarkan data awal yang diperoleh, kentang yang diperlakukan proses dehumidifikasi
maka didapat nilai kelembaban spesifik (w) baik selama 180 menit mengalami pengurangan kadar
udara awal/mula-mula maupun udara keluar yang uap air sebesar 60% dari berat awal.
digunakan untuk mengkondisikan kentang.

Tabel 2. Kelembaban spesifik udara


Kelembaban spesifik Waktu pengujian (menit)
udara 60 120 180
wudara masuk (kg/kg) 0,0192 0,0192 0,0192
wudara keluar (kg/kg) 0,0038 0,0036 0,0032
Δw (kg/kg) 0,0154 0,0156 0,016
Pengurangan 80,2 81,25 83,33
kelembaban udara (%)

Setelah kentang dikondisikan sedemikian


rupa menggunakan metode dehumidifikasi, maka
Grafik 2. Persentase susut kentang dengan
kentang mengalami perubahan berat, atau dalam
metode dehumidifikasi dengan sistem refrigerasi
kata lain jumlah kandungan uap air pada kentang
mengalami penyusutan, hasil penyusutan
kandungan uap air dideskripsikan menggunakan Pengurangan kelembaban kandungan uap
air mampu mencapai 60% dari beratnya
berat kentang tersebut.
dikarenakan kelembaban spesifik udara yang
menurun hingga 83,88% dari jumlah kandungan
Tabel 3. Penyusutan kentang menggunakan
metode dehumidifikasi dengan sistem refrigerasi. kelembaban spesifik udara mula-mula, yang dapat
dilihat pada grafik berikut.
Waktu Berat Persentase
(menit) kentang susut
(gr) (%)
Mula-mula 100 -
60 71 29
120 56 44
180 40 60

Dari beberapa hasil tabel diatas, diperoleh


grafik yang menunjukkan hasil pengurangan
kelembaban spesifik udara setelah dilakukan
proses dehumidifikasi. Kelembaban spesifik udara
awal sebesar 0,0192 kg/kg, setelah dilakukan
proses dehumidifikasi selama 180 menit menjadi Grafik 3. Persentase pengurangan kelembaban
0,0032 kg/kg. Sehingga udara dapat menurunkan spesifik udara dengan metode dehumidifikasi
kelembabannya spesifik (w) sebesar 0,016 kg/kg. dengan sistem refrigerasi
Hal ini dapat ditunjukkan pada grafik dibawah ini. Blank
4. KESIMPULAN
Blank 1 Arial 10
Berdasarkan hasil penelitian kelembaban
spesifik udara terhadap proses dehumidifikasi
pada kentang menggunakan sistem refrigerasi
maka didapat hasil sebagai berikut:
a. Pengeringan kentang dapat digunakan
menggunakan metode dehumidifikasi. Berat
kentang dapat menyusut sebesar 60%.
b. Penyusutan berat kentang ini juga di iringi
dengan pengurangan kelembaban spesifik
sebesar 83,33% diwaktu 180 menit, sehingga
Grafik 1. Kelembaban spesifik udara dengan kentang mampu mengalami penyusutan kadar
metode dehumidifikasi dengan sistem refrigerasi air hingga 87%.

Sedangkan perlakuan terhadap kentang


juga memperoleh hasil yang dapat dilihat pada
grafik dibawah ini. Kentang yang telah mendapat Arial 10

4
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649

DAFTAR PUSTAKA
Blank Arial 10
Forkosh et al. 2003. “Dehumidifier System”. United
States

Lowrey, S., Carrington, G., Sun, Z. 2014. “Adapting


a geared domestic refrigerative dehumidifier
for low-temperature operation”. International
Journal of Refrigeration: 41(2014) 137-146.

Ma’rufatin. Anies, 2011, “Respon pertumbuhan


Tanaman Kentang Varietas Atlantis dan
Super John Dalam Sistem Aeroponik
Terhadap Periode Pencahayaan”, Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Parman.Sarjana, 2007, “Pengaruh pemberian


pupuk organikcair terhadap pertumbuhan dan
produksi kentang (Solanum Tuberosum L)”,
Buletin Anatomi dan Visiologi Vol.XV,No.2

Whitman et al. 2009. “Refrigeration & Air


Conditioning Technology 6th Edition”. Delmar:
Cengge Leaning.

Whitman et al. 2013. “Refrigeration & Air


Conditioning Technology 7th Edition”. Delmar:
Cengge Leaning.

Widodo, Sapto et al. 2008. “Sistem Refrigerasi dan


Tata Udara”. Departemen Pendidikan
Nasional

Blank

5
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649

6
Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 2: 59 - 66

PENGARUH SUHU PERENDAMAN TERHADAP KOEFISIEN DIFUSI AIR


DAN SIFAT FISIK KEDELAI (Glycine max Merill)
[THE INFLUENCE OF SOAKING TEMPERATURE ON THE COEFFICIENT OF
DIFFUSION AND PHYSICAL CHARACTERISTICS OF SOYBEAN (Glycine max
Merrill)]
Oleh :
Yuanita Kusuma Pratiwi1 , Sri Waluyo2 , Warji3, Tamrin4
1) Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
2,3,4) Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
komunikasi penulis, email : ykusuma254@gmail.com
Naskah ini diterima pada 14 Maret 2013; revisi pada 3 Juli 2013;
disetujui untuk dipublikasikan pada 12 Juli 2013

ABSTRACT
Soybean (Glicine max Merrill)is an important agricultural commodity and very popular in Indonesia as a raw
material of such food stuffs for exemple: tempe. In the producing of tempe, soybean must be submerged in
the water. The soaking process usually is done at room temperature for about 24-48 hours. The longer time
of soaking can cause microbial contamination and may affect to the color change, bad taste and moldy smell.
Submersion in warm water is a method that can be used for shortening the soaking time. The aims of this
research were to study the effects of the soaking temperatures on the water diffusion coeffisien and physical
characteristics of soybean (moisture content, weigh and dimension). The research was carried out at 5 levels
of soaking temperature:30 °C (as a control), 35 °C, 40 °C, 45 °C, and 50 °C with 3 replications for each
treatment. During soaking, sample was taken for measuring its moisture content, dimensional, and weight
changes.Temperature history was recorded during soaking. The result showed that there were significant
changes ondimension, weight, and water content during soaking. Those parameters increased as the soaking
temperaturewas rised. The diffusion coefficient of soybean also increased with rising of soaking temperature.
The analysis found that the diffusion coefficients of soybean at temperature of 30 °C, 35 °C, 40 °C, 45 °C, and
50 °C were respectively, 16.4 x 10-11 m2/s; 20.7 x 10-11 m2/s; 38.9 x 10-11 m2/s; 56.3 x 10-11 m2/s and 139 x 10-11
m2/s. The rate of diffusion followed an exponential equation D = 0.058 e0, 1051 / T(R² = 0.960).

Keywords: Diffusion coefficient, Soybean, Soaking Temperature, Physical Characteristics

ABSTRAK
Kedelai merupakan komoditi pertanian yang dalam pemanfaatannya dapat dikonsumsi dalam kondisi
lunak. Prosesnya sering dilakukan dalam industri rumah tangga, yaitu industri pengolahan tempe.
Pengusaha tempe menggunakan kedelai sebagai salah satu bahan baku dalam produksinya dimana
kedelai sebelum diolah direndam terlebih dahulu. Perendaman kedelai dengan suhu ruang membutuhkan
waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 24 - 48 jam. Perendaman yang terlalu lama dapat menimbulkan
mikroba yang mengkontaminasi biji kedelai, yang mengakibatkan perubahan warna, rasa dan bau.
Perendaman dengan air hangat adalah metode umum yang digunakan untuk mempersingkat waktu
perendaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu perendaman terhadap sifat fisik
(kadar air, bobot dan dimensi) dan koefisien difusi air kedelai (Glicine max Merrill). Penelitian ini
dilakukan pada variasi suhu perendaman 30 oC (kontrol), 35 oC, 40 oC, 45 oC, dan 50 oC dengan 3 ulangan
untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diukur adalah kadar air, perubahan dimensi, perubahan
bobot bahan selama perendaman dan riwayat suhu perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi perubahan yang signifikan, semakin tinggi suhu perendaman maka semakin cepat peningkatan
dimensi, bobot, dan kadar airnya. Koefisien difusi air kedelai pada perendaman dengan suhu 30 oC, 35 oC,
40 oC, 45 oC, dan 50 oC, berturut-turut adalah 16,4 x 10-11 m2/s; 20,7 x 10-11 m2/s; 38,9 x 10-11 m2/s; 56,3 x
10-11 m2/s dan 139 x 10-11 m2/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu perendaman,
maka semakin cepat laju difusinya mengikuti persamaan eksponensial D = 0,058e0,105 1/T dan dengan
koefisien determinasi R² = 0,960.

