Nim: 200140139
1. Refrigerasi
Refrigerasi Bmerupakan sebuah sistem yang digunakan untuk proses pendinginan dengan
mengurangi kadar uap air yang berada di dalam udara. Air conditioning (pendingin) adalah
penerapan refrigerasi untuk menjaga suhu ruang sebuah ruangan menjadi dingin selama bulan
panas. Refrigerasi memindahkan panas ke dalam struktur dari luar dan menyimpannya di luar
struktur tempat asalnBya (Whitman dkk, 2009).
Komponen utama sistem refrigerasi terdiri dari 4, yaitu:
a. Compressor
b. Condenser
c. Expansion Valve
d. Evaporator
Abstrak
Blank 9
Sistem refrigerasi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk
mengkondisikan suhu udara baik dengan cara pemanasan ataupun pendinginan,
pada umumnya refrigerasi biasa digunakan untuk kebutuhan kenyamanan
manusia dan juga untuk proses pembekuan. Pada penelitian ini refrigerasi
digunakan untuk proses pengeringan kentang dengan menggunakan metode
dehumidifikasi, yaitu pengurangan kelembaban uap air pada udara. Kentang
akan didinginkan menggunakan proses refrigerasi kemudian akan dipanaskan
menggunakan heater, pengambilan data dilakukan dengan suhu pada heater
600C, dengan pengambilan data masing-masing 60 menit, 120 menit dan 180
menit. Dari hasil yang didapat, metode dehumidifier menggunakan sistem
refrigerasi mampu mengeringkan kentang hingga susut 60% dan kelembaban
udara mampu berkurang hingga 83,3%.
9
Kata Kunci : Dehumidifikasi, Refrigerasi, Kentang, Kelembaban Udara
Blank 9
Blank 1 Arial 9
Abstract
Blank 9
The refrigeration system is one of the technologies used to condition the
temperature of the air either by heating or cooling, in general refrigeration is
commonly used for human comfort needs and also for the freezing process. In
this research, refrigeration is used for the process of drying potatoes using a
dehumidification method, which is the reduction of moisture in the air vapor.
Potatoes will be cooled using a refrigeration process and then will be heated
using a heater, data collection is carried out at a temperature of 600C heater, with
data collection each of 60 minutes, 120 minutes and 180 minutes. From the
results obtained, the dehumidifier method using a refrigeration system can dry
potatoes to shrink 60% and humidity can be reduced to 83.3%.
1
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649
1.4. Dehumidifikasi
(1)
Dehumidifikasi merupakan proses
pengurangan uap air pada udara. (Forkosh dkk,
Dimana: 2003) telah meneliti dehumidifier pada temperatur
w = Ratio kelembaban dalam kg/kg operasi rendah. Hasil penelitian (Lowrey, S, dkk.
Pw = Tekanan parsial uap air pada suhu titik 2014) menunjukkan bahwa perlakuan peningkatan
embun (Pa) dehumidifikasi pada dehumidifier domestik dengan
P = Tekanan barometer (Pa) kapasitas lebih besar dibandingkan terhadap
sistem konvensional sekitar 10% pada kondisi
2
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649
udara lembab 15,4oC dan 70% RH tanpa terjadi Alat yang digunakan adalah alat
pembekuan pada bagian evaporator. dehumidifier dengan kapasitas kompressor 4 Hp, 3
Proses pengeringan kentang menggunakan phase powe source, dengan tegangan 380 VAC,
dehumidifikasi ini dilakukan dengan mengurangi refrigeran yang digunakan R-134a.
kandungan uap air yang berada di udara
menggunakan sistem refrigerasi dan kemudian
dipanaskan kembali menggunakan heater dan
selanjutnya udara yang telah dikondisikan
sedemikian rupa ini akan digunakan untuk
pengeringan kentang tersebut. Nilai RH rata-rata
udara sekitar 50-75% sedangkan nilai RH rata-rata
pada sistem refrigerasi berkisaran antara 90-98%.
Artinya udara yang telah terkontaminasi dengan
sistem refrigerasi akan mengalami pengurangan
kelembaban uap air yang besar sehingga udara
tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengeringan
kentang. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
pengeringan kentang dengan metode
dehumidifikasi ini tergantung dengan suhu pada
evaporator dan juga suhu pada hetaer.