Kata Kunci: Koefisien difusi, Kedelai, Suhu Perendaman, Sifat Fisik

59
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)

I. PENDAHULUAN 210 g), stopwatch, oven listrik (Venticell),


thermometer, cawan, digital caliper, gelas
Kedelai merupakan komoditi pertanian yang ukur, dan kertas tisu. Bahan yang digunakan
dalam pemanfaatannya dapat dikonsumsi dalam pengujian adalah kedelai varietas
dalam kondisi lunak. Prosesnya sering Merrill yang diperoleh dari toko Pasir
dilakukan dalam industri rumah tangga, Gintung, Bandar Lampung.
seperti misalnya industri tempe. Pengusaha
tempe menggunakan kedelai sebagai salah Sebelum dilakukan penelitian, biji kedelai
satu bahan baku dalam produksinya dimana disortir untuk memperoleh sampel yang
kedelai sebelum diolah direndam terlebih seragam bebas dari gangguan hama,
dahulu. Perendaman kedelai untuk penyakit, serta kerusakan lainnya (cacat,
pembuatan tempe umumnya membutuhkan pecah atau luka). Sebanyak 500 g biji kedelai
waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 24 - 48 diambil dan digunakan sebagai sampel untuk
jam. Perendaman yang terlalu lama dapat setiap perlakuan. Sebelum direndam,
terkontaminasi mikroba serta dapat sebanyak 20 biji kedelai diambil secara acak
berpengaruh terhadap sifat fisik dan kualitas untuk menentukan kadar air awalnya
produk, misalnya warna, rasa, dan bau dengan menggunakan metode gravimetry.
(Kashaninejad dkk., 2009).
Kadar air bahan dihitung dengan persamaan:
Salah satu metode yang digunakan untuk
mempersingkat waktu perendaman dengan M% = x 100 % (1)
menggunakan air hangat. Suhu air yang
lebih hangat dalam proses perendaman
mampu meningkatkan difusi air pada kedelai M% = x 100 % (2)
dan mempercepat pelunakan. Difusi
merupakan peristiwa mengalirnya atau dengan :
berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari M(%bk) : kadar air basis kering (%)
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian M (%bb) : kadar air basis basah (%)
berkonsentrasi rendah. W0 : massa awal biji kedelai (g)
W1 : massa biji kedelai setelah dikeringkan
Proses difusi air di dalam biji kedelai selama (g)
perendaman adalah proses yang kompleks
yang memungkinkan melibatkan difusi Semua unit percobaan dilakukan tiga kali
molekul serta difusi permukaan. Difusi akan ulangan. Sebanyak 500 gram kedelai
terus terjadi hingga seluruh partikel air direndam dalam water batch dengan tingkat
tersebar luas secara merata atau mencapai suhu air yang telah ditentukan (Tabel 1).
keadaan kesetimbangan. Berdasarkan Tabel 1. Variasi suhu dan waktu
konsep difusi dan pemanfaatan biji kedelai perendaman biji kedelai
pada kondisi lunak, penelitian ini dilakukan
dengan merendam biji kedelai pada variasi Perlakuan Suhu Waktu Interval
suhu untuk mengetahui pengaruh suhu (°C) (menit) pengamatan
terhadap koefisien difusi. Pengetahuan (menit)
tentang seberapa cepat absorpsi air yang PI 30 450 30
dicapai dapat digunakan untuk memprediksi P2 35 375 25
laju difusivitas air pada biji kedelai. P3 40 300 20
P4 45 225 15
II. BAHAN DAN METODE P5 50 150 10
Alat yang digunakan dalam penelitian ini Setiap interval waktu pengamatan, sebanyak
adalah water batch (Tipe Digiterm 200 5 biji kedelai diambil untuk diukur
merek P Selecta), timbangan analitik OHAUS dimensinya dan sebanyak 20 biji kedelai
(Triple beam balance 2610 g 5 lb 2oz), diambil untuk diukur bobotnya. Setelah itu
timbangan digital OHAUS (Adventurer cap

60
Jurnal Teknik Pertanian Lampung–
Lampung Vol. 2, No. 2: 59 - 66

biji kedelai tidak dikembalikan lagi ke dalam Setelah mendapatkan nilai koefisien
air perendaman. Perendaman biji Kedelai pembasahan dan kadar air jenuh, maka
dapat dilihat pada Gambar 1. dapat digunakan untuk menghitung
koefisien difusi (D) dengan menggunakan
persamaan (4)) berikut:
berikut
1
2 k r
3 D=
4

5
Keterangan:
4 D : difusivitas massa (m²/menit)
(m
k : koefisien pembasahan (m²/menit)
(m
Gambar 1. Perendaman biji kedelai di dalam r : jari-jari rata-rata
rata biji kedelai (m²)
(m
water bacth
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan:
3.1.Pengaruh
Pengaruh suhu perendaman terhadap
1. Termometer air raksa perubahan dimensi biji kedelai
2. Panel pengatur suhu
Data menunjukkan bahwa perendaman biji
3. Heater dengan thermostat
kedelai mengakibatkan dimensi biji kedelai
4. Tangki air (11 Litet)
(panjang, lebar dan tinggi) menjadi lebih
5. Biji kedelai
besar dan akhirnya mencapai dimensi
maksimum. Perubahan dimensi tersebut
Dari data kadar air selama perendaman, laju
disebabkan adanya penyerapan air akibat
peningkatan kadar air kedelai dapat
difusi air perendaman konsentrasi tinggi
dihitung. Laju peningkatan kadar air biji
pada biji kedelai yang bersuhu lebih rendah.
kedelai dari hasil pengamatan selanjutnya
Biji kedelai mengandung
engandung pati sebesar 34, 80
digunakan untuk mendapatkan nilai
% (AAK, 1995), dimana pati tersebut akan
koefisien pembasahan (k) dan kadar air
menyerap air. Gardner dkk (1991)
jenuh (Ms) dengan cara analisis regresi
menyatakan bahwa pati terdiri dari dua
menggunakan
ggunakan persamaan 3.
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air.
M M Fraksi terlarut disebut amilosa merupakan
=e polisakarida yang linier dan
da fraksi tidak larut
M M disebut amilopektin (berupa cabang).
Masuknya air ke dalam biji kedelai dapat
Keterangan: merusak kristalinitas amilosa dan merusak
Mt : kadar air biji kedelai pada waktu t (% helix sehingga granula pati membengkak,
basis kering) sedangkan suhu yang panas dapat
Mo : kadar air awal biji kedelai (% basis menyebabkan pembengkakan yang tinggi.
kering) Peningkatan
ngkatan ukuran dimensi biji kedelai
Ms : kadar air kesetimbangan (% basis selama perendaman pada suhu yang berbeda
kering) dapat dilihat pada Gambar 2, 3,dan 4.
k : koefisien pembasahan (1/menit)
t : waktu (menit)

61
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)

140 100
Pertambahan Panjang (%)

Pertambahan Tinggi (%)


120 80
100 T= 30 °C
60 T= 30 °C
80 T=35 °C T= 35 °C
60 40 T= 40 °C
T=40 °C
40 20 T= 45 °C
T=45 °C
20 T= 50 °C
T=50 °C 0
0
0 200 400 600
0 200 400 600
Waktu Perendaman (menit)
Waktu Perendaman (menit)

Gambar 4. Pertambahan tinggi biji kedelai


Gambar 2. Pertambahan panjang biji kedelai selama perendaman pada suhu
selama perendaman pada suhu yang berbeda
yang berbeda.
Suhu air perendaman memacu penyerapan
100 air ke dalam kulit dan daging biji terjadi
lebih cepat. Kulit luar biji kedelai dengan
Perubahan Lebar (%)

80 ketebalan yang tipis, menyerap air lebih


cepat dibandingkan dengan daging bijinya.
60 T= 30 °C Air yang masuk ke dalam biji menyebabkan
T= 35 °C pengerutan pada kulit, karena kulit
40 menyerap lebih cepat dibandingkan daging
T= 40 °C
biji, sehingga ukuran kulit lebih besar
20 T= 45 °C
dibandingkan dengan daging biji. Kerutan
T= 50 °C tersebut akan segera hilang ketika air telah
0
memenuhi daging biji dan kulit biji, sehingga
0 200 400 600
ukuran daging biji sama dengan ukuran pada
Waktu Perendaman (menit)
kulit biji. Sehingga menyebabkan
pembengkakan pada biji kedelai, dan
Gambar 3. Pertambahan lebar biji kedelai mencapai pada dimensi maksimumnya.
selama perendaman pada suhu
Dimensi maksimum biji kedelai dicapai pada
yang berbeda. waktu perendaman 150 menit, pertambahan
Perendaman pada suhu 30, 35, 40, 45 dan 50 panjang rata-rata dari panjang awal 0,56 cm
°C menunjukkan persentase pertambahan yaitu sebesar 13,84% meningkat sebesar
panjang, lebar dan tinggi biji kedelai yang 1,21 cm yaitu sebesar 120 % , pertambahan
signifikan selama perendaman. Terjadinya lebar rata-rata dari lebar awal 0,47 cm yaitu
pertambahan ukuran yang signifikan 14,05% meningkat sebesar 0,84 cm yaitu
tersebut diduga disebabkan oleh struktur sebesar 77, 46 % dan pertambahan tinggi
kulit biji bagian epidermis yang berperan rata-rata dari tinggi awal 0,40 cm yaitu
sebagai penentu keberhasilan masuk sebesar 21,56% meningkat sebesar 0,72 cm
tidaknya air kedalam biji dan suhu air yaitu sebesar 79,34%. Pertambahan dimensi
perendaman yang digunakan. biji kedelai berjalan seiring dengan
bertambahnya bobot kedelai. Semakin
lambat masuknya air ke dalam biji, maka
perendamaan terjadi semakin lama dan
akhirnya terjadi kesetimbangan (jenuh).

62
Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 2: 59 - 66

3.2 Pengaruh suhu perendaman terhadap Firdaus dkk (2006) dalam Anonim (2012)
perubahan bobot biji kedelai menyatakan bahwa penyerapan air oleh biji
dipengaruhi dari berbagai faktor, yaitu kadar
Berdasarkan hasil pengamatan, selama
air bahan, permeabilitas kulit biji atau
proses perendaman menunjukkan bahwa
membran biji, suhu, luas permukaan biji
bobot biji kedelai mengalami perubahan
yang kontak dengan air dan tekanan
selama perendaman seiring dengan lama
hidrostatik. Laju air ke dalam biji kedelai
waktu perendaman. Pengaruh suhu
semakin tinggi dengan meningkatnya suhu,
perendaman terhadap perubahan bobot biji
mengikuti persamaan Arrhenius. Suhu
kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.
berpengaruh dalam meningkatkan energi,
Suhu air perendaman berpengaruh terhadap sehingga daya dorong air ke dalam biji
perubahan bobot biji kedelai, semakin tinggi terjadi lebih tinggi. Partikel air akan
suhu perendaman maka semakin cepat memiliki energi untuk bergerak lebih cepat
perubahan bobot kedelai. Pada semua suhu dengan suhu yang lebih tinggi.
perendaman perubahan bobot akan menuju
Semakin tinggi suhu air perendaman maka
berat maksimum, dimana bobot biji kedelai
pori-pori biji kedelai semakin besar karena
tidak lagi meningkat dengan signifikan.
protein pada membran sebagian rusak,
Bobot biji kedelai mencapai berat maksimum
sehingga menyebabkan difusi air terjadi
untuk semua suhu perendaman dicapai
lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan
setelah 150 menit perendaman dari bobot
penelitian Darmajana (2012) bahwa dalam
awal dengan bobot rata-rata sebesar 3,43 g
perendaman kedelai terjadi masuknya air ke
yaitu sebesar 19,10% meningkat sebesar
dalam biji kedelai sehingga terjadi proses
8,13 g yaitu sebesar 137%.
difusi. Proses difusi tersebut ditandai
dengan adanya kenaikan berat kedelai dan
Perubahan bobot biji kedelai tersebut berkurangnya jumlah air perendaman.
ditandai dengan masuknya air ke dalam biji
selama proses perendaman berlangsung.

160

140

120 T= 30 °C
Perubahan Bobot(%)

100 T= 35 °C
80 T= 40 °C
60 T= 45 °C
40
T=50 °C
20

0
0 100 200 300 400 500
Waktu Perendaman (menit)

Gambar 5 Peningkatan Bobot Biji Kedelai

63
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)

Semakin lama perendaman, peningkatan T = suhu mutlak (°K)


bobot biji kedelai semakin lambat hingga k = k = -E/R= koefisien pembasahan
akhirnya tidak meningkat lagi. Hsu dkk (m²/s)
(1983) dalam Krisnawati dan Adie (2008)
D = difusivitas massa (m²/s)
menyatakan bahwa suhu, konsentrasi
larutan, dan kadar air biji berkorelasi kuat
Data penelitian menunjukkan bahwa
dengan laju penyerapan air maksimum pada
semakin tinggi suhu perendaman, maka
biji kedelai. Hal tersebut dikarenakan waktu
semakin cepat laju difusinya mengikuti
perendaman yang semakin lama akan
persamaan eksponensial sebagai berikut:
memberikan kesempatan yang lebih lama
bagi air untuk masuk ke dalam seluruh D = 0,058 e0,105 1/T
bagian biji.
dengan koefisien determinasi R2 = 0,960. Hal
3.3. Pengaruh Suhu Perendaman tersebut sesuai dengan hukum Arrhenius
Terhadap Perubahan Kadar Air dan bahwa laju reaksi sebanding dengan suhu
Difusivitas Biji Kedelai reaksi (Saravacos, 1994), dimana suhu reaksi
semakin tinggi maka koefisien pembasahan
Peningkatan kadar air kedelai digunakan (k) semakin besar, sehingga laju difusi air ke
untuk menghitung koefisien difusi air biji dalam biji semakin besar. Peningkatan
kedelai. Pengaruh suhu perendaman koefisien difusi air biji kedelai dengan suhu
terhadap koefisien difusi air kedelai. terlihat meningkat signifikan dapat di lihat
160 pada Tabel 2.
Koefisien Difusi (10-11 m²/s)

Tabel 2. Koefisien difusi air dan konstanta


120 y= 0,589e0,105T pembasahan biji kedelai pada suhu
R² = 0,960 yang berbeda
80 Suhu Konstanta Koefisien
perendaman pembasahan difusi
(°C) (k)(1/s) (10-11 m²/s)
40
30 (kontrol) 0,0080 16,4
35 0,0090 20,7
0
40 0,0123 38,9
25 35 45 55
Suhu Perendaman (menit) 45 0,0148 56,3
50 0,0233 139
Gambar 1. Koefisien difusi air perendaman
biji kedelai pada suhu yang
berbeda Koefisien difusi air biji kedelai dalam
penelitian ini sedikit berbeda dibandingkan
Gambar 6 menjelaskan bahwa hubungan dengan koefisien difusi air kacang kedelai
suhu terhadap koefisien difusi air yaitu difusi yang diteliti oleh Saravacos (1994).
semakin besar pada suhu air yang lebih Saravacos (1994) menyatakan bahwa
hangat. Hubungan suhu terhadap koefisien koefisien difusi bervariasi, yaitu 1 x 10-12
difusi didapat dengan menggunakan m2/s sampai dengan 3 x 10-12 m2/s untuk
persamaan Arrhenius sebagai berikut: whole dan 5 x 10-12 m2/s pada sampel
D = A e (-E/RT) (5) defatted pada kondisi lingkungan yang sama
(30°C). Sedangkan pada penelitian ini
Keterangan : koefisien difusi air biji kedelai pada suhu
ruang (30°C) adalah 16,4 x 10-11 m2/s.
A = tetapan laju difusi (m2/s) koefisien difusi air yang berbeda tersebut
E = energi aktivasi dari transfer massa diduga terjadi karena faktor kadar air,
(KJ/mol) kandungan kimia dan permeabilitas kulit biji
R = konstanta gas ideal (kJ/mol°K) kedelai.

64
Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 2: 59 - 66

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Volume air dalam membran biji akan
diketahui bahwa koefisien difusi air biji memiliki batas kapasitas. Peristiwa laju
kedelai meningkat dengan meningkatnya penyerapan air yang terserap ke dalam biji
suhu. Dengan demikian penggunaan suhu kedelai yang semakin lama semakin rendah
yang lebih tinggi memiliki potensi untuk dan akhirnya mencapai laju nol. Kadar air
mempersingkat waktu perendaman yang biji kedelai mencapai kondisi maksimum
diperlukan untuk mencapai kadar air pada waktu perendaman 150 menit yaitu
tertentu. dengan kadar air awal rata-rata 11,96%
meningkat sebesar 63,54%. Hal tersebut
Faktor yang berpengaruh terhadap tinggi
dikarenakan kadar air pada waktu t (Mt)
atau rendahnya nilai difusivitas diantaranya
semakin lama semakin besar dan semakin
adalah suhu dan kadar air biji kedelai
mendekati kadar air jenuh (Ms) sehingga laju
(Mujumdar, 2004 dalam Marlinda, 2012).
penyerapan menjadi semakin lambat dan
Data hasil perhitungan kadar air
akhirnya mencapai titik jenuh.
menunjukkan terjadinya peningkatan kadar
air biji kedelai dari waktu ke waktu. Kadar
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
air biji kedelai selama perendaman dapat
dilihat pada Gambar 7.
4.1. Kesimpulan
70 1. Suhu dan lama perendaman berpengaruh
Peningkatan Kadar Air (%)

60 terhadap perubahan fisik biji kedelai


T= 30 °C
(kadar air dan dimensi). Selama
50
perendaman, kadar air dan dimensi biji
40 T= 35 °C kedelai meningkat secara eksponensial.
30 T= 40 °C Semakin tinggi suhu air perendaman, laju
T= 45 °C peningkatan kadar air dan dimensi biji
20 kedelai semakin besar.
T= 50 °C
10 2. Suhu berpengaruh terhadap laju
0 penyerapan air ke dalam biji kedelai.
0 200 400 600 Analisis data menunjukkan bahwa
Waktu Perendaman (menit) semakin tinggi suhu semakin besar laju
difusi air ke dalam biji kedelai mengikuti
Gambar 2. Pengaruh suhu perendaman persamaan D= 0,058 e0,105T dengan
terhadap perubahan kadar air koefisien determinasi R2= 0,960.
biji kedelai selama perendaman 4.2. Saran

Menurut Fahn (1992) menjelaskan bahwa Saran dari penelitian ini adalah perlu
kulit biji pada beberapa spesies lain, air dan diadakannya penelitian lanjutan untuk
oksigen tidak dapat menembus biji tertentu, mengetahui sifat mekanik, seperti kekerasan
hal tersebut karena jalan masuk dihalangi yang terjadi pada biji kedelai selama
oleh sel-sel sklerenkima dan komposisi perendaman dengan suhu yang berbeda.
dinding selnya serta sumpal gabus di kulit Dengan demikian akan diketahui lama waktu
biji. Pelepasan sumpal tersebut perendaman yang diperlukan untuk
membutuhkan energi goncangan pada biji, melunakkan biji kedelai pada suhu tertentu.
sedangkan suhu tinggi mampu mengguncang
dan melepaskan sumpal gabus di kulit biji
dengan cepat sehingga biji tersebut mampu
menyerap air dengan cepat. Oleh sebab itu,
apabila suhu ditingkatkan maka kecepatan
penyerapan juga naik sampai batas tertentu,
sehingga dapat meningkatkan kadar air biji
kedelai.