1.5. Kentang
Gambar 3. skematik pengujian
Kentang (Solanum tuberosum L.) 10
merupakan salah satu tanaman pangan terpenting 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
ketiga di dunia setelah beras dan gandum untuk 10
konsumsi manusia. Kebutuhan kentang Berdasarkan dari hasil penelitian perlakuan
mengalami peningkatan yang pesat. Tahun 1991 kentang menggunakan metode dehumidifier yaitu
produksi kentang dunia mencapai 267 juta ton dan dengan menggunakan sistem refrigerasi dan juga
tahun 2007 meningkat menjadi 320 juta ton heater, didapat beberapa data sebagai beikut:
(Ma’rufatin, Anies, dkk 2011)
Kelembaban rata-rata tanaman kentang Tabel 1. Perolehan data
yakni sekitar 80-90%. Kelembaban berpengaruh Parameter Waktu pengujian
terhadap evapotranspirasi yaitu tenaga pengisap (menit)
untuk mengangkat air dan hara (nutrisi) dari akar 60 120 180
ke tajuk tanaman. Bila kelembaban udara terlalu DBudara masuk (0C) 30 30 30
tinggi maka evapotranspirasi akan kecil. RHuadra masuk(%) 71,45 71,45 71,45
Kelembaban yang tinggi dapat disebabkan oleh DBsetelah evaporator (0C) 24 20 18
jarak tanam yang terlalu rapat dan tajuk tanaman RHsetelah evaporator(%) 80 82 88
yang terlalu rimbun, sehingga akan mengundang DB udara keluar(0C) 22,7 22,8 23
penyakit cendawan. Apabila kelembaban terlalu RHudara keluar(%) 22,07 22 21
rendah, maka evapotranspirasi akan meningkat.
Air yang menguap akan lebih banyak diserap oleh Parameter yang didapat pada penelitian
akar. Hal tersebut berakibat sel tanaman awal yaitu Dry Bulb (DB) dan Relative Humidity
kehilangan tekanan turgor, jaringan mengkerut dan (RH). Dari data diatas, akan didapat nilai
tanaman akan menjadi layu (Ma’rufatin, Anies, dkk kelembaban spesifik udara (w) dengan
2011). menggunakan psicrometric chart seperti pada
gambar 2 diatas.
10 10
2. BAHAN DAN METODA 3.1 Hasil Penelitian
Blank 1 Arial 10 10
Pada proses dehumidifikasi kentang ini, Berdasarkan penelitian ini maka didapat
udara akan melewati evporator pada sistem bahwa:
refrigerasi, kemudian setelah udara melewati a. Dengan menggunakan sistem refrigerasi
evaporator, udara tersebut akan dipanaskan dengan metode dehumidifikasi, maka kentang
menggunakan heater dengan suhu 600C, mampu mengalami penyusutan kadar air
kemudian udara yang dikondisikan ini akan hingga 87% yang terjadi pada menit ke 180.
digunakan untuk mengeringkan kentang telah b. Kandungan uap air (w) dengan sistem
dipotong dengan ukuran lebih kurang 5mm x 5mm refrigerasi mampu berkurang sebanyak 83%.
x 5mm. Ketang tersebut akan diproses dengan Blank 1
variasi waktu 60 menit, 120 menit dan 180 menit. 10
3
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649
4
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649
DAFTAR PUSTAKA
Blank Arial 10
Forkosh et al. 2003. “Dehumidifier System”. United
States
Blank
5
JURNAL AUSTENIT VOL 12, NO 1, APRIL 2020 ISSN : 2085-1286 E-ISSN : 2622-7649
6
Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 2: 59 - 66
ABSTRACT
Soybean (Glicine max Merrill)is an important agricultural commodity and very popular in Indonesia as a raw
material of such food stuffs for exemple: tempe. In the producing of tempe, soybean must be submerged in
the water. The soaking process usually is done at room temperature for about 24-48 hours. The longer time
of soaking can cause microbial contamination and may affect to the color change, bad taste and moldy smell.
Submersion in warm water is a method that can be used for shortening the soaking time. The aims of this
research were to study the effects of the soaking temperatures on the water diffusion coeffisien and physical
characteristics of soybean (moisture content, weigh and dimension). The research was carried out at 5 levels
of soaking temperature:30 °C (as a control), 35 °C, 40 °C, 45 °C, and 50 °C with 3 replications for each
treatment. During soaking, sample was taken for measuring its moisture content, dimensional, and weight
changes.Temperature history was recorded during soaking. The result showed that there were significant
changes ondimension, weight, and water content during soaking. Those parameters increased as the soaking
temperaturewas rised. The diffusion coefficient of soybean also increased with rising of soaking temperature.
The analysis found that the diffusion coefficients of soybean at temperature of 30 °C, 35 °C, 40 °C, 45 °C, and
50 °C were respectively, 16.4 x 10-11 m2/s; 20.7 x 10-11 m2/s; 38.9 x 10-11 m2/s; 56.3 x 10-11 m2/s and 139 x 10-11
m2/s. The rate of diffusion followed an exponential equation D = 0.058 e0, 1051 / T(R² = 0.960).
ABSTRAK
Kedelai merupakan komoditi pertanian yang dalam pemanfaatannya dapat dikonsumsi dalam kondisi
lunak. Prosesnya sering dilakukan dalam industri rumah tangga, yaitu industri pengolahan tempe.
Pengusaha tempe menggunakan kedelai sebagai salah satu bahan baku dalam produksinya dimana
kedelai sebelum diolah direndam terlebih dahulu. Perendaman kedelai dengan suhu ruang membutuhkan
waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 24 - 48 jam. Perendaman yang terlalu lama dapat menimbulkan
mikroba yang mengkontaminasi biji kedelai, yang mengakibatkan perubahan warna, rasa dan bau.
Perendaman dengan air hangat adalah metode umum yang digunakan untuk mempersingkat waktu
perendaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu perendaman terhadap sifat fisik
(kadar air, bobot dan dimensi) dan koefisien difusi air kedelai (Glicine max Merrill). Penelitian ini
dilakukan pada variasi suhu perendaman 30 oC (kontrol), 35 oC, 40 oC, 45 oC, dan 50 oC dengan 3 ulangan
untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diukur adalah kadar air, perubahan dimensi, perubahan
bobot bahan selama perendaman dan riwayat suhu perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi perubahan yang signifikan, semakin tinggi suhu perendaman maka semakin cepat peningkatan
dimensi, bobot, dan kadar airnya. Koefisien difusi air kedelai pada perendaman dengan suhu 30 oC, 35 oC,
40 oC, 45 oC, dan 50 oC, berturut-turut adalah 16,4 x 10-11 m2/s; 20,7 x 10-11 m2/s; 38,9 x 10-11 m2/s; 56,3 x
10-11 m2/s dan 139 x 10-11 m2/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu perendaman,
maka semakin cepat laju difusinya mengikuti persamaan eksponensial D = 0,058e0,105 1/T dan dengan
koefisien determinasi R² = 0,960.
59
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)
60
Jurnal Teknik Pertanian Lampung–
Lampung Vol. 2, No. 2: 59 - 66
biji kedelai tidak dikembalikan lagi ke dalam Setelah mendapatkan nilai koefisien
air perendaman. Perendaman biji Kedelai pembasahan dan kadar air jenuh, maka
dapat dilihat pada Gambar 1. dapat digunakan untuk menghitung
koefisien difusi (D) dengan menggunakan
persamaan (4)) berikut:
berikut
1
2 k r
3 D=
4
5
Keterangan:
4 D : difusivitas massa (m²/menit)
(m
k : koefisien pembasahan (m²/menit)
(m
Gambar 1. Perendaman biji kedelai di dalam r : jari-jari rata-rata
rata biji kedelai (m²)
(m
water bacth
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan:
3.1.Pengaruh
Pengaruh suhu perendaman terhadap
1. Termometer air raksa perubahan dimensi biji kedelai
2. Panel pengatur suhu
Data menunjukkan bahwa perendaman biji
3. Heater dengan thermostat
kedelai mengakibatkan dimensi biji kedelai
4. Tangki air (11 Litet)
(panjang, lebar dan tinggi) menjadi lebih
5. Biji kedelai
besar dan akhirnya mencapai dimensi
maksimum. Perubahan dimensi tersebut
Dari data kadar air selama perendaman, laju
disebabkan adanya penyerapan air akibat
peningkatan kadar air kedelai dapat
difusi air perendaman konsentrasi tinggi
dihitung. Laju peningkatan kadar air biji
pada biji kedelai yang bersuhu lebih rendah.
kedelai dari hasil pengamatan selanjutnya
Biji kedelai mengandung
engandung pati sebesar 34, 80
digunakan untuk mendapatkan nilai
% (AAK, 1995), dimana pati tersebut akan
koefisien pembasahan (k) dan kadar air
menyerap air. Gardner dkk (1991)
jenuh (Ms) dengan cara analisis regresi
menyatakan bahwa pati terdiri dari dua
menggunakan
ggunakan persamaan 3.
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air.
M M Fraksi terlarut disebut amilosa merupakan
=e polisakarida yang linier dan
da fraksi tidak larut
M M disebut amilopektin (berupa cabang).
Masuknya air ke dalam biji kedelai dapat
Keterangan: merusak kristalinitas amilosa dan merusak
Mt : kadar air biji kedelai pada waktu t (% helix sehingga granula pati membengkak,
basis kering) sedangkan suhu yang panas dapat
Mo : kadar air awal biji kedelai (% basis menyebabkan pembengkakan yang tinggi.
kering) Peningkatan
ngkatan ukuran dimensi biji kedelai
Ms : kadar air kesetimbangan (% basis selama perendaman pada suhu yang berbeda
kering) dapat dilihat pada Gambar 2, 3,dan 4.