65
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Kedelai. Kanisius,Yogyakarta. 82


hlm.

Anonim. 2012. Struktur dan Fungsi Buah dan


Biji pada Tumbuhan.
http://layartekno.blogspot.com.
[Diakses pada 20 April 2013].

Darmajana, D.A. 2012. Pengaruh Suhu dan


Waktu Perendaman Terhadap Bobot
Kacang Kedelai Sebagai Bahan Baku
Tahu. Prosiding SNaPP2012 : Sains,
Teknologi dan Kesehatan, Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna,
LIPI : 159-161.

Fahn, A. 1992. Anatomi Tumbuhan. Gadjah


Mada University Press,Yogyakarta. 837
hlm.

Gardner, F.P., R.B. Pearce., and R.L. Mitchell.


1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press, Jakarta. 827
hlm.

Kashaninejad.M., A.A. Dehghani, and M.


Kashiri. 2009. Modeling of Wheat
Soaking Using Two Artificial Neural
Networks (MLP and RBF). Journal of
Food Engineering91 : 602–607.

Krisnawati, A dan M.M. Adie. 2008. Ragam


Karakter Morfologi Kulit Biji beberapa
Genotipe Plasma Nutfah Kedelai.
Buletin Plasma Nutfah 14 (1) : 14-18.

Saravacos, G.D. 1994. Mass Transfer


Properties of Foods. Marcel Dekker. Inc,
New York : 309 hlm.

Marlinda, R. 2012. Pengaruh Ultrasonik


Terhadap Laju Difusivitas Air dan
Kerenyahan Pisang Kepok (Musa
Paradisiaca). [Skripsi] Jurusan Teknik
Pertanian Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung, Bandar Lampung.

66
SISTEM PENGENDALI SUHU, KELEMBABAN DAN
CAHAYA DALAM RUMAH KACA

Tony K. Hariadi
Teknik Elektro FT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta
Telp.(0274)387656

ABSTRAK
Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman
dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Perkembangan
teknologi elektronika memungkinkan untuk melakukan pengendalian variabel-
variabel tersebut secara otomatis dan terus menerus. Penelitian dan perancangan
ini bertujuan untuk membuat sebuah sistem pengendali temperatur, kelembaban,
cahaya, dan penyiraman dalam rumah kaca secara terpadu. Implementasi
pengendalian rumah kaca dilakukan dengan menggunakan mikrontroler sehingga
memudahkan pemrograman terhadap kondisi-kondisi tanaman yang berbeda-beda
dengan berbagai perlakuan yang berbeda pula. Suhu diatur menggunakan air
conditioner yang sudah dimodifikasi untuk diprogram dari mikrokontroller,s
sedangkan pengaturan cahaya menggunakan lampu dan pengaturan lain adalah
kelembaban berdasarkan perhitungan suhu basah dan kering serta penyiraman.
Setelah pembuatan alat selesai, maka alat tersebut diujicobakan didalam rumah
kaca dan diamati kondisi di dalam rumah kaca selama 3 kali 24 jam. Hasil
ujicoba menunjukkan bahwa alat tersebut mampu mengendalikan parameter-
parameter yang diinginkan sesuai dengan program pada mikrokontroler, dan
mampu mengurangi efek kondisi cuaca di luar rumah kaca.
Kata kunci : pengendalian rumah kaca, rumah kaca, pengendalian suhu,
pengendalian kelembaban

PENDAHULUAN
Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman dengan
pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan tumbuh
kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel pokok
yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara, dan
intensitas cahaya. Penanganan lain yang diberikan kepada obyek tanam dalam

82 Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93


rumah kaca antara lain penyiraman, pemupukan, dan pemberantasan hama dan
penyakit.
Pengendalian variabel-variabel lingkungan, seperti temperatur, kelembaban,
dan cahaya pada rumah kaca pada umumnya dilakukan secara manual oleh pekerja.
Dengan perkembangan teknologi elektronika, dimungkinkan untuk melakukan
pengendalian variabel-variabel tersebut secara otomatis dan terus menerus.
Pengaturan lain yang sangat diperlukan disamping pengaturan temperatur,
kelembaban, dan cahaya tersebut adalah sistem penyiraman secara otomatis.
Perlakuan terhadap tanaman, seperti pengaturan iklim dan pemberian nutrisi, pada
tiap-tiap usia tanam berbeda-beda. Sehingga pengendalian iklim dalam rumah kaca
sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengikuti kebutuhan tanaman
sesuai tahap usianya.
Penelitian dan perancangan ini bertujuan untuk membuat sebuah sistem
pengendali temperatur, kelembaban, cahaya, dan penyiraman dalam rumah kaca
secara terpadu.
Kebutuhan pokok tanaman untuk hidup dan berkembang secara normal yang
berasal dari luar tubuhnya adalah cahaya matahari, unsur hara, dan air. Karenanya
ketiga hal itu disebut faktor esensial untuk kehidupan tanaman.
Bagian cahaya matahari yang terlihat oleh mata manusia adalah yang
berpanjang gelombang 400 nm hingga 700 nm. Bagian cahaya yang terlihat oleh
mata manusia itulah yang diubah oleh tanaman menjadi energi kimia dalam proses
fotosintesis, sehingga disebut cahaya fotosintesis atau Photosynthetically Active
Radiation (PAR), (Kania, 2002).
Pertumbuhan tanaman juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Apabila
kelembaban lingkungan berada di luar batas, maka tanaman akan terganggu
pertumbuhannya. Setiap golongan tanaman memerlukan kelembaban udara yang
berbeda-beda untuk perkembangan optimalnya. Untuk kebanyakan tanaman,
kelembaban nisbi yang dibutuhkan sekitar 80%.
Suhu udara mempengaruhi aktifitas kehidupan tanaman, antara lain pada
proses fotosintesis, respirasi, transpirasi, pertumbuhan, penyerbukan, pembuahan,
dan keguguran buah. Besar kecilnya pengaruh ini terkait dengan faktor yang lain
seperti kelembaban, tersedianya air, dan jenis tanaman. Rata-rata suhu udara yang
dibutuhkan untuk aktifitas tanaman berkisar pada 15°C hingga 40°C (Mardjuki,
1990).
Struktur rumah kaca harus mampu menahan beban yang ditimbulkan oleh
hujan, angin, ataupun penggunaannya sebagai penopang tanaman. Rumah kaca
juga harus dapat meneruskan cahaya matahari ke tanaman secara maksimal.
Rumah kaca tertentu, khususnya pada daerah tropis, memerlukan penanganan lebih
pada sistem pendinginannya untuk membuang panas yang berlebihan.
Beberapa contoh struktur rumah kaca seperti konstruksi ridge and furrow
merupakan struktur yang mudah perawatannya dan bersuhu panas. Permasalahan
yang muncul pada struktur tersebut adalah sirkulasi udaranya yang kurang baik
apabila dibangun dalam skala besar dan besarnya beban saluran air pada

Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban …. (Tony K Hariadi) 83


sambungan atap bangunan satu dengan lainnya. Konstruksi gigi gergaji (sawtooth)
merupakan konstruksi yang murah, berventilasi baik dan dingin, sehinga akan
mengalami masalah pemanasan khususnya pada daerah yang dingin. Konstruksi
quonset merupakan desain yang sederhana, murah, dan mampu menyerap cahaya
secara maksimal. Namun konstruksi tersebut kurang mampu mengakomodasi
pertumbuhan tinggi tanaman, khususnya pada bagian pojok, dan bermasalah pada
sistem ventilasinya. Konstruksi dengan kerangka menyerupai huruf A (A Frame)
atau kuda-kuda (Gable Truss) merupakan konstruksi yang mudah dibangun namun
membutuhkan bahan banguan yang lebih banyak daripada jenis konstruksi lainnya
dan lebih banyak menghalangi cahaya yang menuju ke tanaman.

METODOLOGI PENELITIAN
Sistem harus dapat mengindera suhu dan kelembaban dan melakukan
pengendalian suhu, kelembaban, penyinaran, dan penyiraman. Maka kebutuhan
pokok yang harus dapat dilayani oleh sistem yang hendak dibangun adalah:
 Sistem dapat mengindera suhu dan kelembaban dalam rumah kaca sebagai
masukan proses pengendalian suhu dan kelembaban serta dapat melakukan
pengedalian berdasarkan penginderaan tersebut.
 Sistem mampu melayani penyiraman dan penyinaran yang terjadwal.
Sedangkan untuk mendukung interaktifitas sistem dengan pengguna dan
menambah keandalan sistem, maka dibutuhkan fungsi-fungsi berikut:
 Sistem dapat menampilkan informasi suhu, kelembaban, jam, dan tanggal.
 Pengguna dapat memasukkan setting pengendalian dengan mudah.
 Sistem mampu mempertahankan variabel setting apabila sumber tenaga utama
sistem terputus dan menggunakan kembali variabel tersebut saat sumber
tenaga utama terhubung kembali, tanpa perlu melakukan setting ulang.
 Jam dan tanggal dalam sistem senantiasa terkini, meskipun sumber tenaga
utama terputus.
Perangkat keras yang dibangun meliputi dua bagian, yaitu bagian elektronik
sebagai unit pengindera dan pengolah data hasil penginderaan dan bagian rumah
kaca sebagai unit pelaksana perintah pengendalian.
Bagian elektronik meliputi sensor, microcontroller, penampil, dan antarmuka
perintah pengendalian rumah kaca. Diagram blok yang menunjukkan interaksi
masing-masing komponen pada bagian elektronik ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Bahan-bahan yang digunakan dalam bagian ini adalah sebagai berikut:
 Microcontroller ATMega8535 (dengan ADC internal)..
 Sensor suhu: LM35.
 RTC DS1307.
 Modul LCD 16x2 karakter.
 Relai, sebagai antarmuka penggerak.