k : koefisien pembasahan (1/menit)
t : waktu (menit)
61
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)
140 100
Pertambahan Panjang (%)
62
Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 2: 59 - 66
3.2 Pengaruh suhu perendaman terhadap Firdaus dkk (2006) dalam Anonim (2012)
perubahan bobot biji kedelai menyatakan bahwa penyerapan air oleh biji
dipengaruhi dari berbagai faktor, yaitu kadar
Berdasarkan hasil pengamatan, selama
air bahan, permeabilitas kulit biji atau
proses perendaman menunjukkan bahwa
membran biji, suhu, luas permukaan biji
bobot biji kedelai mengalami perubahan
yang kontak dengan air dan tekanan
selama perendaman seiring dengan lama
hidrostatik. Laju air ke dalam biji kedelai
waktu perendaman. Pengaruh suhu
semakin tinggi dengan meningkatnya suhu,
perendaman terhadap perubahan bobot biji
mengikuti persamaan Arrhenius. Suhu
kedelai dapat dilihat pada Gambar 5.
berpengaruh dalam meningkatkan energi,
Suhu air perendaman berpengaruh terhadap sehingga daya dorong air ke dalam biji
perubahan bobot biji kedelai, semakin tinggi terjadi lebih tinggi. Partikel air akan
suhu perendaman maka semakin cepat memiliki energi untuk bergerak lebih cepat
perubahan bobot kedelai. Pada semua suhu dengan suhu yang lebih tinggi.
perendaman perubahan bobot akan menuju
Semakin tinggi suhu air perendaman maka
berat maksimum, dimana bobot biji kedelai
pori-pori biji kedelai semakin besar karena
tidak lagi meningkat dengan signifikan.
protein pada membran sebagian rusak,
Bobot biji kedelai mencapai berat maksimum
sehingga menyebabkan difusi air terjadi
untuk semua suhu perendaman dicapai
lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan
setelah 150 menit perendaman dari bobot
penelitian Darmajana (2012) bahwa dalam
awal dengan bobot rata-rata sebesar 3,43 g
perendaman kedelai terjadi masuknya air ke
yaitu sebesar 19,10% meningkat sebesar
dalam biji kedelai sehingga terjadi proses
8,13 g yaitu sebesar 137%.
difusi. Proses difusi tersebut ditandai
dengan adanya kenaikan berat kedelai dan
Perubahan bobot biji kedelai tersebut berkurangnya jumlah air perendaman.
ditandai dengan masuknya air ke dalam biji
selama proses perendaman berlangsung.
160
140
120 T= 30 °C
Perubahan Bobot(%)
100 T= 35 °C
80 T= 40 °C
60 T= 45 °C
40
T=50 °C
20
0
0 100 200 300 400 500
Waktu Perendaman (menit)
63
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)
64
Jurnal Teknik Pertanian Lampung– Vol. 2, No. 2: 59 - 66
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Volume air dalam membran biji akan
diketahui bahwa koefisien difusi air biji memiliki batas kapasitas. Peristiwa laju
kedelai meningkat dengan meningkatnya penyerapan air yang terserap ke dalam biji
suhu. Dengan demikian penggunaan suhu kedelai yang semakin lama semakin rendah
yang lebih tinggi memiliki potensi untuk dan akhirnya mencapai laju nol. Kadar air
mempersingkat waktu perendaman yang biji kedelai mencapai kondisi maksimum
diperlukan untuk mencapai kadar air pada waktu perendaman 150 menit yaitu
tertentu. dengan kadar air awal rata-rata 11,96%
meningkat sebesar 63,54%. Hal tersebut
Faktor yang berpengaruh terhadap tinggi
dikarenakan kadar air pada waktu t (Mt)
atau rendahnya nilai difusivitas diantaranya
semakin lama semakin besar dan semakin
adalah suhu dan kadar air biji kedelai
mendekati kadar air jenuh (Ms) sehingga laju
(Mujumdar, 2004 dalam Marlinda, 2012).
penyerapan menjadi semakin lambat dan
Data hasil perhitungan kadar air
akhirnya mencapai titik jenuh.
menunjukkan terjadinya peningkatan kadar
air biji kedelai dari waktu ke waktu. Kadar
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
air biji kedelai selama perendaman dapat
dilihat pada Gambar 7.
4.1. Kesimpulan
70 1. Suhu dan lama perendaman berpengaruh
Peningkatan Kadar Air (%)
Menurut Fahn (1992) menjelaskan bahwa Saran dari penelitian ini adalah perlu
kulit biji pada beberapa spesies lain, air dan diadakannya penelitian lanjutan untuk
oksigen tidak dapat menembus biji tertentu, mengetahui sifat mekanik, seperti kekerasan
hal tersebut karena jalan masuk dihalangi yang terjadi pada biji kedelai selama
oleh sel-sel sklerenkima dan komposisi perendaman dengan suhu yang berbeda.
dinding selnya serta sumpal gabus di kulit Dengan demikian akan diketahui lama waktu
biji. Pelepasan sumpal tersebut perendaman yang diperlukan untuk
membutuhkan energi goncangan pada biji, melunakkan biji kedelai pada suhu tertentu.
sedangkan suhu tinggi mampu mengguncang
dan melepaskan sumpal gabus di kulit biji
dengan cepat sehingga biji tersebut mampu
menyerap air dengan cepat. Oleh sebab itu,
apabila suhu ditingkatkan maka kecepatan
penyerapan juga naik sampai batas tertentu,
sehingga dapat meningkatkan kadar air biji
kedelai.
65
Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap.... (Yuanita K, Sri Waluyo, Warji, dan Tamrin)
DAFTAR PUSTAKA
66
SISTEM PENGENDALI SUHU, KELEMBABAN DAN
CAHAYA DALAM RUMAH KACA
Tony K. Hariadi
Teknik Elektro FT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta
Telp.(0274)387656
ABSTRAK
Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman
dengan pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan
tumbuh kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Perkembangan
teknologi elektronika memungkinkan untuk melakukan pengendalian variabel-
variabel tersebut secara otomatis dan terus menerus. Penelitian dan perancangan
ini bertujuan untuk membuat sebuah sistem pengendali temperatur, kelembaban,
cahaya, dan penyiraman dalam rumah kaca secara terpadu. Implementasi
pengendalian rumah kaca dilakukan dengan menggunakan mikrontroler sehingga
memudahkan pemrograman terhadap kondisi-kondisi tanaman yang berbeda-beda
dengan berbagai perlakuan yang berbeda pula. Suhu diatur menggunakan air
conditioner yang sudah dimodifikasi untuk diprogram dari mikrokontroller,s
sedangkan pengaturan cahaya menggunakan lampu dan pengaturan lain adalah
kelembaban berdasarkan perhitungan suhu basah dan kering serta penyiraman.
Setelah pembuatan alat selesai, maka alat tersebut diujicobakan didalam rumah
kaca dan diamati kondisi di dalam rumah kaca selama 3 kali 24 jam. Hasil
ujicoba menunjukkan bahwa alat tersebut mampu mengendalikan parameter-
parameter yang diinginkan sesuai dengan program pada mikrokontroler, dan
mampu mengurangi efek kondisi cuaca di luar rumah kaca.
Kata kunci : pengendalian rumah kaca, rumah kaca, pengendalian suhu,
pengendalian kelembaban
PENDAHULUAN
Rumah kaca merupakan sebuah bangunan tempat budidaya tanaman dengan
pengaturan beberapa variabel di dalamnya agar sesuai dengan kebutuhan tumbuh
kembang tanaman yang sedang dibudidayakan saat itu. Variabel-variabel pokok
yang perlu diatur dalam rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban udara, dan
intensitas cahaya. Penanganan lain yang diberikan kepada obyek tanam dalam
METODOLOGI PENELITIAN
Sistem harus dapat mengindera suhu dan kelembaban dan melakukan
pengendalian suhu, kelembaban, penyinaran, dan penyiraman. Maka kebutuhan
pokok yang harus dapat dilayani oleh sistem yang hendak dibangun adalah:
Sistem dapat mengindera suhu dan kelembaban dalam rumah kaca sebagai
masukan proses pengendalian suhu dan kelembaban serta dapat melakukan
pengedalian berdasarkan penginderaan tersebut.
Sistem mampu melayani penyiraman dan penyinaran yang terjadwal.
Sedangkan untuk mendukung interaktifitas sistem dengan pengguna dan
menambah keandalan sistem, maka dibutuhkan fungsi-fungsi berikut:
Sistem dapat menampilkan informasi suhu, kelembaban, jam, dan tanggal.
Pengguna dapat memasukkan setting pengendalian dengan mudah.
Sistem mampu mempertahankan variabel setting apabila sumber tenaga utama
sistem terputus dan menggunakan kembali variabel tersebut saat sumber
tenaga utama terhubung kembali, tanpa perlu melakukan setting ulang.
Jam dan tanggal dalam sistem senantiasa terkini, meskipun sumber tenaga
utama terputus.
Perangkat keras yang dibangun meliputi dua bagian, yaitu bagian elektronik
sebagai unit pengindera dan pengolah data hasil penginderaan dan bagian rumah
kaca sebagai unit pelaksana perintah pengendalian.
Bagian elektronik meliputi sensor, microcontroller, penampil, dan antarmuka
perintah pengendalian rumah kaca. Diagram blok yang menunjukkan interaksi
masing-masing komponen pada bagian elektronik ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Bahan-bahan yang digunakan dalam bagian ini adalah sebagai berikut:
Microcontroller ATMega8535 (dengan ADC internal)..
Sensor suhu: LM35.
RTC DS1307.
Modul LCD 16x2 karakter.
Relai, sebagai antarmuka penggerak.