84 Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93


 Catu daya.
Pembuatan program didasari oleh suatu alur atau algoritma proses yang
dibutuhkan. Algoritma ini akan menentukan skenario tindakan yang akan
dilakukan sistem dalam menanggapi masukan dari sensor dan batasan-batasan,
yang telah diset sebelumnya. Pengendalian rumah kaca dalam penelitian ini
menggunakan skenario tindakan dengan prioritas. Skenario tindakan tersebut,
secara ringkas, ditunjukan dalam Tabel 1.

Penampil

Antarmuka
Penampil
RTC
Unit Pengendali:
Microcontroller Keypad

Pengkondisi
Sinyal
Antarmuka
Penggerak

Rumah
Kaca
Sensor:
suhu,
kelembaban. Pemanas Pendingi Penyira Lampu
n m

Gambar 1. Diagram blok bagian elektronik sistem pengendali

Tabel 1. Skenario pengendalian rumah kaca.


Penggerak pengendalian yang aktif
AC Pemanas Lampu Penyiram
Pendinginan 1 0 x x
Penanganan

Pemanasan 0 1 x x
Pelembaban x x x Set.1.a
Penurunan kelembaban x x x Set.1.b
Pemberian cahaya x x 1 x
Penyiraman x x x 1

Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban …. (Tony K Hariadi) 85


Keterangan Tabel 1:
 1 = On, 0 = Off, x = tidak terpengaruh.
 Penanganan kelembaban dilakukan dengan penyiraman area dalam rumah
kaca.
o Set.1 : Pengaturan kelembaban diset On.
 a : Penyiraman tambahan di luar jadwal.
 b : Peniadaan penyiraman (sesuai jadwal).
o Set.0 : Pengaturan kelembaban diset Off yang berarti penyiraman akan
berjalan hanya sesuai jadwal.

Implementasi Alat
Setelah sistem pengendali dinyatakan lulus uji alat selanjutnya dilakukan
implementasi. Implementasi alat dilakukan dalam sebuah rumah kaca mini
berukuran 2m x 3m x 2,2m dengan dinding fiber. Penggerak kendalian terdiri atas
AC tipe Window berkekuatan 0,5 pk, pemanas, penyiram (sprinkle), dan lampu TL
8 watt. Pengamatan hasil pengendalian dilakukan terhadap 4 parameter, yaitu
pengamatan temperatur, pengendalian kelembaban, ketepatan waktu penyiraman,
dan ketepatan waktu penyinaran.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Pengendalian Temperatur
Pengamatan pengendalian temperatur dilakukan dalam tiga hari. Pada hari
pertama, rumah kaca dibiarkan tanpa pengendalian, pada hari kedua dilakukan
pengendalian untuk memperoleh temperatur terendah, dan pada hari ketiga
dilakukan pengendalian pada temperatur tertentu. Hasil pengamatan terhadap
pengendalian suhu dapat dilihat pada tabel 2, 3 dan 4. Sedangkan grafik
fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada masing-masing
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
Fluktuasi Temperatur Hari Pertama

45
40
35 Dalam Rumah
Temperatur

30 Kaca Td (°C)
25
20
15 Luar Rumah
10
Kaca Td (°C)
5
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 0.0 2.0 0.0 2.0 4.0 6.0
08 1 1 1 1 1 2 2 0 0 0 0
Waktu Pengamatan

Gambar 2. Fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada hari pertama

86 Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93


Tabel 2. Tabel pengamatan temperatur dan kelembaban hari pertama.
Hari ke: 1 Tanggal: 10 Oktober 2005
Pengaturan : Tanpa pengendalian
Pukul Dalam Rumah Kaca Luar Rumah Kaca Selisih
(WIB) Td (°C) Tw (°C) RH (%) Td (°C) Tw (°C) RH (%) T (°C) RH (%)
08.00 28 26 86 28 24 71,4 0 14,6
09.00 31 29 86 32 26 61,3 -1 24,7
10.00 35 31 75 34 27 57,0 1 18,0
11.00 37 35 87 36 28 53,1 1 33,9
12.00 40 38 88 38 30 54,3 2 33,7
13.00 42 39 82 39 31 54,9 3 27,1
14.00 41 38 82 38 31 59,2 3 22,8
15.00 39 37 88 37 29 53,7 2 34,3
16.00 37 35 87 35 28 57,6 2 29,4
17.00 34 32 87 32 26 61,3 2 25,7
18.00 32 30 87 30 25 66,1 2 20,9
19.00 30 29 93 27 25 84,9 3 8,1
20.00 28 27 93 26 25 92,2 2 0,8
21.00 27 26 93 26 24 84,6 1 8,4
22.00 27 25 85 25 24 92,0 2 -7,0
23.00 26 25 93 24 23 91,9 2 1,1
00.00 25 24 93 24 22 84,0 1 9,0
01.00 25 24 93 23 22 91,7 2 1,3
02.00 24 23 92 23 22 91,7 1 0,3
03.00 24 23 92 23 22 91,7 1 0,3
04.00 24 22 85 24 23 91,9 0 -6,9
05.00 25 23 85 25 23 84,3 0 0,7
06.00 25 24 93 26 24 84,6 -1 8,4
07.00 26 25 93 26 24 84,6 0 8,4
Keterangan: Td = Suhu termometer kering; Tw = Suhu termometer basah

Dari Tabel 2 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa tanpa pengendalian


temperatur siang hari di dalam rumah kaca menjadi lebih tinggi daripada suhu di
luar rumah kaca. Sedangkan pada malam hari (dini hari) perbedaan temperatur
dalam dan luar rumah semakin kecil.
Tabel 3 dan Gambar 3 menunjukkan hasil capaian temperatur minimum.
Pada siang hari, pendingin mampu menurunkan temperatur dalam rumah kaca
sehingga menjadi 28°C. Sedangkan pada malam hari, temperatur dalam rumah
kaca tidak dapat diturunkan, secara signifikan, lebih rendah dari suhu di luar
dumah kaca karena komponen pendingin AC tertutup kristal es sehingga tidak
mampu menarik udara dalam rumah kaca.

Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban …. (Tony K Hariadi) 87


Tabel 3. Tabel pengamatan temperatur dan kelembaban hari kedua.
Hari ke: 2 Tanggal: 11 Oktober 2005
Pengaturan : Temperatur minimum
Pukul Dalam Rumah Kaca Luar Rumah Kaca Selisih
(WIB) Td (°C) Tw (°C) RH (%) Td (°C) Tw (°C) RH (%) T (°C) RH (%)
08.00 27 25 85 28 24 71,4 -1 13,6
09.00 27 25 85 31 26 66,6 -4 18,4
10.00 28 26 86 33 27 61,9 -5 24,1
11.00 28 26 86 35 29 62,9 -7 23,1
12.00 28 26 86 37 31 63,9 -9 22,1
13.00 28 27 93 38 33 69,7 -10 23,3
14.00 28 26 86 37 32 69,3 -9 16,7
15.00 27 25 85 36 30 63,4 -9 21,6
16.00 27 25 85 34 28 62,4 -7 22,6
17.00 25 24 93 32 26 61,3 -7 31,7
18.00 25 23 85 30 25 66,1 -5 18,9
19.00 24 22 85 27 25 84,9 -3 0,1
20.00 24 22 85 26 25 92,2 -2 -7,2
21.00 24 21 77 25 24 92,0 -1 -15,0
22.00 22 20 84 24 23 91,9 -2 -7,9
23.00 22 20 84 23 22 91,7 -1 -7,7
00.00 21 20 92 21 21 100,0 0 -8,0
01.00 20 19 92 21 20 91,4 -1 0,6
02.00 20 19 92 20 19 91,2 0 0,8
03.00 20 19 92 21 19 83,0 -1 9,0
04.00 20 19 92 20 19 91,2 0 0,8
05.00 21 19 84 22 20 83,4 -1 0,6
06.00 22 19 76 23 21 83,7 -1 -7,7
07.00 24 21 77 25 23 84,3 -1 -7,3

Keterangan: Td = Suhu termometer kering; Tw = Suhu termometer basah

88 Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93


Fluktuasi Temperatur Hari Kedua

40
35
30 Dalam Rumah
Temperatur

25 Kaca Td (°C)
20
15
10 Luar Rumah
Kaca Td (°C)
5
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
.0 .0 .0 4.0 6.0 8.0 0.0 2.0 0.0 2.0 4.0 6.0
08 10 12 1 1 1 2 2 0 0 0 0
Waktu Pengamatan

Gambar 3. Fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada hari kedua.