Penampil
Antarmuka
Penampil
RTC
Unit Pengendali:
Microcontroller Keypad
Pengkondisi
Sinyal
Antarmuka
Penggerak
Rumah
Kaca
Sensor:
suhu,
kelembaban. Pemanas Pendingi Penyira Lampu
n m
Pemanasan 0 1 x x
Pelembaban x x x Set.1.a
Penurunan kelembaban x x x Set.1.b
Pemberian cahaya x x 1 x
Penyiraman x x x 1
Implementasi Alat
Setelah sistem pengendali dinyatakan lulus uji alat selanjutnya dilakukan
implementasi. Implementasi alat dilakukan dalam sebuah rumah kaca mini
berukuran 2m x 3m x 2,2m dengan dinding fiber. Penggerak kendalian terdiri atas
AC tipe Window berkekuatan 0,5 pk, pemanas, penyiram (sprinkle), dan lampu TL
8 watt. Pengamatan hasil pengendalian dilakukan terhadap 4 parameter, yaitu
pengamatan temperatur, pengendalian kelembaban, ketepatan waktu penyiraman,
dan ketepatan waktu penyinaran.
45
40
35 Dalam Rumah
Temperatur
30 Kaca Td (°C)
25
20
15 Luar Rumah
10
Kaca Td (°C)
5
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 0.0 2.0 0.0 2.0 4.0 6.0
08 1 1 1 1 1 2 2 0 0 0 0
Waktu Pengamatan
Gambar 2. Fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada hari pertama
40
35
30 Dalam Rumah
Temperatur
25 Kaca Td (°C)
20
15
10 Luar Rumah
Kaca Td (°C)
5
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
.0 .0 .0 4.0 6.0 8.0 0.0 2.0 0.0 2.0 4.0 6.0
08 10 12 1 1 1 2 2 0 0 0 0
Waktu Pengamatan
Gambar 3. Fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada hari kedua.
40
35
Dalam Rumah
30
Temperatur
Kaca Td (°C)
25
20
15
10 Luar Rumah
Kaca Td (°C)
5
0
0 0 0 00 00 00 00 00 00 00 00 00
.0 .0 .0 . . . . . . . . .
08 10 12 14 16 18 20 22 00 02 04 06
Waktu Pengamatan
Gambar 4. Fluktuasi temperatur dalam dan luar rumah kaca pada hari ketiga.
Pengendalian Kelembaban
Algoritma pengendalian kelembaban hanya dilakukan dengan penyiraman
apabila kelembaban dalam ruangan lebih rendah dari yang diinginkan dan
membatalkan penyiraman apabila kelembaban di atas batas. Oleh karena itu
pengujian terhadap pengendalian ini dilakukan terhadap bagian jadwal penyiraman
dengan pengatur kelembaban pada kondisi aktif (Humid Ctrl=On). Tabel 5
menunjukkan hasil pengujian pengendalian kelembaban.
Pengendalian Penyiram
Pengujian penyiraman dilakukan terhadap ketepatan waktu dan durasi
penyiraman. Dalam pengujian ini pengendali kelembaban dinonaktifkan agar tidak
mengganggu jadwal penyiraman yang telah disusun. Tabel 6 menunjukkan hasil
pengujian pengendali penyiraman.
Pengendalian Penyinaran
Seperti pada pengujian penyiraman, pengujian penyinaran dilakukan
terhadap ketepatan waktu dan durasi penyinaran. Tabel 7 menunjukkan hasil
pengujian pengendali penyinaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1998. Specification of AA16205 (LCD). Agena Displaytech Ltd.
http://www.agena.com.hk/product/products-char.htm
Anonim. 2005. ATMega8535(L) Datasheet: 8 Bit AVR Microcontroller with 8K
Bytes In-System Programmable Flash. Atmel Corporation
.http://www.atmel.com/ dyn/resources/prod_documents/doc2502.pdf
Anonim. 2005. Mengenal Sensor dan Actuator. (Sumber: Buku Elektronik Industri,
Frank D. Petruzella). Caltron Indonesia .http://www.caltron.co.id/
modules.php?name=News&file=article&sid=11
Anonim. 2005. CodeVisionAVR User Manual. HP InfoTech.
http://www.hpinfotech.ro/cvavrman.zip
Ayala, Kenneth J. 1997. The 8051 Microcontroller: Architecture, Programming, &
Applications. Second Edition. Minneapolis: West Publishing Company.
Bucklin, R.A. 2002. Florida Greenhouse Design. One of a series of the
Agricultural and Biological Engineering Department, Florida Cooperative
Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of
Florida. http://edis.ifas.ufl.edu/AE016
Budiyanto, Gunawan. 2001. Klimatologi Dasar (Diktat Kuliah). Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Clymer, Jeffrey. 2005. Wet and Dry Bulb. http://members.nuvox.net/
~on.jwclymer/wet.html
Dickerson, George W. 2004. Greenhouse Vegetable Production. New Mexico:
New Mexico State University.
http://cahe.nmsu.edu/pubs/_circulars/circ556.html
Kania, Stephen, Gene Giacomelli. 2002. Solar Radiation Availability For Plant
Growth In Arizona Controlled Environment Agriculture Systems.
ABSTRAK
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan molekul karena adanya perbedaan kosentrasi
molekul melalui suatu membran semipermeable. Uji difusi sediaan gel vitamin C bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari jumlah gelling agent terhadap difusi vitamin C. Uji difusi sediaan vitamin gel dilakukan dengan
menggunakan sel difusi Franz serta kadar dianalisis dengan metode titrasi iodometri. Bedasarkan hasil diperoleh
bahwa dalam waktu 5,10, 20 dan 30 menit, jumlah terdifusi sediaan gel vitamin C 1% berturut-turut yaitu 378,5
mg; 108,71 mg; 223,33 mg; 3442,13 mg sementara untuk sampel 2% yaitu 269 mg; 431,64 mg; 475,07 mg;
574,11 mg dan untuk sampel 3% yaitu 543 mg; 594,08 mg; 646,27 mg; dan 700,77 mg. Bedasarkan hal tersebut
pelepasan dari sediaan gel vitamin C sebanding dengan waktu yang diberikan, semakin lama waktu yang
diberikan maka pelepasan sedian gel vitamin C semakin meningkat. Dapat disimpulkan, pengaruh dari jumlah
gelling agent terhadap difusi sediaan gel vitamin C adalah semakin tinggi konsentrasi gelling agent maka
semakin meningkat kadar pada kompartemen reseptor yang diperoleh.
ABSTRACT
Diffusion defined as a process of molecular displacement due to the difference in molecular concentration
through a semipermeable membrane. The aim of diffusion test is know effect of the amount of gelling agent on
the diffusion of vitamin C. The diffusion test of vitamin C gel preparation was measured by using Franz
diffusion cell and the rate was analyzed by iodometric titration. Based on the results obtained that within 5, 10,
20 and 30 minutes, the amount of diffusion of 1% vitamin C gel preparation was 378,5 mg; 108,71 mg; 223.33
mg; 3442,13 mg while for 2% sample was 269 mg; 431.64 mg; 475.07 mg; 574,11 mg and for sample 3% was
543 mg; 594,08 mg; 646,27 mg; and 700,77 mg. Based of this, the release of vitamin C gel preparation is
proportional to the time given, the longer time given then the release of vitamin C gel preparation is more
increase. The effect of gelling agent on the diffusion of vitamin C gel preparation is the higher the concentration
of gelling agent, decreasing the level in the receptor compartment obtained.
113
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020: 113 – 118
jumlah gelling agent terhadap difusi atau reseptor. Sampel kemudian disaring dan
pelepasan gel tersebut. Penelitian ini bertujuan dipindahkan ke botol vial 10 mL. Ulangi
untuk melihat pengaruh dari jumlah gelling langkah untuk sediaan gel vitamin C dengan
agent terhadap difusi atau pelepasan dari gel konsentrasi gelling agent 2% dan 3%.
vitamin C sehingga dapat mengembangkan gel Penetapan Kadar Gel Vitamin C
dengan konsistensi yang maksimal dan Penetapan kadar secara kuantitatif
berujung pada difusi gel yang baik. dilaksanakan dengan menggunakan titrasi
iodometri pada sampel, disiapkan dalam
BAHAN DAN METODE erlenmeyer sampel sebanyak 1 mL, kemudian
ditambahkan 10 mL larutan Asam sulfat 0,5
Bahan M, 5 mL akuades, 6,25 mL larutan Kalium
Bahan yang digunakan adalah gel iodat 0,02 M dan 0,5 gram Kalium iodida
vitamin C dengan kosentrasi gelling agent selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan
sebesar 1, 2 dan 3%, akuades, larutan dapar larutan Natrium tiosulfat 0,1 M hingga kuning
fosfat pH 7,4, larutan Kalium iodat 0,02 M, pucat kemudian tambahkan 20 tetes kanji 1
larutan Natrium tiosulfat 0,1 M, larutan Asam %b/v, hentikan titrasi bila warna biru
sulfat 0,5 M, larutan Indikator Kanji 1 % b/v, menghilang. Dicatat penggunaan volume
serbuk Kalium iodida, dan kertas saring. larutan Natrium tiosulfat yang digunakan.
Alat
Alat yang digunakan adalah gelas HASIL DAN PEMBAHASAN
beaker, labu erlenmeyer, pipet ukur, pipet
tetes, pipet ukur, syringe, bulbfiller, magnetic Standaridisasi Na Tiosulfat 0,1 M
stirrer, labu ukur, batang pengaduk, neraca Hasil penelitian terkait standarisasi
analitik, sel difusi Franz, buret, botol vial, larutan Natrium tiosulfat 0,1 M adalah sebagai
statif, dan klem. berikut.