Tabel 4 dan Gambar 4 memperlihatkan contoh hasil pengendalian pada


temperatur tertentu. Alat diatur untuk mencapai temperatur antara 20°C hingga
30°C. Pada siang hari, temperatur dalam rumah kaca mampu diturunkan menjadi
30°C dan pada malam hari temperatur mampu dipertahankan di atas 20°C.

Fluktuasi Temperatur Hari Ketiga

40
35
Dalam Rumah
30
Temperatur

Kaca Td (°C)
25
20
15
10 Luar Rumah
Kaca Td (°C)
5
0
0 0 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00
.0 .0 .0 . . . . . . . . .
08 10 12 14 16 18 20 22 00 02 04 06
Waktu Pengamatan

Gambar 4. Fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada hari ketiga.

Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban …. (Tony K Hariadi) 89


Tabel 4. Tabel pengamatan temperatur dan kelembaban hari ketiga.
Hari ke: 3 Tanggal: 12 Oktober 2005
Pengaturan : Temperatur 20-30°C
Pukul Dalam Rumah Kaca Luar Rumah Kaca Selisih
(WIB) Td (°C) Tw (°C) RH (%) Td (°C) Tw (°C) RH (%) T (°C) RH (%)
08.00 27 25 85 27 24 77,8 0 7,2
09.00 28 25 79 30 26 72,3 -2 6,7
10.00 29 27 86 33 27 61,9 -4 24,1
11.00 30 27 79 35 29 62,9 -5 16,1
12.00 30 28 86 38 32 64,4 -8 21,6
13.00 30 27 79 38 33 69,7 -8 9,3
14.00 30 28 86 37 31 63,9 -7 22,1
15.00 30 28 86 36 30 63,4 -6 22,6
16.00 30 28 86 34 28 62,4 -4 23,6
17.00 29 27 86 32 27 67,1 -3 18,9
18.00 29 27 86 31 27 72,8 -2 13,2
19.00 28 27 93 28 26 85,2 0 7,8
20.00 28 26 86 26 25 92,2 2 -6,2
21.00 27 25 85 25 24 92,0 2 -7,0
22.00 26 24 85 24 22 84,0 2 1,0
23.00 25 24 93 22 21 91,6 3 1,4
00.00 25 23 85 21 20 91,4 4 -6,4
01.00 24 21 77 20 19 91,2 4 -14,2
02.00 23 21 84 20 19 91,2 3 -7,2
03.00 23 20 77 20 18 82,7 3 -5,7
04.00 24 20 70 21 19 83,0 3 -13,0
05.00 24 21 77 22 20 83,4 2 -6,4
06.00 25 22 77 23 22 91,7 2 -14,7
07.00 26 23 78 25 23 84,3 1 -6,3
Keterangan: Td = Suhu termometer kering; Tw = Suhu termometer basah

Pengendalian Kelembaban
Algoritma pengendalian kelembaban hanya dilakukan dengan penyiraman
apabila kelembaban dalam ruangan lebih rendah dari yang diinginkan dan
membatalkan penyiraman apabila kelembaban di atas batas. Oleh karena itu
pengujian terhadap pengendalian ini dilakukan terhadap bagian jadwal penyiraman
dengan pengatur kelembaban pada kondisi aktif (Humid Ctrl=On). Tabel 5
menunjukkan hasil pengujian pengendalian kelembaban.

90 Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93


Tabel 5. Hasil pengujian pengendali kelembaban.
No Kondisi Waktu Aksi Kesimpulan
Terdapat jadwal
Tidak menyiram
Kelembaban di penyiraman
1. Berhasil
atas batas Tidak ada jadwal
Tidak menyiram
penyiraman
Terdapat jadwal
Menyiram
Kelembaban di penyiraman
2. Berhasil
bawah batas Tidak ada jadwal
Menyiram
penyiraman

Pengendalian Penyiram
Pengujian penyiraman dilakukan terhadap ketepatan waktu dan durasi
penyiraman. Dalam pengujian ini pengendali kelembaban dinonaktifkan agar tidak
mengganggu jadwal penyiraman yang telah disusun. Tabel 6 menunjukkan hasil
pengujian pengendali penyiraman.

Tabel 6. Hasil pengujian pengendali penyiraman


Pukul 08.00 15.00 17.00
Jadwal
Durasi (menit) 5 5 5
Pukul 08.00 15.00 17.00
Terlaksana
Durasi (menit) 5 5 5
Hasil OK OK OK

Pengendalian Penyinaran
Seperti pada pengujian penyiraman, pengujian penyinaran dilakukan
terhadap ketepatan waktu dan durasi penyinaran. Tabel 7 menunjukkan hasil
pengujian pengendali penyinaran.

Tabel 7. Hasil pengujian pengendali penyinaran


Pukul 18.00 21.00 23.00 02.00 04.00
Jadwal
Durasi (menit) 15 15 15 15 15
Pukul 08.00 15.00 17.00 02.00 04.00
Terlaksana
Durasi (menit) 15 15 15 15 15
Hasil OK OK OK OK OK

Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban …. (Tony K Hariadi) 91


KESIMPULAN
Dari hasil perancangan dan pengujian alat didapat kesimpulan bahwa sistem
pengendali suhu, kelembaban, dan cahaya dalam rumah kaca yang dibangun telah
dapat bekerja dengan baik. Hasil pengujian implementasi menunjukkan bahwa:
1. Sistem dapat menurunkan temperatur hingga 28°C pada siang hari dan
mempertahankan temperatur di atas 20°C pada malam hari.
2. Sistem memiliki kemampuan sesuai spesifikasi, antara lain:
a. Dapat melakukan penambahan penyiraman apabila kelembaban berada di
bawah batas dan meniadakan jadwal penyiraman apabila kelembaban
berada di atas batas.
b. Dapat melakukan penyiraman dan penyinaran sesuai jadwal yang telah
disusun.
c. Dapat menampilkan informasi suhu, kelembaban, jam, dan tanggal terkini.
d. Memiliki keandalan sesuai spesifikasi yaitu dapat mempertahankan nilai
setting selama sumber tenaga utama terputus.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1998. Specification of AA16205 (LCD). Agena Displaytech Ltd.
http://www.agena.com.hk/product/products-char.htm
Anonim. 2005. ATMega8535(L) Datasheet: 8 Bit AVR Microcontroller with 8K
Bytes In-System Programmable Flash. Atmel Corporation
.http://www.atmel.com/ dyn/resources/prod_documents/doc2502.pdf
Anonim. 2005. Mengenal Sensor dan Actuator. (Sumber: Buku Elektronik Industri,
Frank D. Petruzella). Caltron Indonesia .http://www.caltron.co.id/
modules.php?name=News&file=article&sid=11
Anonim. 2005. CodeVisionAVR User Manual. HP InfoTech.
http://www.hpinfotech.ro/cvavrman.zip
Ayala, Kenneth J. 1997. The 8051 Microcontroller: Architecture, Programming, &
Applications. Second Edition. Minneapolis: West Publishing Company.
Bucklin, R.A. 2002. Florida Greenhouse Design. One of a series of the
Agricultural and Biological Engineering Department, Florida Cooperative
Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of
Florida. http://edis.ifas.ufl.edu/AE016
Budiyanto, Gunawan. 2001. Klimatologi Dasar (Diktat Kuliah). Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Clymer, Jeffrey. 2005. Wet and Dry Bulb. http://members.nuvox.net/
~on.jwclymer/wet.html
Dickerson, George W. 2004. Greenhouse Vegetable Production. New Mexico:
New Mexico State University.
http://cahe.nmsu.edu/pubs/_circulars/circ556.html
Kania, Stephen, Gene Giacomelli. 2002. Solar Radiation Availability For Plant
Growth In Arizona Controlled Environment Agriculture Systems.

92 Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 82 – 93


Department of Agricultural and Biosystems Engineering University of
Arizona. Tucson, Arizona. http://ag.arizona.edu/ceac/research/archive/solar-
radiation_kania.pdf
Kuemmel, Bernd. 1997. Temp, Humidity & Dew Point ONA. http://www.faqs.org/
faqs/meteorology/temp-dewpoint/
Mardjuki, Aspamo. 1990. Pertanian dan Masalahnya. Yogyakarta: Andi Offset.
Sclater, Neil. 1999. Electronics Technology Handbook. New York: McGraw-Hill.
West, Richard. 2005. Keypad Library. http://instruct1.cit.cornell.edu/courses/
ee476/keypadRW88/keypad.html
Wilcox, Alan D. 1990. Engineering Design for Electrical Engineers. New Jersey:
Prentice Hall.