114
Pengaruh Konsentrasi Gelling Agent terhadap Difusi Sediaan Gel Vitamin C dengan Metode Sel Difusi Franz
(N. K. A. Meiantari, I. A. S Deviyanti, N. K. N. A. Ari, M. D. Abimanyu, N. P. D. K. Dewi,
N. K. Sriani, N. N. S. M. Arwanawati)
30 adalah sebanyak 8; 8,8; 8,5 dan 8,4 mL; dengan waktu 5, 10, 20, dan 30 menit yaitu
pada sampel dengan kosentrasi gelling agent 543,36 mg, 594,46 mg, 646,66 mg, dan 736,08
2% diperoleh jumlah volume titran berturut- mg (Tabel 2). Hasil yang diperoleh pada
turut adalah sebanyak 8,3; 7,9; 7,85 dan 7,65 sampel 1% terdapat konsentrasi vitamin C
mL; sedangkan pada sampel dengan kosentrasi yang menurun dari menit ke-5 menuju menit
gelling agent 3% diperoleh jumlah volume ke-10 dan kemudian meningkat di menit ke-20
titran berturut-turut sebanyak 7,55; 7,5; 7,45 dan 30. Berbeda dengan sampel kosentrasi
dan 7,3 mL. gelling agent 1%, pada sampel 2% dan 3%
Berdasarkan perhitungan diperoleh menunjukan jumlah gel vitamin C yang selalu
jumlah gel vitamin C yang terdifusi pada meningkat sebanding dengan berjalannya
sampel 1% dengan waktu 5, 10, 20, dan 30 waktu. Hal ini menunjukkan adanya hubungan
menit berturut-turut yaitu 378,68 mg, 109,02 yang berbanding lurus antara waktu dan kadar
mg, 224,28 mg dan 272,17 mg, sementara vitamin C yang mencapai kompartemen
untuk sampel 2% dengan waktu 5, 10, 20, dan reseptor. Grafik jumlah vitamin C yang
30 menit yaitu 269,48 mg, 431,84 mg, 475,27 terdifusi pada masing-masing kosentrasi
mg dan 577,05 mg dan untuk sampel 3% sampel dapat dilihat pada gambar 1, 2 dan 3.
400.00
Jumlah Vitamin C Terdifusi (mg)
350.00
300.00
250.00
200.00
150.00
y = -0.9711x + 261.82
100.00
50.00
0.00
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
115
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020: 113 – 118
700.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)
800.00
Jumlah Vitamin C Terdifusi
700.00
600.00
500.00
(mg)
400.00
300.00 y = 7.3707x + 510.37
200.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)
800.00
Jumlah Vitamin C Terdifusi (mg)
700.00
600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)
1% 2% 3%
116
Pengaruh Konsentrasi Gelling Agent terhadap Difusi Sediaan Gel Vitamin C dengan Metode Sel Difusi Franz
(N. K. A. Meiantari, I. A. S Deviyanti, N. K. N. A. Ari, M. D. Abimanyu, N. P. D. K. Dewi,
N. K. Sriani, N. N. S. M. Arwanawati)
117
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 14 (2), JULI 2020: 113 – 118
Hidayati, D. N., Felasufah, U., Nurfitriani, A. Putri, R. A.. 2016. Uji Disolusi, Uji Difusi (in-
A., & Mufrod, M. 2018. Aktivitas vitro) dan Penetapan Kadar Tablet
Antijamur Krim Ekstrak Etanol Daun Ranitidin Generik dan Generik
Jambu Monyet (Anacardium Bermerek. Jakarta: UIN Syarif
occidentale L.) dan Kulit Batang Hidayatullah.
Rambutan (Nephelium lappaceum) Simon, P.. 2012. Formulasi dan Uji Penentrasi
terhadap Candida albicans. JIFFK: Mikroemulsi Natrium Diklofenak
Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi dengan Merode Sel Difusi Franz dan
Klinik, 14(2), 25-30. Metode Tape Stripping. Skripsi. Jakarta:
Kuntari, F. R., Pranoto, S. dan Sutresno, A. Universitas Indonesia.
2019. Studi Proses Difusi melalui Ulfa, A. M.. 2015. Penetapan Kadar Klorin
Membran dengan Pendekatan (Cl2) pada Beras Menggunakan Titrasi
Kompartemen. J.Fis. dan Apl. 15(2):62- Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik
65. 9(4): 197-200.
Putri, M.P. dan Y.H. Setiawati. 2015. Analisis
Kadar Vitamin C Pada Buah Nanas
Segar (Ananas Comosus (L.) Merr) dan
Buah Nanas Kaleng Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Wiyata
2(1): 1-10.
118