Sistem Pengendali Suhu, Kelembaban …. (Tony K Hariadi) 93


JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020 p-ISSN 1907-9850
DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2020.v14.i02.p02 e-ISSN 2599-2740

PENGARUH KONSENTRASI GELLING AGENT TERHADAP DIFUSI SEDIAAN


GEL VITAMIN C DENGAN METODE SEL DIFUSI FRANZ

N. K. A. Meiantari, I. A. S. Deviyanti, N. K. N. A. Ari, M. D. Abimanyu, N. P. D. K. Dewi*,


N. K. Sriani, N. N. S. M. Arwanawati

Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,


Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia
*Email: kusumadewidiah1@gmail.com

ABSTRAK

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan molekul karena adanya perbedaan kosentrasi
molekul melalui suatu membran semipermeable. Uji difusi sediaan gel vitamin C bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari jumlah gelling agent terhadap difusi vitamin C. Uji difusi sediaan vitamin gel dilakukan dengan
menggunakan sel difusi Franz serta kadar dianalisis dengan metode titrasi iodometri. Bedasarkan hasil diperoleh
bahwa dalam waktu 5,10, 20 dan 30 menit, jumlah terdifusi sediaan gel vitamin C 1% berturut-turut yaitu 378,5
mg; 108,71 mg; 223,33 mg; 3442,13 mg sementara untuk sampel 2% yaitu 269 mg; 431,64 mg; 475,07 mg;
574,11 mg dan untuk sampel 3% yaitu 543 mg; 594,08 mg; 646,27 mg; dan 700,77 mg. Bedasarkan hal tersebut
pelepasan dari sediaan gel vitamin C sebanding dengan waktu yang diberikan, semakin lama waktu yang
diberikan maka pelepasan sedian gel vitamin C semakin meningkat. Dapat disimpulkan, pengaruh dari jumlah
gelling agent terhadap difusi sediaan gel vitamin C adalah semakin tinggi konsentrasi gelling agent maka
semakin meningkat kadar pada kompartemen reseptor yang diperoleh.

Kata kunci : difusi, kosentrasi, gelling agent, gel vitamin C

ABSTRACT

Diffusion defined as a process of molecular displacement due to the difference in molecular concentration
through a semipermeable membrane. The aim of diffusion test is know effect of the amount of gelling agent on
the diffusion of vitamin C. The diffusion test of vitamin C gel preparation was measured by using Franz
diffusion cell and the rate was analyzed by iodometric titration. Based on the results obtained that within 5, 10,
20 and 30 minutes, the amount of diffusion of 1% vitamin C gel preparation was 378,5 mg; 108,71 mg; 223.33
mg; 3442,13 mg while for 2% sample was 269 mg; 431.64 mg; 475.07 mg; 574,11 mg and for sample 3% was
543 mg; 594,08 mg; 646,27 mg; and 700,77 mg. Based of this, the release of vitamin C gel preparation is
proportional to the time given, the longer time given then the release of vitamin C gel preparation is more
increase. The effect of gelling agent on the diffusion of vitamin C gel preparation is the higher the concentration
of gelling agent, decreasing the level in the receptor compartment obtained.

Keywords: diffussion, concentration, gelling agent, gel of vitamin C

PENDAHULUAN tersebar secara merata dan mencapai keadaan


setimbang yaitu tetap terjadinya perpindahan
Pengembangan sediaan-sediaan obat molekul atau partikel obat meskipun tidak
yang telah ada maupun penemuan baru untuk terjadi perbedaan konsentrasi. Parameter klinik
dijadikan suatu produk obat yang lebih dalam uji transfer obat secara in vitro serta
berkualitas baik dari segi efek terapi maupun pengaruh komponen lain dalam formulasi
kestabilan terus dilakukan. Dari keseluruhan dapat diketahui melalui uji difusi (Deferme et
sifat serta reaksi dari suatu obat yang penting al., 2008).
untuk diketahui, pengembangan formulasi obat Gel vitamin C berperan sebagai
dan juga kontrol kualitas, perlu juga diketahui antioksidan dan efektif mengatasi radikal
bahwa konsistensi serta stabilitas suatu produk bebas yang merusak sel atau jaringan (Putri
obat dalam suatu terapi. Suatu sediaan akan dan Setiawati, 2015). Dalam bentuk sediaan
terus mengalami difusi hingga partikel obat gel, penting untuk diketahui pengaruh dari

113
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020: 113 – 118

jumlah gelling agent terhadap difusi atau reseptor. Sampel kemudian disaring dan
pelepasan gel tersebut. Penelitian ini bertujuan dipindahkan ke botol vial 10 mL. Ulangi
untuk melihat pengaruh dari jumlah gelling langkah untuk sediaan gel vitamin C dengan
agent terhadap difusi atau pelepasan dari gel konsentrasi gelling agent 2% dan 3%.
vitamin C sehingga dapat mengembangkan gel Penetapan Kadar Gel Vitamin C
dengan konsistensi yang maksimal dan Penetapan kadar secara kuantitatif
berujung pada difusi gel yang baik. dilaksanakan dengan menggunakan titrasi
iodometri pada sampel, disiapkan dalam
BAHAN DAN METODE erlenmeyer sampel sebanyak 1 mL, kemudian
ditambahkan 10 mL larutan Asam sulfat 0,5
Bahan M, 5 mL akuades, 6,25 mL larutan Kalium
Bahan yang digunakan adalah gel iodat 0,02 M dan 0,5 gram Kalium iodida
vitamin C dengan kosentrasi gelling agent selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan
sebesar 1, 2 dan 3%, akuades, larutan dapar larutan Natrium tiosulfat 0,1 M hingga kuning
fosfat pH 7,4, larutan Kalium iodat 0,02 M, pucat kemudian tambahkan 20 tetes kanji 1
larutan Natrium tiosulfat 0,1 M, larutan Asam %b/v, hentikan titrasi bila warna biru
sulfat 0,5 M, larutan Indikator Kanji 1 % b/v, menghilang. Dicatat penggunaan volume
serbuk Kalium iodida, dan kertas saring. larutan Natrium tiosulfat yang digunakan.
Alat
Alat yang digunakan adalah gelas HASIL DAN PEMBAHASAN
beaker, labu erlenmeyer, pipet ukur, pipet
tetes, pipet ukur, syringe, bulbfiller, magnetic Standaridisasi Na Tiosulfat 0,1 M
stirrer, labu ukur, batang pengaduk, neraca Hasil penelitian terkait standarisasi
analitik, sel difusi Franz, buret, botol vial, larutan Natrium tiosulfat 0,1 M adalah sebagai
statif, dan klem. berikut.

Metode Penelitian Tabel 1. Molaritas Larutan Natrium Tiosulfat


Standarisasi Natrium Tiosulfat 0,1 M Peng- Volume Molaritas Molaritas
Dipipet ke dalam erlenmeyer campuran ulang- titran (M) rata-rata (M)
6,25 mL larutan Kalium iodat 0,02 M dan an (mL)
larutan Asam sulfat 0,5 M 2,5 mL dan 0,5 1 10 0,082 0,083
gram Kalium iodida, titrasi dengan 2 10,2 0,085 0,083
menggunakan larutan Natrium tiosulfat 0,1 M. 3 10,4 0,084 0,083
Hentikan titrasi hingga larutan berwarna
kuning pucat dan tambahkan 20 tetes larutan
Bedasarkan hasil standarisasi natrium
kanji 1% b/v dan lanjutkan titrasi hingga warna
tiosulfat, diperoleh volume titran pada titrasi
biru menghilang.
pertama sebanyak 10 mL, kemudian pada
titrasi kedua sebanyak 10,2 mL dan pada titrasi
Uji Difusi Sediaan Gel Vitamin C
ketiga sebanyak 10,4 mL. Hasil perhitungan
Uji difusi sediaan gel vitamin C dalam
memperoleh bahwa molaritas natrium tiosulfat
penelitian ini menggunakan metode sel difusi
pada titrasi pertama, kedua dan ketiga masing-
Franz. Larutan dapar fosfat pH 7,4 dimasukkan
masing 0,082; 0,085 dan 0,084 M. Berdasarkan
dalam kompartemen reseptor dengan suhu
hasil pengulangan titrasi sebanyak tiga kali
dijaga pada 37 ± 0,5oC. Selama proses difusi
diperoleh bahwa molaritas rata-rata Natrium
dilaksanakan proses pengadukan dengan stirer
250 rpm. Antara dua kompartemen yaitu donor tiosulfat adalah 0,083 M dengan standar
deviasi relatif sebesar 1,47%.
dan reseptor diletakkan kertas saring sebagai
membran. Sampel berupa gel vitamin C
dengan konsentrasi gelling agent 1% Hasil Uji Difusi Sediaan Gel Vitamin C
Hasil uji difusi ditunjukan dengan
diaplikasikan masing-masing 1 gram pada
penetapan kadar gel vitamin C. Bedasarkan
permukaan membran. Sampling dilaksanakan
hasil titrasi pada sampel dengan kosentrasi
pada menit ke-5, 10, 20, dan 30 menit dengan
memipet sebanyak 3 mL dari kompartemen gelling agent 1% diperoleh jumlah volume
titran berturut-turut pada menit 5, 10, 20 dan

114
Pengaruh Konsentrasi Gelling Agent terhadap Difusi Sediaan Gel Vitamin C dengan Metode Sel Difusi Franz
(N. K. A. Meiantari, I. A. S Deviyanti, N. K. N. A. Ari, M. D. Abimanyu, N. P. D. K. Dewi,
N. K. Sriani, N. N. S. M. Arwanawati)

30 adalah sebanyak 8; 8,8; 8,5 dan 8,4 mL; dengan waktu 5, 10, 20, dan 30 menit yaitu
pada sampel dengan kosentrasi gelling agent 543,36 mg, 594,46 mg, 646,66 mg, dan 736,08
2% diperoleh jumlah volume titran berturut- mg (Tabel 2). Hasil yang diperoleh pada
turut adalah sebanyak 8,3; 7,9; 7,85 dan 7,65 sampel 1% terdapat konsentrasi vitamin C
mL; sedangkan pada sampel dengan kosentrasi yang menurun dari menit ke-5 menuju menit
gelling agent 3% diperoleh jumlah volume ke-10 dan kemudian meningkat di menit ke-20
titran berturut-turut sebanyak 7,55; 7,5; 7,45 dan 30. Berbeda dengan sampel kosentrasi
dan 7,3 mL. gelling agent 1%, pada sampel 2% dan 3%
Berdasarkan perhitungan diperoleh menunjukan jumlah gel vitamin C yang selalu
jumlah gel vitamin C yang terdifusi pada meningkat sebanding dengan berjalannya
sampel 1% dengan waktu 5, 10, 20, dan 30 waktu. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
menit berturut-turut yaitu 378,68 mg, 109,02 yang berbanding lurus antara waktu dan kadar
mg, 224,28 mg dan 272,17 mg, sementara vitamin C yang mencapai kompartemen
untuk sampel 2% dengan waktu 5, 10, 20, dan reseptor. Grafik jumlah vitamin C yang
30 menit yaitu 269,48 mg, 431,84 mg, 475,27 terdifusi pada masing-masing kosentrasi
mg dan 577,05 mg dan untuk sampel 3% sampel dapat dilihat pada gambar 1, 2 dan 3.

Tabel 2. Kadar vitamin C hasil uji difusi

Konsentrasi Waktu Volume Jumlah mol Faktor Jumlah vitamin C


Gelling (Menit) titran (mL) bereaksi (mmol) koreksi terdifusi (mg)
Agent
1% 5 8 7,57 - 378,67
10 8,8 1,72 22,72 109,03
20 8,5 3,92 5,17 224,29
30 8,4 4,64 11,78 272,18
2% 5 8,3 5,38 - 269,47
10 7,9 8,31 16,16 431,83
20 7,85 8,68 24,94 475,26
30 7,65 10,19 26,04 577,06
3% 5 7,55 10,86 - 543,37
10 7,5 11,23 32,60 594,45
20 7,45 11,60 33,71 646,66
30 7,3 12,69 34,82 736,09

400.00
Jumlah Vitamin C Terdifusi (mg)

350.00
300.00
250.00
200.00
150.00
y = -0.9711x + 261.82
100.00
50.00
0.00
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar 1. Jumlah Vitamin C yang terdifusi pada Konsentrasi gelling agent 1%

115
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020: 113 – 118

700.00

Jumlah Vitamin C Terdifusi


600.00
500.00
400.00
(mg) 300.00
200.00 y = 10.81x + 262.75

100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35

Waktu (menit)

Gambar 2. Jumlah Vitamin C yang terdifusi pada Konsentrasi gelling agent 2%

800.00
Jumlah Vitamin C Terdifusi

700.00
600.00
500.00
(mg)

400.00
300.00 y = 7.3707x + 510.37
200.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35

Waktu (menit)

Gambar 3. Jumlah Vitamin C yang terdifusi pada Konsentrasi gelling agent 3%

800.00
Jumlah Vitamin C Terdifusi (mg)

700.00
600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35

Waktu (menit)

1% 2% 3%

Gambar 4. Perbandingan jumlah Vitamin C yang terdifusi pada ketiga kosentrasi.

116
Pengaruh Konsentrasi Gelling Agent terhadap Difusi Sediaan Gel Vitamin C dengan Metode Sel Difusi Franz
(N. K. A. Meiantari, I. A. S Deviyanti, N. K. N. A. Ari, M. D. Abimanyu, N. P. D. K. Dewi,
N. K. Sriani, N. N. S. M. Arwanawati)

Hubungan Konsentrasi Gelling Agent dan SIMPULAN


Waktu dengan Jumlah Vitamin C
Bedasarkan hasil yang diperoleh, Kosentrasi gel vitamin C 2% dan 3%
sampel dengan kosentrasi gelling agent 3% menunjukan adanya hubungan yang
memiliki jumlah vitamin C terdifusi lebih berbanding lurus antara waktu dan kadar
banyak pada setiap waktunya dibandingkan vitamin C yang diperoleh sementara pada
dengan sampel 2%. Sampel dengan gelling sampel 1% waktu difusi tidak berbanding lurus
agent 2% menunjukkan jumlah vitamin C dengan jumlah vitamin C yang mencapai
terdifusi yang lebih banyak dibandingkan kompartemen donor. Pengaruh kosentrasi
sampel 1 % pada menit ke-10, 20 dan 30, gelling agent terhadap difusi sediaan gel
sementara pada menit ke-5 kosentrasi gelling vitamin C adalah semakin tinggi kosentrasi
agent 1% menunjukkan jumlah terdifusi yang gelling agent diperoleh bahwa semakin banyak
lebih banyak dibandingkan sampel 2%. Hal ini jumlah vitamin C yang berdifusi seiring
menunjukkan bahwa semakin tinggi kosentrasi dengan meningkatnya laju difusi.
gelling agent pada sediaan gel vitamin C
diperoleh bahwa semakin banyak jumlah SARAN
vitamin C yang berdifusi. Hasil ini tidak
sebanding dengan pernyataan Hidayari, et al. Saran yang dapat diberikan adalah
(2018) yang menyatakan bahwa jumlah zat perlunya penelitian serupa dengan metode
yang berdifusi berbanding terbalik dengan dengan tahapan yang benar, sehingga dapat
viskositas dari sediaan sehingga seharusnya meminimalisir kesalahan seperti pemipetan
semakin tinggi konsentrasi gelling agent maka sampling yang tidak tepat, waktu difusi yang
semakin menurun kadar sediaan pada tidak sesuai serta adanya kemungkinan
kompartemen reseptor yang diperoleh. kesalahan pada saat titrasi terutama pada saat
Penelitian Kuntari, et al. (2019) memperhatikan jumlah volume titran yang
menyatakan bahwa semakin besar perbedaan digunakan.
kosentrasi maka semakin besar laju difusi yang
terjadi antara membran. Selain itu, penelitian DAFTAR PUSTAKA
Cipta, et al. (2010) menunjukkan bahwa
penambahan propilen glikol 7% menghasilkan Astuti, K. W., Sumirtaputra, Y. C. dan Wiwik,
kosentrasi gel natrium diklofenak terdifusi N. N. S.2012. Difusi Natrium
lebih banyak dibandingkan penambahan Diklofenak dalam Gel Methocel 400
propilen glikol 0, 3 dan 5%. Hal ini pada Berbagai pH. JURNAL KIMIA
menunjukkan bahwa semakin tinggi Udayana 6(1):17-22.
kosentrasi, laju difusi yang dihasilkan akan Cipta, N. A., Soebagio, B. dan Sriwidodo.
semakin besar. Laju difusi yang besar akan 2011. Pengaruh Propilen Glikol
meningkatkan jumlah zat terdifusi lebih terhadap Laju Difusi Krim Natrium
banyak, sehingga peningkatan kosentrasi juga Diklofenak dengan Basis Hidrofobik
mendukung jumlah zat yang terdifusi ke secara In Vitro. J. Trop. Pharm. Chem.
membran reseptor. 1(1):8-16Deferme, S., Annaert, P., dan
Selain kosentrasi, menurut Astuti, et al. Augustijns, P. 2008. In Vitro Screening
(2012), jumlah obat yang diabsorpsi per Models To Asses Intestinal Drug
unit area dalam satuan waktu bergantung Absorption and Metabolism. New
juga pada kelarutan obat dan karakteristik York: APPS Press.
distribusi sediaan, sifat dari pembawa yang Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2010. Kimia
digunakan serta ketebalan dari membran Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
antara. Kurangnya pemantauan terhadap Pelajar.
faktor-faktor tersebut memungkinkan
terpengaruhnya jumlah zat yang terdifusi
sehingga menghaburkan hasil yang diperoleh.

117
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020: 113 – 118

Hidayati, D. N., Felasufah, U., Nurfitriani, A. Putri, R. A.. 2016. Uji Disolusi, Uji Difusi (in-
A., & Mufrod, M. 2018. Aktivitas vitro) dan Penetapan Kadar Tablet
Antijamur Krim Ekstrak Etanol Daun Ranitidin Generik dan Generik
Jambu Monyet (Anacardium Bermerek. Jakarta: UIN Syarif
occidentale L.) dan Kulit Batang Hidayatullah.
Rambutan (Nephelium lappaceum) Simon, P.. 2012. Formulasi dan Uji Penentrasi
terhadap Candida albicans. JIFFK: Mikroemulsi Natrium Diklofenak
Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi dengan Merode Sel Difusi Franz dan
Klinik, 14(2), 25-30. Metode Tape Stripping. Skripsi. Jakarta:
Kuntari, F. R., Pranoto, S. dan Sutresno, A. Universitas Indonesia.
2019. Studi Proses Difusi melalui Ulfa, A. M.. 2015. Penetapan Kadar Klorin
Membran dengan Pendekatan (Cl2) pada Beras Menggunakan Titrasi
Kompartemen. J.Fis. dan Apl. 15(2):62- Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik
65. 9(4): 197-200.
Putri, M.P. dan Y.H. Setiawati. 2015. Analisis
Kadar Vitamin C Pada Buah Nanas
Segar (Ananas Comosus (L.) Merr) dan
Buah Nanas Kaleng Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Wiyata
2(1): 1-10.

118

Anda mungkin juga menyukai